Sei sulla pagina 1di 6

EMARA: Indonesian Journal of Architecture

Vol x Nomor x - monthyear


ISSN 2460-7878,2477-5975 (e)

Transformasi Prinsip-prinsip Ajaran Islam Tasawuf Pada Bangunan Raha Bulelenga

La Ode Abdul Rachmad Sabdin Andisiri1, Arman Faslih1, Muhammad Zakaria Umar2
1
Universitas Halu Oleo, Kendari, Indonesia
sabdinrachmad@gmail.com

Abstract: The traditional architecture of Kulisusu is like a written book with space, shapes and symbols as
letters that tell stories. The book can only be read with an understanding of history and inspiration for the
religion, beliefs and life philosophy of the local community. The Raha Bulelenga building consists of spiritual
substance and material. Life philosophy, belief and religion are transformed into the physical structure. Based
on that, the Raha Bulelenga building contains the essence of essential life and is used as a traditional Kulisusu
community facility to realize the vision of life. This study aims, as follows: (1) documenting the religious
conception of the traditional Kulisusu community that animates the physical appearance of the building of Raha
Bulelenga; (2) find a frontline of the religious conception of the Kulisusu community in the Raha Bulelenga
building. This research was conducted in Kulisusu District in the Lipu-Wa Pala fortress area. This research
method is based on the post-positivism paradigm. This study uses ethnographic methods with a qualitative
approach. The aspects analyzed are as follows: (1)religious conception of the traditional kulisusu community at
the time of development; (2) levels of the human heart in Sufism. This study produced two findings, as follows:
(1) description of the religious concept of the Kulisusu community based on the Islamic Law of Dignity seven as
the Kulisusu traditional architectural paradigm, (2) the application of the religious concept of human dignity in
the form of the human heart in the Raha Bulelenga building.
Keywords: architecture, tasawuf, rahabulelenga, kulisusu

Abstrak: Arsitektur tradisional Kulisusu ibarat sebuah kitab tertulis dengan ruang, bentuk dan symbol sebagai
huruf-huruf yang bercerita. Kitab tersebut hanya dapat dibaca dengan pemahaman sejarah dan penjiwaan
terhadap agama, keyakinan dan falsafah hidup masyarakat setempat. Bangunan Raha Bulelenga terdiri dari
substansi ruhani dan materi. Falsafah hidup, keyakinan dan agama ditransformasikan pada fisik bangunan.
Beradasarkan dari hal tersebut, bangunan Raha Bulelenga mengandung esensi kehidupan hakiki dan dijadikan
sebagai sarana masyarakat tradisional Kulisusu untuk mewujudkan visi kehidupan. Penelitian ini bertujuan,
sebagai berikut: (1) mendokumentasikan konsepsi religius masyarakat tradisional Kulisusu yang menjiwai
penampilan fisik bangunan Raha Bulelenga; (2) menemukan penerepan konsepsi religius masayarakat
Kulisusu pada bagunan Raha Bulelenga. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kulisusu pada kawasan
benteng Lipu-Wa Pala. Metode penelitian ini berlandaskan pada paradigma post-positivisme. Penelitian ini
menggunakan metode etnografi dengan pendekatan kualitatif. Aspek-aspek yang dianalisis, sebagai berikut: (1)
konsepsi religius masyarakat tradisional kulisusu pada saat pembangunan; (2) tingkatan-tingkatan hati manusia
dalam ajaran Tasawuf. Penelitian ini menghasilkan dua temuan, sebagai berikut: (1) deskripsi konsepsi religius
masyarakat Kulisusu berdasarkan Undang-undang Islam Martabat tujuh sebagai paradigma arsitektur
tradisional Kulisusu, (2) penerapan konsep religius martabat alam insani berupa tingkatan hati manusia pada
bangunan Raha Bulelenga.
Kata Kunci: arsitektur, tasawuf, rahabulelenga, kulisusu
1. PENDAHULUAN serta sukses melewati ujian zaman dimana sang raja
Narasi besar tentang mengkontekskan pembangunan spiritual (mansuana) bersemedi, dan beramal untuk
yang merupakan visi dari gerakan tradisionalis di kesejahteraan serta keselamatan masyarakat
bidang arsitektur mesti didahului oleh riset, diuji Kulisusu.
melalui diskursus ilmiah, kemudian terus Bangunan Raha Bulelenga terdiri dari dua substansi
dimasyarakatkan melalui ragam publikasi sehingga, yakni, ruhani dan materi. Agama, keyakinan, dan
layaknya bangunan ia mememiliki pondasi yang falsafah adalah ruh yang meraga pada fisik
kokoh untuk menjadi guidance bagi para pelaku bangunan. Beradasar dari hal tersebut bangunan ini
pembangunan dalam merencanakan bangunan dan mengandung esensi kehidupan hakiki yang dijadikan
perkotaan. Markus Zahnd dalam buku Perancangan sebagai sarana masyarakat Kulisusu untuk
Kota Terpadu membuat sebuah analogi mengenai mewujudkan visi kehidupan yakni menjadi manusia-
hubungan rancangan bangunan dengan perkotaan manusia yang selamat dunia dan akhirat. Olehnya,
bahwa, “daun adalah sebuah pohon yang kecil hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
sedangkan, pohon adalah sebuah daun yang besar. perbendaharaan ilmiah untuk dapat dijadikan
Rumah adalah sebuah kota yang kecil sedangkan, sebagai paradigma bagi para pelaku pembangunan
kota adalah sebuah rumah yang besar”. Hal itu, dalam merumuskan pembangunan pada masa yang
menyiratkan sebuah pesan bahwa upaya akan datang demi terwujudnya pembangunan
mengkontekskan pembangunan sebaiknya dimulai manusia seutuhnya melalui rancangan bangunan dan
dari rancangan bangunan, dan hunian yang berbasis kota-kota yang berjati diri.
pada kearifan lokal. Arsitektur tradisional merupakan Permasalahan
suatu pembahasan yang rumit dalam ranah kajian Adapun permasalahan dalam penelitian ini sebagai
ilmu arsitektur disebabkan oleh teori arsitektur yang berikut:
sifatnya lebih pada merumuskan daripada 1. Bagaimana deskripsi konsepsi religius
menguraikan. Tetapi, dalam topik tradisional seorang masyarakat Kulisusu yang menjiwai penampilan
peneliti arsitektur mesti mengurai dengan melibatkan
fisik bangunan Raha Bulelenga?
berbagai disiplin keilmuan dalam menafsirkan sebab-
2. Bagaimana penerepan konsepsi religius
sebab bentuk arsitektur tradisional.
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan daerah yang masayarakat Kulisusu pada bagunan Raha

kaya potensi kearifan lokal. Tiap-tiap suku memiliki ciri Bulelenga?


khas arsitektur yang menjadi pembeda antara satu
Tujuan
dengan lainnya. Suku kulisusu yang berdiam pada
wilayah kepulauan Buton merupakan salah satu suku
Berdasar pada uaraian latar belakang dan
yang masih memiliki warisan kebudayaan material
permasalahan sehinggga, penelitian ini bertujuan:
yang terjaga hingga kini. Salah satunya adalah
1. Mendokumentasikan konsepsi religius masyarakat
bangunan spiritual masyarakat Kulisusu yakni Raha
Kulisusu yang menjiwai penampilan fisik bangunan
Bulelenga. Bangunan ini merupakan saksi bisu akan
perubahan keyakinan masyarakat tradisional Kulisusu Raha Bulelenga.
yang tercitra pada tranformasi bentuk bangunan 2. Menemukan penerepan konsepsi religius
sampai pada bentuknya saat ini. Ia ibarat sebuah masayarakat Kulisusu pada bagunan Raha
kitab tertulis dengan ruang, bentuk, dan simbol Bulelenga.
sebagai huruf-huruf yang bercerita mengenai isinya,
yangmana hanya dapat dibaca dengan pemahaman 2. METODE PENELITIAN
sejarah dan penjiwaan terhadap agama, keyakinan, Metode penelitian ini berlandaskan pada paradigma
dan falsafah hidup masyarakat. Bangunan ini post-positivisme yakni metode etnografi pendekatan
merupakan bangunan spiritual masyarakat Kulisusu kualitatif. Etnografi menurut Creswell dalam Sugiyono
yang tetap eksis dan berdiri kokoh hingga hari ini (2014) adalah merupakan salah satu jenis penelitian
EMARA – Indonesian Journal of Architecture
Vol x No x – MonthYearISSN 2460-7878, 2477-5975 (e) 3

kualitatif, dimana peneliti melakukan studi tentang Moji Mohalo. Dalam versi lain Islam Tasawuf masuk
budaya kelompok dalam kondisi yang alamiah melalui oleh syiar Syekh Abdul Wahid tahun 1538. Kulisusu
observasi dan wawancara. Metode ini sekiranya tepat secara defenitif menjadi sebuah kerajaan sejak
digunakan untuk meneliti kebudayaan material diangkatnya La Ode Ode menjadi Lakina Kulisusu I
(arsitektur) masyarakat Kulisusu dengan penjiwaan dibawah subordinasi kesultanan Buton. Sebagai
terhadap konsepsi religious yang merupakan ruh dari wilayah Bharata Kesultanan Buton dan penganut
fisik bangunan. Tasawuf, Kerajaan Kulisusu menggunakan Undang-
Metode Pengumpulan Data undang Islam Martabat Tujuh sebagai kostitusi yang
Metode pengumpulan data adalah langkah yang kemudian digunakan sebagai paradigma dalam
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama berarsitektur. Adapun konsepsi martabat tujuh secara
dalam penelitian adalah mendapatkan data dan untuk ringkas pada tabel 2.
mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai Tabel 2.Martabat Tujuh
obyek yang diteliti, maka pengumpulan data No Martabat Tujuh Makna

dilakukan dengan obervasi partisipan, dan 1 Martabat Ahadiyah Zat Allah


wawancara. Adapun kebutuhan data peneltian ini 2 Martabat Wahdah Sifat Allah
pada tabel 1. 3 Martabat Wahidiyah Asma Allah
Tabel 1.Kebutuhan Data 4 Martabat Alam Arwah Arwah
No Data Variabel I Variabel II 5 Martabat Alam Misal Pemisalan
1 Konsepsi religius Islam Martabat
masyarakat Tasawuf Tujuh 6 Martabat Alam Ajsam Alam nyata
Kulisusu yang 7 Martabat Alam Insan Alam manusia
menjiwai
penampilan fisik Sumber: Niampe, 2011
bangunan Raha
Bulelenga. Sebagai pusat spiritual masyarakat Kulisusu Raha
Bulelenga berkedudukan pada tiga martabat teratas
2 Penerepan Konsep  Ruang
konsepsi religius Tingkatan
yang mengandung kerahasiaan. Masyarakat Kulisusu
 Simbol
masayarakat Hati menyebutnya rahasianya rahasia dimana akal
Kulisusu pada
bagunan Raha manusia tidak mampu menjangkau hakekatnya.
Bulelenga. Manusia hanya mampu menafsirkan tiga martabat
teratas setelah melalui proses penyucian diri yang
Sumber: Analisis Penulis, 2018
panjang dan berjenjang. Ruang-ruang yang ada pada
3. HASIL DAN PEMBAHASAN bangunan ini memberikan sebuah gambaran
perjalanan spiritual untuk menjadi seorang insan
Raha Bulelenga secara etimologi terdiri dari dari dua
kamil sehingga, ia berfungsi sebagai tempat
suku kata "raha" berarti rumah sedang, "bulelenga"
peribadatan yang dikhususkan bagi seorang suci
berarti berpegang. Jadi secara harafiah dapat
(mansuana) seorang mansuana dianggap sebagai
diartikan sebagai rumah tempat berpegang (Faslih,
insan kamil yang suci dimana doa-doanya langsung
Andisiri, 2018). Raha Bulelenga sebelumnya
diijabah oleh Allah SWT. Olehnya, rancangan
hanyalah sebuah tiang kayu (bhale) yang dipercaya
bangunan menggambarkan tingkatan-tingkatan hati
sebagai peninggalan Nabi Nuh sehingga dianggap
seorang mansuana dimana ia telah mencapai
keramat sampai hari ini. Lokasi ini kemudian disebut
tingkatan tertinggi. Sebagaimana hakekat manusia
sebagai tandai bhale (tanda tiang sebagai bukti).
yang terdapat pada martabat alam insan dikatakan
nama tandai bhale digunakan sebagai nama wilayah
bahwa semua yang ada di dalam cosmos ini terdapat
Kulisusu saat itu sampai dengan abad 13 M (Nurlin,
pula pada tubuh manusia tetapi, tidak semua yang
2017). Islam Tasawuf masuk di Kulisusu sejak
terdapat dalam tubuh manusia ada pada cosmos
kedatangan Gau Malanga, Ima Ea, Hatibi Ea, dan

Artikel ini dapat diakses di (DOI)


4Author(s) name,Article Title

yaitu hati manusia. Jadi, sebagai sebuah bangunan


Raha Bulelenga adalah penamsilan martabat satu,
dua, dan tiga yang hanya dapat ditembus dengan
cara mencapai tingkatan hati terdalam manusia.
Olehnya ruang-ruang yang ada pada bangunan
adalah penamsilan tingkatan hati manusia ditunjukan
pada tabel 3.
Tabel 3.Penamsilan Tingkatan Hati pada Bangunan
No Bagian Hati Tafsiran pada Makna Penerapan pada Bangunan
bangunan
1 Dada (Shadr) Serambi Cahaya Islam
2 Hati (Qalb) Ruang Dalam I Cahaya Iman
3 Hati Kecil Ruang Dalam II Cahaya
(Fu’ad) Ma’rifah
4 Hati Nurani Bhale (tiang) Cahaya Tauhid
(Lubb)

Sumber: Faslih, dan Andisiri, 2018 Hati (Qalb) yang disimbolkan dengan ruang dalam I
Adapun penjelasan dari makna - makna simbolik yang bermakna cahaya iman. Ini merupakan
tingkatan hati manusia dalam langgam arsitektur tingkatan ke dua dan untuk mencapainya manusia
Raha Bulelenga sebagai berikut; wajib menuntaskan amalan - amalan yang dicitrakan
Dada yang disimbolkan oleh serambi Raha Bulelenga dengan anak tangga dari serambi untuk memasuki
bermakna cahaya Islam, pada bagian ini adalah ruang dalam I dalam Raha Bulelenga. Setelah
pembatas antara jasmani dan ruhani dimana manusia mendaki anak tangga Raha Bulelenga di situ terdapat
mencari cahaya Islam dengan belajar mengenai pintu sebagai jalan untuk memasuki ruang dalam I.
syariat dan mengamalkannya. Kita dapat Pintu dan dinding yang menutupi ruang dalam I
memahaminya dengan mudah saat kita berada di merupakan simbol rahasia. Pada posisi itu akal tidak
dalam serambi Raha Bulelenga masih ada kontak akan mampu memasuki rahasia yang terdapat dalam
dengan dunia luar dimana panca indera dan akal kita ruang dalam. Pintu Raha Bulelenga hanya dapat
berfungsi dan menafsir konsepsi - konsepsi tentang dimasuki dengan cahaya iman. Artinya akal tidak
kehidupan. akan pernah mampu menerangi citra Illahi yang
hanya mampu ditembus oleh cahaya keimanan.
Penjelasan itu juga dipaparkan oleh Imam Al Ghazali
dalam Koller (2010).

Gambar 1. Serambi Simbol Dada

Copyright © year authors


This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
EMARA – Indonesian Journal of Architecture
Vol x No x – MonthYearISSN 2460-7878, 2477-5975 (e) 5

Disinilah Mansuana beramal dan berdoa ia


merupakan seorang yang dianggap suci dan Raja
spiritual bagi masyarakat Kulisusu. Hanya Mansuana
yang diperkenankan untuk masuk dan beramal di
dalam ruangan ini. Dalam wawancara kami Kasim
menuturkan bahwa Mansuana beramal setiap malam
jumat. Masyarakat Kulisusu meyakini bahwa seorang
Mansuana memeliki kemampuan untuk melihat yang
ghaib (cahaya ma'rifah). Kedudukan ruangan yang
berukuran 1 x 1 berada pada tingkatan ke tiga yang
mengandung cahaya ma'rifah sebagai rahasia di
Gambar 2. Ruang Dalam I Simbol Hati
dalam rahasia yang diyakini oleh masyarakat
Hati kecil (Fu'ad) yang disimbolkan oleh ruang dalam
Kulisusu.
II yang bermakna cahaya ma'rifah ini berada dalam
Hati Nurani (Lubb) yang disimbolkan oleh bhale dan
ruang ukuran 1 x 1. Ini adalah ukuran mula - mula
bermakna cahaya Tauhid. Soalan ini telah
Raha Bulelenga. Memasuki ruangan ukuran 1 x 1
terkonfirmasi dari cerita rakyat mengenai wita linandu
sebelumnya harus melewati pintu yang sempit dan
dimana Nabi Nuh adalah yang menancapkan bhale
ruangan ini tertutupi oleh dinding yang dibalut kain
pertama kali sebagai tiang pegangan. Dalam kisah
putih. Mengapa ada ruangan dalam ruang? yang
wita linandu Nabi Nuh menancapkan bhale yang
dinding - dindingnya tidak berhubungan secara
ditafsirkan sebagai metafor yang bermakna tiang
langsung dengan bangunan induk? ruangan ini pula
tauhid. Keesaan Allah SWT disimbolkan oleh bhale
diatapi sendiri dan seolah - olah ia terpisah dengan
dalam bangunan Raha Bulelenga. Sebagaimana
bangunan induk. Ini bermakna bahwa tidak semua
kisah wita linandu bahwa daratan tempat
manusia mampu mencapai tingkatan ini, hanya
ditancapkannya bhale oleh Nabi Nuh adalah daratan
hamba Allah terpilih yang diberi kemampuan untuk
yang pertama kali muncul setelah banjir bah selama
dapat memasuki tingkatan (ruangan) ini. Ruangan 1 x
40 tahun. Tanah itu kemdian disebut wita linandu dari
1 ini adalah rahasia di dalam rahasia ia mengandung
tanah itu muncul harapan untuk eksistensi manusia di
cahaya ma'rifah dimana Allah SWT membuka
dunia ini dan tertancap bhale sebagai pusat dari
penglihatan manusia untuk melihat masa lalu, masa
segala cahaya. Tiang tauhid itu harus kokoh dan kuat
kini, dan masa depan.
karena merupakan inti dari agama Islam. Hal itu
diejahwantakan dalam rancangan Raha Bulelenga
dimana bangunan hanya ditopang oleh satu tiang.
Satu tiang (bhale) yang menopang bangunan Raha
Bulelenga mengandung makna kekokohan dan
kekuatan tiang tauhid yang mampu menyelematkan
hidup manusia di dunia dan akhirat. Bhale tepat
berada di tengah - tengah sebagai inti dari bangunan.

Gambar 3. Ruang Dalam II Hati Kecil

Artikel ini dapat diakses di (DOI)


6Author(s) name,Article Title

Niampe, L., 2011, Unsur Tasawuf Dalam Naskah


Undang – Undang Buton, Bandung: Jurnal Literasi.
Nurlin, 2017, Menyingkap Tabir Kuasa di Tanah
Buton, Yogyakarta: Penerbit Ombak
Ryandi, 2014, Konsep Hati Menurut al-Hakim al-
Tirmidzi, Gontor: Jurnal Kalimah
Sugiyono, 2014, Skripsi Tesis dan Disertasi,
Bandung: Alfabeta
Zahnd, M., 1999, Perancangan Kota secara Terpadu,
Yogyakarta: Kanisius

Gambar 4. Bhale Simbol Hati Nurani

4. KESIMPULAN
Berangkat dari pembahasan dan temuan dalam
penelitian ini, disimpulkan sebagai berikut:
1. Undang-undang Islam Martabat Tujuh adalah
spirit (ruh) yang menjiwai penampilan fisik
bangunan Raha Bulelenga dimana bangunan
adalah penamsilan dari martabat ahadiyah,
wahdah, dan wahidiyah yang memberikan fungsi
spiritual bagi masyarakat tradisional Kulisusu.
2. Bentuk dan ruang bangunan Raha Bulelenga
adalah pengejahwantaan dari martabat alam
insan dimana jasmani manusia adalah
manifestasi dari cosmos sedangkan hati manusia
adalah manifestasi dari dunia supra natural.
Masyarakat tradisional Kulisusu memiliki visi
kehidupan untuk menjadi insan kamil dan untuk
menjadi seorang insan kamil menurut konsepsi
religius masyarakat Kulisusu mesti melalui
jenjang-jenjang penyucian diri dan keilmuan
melalui tingkatan-tingkatan hati seperti dada,
hati, hati kecil, dan hati nurani. Konsepsi hati
tersebut kemudian ditafsirkan ke bentuk dan
ruang pada bangunan Raha Bulelenga.

5. DAFTAR PUSTAKA
Faslih, A., dan Andisiri, L.A.R.S., 2018, Arsitektur
Tradisional Kulisusu Pendekatan Historis-Filosofis,
Kendari: UHO Press
Koller, J. M., 2010, Filsafat Asia, Maumere – Flores:
Ledalero.

Copyright © year authors


This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License

Potrebbero piacerti anche