Sei sulla pagina 1di 16

PROFESI PUBLIC RELATIONS DI INDONESIA DALAM KAJIAN GENDER

Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)


novita.damayanti@dsn.moestopo.ac.id

Abstract
The study of public relations in gender perspectives in Indonesia has not developed compare to the develop coun-
try. This research aims to investigate is public relations profession in private company predominate masculine or
feminine and to seek out the indication of masculinity and femininity of public relations profession in private com-
pany. The researcher is developed the conceptual framework of public relations as a gendered profession by using
three theories such as the constructing of social reality for understanding how the role of gender in public rela-
tion profession is constructed as feminine or masculine, social rules theory for analyzing the indication of gender
equality in public relations profession, and Genderlect styles by Tannen to analyze the difference of perception
between male and female Indonesian public relations practitioner. Two males and two females public relations
practitioners were conducted by a participant observation, in-depth interview, and examinated by a phenomenol-
ogy qualitative method. The results show the public relations profession in private company is more predominate
masculine rather than feminine but in hospitality industry public relations become a feminine-oriented profession
according to the value hospitality. The researcher also found the indication of masculinity in private company and
the feminization in hospitality industry, because of the structure dimension of national Indonesia as a masculine,
the identity of corporate, the corporate’s need, the corporate policy, and the preference management. Mostly re-
spondents in the study perceived the indication of femininity and masculinity refer to the communal and argentic
traits. In some case public relations practitioners in this study played the different roles not based on communal
and agentic traits.

Keywords: gender, public relations, masculine, feminine

Abstrak
Studi public relations di Indonesia dalam persepktif gender belum berkembang dibandingkan dengan negara-
negara maju. Penelitian ini bertujuan untuk mencermati profesi public relations sector swasta lebih dominan
maskulin atau feminism dan menggali lebih dalam mengenai indikasi feminitas dan maskulinitas pada profesi
public relations sector swasta. Peneliti mengembangkan kerangka konseptual profesi public relations sebagai
profesi gender dari tiga teori yakni kontruksi realitas social untuk memahami bagaiamana peran gender pada
profesi public relations dikontruksi, teori social rules untuk menganalisa indikasi keseteraan gender pada profesi
public relations, dan genderlect styles untuk menganalisa perbedaan persepsi PR wanita dan pria. Dua praktisi PR
pria dan dua praktisi PR wanita dikaji dengan observasi partisipasi, diwawancarai, dan ditelaah dengan metode
penelitian fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesi PR di perusahaan swasta cenderung lebih
dominan maskulin daripada feminism namun pada industry perhotelan profesi public relations menjadi feminism-
oriented profession menurut nilai hospitality. Peneliti juga menemukan adanya indikasi maskulinitas pada sektor
swasta dan feminisasi pada sektor industri perhotelan karena stuktur dimensi budaya nasional Indonesia sebagai
Negara maskulin, identitas perusahaan, kebutuhan perusahaan, kebijakan perusahaan, dan preferensi menejemen.
Kebanyakan responden dalam penelitian ini mempersepsikan indikasi feminitas dan maskulinitas merujuk pada
atribut komunal dan agentik. Pada situasi tertentu praktisi PR dalam penelitian ini memainkan peran yang berbeda
bukan berdasarkan atribut komunal dan agentik.

Kata kunci: gender, humas, maskulin, feminim

27
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

P
ERHUMAS (Perhimpunan Hubungan Ma- perempuan dibandingkan dengan pria karena fak-
syarakat) di Indonesia belum mempublika- tor historis, sosial ekonomi, dan faktor sosial lain-
sikan dan merilis jumlah praktisi Public Re- nya yang merujuk pada penekanan yang terkand-
lations di Jakarta dari kategori jumlah praktisi PR ung didalamnya tentang PR.
seluruh indonesia, jenis kelamin, dan persentase Di Indonesia sendiri, menurut Simorangkir
jenis bidang industri dan perusahaan tempat para (2010, p.1) dalam disertasinyayang berjudul “Fem-
praktisi PR di Indonesia berkarir. Kajian public re- inisasi Public Relations di Indonesia” memaparkan
lations dalam persepktif gender tidak berkembang bahwa karakteristik atribut komunal terdapat pada
dengan negara-negara maju. Di Amerika profesi pemimpin (PR manager) perempun dan karakteris-
public relations dilabeli sebagai profesi gender dan tik atribut agentik terdapat dalam diri pemimpian
sangat feminim. Hal ini dibuktikan dari data yang (PR manager) pria. Para respondent berpendapat
menyebutkan bahwa 70% praktisi public relations bahwa untuk mendapatkan kepautuhan (karyawan
yang terdaftar di PRSA (Public Relations Society bersikap patuh terhadap pemimpin atau manager)
of America) adalah perempuan (Voerhoven, Al- pria dan wanita harus bertingkah laku menurut per-
doory, & Toth, 2002). anan gender mereka. Disatu sisi untuk para wanira
Ada beberapa penelitian terdahulu yang banyak yang berada dalam posisi kepemimpinan, gender
mengkaji tentang isu gender dalam profesi PR. Di mereka kemungkinan besar bertentangan den-
Belanda seperti yang pernah ditulis oleh Veorhoven gan peranan menejerial.Studi ini juga mengklaim
(2010), Van Ruler, & Elving (2007), Jerman (Ban- bahwa terdapat hubungan diantara gender prakisi
tele & Junghanel, 2004), Swedia (Flodin, 2004), PR di Indonesia dengan peranan dominasi mereka
Rusia (Katerina Tsesura, 2014), dan Indoneia (Si- (dominant role).
morangkir, 2010 & 2011). Piet Verhoeven & Prof. Lebih lanjut, Public Relations In Indonesia is
Noelle Aarts (2010, p. 1) dalam jurnal ilmiah in- often regarded as female field (Simorangkir, 2010
ternational yang berjudul “How European public & 2011). Pekerjaan PR di Indonesia selalu identik
relations men and women perceive the impact of dengan wanita cantik dengan tubuh yang sempurna,
their professional activities” menyebutkan bahwa keglamoran, image selling, profesi yang sama den-
praktisi PR yang bergender wanita di Belanda pen- gan artis, profesi dunia hiburan malam, disamakan
garuh yang kuat dibandingkan dengan pria dalam dengan LC (Ladies Companion), dan profesi yang
mengimplementasikan strategi pengambilan hanya mementingkan kepandaian berbicara yang
keputusan, perencaan organisasi mereka, wanita memuaskan organisasi dan publik. Hal itu sema-
praktisi PR memili nilai sosial yang lebih tinggi kin terbukti dengan adanya data dari M-PR consul-
dari pria, dan melalui feminisme mereka dapat tant pada tahun 1994, 12 dari 17 perusahaan yang
membangun kepercayaan publik ketika mereka bergabung dalam APPRI dipimpin oleh PR wanita
berkomunikasi di sosial media. Sedangkan pen- (Khasali, 1994). Warta Ekonomi pada tahun 1990
emuan Van Ruler & Elving pada tahun (2007:1) juga melaporkan hal yang sama. 80 % perusahaan
dalam karya tulis ilmiah mereka yang berjudul PR di Jakarta kebanyakan dipimpin oleh wanita.
“Communication Management in the Netherlands: Hal ini disebabkan karena wanita lebih terampil
Trends, Developments, and Benchmark with US dalam bernegosiasi di samping lebih halus dalam
Study”memaparkan bahwa peningkatan jumlah membujuk klien dibandingkan dengan pria.
praktisi PR wanita menyeimbangi rasio PR pria Selain itu menurut Wongsonegaro (seperti diku-
dan hambatan PR wanita dalam mendapatkan jen- tip Warta Ekonomii, September 1990) bahwa PR
jang karir menurun jika dibandingkan dengan ta- wanita lebih sensitif dibanding dengan PR pria.
hun 1999. Sama halnya dengan pendapat Katerina Menurut peniliaian dirinya, pekerjaan PR membu-
Tsetura (2014, p.1) dalam jurnal ilmiah yang ber- tuhkan kualifikasi ini.Disatu sisi laporan penelitian
judul “Constructing public relations as a women’s tersebut tidak menjelaskan apakah hal ini terjadi
profession in Russia”menjelaskan bahwa Profesi karenafaktor ‘jenis kelamin’ (sex), faktor latar
PR dilihat sebagai profesi yang lebih cocok untuk belakang pendidikan, dan kemampuan praktisi

28
Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro, Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender

wanita yang dinilai lebih unggul daripada praktisi mengkaji nara sumber praktisi public relations di
PR pria. Kenyataan sebagian besat perusahaan PR sektor pemerintahan. Hasil penelitian ini tentu saja
dipimpin oleh wanita menawarkan jasa ‘catering’, tidak akan sama denganPR sektor pemerintaham
produksi surat undangan, menyediakan pembawa karena berkaitan dengan pemahaman dan perbe-
acara, dan menyelenggarakan resepsi pembukaan daan fungsi dan peran PR di sektor swasta dan
perusahaan (Warta Ekonomi, September 1990, p. pemerintahan, jenis industi, budaya perusahaan
25). atau institusi, dan faktor internal menejerial.
Tampaknya dominasi praktisi PR wanita se- Untuk membukti apakah asumsi-asumsi diatas
makin nyata baik di Indonesia ataupun di nega- benar, maka penulis merumuskan masalah peneli-
ra-negara maju.Heidi P. Taff (2003) menyatakan tian (research question) sekaligus menjadi tujuan
bahwa profes ini telah beralih gender dari pria dalam studi ini: apakah profesi public relations
menjadi wanita. Menurut pendapat dari Grunig, pada sektor swasta di Jakarta lebih cocok/prefer
Toth, dan Hon (2001) bahwa banyak perempuan (preferensi gender) untuk wanita atau pria? apa
yang tertarik untuk bekerja sebagai public relation saja yang menjadi indikasi feminitas dan masku-
karena tantangan yang dihadapi sebagai praktisi linitas pada diri praktisi PR sektor swasta di Ja-
public relations tidak sesulit dengan profesi lain karta?
dan mereka dapat menggapai status profesional-
isme. Konsekuensinya, adanya ketidak kesetaraan Kerangka Pemikiran
gender, rendahnya remunerasi terhadap PR wanita, Public Relations dapat didefinisikan oleh Ardi-
fenomena feminisasi dalam profesi PR di Indone- anto (2011:8), sebagai sebuah fungsi manajemen
sia, glass ceiling, dan Velvet Ghetos dalam dunia yang menganalisis sikap-sikap publik, mengin-
industri public relations di Indonesia. Padahal detikasi berbagai kebijakan dan prosedur dari in-
dari sudut pandang praktsi senior public relations, dividu atau organisasi demi kepentingan publik
Isyak Stamboel, manager director of strategic serta mampu melaksanakan perencanaan kerja
communication mengatakan bahwa hampir semua agar memperoleh mutual understanding dan diakui
perusahaan dengan sistem menejemen yang mod- oleh publik. Menurut Cutlip, Center, dan Broom
ern membutuhkan tenaga kerja public relations (2000:41-46) PR memiliki empat peran penting di
(Kompas, 2012 dalam Jessika Regina, 2013). Pada Perusahaan seperti yang dijelaskan dibawah ini:
prakteknya di Indonesia profesi PR di Indonesia Expert Prescriber. Seorang expert prescriber
belum dipersepsikan sebagai fungsi menejemen adalah seorang public relations yang memain-
melainkan dekat dengan isu-isu wanita dan gender. kan peran seperti seorang konsultan.Mereka akan
Walaupun dunia industri yang terus maju dan ban- mengidentifikasikan masalah, pengembangan ran-
yak membutuhkan PR untuk menghadapi persain- cangan program, dan memegang penuh tanggung
gan bisnis namun profesi ini mengalami degradasi jawab dalammengimplementasi program yang
(penurunan) nilai-nilai profesi PR karena adanya telah direncanakan.
miss perception tentang Public Relations. Communication Facilitator. Dalam meme-
Dari latar belakang masalah diatas terdapat be- prankan perannya sebagai communication fasili-
berapa asumsi tentang isu gender dalam profesi tatoria menjadi seorang pendengar yang baik dan
public relations di Indonesia, pertama, Public rela- penyedia informasi yang berfungsi sebagai peng-
tions di Indonesia distreotype sebagai profesi bi- hubung, interpreter, dan mediator antara perusa-
dang feminim, kedua public relations didominasi haan dengan publiknya. Dengan demikian ia dapat
oleh perempuan oleh karena itu profesi PRmeru- memelihara komunikasi dua arah dan memfasilita-
pakan profesi yang cocok untuk perempuan, ketiga si pertukaran informasi dengan memanfaatkan dan
PR merupakan pekerjaan yang sangat genderistik. memelihara berbagai saluran-saluran media-media
Agar penelitian ini tidak bias peneliti hanya me- komunikasi yang diperlukan.
wawancarai praktisi public relations sektor swasta Problem Solving. Sebagai problem solving,
dan diharapkan penelitian dapat berlanjut dengan seorang praktisi PR bekerja sama dengan para

29
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

manajer untuk memecahkan berbagai permasala- oleh pihak swasta di Indonesia pertama kali oleh
han. Praktisi PR menjadi bagian dari tim strategis. PERTAMINA, sebuah perusahaan minyak.
Comunication Technician. Praktisi PR yang Karena penelitian ini tentang kolerasi gender
berperan sebagai communication technician jika dan profesi public relations sektor swasta. Peneliti
jobdeks sehari-harinya menerima perintah dari terlebih dahulu memaparkan definisi gender.Menu-
atasan, menulis, mengedit, membuat media re- rut Mansour Fakih (1999:3) dalam buku Analisis
lease, website, annual report, memepersiapkan pi- Gender & Transformasi Sosial, gender adalahbe-
dato, dan pekerjaan teknis lainnya. havioral differences (perbedaanperilaku) antara
Dari segi perkembangannya PR di Indonesia pria dengan wanita yang dikonstruksi secara sosial
mengikuti perkembangan kajian teortis maupun budaya. Contohnya bahwa wanita itu distreotype
praktiks yang telah di kembangkan oleh para pa- sebagai sosok yang lemah lembut, cantik, emo-
kar PR dari negara-negara maju. Disatu sisi Ibu sional, atau keibuan.Sedangkan laki-laki diang-
Elizabeth Goenawan Anantao sebagai PR expert gap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Berkaitan
dari Indonesia dalam buku yang berjudul“Public dengan gender dan profesi PR, Chaster dan Gas-
Relations In Asia an Antholog”, Public Relations ter (dalam Smith, 2007:69) membuat kategorisasi
di Indonesia belum terlalu pesat perkembangannya nilai-nilai yang ada dalam diri praktisi PR pria dan
(Ananto, 2004:265). Public Relations digunakan wanita yaitu :
Perbedaan Pria dan Wanita
Laki-laki Perempuan
Kekuasaan Harmoni
Kebebasan Melayani
Status Kesetiaan
Keuntungan Enjoyment
Pengendali Persahabatan
Sukses Keluarga
Kesejahteraan Cinta
Keamanan Penerimaan
Penghargaan Tanggung jawab
Fokus Pekerjaan Merawat dan mengasihi
Independen Relationship

Studi tentang isu gender dalam profesi public litian yang dilakukan olehCline (Toth, 2001) me-
relations di Indonesia belum berkembang seperti nyatakan bahwa“...a velvet ghetto where women
dinegara-negara lainnya. Studi tersebut banyak managers could be counted as such but would not
berkembang diAmerika, Belanda, Jerman, Rusia, threaten men for competition for top management
Taiwan, Inggris, dan lain-lain. Di Indonesia menu- jobs” (Toth, 2001 p. 245). Profesi PR mengalami
rut Simorangkir (2011) isu tentang feminisme dan penuruan reputasinya.Profesi ini dikenal sebagai
gender dalam profesi public relations dan dunia profesi yang soft, ‘tidak serius’, yang hanya ber-
industri PR khusus di Indonesia harus dimonitor, kutat di seputar fashion, industri kecantikan dan
dikaji, dan dikembangkan karena menunjukkan sejenisnya. Selain itu PublicRelations juga sebuah
adanya indikasi fenomena ketidakteraan gender profesi yangless ethical dan less trustworthy (Bro-
misalnya dalam hasil studinya ketidakseraan gen- dy,1984 sebagaimana dikutip dalam Sinaga& Wu,
der dalam hal kedudukan posisi manajerial (glass 2007:72).Fenomena-fenomena The Velvet Ghetto
ceiling) dan The Velvet Ghetto’. seperti yang itulah yang menunjukkan bahwa pro-
The Velvet Ghetto Studies adalah sebuah pene- fesi Public Relations memang tengah mengalami

30
Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro, Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender

pelecehan dan dipinggirkan secara sistematis Grunig, Toth, and Hon (2001:30) wrote one of the
(systematically marginalized).Meskipun jumlah main texts on females in public relations. Women
perempuan mendominasi, namun ternyata keban- in public relations: How gender influences prac-
yakan dari mereka hanya menduduki posisi-posisi tice, deals with issues such as status, salary, eq-
sebagai teknisi (middle & lower level management) uity, gender, gender bias, and sexual discrimina-
Public Relations dan bukannya menduduki posisi- tion. Primarily, it aims to “make an issue out of
posisi manajemen lini atas (upper level manage- sex discrimination in our field” (p. 30). Issu gender
ment) (Toth, 2001 p. 240). tidak saja masalah perbedaan secara sexual berje-
Sebuah fenomena yang dikenal sebagai the nis kelamin perempuan atau laki-laki dilingkungan
glass ceiling phenomenon. Menurut Morisson dan kerja.
von Glinow (Miller 2003:246): “The glass ceiling Fokus dari penelitian ini adalah profesi public
is a concept popularized in the 1980’s to describe a relations dari sudut pandang gender para praktisi
barrier so subtle that it is transparent, yet so strong public relations sektor swasta. Studi ini akan dib-
that it prevents women and minorities from moving ingkai dengan teori konstruksi realitas sosial un-
up in a management hierarchy.”Kondisi semacam tuk memaparkan proses rekonstruksi profesi PR
inilah yang kadangkala menghambat perempuan sebagai profesi genderistik dengan tahapan ekster-
dalam memasuki/mengisi posisi-posisi penting nalisasi, objektivisasi, dan internalisasi. Teori ini
dalam perusahaan.Keberhasilan Public Relations menjadi teori utama dalam studi ini. Karena teori
sebagai salah satu profesi yang berhasil mendo- kontruksi realitas sosial tidak dapat berdiri sendiri
brak hambatan tersebut bagi perempuan layak dia- maka peneliti menggunakan teori social rules yang
cungi jempol.Namun tampaknya perempuan tidak masih revelan dengan teori komunikasi. Karena
bisa berlama-lama menikmati kesuksesan ini.Ter- teori ini masuk dalam tradisi social cultural yang
feminisasinya profesi Public Relations tampaknya kemudian membentuk perbedaan gender antara
harus dibayar dengan pelecehan dan ‘peminggiran pria dan wanita sesuai dengan latar belakang buda-
sistematis’ terhadap profesi ini. ya tertentu. Teori ini menjelaskan perbedaan sikap
Dengan karakteristik seperti inilah bidang Pub- diantara pria dan wanita sebagai hasil dari streo-
lic Relations menjadi lebih diminati oleh perem- type tentang gender yang menghasilkan aturan so-
puan.Fenomena seperti inilah yang membuat sial yang kemudian diajarkan dan diwariskan ke-
beberapa pengamat menyatakan bahwa Public pada generasi muda (Eagly, 1987). Asumsi dasar
Relations tengah mengalami ‘feminisasi’ (femi- dari teori ini;Social role theory used a structural
ninized) (Toth, 2001; Rea, 2002). Tak bisa dipung- approach to sex differences, rather than a cultural
kiri lagi bahwa, “The face of Public Relations is approach,; society has shared expectations about
female.” (2002 p. 1). women and men. These expectations form female
Problematika isu wanita dan gender dalam pro- and male gender roles,;there are the differences
fesi PR muncul sekitar Tahun 1989 di Amerika between men and women which can be divided into
Serikat.Hal ini terus berkembang pada masalah two dimensions: communal and agentic,; Division
proporsi laki-laki-perempuan dalam industri atau of labour between men and women beccause of
perusahaan. Dikotomis dalam segi jenis pekerjaan theirgender.
laki-laki dan perempuan, kesenjangan gaji laki-la- Ada indikasi bahwa pria dan wanita yang beker-
ki perempuan yang sama-sama mengawali bekerja ja di industri public relations mempunyai perbe-
sebagai profesi PR. Lukovitz mengemukakan bah- daan persepsi dan pengalaman berhubungan den-
wa perempuan sebagai PR meluas pasa masalah gan beberapa aspek profesi mereka (e. g Grunig,
ikatan didunia kerja, kehidupan dan isu gender. et al, 2001: Choy & Hon, 2002). Berkenan den-
”Task Force on Women in PR, which later became gan penulis juga menjelaskan tentang perbedaan
the Committee on Work, Life and Gender Issues. persepsi antara PR wanita dengan PR pria terkait
Sementara Toth dan Hon lebih luas dan tajam, ten- pemaknaan profesi mereka.Teori ini juga dapat
tang pengaruh gender dalam praktrek pekerjaan. menjelaskan perbedaan pola komunikasi antara PR

31
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

wanita dan PR pria yang diwarnai oleh perbedaan akan menghasilkan sebuah jawaban tentang makna
nilai-nilai budaya dan agama (Basalama, 2010 p. dari suatu peristiwa (Denzin & Lincoln, 1988:64).
836). Relevansi dengan pendapat Denzin &Lincoln ter-
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kait dengan penelitian ini, yakni hasil penelitian ini
masyarakat pada umumnya dan pihak-pihak pe- berupa jawaban-jawaban pemaknaan tentang pref-
rusahaan untuk bersikap bijaksana dan memiliki rensi gender dalam profesi PR, apakah profesi PR
wawasan tentang isu gender dalam profesi public lebih cocok untuk pria ataupun wanita, dari empat
relations sektor. Sehingga hasilnya akanmenawar- nara sumber praktisi PR sektor swasta yang terdiri
kan konsep teoritis gender dalam profesi public dari 2 wanita dan 2 pria sesuai dengan pengalaman
relations sektor swasta di Indonesia. Dimana studi mereka sehingga akan menjadi kajian teoritis kon-
ini belum banyak dilakukan dan berkembangkan septual framework tentang gender dan Profesi PR.
di Indonesia.Peneliti menerapkan femonemogi un- Pada dasarnya, ada dua hal utama yang menjadi
tuk menilai preferensi gender sesuai dengan pen- fokus dalam penelitian fenomenologi, yaitu:
galaman para profesi public relations di Indonesia. Textural description: apa yang dialami oleh sub-
Studi ini akan mengembangkan hasil temuan dari jek penelitian tentang sebuah fenomena. Apa
Simorangkir (2011) & Novi Kurnia (2004). Apak- yang dialami adalah aspek objektif, data yang
ah bener bahwa public relations sering dilabeli bersifat faktual, hal yang terjadi secara empiris.
sebagai profesi feminim dan dikenal sebagai pe- Structural description: bagaimana subjek
kerjaan yang cocok bagi perempuan menurut hasil mengalami dan memaknai pengalamannya.
penelitian dari Katerina Tsetura (2014). Deskripsi ini berisi aspek subjektif.Aspek ini
menyangkut pendapat, penilaian, perasaan,
Metode Penelitian harapan, serta respons subjektif lainnya dari
Studi ini dikaji oleh peneliti melalui pendekatan subjek penelitian berkaitan dengan pengala-
kualitatif dengan metode fenemonologi.Fenom- mannya itu.
enologi merupakan upaya pemberangkatan dari Menurut Crewell (dalam Kuswarno, 2006 p.
metode ilmiah yang berasumsi bahwa eksistensi 53) dalam studi penelitian fenomenologi terdapat
suatu realitas tidak orang ketahui dalam pengala- 4 (empat) teknik pengumpulan data yaitu pertama
man biasa. Fenomenologi membuat pengalaman observasi patisipasi, wawancara dengan empat
yang dihayati secara aktual sebagai data dasar nara sumber yang dipilih secara porposive sam-
suatu realitas.“Phenomenologist are not at all in pling (pemilihan sesuai dengan kebutuhan dalam
the bussiness of trying to to explain why pepople studi ini), dokumentasi, dan audivisual materi.
do what they do. Rather, they interested in explain- Data yang diperoleh dengan in-depth interview
ing how people do what they do; according to co- dapat dianalisis proses analisis data dengan Inter-
structs they manage to organize their daily lives, pretative Phenomenological Analysis sebagaiman
especially their communications between each ditulis oleh Smith (2009, p. 79-107).
other” What & Berg (1995:417). Oleh karena
itu penelitian ini tidak mengkaji aspek-aspek kau- Hasil dan Pembahasan
salitas dalam suatu peristiwa atau fenomena, na-
mun disini peneliti berupaya mengetahui tentang Kajian Profesi Public Relations
bagaiamana orang melakukan sesuatu pengala- Pada buku yang berjudul “This Is PR; The Real-
man beserta makna pengalaman itu bagi dirinya ities of Public Relations”, Newsom et al. (2012, p.
secara komprehensif.Dengan demikian hasil pene- 10) menyebutkan bahwa salah satu kriteria sebuah
litian ini dapat mendeskripsikan secara intrisntik profesi adalah praktisi diharuskan untuk memiliki
bagaimana seseorang menyikapi suatu peristiwa body of knowledge secara keseluruhan (“Practitio-
yang bersumber dari keasadaran (Bagus, 2002 p. ners have command over a body of knowleadge”).
236). Pendapat tersebut dikritik oleh The Institution For
Dari pemaparan diatas metode fenomenologi Public Relations yang mengkaji tentang katalog

32
Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro, Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender

dan kodifikasi kajian PR secara global. Salah satu berorientasi pada perasaan atau emosional sedan-
syarat tambahan lain agar PR disebut sebagai pro- gkan pria sangat logis. Gender dalam profesi Pub-
fesi harus ada penerimaan kurikulum pendidikan lic Relations bukan semata-mata masalah rasio PR
standard. Kriteria lain seperti yang ditulis oleh wanita dan PR pria yang bekerja di perusahaan x
Newsom et al. (2012, p. 11) adalah control over namun lebih merujuk kepada jenis industri yang
entry and exit to the field. Aspek kontrol yang di- PR wanita ataupun pria masuki, peran dan fungsi
maksud oleh Newsom et al. (2012, p. 11) adalah PR dalam suatu perusahaan, kapasitas, dan komp-
kewajiban untuk melanjutkan pendidikan untuk tensi mereka sebagai PR dalam mengembangkan
para praktisi untuk memelihara standard praktisi ide konsep dan strategi menejemen. Jenis industri
dengan memastikan bahwa praktisi belajar sesuatu juga menjadi faktor utama orientasi gender pada
perkembangan yang baru dan terus mengasah ke- profesi public relations pada industri sektor swasta.
mampuan mereka. Menurut pendapat pengamat sosial dalam studi
Di Indonesia sendiri perkembangan public re- ini yaitu Prof. Dr. Billy Sarwono, M.A, guru besar
lation di Indonesia lambat. Hal itu disebabkan oleh Komunikasi UI, menilaibahwa profesi PR meru-
faktor sejarah, profesi public relations muncul di pakan profesi yang sangat maskulin karena tugas
Indonesia baru pada tahun 1978 sesuai dengan dan tanggung jawab yang sangat maskulin. Oleh
kesepakatan para praktisi public relations di In- karena itu Para praktisi PR wanita dituntut seperti
donesia yang mulai mempraktek public relations pria untuk bersikap tegas dalam mengambil kepu-
modern di industri sektor swasta (lihat Rai, 2008, tusan, berperan sebagai controler dalam meneje-
p. 179) dan profesi public relations di Indonesia men, dan berani dalam menghadapi tantangan yang
lambat karena masih banyak masyarakat umum kompleks.Orientasi gender maskulin atau feminim
yang tidak memahami public relations sebagai juga berkaitan degan tugas dan tanggung jawab PR
fungsi menejemen melainkan image selling. Selain wanita dan PR pria dalam memenuhi kebutuhan
itu profesi ini masih dinilai oleh para pengambil perusahaan dalam dunia bisnis. Memang industri
keputusan cocok untuk perempuan yang menarik perhotelan lebih cenderung feminim, profesi pub-
dan mereka yang mempunyai kemampuan bicara lic relations hotel lebih cocok untuk wanita dari
di depan umum dengan mengatakan hal-hal yang pada pria, dan didominasi oleh perempuan karena
menyenangkan untuk organisasi (dalam Simorang- perbedaan job desks antara PR perusahaan atau
kir, 2009; Jakarta Post, 2000; Ardinanto, 2002) korporasi dengan PR dalam industri perhotelan.
Jika public relations korporasi banyak bertugas
Pembahasan dan Diskusi dalam rancangan strategi konsep menejemen serta
tantangan yang dihadapi lebih kompleks sehingga
Preferensi Gender Maskulin dan Feminim Pada memerlukan keberani dan pengambilan keputu-
Profesi Public Relations Sektor Swasta san yang logis dan didukung oleh sikap yang te-
Dari semua nara sumber mengemukan bahwa gas.Pada industri hotel, tugas dan tanggung jawab
profesi public relations merupakan profesi yang PR hotel banyak bersentuhan dengan feminim,
maskulin dalam industri berat seperti batu bara, penampilan sikap, dan perilaku yang sesuai den-
minyak, perkebunan, dan gas. Lebih lanjut, pro- gan tugas dan tanggung jawab dengan guest rela-
fesi public relations dapat bertransformasi men- tions.Industri hotel membutuhkan PR yang berwa-
jadi feminim dalam industri perhotelan, fashion, jah cantik, pribadi menarik, fisik yang sempurna,
kosmetik, dan food and beverages.Sesuai dengan dan posisi PR sebagai the face of company dimana
pengalaman 2 nara sumber PR wanita, profesi nilai estetika menjadi sangat penting dalam melak-
PR menuntut PR wanita untuk mengeluarkan sisi sanakan tugasnya. Hal itu dikritik oleh nara sumber
kemaskulinan ketika mereka dihadapkan untuk PR pria yang berpengalaman lebih dari 15 tahun
mengambil keputusan yang tegas. Hal tersebut sebagai praktisi PR konsultan untuk perusahaan
mematahkan argumen yang selama ini mengang- multinasional. Ia berpendapat bahwa posisi public
gap proses pengambilan keputuan wanita lebih relations dalam industri hotel bukan sebagai fungsi

33
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

menejemen melainkan hanya the face of company bangga, egois, bermoral, dapat dipercaya, penentu,
yang menyebabkan kekeliruan dalam mempersep- kompettiitf, dan berjiwa peluang.
sikan profesi PR. Karena penelitian ini dikaji den- Tujuah area maskulinitas ini dikembangkan
gan metode fenomenologi, penulis lebih banyak oleh Janet Saltzman Chafez pada tahun 1970-an.
berfokus pada cerita pengalaman dalam memaknai Konsep maskulinitas mencair dan tidak mene-
preferensi gender dalam profesi public relations. tap sesuai dengan budaya masyarakat setempat.
Dari jawaban seluruh responden dalam penelitian
Feminitas Pada Profesi Public Relations Sektor peneliti menemukan adanya perubahan konsep
Swasta maskulinitas di tahun 2016 yang ada dalam diri PR
Seluruh responden dalam penelitian ini mem- pria seperti;
bagi indikator femininitas dalam dua kategori yang Fisik ditandai dengan sosok pria yang peduli
pertama adalah penampilan fisik dan yang kedua dengan penampilan, mereka memakai baju yang
adalah sifat feminim (yang dinilai alami pada diri selaras yang mendukung identitas maskulin
perempuan).Kategori pertama yakni penampilan lainnya. Hal ini karena mereka berperan sebagai
fisik.Definisi penampilan fisik sesuai dengan jawa- perwakilan perusahaan untuk tampil didepan
ban keempat responden ini adalah berpenampilan publik. Penampilan yang sangat menunjukkan
menarik, berdandan make-up, rapih, memakai bahwa mereka profesional, kredibel, dan tidak
pakaian yang rapi, sesuai dengan citra perusahaan, norak dalam berpakaian serta rapi.
dan membangkit inner beuaty sehingga memung-
kinkan adanya komunikasi yang efektif. Indikator Fungsional, para pria dibentuk oleh masyara-
yang kedua yaitu sifat feminim yang ada dalam diri kat sebagai sosok pencari nafkah dan penyedia,
seorang wanita seperti keibuan, empati dan simpati hal ini tetap sama, dan tidak berubah. Apalagi
terhadap persoalan publik (humanis), conformist, Indonesia merupakan negara yang masih kental
emosional dalam berpendapat/berbicara, lambat dengan budaya partiarki dimana pria dituntut
dalam mengambil keputusan yang berkaitan den- untuk menjadi sosok yang bertanggung jawab
gan menejemen, lemah lembut, sociable (mudah untuk menafkahi keluarnya dan selalu bersedia
bergaul), dan memiliki nilai inner beuaty. berkorban agar keluarga hidup berkecukupan.
Ditambah lagi Indonesia merupakan negara
Maskulinitas Pada Profesi Public Relations yang sangat maskulin, dimana kekayaan men-
Sosiolog Janet Saltzman Chafez seperti yang jadi hal yang lebih penting dibandingkan den-
dikutip oleh Nurzakiah Ahmad: 2009, p. 18) ada gan kualitas hidup. Sehingga menurut penil-
tujuh area maskulinitas yang ada dalam diri pria ian salah satu responden PR pria berpendapat
dan diterima oleh masyarakat yaitu fisik digambar- pria lebih banyak bekerja sebagai PR corporate
kan sebagai sosok yang menonjolkan kejantanan, di perusahaan swasta terutama industri berat
atletis, sosok kuat, berani, tidak peduli dengan (minyak, oil, gas, pertambangan, dan sejenis-
penampilan fisik dan proses penuaan (tidak peduli nya dibandingkan dengan industri soft (seperti
dengan perawatan wajah atau tubuh),; Fungsional, hotel, fashion, makanan, dan lain-lain). Karena
para pria dibentuk oleh masyarakat sebagai sosok prospek jenjang karir dan gajih yang diterima
pencari nafkah dan penyedia,; Seksual yaitu sosok lebih besar. Tidak dapat dipungkiri lagi hal ini
yang agresif, berpengalaman, dan status lajang disebabkan karena faktor budaya partiarki dan
diterima,; Emosional dicirikan dengan pria tidak maskulin yang menempatkan pria sebagai so-
emosional dan selalu tenang,; Intelektual diciri- sok pencari nafkah dan persedia bagi dirinya
kan dengan cara berfikir logika, intektual rasional, sendiri dan keluarga. Seksual yaitu sosok yang
obejktif dan praktikal,; Interpersonal yakni mereka agresif, berpengalaman, dan status lajang diteri-
adalah sosok pemimpin, mendominasi, disiplin, ma. Sesuai dengan data dilapangan salah satu
mandiri, dan indivualis,; dan Komponen karakter pendapat PR wanita mengatakan bahwa PR pria
personal lainnya berorientasi sukses, ambisius, di Industri kreatif ketika sedang bernegoisasi

34
Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro, Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender

dengan klien mereka cenderung agresif, egosis, Komponen karakter personal lainnya berori-
dan tidak sabaran. Mereka ingin dinilai sebagai entasi sukses, ambisius, bangga, egois, ber-
sosok yang berpengalaman dalam bidang in- moral, dapat dipercaya, penentu, kompetitif,
dustri ini, dan mengenai status lajang memang dan berjiwa peluang. Dari keseluruhan hasil
menjadi konsuensi bagi pria ataupun wanita wawancara peneliti menemukan indikasi ini.
yang bekerja sebagai PR konsultan karena tun- Memang sosok pria lebih cenderung berorien-
tutan pekerjaan mereka yang berfikir keras dan tasi pada kesuksesan, ambisius dalam berkarir,
bersedia melayani klien serta pihak stakehold- narsis, egois, kompetitif, dan berjiwa peluang.
er eksternal kapanpun. Area seksualitas tidak Dibandingkan dengan wanita, mereka sosok
berubah. yang keibuan, peduli dengan hal-hal kemanu-
sian, empati, dan simpati. Walaupun demikian,
Emosional, memang dari jawaban seluruh ada juga PR wanita di dunia agency atau kreatif
responden sosok pria lebih tenang dari pada komunikasi memiliki karakter seperti indikator
wanita namun ada juga wanita yang tenang wa- personal lainnya sesuai dengan konsep masku-
laupun mereka sedang bekerja berada dibawah linitas menurut Janet.
tekanan.
Pengaruh Gender Terhadap Peran Praktisi PR
Intektual, dari jawaban seluruh nara sumber Wanita dan Pria
dalam penelitian ini mengakui memang PR pria Dari hasil penelitian di lapangan menunjuk-
sangat logis, rasional, objektif, dan praktikal kantidak ada kolerasi atau hubungan antara peran
dalam berifikir dan mengambil keputusan ke- gender praktisi PR dengan peran dominan mereka
tika melaksanakan tugasnya sebagai PR di pe- dalam suatu organisasi. PR pria dan wanita sudah
rusahaan. Dalam studi ini pria yang berprofesi menunjukkan keseteraan gender.Baik pria maupun
sebagai PR distreotypekan sebagai sosok yang wanita sama-sama dituntut untuk mampu menger-
berfikir logis, rasional, objektif, dan praktikal jakan pekerjaan berat berupa menejerial dan juga
dalam berfikir terutama saat mereka harus men- teknisi komunikasi.Industri swasta terutama peru-
gambil keputusan. Sementara wanita dipersep- sahaan multinasional yang menempatkan PR seb-
sikan sebagai sosok yang berfikir emosional dan agai fungsi menejemen tidak ditemukan adanya in-
sensitif serta tidak objektif. Walupun demikian dikasi diskriminasi gender.Mereka memiliki tugas
penulis juga menemukan bahwa PR wanita dan tanggung jawab yang sama, kedudukan untuk
ada juga yang memiliki intektual yang sangat mendapatkan jenjang karir, dan mendapatkan re-
maskulin. Mereka dituntut untuk berfikir keras, uminasasi yang setara. Disatu sisi penulis men-
logis, rasional, objektif, dalam berfikir terutama emukan indikasi maskulinitasasi identitas peran
ketika sedang dihadapkan dengan situasi krisis gender antara PR pria dan wanita bersifat mencair
menejemen dan mengambil keputusan. Hal ini dan tidak menetap disesuaikan dengan kondisi
disebabkan karena tuntutan pekerjaan, kebutu- situasi yang terjadi. Dari jawaban 2 nara sumber
han perusahaan, budaya perusahaan, dan jenis PR wanita mereka harus mampu berani mengam-
industri bil resiko, berfikir keras, logis, dan rasional dalam
mengambil keputusan.
Interpersonal yakni mereka adalah sosok pe- PR pria mapun wanita sama-sama berperan se-
mimpin, mendominasi, disiplin, mandiri, dan bagai expert presciber dimana mereka sama-sama
indivualis, selain itu juga dari segi personal, memiliki tugas dan tanggung jawab dalam men-
PR pria sebagai sosok yang sangat mengontrol gidentifikasi potensi masalah-masalah menejemen
terutama ketika sedang mengawasi gerak gerik krisis perusahaan, mengembangkan rancangan
bawahannya dan menitoring kegiatan menjem- program komunikasi korporasi, dan bertanggung
enen komunikasi korporasi yang juga mencak- jawab penuh atas pelaksanaan program komunika-
up seluruh aktivitas menejemen perusahaan. si korporasi.PR wanita juga melakukan pekerjaan

35
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

menejerial dan teknisi komuikasi. PR pria dan wanita berifkir logis, rasional, berani
Dalam situasi krisis menejemen PR wanita mengambil keputusan untuk melaksanakan suatu
lebih dominan berperan sebagai communication kebijakan terutama dalam penangan krisis mene-
fasilitator dari expert preciber (menejerial job jemen perusahaan, sosok pemimpin, sosok yang
deks). Hal ini disebabkan adanya perbedaan per- unggul dalam menjawab permasalahan meneje-
sepsi yang terbentuk dari identitas dan peran PR men perusahaan, dan cepat mengambil keputu-
wanita sebagai sosok pendengar yang baik, sabar, san. Pria dan wanita memiliki tugas dan tanggung
peduli dengan masalah-masalah kemanusian, flex- jawab yang sama. Physical charateristics dari diri
ibel dalam bernegoisasi, dan memiliki penampilan PR wanita dan pria sesuai dengan trait mereka.
yang menarik serta memiliki sifat-sifat feminim Penampilan pria yang sangat maskulin yang men-
yang komunal dengan tujuan untuk menumbuhkan garah pada penampilan pria metroseksual sehing-
simpati publik dan mampu mengubah persepsi dan ga menimbulkan kesan sebagai komunikator yang
opini publik terhadap citra dan reputasi suatu peru- kredibel dihadapan publik dari keselarasan warna
sahaan atau organisasi. Jika perusahaan tidak men- pakaian yang dikenakan oleh mereka (PR pria).Se-
galami krisis menejemen maka PR wanita dan pria mentara itu penampilan fisik wanita yang merujuk
memiliki peran yang sama sebagai expert presci- pada kesempurnaan fisik. Mereka harus berdandan
ber, communication faslitator, problem solving, menggunakan make up, pakaian rapi yang mencer-
dan teknisi komunikasi. Kolerasi diantara iden- minkan budaya organisasi perusahana yang mer-
titas gender dan perbedaan peran gender dengan eka wakili, dan menampilan inner beauty sehingga
dominasi peran PR wanita dan pria tidak terlihat menimbulkan kepribadi yang menarik selain me-
menonjol kecuali saat krisis. Proposisi ini hanya nonjolkan atribut komunal dan agentk.
berlaku bagi PR wanita dan pria yang bekerja di Menurut penilaian Eagly (1987) teori ini meng-
perusahaan multinasional yang sudah menyadari gunakan pendekatan budaya untuk mengkaji per-
penting PR dalam stukural bedaan seks dari pada sekedar cultural approach.
Hasil temuan peneli dilapangan menujukkan bah-
Social Rule Public Relations wa perusahaan swasta yang terdiri dari beberapa
Menurut Egaly (1987) seperti yang dikutip oleh elemen seperti identitas profil perusahaan (logo,
Deaux and Lewis (1983) mengemukan bahwa the visi, dan misi), jenis industri swasta, budaya or-
sexual division of labour and societal expectations ganisasi, dan keadaan menejemen internal meru-
based on stereotypes produce gender roles. Gen- pakan faktor utama proses kontruksi peran gender
der stereotypes vary on four dimensions: traits, dan perilaku PR pria dan wanita. Pada perusahan
role behaviours, physical characteristics and oc- industri berat perusahaan lebih mengutamakan pria
cupations.Sterotype gender terbagi menjadi 4 de- dibandingkan dengan wanita.Sementara itu dalam
minsi yakni traits (atribut), role behavior (peran industri soft seperti perhotelan memang membu-
perilaku), karaktertsitik, dan pekerjaan. Akibat tuhkan sentuhan feminim dan komunal untuk ke-
dari perbedaan sex dan harapan masyatakat sosial pentingan bisnis. Sehingga dalam industri perho-
terhadap PR pria dan wanita berdasarkan jawaban telan mereka sangat masih gender dan sex oriented
seluruh responden adalah mereka setuju bahwa di- dalam mempekerjaan PR. PR wanita dianggap
mesni komunal ada dalam diri PR wanita semen- lebih unggul dalam melayani tamu karena mereka
tara dimensi agentik terdapat dalam diri pria.Wa- memiliki konsep nilai feminim dan komunal yang
laupun demikian atribut ini sifat mencair, dinamis, sangat signifikan berdampak pada kepentingan
dan mengalami pergeseran ketika terjadi krisis bisnis. Identitas gender sesuai dengan atribut ko-
menejemen.Misalnya 2 responden PR wanita men- munal dan agentik dan perilaku yang menujukkan
gakui bahwa mereka harus menampilkan atribut identitas PR maskulin atau feminim tergantung
agentik ketika perusahaan tenpat mereka bekerja dari ekspetasi perusahaan yang mempekerjakan
sedang mengalami krisis menejemen. Dari segi mereka. Perusahaan memandang pria dan wanita
rule behavior Pihak perusahaan swasta berharap sudah setera walapun demikian ketika terjadi krisis

36
Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro, Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender

maka perempuan yang harus mempersuasif media dengan tamu, SOP dan PR and marketing commu-
dan khalayak publik dengan menonjolkan atribut nication Rules hotel ketika mereka sedang melak-
komunal dari penampilan fisik, sikap, dan perilaku. sanakan tugas mereka sebagai PR termasuk etika
profesi PR hotel. Industri perhotelan membutuh-
Proses Kontruksi Profesi Public Relations kan PR wanita sebagai representasi hotel dan ni-
Proses kontruksi profesi public relations tidak lai-nilai feminisme yang dikontruksi oleh industri
terlepas dari implikasi teori kontruksi realitas so- perhotelan yang kemudia diterima oleh para prak-
sial yang dikembangkan oleh Thomas Luckman tisi PR hotel untuk mempermudah dalam membina
dan Berger yang terdiri dari tiga konsep utama hubungan baik dengan para tamu dan stakeholder
yaitu eksternalisasi, objektivisasi, dan internalisasi lainnya, dengan PR wanita yang berwajah cantik
(Berger & Luckmann, 1990, p. 57). dan berpenampilan feminim dapat memperlancar
proses lobbying dan negoisasi karena PR hotel
Tahap Eksternalisasi banyak melakukan kegiatan lobbying dan negoisa-
Menurut Berger & Luckmann (1990, p. 57) ta- si dalam melaksanakan tugas dimana mereka harus
hap pertama dalam proses kontruksi adalah ekster- melibatkan pihak ketiga untuk merancang acara ta-
nalisasi. Eksternalisasi merujuk pada tahapan hun baru agar gotel tersebut dibanjiri oleh tamu.
awal dimana seseorang menyesuaian diri dengan Ia juga harus bernegoisasi dengan media agar ke-
dunia sosio-kultural sebagai produk manusia (so- giatan publisitas berjalan degan baik dan semakin
ciety is a human product). Tahapan eksternalisasi banyak media yang memberitakan hotel tersebut.
dimulai dari tahapan para responden mempela- Media sebagai alat promosi pemasaran yang efek-
jari identitas perusahaan, budaya perusahaan, dan tif.Nilai-nilai maskulinitas profesi PR diajarkan
karakter psikologis pimpinan dan karywan dalam melalui kegiatan traning perusahaan. Dimana mer-
perusahaan swasta tempat dimana ia bekerja. Dari eka diajarkan dan didik untuk menjalankan peker-
situ mereka kemudian menyesuaikan diri mereka jaan mereka sebagai Corporate PR sesuai dengan
dengan keadaan sosiokultual perusahaan tersebut. SOP perusahaan, mereka dapat bersikap flexibel
Mereka diajarkan oleh pihak perusahaan swasta, dalam menerima dan bersedia mengikuti budaya
misalnya dalam industri perhotelan, mereka harus perusahaan, mereka juga dituntut menata penampi-
menata penampilan fisik mereka mulai dari cara lan yang rapi dan menarik serta bagi mereka yang
berpakaian rapi (menggunakan seragam bersa- bekerja di konsultan PR klien dan atasan berperan
maan dengan name tag nama), menggunakan make penting dalam proses konstruksi profesi PR seb-
up dan lipstik agar terlihat feminim, rambut rapi, agai profesi yang maskulin.
dan aturan atribut komunal dan cenderung feminim
mulai dari etika komunikasi misalnya gaya bahasa Tahap Objektivisasi
mereka lemah lembut, komunikatif, ramah, murah Menurut Berger & Luckmann (1990, p. 57)
senyum dan responsif ketika menghadapi tamu- Objektivisasi merupakan hasil dari eksternalisa-
tamu hotel dan pihak stakeholder external lainnya si yang dihasilkan dari kegiatan interaksi sosial
seperti media dan pemerintah. Hal itu disesuaikan dalam konteks dunia yang sifatnya intersubjektif
dengan kebutuhan industri perhotelan. yang terlembaga (society is an objective reality).
Bagi PR pria yang bekerja di hotel mereka ha- Tahapan ini terjadi setelah responden mendapat-
rus seperti sosok pria metrosexual dan melakoni kan materi training mengenai PR rules di perusa-
atribut komunal mulai dari gaya bicara mereka ra- haan swasta, sikap dan perilaku mereka berubah
mah, kepribadian yang hangat, dan juga murah se- sesuai dengan aturan norma perusahaan termasuk
nyum. Konsep feminisme dan maskulinitas dalam juga pembagian job desk. Berkaitan dengan proses
industri perhotelan disampaikan melalui program objektivasi, pada tahap ini identitas gender dan
traning dimana mereka belajar untuk mengem- peran mereka dikontruksi oleh perusahaan. Pada
bangkan diri mereka sebagai seorang praktisi PR industri berat seperti minyak, gas, dan batu bara
hotel mulai dari cara berpenampilan, berbicara profesi public relations dikontruksi sebagai pro-

37
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

fesi maskulin. Karena industri berat membutuhkan Menurut Berger & Luckmann (1990, p. 57)
sentuhan maskulin, baik pria maupun wanita harus internalisasi didefiniskan sebagai proses individu
berikifir logis, rasional, dan tidak emosional dalam yang mengindentifikasi dirinya sendiri di tengah
mengambil keputusan, menganalisis situasi dan lembaga-lembaga sosial dimana individu tersebut
kondisi perusahaan untuk merumuskan berbagai terdaftar sebagai anggotanya. Internalisasi dibagi
program komunikasi korporasi perusahaan, bera- menjadi dua kategori yaitu Profesi PR feminim
ni mengambil resiko, dan menghadapi tantangan pada industri perhotelan yang terbagi dari dua di-
yang semakin kompleks akibat dari perkembangan mensi yakni penampilan fisik yang sempurna, can-
teknologi dan komunikasi seperti yang terjadi pada tik, terkesan elegan, dan agun dan dimensi kedua
saat ini dimana setiap perusahaan harus mempun- adalah sifat dan karakteristik PR hotel yang bersi-
yai dan melaksanakan program komunikasi digi- fat komunal ditandai dengan sikap dan perilaku
tal yang tentu berdampak pada menjemen reputasi mereka yang peduli dengan yang lain, tidak ego-
dan pecitraan perusahaan. Sehingga peneliti me- is, ramah, tutur kata yang sopan, murah senyum,
lihat dapa bidang industri berat adanya maskulin- melibatkan emosional, dan responsif terhadap kri-
isasi. Bukan pada rasio PR pria dan wanita atau- tik dan saran dari tamu hotel (Eagly, 1997). Inter-
pun dominasi pria dan wanita yang menduduki nalisasi pada industri berat digambarkan sebagai
stuktural jabatan Public Relations di perusahaan sosok PR pria yang sangat maskulin dan agentik.
namun lebih pada pendekatkan terhadap stuktural Gender dalam profesi PR dinamis dan berubah
budaya Indonesia yang memang maskulin.Dibuk- sesuai dengan perkembangan zaman, teknologi,
tikan dengan adanya skor 46 untuk dimensi mas- dan perubahan sosial budaya suatu masyarakat.
culin yang ditemukan oleh Hofstede pada tahun Peran dan perilaku mereka seperti pemimpin dan
1983. pengontrol sama seperti prinsip PR sebagai fungsi
Peran gender wanita sebagai problem solv- menejemen. Mereka sebagai sosok dibalik layar
ing, sosok pencari nafkah sama dengan pria, pe- yang hard thinking dalam mengambil keputusan
mikir keras, logis, dan rasional serta cepat dalam yang berkaitan dengan masalah menejemen.Mer-
mengambil keputusan dikontruksi melalui proses eka juga terlihat sebagai sosok yang berani ambil
objektivisasi. Atribut dimensi komunal dan agen- resiko dan menyuka tantangan. Pekerjaan mereka
tik yang akhir terlihat dari perilaku PR wanita membuat mereka seperti sosok yang tahan banting,
dan pria sebagai indikator maskulin dan feminim mampu bekerja dibawah tekanan, dan tetap rasion-
dalam industri swasta bersifat dinamis dan ketika al tidak melibatkan aspek emosional. Tiga subtansi
terjadi krisis para wanita harus menampilkan dan teori konstruksi sosial realitas ini menyebabkan
berprilaku sesuai dengan indikator dimensi agen- adanya ketegangan dan kerumitan antara identitas
tik.Saat perusahaan mengalami krisis menejemen gender praktisi PR dengan budaya perusahaan, je-
maka mereka tidak selalu menampilkan dimensi nis sektor bidang industri, budaya individu, kebu-
agentiknya melainkan komunal. Jika dibanding- tuhan perusahaan, dan masih banyak elemen yang
kan dengan industri perhotelan yang sangat femin- lainnya.
ime gender oriented mengkontruksi sosok PR yang Social rules theory menempatkan posisi pria
komunal untuk memperlancar proses negoisasi, dan wanita yang bekerja sebagai PR di perusahaan
persuasif, dan mendatangkan bisnis profit di hotel. swasta setara. Hal itu diperkuat dengan adanya
Konseskuensinya adalah Profesi PR kerap dilabeli temuan motifikasi gender praktisi PR dengan dom-
profesi feminim dan komunal oriented profession inanasi peran mereka ketika bekerja di perusahaan.
ditambah dengan adanya sebuah penelitian dari Proposisi Social rules teori tidak digeneralisasi ter-
(Bonachristus Umeogu & Ojiakor Ifeoma, 2012, gantung dari setiap individu yang bekerja di pe-
p. 150) yang menggungkapkan bahwa profesi PR rusahaan swasta yang berbeda. Setiap perusahaan
distreotype sebagai pekerjaan wanita dan peker- tentu memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda
jaan feminim karena exploitasi media yang selalu tentang konsep keseteraan gender antara pria dan
menampilkan sosok wanita sebagai PR. wanita, pemahaman PR sebagai fungsi meneje-

38
Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro, Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender

men, dan standard penempatan PR dalam stuktur profesinya PR di Indonesia lambat perkembangan
organisasi sebagai fungsi menejemen. Untuk me- karena keterbatasan pemahaman orang Indonesia
maparkan gender yang sangat berkolerasi dengan tentang PR dan bagaimana itu PR dapat berkon-
stuktur budaya maka social rules theory harus tribusi mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
dilengkapi dengan teori lainnya yang memaparkan perusahaan dan mempertahankan corporate brand
bagaimana budaya mengkontruksi peran gender di lingkungan bisnis yang kompetitif (The Jakarta
dan perilaku antara pria dan wanita. Profesi pub- Post, 2000). Prayitno (2001, dalam Simorangkir,
lic relations juga masih berindikasi gender femi- 2010:71-89) salah satu tantangan terbesar terhadap
nim ataupun maskulin ketika perusahaan sedang perkembangan PR adalah pengambilan keputusan
mengalami krisis komunikasi dan saat penerapan organisasi memiliki kesalahapahaman atau kesala-
fungsi dan peran PR di industri perhotelan. Teori han persepsi tentang aktivitas PR. PR dipandang
ini hanya mampu menjelaskan kesetaraan gen- tidak jauh image selling dengan mempekerjan
der terjadi karena pemahaman perusahaan yang wanita yang cantik dan menarik dengan hanya
memandang PR sebagai fungsi menejemen, dan mengucapkan sesuatu yang memuaskan organ-
peneliti melihat adanya kolerasi kontruksi identi- isasi (Priyitno, 2001, dalam Simorangkir, 2010,
tas gender praktisi PR dengan perusahaan swasta, p. 71-89). Selain itu eksploitasi media yang mem-
jenis bidang, industri, budaya organisasi, dan kara- buat image profesi ini buruk diperkuat dengan
kteristik psikologis menejemen internal perusa- penemuan Miller (1999) yang mengkaji tentang
haan swasta. Peneliti hanya menemukan proses representasi profesi PR dalam film-film produki
kontruksi profesi PR sebagai profesi yang masku- Holywood. Misalnya saja dalam film Sex In The
lin dan feminim sangat rumit dan tidak menutup City, ada seorang wanita bernama Samantha Jones
kemungkinan adanya ketegangan antara idenditas yang memerankan tokoh sebagai praktisi Public
gender praktisi PR dengan kebutuhan perusahaan, Relations di sektor industri hiburan. Ia ditampilkan
jenis bidang industri, identitas perusahaan swasta, dengan fisik yang sempurna, pakaian yang modern
budaya organisasi, dan teori konstruksi sosial real- dan fashionable, gaya hidupnya yang konsumtif
itas harus berdampingan dengan social rules teori dan hedonisme.
untuk mengkaji indikasi keseteraan gender dalam Karakter feminim ditonjolkan dengan sifatnya
profesi PR. yang bersahabat, supel, lemah lembut, dan dalam
adegan film tersebut.Samanta Jones melakukan
Simpulan adegan kencan dengan tokoh aktor yang berperan
Profesi public relations cocok untuk pria atau sebagai seorang calon aktor yang sedang mengi-
wanita namun tergantung pada jenis industri, ke- kuti casting.Sex sebagai jalur untuk mendapatkan
butuhan perusahaan, dan tantangan yang diha- pekerjaan yang lebih baik. Media telah melaku-
dapinya. Pada industri sektor swasta bidang per- kan proses kultivasi terhadap profesi PR sehingga
minyakan, gas, dan batu bara lebih cenderung profesi tersebut dianggap tidak memiliki nilai pro-
maskulin dan lebih cocok diperankan oleh pria se- fesionalisme, profesi feminim, dan profesi yang
dangkan pada industi soft seperti perhotelan, fash- mementingkan penampilan fisik dan dikontasikan
ion, makanan dan minuman, serta kosmetik lebih dengan pekerjaan yang menyangkut body dan sex.
cenderung feminim dan lebih cocok untuk diper- Walaupun demikian bagi sebagian responden pada
ankan oleh wanita. studi ini profesi PR di beberapa negara masih dise-
Profesi public relations sepenuhnya belum dapat but sebagai sebuah profesi yang profesional sep-
disebut sebagai profesi yang profesional.Dari hasil erti di Rusia (Tsetura, 2014), Belanda (Van Ruler
penelitian ini masih ada responden yang menilai & Elving), dan Indonesia (Simorangkir, 2010 &
bahwa PR bukan sebagai profesi sepenuhnya yang 2011) namun sampai saat ini apakah PR sudah
profesional. Padahal perkembangan industri per- menjadi profesi yang profesional masih menjadi
ekenomian yang berdampak pada peningkatan pe- perdebatan.
rusahaan merekrut PR semakin tinggi tapi dari segi Selain itu juga Diskriminasi gender pada pro-

39
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

fesi public relations pada sektor swasta di Jakarta Boschma, J., & Groen I. Generatie Einstein: slim-
masih terjadi. Peneliti menemukan bahwa masih mer, sneller, socialer, Communiceren met
Gaji PR pria lebih besar dari pada gaji PR wanita. jongeren van de 21e eeuw [Generation
PR wanita mengalami kesulitan dalam negoisasi Einstein: brighter, faster, more social].
gaji.Padahal wanita lebih banyak bekerja dari pria. Amsterdam: FT Prentice Hall Financial
Bentuk diskriminasi lain adalah adanya pengakuan Times. 2008.
dari salah satu responden dalam studi ini yang ha-
rus mengalami kegagalan mendapatkan pekerjaan Boyd, Karen S. “GLASS CEILING.” Encyclope-
karena suku, ras, dan agama. dia of Race, Ethnicity, and Society. Ed. .
Hasil kajian ini hanya berlaku pada respon- Thousand Oaks, CA: SAGE, 2008. 549-
den yang spesifik dengan metode penelitian studi 52. SAGE Reference Online.Web. 30 Jan.
kasus, oleh karena itu alangkah baiknya apabila 2012
penelitian ini dapat dikembangkan dengan metode Broom M. Gleen., Cutlip M. Scott., and Center H.
penelitian kuantitatif untuk melengkapi data ten- Allen. Effective Public Relations.New
tang kajian gender dan PR serta menjadi sumber Jersey: Prentice Hall International Inc.
referensi bagi penelitian berikutnya. Jurnal dapat 2012.
diharapkan jugasebagai bahan ajar bagi akademisi
yang mulai harus memonitoring isu gender dalam Broom, G. & Dozier, D. Advancement for public
profesi PR karena telah menunjukkan indikasi relations role models. Public Relations
ketidakadilan gender. Review, 8(3), 37-56. 1986.
Broom, G. & Smith, G.Testing the practitioner’s
Daftar Pustaka impact on clients. Public Relations Re-
Aldoory, L., & Toth, E. Gender discrepancies in a view, 5 (3), 47-59. 1979.
gendered profession: A developing theory Cameron, Deborah. Performing Gender Identity:
for public relations. Journal of Public Re- Young Men`s Talk and The Construction
lations Research. 2002. of Heterosexual masculinity. Dalam Sally
Alwasilah, A.Chaedar. Pokoknya Kualitatif: Johnson& Ulrike Hanna Meinhof (Ed),
Dasar–Dasar Merancang dan Melakukan Language and Masculinity (hlm. 47-64)
Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.Dunia Oxford England : Basil Blackwell. 1997
Pustaka Jaya. 2011. Crawford, Mary. Talking Difference: On Gender
Andrews, Deborah C & Andrews, William. Busi- and Language. London: Sagevy. 1995.
ness Communication. New York: Mac- Creswell, J. W. Qualitative Inquiry And Research
millan Publishing Company. 1988. Design : Choosing Among Five Tradition.
Anselmi, D.L & Law, A.L.Questions of Gender: London : Sage Publication. 2013.
Perspectives and Paradoxes.Boston: Denzin, Norman K. & Yvonna S. Lincoln. Hand-
McGraw-Hill. 1998. book of Qualitative Research. Terjemahan
Ardianto, E. Tri Dasawarsa Perhumas Indonesia. oleh Dariyanto dkk. Yogyakarta: Pustaka
Pikiran Rakyat. 2002. Retrieved August Pelajar. 1998.
27, 2003, from http://www.pikiran-raky- Denzin, Norman K. & Yvonna S. Lincoln. Hand-
at.com/cetak/1202/15/0802.htm book of Qualitative Research. Terjemahan
Bogdan Robert & Steven J Taylor, Kualitatif , oleh Dariyanto dkk. Yogyakarta: Pustaka
Dasar-dasar Penelitian, Usaha Nasional, Pelajar. 2009.
Surabaya. 1993. Diana and Backlund. Exploring Gender Speak:

40
Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro, Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender

Personal Effectiveness in Gender Com- 1991.


munication. New York: McGraw-Hill.
2000. Elizabeth Goenawan Ananto. ”Public Relations,
Sebagai Koalisi Yang Dominan, Mung-
Dozie, M. David, Sha Ling Bey, & Shen Hong- kinkah?”, makalah pada Konvensi Perhu-
mei Shen. (2013). Why Women Earn Less mas di Yogyakarta. 2004.
Then Men: The Cost Of Gender Disrcim-
ination In U.S Public Relations. Public Eriyanto. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Isi
Relations Journal, 7 (1) Media. Yogyakarta : LKIS. 2001.

Eagly, A.Sex differences in social behaviour: A so- Flodin.B. In: B. van Ruler & D. Verčič, Public re-
cial role interpretation. Hilldale, NJ: Erl- lations and communication management
baum. 1987. in Europe (pp. 413-424). Berlin: Mouton
de Gruyter. 2004.
Eagly, A. H. The science and politics of comparing
women and men.American Psychologist, Ford, J.D., Ford, L.W., & McNamara, R.T. Re-
50, 145-158. 1995. sistance and the background conversa-
tions of change.Journal of Organizational
Eagly, A. H., & Steffen, V.J. Gender stereotypes Change management, 15 (2), 105- 121.
stem from the distribution of women and 2002.
men into social roles. 1984.
Frey, L. R., C. H. Botan dan G. L. Kreps. Inves-
Eagly, A. H., &Carli, L. L.Sex of researchers and tigating Communication: An Introduction
Sex-type communication as determinant to Research Methods. Needham Heights,
of sex difference studies.Psychology Bul- USA: Allyn & Bacon. 2000.
letin, 90, 1-20. 1981.
Grunig, J.E. Excellence in Public Relations and
Eagly, A. H.,& Johnson, B. T. Gender and Leader- Communication Management. New Jer-
ship style: A meta-analysis. Psychology sey, Lawrence Erlbaum Associate, Inc.
Bulletin, 108, 233-256. 1990. 1992.
Eagly, A.H. Sex differences in social behaviour: Kuswarno, Engkus. Tradisi Fenomenologi Pada
Comparing social role theory and evalu- Penelitian Komunikasi Kualitatif: Sebuah
ationary psychology. American Psychol- Pengalaman Akademis. Jurnal Nasional
ogy, 50, 1380-1883. 1997. Media Tor, 7 (1), 47-57. 2006.
Eagly, A.H., Wood, W., &Diekman, A.B. Social Salim, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian So-
role theory of sex differences and simi- sial. Yogyakarta: TiaraPT. Tiara Wacana.
larities: A current appraisal. In T. Eckes& 2006.
H. M. Trautner (Eds.), The developmen-
tal social psychology of gender (pp. 123- I Gusti Ngurah Putra. Manajemen Hubungan
174). Mahwah, NJ: Erlbaum. University Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit UAJ.
of Ghana. 2000. http://ugspace.ug.edu.gh 1999.
58 Grunig, L. Power in the public relations depart-
Eagly, Sex differences in social behaviour: A so- ment. In L. Grunig & J. Grunig (Eds.),
cial roles interpretation (pp.70-85) Law- Public Relations Research Annual 2, 115-
rence Erlbaum Associates : Hillsdale. 155, 124. Hillside, NJ: Lawrence Erl-
baum. 1990.
Effendy, Onong Uchjana. Pengantar Ilmu Komu-
nikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Grunig, L.A., Grunig, J.E., & Dozier, D.M. Excel-

41
WACANA, Volume 16 No. 1, Juni 2017, hlm. 27 - 42

lent public relations and effective organi- Press. 2001.


zations. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates. 2002. Hasbiansyah, O. Pendekatan Fenomenologi: Pen-
gantar Praktik Penelitian Dalam Ilmu So-
Grunig, L.A., Toth, E.L., & Hon, L.C. Women in sial dan Komunikasi. Jurnal Mediator, 9
public relations: How gender influences (1), 163-180. 2008.
practice. New York, NY: The Guildford

42

Potrebbero piacerti anche