Sei sulla pagina 1di 11

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.

2, Juli 2015

PENGARUH DEEP BREATHING TERHADAP KECEMASAN PRAOPERASI PASIEN DI


RSUD 45 KUNINGAN

Aang Triyadi, Khusnul Aini, Asep Sufyan Ramadhy

Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan


www.stikku.ac.id

ABSTRACT
Preoperative is a stressor that can cause anxiety. One of actions to reduce anxiety was with
giving deep breath relaxation techniques. Based on the prelude study 2013 in the inpatient
surgical ward show that 80 % who will undergo surgery have anxiety. This research method
is quasi experiments research with two groups which is 20 respondents as treatments and
20 respondents as control, determining of samples with purposive sampling. Data use a
HRS-A (Hamilton’s rating scale for anxiety) questionnaire and observation. Statistics test
used wilcoxon and mann-whitney test. The result of research with wilcoxon test the average
anxiety score before deep breath relaxation technique is 27.1 ± 8,24 and the average
anxiety score after deep breath relaxation technique is 11.5 ± 4.72. After test the different
obtain p=0,000 that means there are significant different scores between before and after
giving deep breath relaxation technique. And the results of mann-whitney test, the average
anxiety score of preoperative patient that given deep breath relaxation technique is 11.5 ±
4.72, while to the groups that was not given deep breath relaxation technique is 25.6 ± 4.73.
After test the different obtained there are significant different (p=0,000). The nurse is
expected to given deep breath relaxation technique to decrease the anxiety level of
preoperative.
Key words: anxiety, deep breath, preoperative, relaxation

ABSTRAK
Praoperasi merupakan stressor yang dapat menyebabkan kecemasan. Salah satu tindakan
untuk menurunkan kecemasan dengan pemberian teknik relaksasi napas dalam.
Berdasarkan studi pendahuluan hasil wawancara dengan pasien menunjukkan sebanyak
80% mengalami kecemasan. Metode penelitian ini adalah quasi eksperimen kelompok
perlakuan 20 orang dan kelompok kontrol 20 orang, dengan purposive sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner HRS-A. Uji statistik yang digunakan adalah Uji
Wilcoxon dan Mann-Whitney. Hasil penelitian dengan Uji Wilcoxon rerata skor kecemasan
sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam adalah 27,1 ± 8,24 dan rerata skor
kecemasan sesudah dilakukan teknis relaksasi napas dalam adalah 11,5 ± 4,72. Setelah
dilakukan uji beda didapatkan nilai p 0,000, terdapat perbedaan yang bermakna skor
kecemasan antara sebelum dan setelah dilakukan pemberian teknis relaksasi napas dalam.
Dan hasil uji Mann-Whitney rerata skor kecemasan pasien preoperasi yang diberikan teknik
relaksasi napas dalam adalah 11,5 ± 4,72, sedangkan pada kelompok yang tidak diberikan
teknik relaksasi napas dalam adalah 25,6 ± 4,73. Setelah dilakukan uji beda didapatkan
perbedaan yang sangat signifikan (p=0,000), antara pasien preoperasi yang diberikan teknik
relaksasi napas dalam dan yang tidak diberikan teknik relaksasi napas. Perawat diharapkan
memberikan teknik relaksasi napas dalam untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien
praoperasi.
Kata kunci: kecemasan, praoperasi, teknik relaksasi napas dalam

83
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

PENDAHULUAN dianggap oleh pasien sebagai ancaman


terhadap perannya dalam hidup,
Salah satu tujuan perawatan pasien di
integritas tubuh, dan kehidupan sendiri
rumah sakit adalah mendorong
(Potter & Perry, 2006). Pasien praoperasi
kemandirian pasien dalam pemenuhan
biasanya mengalami kecemasan yang
kebutuhan dasarnya. Pasien sebagai
disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari
makhluk hidup membutuhkan
pengalaman pertama operasi hingga
pemenuhan kebutuhan dasar yang
ketakutan akan hal yang bersifat
sangat kompleks. Salah satu kebutuhan
negative. Kecemasan akan meningkat
dasar pasien yang sangat diharapkan
pada tindakan operasi besar. Penelitian
pemenuhannya selama hospitalisasi
Valenzuela Millán, Barrera Serrano &
adalah kebutuhan terhadap rasa aman
Ornelas Aguirre, (2010) menunjukkan
dan nyaman, terutama bagi pasien-
bahwa dari 106 pasien pembedahan,
pasien yang didiagnosis penyakit-
kecemasan praoperasi dirasakan oleh 72
penyakit yang membutuhkan tindakan
pasien (76%, p = 0,001) dengan nilai rata-
operasi.
rata pada skala AAPI sebesar 17 poin ± 7
Kebutuhan keselamatan dan dan 95 (70%, OR = 5,08, p = 0,002)
keamanan tidak akan terpenuhi apabila adalah perempuan. Dengan demikian
pasien mengalami kecemasan. Perawat tingkat kecemasan tinggi terjadi pada
sebagai tenaga kesehatan profesional pasien-pasien praoperasi elektif.
harus mampu memahami respon dan
Kecemasan pada pasien
bersikap secara profesional dalam
preoperatif perlu mendapatkan perhatian
menangani masalah kecemasan yang
serius dari perawat. Telah banyak
terjadi pada pasien. Bagaimanapun
penelitian yang menunjukkan bahwa
perawat merupakan tenaga kesehatan
kecemasan dapat mempengaruhi
yang paling lama dan sering kontak
tekanan darah seseorang. Studi yang
langsung dengan klien, baik dalam
dilakukan Amaliyah (2009) terhadap 35
komunikasi maupun dalam konteks
orang pasien praoperasi di RSUD Bantul
pemberian intervensi keperawatan.
Yogyakarta menunjukkan bahwa 65,7%
Menurut Potter dan Perry (2006),
pasien praoperasi mengalami
sebagian besar pelayanan kesehatan di
peningkatan tekanan darah dan
rumah sakit berupa tindakan
menunjukkan korelasi yang cukup kuat (r
keperawatan. Salah satu bentuk tindakan
= 0,41). Di sisi lain salah satu syarat untuk
keperawatan untuk mengatasi masalah
dilakukannya operasi adalah harus
kecemasan klien adalah teknik relaksasi
memiliki profil hemodinamik yang stabil
dan distraksi.
seperti tekanan darah normal, denyut
Kecemasan pasien selama jantung normal, dan parameter-parameter
hospitalisasi merupakan hal yang wajar lainnya.
terjadi terlebih pada pasien-pasien
Selain dapat menimbulkan
praoperasi. Prosedur pembedahan akan
peningkatan tekanan darah, kecemasan
memberikan reaksi emosional seperti
juga dapat mengakibatkan peningkatan
ketakutan, marah, dan gelisah serta
kadar gula darah, terutama kecemasan
kecemasan bagi pasien. Kecemasan
pada tingkat sedang sampai berat. Studi
praoperasi merupakan suatu respon
Wiyadi et al. (2012) pada 60 orang
terhadap suatu pengalaman yang

84
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

penderita diabetes mellitus di RS mengalami kecemasan tingkat sedang


A.W.Syahranie Samarinda menunjukkan sebelum diberikan pelayanan kebutuhan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan spiritual oleh perawat, dan 45% pasien
(p = 0,011) antara kecemasan dengan praoperasi mengalami kecemasan tingkat
kadar gula darah. Namun demikian studi ringan sesudah diberikan pelayanan
Tarnio (2004) terhadap 127 penderita kebutuhan spiritual oleh perawat. Dengan
diabetes mellitus di RSUD Purwodadi demikian dapat disimpulkan terdapat
menunjukkan hasil lain bahwa cemas pengaruh yang signifikan (p = 0,001)
ringan dan depresi ringan tidak memiliki pelayanan kebutuhan spiritual terhadap
hubungan yang signifikan dengan kadar penurunan tingkat kecemasan pada
gula darah dan reduksi urin. Kedua studi pasien-pasien praoperasi.
tersebut semakin menegaskan bahwa Berkaitan dengan kecemasan,
kecemasan pada derajat tertentu dapat terdapat beberapa faktor yang
berpotensi meningkatkan kadar gula berhubungan antara lain adalah faktor
darah seseorang padahal di sisi lain salah umur, jenis kelamin, pendidikan,
satu syarat untuk dilakukannya tindakan pengetahuan, pekerjaan, pengalaman
operasi adalah memiliki kadar gula darah dan mekanisme koping yang digunakan
dalam batas normal. seseorang. Tingkat kecemasan juga
Terdapat banyak intervensi yang dapat dipengaruhi oleh intervensi
dapat dilakukan perawat untuk farmakologis. Kecemasan juga diyakini
mengurangi tingkat kecemasan memiliki keterkaitan dengan tindakan
praoperasi. Studi Retnowati (2011), yang bersifat nonfarmakologik (Isaacs,
menunjukkan bahwa melalui pelatihan 2004:48). Menghadapi klien dengan
relaksasi dengan dzikir mengalami kondisi cemas termasuk kecemasan
penurunan kecemasan yang signifikan praoperasi dibutuhkan intervensi
(p=0,008) dibandingkan dengan keperawatan yang tepat, dan tindakan
kelompok kontrol. Penelitian ini nonfarmakologis menjadi peran perawat
menunjukkan bahwa relaksasi dengan dalam menghadapi pasien dengan
dzikir dapat digunakan sebagai salah satu kondisi kecemasan praoperasi. Salah
intervensi untuk menurunkan kecemasan. satu tindakan nonfarmakologis dalam
Terapi dzikir sebagai teknik relaksasi keperawatan untuk mengurangi
psikologis efektif untuk menurunkan ketegangan pada pasien adalah teknik
kecemasan dengan tingkat kecemasan relaksasi napas dalam.
perasaan rileks dan ekspresi wajah Relaksasi napas dalam
normal pada pasien praoperasi bedah dikembangkan dari konsep bahwa stres
mayor. dengan kecemasan tidak terjadi bila otot-
Studi lain dari Faradisi (2012) otot tubuh berelaksasi. Relaksasi dapat
juga menunjukkan bahwa teknik relaksasi meminimalkan dampak stres dan
dengan terapi murotal dan terapi musik memberi pasien perasaan terkontrol.
klasik menunjukkan efektivitasnya dalam Relaksasi yang sukses akan berdampak
menurunkan tingkat kecemasan pasien pada respon fisiologis dan psikologis
praoperasi. Studi Nataliza (2011) juga terhadap stres. Oleh karena itu perlu
menunjukkan hasil serupa yaitu bahwa pengkajian lebih lanjut tentang teknik
dari 20 orang pasien-pasien praoperasi relaksasi napas dalam pada pasien
menunjukkan 55% pasien praoperasi praoperasi (Potter & Perry, 2005).

85
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

Berdasarkan studi pendahuluan besar dan khusus, 20 orang kelompok


yang dilakukan pada tanggal 5-6 Maret perlakuan (yang diberikan intervensi) dan
2013 di ruang rawat inap bedah RSUD 45 20 orang untuk kelompok control. Sampel
Kuningan, pada tahun 2012 untuk jumlah dipilih dengan teknik purposive sampling.
pasien yang dilakukan operasi di Ruang Instrument penelitian yang digunakan
Bedah sebanyak 4.532 orang dan di adalah kuisioner berupa daftar cek list
bulan Januari tahun 2013 sebanyak 411 dengan pertanyaan. Untuk mengetahui
orang dengan perincian 48% bedah tingkat kecemasan peneliti
khusus, 30% bedah besar, dan 22% menggunakan Hamilton Rating Scale for
bedah sedang. Hasil wawancara dengan Anxiety (HRS-A), yaitu mengukur aspek
5 orang pasien menunjukkan sebanyak 4 kognitif dan efektif yang terdiri dari 14
orang pasien (80%) yang akan menjalani pertanyaan, pertanyaan tersebut
operasi mengatakan mengalami menggunakan checklist dengan
kecemasan dan 1 orang (20%) lainnya beberapa alternatif jawaban (Hawari,
tidak mengalami kecemasan. 2011).
Berdasarkan paparan di atas, Analisa univariat untuk
maka untuk mencapai asuhan mengetahui persentase, nilai rata-rata
keperawatan yang berkualitas maka (mean) dan standar deviasi masing-
perawat perlu menerapkan beberapa masing tingkat kecemasan. Analisia
teknik relaksasi dalam upaya mengurangi bivariat yang menggunakan data yang
tingkat kecemasan pasien praoperasi. berskala interval dan interval (Pre-test-
Karena itu, penulis merasa tertarik untuk Post-test) penurunan tingkat kecemasan.
melakukan penelitian mengenai Pengujian perbedaan antara dua mean
Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi pada kasus membandingkan penurunan
Napas Dalam Terhadap Tingkat tingkat kecemasan antara kelompok
Kecemasan Pada Pasien Praoperasi di perlakuan dan kelompok control
Ruang Bedah RSUD 45 Kuningan. menggunakan U Mann-Whitney.
Pengujian perbedaan dua mean antara
tingkat kecemasan sebelum dan sesudah
METODE PENELITIAN diberikan teknik relaksasi napas dalam
menggunakan Wilcoxon Test. Penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 3 sampai
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi dengan tanggal 20 Mei tahun 2013, di
Eksperiment dengan pre-post test Ruang Bedah RSUD 45 Kabupaten
design. Peneliti membandingkan tingkat Kuningan Tahun 2013.
kecemasan antara sebelum dan sesudah
diberikan terapi relaksasi pada kelompok HASIL
perlakuan. Disain ini dikenal dengan pre- Setelah pelaksanaan penelitian dan data
test and post-test design (O1). Besar hasil penelitian terkumpul, peneliti
populasi pasien praoperasi di Ruang melakukan pengolahan data melalui
Bedah RSUD 45 Kuningan Bulan Januari beberapa tahapan yaitu editing, coding
2013 adalah 411 orang, diantaranya dan tabulasi data. Selanjutnya data
bedah khusus 197 orang, bedah besar dalam bentuk ordinal dianalisa dengan
123 orang, dan bedah sedang 91 orang. analisis univariat dan analisis bivariat.
Sampel penelitian ini berjumlah 40 orang
yang terdiri dari pasien praoperasi bedah

86
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

kelompok kontrol didominasi oleh pasien


Tabel 1. Karakteristik Responden
berusia 51 – 60 tahun (50%).
Karakteristik Kelompok Kelompok Berdasarkan tingkat pendidikannya, baik
Perlakuan Kontrol
n % n % pada kelompok perlakuan maupun
Jenis Kelamin
kelompok kontrol didominasi oleh pasien
Laki-laki 14 70 16 80 yang berpendidikan SD (70% pada
Perempuan 6 30 4 20 kelompok perlakuan dan 50% kelompok
Umur kontrol), namun pada kelompok kontrol
20 – 30 tahun 1 5 3 15 kedua terbanyak adalah berpendidikan
31 – 40 tahun 5 25 5 25 SMA (40%). Bila dilihat berdasarkan
41 – 50 tahun 8 40 2 10
51 – 60 tahun 6 30 10 50 pekerjaannya, pada kelompok perlakuan,
maka petani, buruh, dan ibu rumah
Pendidikan tangga masing-masing memiliki proporsi
SD 14 70 10 50 yang sama yaitu 25%, sedangkan pada
SMP 2 10 2 10 kelompok kontrol didominasi oleh petani
SMA 3 15 8 40
PT 1 5 - 0 (30%) dan pekerjaan yang lainnya hampir
sama yaitu 15%.
Pekerjaan Berdasarkan tabel 2. dapat
Buruh 5 25 3 15
Pegawai 2 10 3 15 dijelaskan bahwa dari 20 orang kelompok
swasta perlakuan, 60% mengalami kecemasan
Petani 5 25 6 30 sedang dan ada 5% yang berada pada
Pedagang 3 15 3 15
IRT 5 25 2 10 tingkat panik. Sementara itu, dari 20
Pensiunan - 0 3 15 orang kelompok kontrol, 55% mengalami
kecemasan berat dan tidak ada satu pun
yang mengalami panik.
Berdasarkan tabel 1. dapat
dijelaskan bahwa baik pada kelompok Berdasarkan tabel 2 dapat
dijelaskan bahwa dari 20 orang kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol,
perlakuan, 70% tidak mengalami
sebagian besar pasien bedah adalah laki-
laki. Dilihat dari umur, pada kelompok kecemasan, 25% mengalami kecemasan
perlakuan didominasi oleh pasien berusia ringan dan 5% mengalami kecemasan
sedang. Sementara itu, pada kelompok
31 – 40 tahun (40%), sedangkan pada

Tabel 2. Tingkat Kecemasan Pasien Praoperasi Sebelum dan Setelah Dilakukan Teknik
Relaksasi Napas Dalam di Ruang Bedah RSUD 45 Kuningan

Tingkat Kecemasan Sebelum Setelah


Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan
n % n % n % N %
Tidak cemas 0 0 0 0 1 5 14 70
Cemas ringan 2 10 2 10 2 10 5 25
Cemas sedang 7 35 12 60 8 40 1 5
Cemas berat 11 55 5 25 9 45 0 0
Panik 0 0 1 5 0 0 0 0
Total 20 100 20 100 20 100 20 100

87
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

Tabel 3. Perbedaan Rerata Skor Tabel 4. Perbedaan Rerata Skor


Kecemasan antara Sebelum dan Sesudah Kecemasan antara Kelompok Perlakuan
Pemberian Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Kontrol
(n=20) Kelompok n Rerata p

Kelompok Sebelum Sesudah p Perlakuan 20 11,5 0,000


(± 4,72)
Perlakuan 27,1 11,5 0,000
(± 8,24) (± 4,72) Kontrol 20 25,6
( ± 4,73)

kontrol, 45% mengalami kecemasan Untuk memastikan bahwa


berat, 40% mengalami kecemasan penurunan skor kecemasan tersebut
sedang, 10% mengalami kecemasan akibat pemberian teknik relaksasi napas
ringan dan 5% tidak mengalami dalam, kemudian peneliti melakukan uji
kecemasan. beda 2 mean independen. Namun karena
distribusi datanya tidak normal sehingga
Analisis dilanjutkan dengan uji
tidak memenuhi syarat uji t independen
beda dua mean berpasangan dengan
dan kemudian dilakuan dengan uji
menggunakan paired t test. Setelah
alternatif yaitu Uji Mann Whitney U
dilakukan uji normalitas data, ternyata
dengan hasil sebagai berikut:
tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan
karena datanya tidak berdistribusi normal. Berdasarkan tabel 4 dapat
Akhirnya dilakukan uji beda 2 rerata dijelaskan bahwa rerata skor kecemasan
alternatif dengan menggunakan Wilcoxon pasien preoperasi yang diberikan teknik
Test dan hasilnya dapat dilihat dalam relaksasi napas dalam adalah 11,5 ±
tabel 3. 4,72, sedangkan pada kelompok yang
tidak diberikan teknik relaksasi napas
Berdasarkan tabel 3 dapat
dalam adalah 25,6 ± 4,73. Setelah
dijelaskan bahwa rerata skor kecemasan
dilakukan uji beda didapatkan bahwa
sebelum dilakukan teknik relaksasi napas
terdapat perbedaan yang sangat
dalam adalah 27,1 ± 8,24 dan rerata skor
signifikan (p = 0,000) pada skor
kecemasan sesudah dilakukan teknik
kecemasan antara pasien preoperasi
relaksasi napas dalam adalah 11,5 ±
yang diberikan teknik relaksasi napas
4,72. Setelah dilakukan uji beda
dalam dan yang tidak diberikan teknik
didapatkan nilai p = 0,000 yang artinya
relaksasi napas dalam di RSUD 45
terdapat perbedaan yang sangat
Kuningan. Dengan demikian teknik
bermakna skor kecemasan antara
relaksasi napas dalam sangat efektif
sebelum dan setelah dilakukan
diberikan dalam upaya menurunkan
pemberian teknik relaksasi napas dalam
kecemasan pada pasien preoperasi.
pada pasien preoperasi di RSUD 45
Kuningan. Dengan demikian rerata skor PEMBAHASAN
kecemasan pasien preoperasi setelah Berdasarkan hasil penelitian
diberikan teknik relaksasi napas dalam menunjukkan bahwa rata-rata skor
lebih rendah secara signifikan kecemasan yang dialami pasien sebelum
daibandingkan dengan sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam
dilakukan teknik relaksasi napas dalam. adalah 27,1 ± 8,24. Secara deskriptif

88
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

dapat dijelaskan bahwa sebelum penyakit jantung, maka perawat harus


dilakukan teknik relaksasi napas pada mengkaji karakter denyut jantung apical.
kelompok perlakuan 60% pasien Setelah pembedahan perawat harus
preoperasi mengalami kecemasan membandingkan frekuensi dan irama nadi
sedang dan 25% mengalami kecemasan dengan data yang diperoleh sebelum
berat. Sementara itu, pada kelompok operasi, obat-obatan anestesi, perubahan
kontrol, 55% mengalami cemas berat dan dalam keseimbangan cairan, dan
35% mengalami cemas sedang. stimulus respons stress akibat
pembedahan dapat menyebabkan
Dampak fisiologi pasien
disritmia jantung (Mutaqin & Sari, 2009).
praoperasi yang mengalami kecemasan
dapat menyebabkan berkurangnya Pasien cemas dan pasien tidak
asupan nutrisi, padahal perbaikan cemas memberikan respon yang berbeda
jaringan normal dan resisten terhadap terhadap pengobatan. Tingkat
infeksi bergantung pada status nutrisi kecemasan pasien dapat mempengaruhi
yang cukup. Pada gangguan sistem saraf respon pasien terhadap anestesi dan
perawat harus mengobservasi tingkat analgesik. Pasien yang mengalami
orientasi, kesadaran, mood pasien serta kecemasan membutuhkan lebih banyak
memperhatikan apakah pasien dapat obat anestesi untuk mencapai efek sedatif
menjawab pertanyaan dengan tepat dan atau membutuhkan peningkatan dosis
dapat mengingat kejadian yang baru analgesik untuk mengatasi rasa nyeri
terjadi dan masa lalu. Sistem endokrin (Barger, S. D., & Sydeman, S. J., 2005;
pada kasus diabetes akibat asupan Hong et al., 2005; Maranets & Kain.
karbohidrat yang tidak adekuat 2003). Bahkan peneliti Vaughn (2007)
menyebabkan hipoglikemia perioperatif menyebutkan terdapat hubungan antara
mungkin terjadi selama anestesi. kecemasan praoperasi dengan rasa nyeri
pascaoperasi. Oleh rarena itu, perawat
Kongesti paru yang serius dapat
sangat direkomendasikan untuk mampu
menyebabkan ditundanya pembedahan,
mengidentifikasi kecemasan pasien pada
keseimbangan cairan dan elektrolit pada
derajat berat sebelum operasi.
pembedahan akan direspons oleh tubuh
sebagai sebuah trauma, akibat respons Salah satu respon fisiologis
stres adrenokortikal, reaksi hormonal terhadap stres adalah vasokonstriksi
akan menyebabkan retensi air dan perifer yang membuatnya sulit untuk
natrium serta kehilangan kalium dalam 2- dilakukan kanulasi atau diambil spesimen
5 hari pertama setelah pembedahan. darahnya. Pasien menjadi sangat peka
Biasanya yang cemas berat tidak bisa terhadap rabaan, penciuman dan
diam akibat banyak pergeseran pendengaran sehingga ketika ada
menyebabkan kulit lecet dan tertekan lingkungan sekitar yang tidak dikenalnya
sehingga dapat mengakibatkan dapat membuat perasaan individu
dekobitus. merasa tidak nyaman (Pritchard, 2009).
Hasil penelitian menekankan bahwa
Salah satu contoh gangguan
kecemasan dapat meningkatkan nyeri
kardiovaskular adalah perubahan
akut dan depresi (Carr et al., 2005), mual,
tekanan darah. Pemeriksaan tekanan
muntah, keletihan, dan ketidaknyamanan
darah praoperatif dilakukan untuk menilai
(Montgomery & Bovbjerg, 2004).
adanya hemodinamika intraoperatif dan
Demikian juga penelitian dari Kiecolt-
pascaoperatif, apabila pasien mempunyai

89
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

Glaser et al. (1998) menemukan bahwa Teknik relaksasi napas dalam


kecemasan berpotensi menurunkan merupakan salah satu bentuk asuhan
kekebalan tubuh pasien, penundaan keperawatan. Dalam hal ini perawat
penyembuhan, dan memperpanjang mengajarkan kepada klien bagaimana
masa perawatan. cara melakukan napas dalam, napas
lambat (menahan inspirasi secara
Berdasarkan hasil penelitian
maksimal) dan bagaimana
teknik relaksasi napas dalam terbukti
menghembuskan napas secara perlahan.
secara signifikan dapat menurunkan
Teknik ini secara fisiologis dapat
tingkat kecemasan dengan bukti terdapat
meningkatkan ventilasi paru dan
perbedaan rerata skor kecemasan antara
meningkatkan oksigenasi darah. Tujuan
sebelum diberikan teknik relaksasi napas
dari teknik relaksasi napas dalam ini
dalam dengan sesudah diberikan teknik
adalah untuk meningkatkan ventilasi
relaksasi napas dalam (p = 0,000).
alveoli, memelihara pertukaran gas,
Demikian halnya untuk memastikan
mencegah atelektasi paru, meningkatkan
bahwa penurunan tersebut disebabkan
efisiensi batuk, mengurangi stres baik
teknik relaksasi napas dalam juga
stres fisik maupun stres emosional yaitu
didapatkan perbedaan yang sangat
menurunkan intensitas nyeri dan
signifikan (p = 0,000) antara pasien yang
menurunkan kecemasan.
diberikan teknik relaksasi napas dalam
dengan pasien yang tidak diberikan teknik Pada saat relaksasi, penggunaan
relaksasi napas dalam. energi akan menurun sehingga secara
efektif akan mencegah penurunan
Sebelum dilakukan teknik
cadangan energi bagi tubuh dan
relaksasi napas dalam pasien pada
mengurangi pemecahan protein atau
kelompok perlakuan terdapat 2 orang
lemak (glukoneogenesis). Suatu
cemas ringan (10%), 12 orang cemas
mekanisme yang terbalik sebagaimana
sedang 12 orang (60%), cemas berat 5
pada keadaan cemas atau stres. Teknik
orang (25%), dan panik 1 orang (2,5%).
relaksasi merupakan lawan dari respon
Sesudah terdata tingkat kecemasan
fisiologis kecemasan. Selain itu, relaksasi
pasien, peneliti mengajarkan pasien
napas dalam akan membantu tubuh
untuk melakukan teknik relaksasi napas
secara fisiologis dalam pemenuhan
dalam, seetelah pasien bisa melakukan
kebutuhan oksigenasi.
dengan mandiri, peneliti menyarankan
untuk terus mengulanginya beberapa kali, Dengan demikian relaksasi
setelah waktu tenggang 1 hari peneliti napas dalam dapat menjaga kondisi
mengukur lagi tingkat kecemasan pasien, homeostasis tubuh. Relaksasi merupakan
sehingga didapat hasilnya sebanyak 14 kebebasan mental dan fisik dari
orang (70%) tidak mengalami ketegangan dan stres. Teknik relaksasi
kecemasan. Lainnya, 5 orang (25%) memberikan individu kontrol diri ketika
cemas ringan dan 1 orang (5%) cemas terjadi rasa tidak nyaman atau stres fisik
sedang. Dari hasil data ini dapat dan emosi. Teknik relaksasi dapat
disimpulkan ada pengaruh pemberian digunakan saat individu dalam kondisi
teknik relaksasi napas dalam pada pasien sehat maupun sakit. Teknik relaksasi
praoperasi di Ruang Bedah RSUD 45 tersebut merupakan upaya pemulihan
Kuningan. untuk membantu tubuh segar kembali dan
beregenerasi setiap hari. Teknik relaksasi

90
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

mengarahkan individu dengan penelitian ini pada tindakan farmakologik,


pengendalian diri ketika kegelisahan Peneliti kurang memperhatikan obat apa
terjadi. Penggunaan teknik relaksasi saja yang diberikan pada pasien
memungkinkan klien untuk dapat praoperasi, karena obat penenang atau
mengurangi kegelisahan dihubungkan perelaksasi bisa mempengaruhi tingkat
dengan kecemasan, mengurangi tekanan kecemasan, sumber bias penelitian ini
pada otot, memperoleh mamfaat dari intervensi napas dalam bisa dari
maksimal dari periode isterahat dan tidur frekuensi pemberiannya, penggunaan
dan yakin dengan keputusan. obat penenang, visite dokter, jenis
penyakit bedah, komunikasi terapetik,
Selain efek psikologis dari
dan dukungan keluarga. Penelitian ini
relaksasi, juga akan berdampak langsung
dapat dilanjutkan dengan lebih
terhadap sistem endokrin. Menurut
homogenitas penyakit bedahnya,
Sholeh (2006), bahwa dalam sistem
mengontrol sumber bias penelitiannya,
endokrin akan terjadi pengontrolan
dan membandingkan frekuensi
terhadap pelepasan hormon tertentu
pemberian teknik relaksasi napas
seperti kortisol. Dalam kadar berlebih
dalamnya, diharapkan peneliti
seperti ketika terjadi kecemasan yang
selanjutnya untuk mencoba pengukuran
berlanjut akan berdampak buruk terhadap
tingkat kecemasan lain dengan yang lebih
kondisi homeostasis tubuh. Pengontrolan
baru selain HRS-A, karena HRS-A sangat
tersebut melalui proses neuroendokrin
sulit pengukurannya harus benar-benar
yang kompleks.
detail secara objektif dan subjektif.
Sebetulnya penurunan derajat
KESIMPULAN
kecemasan pada pasien praoperasi juga
tidak hanya bisa dilakukan dengan Berdasarkan hasil penelitian
pemberian teknik relaksasi napas dalam. dapat disimulkan: 1) Terdapat 45%
Penelitian ini sudah tentu memiliki pasien praoperasi di Ruang Bedah RSUD
beberapa keterbatasan, yang salah 45 Kuningan yang mengalami kecemasan
satunya adalah adanya variasi diagnosis berat dan 40% mengalami kecemasan
penyakit yang diderita pasien yang sedang yang tidak dilakukan pemberian
mengharuskannya untuk dilakukan teknik relaksasi napas dalam. 2) Terdapat
tindakan operasi. Demikian juga faktor- 70% pasien praoperasi di Ruang Bedah
faktor karakteristik pasien yang sangat RSUD 45 Kuningan yang tidak
mungkin bepengaruh terhadap mengalami kecemasan dan 25% yang
kecemasan yang dialami pasien seperti mengalami kecemasan ringan yang
jenis kelamin, usia, tipe kepribadian, dilakukan pemberian teknik relaksasi
pengalaman, pendidikan, dan mekanisme napas dalam. 3) Rata-rata skor
kopingnya. kecemasan pasien bedah di RSUD 45
Kuningan setelah dilakukan teknik
Disamping itu, peneliti juga
relaksasi napas dalam lebih rendah (11,5
mengalami hambatan selama proses
± 4,72) dibandingkan dengan yang
penelitian terkait dengan pengkondisian
sebelum dilakukan teknik relaksasi napas
lingkungan. Sebagian besar sampel
dalam 27,1 ± 8,24. 4) Terdapat
menjalani masa perawatan praoperasi di
perbedaan yang sangat signifikan (p=
ruang perawatan kelas III yang
0,000) tingkat kecemasan pasien
berinteraksi dengan beberapa pasien dan
sebelum dan sesudah dilakukan teknik
atau keluarganya. Keterbatasan

91
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

relaksasi napas dalam di RSUD 45 factors independently of major


Kuningan. 5) Terdapat perbedaan yang depressive disorder?. Journal of
sangat signifikan (p= 0,000) tingkat affective disorders, 88(1), 87-91.
kecemasan pasien kelompok yang diberi Carr, E. C., Thomas, V. N., & Wilson-
teknik relaksasi napas dalam dan yang Barnet, J. (2005). Patient
tidak diberi teknik relaksasi napas dalam experiences of anxiety, depression
di RSUD 45 Kuningan. and acute pain after surgery: a
longitudinal perspective. International
Bagi RSUD 45 Kuningan dapat
Journal of Nursing Studies, 42(5),
memfasilitasi kegiatan pelatihan
521-530.
manajemen stres, manajemen nyeri dan
Faradisi, F. (2012). Efektivitas Terapi
memotivasi untuk memberikan teknik
Murotal dan Terapi Musik Klasik
relaksasi napas dalam pada pasien
terhadap Penurunan Tingkat
praoperasi untuk upaya optimalisasi
Kecemasan Pasien Pra Operasi di
pemberian asuhan keperawatan yang
Pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan
lebih berkualitas dan berorientasi pasien
(JIK), 5(2).
(patient-centered care).
Hawari, D. (2011). Manajemen stres,
Perawat diharapkan dapat cemas dan depresi. Depok: Pustaka
menerapkan berbagai teknik relaksasi, FKUI.
termasuk salah satunya teknik relaksasi Hong, J.-Y., Jee, Y. S., & Luthardt, F. W.
napas dalam yang mudah dilakukan dan (2005). Comparison of conscious
cost-effective dalam upaya mengurangi sedation for oocyte retrieval between
tingkat kecemasan pasien-pasien low-anxiety and high-anxiety
praoperasi disertai dengan meningkatkan patients. Journal of Clinical
kemampuan komunikasi terapeutik dan Anesthesia, 17(7), 549-553. doi:
mempermudah proses operasi pada http://dx.doi.org/10.1016/j.jclinane.20
pasien. 05.01.008
Penelitian ini dapat dijadikan Kain, Z. N., Caldwell-Andrews, A. A.,
sebagai dasar bagi pengembangan Maranets, I., McClain, B., Gaal, D.,
penelitian lanjutan dengan Mayes, L. C., ... & Zhang, H. (2004).
membandingkan efektivitas teknik Preoperative anxiety and emergence
relaksasi napas dalam dengan teknik delirium and postoperative
relaksasi lainnya seperti hipnoterapi, maladaptive behaviors. Anesthesia &
progresif, visualisasi, dan teknik lainnya. Analgesia, 99(6), 1648-1654.
Kiecolt-Glaser, et.al. (1998).
Psychological influences on surgical
DAFTAR PUSTAKA recovery: perspectives from
psychoneuroimmunology. Journal
Amaliyah, Z. (2009). Hubungan antara American Psychologist, 53(11),
tingkat kecemasan dengan tekanan 1209-1218.
darah pada pasien praoperasi di Montgomery, G. H., & Bovbjerg, D. H.
Bangsal Melati RSD Panembahan (2004). Presurgery distress and
Senopati Bantul Yogyakarta. Skripsi. specific response expectancies
Yogyakarta. predict postsurgery outcomes in
Barger, S. D., & Sydeman, S. J. (2005). surgery patients confronting breast
Does generalized anxiety disorder
predict coronary heart disease risk

92
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 10, No.2, Juli 2015

cancer. Health Psychology, 23(4), Retnowati, S. (2011). Pengaruh


381. Pelatihan Relaksasi Dengan Dzikir
Muttaqin A. dan Kumala S. (2009). Untuk Mengatasi Kecemasan Ibu
Asuhan keperawatan perioperatif: Hamil Pertama. Psikoislamika,
konsep, proses, dan aplikasi. 8(1),1-22.
Jakarta: Salemba Medika. Sholeh, M. (2006). Terapi salat tahajjud
Potter, P. A., & Perry, A.G. (2006). Buku menyembuhkan berbagai penyakit.
ajar fundamental keperawatan: Hikmah: Jakarta.
konsep, proses, dan praktik. Vol 2. Valenzuela Millán, J., Barrera Serrano, J.
Jakarta:.EGC. R., & Ornelas Aguirre, J. M. (2010).
Potter, P. E., & Perry, A.G. (2005). Buku Anxiety in preoperative anesthetic
ajar fundamental keperawatan: procedures. Cir Cir, 78(2), 147-151.
konsep, proses, dan praktik. 4th ed. Vaughn, F., Wichowski, H., & Bosworth,
Jakarta:.EGC. G. (2007). Does preoperative anxiety
Pritchard, M. J. (2009). Identifying and level predict postoperative pain?.
assessing anxiety in pre-operative AORN journal, 85(3), 589-604.
patients. Nursing Standard, 23(51),
35-40.

93

Potrebbero piacerti anche