Sei sulla pagina 1di 12

SEMINAR TUGAS AKHIR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019

NAMA : IKHWANUL KHAIRIA


NOMOR INDUK MAHASISWA : B04150125
PROGRAM STUDI : KEDOKTERAN HEWAN
JUDUL TUGAS AKHIR : PEMBERIAN KOMBINASI
NANOPARTIKEL EKSTRAK KUNYIT,
TEMU PUTIH, DAN BAWANG PUTIH,
UNTUK PENGENDALIAN CHRONIC
RESPIRATORY DISEASE PADA BROILER
DOSEN PEMBIMBING : 1. Prof. Drh Ekowati Handharyani MSi,
PhD, APVet
2. Dr. Lina Noviyanti Sutardi SSi, Apt, MSi
HARI/TANGGAL :
WAKTU :
TEMPAT : RK. Reproduksi lt. 3
APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI NANOPARTIKEL
EKSTRAK KUNYIT, TEMU PUTIH, DAN BAWANG PUTIH,
UNTUK PENGENDALIAN CHRONIC RESPIRATORY DISEASE
PADA BROILER
Herbal Application in Extract Nanoparticles for Control of Chronic Respiratory Disease (CRD) in
Broilers
Ikhwanul Khairia1), Ekowati Handharyani2), Lina Noviyanti Sutardi3)
1
Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
2
Staff Pengajar Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor
3
Staff Pengajar Divisi Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT
Chicken meat is one of the products of animal origin which has a fairly high consumption rate, because it
is easy to obtain, its growth is fast, and the price is also relatively affordable compared to the types of
meat of large animals. The annual growth of the poultry population is increasing, often facing various
obstacles. One of the causes of disease is an infection caused by the bacterium Mycoplasma
gallisepticum (M. gallisepticum) which is chronic respiratory disease (CRD). Various preventive, controls
and treatments needed for handling CRD in chickens. Continuous use of antibiotics and antibiotic
resistance. Substitution or treatment needed in handling CRD. The herbs given in this study were
turmeric, white meeting, and garlic in the form of nanoparticles. Turmeric (Curcuma longa linn) has
properties as an antioxidant, antibacterial, anti-inflammatory, antifungal, antiviral, and antimalarial.
White Gathering (Curcuma zedoaria) works as an anti-inflammatory, analgesic, hepatoprotector, and
antioxidant. Garlic (Allium sativum) has antibacterial activity. Based on the vivo test, it was found that
administration of a standardized combination of turmeric, white, and garlic nanoparticles can reduce
chronic respiratory disease infections in chickens. The third extract did not give a change in the specific
parameters of heterophile and lymphocyte blood.

Keywords: Allium sativum, Curcuma longa Linn, Curcuma zedoaria, CRD,

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging ayam merupakan salah satu produk asal ternak yang memiliki angka
konsumsi cukup tinggi, karena selain mudah diperoleh, pertumbuhannya cepat, dan
harganya juga relatif terjangkau dibandingkan dengan jenis daging ternak hewan besar
(Etikaningrum dan Iwantoro 2017). Berdasarkan data DitjenPKH (2018), jumlah
konsumsi daging ayam per kapita/tahun dan populasi ayam ras pedaging terus
meningkat. Konsumsi daging ayam ras pedaging per kapita/tahun pada tahun 2017
sebesar 5.683 kg, atau mengalami peningkatan sebesar 11.22% dari konsumsi tahun
2016 sebesar 5.110 kg. Populasi ternak unggas secara nasional pada tahun 2017
1

khususnya pada ayam ras pedaging sebesar 1.8 miliar ekor, mengalami peningkatan
13.22% dari tahun lalu sebesar 1.6 miliar ekor.
Pertumbuhan populasi unggas yang setiap tahunnya meningkat, seringkali
menghadapi berbagai kendala. Peternakan ayam broiler umumnya rentan terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, lingkungan, dan
kekurangan salah satu unsur nutrisi (Tamalluddin 2012). Salah satu diantaranya adalah
penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum (M.
gallisepticum) yaitu chronic respiratory disease (CRD). Infeksi sekunder CRD
umumnya disebabkan oleh Escherichia coli (E. coli) yang menyebabkan penyakit
semakin parah yang dikenal sebagai CRD kompleks (Soeripto 2009). Kejadian CRD
merupakan penyakit endemik pada ternak ayam yang sangat merugikan industri
perunggasan di berbagai dunia, termasuk di Indonesia (BPPH 2007). Menurut OIE
(2008), CRD termasuk kedalam kategori notifiable diseases yang berarti jika terjadi
kasus CRD di lapangan harus segera dilaporkan ke pemerintah untuk ditanggulangi.
Berbagai tindakan pencegahan, pengendalian, dan pengobatan dibutuhkan untuk
menangani CRD pada ayam. Pengobatan yang umum dilakukan adalah dengan
pemberian antibiotik makrolid seperti tiamulin, tylosin, lincomycin, oxytetracyclin dan
enrofloksasin, yang memiliki daya kerja menghambat sintesis protein (BYWATER
1991;Soeripto 2009). Namun penggunaan antibiotik secara terus-menerus dan tidak
tepat dapat mengakibatkan resistensi terhadap antibiotik. Substitusi atau pengganti
pengobatan diperlukan dalam penanganan CRD.
Herbal yang diberikan dalam penelitian ini adalah kunyit, temu putih, dan
bawang putih dalam bentuk sediaan nanopartikel. Kunyit (Curcuma longa linn)
diketahui memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, antifungi,
antivirus, dan antimalaria (Shan dan Iskandar 2018). Temu putih (Curcuma zedoria)
berkhasiat untuk menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan
kadar kolesterol darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan alami penangkal senyawa-
senyawa radikal bebas yang berbahaya (Sarjono dan Mulyani 2007). Bawang putih
(Allium sativum) mengandung zat bioaktif yang berperan sebagai antibakteri yaitu
allicin yang mudah menguap dengan kandungan sulfur. Komponen bioaktif lainnya
adalah dialildisulfida dan dialiltrisulfida yang juga memiliki aktivitas antibakteri
(Prihandani et al. 2015; Tsao dan Yin 2001).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas kombinasi


nanopartikel ekstrak kunyit, temu putih, dan bawang putih dengan antibiotik pada ayam
penderita Chronic Respiratory Disease (CRD).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada peternak


mengenai khasiat kombinasi nanopartikel ekstrak kunyit, temu putih, dan bawang putih
sebagai alternatif pengganti antiboitik.
2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 sampai April 2019, di kandang
ayam Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) dan Laboratorium Histopatologi,
Fakultas Kedokeran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu kandang lipat, tempat minum ayam, tempat pakan
ayam, alat bedah minor, pot plastik, disposable syringe 1 mL dan 3 mL, kamera,
mikroskop, mikrometer, mikrotom, kaca objek, dan kaca penutup. Bahan yang
digunakan pada penelitian ini diantaranya 24 ekor ayam berumur satu hari yang
diperoleh dari perusahan swasta, kombinasi ekstrak (kunyit, temu putih, dan bawang
putih) yang diperoleh dari Laboratorium Farmasi FKH IPB, nanopartikel ekstrak
diperoleh dari laboratorium nanoteknologi BB Pascapanen, alkohol 70%, alkohol 80%,
alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol absolut, formalin 10%, xylol, permount, pewarna
hematoksilin dan eosin, paraffin cair, akuades, gom arab, antibiotik enrofloksasin, pakan
ayam komersial bebas antimikroba, air mineral, dan isolat bakteri M. gallisepticum dan
E. coli.

Prosedur Penelitian

Kombinasi Nanopartikel Ekstrak Kunyit, Temu putih, dan Bawang putih


Sampel segar kunyit, temu putih, dan bawang putih diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Ekstrak kunyit, temu putih, dan bawang putih
diperoleh dari Laboratorium Farmasi, FKH IPB. Nanopartikel ekstrak diperoleh dari
Laboratorium Nanoteknologi BB Pasacapanen, Bogor. Pemberian kombinasi
nanopartikel ekstrak dilakukan secara per oral selama 14 hari sejak infeksi sekunder
dilakukan.

Hewan Coba
Dua puluh empat ekor broiler diaklimatisasi sebelum dilakukan pengujian
terhadap sediaan nanopartikel ekstrak. Aklimatisasi dilakukan sejak berumur satu hari
(day-old chick/DOC) selama dua minggu untuk menyesuaikan kondisi hewan terhadap
pakan, minum, dan lingkungannya. Ayam diberikan minum dan pakan secara ad libitum.
Program vaksinasi dilakukan pada hari ke-3 (ND), ke-11 (IBD), dan ke-17 (booster
ND).

Isolat Bakteri
Isolat M. gallisepticum strain R diperoleh dari Balai Besar Penelitian Veteriner.
Media M. gallisepticum terdiri dari media khusus Pleuropneumonia-Like Organism
3

(PPLO) Broth dan penyuburnya adalah yeast extract. Konsentrasi isolat M.


gallisepticum strain R yang digunakan adalah 5x109 CFU/ml. Isolat E. coli juga
merupakan isolat lapang dengan konsentrasi 5x10 6 CFU/ml. Ayam diinfeksi bakteri M.
gallisepticum dan E. coli dengan cara diinjeksikan pada kantung udara, diteteskan
melalui mata, dan diteteskan melalui hidung masing-masing sebanyak 0.5 mL. Waktu
penginfeksian kedua bakteri tersebut berbeda. Ayam diinfeksi pertama kali pada umur
14 hari dengan M. gallisepticum diikuti infeksi E. coli tiga hari pasca infeksi pertama.

Antibiotik
Antibiotik yang digunakan adalah enrofloksasin. Hewan percobaan diberikan
larutan antibiotik dengan konsentrasi 10% sesuai dengan dosis yang direkomendasikan
(10 mg/kg BB) secara per oral selama 14 hari sejak infeksi sekunder dilakukan.

Desain Penelitian
Uji in-vivo dilaksanakan dengan beberapa tahap pemeliharaan (Gambar 1). Dua
puluh empat ekor ayam dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dengan masing-masing
kelompok terdiri dari 6 ekor ayam.
Kelompok 1(K1) : Ayam sehat (kontrol sehat)
Kelompok 2(K2) : Ayam diinfeksi dengan CRD (kontrol negatif)
Kelompok 3(K3) : Ayam diinfeksi CRD, diberikan sediaan kombinasi
nanopartikel ekstrak kunyit, temu putih, dan bawang putih
Kelompok 4(K4 ) : Ayam diinfeksi CRD, diberikan antibiotik enrofloksasin
(kontrol positif).

KELOMPOK 1(K1)
Ayam tidak diinfeksi dan tidak
diobati.
Aklimatisasi
KELOMPOK 2(K2)
Ayam diinfeksi dengan bakteri dan
tidak diobati

Uji in-vivo KELOMPOK 3(K3)


Ayam diinfeksi CRD, diberikan
sediaan nanopartikel dengan cara
Parameter uji in-vivo: dicekok (oral)
Hematologi
KELOMPOK 4(K4)
Histopatologi Ayam diinfeksi dan diberikan
antibiotik (oral)

Gambar 1 Diagram perlakuan desain penelitian


Pengambilan dan Pengamatan Sampel Darah
Pengambilan dan pengamatan sampel darah diambil pada ayam yang berumur 14
dan 29 hari. Darah ayam diambil melalui vena axillaris, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung ethylendiamine tetraacetic acid (EDTA) dan disimpan dalam lemari
4

pendingin. Sampel darah dikirim ke Laboratorium Diagnostik Klinik untuk


dilakukan analisis darah.

Nekropsi
Nekropsi dilakukan secara bertahap, nekropsi pertama dilakukan pada ayam umur
22 hari sebanyak 12 ekor. Nekropsi kedua dilakukan pada ayam umur 29 hari sebanyak
12 ekor.

= Infeksi M. gallisepticum = Infeksi E. coli


= Pencekokan obat herbal kelompok 3 = Nekropsi
= Pemberian antibiotik kelompok 4 = Masa Aklimatisasi

Gambar 2 Jadwal pelaksanaan penelitian in-vivo

Pembuatan Preparat Histopatologi


Sampel organ paru-paru dibuat preparat histopatologi dengan mengikuti proses
rutin jaringan (trimming, dehidrasi, blocking, pemotongan dengan mikrotom).
Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dimulai dengan prosedur rehidrasi, diwarnai
dengan pewarnaan HE, dan kemudiam dengan proses dehidrasi, clearing, dan mounting.
kemudian ditutup dengan kaca penutup (cover glass). Pengamatan histopatologi diamati
dengan menggunakan mikroskop cahaya, kemudiaan dilakukan pengambilan gambar
dengan menggunakan digital eyepiece camera pada mikroskop. Pengamatan dilakukan
pada perbesaran objektif 20×.

Analisis Data
Data pengamatan histopatologi paru-paru dibandingkan dengan kelompok ayam
sehat dan ayam sakit. Hasil hematologi dianalisis menggunakan metode analysis of
variance (ANOVA) dengan aplikasi SPSS 21 dan diinput melalui software Microsoft
Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Hasil Limfosit, Heterofil, dan Rasio H:L

Evaluasi analisis darah dilakukan terhadap gambaran nilai limfosit dan heterofil
yang diambil sebelum dan setelah perlakuan obat (kombinasi nanopartikel ekstrak dan
antibiotik) pada ayam yang berumur 14 dan 29 hari. Data gambaran darah disajikan
pada tabel 1.
5

Tabel 1 Gambaran nilai heterofil ayam dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Perlakuan K1 K2 K3 K4 satuan
Sebelum 18.51 17.12 15.12 12.46 103/µ
Setelah 14.81 22.41 19.29 20.10 103/µ
Rata-rata 16.66±2.62a 19.77±3.74a 17.21±2.95a 16.28±5.45a 103/µ
Superscript pada hasil menunjukkan perbedaan tidak nyata (P=0.801)

Berdasarkan nilai deskriptif efek pemberian sediaan kombinasi nanopartikel


ekstrak, antibiotik, dan infeksi bakteri mengalami peningkatan jumlah dari heterofil.
Nilai heterofil tertinggi pada perlakuan K2 yaitu 22.41×103/µ dan terendah pada
perlakuan K1 yaitu 14.81×103/µ. Perlakuan K3 dan K4 juga mengalami peningkatan
jumlah heterofil yaitu masing-masing 19.29×103/µ dan 20.10×103/µ. Nilai heterofil
berdasarkan analisis statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) pada
tabel 1 terhadap perlakuan kombinasi nanopartikel ekstrak, antibiotik, dan infeksi
bakteri.
Peningkatan nilai heterofil diduga adanya respon kekebalan tubuh terhadap
infeksi bakteri M. galisepticum dan E. coli. Penambahan kombinasi nanopartikel ekstrak
kunyit, temu putih, dan bawang putih, memberikan efek yang mendekati dengan
penggunaan antibiotik. Hal ini mungkin terjadi oleh adanya peran allicin yang berfungsi
sebagai antibakteri untuk mencegah adanya infeksi sekunder (Prihandani et al.2015)
dan kurkumin yang terdapat pada kunyit dan temu putih berfungsi sebagai antibakteri
(Rini et al. 2018; Sarjono dan Mulyani 2007).
Heterofil merupakan komponen darah yang sangat penting dalam sistem
kekebalan tubuh untuk mendeteksi dan membunuh patogen. Heterofil membunuh
patogen dengan proses kemotaksis dan mendeteksi bakteri dengan cara menstimulasi
fagositosis serta menginduksi ekspresi sitokin (Redmond et al. 2011). Nilai heterofil
dapat digunkan untuk mengetahui status dari ayam, apakah ayam tersebut sehat atau
sakit. Menurut wakanell (2010), fungsi heterofil pada unggas memiliki kesamaan fungsi
neutrofil pada hewan mamalia yaitu lini pertahanan pertama (First line of defense)
fagositosis.

Tabel 2 Gambaran nilai limfosit ayam dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Perlakuan K1 K2 K3 K4 Satuan
Sebelum 24.44 28.07 26.42 24.02 103/µ
Setelah 26.19 31.07 28.85 30.93 103/µ
Rata-rata 25.32±1.24a 29.57±2.12a 27.64±1.72 a 27.48±4.89 a 103/µ
Superscript pada hasil menunjukkan perbedaan tidak nyata (P=0.583, p>0.05)

Gambaran nilai limfosit menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05)


terhadap perlakuan kombinasi nanopartikel ekstrak, antiboitik, dan infeksi bakteri.
Namun berdasarkan nilai deskriptif terjadi peningkatan nilai limfosit pada tiga
kelompok setelah perlakuan. Nilai limfosit tertinggi pada perlakuan K2 yaitu
31.07×103/µ dan terendah pada perlakuan K1 yaitu 26.19×103/µ. Perlakuan K3 dan K4
masing-masing mengalami peningktan limfosit yaitu 28.85 dan 30.93×103/µ.
Peningkatan limfosit pada broiler terhadap pelakuan K2, K3, dan K4 dapat disebabkan
6

oleh pemberian perlakuan benda asing (infeksi bakteri dan pemeberian eksrak herbal)
masuk ke dalam tubuh, sehingga mampu merangsang proses proliferasi lalu terjadi
peningkatan jumlah limfosit. Hal ini sesuai dengan penelitian primawati et al. (2013),
ketika benda asing masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan memberikan respon
terhadap pertahanan tubuh (imunitas). Tubuh akan merespon dengan peningkatan
proliferasi leukosit berupa aktifasi neutrofil, makrofag, monosit, limfosit, eusinofil, dan
basofil.
Fungsi utama dari limfosit adalah sistem kekebalan tubuh. Limfosit akan
memproduksi antibodi sebagai respon antigen yang yang dibawa oleh makrofag.
Limfosit terdiri atas limfosit T dan limfosit B. Limfosit T memiliki fungsi dalam
imunitas seluler dan limfosit B berfungsi untuk imun respons humoral (Ganong 2002).
Sel T helper berfungsi membantu sistem imun spesifik, menstimulasi sel B untuk
membelah dan memproduksi antibodi, mengaktivasi makrofag untuk memfagositosit
dan mengaktivasi dua jenis sel lainnya (sel T killer dan sel T suppresor). Sel T killer
merupakan sel limfosit T yang berfungsi menyerang sel tubuh yang terinfeksi agen
patogen dan sel patogen yang relatif besar secara langsung. Sel T supressor berfungsi
untuk menurunkan atau menghentikan sistem imun (Guyton dan Hall 2006)
Bedasarkan penelitian sebelumnya, hasil pengolahan seluruh parameter darah
(hemoglobin, hematokrit, eritrosit, dan leukosit) tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata antar perlakuan. Berdasarkan temuan tersebut dapat dijelaskan bahwa ada
kemungkinan terjadi perubahan parameter darah pada saat infeksi CRD berjalan akut,
yaitu 2–3 hari pasca infeksi (Handharyani et al. 2015).
Menurut penelitian Fahrurozi et al. (2014) menyatakan bahwa, Hasil analisis ragam
menunjukan bahwa perlakuan pemberian kunyit dan temulawak tidak berpengaruh
nyata (P>0.05) terhadap jumlah sel darah putih merah pada broiler, diduga disebabkan
oleh rata-rata konsumsi ransum pada masing-masing perlakuan yang relatif sama,
sehingga asupan nutrisi yang diterima oleh broiler pada setiap perlakuan relatif sama.
Menurut Frandson (1992), ransum merupakan bahan yang penting untuk metabolisme
darah, karena dibutuhkan protein, vitamin, dan mineral dalam pembentukan sel darah
putih.

Tabel 3 Rasio Heterofil terhadap limfosit (H:L)

Perlakuan K1 K2 K3 K4
Sebelum 0.76 0.61 0.57 0.52
Setelah 0.57 0.72 0.67 0.65
rata-rata 0.66±0.14a 0.67±0.08a 0.62±0.07a 0.58±0.9a
Superscript pada hasil menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05)

Hasil persentase diferensial leukosit dapat digunakan untuk menghitung rasio


heterofil terhadap limfosit (H:L). Rasio ini merupakan indikator stres pada ternak.
Menurut Swenson (1993), kisaran rasio heterofil terhadap limfosit ayam yang normal
yaitu 0.4-0.5. Berada di luar kisaran tersebut menggambarkan bahwa ayam dalam
keadaan stres. Rasio H:L ayam percobaan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Rataan nilai rasio H:L cenderung
berada di atas kisaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa ayam percobaan berada
dalam kondisi stres. Penyebab utama stres ini diduga karena lingkungan panas. Zona
termonetral ayam periode pertumbuhan untuk mencapai performa optimal yaitu antara
7

18 sampai 22ºC (Londok et al. 2018), sedangkan suhu di Dramaga sekitar 22 sampai 32
ºC.

Pengamatan Histopatologi organ paru-paru

Kejadian Chronic Respiratory Disease (CRD) pada ayam memiliki mekanisme


infeksi, bakteri Mycoplasma gallisepticum masuk melalui rongga hidung kemudian
melekat pada reseptor epitel yang disebut sialoglycoprotein (Patron recognition
receptors sites) yang dimediasi oleh adhesin dan protein yang disebut bleb (Pathogen
associate molecular patrons) yang terletak pada ujung organ sel mikoplasma.
Selanjutnya, sel mikoplasma melakukan penetrasi dan merusak mukosa epitel sambil
memperbanyak diri. Dengan perantaraan gerakan silia epitel dan bleb, sel mikoplasma
bergerak menuju kantong membran udara abdominal. Mekanisme infeksi Mycoplasma
gallisepticum sampai masuk ke indung telur atau oviduct dan menyebabkan penyebaran
vertikal sampai saat ini belum diketahui (Soeripto 2009).

Gambar 3 Histopatologi organ paru-paru: K1 merupakan organ paru-paru ayam sehat. K2


organ paru-paru pada ayam yang diinfeksi CRD mengalami peradangan ditandai
dengan infiltrasi sel-sel radang ( ). K3 dan K4 masing-masing menunjukkan
keadaan organ paru-paru yang mengalami persembuhan. Perbesaran Obyektif 20x
(Bar = 100µm)
Hasil evaluasi histopatologi dari organ paru–paru ayam, tampak adanya
perubahan patologi yang terjadi pada tiga kelompok, baik kelompok kontrol K2 (kontrol
negatif) maupun kelompok perlakuan (K3 dan K4). Pemberian kombinasi herbal
terstandar nanopartikel ekstrak, antibiotik, dan diinfeksi bakteri dapat memberikan
pengaruh pada organ paru-paru ayam, dan hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Pemeriksaan histopatologi pada K1 atau ayam sehat menunjukkan bahwa organ paru-
paru tidak mengalami perubahan. Organ paru-paru pada K2 (infeksi CRD)
menunjukkan kejadian infeksi yang bermakna, ditandai dengan infiltrasi sel-sel limfosit
dalam jumlah banyak pada daerah lamina propria dan sel goblet yang mengalami
8

degenerasi sedang. (moderate, Gambar 3 K2). Pada perlakuan K3 dan K4 masih


terdapat infiltrasi sel radang, namun organ paru-paru sedang mengalami persembuhan.
Menurut penelitian Handharyani et al.(2015), pemberian kombinasi ekstrak
kunyit, temu putih, dan bawang putih dapat menurunkan lesio akibat infeksi CRD. Hal
ini dikarenakan bahwa kunyit dan temu putih mengandung kurkumin yang berpotensi
sebagai antibakteri baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif (Rini et al.
2018). Bawang putih yang mengandung allicin yang berfungsi sebagai antibakteri
(Prihandani et al. 2015).

SIMPULAN

Berdasarkan uji in vivo diketahui bahwa dengan pemberian kombinasi


nanopartikel ekstrak kunyit, temu putih, dan bawang putih dapat menurunkan infeksi
chronic respiratory disease pada ayam broiler. Ketiga ekstrak tidak memberikan
pengaruh secara nyata pada parameter darah, khusunya heterofil dan limfosit.
SARAN

Perlu penelitian lanjuntan untuk menentukan dosis optimal dari obat herbal yang
bisa diberikan pada ayam penderita chronic respiratory disease.

DAFTAR PUSTAKA

[BPPH] Balai Penyelidikan Penyakit Hewan . 2007. Data Diagnosa Penyakit pada
Unggas. Informasi Laboratorium Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Balai Besar
Veteriner seluruh Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statisitk. 2018. Proyeksi Penduduk Indonesia dalam Sensus 2010.
Jakarta (ID). BPS.
BYWATER R.J. 1991. Macrolide and Lincosamide antibiotics. Part III. The control of
infectious diseases: Chemotheraphy. In: Veterinary Applied Pharmacology and
Therapeutics. Fifth Ed. BRANDER, G.C., D.M. PUGH, R.J. BYWATER and W.L.
JENKINS (Eds.). ELBS with Bailliere Tindall. Educational Low-priced Book
Scheme. Funded by the British Government. pp. 461 – 473.
[DITJENPKH]. Direktorat Jendral Pertenakan dan Kesahatan Hewan. 2018. Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID). DITJENPKH.
Etikaningrum, Iwantoro S. 2017. Kajian residu antibiotika pada produk ternak unggas di
Indonesia. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 5(2): 29-33.
Fahrurozi N, Tantalo S, Santosa PD. 2014. Pengaruh pemberian kunyit dan temulawak
melalui air minum terhadap gambaran darah pada broiler. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu. 2(1): 39-46.
Frandson, RD 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Yogyakarta(ID):
Gadjah Mada University Press.
Ganong WF. 2002. Fisiologi Kedokteran. Ed 20. Jakarta (ID): EGC
9

Guyton AC, Hall JE. 2006. Texbook of Medical Physiology. Ed 11. Philadelphia (US):
Elsevier Inc.
Handharyani E, Andriani, Poeloengan M, Mustika AA, Suryowati T. 2015.
Pengembangan produk herbal terstandar kunyit, temu putih, dan bawang putih untuk
pengendalian chronic respiratory disease pada ayam. Prosiding Seminar Hasil-Hasil
LPPM IPB 2015
[KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2014. Manual Penyakit Unggas. Jakarta (ID).
KEMENTAN.
Khalid H. 2011. Principles of poultry Science Poultry Industry. Diyala (IR). Diyala
University Collage of Agriculture Dept. Animal Resources
Londok JJMR, Manalu W, Wiryawan IKG, Sumiati. 2018. Profil hematologi ayam
pedaging yang diberi ransum mengandung asam laurat dan pinang yaki sebagai
sumber antioksidan alami. Jurnal Veteriner. 19(2):222-229
[OIE] Office International des Epizooties (FR). 2008. Avian Mycoplasmosis
(Mycoplasma gallisepticum, Mycoplasma sinoviae). OIE terrestrial manual 2008.
Chapter 2.3.4. 482-496.
Prihandani SS, Poeloengan M, Noor SM, Andriani. 2015. Uji daya antibakteri bawang
putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Salmonella typhimurium, dan Pseudomonas aeruginosa dalam meningkatkan
keamanan pangan. Informatika Pertanian. 24(1): 53-58.
Primawati SN, Soelistya D, Zulkifli L. 2013. Profil kualitatif komponen ekstrak kunyit
putih (Curcuma zedoaria) dan Pengaruhnya terhadap profil hematologi mencit yang
diinfeksi Salmonella typhimurium. Jurnal Biologi Tropis.13(2):139-145
Priosoeryanto BP, Sari R, Tiuria R, Darusman LK, Purwakusumah ED, Nurcholis W.
2009. Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak (Curcuma xantorrhiza roxb.)
Pada sel lestari tumor mca-b1 dan mcm-b2 secara in vitro. Indonesia Journal of
Veterinary Science & Medicine. 1(1): 29-35.
Rini CS, Rohmah J, Widyaningrum LY. 2018. Efektivitas kunyit (Curcuma longa Linn)
terhadap Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Journal of Medical Laboratory
Science/Technology. 1(1):1-6.
Redmond SB, Chuammitri P, Andreasen CB, Palic D. 2011. Genetic control of chicken
heterophil function in advanced intercross lines: associations with novel and with
known Salmonella resistance loci and a likely mechanism for cell death in
extracellular trap production. Immunogenetics 63: 449-458
Sarjono PR, Mulyani NS. 2007. Aktivitas antibakteri rimpang temu putih (Curcuma
mangga Vall). Jurnal Sains dan Matematika. 15(2): 89-93.
Shan CY, Iskandar Y. 2018. Studi kandungan kimia dan aktivitas farmakologi tanaman
kunyit (Curcuma longa L.). Farmaka. 16(2): 547-555.
Soeripto. 2009. Chronic Respiratory Disease (CRD) pada Ayam. Wartazoa. 19(3): 134-
142.
Swenson M J, William OR. 1993.Duke`s Physiology of Domestic Animals. Ed ke-11.
Ithaca and London (UK): Publishing Assocattes a Division of Cornell University.
Tamalluddin, F. 2012. Ayam broiler, 22 hari panen lebih untung. Jakarta (ID) : Penebar
Swadaya.
Tsao S dan Yin M. 2001.In vitro activity of garlic oil dan four diallylsulphides against
antibiotic-resistence Pseudomonas aeruginosa and Klebsiella pneumonia. Journal of
Antimicrobial Chemotherapy. 47:665-670.
10

[UGM]. Universitas Gadjah Mada. 2019. Cancer Chemoprovention Research Center


(CCRC): Enslikopedia Tanaman Antikanker. Yogyakarta (ID). UGM
Wakenell PS. 2010. Hematology of chickens and turkeys. In = Weiss, DJ, Wardrop KJ.
(Ed) Schalm’s Veterinary Hematology. 6th ed. Iowa (US): John Wiley & Sons, Ltd.
Publ. Pp 958-967.

Potrebbero piacerti anche