Sei sulla pagina 1di 13

163 | JURNAL ILMU BUDAYA

Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

GEGAR BUDAYA DAN PERGULATAN IDENTITAS DALAM NOVEL UNE


ANNÉE CHEZ LES FRANÇAIS KARYA FOUAD LAROUI

Tania Intan

Departemen Susastra dan Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

tania.intan@unpad.ac.id

Abstract

Cultural shock is a deep and negative response to depression, frustration and disorientation experienced
by people who live in a new cultural environment. These psychological and cultural symptoms are
experienced by child figures in the novel Une Année chez les Français by Fouad Laroui. Research on
cultural shock and identity struggles as a result is carried out by qualitative descriptive methods. Data in
the form of relevant citations are collected by referring to the note-taking technique and analyzed to draw
conclusions. The results of this study indicate that there are four phases of cultural shock that the main
character traverses are: the honeymoon phase, the prison phase, the adaptation phase, and the adjustment
phase. The factors that influence the occurrence of cultural shock in these figures are: intrapersonal
factors, cultural variations, and socio-political manifestations. The three aspects of the cultural shock that
Mehdi experienced were: loss of familiar signs, identity crises, and the breakdown of interpersonal
communication that led to frustration and anxiety due to language barriers. While the symptoms of the
cultural shock that he experienced were: sadness, loneliness, and misery; behavioral changes, stress or
depression, identifying with old cultures or idealizing old regions; loss of identity; not confident; feel
deprived, and miss the family.

Keywords: culture shock, identity, Une Année chez les Français

PENDAHULAN pendidikan di sekolah Prancis ternama di


Kasablanka. Di tempat barunya, ia mengalami
Penyesuaian diri dibutuhkan oleh berbagai kesulitan akibat gegar budaya yang
individu, yang karena suatu sebab, dialaminya. Dalam upaya untuk mengatasi hal
ditempatkan dalam lingkungan yang berbeda tersebut, ia juga menghadapi pergulatan
dari sebelumnya. Di lingkungan barunya identitas. Kisah sederhana ini dinarasikan
tersebut, ia akan mengalami kontak budaya dengan cerdas dan indah oleh penulisnya,
dengan masyarakat yang mungkin saja Fouad Laroui, sehingga membuat novel
berbeda adat dan kebiasaan dirinya. Individu tersebut meraih Prix de l’Algue dan masuk
yang menghadapi situasi seperti ini dapat dalam nominasi Prix Goncourt, penghargaan
mengalami suatu gejala psikologis dan sastra yang bergengsi di Prancis.
kultural yang disebut dengan gegar budaya Novel Une Année chez les Français
(culture shock). adalah karya keenam Laroui, seorang novelis,
Pada tahap selanjutnya, gegar budaya penyair, wartawan, dan kritikus sastra Maroko
dapat berdampak pada pergulatan identitas, yang lahir pada tahun 1958 di Oujda.
seperti yang terungkap di dalam novel Une Makhlouf (2011) menguraikan bahwa mirip
Année chez les Français (2010) ‘Setahun di dengan cerita Mehdi, sebagai seorang pemuda
tempat orang Prancis’. Buku ini berkisah desa, Laroui melanjutkan studinya di École
tentang Mehdi, seorang anak laki-laki Nationale des Ponts et Chaussées, universitas
berumur sepuluh tahun yang tinggal di sebuah bergengsi di Prancis, untuk menekuni bidang
desa kecil di Maroko. Berkat kecerdasannya, teknik. Laroui juga pernah bekerja di
Mehdi mendapat kesempatan untuk mengikuti perusahaan Cherifien des Phosphates di
164 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

Khouribga, Maroko. Tidak lama kemudian, ia berasal dari Kongo-Brazzaville tahun 1979.
pindah ke Inggris untuk melanjutkan studi di Keduanya, selain secara tersirat mengacu
Cambridge dan York. Setelah memperoleh pada figur dan pengalaman masing-masing
gelar Ph.D pada bidang ekonomi, Laroui penulis, juga menunjukkan kecintaan yang
pindah ke Amsterdam dan menjadi besar pada bahasa Prancis dan pengalaman
warganegara Belanda. Di negara barunya ini, gegar budaya.
ia bekerja sebagai dosen ekonometri dan ilmu Pada awalnya, definisi gegar budaya atau
lingkungan di Vrije Universiteit Amsterdam. culture shock relatif selalu disandingkan pada
Selain berfokus pada karirnya, Laroui juga kondisi gangguan mental. Dayakisni (2008)
menulis novel. Ia juga menyumbangkan mengutip gagasan dan teori kelekatan
tulisan mengenai sejarah sastra untuk majalah ‘attachement theory’ dari Bowlby (1958)
mingguan “Jeune Afrique”, majalah yang menyatakan bahwa kondisi ini sama
“Economia”, dan “the French-Moroccan seperti kesedihan, rasa duka cita, dan
radio Médi”. kehilangan. Dengan demikian, ketika individu
Latar dalam karya-karya Laroui selalu masuk dan mengalami kontak dengan budaya
nyata, karena terutama berdasarkan kisah lain, kemudian merasakan ketidaknyamanan
hidupnya sendiri atau tempat asal kedua orang psikis dan fisik karena kontak tersebut, ia
tuanya. Namun demikian, ia menyatakan telah mengalami gegar budaya seperti
dirinya tidak sedang bercerita tentang diungkapkan oleh Littlejohn (1998) dan
hidupnya. Beberapa karyanya yang terkenal dikutip Mulyana (2006).
selain Une année chez les Français (2010) di Istilah "Culture Shock" pertama kali
antaranya adalah Les Dents du topographe diperkenalkan oleh antropolog Kalervo Oberg
(1996), De quel amour blessé (1998), Méfiez- (1960) yang dikutip oleh Dayakisni (2008)
vous des parachutistes (1999), Le Maboul untuk menggambarkan respon yang
(2000), La fin de Philomene tragique Tralala mendalam dan negatif dari depresi, frustasi,
(2003), Tu n'as rien compris à Hassan II dan disorientasi, yang dialami oleh orang-
(2004), De l’islamisme: Une réfutation orang yang hidup dalam suatu lingkungan
personnelle du totalitarisme religieux (2006), budaya yang baru. Istilah ini menyatakan
L'Oued et le Konsul (2006), dan Le jour où ketiadaan arah, merasa tidak mengetahui
Malika ne s'est pas mariée (2009). harus berbuat apa, atau bagaimana
Kebanyakan dari karya Laroui mengerjakan segala sesuatu di lingkungan
mengangkat gagasan tentang rasisme, yang baru. Ia juga tidak mengetahui apa yang
kebencian, dan ketidakpedulian masyarakat sesuai atau tidak sesuai.
modern. Pembaca akan disuguhi alur cerita Dari tinjauan lain, Ward (2001)
yang menarik, karena karakteristik karya- mendefinisikan gegar budaya sebagai suatu
karya Laroui sangat berwarna dan selalu proses aktif yang dialami individu dalam
menunjukkan sebuah pandangan yang tegas, menghadapi perubahan saat berada di dalam
namun dipenuhi unsur humor. Ia memang lingkungan yang tidak familiar. Proses aktif
memiliki cara yang cerdas untuk membahas tersebut terdiri dari affective, behavior, dan
ironi yang sangat manusiawi di dalam cognitive, yaitu reaksi individu tersebut
karyanya (Ferniot, 2010). Lesne (2010) merasa, berperilaku, dan berpikir, ketika
bahkan membandingkan Une Année chez les menghadapi pengaruh budaya kedua.
Français karya Laroui dengan novel Demain, Dimensi affective berhubungan dengan
J’aurai vingt ans karya Alain Mabanckou, perasaan dan emosi yang dapat menjadi
seorang penulis frankofon ternama lainnya. positif atau negatif. Individu mengalami
Kesamaan yang nyata di antara keduanya kebingungan dan merasa kewalahan karena
adalah menampilkan tokoh anak laki-laki datang ke lingkungan yang tidak familiar. Ia
berumur 10-11 tahun, yang satu berasal dari merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga,
Maroko tahun 1969-1970, dan yang lain sedih, tidak tenang, tidak aman, takut ditipu
165 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

ataupun dilukai, merasa kehilangan keluarga, menampilkan perilaku yang sesuai dengan
teman-teman, merindukan kampung halaman, aturan-aturan itu.
dan kehilangan identitas diri. Dimensi Sejak diperkenalkan untuk pertama kali,
behaviour berhubungan dengan pembelajaran konsep gegar budaya semakin lama semakin
budaya dan pengembangan keterampilan meluas. Menurut Adler (1975) yang
sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan, dipaparkan kembali oleh Abbasian dan Sharifi
kebiasaan, dan asumsi-asumsi yang mengatur (2013) mengemukakan bahwa gegar budaya
interaksi interpersonal mencakup komunikasi merupakan reaksi emosional terhadap
verbal dan nonverbal yang bervariasi di perbedaan budaya yang tak terduga dan
seluruh budaya. Ia datang tanpa memiliki kesalahpahaman pengalaman yang berbeda
pengetahuan dan keterampilan sosial yang sehingga dapat menyebabkan perasaan tidak
memadai sehingga mengalami kesulitan berdaya, mudah marah, dan ketakutan akan
dalam memulai dan mempertahankan ditipu, dilukai, ataupun diabaikan. Gegar
hubungan harmonis di lingkungan yang tidak budaya, menurut Stella (1999) yang dikutip
familiar. Perilaku individu yang tidak tepat Hayqal (2011), merupakan sebuah fenomena
dalam budaya baru ini dapat menimbulkan emosional yang disebabkan oleh terjadinya
kesalahpahaman dan dapat menyebabkan disorientasi kognitif seseorang sehingga
pelanggaran. Hal ini juga mungkin dapat menyebabkan gangguan pada identitas.
membuat kehidupan personal dan profesional Menurut Littlejohn (1996) yang dikutip
kurang efektif. Biasanya individu akan Mulyana (2006), gegar budaya merupakan
mengalami kesulitan tidur, selalu ingin buang ketidaknyamanan psikis dan fisik karena
air kecil, mengalami sakit fisik, tidak nafsu adanya kontak dengan budaya lain. Orang
makan dan lain-lain. Ia juga akan sulit yang menginjakkan kaki pertama kali di
mencapai tujuannya untuk menyesuaikan diri lingkungan baru, walaupun sudah siap, tetap
dalam lingkungan baru, karena cenderung merasa terkejut begitu mengetahui bahwa
berinteraksi dengan orang lingkungan di sekitarnya berubah. Ia telah
sebangsanya/senegaranya saja. Dimensi terbiasa dengan hal-hal yang ada di
cognitive adalah hasil dari aspek affectively sekelilingnya, dan cenderung menyukai
dan behaviorally berupa perubahan persepsi familiaritas tersebut karena membantunya
individu dalam mengidentifikasi etnis dan mengurangi tekanan hidup. Maka ketika
nilai-nilai akibat kontak budaya. Saat kontak seseorang meninggalkan lingkungannya yang
budaya terjadi, hilangnya hal-hal yang nyaman untuk masuk dalam suatu lingkungan
dianggap benar oleh individu tidak dapat baru, ada [banyak] masalah dapat terjadi.
dihindarkan. Individu akan memiliki Gegar budaya seringkali dianggap sebagai
pandangan negatif, dan mengalami kesulitan suatu penyakit yang berhubungan dengan
berbahasa karena berbeda negara asal, pekerjaan atau jabatan yang diterima orang-
pikirannya terpaku pada satu ide saja, dan orang yang secara tiba-tiba harus pindah atau
memiliki kesulitan dalam interaksi sosial. dipindahkan ke lingkungan yang baru. Gegar
Mengutip pendapat Hall (1958), Hayqal budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang
(2011) mendeskripsikan gegar budaya sebagai disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan
gangguan ketika segala hal yang biasa lambang-lambang yang telah diakuisisi di
dihadapi ketika di tempat asal menjadi sama dalam pergaulan sosial awal. Petunjuk-
sekali berbeda dengan hal-hal yang dihadapi petunjuk dalam pergaulan berbentuk kata-
di tempat yang baru dan asing. Sementara kata, isyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-
Furnham (1970) memaparkan bahwa kebiasaan, atau norma-norma, yang diperoleh
seseorang mengalami gegar budaya jika ia dalam perjalanan hidup sejak kecil. Bila
tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial seseorang memasuki suatu budaya asing,
dari kultur baru atau jika ia mengenalnya, semua atau hampir semua petunjuk itu lenyap.
namun tidak dapat atau tidak bersedia Ia akan kehilangan pegangan lalu mengalami
166 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

frustasi dan kecemasan. Pertama-tama ia akan memahami budaya barunya. Pada fase ini, ia
menolak lingkungan yang menyebabkan mulai dapat memprediksi peristiwa dalam
ketidaknyamanan dan mengecam lingkungan lingkungan baru sehingga hal itu tidak lagi
itu, dengan menganggap kampung terlalu terasa menekan. Tahap terakhir, Fase
halamannya lebih baik dan terasa sangat Penyesuaian Diri adalah fase saat individu
penting. Ia cenderung mencari perlindungan telah mengerti elemen kunci dari budaya
dengan berkumpul bersama teman-teman dari barunya. Ia tidak lagi mendapatkan kesulitan
tempat asal yang sama, kumpulan yang sering berarti lagi karena telah melewati masa
menjadi sumber tuduhan-tuduhan emosional adaptasi. Kemampuan untuk hidup dalam dua
yang disebut streotipe dengan cara negatif budaya yang berbeda, biasanya disertai
(Mulyana, 2006). dengan rasa puas dan menikmati.
Lundstedt (1963) mengatakan bahwa Parrillo (2008) menyatakan ada beberapa
gegar budaya merupakan ketidakmampuan faktor yang memengaruhi terjadinya gegar
individu dalam menyesuaikan diri, yang budaya. Pertama, faktor intrapersonal yang
merupakan reaksi terhadap upaya sementara meliputi keterampilan (keterampilan
yang gagal untuk beradaptasi dengan komunikasi), pengalaman sebelumnya (dalam
lingkungan dan orang-orang baru (Mulyana, konteks lintas budaya), karakter personal
2005). Hal ini disebabkan adanya rasa (mandiri atau toleransi), dan akses ke sumber
keterasingan dan kesendirian yang disebabkan daya. Ciri fisik seperti penampilan, umur,
oleh benturan budaya. kesehatan, kemampuan sosialisasi juga
Samovar (2010) yang dikutip Sekeon mempengaruhi. Penelitian yang diungkapkan
(2011) mengargumentasikan adanya empat Kazantzis dalam Pedersen (1995)
fase yang dilalui individu yang mengalami menunjukkan bahwa umur dan jenis kelamin
gegar budaya, dalam bentuk kurva U. Pertama berhubungan dengan gegar budaya: individu
Fase Bulan Madu, yang berisi kegembiraan, yang lebih muda cenderung mengalami
rasa penuh harapan, dan euforia sebagai fenomena tersebut secara lebih kuat daripada
antisipasi individu sebelum memasuki budaya individu yang lebih tua, dan perempuan
baru. Fase ini paling disukai oleh semua mengalami lebih banyak gegar budaya
orang karena individu merasakan kesenangan daripada laki-laki. Faktor berikutnya
layaknya pasangan yang sedang berbulan berkaitan dengan variasi budaya, yang
madu yang belum menemui kesulitan dalam memengaruhi transisi individu dari satu
menjalani situasi baru. Selanjutnya Fase budaya ke budaya lain. Culture shock terjadi
Pesakitan, yaitu masa krisis yang dialami dengan lebih cepat jika kedua budaya sangat
individu karena lingkungan baru mulai berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat
berkembang. Pada fase ini, ia dihadapkan istiadat, agama, pendidikan, norma dalam
pada keadaan yang sangat sulit, sehingga masyarakat, dan bahasa. Bochner (2003)
timbul perasaan yang tidak nyaman, menyatakan bahwa semakin berbeda
kegelisahan, rasa ingin menolak apa yang kebudayaan yang berinteraksi, semakin sulit
dirasakan tapi tidak bisa berbuat apa pun. individu tersebut membangun dan
Pada fase ini, individu merasa sendiri, memelihara hubungan yang harmonis. Faktor
terpojok, dan bimbang. Karena perubahan ketiga melibatkan manifestasi sosial politik,
lingkungan yang dirasakan, ia mendapati hal- karena sikap dan karakter masyarakat
hal yang tidak diinginkan ada di lingkungan setempat dapat menimbulkan prasangka,
yang baru. Pada tahap ini, ada perasaan stereotipe, dan intimidasi.
kehilangan simbol-simbol, adat kebiasaan Menurut Oberg (1960) yang dikutip
yang dulu menjadi identitas dirinya. Ia Dayakisni (2008), gegar budaya melibatkan
dihadapkan pada suatu keadaan yang tiga aspek. Yang pertama, individu
berlawanan. Selanjutnya, Fase Adaptasi kehilangan cues atau tanda-tanda yang
menempatkan individu yang mulai dikenalnya. Padahal cues adalah bagian dari
167 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

kehidupan sehari-hari seperti tanda-tanda, sosiologis yang mendasari tingkah laku


gerakan bagian-bagian tubuh (gesture), individu dan menjadi pembeda dengan
ekspresi wajah ataupun kebiasaan-kebiasaan individu lainnya. Identitas bersifat dinamis
yang dapat menceritakan kepada seseorang dan jamak. Budaya berpengaruh terhadap
bagaimana sebaiknya bertindak pada situasi identitas dengan melalui pembelajaran dalam
tertentu. Kedua, krisis identitas, dengan pergi kurun waktu tertentu.
ke luar daerahnya seseorang akan kembali Untuk membatasi dan menajamkan fokus
mengevaluasi gambaran tentang dirinya. penelitian ini, telah dirumuskan
Ketiga, putusnya komunikasi antar pribadi permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
baik pada tingkat yang disadari atau tak Pertama, bagaimana tokoh anak dalam novel
disadari yang mengarahkan pada frustasi dan Une Année chez les Français melewati fase-
kecemasan. Halangan bahasa adalah fase dari fenomena gegar budaya. Kedua,
penyebab jelas dari gangguan-gangguan ini. faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
Menurut Guanipa (1998) yang dikutip terjadinya gegar budaya pada tokoh tersebut.
Niam (2009), ada beberapa gejala gegar Ketiga, bagaimana aspek dan gejala gegar
budaya yang dapat dialami oleh individu yang budaya ditampilkan. Terakhir, bagaimana
berada di lingkungan baru, yaitu (1) tokoh anak tersebut mengalami pergulatan
kesedihan, kesepian, dan kelengangan; (2) identitas sebagai dampak dari fenomena gegar
preokupasi (pikiran terpaku hanya pada budaya.
sebuah ide saja, yang biasanya berhubungan Penelitian terdahulu mengenai gegar
dengan keadaan yang bernada emosional) budaya yang dialami individu-individu dalam
dengan kesehatan; (3) kesulitan tidur, tidur konteks lingkungan baru dengan studi
terlalu banyak atau terlalu sedikit; (4) lapangan, di antaranya telah dilakukan oleh
perubahan perilaku, tekanan atau depresi, (5) Amartina, R.Y. (2015), Andani, D. (2017),
kemarahan, sifat cepat marah, keengganan Bidang, A.S, Erawan, E., Sary, K.A. (2018),
untuk berhubungan dengan orang lain; (6) Devinta, M., Hidayah, N., Hendrastomo, G.
mengidentifikasikan dengan budaya lama atau (2015), dan Mumpuni, E. et al. (2015). Hasil
mengidealkan daerah lama; (7) kehilangan dari kajian-kajian ini menunjukkan bahwa
identitas; (8) berusaha terlalu keras untuk para responden membutuhkan waktu untuk
menyerap segalanya di budaya baru; (9) tidak melakukan penyesuaian diri dan berinteraksi
mampu memecahkan permasalahan dengan lingkungan barunya. Selain itu,
sederhana; (10) tidak percaya diri; (11) terungkap bahwa gegar budaya yang mereka
merasa kekurangan, kehilangan dan alami beragam bentuk dan durasinya
kegelisahan; (12) mengembangkan stereotype bergantung pada berbagai faktor seperti usia,
tentang kultur yang baru; (13) jenis kelamin, etnis, latar belakang
mengembangkan obsesi seperti over- pendidikan, dan lain-lain.
cleanliness; dan (14) rindu keluarga. Novel Une Année chez les Français
Gegar budaya terjadi sebagai konsekuensi pernah dikaji oleh Mulyaningrum, E.N.
dari terjadinya kontak budaya atau (2013) dalam skripsinya Usaha Pertahanan
komunikasi antarbudaya. Identitas yang Diri Tokoh Utama dalam Perbedaan Wilayah
menjadi penciri atau tanda dari seseorang, Budaya pada Novel Une Année Chez Les
kelompok, atau organisasi dapat mengalami Français Karya Fouad Laroui, Frelier, J.A.
perubahan karena fenomena tersebut. (2017) dalam artikelnya yang berjudul
Matthew menyatakan bahwa identitas adalah Surrogacy: temporary familial bonds and the
cara seseorang memahami dirinya sendiri bondage of origins in Fouad Laroui’s Une
(Samovar, 2007: 154). Secara harfiah, année chez les Français, dan Pérez, A.S.
identitas bisa juga merupakan keseluruhan (2017) dalam Une Année chez Les Français:
ciri-ciri atau keadaan khusus yang dimiliki Une Expérience exilique singulière. Telaah-
seseorang dari faktor biologis, psikologis, dan telaah yang telah dilakukan terhadap novel
168 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

tersebut cenderung mendiskusikan aspek Prancis paling bergengsi di Kasablanca


psikologis dan sosiologis, berbeda dengan selama satu tahun. Beasiswa tersebut
penelitian ini, yang lebih berfokus pada gejala merupakan hasil dari prestasi Mehdi di
gegar budaya dan pergulatan identitas tokoh sekolahnya terdahulu di desa Beni-Mellal.
anak. Kegigihannya untuk belajar berhasil mencuri
perhatian kepala sekolahnya terdahulu
METODE sehingga mengirimkannya ke sekolah Lycée
Lyautey de Casablanca.
Penelitian ini menggunakan metode Kedatangan Mehdi untuk pertama kalinya
deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk di sekolah itu, menarik perhatian seluruh
menjabarkan suatu keadaan atau fenomena pengajar, pegawai, dan murid. Bagi mereka,
yang terjadi dengan menggunakan prosedur kehadiran seorang anak Maroko kecil,
ilmiah untuk menjawab masalah secara berkulit hitam, dan pemalu, adalah sebuah hal
aktual. Penelitian kualitatif membutuhkan yang janggal. Mehdi merupakan satu-satunya
kekuatan analisis yang mendalam dan anak negeri itu yang dapat bersekolah di
terperinci namun meluas dan holistik. Dengan sekolah Prancis yang sangat bergengsi
demikian, kekuatan akal menjadi satu-satunya tersebut. Sikap arogan pun ditunjukkan para
sumber kemampuan analisis dalam seluruh murid terhadap Mehdi. Mereka berpikir
proses penelitian (Arikunto, 2010: 5). Data bahwa anak itu tidak akan mampu beradaptasi
dalam penelitian ini berupa kata, frasa, sekuen dengan mereka. Masa-masa awal kehidupan
cerita yang berkelindan dengan permasalahan- Mehdi di Lycée Lyautey memang sangat
permasalahan penelitian yang terdapat di menyedihkan. Setiap waktu ia selalu
dalam novel Une Année chez les Français dicemooh dan dihina, namun tidak ada sedikit
(2010) karya Fouad Laroui. Data pun perlawanan dari Mehdi atas semua
dikumpulkan dari sitasi-sitasi berupa frasa penghinaan terhadap dirinya. Ia menutup diri
dan kalimat yang memuat unsur gegar dan memendam semua ketakutan dan rasa
budaya, identitas, serta variabel yang terkait. rendah dirinya. Ia sangat merindukan
Karena menyentuh ranah budaya dalam keluarganya yang tinggal sangat jauh dari
karya sastra, pendekatan interkultural menjadi Kasablanca.
relevan digunakan dalam penelitian ini. Di balik semua ejekan, Mehdi selalu
Interkulturalisme dalam karya sastra menurut mengamati setiap keadaan itu dengan detail
Salam (2010: 1) adalah bagaimana berbagai dan berusaha sekuat tenaga untuk beradaptasi
(asal) budaya yang berbeda dipahami, dinilai, dan masuk ke dunia barunya. Namun untuk
diterima, atau dikeluarkan (ditolak) dalam mencapainya, Mehdi harus berusaha dengan
satu perspektif dan tindakan budaya tertentu sangat gigih agar bisa mendapatkan tempat di
(penulisan sastra), sehingga dalam proses dalam lingkungan barunya. Kebiasaan hidup
tersebut secara imajinatif menuju dan menjadi orang Prancis, cara mereka berbicara, semua
satu bentuk cara kehidupan tertentu yang sangat berbeda dan sulit dipahami. Bagi
berbeda dengan kenyataan sesungguhnya. Mehdi, hal itu merupakan tembok besar yang
sulit untuk diruntuhkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Orang tua Mehdi bukan berasal dari
kalangan yang berada, mereka tidak pernah
Ringkasan Cerita mengunjunginya setiap akhir pekan, tidak
Dengan latar waktu tahun 1970, novel seperti teman-temannya. Mehdi tidak pernah
Une Année Chez Les Français menguraikan sedikit pun menceritakan siapa dirinya, atau
kisah seorang anak laki-laki Maroko yang bagaimana keluarganya kepada teman-
belum genap berumur 10 tahun bernama temannya karena ia yakin, hal itu akan
Mehdi Khatib. Ia berhasil mendapatkan semakin membuat dirinya dicemooh.
beasiswa untuk melanjutkan studi di sekolah
169 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

Ketika Mehdi berhasil memperoleh nilai


yang baik di Lycée Lyautey de Casablanca, Il parlait français à l’école mais aussi
semua guru di sekolah semakin tertarik pada à la maison, avec son frère et sa soeur
kecerdasannya. Teman-temannya juga tidak ... et ça s’arrêtait là, car il ne jouait
menyangka betapa Mehdi sangat cerdas. jamais dehors avec les enfants du
Seiring berjalannya waktu, ia menemukan quartier (Laroui, 2010: 64).
seorang anak laki-laki Prancis yang kemudian
menjadi teman baiknya di sekolah, Denis Dia (tidak hanya) berbicara bahasa
Berger. Mehdi sering menghabiskan banyak Prancis di sekolah tetapi juga di rumah
waktu di rumah Denis di akhir pekan. Orang dengan kedua saudaranya, karena dia
tua Denis yang semula tidak menyukainya, tidak pernah bermain keluar rumah
akhirnya dapat menyayangi anak laki-laki itu. dengan anak-anak seusianya di
Sedikit demi sedikit, Mehdi bisa menemukan daerahnya (Laroui, 2010: 64).
sedikit ruang untuk diterima di antara guru
dan teman-temannya. Namun perbedaan Di rumah, Mehdi selalu menggunakan
kultur dan kondisi sosial dirinya menjadi bahasa Prancis dengan orang tua dan dua
sebuah tekanan untuk Mehdi yang saudaranya. Ia juga membaca buku-buku
membuatnya selalu ingin pulang. berbahasa Prancis, seperti misalnya karya-
Selama berada di sekolah Prancis, Mehdi karya Jean de la Fontaine dan Comtesse de
selalu berimajinasi. Dengan bersikap seperti Ségur. Karena itulah, kepala sekolahnya di
itu, ia mengamati situasi tanpa berbicara Beni-Mellal mengirim Mehdi ke sekolah
sedikit pun, sehingga lama-kelamaan Prancis yang bergengsi di kota Kasablanka
terbentuklah suatu kenyamanan bagi diri dengan jalur beasiswa selama satu tahun di
Mehdi yang membantunya untuk beradaptasi. sana.
Namun demikian, Mehdi tetap menjadi Beasiswa itu biasanya didapatkan oleh
seorang anak berumur sepuluh tahun yang anak-anak dari pejabat tinggi Prancis atau
tertutup dan pemalu pada semua orang di keluarga terpandang Maroko. Karena
sekitarnya. kelebihan akademisnya, Mehdi dapat
Akhir bulan Juni merupakan hari menyingkirkan saingan-saingannya itu dan
pengumuman siswa berprestasi di Lycée masuk ke sekolah bergengsi Lyautey
Lyautey de Casablanca. Pimpinan sekolah Kasablanka. Saat berada di kota besar
menyebutkan nama Mehdi berkali-kali, tersebut, Mehdi terpukau oleh kemegahan dan
karena ia berprestasi pada semua pelajaran. hiruk pikuk yang tidak biasa ditemuinya di
Pimpinan sekolah dan guru-guru pun tidak desa. Kebiasaan masyarakat dan kebudayaan
bisa lagi menemukan kelemahan Mehdi. yang berbeda membuat dirinya sama sekali
Prestasinya itu mau tidak mau membuat tidak nyaman. Ia mulai merindukan desanya,
semua orang bangga padanya. Tanpa disangka dan orang tuanya tidak pernah menjenguknya
Mehdi, perempuan itu hadir saat dikarenakan tidak ada biaya. Mehdi selalu
pengumuman siswa berprestasi dan melihat mengingat-ingat kehidupannya yang
anaknya berhasil meraih penghargaan di sederhana di Béni-Mellal. Di desa, ia merasa
depan anak-anak Prancis yang sebelumnya bahagia hidup bersama keluarganya meskipun
selalu merendahkan Mehdi. mereka kurang mampu dan situasi tidak selalu
aman.
Mehdi: Representasi Tokoh Anak Lintas
Budaya Pour la première fois de sa vie, il
Tokoh utama, Mehdi Khatib adalah n’avait pas de livre à portée de main
seorang anak laki-laki berkebangsaan et ne savait donc comment occupier
Maroko. Ia baru berumur sepuluh tahun dan son temps, à propos de livre, il se
sangat cerdas. souvient avec nostalgie du
170 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

tremblement de terre qui frappe Béni- Mehdi sentit une marée d’appréhension
Mellal (Laroui, 2010: 40). l’envahir, lentement, tout doucement,
jusqu’à ce que la boule, l’inévitable
Untuk pertama kali di dalam boule, fidèle compagne des moments
hidupnya, dia tidak mempunyai buku d’angoisse, se matérialisât au creux de
di tangannya dan tidak mengetahui son ventre (Laroui, 2010: 46).
bagaimana dia akan mengisi
waktunya, tentang buku, dia pun Mehdi merasakan gelombang ketakutan
teringat pada kejadian gempa bumi menyerbu, perlahan, perlahan, sampai
yang menyerang Beni-Mellal (Laroui, gumpalan, gumpalan yang tak
2010: 40). terhindarkan, saat-saat pendamping yang
setia dari kesedihan, muncul dalam
Teman-teman barunya sekarang adalah lekukan perutnya (Laroui, 2010: 46)
orang Prancis dan tidak seluruhnya berumur
sebaya. Karena hambatan-hambatan yang Kondisi keluarganya yang tidak kaya
ditemuinya untuk berteman, Mehdi setiap semakin memperparah rasa rendah diri pada
waktu hanya duduk sendiri di kursi sambil diri Mehdi. Saat tiba di sekolah itu, ia tidak
membaca buku dan berimajinasi. Keberadaan membawa piyama, kaos kaki, maupun sapu
di antara orang-orang yang secara fisik tangan sebagaimana yang diwajibkan pada
berbeda dan memiliki kebiasaan berbeda, seluruh siswa. Ia pun terpaksa memakai
membuat Mehdi seperti sedang berada di piyama berwarna merah jambu yang
dalam pesawat ulang alik Apollo untuk disediakan sekolah, karena orang beradab
mengeksplorasi sebuah planet yang tidak harus tidak mungkin tidur dengan kaos singlet
dikenal, wilayah orang Prancis. Meskipun saja. Seperti diungkapkan di bagian
Mehdi lancar berbahasa Prancis, namun tidak pendahuluan, sekolah bergengsi ini hanya
mudah baginya untuk berkomunikasi dengan menerima siswa-siswi Prancis atau anak-anak
orang-orang yang baru ditemuinya itu. keluarga terpandang Maroko. Kasus
kedatangan Mehdi alih-alih membuatnya
Gegar Budaya: Fase-Fase, Faktor bangga justru menempatkannya pada posisi
Penyebab, Aspek Dan Gejalanya terpuruk. Ia menyadari benar perbedaan yang
Gegar budaya pada dasarnya merupakan sangat nyata di antara dirinya dan teman-
kegelisahan yang muncul dari rasa kehilangan temannya, sehingga ia terpaksa berbohong
terhadap semua lambang dan simbol yang agar dapat diterima. Ia berpura-pura datang
familiar dalam hubungan sosial, termasuk di dari keluarga kaya.
dalamnya cara-cara yang mengarahkan
individu dalam situasi keseharian, misalnya “Mes parents, ils sont très très riches,
bagaimana cara memberi perintah, bagaimana ils vont passer la semaine à New York,
membeli sesuatu, atau kapan dan di mana ia en Amérique, alors ils m’ont déposé
tidak perlu merespon. ici, et puis ils sont allées à l’aéroport
Saat tiba di sekolah barunya, Mehdi et puis alors ils ont pris l’avion et
merasakan bahwa dirinya begitu kecil, puis, et puis ils sont allées à New
berbeda, dan tidak pantas berada di tempat York.” (Laroui, 2010: 95)
yang luas dan megah itu. Perasaannya
menjadi sangat tidak nyaman. Karena salah “Orang tuaku, mereka sangat kaya
memahami pertanyaan seorang pegawai raya, mereka menghabiskan satu
sekolah, sepanjang minggu pertama ia minggu di New York, Amerika, lalu
dipanggil dengan nama ‘Fatima’. mereka menitipkanku di sini
kemudian mereka pergi ke bandara
dan kemudian mereka naik pesawat
171 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

dan pergi ke New York.” (Laroui, "Aku belum pernah melihat orang
2010: 95) Spanyol," gumam Mehdi.
Kedua anak laki-laki itu saling
Namun kebohongannya itu tidak memandang, kemudian tertawa pada
menutupi apapun. Ketidakmampuan Mehdi saat yang bersamaan (Laroui, 2010:
untuk memahami situasi dan pergaulan di 120)
sekolah itu membuatnya bermasalah dengan
beberapa murid karena salah paham. Ia tidak Untuk mengatasi perasaannya yang tidak
mengerti bahasa argot Prancis, padahal menentu, Mehdi seringkali membayangkan
teman-teman di sekolahnya bahkan para hal-hal lucu atau aneh terjadi hingga
pegawai sekolah dalam kesehariannya membuatnya sedikit terhibur. Namun baru
menggunakan bahasa tersebut. Karena saja Mehdi mulai belajar mengatasi
ketidakpahamannya itu, terkadang Mehdi kesulitannya berbaur, cobaan lain tiba. Saat
hanya bisa diam dan ingin menangis. Namun masa libur Toussaint, semua murid pulang
kediamannya membuat anak-anak Prancis itu atau pergi berlibur. Mehdi yang tidak dapat
mengejek dan menganggapnya terbelakang. melakukan keduanya diharuskan ‘menitipkan
Hanya Dumont, seorang anak yang dianggap diri’ pada keluarga salah satu temannya.
aneh oleh yang lainnya, yang mau mengajari Meskipun hanya mengenal Denis Berger
Mehdi bahasa argot. sekilas, tapi karena tidak ada pilihan lain, ia
Sebagai seorang anak berumur sepuluh pun meminta Denis untuk menerima dirinya.
tahun yang tidak pernah bepergian keluar dari Tuan Berger, ayah Denis, merasa iba
desa Beni-Mellal, meskipun banyak mengetahui keadaan Mehdi dan mengijinkan
membaca, Mehdi mengalami kesulitan dalam anak itu untuk menginap beberapa malam di
menghadapi teman-temannya yang berasal rumah keluarga mereka.
dari kalangan elit dan berlatar belakang kultur Kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak
berbeda. itu pada akhirnya berakhir. Satu tahun telah
dilalui dengan susah payah dan ternyata
Mehdi n’avait jamais vu d’Espagnol et memberi Mehdi dan keluarganya kebanggaan
voilà qu’il en avait deux en face de lui. karena ternyata ia dapat menyelesaikan
Il écarquilla les yeux. Ils avaient l’air studinya di Lycée itu dengan baik.
normal, tous les deux. Ramón
Fernández, n’ayant obtenu aucune Madame, votre fils a des dons en
réaction, se rembrunit. mathématiques, il faut le pousser dans la
— Qu’est-ce t’as à me regarder voie royale: bac C, prépa, grandes écoles
comme ça? Tu veux ma photo? (Laroui, 2010: 446).
— J’ai jamais vu d’Espagnol,
murmura Mehdi. Nyonya, putra Anda memiliki bakat di
Les deux garçons se regardèrent puis bidang matematika. Kita harus
éclatèrent de rire en meme temps mendukungnya untuk dapat melanjutkan
(Laroui, 2010: 120). ke jenjang tertinggi: bac C, prepa, dan
sekolah tinggi (Laroui, 2010: 446).
Mehdi belum pernah melihat orang
Spanyol dan di sini ada dua orang di Berdasarkan pembacaan dan hasil kajian
depannya. Dia membuka matanya. terhadap sitasi-sitasi di atas, dapat
Mereka tampak normal, keduanya. dirumuskan dalam tabel berikut ini fase-fase
Ramón Fernández, setelah tidak gegar budaya yang dilalui oleh Mehdi.
reaksi, mulai sedih.
- Kenapa kamu lihat aku seperti ini?
Kamu ingin fotoku?
172 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

Tabel 1 menjalar pada masalah ketidaknyamanan


Fase-fase Gegar Budaya yang lebih kompleks.
No Fase Sekuen-sekuen Variasi budaya sebagai faktor kedua
1 Bulan 1. Mehdi tiba di sekolah barunya.
madu/ 2. Ia terpukau dengan kemegahan
memengaruhi transisi yang dialami Mehdi
optimistik bangunan, pohon-pohon, dan dari budaya Maroko ke budaya Prancis. Gegar
luasnya lapangan di sana. budaya terjadi karena kedua budaya sangat
2 Pesakitan/ 3. Mehdi bertemu dengan orang-
frustasi orang Prancis yang
berbeda, yang meliputi bahasa, gerak tubuh,
menertawakan dan tidak kebiasaan, dan elemen lainnya. Walaupun
memahami dirinya. Mehdi telah terbiasa berbicara dalam bahasa
4. Ia sendiri mengalami kesulitan
untuk dapat berkomunikasi
Prancis, ia tetap mengalami hambatan dalam
dengan orang-orang itu. berkomunikasi karena bahasa Prancis yang
5. Ia tidak tahu apa yang harus digunakan orang Prancis di sekolah itu bukan
dilakukan atau tidak
seharusnya dilakukan di sana.
bahasa Prancis standar yang ia kenal. Faktor
6. Ia ingin segera pulang ke ketiga, manifestasi sosial politik, berkaitan
desanya. dengan sikap dan karakter orang-orang
3 Adaptasi/ 7. Mehdi belajar memahami Prancis terhadap Mehdi akibat prasangka dan
recovery lingkungannya dengan cara
berdiam diri dan melakukan stereotipe di antara keduanya.
pengamatan. Dari sitasi-sitasi yang telah diuraikan,
8. Ia berteman dengan salah satu juga tampak adanya tiga aspek gegar budaya
orang Prancis yang tampak
cukup dapat memahami yang dialami Mehdi yaitu: kehilangan tanda-
dirinya. tanda yang dikenalnya, krisis identitas, dan
9. Ia selalu membaca buku dan putusnya komunikasi antarpribadi yang
belajar dengan sungguh-
sungguh. mengarahkan pada frustasi dan kecemasan
4 Penyesuaian 10. Mehdi mendapatkan nilai-nilai terutama akibat hambatan kebahasaan.
diri yang baik. Sedangkan gejala gegar budaya yang
11. Ia mendapatkan penghargaan
dari teman-teman, guru, dan dialaminya adalah: kesedihan, kesepian, dan
staf sekolahnya. kelengangan; perubahan perilaku, tekanan
atau depresi, mengidentifikasikan dengan
Faktor-faktor yang memengaruhi budaya lama atau mengidealkan daerah lama;
terjadinya gegar budaya pada diri tokoh kehilangan identitas; tidak percaya diri;
Mehdi yaitu faktor intrapersonal, variasi merasa kekurangan, dan rindu keluarga.
budaya, dan manifestasi sosial politik. Faktor
intrapersonal berkelindan dengan Pergulatan Identitas Sebagai Dampak
keterampilan berkomunikasi, pengalaman Gegar Budaya
dalam setting lintas budaya, kemampuan Pergulatan identitas yang dialami tokoh
bersosialisasi, dan ciri karakter individu Mehdi sebagai dampak dari fenomena gegar
(toleransi atau kemandirian selama berada budaya terutama terjadi di dalam fase
jauh dari keluarga sebagai orang-orang pesakitan. Ia menyadari bahwa dirinya adalah
penting dalam hidupnya yang berperan dalam seorang anak berkulit hitam di tengah
sistem dukungan dan pengawasan). Faktor ini kelompok anak berkulit putih, berkebangsaan
benar-benar berpengaruh pada diri anak itu. Maroko di tengah mayoritas warga Prancis,
Mehdi yang belum cukup memiliki merasa bodoh dan kekurangan di antara
pengalaman lintas budaya dan informasi mereka yang pandai dan superior. Ia tidak
faktual tetang lingkungan dan tempatnya yang dapat berkomunikasi dengan yang lain.
baru, dengan mudah mengalami gegar Namun kemudian pada fase adaptasi, Mehdi
budaya. Selain itu, ia masih sangat muda dan belajar berkompromi dengan lingkungan
belum cukup siap mempersiapkan strategi barunya sehingga ia kembali pada jatidirinya
untuk beradaptasi di tempat baru sehingga sebagai anak yang datang ke sekolah itu untuk
berprestasi.
173 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

Un peu sans doute. Quand on est Dalam konteks interkultural, menurut


marocain mais qu’on n’a connu que analisis yang dilakukan Marion L (2010),
l’école française, on vit en français, dalam kehidupannya selama setahun di
on rêve en français et on croit faire Kasablanka, Mehdi memeroleh banyak
partie de la France. Cela paraît si pengalaman dan menemukan bahwa sebagian
évident que l’on ne se pose même orang Prancis bersikap baik padanya dan
jamais la question. On n’a aucune sebagian lagi intoleran. Akan tetapi Mehdi
distance. Mehdi se fait même menyadari bahwa ketidakpahaman itu bersifat
quasiment adopter par une famille mutual, bisa jadi mereka bersikap demikian
française. Mais quand il revoit sa karena tidak mengenal dirinya dengan baik. Ia
mère et renoue avec son milieu juga memiliki pandangan tersendiri terhadap
familial d’origine, quelque chose en perempuan Prancis: mereka semua cantik.
lui finit par s’apaiser. Il trouve cette Berbeda dengan orang Prancis, di mata
bonne distance qui lui faisait défaut. Mehdi, orang Maroko sangat ekspresif dan
(Makhlouf, 2011) ramah namun memiliki kecenderungan
bereaksi terlalu berlebihan dalam bersikap.
Hampir tanpa keraguan. Ketika Bagaimanapun juga, Mehdi menyukai
seseorang berkebangsaan Maroko tapi identitas barunya sebagai orang Maroko dan
hanya mengenal sekolah Prancis, sekaligus orang Prancis.
hidup berbahasa Prancis, bermimpi
dalam bahasa Prancis, dan merasa KESIMPULAN
yakin menjadi bagian dari Prancis.
Tentu saja orang tidak akan Hasil kajian menunjukkan bahwa Mehdi,
mempertanyakan (identitasnya). tokoh anak dalam novel Une Année chez les
Tanpa jarak. Mehdi hampir Français karya Fouad Laroui, mengalami
membiarkan dirinya diadopsi oleh permasalahan karena gegar budaya yang
sebuah keluarga Prancis. Akan tetapi, berdampak pada pergulatan identitas. Mehdi
ketika ia melihat ibunya dan menjalin melewati empat fase gegar budaya yaitu: fase
kembali hubungan dengan keluarga bulan madu, fase pesakitan, fase adaptasi, dan
asalnya, sesuatu dalam dirinya fase penyesuaian diri.
menjadi damai. Ia telah menemukan Faktor-faktor yang memengaruhi
jarak yang benar yang sebelumnya terjadinya gegar budaya pada tokoh tersebut
menjadi kekurangannya. (Makhlouf, adalah: faktor intrapersonal, variasi budaya,
2011) dan manifestasi sosial politik. Tiga aspek
gegar budaya yang dialami Mehdi adalah:
Karena kontaknya dengan budaya dan kehilangan tanda-tanda yang dikenalnya,
orang-orang Prancis, Mehdi menjadi separuh krisis identitas, dan putusnya komunikasi
Maroko dan separuh Prancis. Namun antarpribadi yang mengarahkan pada frustasi
demikian, bagi orang Prancis, Mehdi tetap dan kecemasan akibat halangan bahasa.
orang Maroko, sehingga ia tetap harus Sedangkan gejala gegar budaya yang
menjelaskan dengan berbagai cara untuk dialaminya adalah: kesedihan, kesepian, dan
dapat dipahami dan diterima. Mehdi diejek kelengangan; perubahan perilaku, tekanan
dan dihina karena bagaimanapun ia bukan atau depresi, mengidentifikasikan dengan
orang Prancis namun berada di tempat orang- budaya lama atau mengidealkan daerah lama;
orang Prancis. Sebaliknya bagi orang Maroko, kehilangan identitas; tidak percaya diri;
Mehdi tetap merupakan orang Maroko karena merasa kekurangan, dan rindu keluarga.
tempat kelahirannya, tapi ia juga menjadi Pergulatan identitas yang dialami tokoh
orang Prancis karena pendidikannya. Mehdi terjadi di dalam situasi gegar budaya
terutama dalam fase pesakitan. Ia menyadari
174 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

bahwa dirinya adalah seorang anak berkulit Readings in Psychologie and Culture. 8
hitam di tengah kelompok anak berkulit putih, (1). Diakses tanggal 16 Mei 2019.
berkebangsaan Maroko di tengah mayoritas Dayakisni, T. dan Yuniardi, S. (2008).
warga Prancis, merasa bodoh dan memiliki Psikologi Lintas Budaya. Edisi Revisi.
kekurangan di antara mereka yang pandai dan Malang: UPT Penerbitan Universitas
superior. Ia tidak dapat berkomunikasi dengan Muhammadiyah Malang
yang lain. Namun kemudian pada fase Devinta, M., Hidayah, N., Hendrastomo, G.
adaptasi, Mehdi belajar berkompromi dengan (2015). Fenomena Culture Shock (Gegar
lingkungan barunya sehingga ia kembali pada Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan Di
jati dirinya sebagai anak yang datang ke Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Sosiologi.
sekolah itu untuk meraih prestasi. Ia berhasil Yogyakarta: Universitas Negeri
meruntuhkan dinding tinggi yang ia hadapi Yogyakarta.
saat tiba untuk pertama kali di sekolah itu. Ferniot, C. (2010). Une Année chez les
Français par Fouad Laroui.
DAFTAR PUSTAKA https://www.lexpress.fr/culture/livre/une-
annee-chez-les-francais_927456.html.
Abbasian, F. dan Sharifi, S. (2013). The diakses tanggal 8 Mei 2019.
Relationship between Culture Shock and Frelier, J.A. (2017). Surrogacy: temporary
Sociolinguistic Shock: A Case Study of familial bonds and the bondage of origins
Non-Persian Speaking Learners. Journal in Fouad Laroui’s Une année chez les
of Social Science Research. 1 (6). 154- Français. The Journal of North African
159. Diakses tanggal 15 Mei 2019. Studies. DOI:
Amartina, R.Y. (2015). Peran Komunikasi 10.1080/13629387.2018.1435178.
Antarbudaya Dalam Mengatasi Gegar Furnham, B. (1986). Culture Shock. 1st Ed.
Budaya Mahasiswa Asing UNS (Studi London & New York: Methuen.
Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Hayqal, K.M. (2011). Proses dan Dinamika
Antarbudaya dalam Mengatasi Gegar Komunikasi dalam Menghadapi Culture
Budaya yang Dialami oleh Mahasiswa Shock pada adaptasi Mahasiswa
Asing S-1 UNS). Skripsi. Surakarta: Perantauan (Kasus Adaptasi Mahasiswa
Universitas Sebelas Maret. Perantau di Unpad Bandung). Tesis.
Andani, D. (2017). Penyesuaian Diri Depok: Universitas Indonesia.
Mahasiswa Terhadap Culture Shock Laroui, F. (2010). Une Année Chez les
(Studi Deskriptif Kualitatif Penyesuaian Français. Paris: Julliard.
Diri Mahasiswa Sulawesi Selatan di Lesne, E. (2010). Fouad Laroui, Une année
Yogyakarta). Skripsi. Surakarta: chez les Français et Alain Mabanckou,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Demain, j’aurai vingt ans. Hommes &
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian migrations 1288.
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: http://journals.openedition.org/hommesmi
Rineka Cipta. grations/904. diakses tanggal 7 Mei 2019.
Bidang, A.S, Erawan, E., Sary, K.A. (2018). Makhlouf, G. (2011). Fouad Laroui: Une vie
Proses Adaptasi Mahasiswa Perantauan entire dans les livres.
Dalam Menghadapi Gegar Budaya http://www.lorientlitteraire.com/article_de
(Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantauan tails.php?cid=6&nid=3589. diakses
di Universitas Mulawarman Samarinda). tanggal 8 Mei 2019.
Jurnal Ilmu Komunikasi. 6 (3). 212-225. Marion, L. (2010). Une Année chez les
Diakses tanggal 15 Mei 2019. Français: Fouad Laroui (2010).
Bochner. S. (2003). Culture Shock Due to http://blondes-and-litteraires.over-
Contact with Unfamiliar Cultures. Online blog.com/article-une-annee-chez-les-
francais-fouad-laroui-2010-
175 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294

106758898.html. diakses tanggal 7 Mei Sekeon, K. (2013). Komunikasi Antar


2019. Budaya Pada Mahasiswa Fisip Unsrat
Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu (Studi Pada Mahasiswa Angkatan
Pengantar. Bandung: PT Remaja
2011). Acta Diurna. 2 (3). 1-14.
Rosdakarya.
Mulyana, D. (2006). Pengantar Ilmu Diakses tanggal 10 Mei 2019.
Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Ward, C., Bochner, S., & Furnham, A.
Rosdakarya. (2001). The Psychology of culture shock
Mulyaningrum, E. N. (2013). Usaha (2nd ed.). Hove, UK: Routledge.
Pertahanan Diri Tokoh Utama dalam
Perbedaan Wilayah Budaya pada Novel
Une Année Chez Les Français Karya
Fouad Laroui. Skripsi. Jatinangor:
Universitas Padjadjaran.
Mumpuni, E. et al. (2015). Studi Kasus
Deskriptif pada Komunikasi Antarbudaya
di Kalangan Mahasiswa Suku Batak di
Universitas Telkom. e-Proceeding of
Management. 2 (3). Desember 2015.
4058. Diakses tanggal 8 Mei 2019.
Niam, E.K. (2009). Koping terhadap Stres
pada Mahasiswa Luar Jawa yang
Mengalami Culture Shock di Universitas
Muhamadiah Surakarta. Indigenous. 11
(1). 69-77. Diakses 9 Mei 2019.
Parrillo, V. N. (2008). Stranger to These
Shores: Race and Ethnic Relations in the
United States (9th ed.). New Jersey:
Prentice Hall.
Pedersen, P. (1995). The Five Stages of
Culture Shock: Critical Incidents Around
The World. ABC Clio. Westport-
Connecticut-London: Greenwood Press.
Pérez, A.S. (2017). Une Année chez Les
Français: Une Expérience exilique
singulière. Çédille, revista de estudios
franceses. 14 (2018), 551-567. Diaskes
tanggal 10 Mei 2019.
Salam, Aprinus. (2010). Beberapa Catatan
Tentang Sastra (Indonesia) dalam
Perspektif Interkulturalisme.
https://www.academia.edu/1508834/SAS
TRA_DAN_INTERKULTURALISME
diakses tanggal 8 Mei 2019.
Samovar L., Porter, R.E. (2010). Komunikasi
Lintas Budaya. Jakarta: Salemba
Humanika. Penerj: Indri Margaretha
Sidabalok.

Potrebbero piacerti anche