Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Each year, millions of people have allergic reactions to food. Although most food
allergies cause relatively mild and minor symptoms, some food allergies can
cause severe reactions, and may even be life-threatening. There is no cure for food
allergies. Strict avoidance of food allergens and early recognition and
management of allergic reactions to food are important measures to prevent
serious health consequences. Materials used in this study were secondary data
from suppliers in regards with allergen information of material supplied to PT.
Givaudan Indonesia based on Codex Alemanterius Commission WHO/FAO
guidelines. There were 56 out of 964 materials used at PT. Givaudan Indonesia
which had been identified as allergen. The allergen type in descending order were
dairy (24), soybean (21), fish (11), crustacean (4), sulfites (3), egg (1) and cereal
(1). Seven out of 56 materials had allergen combinations such as cereal and
soybean; crustacean and soybean; dairy, fish and soybean; dairy and soybean; fish
and soybean. These allergen information then furtherly studied at Focus Group
Discussion was conducted to identify which processes need to monitor and control
of the allergens. Focus Group Discussion members consists of related departments
starts from Regulatory, Logistic, Production and Quality Control, led by Quality
Assurance. Processed which had been identified as potential to have allergen
contamination were purchasing, receiving material, materials storage, pre-
batching, production, finished good warehouse and distribution. Standard
Operation Procedures were designed for each process on how to label, store,
cleanse after production, packing and send to customer. The scope also cover the
training and audit as well as customer communication.
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi Teknologi Pangan pada
Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Prof. Dr.Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS
Judul Tugas Akhir : Perancangan Standar Prosedur Operasi Sistem Manajemen
Alergen dalam Industri Perisa di PT.Givaudan Indonesia
Nama : Ignatius Trijoko Prihantoro
NIM : F252090155
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini ialah Perancangan
Standar Prosedur Operasi Sistem Manajemen Alergen Dalam Industri Perisa di PT.
Givaudan Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Harsi Dewantari
Kusumaningrum, Bapak Ir. Darwin Kadarisman, MS selaku pembimbing, dan
Ibu Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku Ketua Program Studi serta Manajemen dan
staf tempat penulis bekerja yang telah banyak memberi saran dan membantu
selama pengumpulan data dalam penyelesaian tesis ni. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada istri, anak, orang tua dan seluruh keluarga, atas segala
doa, kasih sayang dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Jenis Pangan dan Senyawa Alergen Utama Terkait dalam Reaksi Alergi
Makanan ………………………………………………………………… 9
Tabel 2 Peraturan Internasional Mengenai Alergen……………………………….10
Tabel 3 Kategori Alergen Berdasarkan Codex Alimentarius ALINORM 97/22… 10
Tabel 4 Tahapan Aplikasi HACCP……………………………………………….. 11
Tabel 5 Matrik Penilaian Bahaya antara Peluang dan Keakutan Terjadinya
Bahaya ....................................................................................................... 13
Tabel 6 Kebutuhan Standar Prosedur Operasi pada Pengendalian Alergen
Dalam Proses Pembuatan Perisa Bubuk……………………………......... 27
Tabel 6 Rancangan Standar Prosedur Operasi pada Pengendalian Alergen
Dalam Proses Pembuatan Perisa Bubuk……………………………..…... 32
DAFTAR GAMBAR
iii
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
iv
Halaman
Perisa merupakan salah satu produk yang dikenal sebagai bahan tambahan
pangan. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (UU RI No. 7 tentang
Pangan, 1996). Produk ini banyak digunakan pada bahan makanan olahan dengan
tujuan memberikan rasa. Perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat
konsentrat, dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan
untuk memberi flavor, dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam, tidak
dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak diperlakukan sebagai
bahan pangan (BSN2006). Bumbu (seasoning) adalah campuran dua jenis atau
lebih rempah baik utuh maupun bubuk atau lumatan atau ekstrak rempah untuk
menguatkan flavor makanan dan ditambahkan pada saat pengolahan baik di
industri pangan maupun di rumah tangga (BPOM 2006).
Penggunaan perisa yang cukup luas dalam pengolahan dari makanan
ringan yang diproduksi skala rumah tangga seperti kripik, kacang, hingga mie
instant yang diproduksi secara modern, hal ini yang mendorong tumbuhnya
industri perisa di Indonesia. Beberapa faktor yang akan mempengaruhi
tumbuhnya industri perisa antara lain: mutu, teknologi pengolahan, penyediaan
bahan baku yang menjamin keamanan konsumen, tingkat pendapatan masyarakat.
Tuntutan jaminan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen yang terus meningkat baik dari regulasi lokal maupun
internasional, salah satu persyaratan dalam keamanan pangan yang saatini
menjadi salah satu yang cukup penting adalah penanganan alergen. Alergi
pangan telah berkembang menjadi masalah keamanan pangan nasional dan
internasional. Tahun 2007, tercatat 5% anak anak dibawah umur 12 tahun dan 1 %
orang dewasa di USA menderita alergi pangan. Demikian pula di UK, alergi
pangan diderita oleh 2% dewasa dan 8% anak-anak(IFST 2005).Menyadari
permasalah tersebut lembaga-lembaga pangan dunia mulai membuat regulasi
untuk produk yang dipasarkan di area wewenangnya.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1)mengidentifikasi alergen pada bahan baku &
bahan penolong yang digunakan dalam perisa bubuk,(2) menganalisa peluang
terjadinya kontaminasi silang alergen pada proses pembuatan perisa
bubuk,(3)menganalisa kebutuhan SPO (Standar Prosedur Operasi) terkait
manajemen allergen, dan (4) merancang SPO sistem manajemen alergen.
Manfaat Penelitian
Perisa
aromatik yang penting dikenal pada abad ke-19 dan mulai saat itu pertama kali
dilakukan suatu usaha untuk mengisolasi senyawa-senyawa kimia dari sumber
alami yang kemudian diikuti dengan sintesis menjadi senyawa kimia aromatik
lainnya. Beberapa senyawa kimia aromatik rintisan pertama yang sangat penting
saat itu adalah metil salisilat [1843]1, sinamat aldehida [1856]1, benzaldehida
[1863]1 dan vanillin [1872]1 yang merupakan prekursor dari proses sintesis
senyawa kimia aromatik lainnya. Industri perisa dan aroma pertama kali
berkembang di Eropa, menyebar ke Amerika Serikat dan akhirnya menyebar ke
seluruh dunia (Erich & Herta 1998). Teknologi tradisional lainnya yang
digunakan untuk menghasilkan senyawa perisa atau kompleks perisa adalah
pengeringan, pirolisis, pemanggangan dan fermentasi (Arctander 2003).
Dalam formulasi senyawa-senyawa perisa, sering pula ditambahkan bahan
bukan perisa lainnya seperti bahan tambahan pangan dan bahan pangan yang
diperlukan selama proses produksi, penyimpanan dan penanganan. Bahan ini
berfungsi sebagai zat pembantu proses pelarutan atau dispersi perisa di dalam
produk pangan. Penggunaan bahan bukan perisa sebaiknya diminimasi sampai
batas yang paling mungkin untuk mencapai fungsi teknologinya dan harus
mengikuti standar bahan tambahan pangan untuk produk pangan (CAC 2008).
Proses pencampuran senyawa-senyawa perisa, kompleks perisa maupun bahan
bukan perisa dilakukan dengan teknik pencampuran.
Industri pangan saat ini menginginkan agar perisa masih memiliki rasa dan
aroma yang segar dan otentik sekaligus mempunyai umur simpan yang panjang
dan stabil, maka dikembangkanlah teknologi spray drying. Teknologi ini
mengubah sifat fisik perisa cair menjadi bubuk dengan menggunakan pembawa
yang melindungi senyawa-senyawa perisa tersebut dari pengaruh lingkungan luar
(Fellow 2009). Spray drying konvensional digunakan untuk melindungi senyawa
perisa yang tidak mudah teroksidasi. Teknologi enkapsulasi dengan penambahan
lapisan (coating)digunakan untuk melindungi senyawa perisa yang mudah
menguap dan teroksidasi. Saat ini dikembangkan pula teknologi multistage drying
(MSD) untuk meningkatkan sifat flowability dan kelarutan serta mencegah
penggumpalan.
1
Tahun pertama ditemukan
6
Pembuatan Perisa
Alergi Makanan
Joanne & Mimi (2004) mengatakan alergi makanan adalah bagian dari
terminologi yang lebih luas, yaitu hipersensitivitas makanan (food
hypersensitivity), yang diterjemahkan sebagai semua reaksi tak terduga yang
timbul berkaitan dengan makanan, dan dapat dibedakan atas alergi makanan dan
intoleransi makanan.Alergi makanan (food allergy), reaksinya berhubungan
dengan mekanisme imunologis, dan diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE),
ataupun non IgE.Intoleransi makanan (food intolerance) tidak diperantarai oleh
mekanisme imunologis. Intoleransi terjadi akibat bahan-bahan yang terkandung
dalam makanan seperti toksin/racun (misalnya histamin pada keracunan makanan
laut/ikan), atau penggunaannya secara farmakologis (misalnya tiramin dalam keju
atau anggur merah). Reaksi ini terjadi pada orang yang sangat sehat sekalipun,
jika mengkonsumsi bahan makanan tersebut dalam dosis besar, hal ini berbeda
dengan alergi makanan yang dapat terjadi meskipun dosis makanan cukup kecil.
Kemungkinan lain penyebab intoleransi makanan adalah adanya penyakit
metabolisme bawaan (misalnya defisiensi enzim laktase yang menyebabkan
intoleransi laktosa)
Alergi makanan lebih banyak terjadi pada anak-anak, dibandingkan
dengan orang dewasa. Alergi makanan yang diperantarai oleh IgE terjadi pada 6%
anak di bawah 3 tahun, dan 2% pada dewasa. Anak dengan penyakit alergi (atopi)
8
seperti eksim (dermatitis atopi) dan asma lebih rentan mengalami alergi makanan.
Lebih dari 95% alergi makanan timbul pada jenis makanan seperti: telur, susu,
kacang-kacangan, gandum, kedelai, dan ikan. Mencapai usia 5 tahun, alergi
terhadap telur, gandum, susu, dan kedelai menghilang pada sebagian besar anak.
Namun alergi terhadap kacang-kacangan dan makanan laut tetap bertahan sampai
usia dewasa pada 80% anak (Judarwanto, 2010)
Kata alergi dapat diartikan pada suatu reaksi terhadap zat yang ada di
lingkungan, dengan cara dihirup, dimakan atau kontak dengan kulit. Dalam reaksi
tersebut akan melibatkan antibodi, suatu protein yang dibentuk sistem imun, yang
disebut imunoglobuin (IgE). Respon imun terjadi dalam 2 tahap, tahap kepekaan
awal (sensitization) dan tahap elisitasi (elicitation), skema terjadinya reaksi alregi
dapat dilihat pada gambar 1.
Tabel 1 Jenis Pangan dan Senyawa Alergen utama terkait dalam reaksi
alergi makanan
Jenis Bahan Pangan Senyawa Alergen Target organ Efek
Susu sapi Casein, Hidung, paru Hidunggatal bersin,
Beta Lactoglobulin berair
Alfa Lactalbumin
Telur Ayam Ovalbumin Hidung, paru, Hidung tersumbat,
kulit berair, dermatitis
Ikan Parvalbumin Hidung Hidung tersumbat,
berair, mata gatal.
North America
USA Food Allergy Awareness and Consumer
Protection Act 2004 and implementing
FDA/USDA regulation and guidelines
Canada Regulation amending the food and drug
regulations (1220-Enhanced Labelling for
Food Allergen and Gluten Souce and Added
Sulphite.
Asia Pacific
Australia, New Zealand FSANZ Standard
Europa, Africa, and Middle East EU Directive 2003/89/EC amending food
European Community Labeling Directive 2000/13/EC
Commission Directive 2007/68/EC amending
Annex IIIa to Directive 2000/13/EC
ALBA
Codex- FAO/WHO ALINORM 97/22
Association : IOFI IOFI Information Letter 1294 of November
7,2001
Milk Milk
Eggs Eggs
Cereal, Wheat Common wheat, Durum wheat, Club Wheat
Fish Fish-Anchovi, bass, bluefish,catfish, herring,
marlin, Mackerel
Shellfish & Crustacean crab,crayfish,lobster,clam,cockle, mussels,
octopus, oysters, scallops
Peanut & Tree Nut Peanut, almond,cashew
Soybean Legumes-soy beanKacang kedelai
Sulfites content > 10 ppm Color additive
Pada tahapan HACCP langkah ke-7 prinsip ke-2, pada saat menentukan titik
kendali kritis perlu menggunakan pedoman berupa diagram pohon keputusan CCP
(CCP Decision Tree), mengacu pada Codex Alimentarious Commission GL/32
1998, sepertiyang digambar pada Gambar 2.
Analisa bahaya (hazard analysis) perlu dilakukan untuk menentukan
bahaya yang perlu dikendalikan yakni dengan cara melakukan identifikasi bahaya,
mencari potensi dan frekuensi terjadinya bahaya tersebut, serta mengukur tingkat
bahaya yang terjadi. Tabel 5 memperlihatkan matrik penilaian bahaya yang
digunakan untuk mengukur tingkat bahaya, sampai level yang masih dapat
diterima dengan mempertimbangkan: peraturan perundangan yang berlaku,
persyaratan keamanan pangan dari pelanggan, rencana penggunaan oleh
pelanggan, serta data lain yang relevan.
13
Tidak
Ya Tidak CCP
Seluruh tahap penelitian dilakukan dari bulan April 2011 hingga Februari
2012 di PT. Givaudan Indonesia, bertempat di Jl.Raya Bogor KM. 35, Sukamaju,
Cimanggis, Depok.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah beberapa dokumen yang
telah dikeluarkan oleh badan otoritas pembuat kebijakan terutama berupa standar
keamanan pangan berkaitan dengan alergen dari ALBA, Codex Alimentarius
Commission (CAC) WHO/FAO, daftar material yang digunakan dalam proses
pembuatan perisa bubuk. Literatur yang terkait dengan penerapan manajemen
alergen di negara lain dan yang berlaku secara internasional. Beberapa data
sekunder yang terkait dengan proses pembuatan perisa bubuk, dan beberapa
prosedur proses: perencanaan, produksi, pengemasan, pembersihan, dan penangan
pasca produksi.
Pendekatan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
19
20
Setiap bahan baku dan penolong kategori alergen dilengkapi dengan huruf
“A” disertai dengan nama dari jenis alergen yang dimilikinya. Pada saat
penyimpanan diletakkan di area khusus alergen, di level paling bawah dari
rak, dan seperti bahan alergen yang lain digunakan lembar plastik penutup
(plastic slip sheet) untuk menutup permukaan kemasan bagian atas agar tidak
ada kontaminasi silang dari bahan baku dan penolong yang berada di rak
bagian atasnya.
Bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dalam industri perisa
dapat mengandung alergen,disebabkan dari beberapa hal: asal bahan baku
baku, komposisi bahan penyusunnya dan proses pembuatannya. Sebagai
contohbahan baku: karamel digunakan untuk membentuk warna, sementara
dalam proses pembuatan tidak bisa dihindari menggunakan sulfit untuk
mendapatkan warna yang diharapkan.
Dalam pembuatan perisa bubuk, tidak dapat begitu saja mengganti bahan
baku atau bahan penolong yang masuk kategori alergen, karena akan
menggangu hasil profil produk yang dihasilkannya baik penampakan, rasa dan
kestabilan produk, sehingga mengawasan, penanganan, pengemasan dan
21
silang di area ini yaitu: (1) kerusakan kemasan produk karena penanganan
yang salah selama transportasi dari supplier ke gudang penerimaan dan(2)
informasi alergen pada label kemasan tidak ada atau tidak tercetak dengan
jelas. Tindakan pengendalian perlu dilakukan untuk memperkecil peluang
kontaminasi silang diatas dengan cara: melakukan inspeksi secara visual untuk
setiap kedatangan barang berkaitan dengan kondisi kemasan barang,
kebersihan kendaraan dari ceceran produk. Apabila terdapat kerusakan
kemasan produk harus segera dipisahkan untuk mengehindari kontaminasi
silang dan dibuatkan laporan/berita acara setiap terjadi ketidaksesuaian.
Kemasan bahan baku dan bahan penolong selanjutnya dilakukan pelabelan
dengan label internal yang berisi informasi: nama, kode, nomor batch, nomor
HU(Handling Unit), kondisi penyimpanan, tanggal kedaluwarsa, kode dan
jenis alergen serta simbol hazard untuk setiap bahan baku, dalam beberapa
kasus dapat terjadi informasi dalam label tersebut tidak muncul, hal ini
disebabkan kesalahan sistem atau data belum diperbaharui, sehingga perlu
dilakukan verifikasi dengan mencocokkan dengan daftar material yang
mengandung alergen.
Bahan baku yang telah diterima bagian gudang akan diberi identitas
berupa label yang menginfomasikan: nama produk, nomor batch, nomor
HU(Handling Unit), tanggal kedaluwarsa, kondisi penyimpanan, berat bersih,
simbol bahan berbahaya dan informasi alergen. Informasi ini berupa symbol
“A” serta informasi kategori alergen yang dimiliki, contoh: cereals, soybean,
sulfites yang secara otomatis akan tercetak secara spesifik sesuai dengan kode
bahan yang diterima seperti pada Gambar 7.
24
bahaya, untuk tahapan proses ini dapat dilihat pada Lampiran1. Tahapan
proses ini memiliki tingkat bahaya rating 6, dan bukan sebagai CCP namun
dengan tingkat bahaya rating 6 perlu dibuatkan prosedur operasi agar dapat
mempermudah bagi operator untuk selalu mengikuti prosedur penanganan
produk alergen.
Pada tahapan proses ini peluang terjadinya kontaminasi silang cukup
besar, diantaranya: (1) kontaminasi silang dari peralatan dan alat bantu yang
digunakan dan (2) kontaminasi silang dari sirkulasi udara akibat filter pada
AHU (Air Handling Unit) tidak berfungsi dengan baik. Solusi untuk
menangani peluang terjadinya kontaminasi tersebut dengan melakukan kontrol
terhadap terhadap peralatan.Peralatan untuk mengambilbahan baku diharuskan
teridentifikasi untuk setiap jenis alergen, serta penempatan bahan baku alergen
perlu ditempatkan di rak paling bawah dan dikemas dengan kondisi yang
tertutup untuk menghindari kontaminasi silang antara bahan baku alergen dan
non alergen ataupun antara tipe bahan baku alergen yang berbeda. Sirkulasi
udara ruang produksi juga perlu dipastikan berjalan dengan baik, terutama
filter pada alat AHU perlu mendapat perhatian khusus dengan melakukan
monitoring secara rutin dengan indicator tekanan, apabila tekanan udara
terbaca di alat monitor maka dipastikan filter udara perlu dibersihkan. Dalam
hal ini operator memegang peranan penting untuk memastikan proses
pendukung berjalan dengan baik sehingga kontaminasi silang selama proses
penyiapan material tidak terjadi, untuk ini diperlukan pemahaman yang cukup
dalam menangani produk alergen melalui pelatihan khusus seperti yang
tertuang dalam Prerequisite Programmes on Food Safety for Food
Manufacturing (PAS 220 2008).
.
2.5. Produksi Perisa Bubuk
serta analisa bahaya diperoleh bahwa area produksi merupakan area yang
memiliki peluang kontaminasi alergen yang lebih besar dengan tingkat bahaya
rating antara 3 sampai dengan 6, sehingga diperlukan pengendalian khusus
OPRP (Oprational Prerequisite Program) dituangkan dalam SPO untuk
dipantau yang menunjukkan bahwa OPRP diimplementasikan serta didukung
dengan instruksi kerja yang jelas apabila diperlukan. Sementara untuk area
lain masih dapat dikendalikan dengan PRP (Prerequisite Program) seperti
GMP.
silang yang besar mengingat kondisi produk masih dalam kondisi yang
terbuka,dan diperkuat dengan hasil analisa bahaya yang memiliki rating 3
sampai dengan 6.Dengan hasil ini,dibutuhkan OPRP yang dituangkan
didalam SPO proses produksi perisa bubuk. Bagian produksi merupakan
bagian yang terkait langsung dalam implementasi SPO ini di lapangan.
membantu bagi pihak yang terlibat dalam proses penelusuran akar penyebab
terjadinya kontaminasi silang.Bagian Quality Management, Quality Control,
dan Regulatory akan dapat menggunakan SPO ini dengan tujuan dapat
mencari akar penyebab kontaminasi, dan mengetahui seberapa besar dan luas
kontaminasi yang terjadi tersebut, sehingga dapat segera mengambil tindakan
untuk perbaikan secara cepat dan tepat.
informasi alergen pada label dan pengaturan posisi saat penyimpanan di dalam
gudang agar mengurangi potensi terjadinya kontaminasi silang
Rancangan SPO proses produksi perisa bubuk (Lampiran 7), disusun
berdasarkan alur proses produksi dari perencanaan jadwal produksi, persiapan
bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan perisa bubuk, proses
pencampuran dan pengadukan sampai pengemasan produk jadi. SPO ini perlu
didukung dengan beberapa instruksi kerja(IK) seperti: IK produksi perisa
bubuk, IK pencucian blender, dan IK validasi prosespencucian. Rancangan
SPO ini juga menekankan pentingnya pengendalian kontaminasi silang yang
bersumber dari peralatan dan sirkulasi udara.
Penyimpanan dan pengiriman produk jadi diatur dengan SPO tersendiri
dengan tujuan agarperisa bubuk yang telah diproduksi tidak mengalami
kontaminasi silang saat penyimpanan produk jadi dan pengiriman ke
pelanggan.Aspek penting yang ditekankan dalam SPO ini adalah penempatan
produk, kebersihan gudang, pengawasan melalui inspeksi dilapangan, dan
pencatatan untuk setiap adanya ketidaksesuaian di lapangan agar dapat
ditindaklanjuti untuk tindakan perbaikan (Lampiran 8 dan 9).
Rancangan SPO pelatihan menekankan pada peningkatan pengetahuan
mengenai alergen melalui informasi yang diberikan pada pelatihan
tersebut.Materi yang diberikan dalam pelatihan telah diatur dalam SPO ini,
dan untuk mengukur tingkat pemahaman dari peserta pelatihan maka
dilakukan evaluasi pelatihan seperti yang diatur dalam SPO (Lampiran 10).
Kemampuan telusur dalam sistem manajemen alergen sangat diperlukan
dalam menghadapi kondisi kritis seperti penarikan produk (product recall).
Rancangan SPO kemampuan telusur akan memberikan arahan dalam
menangani kondisi kritis tersebut melalui langkah penelusuran seperti pada
simulasi yang dipaparkan dalam rancangan SPO (Lampiran 11).
Tabel7 Rancangan Standar Prosedur Operasi pada pengendalian alergen dalam proses pembuatan perisa bubuk
Penanggung-
Standar Prosedur jawab Instruksi Kerja
No Tujuan Lingkup
Operasi olehKepala Pendukung
Bagian
1 Pengadaan,penerimaan dan Mencegah kontaminasi alergen pada bahan Prosedur ini akan diaplikasikan untuk − Penerimaan
peyimpanan bahan baku & makanan yang tidak seharusnya mengandung proses kedatangan barang dari bahan baku
Pembelian&
bahan penolong alergen dan memastikan bahan baku pemasok. Prosedur ini dapat digunakan &bahan penolong
Gudang
teridentifikasi dengan informasi alergen untuk bagian pembelian dan gudang
yang tepat dan benar.
2 Proses produksi perisa Memastikan selama proses pembuatan perisa Prosedur ini akan diaplikasikan untuk − Pencucian
bubuk bubuk tidak terjadi kontaminasi silang proses pembuatan perisa bubuk di PT. blender
alergen Givaudan Indonesia − Validasi proses
Kabag Produksi
pembersihan.
− Proses produksi
perisa bubuk
3 Penyimpanan produk jadi Memastikan selama proses penyimpanan Prosedur ini akan diaplikasikan untuk
perisa bubuk produk jadi tidak terjadi kontaminasi silang proses penyimpanan produk jadi perisa
Gudang
alergen. bubuk yang di produksi oleh PT.
Givaudan Indonesia
4 Pengiriman produk jadi Memastikan selama proses pengiriman tidak SPO ini diaplikasikan untuk semua
perisa bubuk ke pelanggan terjadi kontaminasi silang alergen orang yang bekerja di area pengiriman
produk jadi perisa bubuk serta pihak Logistik
lain yang berkaitan dengan proses
pengiriman barang ke pelanggan
5 Pelatihan Menjelaskan kebutuhan pelatihan khususnya Prosedur ini diaplikasikan untuk perisa
HR
berkaitan dengan system menajemen alergen yang diproduksi oleh PT. Givaudan
QM
agar setiap karyawan dapat mengerti alergen Indonesia.
Produksi
dan cara menanganinya.
6 Kemampuan telusur Dokumen ini akan memberikan arahan dalam Prosedur ini akan diaplikasikan untuk
melakukan penelusuran terhadap produk produk perisa yang diproduksi oleh
yang dikembalikan atau ditarik akibat PT.Givaudan Indonesia. QA/QC
kontaminasi alergen dan mengevaluasi
efektifitas proses telusur ini
33
34
Hasil identifikasi bahan baku dan bahan penolong perisa bubuk (n=964) di
PT Givaudan menunjukkan 56 bahan mengandung alergen yang termasuk dalam 7
dari 8 kategori alergen utama sesuai dengan FAO/WHO yaitu mengandung:
Gandum, Kedelai, Susu, Telur, Ikan ,Kepiting, dan sulfit. Alergen yang berasal
dari Susu(24) paling banyak ditemukan pada bahan baku dan penolong, diikuti
oleh kedelai(21), ikan(11), kepiting(4), sulfit(3), gandum(1), dan telur(1).
Terdapat 7 bahan baku yang memiliki lebih dari satu kombinasi kategori alergen,
yaitu susu,ikan dan kedelai(3), gandum dan kedelai(1), kepiting dan kedelai(1),
susu dan kedelai(1), serta ikan dan kedelai(1)
Analisis peluang kontaminasi silang memberikan informasi berbagai
kemungkinan terjadinya kontaminasi silang dan alternatif solusi untuk
pencegahan atau pengendalian pada setiap tahapan proses produksi, dilanjutkan
dengan Analisis kebutuhan SPO yang telah dapat menentukan prosedur-prosedur
yang diperlukan untuk mengendalikan peluang terjadinya kontaminasi silang
alergen pada proses produksi perisa bubuk.
Hasil verifikasi oleh FGD (Focus Group Discussion) terhadap kebutuhan
SPO pada tahapan proses pembuatan perisa bubuk telah menghasilkan beberapa
rancangan SPO dalam rangka mendukung sistem manajemen alergen untuk
mengendalikan peluang kontaminasi silang alergen di PT. Givaudan Indonesia.
SPO tersebut adalah Pengadaan, penerimaan dan peyimpanan bahan baku &
bahan penolong; Proses produksi perisa bubuk; Penyimpanan produk jadi perisa
bubuk; Pengiriman produk jadi perisa bubuk ke pelanggan; Pelatihan; dan
Kemampuan telusur.
Rekomendasi yang dapat diberikan bagi PT. Givaudan Indonesia bahwa
pengendalian bahaya kontaminasi alergen dapat dilakukan dengan pendekatan
analisis bahaya dengan alat bantu HACCP dan GMP. Rancangan SPO ini masih
perlu dilakukan validasi dalam penerapan di lapangan untuk memastikan
rancangan prosedur ini telah efektif dapat mencegah peluangterjadinya
kontaminasi silang alergen.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini lebih
bersifat kualitatif, sehingga seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi
36
DAFTAR PUSTAKA
[AFGC] Australian Food and Grocery Council. 2007 Food Industry Guide to Allergen
Management and Labeling.Australia Food and Grocery Council. Brisbane.
[Anonim] 2011. Good Manufacturing Practice and Hazard Analysis Critical Control
Point. http://www.foodallergens.info/manufac/GMP[15 Nov 2011]
Arctander, S. 2003. Perfume and Flavor Chemicals (Aroma Chemicals). New Jersey:
Montclair.
Ashurt, P.R. 1999. Food Flavourings (3rd ed). Aspen Publishers.IncGaitherburg,
Maryland.
British Standads Institute. 2008. Prerequisite programmes on food safety for food
manufacturing. BSI publising. UK.
Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry (2nded). Marcel Dekker, Inc. New York.
[FSA] Food Standard Agency. 2006. Guidance on Alergen Management and Consumer
Information. FSA, London
Heath, H.B. 1986. Source Book of Flavor.The AVI Publ. Co. Inc. Westport Connecticut.
[IFST] The Institute of Food Science & Tecnology, 2005 Food Allergy,Public Affairs
and Technical & Legislative Committee, IFST, London
Joanne S, Mimi T, 2004. Community Paedriatic Review Vol 13, 3 September 2004.
Departement of Immunology, Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia.
38
Winarno, F.G. 2002. Flavor Bagi Industri Pangan. M-BRIO Press. 2002. Cetakan 1
Winarno, F.G. 2012. HACCP dan Penerapannya Dalam Industri Pangan M-BRIO Press.
2002. Cetakan 3.
39
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Analisa bahaya kontaminasi alergen dalam proses pembuatan perisa bubuk
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
Lampiran 7 Contoh daftar bahan baku dari hasil pengelompokan jenis alergen
61