Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Tania Intan
Departemen Susastra dan Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran
tania.intan@unpad.ac.id
Abstract
Cultural shock is a deep and negative response to depression, frustration and disorientation experienced
by people who live in a new cultural environment. These psychological and cultural symptoms are
experienced by child figures in the novel Une Année chez les Français by Fouad Laroui. Research on
cultural shock and identity struggles as a result is carried out by qualitative descriptive methods. Data in
the form of relevant citations are collected by referring to the note-taking technique and analyzed to draw
conclusions. The results of this study indicate that there are four phases of cultural shock that the main
character traverses are: the honeymoon phase, the prison phase, the adaptation phase, and the adjustment
phase. The factors that influence the occurrence of cultural shock in these figures are: intrapersonal
factors, cultural variations, and socio-political manifestations. The three aspects of the cultural shock that
Mehdi experienced were: loss of familiar signs, identity crises, and the breakdown of interpersonal
communication that led to frustration and anxiety due to language barriers. While the symptoms of the
cultural shock that he experienced were: sadness, loneliness, and misery; behavioral changes, stress or
depression, identifying with old cultures or idealizing old regions; loss of identity; not confident; feel
deprived, and miss the family.
Khouribga, Maroko. Tidak lama kemudian, ia berasal dari Kongo-Brazzaville tahun 1979.
pindah ke Inggris untuk melanjutkan studi di Keduanya, selain secara tersirat mengacu
Cambridge dan York. Setelah memperoleh pada figur dan pengalaman masing-masing
gelar Ph.D pada bidang ekonomi, Laroui penulis, juga menunjukkan kecintaan yang
pindah ke Amsterdam dan menjadi besar pada bahasa Prancis dan pengalaman
warganegara Belanda. Di negara barunya ini, gegar budaya.
ia bekerja sebagai dosen ekonometri dan ilmu Pada awalnya, definisi gegar budaya atau
lingkungan di Vrije Universiteit Amsterdam. culture shock relatif selalu disandingkan pada
Selain berfokus pada karirnya, Laroui juga kondisi gangguan mental. Dayakisni (2008)
menulis novel. Ia juga menyumbangkan mengutip gagasan dan teori kelekatan
tulisan mengenai sejarah sastra untuk majalah ‘attachement theory’ dari Bowlby (1958)
mingguan “Jeune Afrique”, majalah yang menyatakan bahwa kondisi ini sama
“Economia”, dan “the French-Moroccan seperti kesedihan, rasa duka cita, dan
radio Médi”. kehilangan. Dengan demikian, ketika individu
Latar dalam karya-karya Laroui selalu masuk dan mengalami kontak dengan budaya
nyata, karena terutama berdasarkan kisah lain, kemudian merasakan ketidaknyamanan
hidupnya sendiri atau tempat asal kedua orang psikis dan fisik karena kontak tersebut, ia
tuanya. Namun demikian, ia menyatakan telah mengalami gegar budaya seperti
dirinya tidak sedang bercerita tentang diungkapkan oleh Littlejohn (1998) dan
hidupnya. Beberapa karyanya yang terkenal dikutip Mulyana (2006).
selain Une année chez les Français (2010) di Istilah "Culture Shock" pertama kali
antaranya adalah Les Dents du topographe diperkenalkan oleh antropolog Kalervo Oberg
(1996), De quel amour blessé (1998), Méfiez- (1960) yang dikutip oleh Dayakisni (2008)
vous des parachutistes (1999), Le Maboul untuk menggambarkan respon yang
(2000), La fin de Philomene tragique Tralala mendalam dan negatif dari depresi, frustasi,
(2003), Tu n'as rien compris à Hassan II dan disorientasi, yang dialami oleh orang-
(2004), De l’islamisme: Une réfutation orang yang hidup dalam suatu lingkungan
personnelle du totalitarisme religieux (2006), budaya yang baru. Istilah ini menyatakan
L'Oued et le Konsul (2006), dan Le jour où ketiadaan arah, merasa tidak mengetahui
Malika ne s'est pas mariée (2009). harus berbuat apa, atau bagaimana
Kebanyakan dari karya Laroui mengerjakan segala sesuatu di lingkungan
mengangkat gagasan tentang rasisme, yang baru. Ia juga tidak mengetahui apa yang
kebencian, dan ketidakpedulian masyarakat sesuai atau tidak sesuai.
modern. Pembaca akan disuguhi alur cerita Dari tinjauan lain, Ward (2001)
yang menarik, karena karakteristik karya- mendefinisikan gegar budaya sebagai suatu
karya Laroui sangat berwarna dan selalu proses aktif yang dialami individu dalam
menunjukkan sebuah pandangan yang tegas, menghadapi perubahan saat berada di dalam
namun dipenuhi unsur humor. Ia memang lingkungan yang tidak familiar. Proses aktif
memiliki cara yang cerdas untuk membahas tersebut terdiri dari affective, behavior, dan
ironi yang sangat manusiawi di dalam cognitive, yaitu reaksi individu tersebut
karyanya (Ferniot, 2010). Lesne (2010) merasa, berperilaku, dan berpikir, ketika
bahkan membandingkan Une Année chez les menghadapi pengaruh budaya kedua.
Français karya Laroui dengan novel Demain, Dimensi affective berhubungan dengan
J’aurai vingt ans karya Alain Mabanckou, perasaan dan emosi yang dapat menjadi
seorang penulis frankofon ternama lainnya. positif atau negatif. Individu mengalami
Kesamaan yang nyata di antara keduanya kebingungan dan merasa kewalahan karena
adalah menampilkan tokoh anak laki-laki datang ke lingkungan yang tidak familiar. Ia
berumur 10-11 tahun, yang satu berasal dari merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga,
Maroko tahun 1969-1970, dan yang lain sedih, tidak tenang, tidak aman, takut ditipu
165 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294
ataupun dilukai, merasa kehilangan keluarga, menampilkan perilaku yang sesuai dengan
teman-teman, merindukan kampung halaman, aturan-aturan itu.
dan kehilangan identitas diri. Dimensi Sejak diperkenalkan untuk pertama kali,
behaviour berhubungan dengan pembelajaran konsep gegar budaya semakin lama semakin
budaya dan pengembangan keterampilan meluas. Menurut Adler (1975) yang
sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan, dipaparkan kembali oleh Abbasian dan Sharifi
kebiasaan, dan asumsi-asumsi yang mengatur (2013) mengemukakan bahwa gegar budaya
interaksi interpersonal mencakup komunikasi merupakan reaksi emosional terhadap
verbal dan nonverbal yang bervariasi di perbedaan budaya yang tak terduga dan
seluruh budaya. Ia datang tanpa memiliki kesalahpahaman pengalaman yang berbeda
pengetahuan dan keterampilan sosial yang sehingga dapat menyebabkan perasaan tidak
memadai sehingga mengalami kesulitan berdaya, mudah marah, dan ketakutan akan
dalam memulai dan mempertahankan ditipu, dilukai, ataupun diabaikan. Gegar
hubungan harmonis di lingkungan yang tidak budaya, menurut Stella (1999) yang dikutip
familiar. Perilaku individu yang tidak tepat Hayqal (2011), merupakan sebuah fenomena
dalam budaya baru ini dapat menimbulkan emosional yang disebabkan oleh terjadinya
kesalahpahaman dan dapat menyebabkan disorientasi kognitif seseorang sehingga
pelanggaran. Hal ini juga mungkin dapat menyebabkan gangguan pada identitas.
membuat kehidupan personal dan profesional Menurut Littlejohn (1996) yang dikutip
kurang efektif. Biasanya individu akan Mulyana (2006), gegar budaya merupakan
mengalami kesulitan tidur, selalu ingin buang ketidaknyamanan psikis dan fisik karena
air kecil, mengalami sakit fisik, tidak nafsu adanya kontak dengan budaya lain. Orang
makan dan lain-lain. Ia juga akan sulit yang menginjakkan kaki pertama kali di
mencapai tujuannya untuk menyesuaikan diri lingkungan baru, walaupun sudah siap, tetap
dalam lingkungan baru, karena cenderung merasa terkejut begitu mengetahui bahwa
berinteraksi dengan orang lingkungan di sekitarnya berubah. Ia telah
sebangsanya/senegaranya saja. Dimensi terbiasa dengan hal-hal yang ada di
cognitive adalah hasil dari aspek affectively sekelilingnya, dan cenderung menyukai
dan behaviorally berupa perubahan persepsi familiaritas tersebut karena membantunya
individu dalam mengidentifikasi etnis dan mengurangi tekanan hidup. Maka ketika
nilai-nilai akibat kontak budaya. Saat kontak seseorang meninggalkan lingkungannya yang
budaya terjadi, hilangnya hal-hal yang nyaman untuk masuk dalam suatu lingkungan
dianggap benar oleh individu tidak dapat baru, ada [banyak] masalah dapat terjadi.
dihindarkan. Individu akan memiliki Gegar budaya seringkali dianggap sebagai
pandangan negatif, dan mengalami kesulitan suatu penyakit yang berhubungan dengan
berbahasa karena berbeda negara asal, pekerjaan atau jabatan yang diterima orang-
pikirannya terpaku pada satu ide saja, dan orang yang secara tiba-tiba harus pindah atau
memiliki kesulitan dalam interaksi sosial. dipindahkan ke lingkungan yang baru. Gegar
Mengutip pendapat Hall (1958), Hayqal budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang
(2011) mendeskripsikan gegar budaya sebagai disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan
gangguan ketika segala hal yang biasa lambang-lambang yang telah diakuisisi di
dihadapi ketika di tempat asal menjadi sama dalam pergaulan sosial awal. Petunjuk-
sekali berbeda dengan hal-hal yang dihadapi petunjuk dalam pergaulan berbentuk kata-
di tempat yang baru dan asing. Sementara kata, isyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-
Furnham (1970) memaparkan bahwa kebiasaan, atau norma-norma, yang diperoleh
seseorang mengalami gegar budaya jika ia dalam perjalanan hidup sejak kecil. Bila
tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial seseorang memasuki suatu budaya asing,
dari kultur baru atau jika ia mengenalnya, semua atau hampir semua petunjuk itu lenyap.
namun tidak dapat atau tidak bersedia Ia akan kehilangan pegangan lalu mengalami
166 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294
frustasi dan kecemasan. Pertama-tama ia akan memahami budaya barunya. Pada fase ini, ia
menolak lingkungan yang menyebabkan mulai dapat memprediksi peristiwa dalam
ketidaknyamanan dan mengecam lingkungan lingkungan baru sehingga hal itu tidak lagi
itu, dengan menganggap kampung terlalu terasa menekan. Tahap terakhir, Fase
halamannya lebih baik dan terasa sangat Penyesuaian Diri adalah fase saat individu
penting. Ia cenderung mencari perlindungan telah mengerti elemen kunci dari budaya
dengan berkumpul bersama teman-teman dari barunya. Ia tidak lagi mendapatkan kesulitan
tempat asal yang sama, kumpulan yang sering berarti lagi karena telah melewati masa
menjadi sumber tuduhan-tuduhan emosional adaptasi. Kemampuan untuk hidup dalam dua
yang disebut streotipe dengan cara negatif budaya yang berbeda, biasanya disertai
(Mulyana, 2006). dengan rasa puas dan menikmati.
Lundstedt (1963) mengatakan bahwa Parrillo (2008) menyatakan ada beberapa
gegar budaya merupakan ketidakmampuan faktor yang memengaruhi terjadinya gegar
individu dalam menyesuaikan diri, yang budaya. Pertama, faktor intrapersonal yang
merupakan reaksi terhadap upaya sementara meliputi keterampilan (keterampilan
yang gagal untuk beradaptasi dengan komunikasi), pengalaman sebelumnya (dalam
lingkungan dan orang-orang baru (Mulyana, konteks lintas budaya), karakter personal
2005). Hal ini disebabkan adanya rasa (mandiri atau toleransi), dan akses ke sumber
keterasingan dan kesendirian yang disebabkan daya. Ciri fisik seperti penampilan, umur,
oleh benturan budaya. kesehatan, kemampuan sosialisasi juga
Samovar (2010) yang dikutip Sekeon mempengaruhi. Penelitian yang diungkapkan
(2011) mengargumentasikan adanya empat Kazantzis dalam Pedersen (1995)
fase yang dilalui individu yang mengalami menunjukkan bahwa umur dan jenis kelamin
gegar budaya, dalam bentuk kurva U. Pertama berhubungan dengan gegar budaya: individu
Fase Bulan Madu, yang berisi kegembiraan, yang lebih muda cenderung mengalami
rasa penuh harapan, dan euforia sebagai fenomena tersebut secara lebih kuat daripada
antisipasi individu sebelum memasuki budaya individu yang lebih tua, dan perempuan
baru. Fase ini paling disukai oleh semua mengalami lebih banyak gegar budaya
orang karena individu merasakan kesenangan daripada laki-laki. Faktor berikutnya
layaknya pasangan yang sedang berbulan berkaitan dengan variasi budaya, yang
madu yang belum menemui kesulitan dalam memengaruhi transisi individu dari satu
menjalani situasi baru. Selanjutnya Fase budaya ke budaya lain. Culture shock terjadi
Pesakitan, yaitu masa krisis yang dialami dengan lebih cepat jika kedua budaya sangat
individu karena lingkungan baru mulai berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat
berkembang. Pada fase ini, ia dihadapkan istiadat, agama, pendidikan, norma dalam
pada keadaan yang sangat sulit, sehingga masyarakat, dan bahasa. Bochner (2003)
timbul perasaan yang tidak nyaman, menyatakan bahwa semakin berbeda
kegelisahan, rasa ingin menolak apa yang kebudayaan yang berinteraksi, semakin sulit
dirasakan tapi tidak bisa berbuat apa pun. individu tersebut membangun dan
Pada fase ini, individu merasa sendiri, memelihara hubungan yang harmonis. Faktor
terpojok, dan bimbang. Karena perubahan ketiga melibatkan manifestasi sosial politik,
lingkungan yang dirasakan, ia mendapati hal- karena sikap dan karakter masyarakat
hal yang tidak diinginkan ada di lingkungan setempat dapat menimbulkan prasangka,
yang baru. Pada tahap ini, ada perasaan stereotipe, dan intimidasi.
kehilangan simbol-simbol, adat kebiasaan Menurut Oberg (1960) yang dikutip
yang dulu menjadi identitas dirinya. Ia Dayakisni (2008), gegar budaya melibatkan
dihadapkan pada suatu keadaan yang tiga aspek. Yang pertama, individu
berlawanan. Selanjutnya, Fase Adaptasi kehilangan cues atau tanda-tanda yang
menempatkan individu yang mulai dikenalnya. Padahal cues adalah bagian dari
167 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294
tremblement de terre qui frappe Béni- Mehdi sentit une marée d’appréhension
Mellal (Laroui, 2010: 40). l’envahir, lentement, tout doucement,
jusqu’à ce que la boule, l’inévitable
Untuk pertama kali di dalam boule, fidèle compagne des moments
hidupnya, dia tidak mempunyai buku d’angoisse, se matérialisât au creux de
di tangannya dan tidak mengetahui son ventre (Laroui, 2010: 46).
bagaimana dia akan mengisi
waktunya, tentang buku, dia pun Mehdi merasakan gelombang ketakutan
teringat pada kejadian gempa bumi menyerbu, perlahan, perlahan, sampai
yang menyerang Beni-Mellal (Laroui, gumpalan, gumpalan yang tak
2010: 40). terhindarkan, saat-saat pendamping yang
setia dari kesedihan, muncul dalam
Teman-teman barunya sekarang adalah lekukan perutnya (Laroui, 2010: 46)
orang Prancis dan tidak seluruhnya berumur
sebaya. Karena hambatan-hambatan yang Kondisi keluarganya yang tidak kaya
ditemuinya untuk berteman, Mehdi setiap semakin memperparah rasa rendah diri pada
waktu hanya duduk sendiri di kursi sambil diri Mehdi. Saat tiba di sekolah itu, ia tidak
membaca buku dan berimajinasi. Keberadaan membawa piyama, kaos kaki, maupun sapu
di antara orang-orang yang secara fisik tangan sebagaimana yang diwajibkan pada
berbeda dan memiliki kebiasaan berbeda, seluruh siswa. Ia pun terpaksa memakai
membuat Mehdi seperti sedang berada di piyama berwarna merah jambu yang
dalam pesawat ulang alik Apollo untuk disediakan sekolah, karena orang beradab
mengeksplorasi sebuah planet yang tidak harus tidak mungkin tidur dengan kaos singlet
dikenal, wilayah orang Prancis. Meskipun saja. Seperti diungkapkan di bagian
Mehdi lancar berbahasa Prancis, namun tidak pendahuluan, sekolah bergengsi ini hanya
mudah baginya untuk berkomunikasi dengan menerima siswa-siswi Prancis atau anak-anak
orang-orang yang baru ditemuinya itu. keluarga terpandang Maroko. Kasus
kedatangan Mehdi alih-alih membuatnya
Gegar Budaya: Fase-Fase, Faktor bangga justru menempatkannya pada posisi
Penyebab, Aspek Dan Gejalanya terpuruk. Ia menyadari benar perbedaan yang
Gegar budaya pada dasarnya merupakan sangat nyata di antara dirinya dan teman-
kegelisahan yang muncul dari rasa kehilangan temannya, sehingga ia terpaksa berbohong
terhadap semua lambang dan simbol yang agar dapat diterima. Ia berpura-pura datang
familiar dalam hubungan sosial, termasuk di dari keluarga kaya.
dalamnya cara-cara yang mengarahkan
individu dalam situasi keseharian, misalnya “Mes parents, ils sont très très riches,
bagaimana cara memberi perintah, bagaimana ils vont passer la semaine à New York,
membeli sesuatu, atau kapan dan di mana ia en Amérique, alors ils m’ont déposé
tidak perlu merespon. ici, et puis ils sont allées à l’aéroport
Saat tiba di sekolah barunya, Mehdi et puis alors ils ont pris l’avion et
merasakan bahwa dirinya begitu kecil, puis, et puis ils sont allées à New
berbeda, dan tidak pantas berada di tempat York.” (Laroui, 2010: 95)
yang luas dan megah itu. Perasaannya
menjadi sangat tidak nyaman. Karena salah “Orang tuaku, mereka sangat kaya
memahami pertanyaan seorang pegawai raya, mereka menghabiskan satu
sekolah, sepanjang minggu pertama ia minggu di New York, Amerika, lalu
dipanggil dengan nama ‘Fatima’. mereka menitipkanku di sini
kemudian mereka pergi ke bandara
dan kemudian mereka naik pesawat
171 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294
dan pergi ke New York.” (Laroui, "Aku belum pernah melihat orang
2010: 95) Spanyol," gumam Mehdi.
Kedua anak laki-laki itu saling
Namun kebohongannya itu tidak memandang, kemudian tertawa pada
menutupi apapun. Ketidakmampuan Mehdi saat yang bersamaan (Laroui, 2010:
untuk memahami situasi dan pergaulan di 120)
sekolah itu membuatnya bermasalah dengan
beberapa murid karena salah paham. Ia tidak Untuk mengatasi perasaannya yang tidak
mengerti bahasa argot Prancis, padahal menentu, Mehdi seringkali membayangkan
teman-teman di sekolahnya bahkan para hal-hal lucu atau aneh terjadi hingga
pegawai sekolah dalam kesehariannya membuatnya sedikit terhibur. Namun baru
menggunakan bahasa tersebut. Karena saja Mehdi mulai belajar mengatasi
ketidakpahamannya itu, terkadang Mehdi kesulitannya berbaur, cobaan lain tiba. Saat
hanya bisa diam dan ingin menangis. Namun masa libur Toussaint, semua murid pulang
kediamannya membuat anak-anak Prancis itu atau pergi berlibur. Mehdi yang tidak dapat
mengejek dan menganggapnya terbelakang. melakukan keduanya diharuskan ‘menitipkan
Hanya Dumont, seorang anak yang dianggap diri’ pada keluarga salah satu temannya.
aneh oleh yang lainnya, yang mau mengajari Meskipun hanya mengenal Denis Berger
Mehdi bahasa argot. sekilas, tapi karena tidak ada pilihan lain, ia
Sebagai seorang anak berumur sepuluh pun meminta Denis untuk menerima dirinya.
tahun yang tidak pernah bepergian keluar dari Tuan Berger, ayah Denis, merasa iba
desa Beni-Mellal, meskipun banyak mengetahui keadaan Mehdi dan mengijinkan
membaca, Mehdi mengalami kesulitan dalam anak itu untuk menginap beberapa malam di
menghadapi teman-temannya yang berasal rumah keluarga mereka.
dari kalangan elit dan berlatar belakang kultur Kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak
berbeda. itu pada akhirnya berakhir. Satu tahun telah
dilalui dengan susah payah dan ternyata
Mehdi n’avait jamais vu d’Espagnol et memberi Mehdi dan keluarganya kebanggaan
voilà qu’il en avait deux en face de lui. karena ternyata ia dapat menyelesaikan
Il écarquilla les yeux. Ils avaient l’air studinya di Lycée itu dengan baik.
normal, tous les deux. Ramón
Fernández, n’ayant obtenu aucune Madame, votre fils a des dons en
réaction, se rembrunit. mathématiques, il faut le pousser dans la
— Qu’est-ce t’as à me regarder voie royale: bac C, prépa, grandes écoles
comme ça? Tu veux ma photo? (Laroui, 2010: 446).
— J’ai jamais vu d’Espagnol,
murmura Mehdi. Nyonya, putra Anda memiliki bakat di
Les deux garçons se regardèrent puis bidang matematika. Kita harus
éclatèrent de rire en meme temps mendukungnya untuk dapat melanjutkan
(Laroui, 2010: 120). ke jenjang tertinggi: bac C, prepa, dan
sekolah tinggi (Laroui, 2010: 446).
Mehdi belum pernah melihat orang
Spanyol dan di sini ada dua orang di Berdasarkan pembacaan dan hasil kajian
depannya. Dia membuka matanya. terhadap sitasi-sitasi di atas, dapat
Mereka tampak normal, keduanya. dirumuskan dalam tabel berikut ini fase-fase
Ramón Fernández, setelah tidak gegar budaya yang dilalui oleh Mehdi.
reaksi, mulai sedih.
- Kenapa kamu lihat aku seperti ini?
Kamu ingin fotoku?
172 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294
bahwa dirinya adalah seorang anak berkulit Readings in Psychologie and Culture. 8
hitam di tengah kelompok anak berkulit putih, (1). Diakses tanggal 16 Mei 2019.
berkebangsaan Maroko di tengah mayoritas Dayakisni, T. dan Yuniardi, S. (2008).
warga Prancis, merasa bodoh dan memiliki Psikologi Lintas Budaya. Edisi Revisi.
kekurangan di antara mereka yang pandai dan Malang: UPT Penerbitan Universitas
superior. Ia tidak dapat berkomunikasi dengan Muhammadiyah Malang
yang lain. Namun kemudian pada fase Devinta, M., Hidayah, N., Hendrastomo, G.
adaptasi, Mehdi belajar berkompromi dengan (2015). Fenomena Culture Shock (Gegar
lingkungan barunya sehingga ia kembali pada Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan Di
jati dirinya sebagai anak yang datang ke Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Sosiologi.
sekolah itu untuk meraih prestasi. Ia berhasil Yogyakarta: Universitas Negeri
meruntuhkan dinding tinggi yang ia hadapi Yogyakarta.
saat tiba untuk pertama kali di sekolah itu. Ferniot, C. (2010). Une Année chez les
Français par Fouad Laroui.
DAFTAR PUSTAKA https://www.lexpress.fr/culture/livre/une-
annee-chez-les-francais_927456.html.
Abbasian, F. dan Sharifi, S. (2013). The diakses tanggal 8 Mei 2019.
Relationship between Culture Shock and Frelier, J.A. (2017). Surrogacy: temporary
Sociolinguistic Shock: A Case Study of familial bonds and the bondage of origins
Non-Persian Speaking Learners. Journal in Fouad Laroui’s Une année chez les
of Social Science Research. 1 (6). 154- Français. The Journal of North African
159. Diakses tanggal 15 Mei 2019. Studies. DOI:
Amartina, R.Y. (2015). Peran Komunikasi 10.1080/13629387.2018.1435178.
Antarbudaya Dalam Mengatasi Gegar Furnham, B. (1986). Culture Shock. 1st Ed.
Budaya Mahasiswa Asing UNS (Studi London & New York: Methuen.
Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Hayqal, K.M. (2011). Proses dan Dinamika
Antarbudaya dalam Mengatasi Gegar Komunikasi dalam Menghadapi Culture
Budaya yang Dialami oleh Mahasiswa Shock pada adaptasi Mahasiswa
Asing S-1 UNS). Skripsi. Surakarta: Perantauan (Kasus Adaptasi Mahasiswa
Universitas Sebelas Maret. Perantau di Unpad Bandung). Tesis.
Andani, D. (2017). Penyesuaian Diri Depok: Universitas Indonesia.
Mahasiswa Terhadap Culture Shock Laroui, F. (2010). Une Année Chez les
(Studi Deskriptif Kualitatif Penyesuaian Français. Paris: Julliard.
Diri Mahasiswa Sulawesi Selatan di Lesne, E. (2010). Fouad Laroui, Une année
Yogyakarta). Skripsi. Surakarta: chez les Français et Alain Mabanckou,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Demain, j’aurai vingt ans. Hommes &
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian migrations 1288.
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: http://journals.openedition.org/hommesmi
Rineka Cipta. grations/904. diakses tanggal 7 Mei 2019.
Bidang, A.S, Erawan, E., Sary, K.A. (2018). Makhlouf, G. (2011). Fouad Laroui: Une vie
Proses Adaptasi Mahasiswa Perantauan entire dans les livres.
Dalam Menghadapi Gegar Budaya http://www.lorientlitteraire.com/article_de
(Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantauan tails.php?cid=6&nid=3589. diakses
di Universitas Mulawarman Samarinda). tanggal 8 Mei 2019.
Jurnal Ilmu Komunikasi. 6 (3). 212-225. Marion, L. (2010). Une Année chez les
Diakses tanggal 15 Mei 2019. Français: Fouad Laroui (2010).
Bochner. S. (2003). Culture Shock Due to http://blondes-and-litteraires.over-
Contact with Unfamiliar Cultures. Online blog.com/article-une-annee-chez-les-
francais-fouad-laroui-2010-
175 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-510 IP-ISSN:2354-7294