Sei sulla pagina 1di 18

PANCASILA AS THE HISTORY OF THE NATION

DI

OLEH:

KELOMPOK 7
1. MUHAMMAD TIANSYAH PRATAMA (09021381823090)
2. IHTIAR ALFATH RADEN PANGESTU (09021381823093)
3. DEFITA AULI RAMADHIA (09021381823078)

FAKULTAS ILMU KOMPUTER


JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PREFACE

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang
berjudul “Pancasila As The History Of The Nation”.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki ke
depannya maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekukarangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Palembang , 18 Febuari 2019

i
TABLE OF CONTENTS

PREFACE............................................................................................... ........ i

TABLE OF CONTENTS................................................................................. ii

CHAPTER I INTRODUCTION

A. Background of the paper........................................................................ 1


B. Problem Identification............................................................................ 2
C. Writing Purpose...................................................................................... 2

CHAPTER II DISCUSSION

A. Pancasila in the pre-independence era.......................................... ........ 3

B. Pancasila in the era of independence........................................... ....... 6

C. Pancasila in the old order era....................................................... ....... 8

D. Pancasila in the new order era................................................................10

CHAPTER III FINAL

A. Conclusion ........................................................................................... 14

BIBLIOGRAPHY.......................................................................................... 15

ii
CHAPTER 1

INTRODUCTION

A. BACKGROUND OF THE PAPER

Pancasila is the five noble bases that existed and developed together with the
Indonesia people since a long ago. History is a series of interconnected events.
Past events that are related to present events and all lead to the future. This means
that all human activities in the past are relazed to the present life to realize a
future that is defferent from the previous period.

The basis os the state is a foundation or damen which becomes the basis and is
able to provide strength to the establishment of a foundation or platform, namely
Pancasila. Pancasila, in its function as the basis of the state, is the source of the
rule of law governing the Republik of Indonesia, including all its elements,
namely the goverment,region, and the people. Pancasila in its position is the
foundation of the administration of the country and te entire life of the Republic
of Indonesia.

Pancasila as the basis of the state has the meaning of regulating the
administration of goverment. The consequence is that pancasila is the source of
all sources of law. This places pancasila as the basis of the state which means
implementing pancasila values in all applicable laws and regulations. Therefore,
all regulations in the republic of the Republic of Indonesia should be sourced
from the pancasila.

1
B. Problem Identification

1. Pancasila in the pre-independence era ?

2. Pancasila in the era of independence ?

3. Pancasila in the old order era ?

4. Pancasila in the new order era ?

C. Writing Purpose

1. Explained Pancasila in the pre-independence era ?

2. Explained Pancasila in the ra of independence ?

3. Explained Pancasila in the old order era ?

4. Explained Pancasila in the new order era ?

2
CHAPTER II
DISCUSSION
A. PANCASILA IN THE PRE-INDEPENDENCE ERA

Pancasila merupakan khasanah budaya Indonesia. Nilai-nilai yang


terkandung pun sudah lama mendarah daging di dalam kehidupan berbudaya
bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang ada pada Pancasila bahkan hidup sejak dahulu
dalam sejarah Indonesia. Lalu, sebagai salah satu tonggak sejarah yang
merefleksikan dinamika kehidupan kebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila adalah termanifestasi dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah
yang satu, tanah air Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”

Penemuan kembali Pancasila sebagai jati diri bangsa terjadi pada sidang
pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945.Ketika Dr.
Radjiman Wediodiningrat, selaku Ketua Badan dan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada tanggal 29 Mei 1945, meminta kepada
sidang untuk mengemukakan dasar (negara) Indonesia merdeka, permintaan itu
menimbulkan rangsangan anamnesis yang memutar kembali ingatan para pendiri
bangsa untuk menemukan kembali jati diri bangsanya.

Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan dari tanggal 29 Mei – 1


Juni 1945, para pemuka bangsa ini tampil berturut-turut untuk berpidato
menyampaikan usulannya tentang dasar negara. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.
Muhammad Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai
berikut:
1) Peri Kebangsaan,

2) Peri Kemanusiaan,

3) Peri Ketuhanan,

4) Peri Kerakyatan dan

5) Kesejahteraan Rakyat.

3
Selanjutnya Prof. Dr. Soepomo pada tanggal 30 Mei 1945 mengemukakan teori-
teori

Negara, yaitu:

1) Teori negara perseorangan (individualis),

2) Paham negara kelas dan

3) Paham negara integralistik.

Kemudian disusul oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang mengusulkan
lima

dasar negara yang terdiri dari:

1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia),

2) Internasionalisme (peri kemanusiaan),

3) Mufakat (demokrasi),

4) Kesejahteraan sosial, dan

5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Berkebudayaan).

Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno dalam pidatonya menjelaskan


bahwa sesungguhnya yang diinginkan sebenarnya adalah “Philosofische grond-
slag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grond-slag itulah pundamen,
filsafat, pikiran yang sedalamdalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya
untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia yang kekal dan abadi. Ir. Soekarno
pun menyampaikan bahwa meskipun dianggap sebagai pencipta Pancasila,
namun Ir. Soekarno tetap rendah hati dan membantah apabila disebut sebagai
pencipta Pancasila. Ir. Soekarno beranggapan bahwa beliau diberi ilham oleh
Allah dan hanya menggali nilai yang sebenarnya sudah ada di Indonesia.

Ir. Soekarno bahkan menawarkan kemungkinan lain saat sidang tanggal 1


Juni 1945. Sekiranya ada yang tidak menyukai bilangan lima, sekaligus juga cara
beliau menunjukkan dasar dari segala dasar kelima sila tersebut. Alternatifnya
bisa diperas menjadi Tri Sila bahkan dapat dikerucutkan lagi menjadi Eka Sila.
Tri Sila meliputi: socio-nationalisme, socio democratie dan keTuhanan.
Sedangkan Eka Sila yang dijelaskan oleh Ir. Soekarno yaitu

4
“Gotong Royong” karena menurut Ir. Soekarno negara Indonesia yang kita
dirikan haruslah negara gotong royong (Latif dalam DIKTI, 2012: 6).

Sidang BPUPKI yang pertama dihadiri oleh sejumlah kalangan. Pada awal
kelahirannya, menurut Onghokham dan Andi Achdian, Pancasila tidak lebih
sebagai kontrak sosial. Hal tersebut ditunjukkan oleh sengitnya perdebatan dan
negosiasi di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakati dasar negara yang
kelak digunakan Indonesia merdeka (Ali dalam DIKTI, 2012: 7).

Para anggota sidang terdiri dari elit Nasionalis netral agama, elit Nasionalis
Muslim, dan elit Nasionalis Kristen. Elit Nasionalis Muslim mengusulkan Islam
sebagai dasar negara namun melihat betapa rapuhnya Indonesia sebagai negara
yang baru saja merdeka dan untuk menghindari adanya perpecahan baru diantara
golongan beragama, maka disepakatilah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni
1945 yang salah satunya berisi pengubahan tujuh kata yaitu “…dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa”.

Kesepakatan peniadaan tujuh kata itu dilakukan dengan cepat dan legowo demi
kepentingan nasional oleh elit Muslim: Moh. Hatta; Ki Bagus Hadikusumo,
Teuku Moh. Hasan dan tokoh muslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak ingin
republik yang dibentuk ini merupakan negara berbasis agama tertentu (Eleson
dalam Surono dan Endah dalam DIKTI, 2012:7).

5
B. PANCASILA IN THE ERA INDEPENDENCE

Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di dua kota di Jepang
yaitu kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Kedua bom ini
membuat Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun
dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada
tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan
tua dalam penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul
02.00-04.00 dini hari. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi
Maeda tepatnya di jalan Imam Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir.
Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas
nama bangsa Indonesia. Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik
oleh Sayuti Melik. Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai
dengan semangat yang tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni
1945.Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-
kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara Republik
Indonesia

1. Muhammad Yamin ( 29 Mei 1945 )

Dalam Usulan Muhamad Yamin dengan tampa teks yang langsung saja dengan
lisan, yaitu sebagai berikut.

a. Peri Kebangsaan

b. Peri kemanusiaan

c. Peri ketuhanan

d. Peri Kerakyatan

e. Kesejahteraan Sosial ( keadilan Sosial )

6
2. Soepomo ( 31 Mei 1945 )

Menyampaikan lima asas untuk Negara Republik Indonesia,antara lain :

a. Persatuan

b. Kekeluargaan

c. Keseimbangan lahir dan batin

d. Musyawarah

e. Keadilan rakyat.

3. Soekarno ( 1 juni 1945 )

Dalam memberi masukan tentang asa negara indonesia, Ir. Soekarno juga
menyumpang masukan , sebagai berikut.

a. Kebangsaan Indonesia

b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan

c. Mufakat atau demokrasi

d. Kesejahteraan Sosial

e. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Sidang BPUPKI (29 Mei 1945 - 1 juni 1945 ) belum dapat menetapkan
ketiga usulan rumusan dasar negara tersebut menjadikan sebuah dasar dalam
negara indonesia, lalu Pada saat itu pula dibentuk Panitia yang beranggotakan
Sembilan orang (9) yang dikenal sebutan Panitia sembilan. Pada tanggal 22 juni
1945 Anggota dari Panitia Sembilan, berhasil merumuskan naskahRancangan
Pembukaan UUD, yang kemudian dikenal sebagai Piagam jakarta ( Djakarta
charter ) yang berisi sebagai berikut.

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya

2. Kemanusiaan yang adil dan beradap

3. Persatuan Indonesia

7
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pertimbangan bahwa Indonesia merupakan sebuah gugusan kepulauan dari


Sabang sampai Merauke itu juga yang menyebabkan muncul usulan agar dasar
negara tidak berdasarkan agama tertentu. Oleh karena itu, dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945, diputuskan untuk
melakukan perubahan pada sila pertama dari yang ditulis dalam Piagam
Jakarta.Tujuh kata itu, "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya", kemudian dihapus. Hingga kemudian, rumusan Pancasila versi 18
Agustus 1945 itu menjadi seperti yang dikenal saat ini, yaitu:

1. Ketuhanan yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan Perwakilan

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

C. PANCASILA IN THE ERA OF THE OLD

Ada dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh


terhadap munculnya Dekrit Presiden. Dua pandangan besar tersebut yaitu mereka
yang memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk “kembali kepada Undang-
Undang Dasar 1945” dengan Pancasila yang telah dirumuskan dalam Piagam
Jakarta sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, Sedangkan pihak lain
menyetujui “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya
dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia.

8
Namun kedua keputusan tersebut tidak memenuhi batas minimal anggota
yang di prasyaratkan untuk membuat keputusan sidang konstituante. Pada bulan
Juni 1959 konstituante menemui jalan buntu yang menyebabkan Presiden
Soekarno harus turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh
kabinet tanggal 3 Juli 1959, dirumuskan di Istana Bogor 4 Juli 1959, kemudian
diumumkan secara resmi oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 pukul
17.00 di depan Istana Merdeka. Dekrit Presiden tersebut berisi:

1. Pembubaran Konstituante

2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku

3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.

Ir. Soekarno memberi tafsir Pancasila sebagai kesatuan paham dalam


doktrin “Manipol/USDEK”. Manifesto Politik (manipol) adalah materi pokok
dari pidato Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita”. Manifesto politik Republik Indonesia tersebut
merupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpin oleh D.N. Aidit yang
disetujui oleh DPA pada tanggal 30 September 1959 sebagai haluan negara.
Sehingga mereka yang memiliki paham yang bersebrangan di dalam kekuasaan
Ir.

Soekarno memilih taktik “gerilya” dengan menggunakan jargon-jargon


Ir.Soekarno dengan agenda yang berbeda. Taktik tersebut digunakan oleh
sebagian besar kekuatan politik. Walaupun kepentingan politik mereka berbeda,
tetapi kedua arus tersebut sama-sama menggunakan Pancasila sebagai
pertimbangan. Ir. Soekarno menghendaki persatuan diantara beragam golongan
dan ideologi termasuk komunis, dibawah satu payung besar, bernama Pancasila.
Karena banyak sekali perbedaan yang sangat kuat dan pertentangan yang sanga
kuat pula pada perpolitikan saat itu, maka Ir. Soekarno pun dilengserkan sebagai
Presiden Indonesia, melalui sidang MPRS.

9
D. . PANCASILA IN THE ERA OF THE NEW

Lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden digantikan oleh Jendral


Soeharto yang memegang kendali terhadap negri ini. Kuatnya tekad Presiden
Soeharto dapat merubah Pancasila sebagai political force di samping sebagai
kekuatan ritual. Begitu kuatnya Pancasila, sehingga pada tanggal 1 Juni 1968
Pancasila dinyatakan sebagai pegangan hidup bangsa yang akan membuat bangsa
tidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah
Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti akan digagalkan. Selanjutnya,
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang
berlaku mulai 13 April 1968. Instruksi tersebut sebagai panduan dalam
mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:

Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa

Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab

Tiga : Persatuan Indonesia

Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan.

Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada tanggal 22 Maret 1978 ditetapkan TAP MPR Nomor II/MPR/ 1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa). Adapun nilai nilai yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan
dan Pengalaman Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) yang terdiri dari 36 butir
yang kemudian dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 Butir P4 pada
tahun 1994. Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan di
negara Indonesia diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang
menegaskan bahwa amanat penderitaan rakyat hanya dapat diberikan dengan
pengalaman Pancasila secara paripurna dalam segala segi kehidupan kenegaraan
dan kemasyarakatan dan dengan pelaksanaan secara murni dan konsekuen jiwa
untuk menegakkan Repubik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang
konstitusionil sebagaimana dinyatakan dalam UUS 1945.

10
Pemerintah tidak akan merubah Pancasila dan UUD 1945, malah
diperkuat sebagai comparatist ideology. Sehingga pemerintah perlu membentengi
Pancasila dan TAP itu dengan gaya militer. Selanjutnya, pada bulan Agustus
1982 Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan
terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bakwa setiap partai politik harus
mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa.

Dengan semakin terbukanya informasi dunia, pada akhirnya pengaruh luar


masuk ke Indonesia pada akhir tahun 1990-an yang secara tidak langsung telah
mengancam aplikasi Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Demikian pula demokrasi semakin keras mengkritik hasil kerja pemerintahan
Orde Baru yang tidak transparan dan otoriter, represif, korup dan manipulasi
politik yang terjadi hingga lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. E.
Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila Reformasi sering disalah artikan oleh
warga bangsa Indonesia, misalnya terdapat sekelompok orang melakukan aksi
anarkis dengan merusak fasilitas umum, hingga memicu korban yang
mengatasnakaman “gerakan reformasi”. Secara harfiah reformasi memiliki
makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata
kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda
dalam Kaelan, 1998).

Pancasila dianggap identik dengan pemerintahan masa orde baru karena


pada saat itu Pancasila seolah-olah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya
sumber nilai serta kebenaran. Dan oleh rasa tertekannya masyarakat pada era orde
baru, maka dimulailah dengan pengesampingan Pancasila di era reformasi.
Awalnya, tidak ada gejala neatif yang signifikan namun semakin hari dampak
negatif dari sikap acuh pada Pancasila ini semakin terasa. Berikut beberapa
dampak negatif dari hal diatas:

1. Dalam kehidupan sosial, sering terjadi konflik horizontal maupun vertical yang
disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri. Hal ini memicu pemecah kesatuan
bangsa.

2. Dalam Bidang budaya, lunturnya kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia
yangdisebabkan oleh kurangnya kesadaran akan nilai luhur kebangsaan.

3. Dalam bidang ekonomi terjadi ketimpangan dan modal asing makin marak di
perekonomian Indonesia

11
4. Bidang politik, semakin besar konflik kepentingan, dan kepentingan
kelompok atauindividu diatas kepentingan bangsa Indonesia. Dan aktivitas
politik hanya sekedar libido dominandiatas (hasrat untuk berkuasa).

a. Upaya memperkuat nilai-nilai Pancasila

Tahun 2004 Azyumardi Azra menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila


sebagai salah satu fundamen identitas nasional, kemudian banyak pihak yang
memberi respon positif mengenai hal ini, seperti Sekretariat Wapres Republik
Indonesia, pada tahun 2008/2009 melakukan diskusi untuk sosialisasi nilai-nilai
Pancasila. Tahun 2009 Dirjen Dikti juga 20 membentuk Tim Pengkajian
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Kemudian, MPR-RI melakukan
kegiatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila yang dikenal dengan sebutan “Empat
Pilar Kebangsaan”, yang terdiri dari: Pancasila, Undang-Undang Dasar tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.

Selain itu, terdapat pula UU RI Nomor 12 tahun 2011 Pasal 2 mengenai


pancasila, yang berisi:

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus


dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Maka dari itu, Pancasila juga dianggap sebagai pandangan hidup bagi
tiap warga negara Indonesia, dan tentunya dalam kehidupan sehari-hari Pancasila
perlu dihayati dan diamalkan. Dan kini, kesadaran akan Pancasila sebagai
pedoman berbangsa dan bernegara mulai berkembang, sehingga cukup banyak
lembaga yang melakukan kegiatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Seperti
adanya kurikulum Pancasila di pendidikan tinggi.

Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi Reformasi dengan paradigma


Pancasila. Setiap sila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:

12
a. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi
yang mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia makhluk tuhan.

b.Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan


reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan
kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia

c. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus


menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.

d. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh


penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan
rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan.

e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

13
CHAPTER III
FINAL

A. CONCLUSION

Pancasila is the five noble bases that existed and developed together with the
Indonesia people since a long ago. History is a series of interconnected events.
Past events that are related to present events and all lead to the future. This means
that all human activities in the past are relazed to the present life to realize a
future that is defferent from the previous period. The history of the struggle of the
Indonesia people passed by going through a very long time process. In the process
of a long time it can be noted important events that are a milestone in the struggle.

The basis os the state is a foundation or damen which becomes the basis and is
able to provide strength to the establishment of a foundation or platform, namely
Pancasila. Pancasila, in its function as the basis of the state, is the source of the
rule of law governing the Republik of Indonesia, including all its elements,
namely the goverment,region, and the people. Pancasila in its position is the
foundation of the administration of the country and te entire life of the Republic
of Indonesia.

14
BIBLIOGRAPHY

Ubaedilah A & Abdul Rozak. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat


Madani. Icce. UIN Jakarta. 2003

Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam beberapa Perspektif. Jakarta: Aries


Lima

Tim Fakultas Filsafat Universitah Gadjah Mada. 2005. Pendidikan Pancasila.


Jakarta: Universitas Terbuka

Winatapura, Udin S.dkk. 2008. Buku Materi dan Pembelajaran PKN SD.
Jakarta: Universotas Terbuka

15

Potrebbero piacerti anche