Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Key Words: Capital Structure; Market Timing Theory; Market To Book Ratio, Market Leverage
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen umumnya tidak mengetahui kapan struktur modal optimal apalagi
investor di pasar modal. Persoalan menjadi kompleks manakala manajemen harus
memutuskan faktor determinan “kapan” struktur modal optimal. Jadi bukan lagi seperti
argumen Shyam-Sunders & Myers (1999) yakni berapa porsi leverage sehingga
optimalitas tercapai. Teori - teori struktur modal tradisional seperti Pecking Order
Theory (POT) dan Static Trade-Off Theory (STT) belum memuaskan para manajer
keuangan dalam penentuan kebijakan struktur modal terbaik. Malahan keduanya saling
bersaing dalam menentukan proxy faktor determinan terbaik [lihat studi Shyam-Sunders
& Myers (1999) dan Frank & Goyale (2003)].
Munculnya Market Timing Theory (MTT) dari Barker & Wurgler (2002)
diharapkan bisa memberikan “jawaban”; namun tidak akan semudah yang dibayangkan.
Proxy MTT secara umum adalah market to book ratio yakni pada kasus-kasus IPO.
Banyak akademisi seperti dikutip Huang & Ritter (2005) mengkritik proxy ini sebab
umumnya market to book ratio adalah proxy keputusan investasi; yakni under-valued
atau over-valued nya suatu saham. Barker & Wurgler (2002) mengklaim market timing
2
adalah “cumulative outcome of past attempts to time the equity market”. 1 Dua asumsi
yang dipakai adalah: 1. Asimetrik informasi terjadi bervariasi di pasar modal, maka
manajemen yang rasional enggan melakukan adjustment terhadap target leverage. 2.
Manajemen percaya dapat melakukan “timing” terhadap equity market. Dan klaim
Barker & Wurgler (2002) tersebut berhasil diderivasikan dalam model empirikal.
Namun demikian MTT dari Barker & Wurgler (2002) menimbulkan banyak pro
dan kontra secara akademik. Pro dan kontra bukan pada asumsi ke-2 seperti halnya
dugaan penulis; namun justru pada asumsi ke-1 yakni cepat atau tidaknya manajemen
melakukan adjustment terhadap target leverage. Berdasarkan survai pada studi Huang &
Ritter (2005), para akademisi yang pro dengan MTT antara lain: Welch (2004); Kayhan
& Titman (2005) dan Lemmon, et.al. (2005). Sedangkan yang kontra antara lain: Leary
& Robert (2005); Alti (2005) yang amat skeptis dengan definisi market timing Barker &
Wurgler (2002) dan Hovakimian (2005). Pro & Kontra terhadap Market Timing Theory
sangat dipengaruhi oleh pandangan behavioralist. Kita tahu Barker & Wurgler adalah
pencetus Behavioral Corporate Finance di samping Ruback (Vasiliou & Daskalakis,
2007).2 Pandangan behavioralist umumnya sangat berkiblat pada perilaku manajemen
dan situasional lingkungan eksternal. Dalam hal corporate finance maka leverage yang
menjadi fokus perhatian. Berkaca pada pengalaman perusahaan go-public di BEJ pada
leverage maka menarik untuk disimak. Alasannya adalah faktor eksternal makro atau
faktor motivasional dari manajemen perusahaan go-public di BEJ bisa juga
diklasifikasikan sebagai bentuk kongkrit pandangan behavioralist seperti Baker, Ruback
& Wurgler (2004).
Leverage perusahaan go-public di BEJ sebelum krismon cenderung mengalami
peningkatan tajam dan sesusah krismon cenderung turun. Dugaan penulis faktor
eksternal makro atau faktor motivasional dari manajemen memegang peranan penting.
Hal ini terlihat pada deregulasi perbankan 1988-1992 oleh pemerintah Indonesia untuk
kemudahan pendirian bank umum. Pada sisi lain manajemen perusahaan konglomerat
1
Walaupun sebenarnya Myers (1984) mengatakan market timing bukan ide baru. Pandangan beliau
diperkuat pula oleh Graham & Harvey (2001) bahwa ada indikasi keperilakuan manajemen dalam
equity issuance. Lain lagi Hovakimian, et.al. (2001) saat harga saham naik, perusahaan akan melakukan
penawaran ekuitas. Kemudian Lucas & McDonald (1990) menyebut persoalan adverse selection saat
issuance tersebut. [detail lihat Frank & Goyale (2003), p. 7]
2
Baker, Ruback & Wurgler (2004) membuat paper tentang behavioral corporate finance yang
mengindikasikan adanya irrasionalitas di kalangan investor dan manajemen. Investor dan manajemen
ternyata banyak menggunakan intuisi tidak lagi rasionalitas dari teorema Bayes (Neoclassical
Paradigm) dalam pengambilan keputusan. Menurut Vasilou & Daskalis (2007) konsep market
efficiency dari Fama dan perfect market dari MM Theorem menjadi terancam.
3
menyambut baik. Namun kemudian yang terjadi kredit macet sebab kredit bank dipakai
untuk kelompok usaha sendiri yang mengabaikan prinsip 3C atau 5R. Sehingga setelah
krismon periode 1998-2002 banyak bank umum yang dipaksa “beku operasi” dan “take-
over” oleh BPPN (agen pemerintah). Sedangkan perusahaan konglomerat sebagai
pemegang saham bank banyak melakukan restrukturisasi hutang dan efisiensi usaha.
Fenomena perusahaan di BEJ sebelum dan sesudah krismon memberi pelajaran
bahwa tidak mudah menerapkan suatu teori struktur modal. Sederetan teori POT, STT
dan MTT masing-masing diharapkan memberi solusi potensial atas target leverage
(Tobing, 2007). Namun penetapan target leverage tidaklah bisa atas dasar judgment
praktikal semata melainkan harus dari kajian empirik. Atas dasar hal tersebut penulis
bermaksud melakukan pengujian market timing of capital structure di Indonesia. Ada
dua motivasi penulis yakni pertama, rekonsiliasi debat teoritik MTT seperti pada studi
Alti (2005) + Hogfeltd & Oborenko (2005) yang kontra MTT dan Kayhan & Titman
(2005) + Wagner (2007) yang pro MTT. Kedua; penelitian MTT ternyata baru dilakukan
dua kali di BEJ yakni masing-masing Kusumawati & Danny (2006) yang menekankan
efek persistensi struktur modal jangka panjang dengan metode MTT dan OCS (optimal
capital structure/STT) & Dahlan (2004) yang berfokus pada ada tidaknya indikasi
kebijakan struktur modal di Indonesia akan mengarah pada MTT.
B. Tujuan Penelitian
Ada dua yakni tujuan umum dan khusus. Tujuan umum adalah penulis ingin
membuktikan bahwa MTT bisa applicable di BEJ; sedangkan tujuan khusus 3 yakni:
1. Menganalisis pengaruh market to book ratio terhadap leverage.
2. Menganalisis pengaruh variabel lain (variabel kontrol) seperti net property, plant &
equipment; Earning After Tax dan Total Asset terhadap leverage.
C. Kontribusi Penelitian
Paling penting adalah adanya bukti indikasi MTT di BEJ, yakni nilai market to
book ratio akan berpengaruh negatif terhadap leverage. Logikanya pada saat perusahaan
mengalami pertumbuhan tinggi (salah satu proxy-nya adalah market to book ratio); maka
3
Beberapa pengertian variabel pengindikasi MTT akan dijelaskan secara detail akan dibahas pada
definisi operasional variabel. Khusus variabel leverage akan dipakai nilai buku dan nilai pasar seperti
pada studi Huang & Ritter (2005).
4
perusahaan akan cenderung mengurangi penggunaan hutang (salah satu proxy-nya adalah
leverage). Hal ini karena saat itu investor di pasar modal akan menilai perusahaan secara
over-valued sehingga cost of equity akan lebih kecil dari cost of debt. Dan biasanya
kondisi ini akan terjadi saat perusahaan (yang mengalami pertumbuhan tinggi)
melakukan IPO.
Kontribusi lain terletak pada penemuan variabel kontrol MTT. Ada proxy yang
dipakai di riset Baker & Wurgler (2002) serta Huang & Ritter (2005) seperti net
property, plant & equipment; Earning After Tax dan Total Asset. Peranan variabel
tersebut dalam ikut mempengaruhi hubungan market to book ratio dan leverage menarik
untuk dikaji. Sebab variabel market to book ratio tidak akan berdiri sendiri secara
akunting. Kusumawati & Danny (2006) menyatakan peran masing-masing sebagai
proxy intensitas aktiva tetap, volatilitas earning dan ukuran perusahaan yang
berpengaruh langsung pada tingkat pertumbuhan dengan proxy: market to book ratio.
D. Keterbatasan
Ada tiga hal yakni: Pertama; penulis tidak memakai periode data yang panjang
seperti studi MTT di USA yang rata-rata di atas 20 tahun. Hal ini karena keterbatasan
waktu penulis. Kedua sehubungan dengan tidak panjangnya periode penelitian, maka
penulis tidak bisa memakai model regresi data panel (GLS). Untuk studi ini, penulis
cukup mencoba dengan metode OLS berbasis argumentasi “parsimonisitas”. Terakhir;
penulis tidak memakai data sektor keuangan karena perilaku leverage-nya berbeda
dengan perusahaan biasa dan juga sektor keuangan amat teregulasi oleh aturan
pemerintah misal bank oleh BI dan non bank oleh Departemen Keuangan.
TINJAUAN TEORI
arbitrage 4 dan firm value. Sedangkan yang kedua berkaitan dengan leverage, risk 5 dan
cost of capital. Berk & De Marzo (2007) menyatakan kedua proposisi ini berujung pada
anggapan bahwa leverage tidak mempengaruhi nilai perusahaan, walaupun syarat
utamanya adalah perfect market seperti tidak ada biaya transaksi; risiko usaha setiap
bisnis yang sama; akses informasi yang merata (simetrik); rasionalitas dan homogenitas
harapan di kalangan investor.
Kemudian kita semua tahu bahwa asumsi no relevant debt ini banyak menimbulkan
kontroversi. Sebab ada bukti bahwa dengan leverage, EPS akan naik, bahkan tanpa
leverage pun tidak terjadi dilusi kepemilikan saham. Kalau penulis melihat, kuncinya
adalah pada asumsi perfect market. Maka setelah revisi teori MM dari mereka berdua
sendiri pada tahun awal 1960-an, muncul pula teori-teori alternatif seperti Pecking Order
& Static Trade-Off yang berlandaskan pada asumsi imperfect market seperti adanya
asimetrik informasi dan munculnya financial distress akibat penggunaan hutang.
Dengan memakai gambar 1 di halaman berikutnya, penulis menyatakan Pecking
Order dan Static Trade-Off memiliki dominasi yang kuat pada pertengahan 60-an sampai
akhir 80-an. Pecking Order berawal dari survey Fortune 500 yang menghasilkan urutan
pendanaan mulai dari laba ditahan, hutang dan saham. Klaim urutan pendanaan didasari
atas mahal atau tidaknya biaya modal.
Sedangkan Static Trade Off berawal dari maraknya pakar keuangan membicarakan
financial distress sebagai implikasi negatif penggunaan hutang. Menurut STT, hutang
harus dipergunakan secara optimal sampai batasan tidak akan menurunkan nilai
perusahaan. Yang menarik berapa proporsi terbaik masih beragam untuk berbagai sektor
industri; sehingga menimbulkan “optimal leverage puzzle”.
4
Hal ini berdasarkan dugaan karena tingkat bunga individu diperlakukan sama dengan tingkat bunga
institusi; maka individu investor memiliki akses yang luas di pasar modal untuk bertransaksi saham-
saham perusahaan yang levered dan unlevered melalui homemade leverage. Dalam kondisi
equilibrium akan tercipta proses arbitrage sehingga tidak akan perbedaan lagi nilai perusahaan antara
yang levered dan unlevered.
5
Faktor risiko yang timbul adalah selisih dari biaya modal perusahaan yang levered dan unlevered
dikalikan dengan besarnya hutang. Makin besar hutang akan membuat biaya modal sendiri makin
meningkat. Karenanya efek tax-shield dari hutang akan terimbangi oleh kenaikan biaya modal sendiri.
Situasi tersebut akan membuat besarnya hutang tidak relevan terhadap kenaikan nilai perusahaan.
6
Modigliani-Miller
Theorem
Market Timing
Pecking Order Theory Static Trade-
Theory Off Theory
Gap Riset ?
Pada dekade 80-an dan 90-an banyak penelitian lanjutan struktur modal yang
mengacu pada STT dan POT. Walaupun ada kelompok yang pro terhadap POT seperti
Myers (1984), Baskin (1989), Allen (1993) dan Adedeji (1998), namun juga ada yang
tidak sepenuhnya pro artinya memasukkan unsur STT seperti Shyam-Sunders & Myers
(1999) dan Frank & Goyale (2003). Hasil-hasil riset mereka beragam, namun intinya
tetap memperteguh eksistensi POT & STT secara empirik.
Karena intinya tetap eksis, penulis memiliki skenario POT & STT memberi
inspirasi munculnya MTT.6 Mengapa bisa muncul MTT? Baker & Wurgler (2002)
sempat menyatakan bahwa keputusan struktur modal terkait dengan upaya perusahaan
untuk melakukan timing terhadap pasar modal. Yang menjadi alasan adalah POT & STT
6
Penulis pernah berdiskusi bersama bahwa MTT adalah “irisan” dari POT dan STT. Hal ini dapat
dibuktikan dengan pengakuan MTT bahwa perusahaan harus menetapkan target leverage serta
memberikan argumentasi kuat manakala akan menggunakan suatu sumber dana baik hutang ataupun
ekuitas.
7
tidak mampu memaksimumkan nilai perusahaan dan MTT yang memiliki karakter
“persisten” diharapkan mampu menjadi alat pencapai tujuan finance. Kata kunci
persisten menjadi keunggulan MTT dalam implementasinya. Pada bagian berikut setelah
pembahasan detail POT & STT, penulis akan membahasnya tersendiri. Namun seperti
Alti (2006) yang begitu mempertanyakan sifat persistensi MTT; penulis menduga masih
banyak gap riset yang bisa menjadi acuan penelitian-penelitian berikutnya. Gap riset
terutama berkenaan tentang keterandalan MTT Baker & Wurgler (2002) sebagai teori
struktur modal kontemporer.
Terlihat pada tabel 1 perbedaan nyata antara STT dan POT. POT lebih menekankan
pada hirarkis pendanaan, sedang STT pada optimalitas pendanaan. Walaupun ada
perbedaan mencolok, namun kalau diamati pada segi inti keduanya tetap fokus pada
Cost of Capital. POT memfokuskan pada COC murah sedangkan STT bertitik berat pada
COC minimum. Temuan ini mengindikasikan bahwa COC tetap menjadi tujuan utama
keputusan struktur modal.
Beberapa variabel penjelas, penulis ambil dari studi Pangeran (2004). Model utama
adalah regresi logistik dengan pilihan 1 untuk pendanaan ekuitas dan pilihan 0 untuk
pendanaan hutang. Sesuai dengan studi Pangeran (2004), variabel penjelas POT yang
signifikan adalah profitabilitas; harga saham dan kondisi pasar modal dengan arah
pengaruh positif. Kemudian variabel penjelas STT tidak ada yang signifikan, sehingga
klaim Pangeran (2004) POT lebih relevan di Indonesia dibandingkan STT.
Dugaan penulis ini terkait dengan periode data 1991-1996 yang lagi bullish. Yang
menarik lagi Pangeran (2004) mengadopsi variabel penjelas POT & STT dari Bayless &
Diltz (1994) (lihat cetak italic bergaris dalam tabel 1). Kalau demikian halnya berarti
memang ada irisan atau pertautan antara STT dan POT. Deviasi target leverage bisa
terjadi karena ukuran penawaran saham dan harga saham. Bila makin tinggi ukuran
penawaran saham, target leverage akan makin minimum. Sedangkan bila harga saham
makin tinggi, memang bisa jadi target leverage akan minimum atau maksimum
tergantung faktor fundamental non keuangan perusahaan juga.
1. Perusahaan cenderung akan melepas saham sebagai pengganti hutang ketika nilai
pasar relatif tinggi terhadap nilai buku dan nilai pasar masa lalu adalah tinggi;
dan cenderung akan membeli kembali saham ketika nilai pasar adalah rendah.
2. Melalui analisis perkiraan prospek earning dan perkiraan realisasi harga saham
sekitar pelepasan saham, perusahaan cenderung untuk melepas saham pada waktu
investor memiliki sikap optimisime dan antusias yang tinggi.
Pro-kontra terhadap MTT berkisar soal persistensi struktur modal bisa long term
atau tidak. Hasil studi Baker & Wurgler (2002) berhasil menunjukkan efek persistensi
yakni efek net equity issuance masih ada. Kalau memang efek persistensi masih ada
maka perusahaan tidak perlu tergesa-gesa melakukan adjustment terhadap leverage.
Dalam Huang & Ritter (2005) terungkap dua kelompok yang masing-masing pro &
kontra terhadap MTT. Kelompok yang pro antara lain Welsch (2004); Kayhan & Titman
(2005) serta Lemmon, et.al. (2005). Mereka mengklaim bahwa dengan sampel
perusahaan yang ber-IPO, efek persistensi masih begitu kuat bahkan hingga 10-20 tahun.
Tetapi dengan sampel yang hampir sama itu pula Leary & Robert (2005), Alti (2005)
serta Hovakimian (2005) menemukan efek persistensi hilang beberapa tahun pasca
perusahaan IPO. Apa yang terjadi ini?
Penulis memiliki dugaan persoalan metode analisis; kerangka panel data dan
variabel baru sebagai faktor pemicu. Leary & Robert (2005) memakai model GLS
maximum likelihood yang tentu lebih robust dari OLS Baker & Wurgler (2002).
Sedangkan Alti (2005) sudah memasukkan unsur hot dan cold markets saat IPO pada
kerangka panel data, meski model sama yakni OLS. Terakhir Hovakimian (2005) sudah
memasukkan variabel-variabel baru seperti size, tangibility dan profitabilitas di samping
rasio M/B; rasio PPE/Asset dan rasio EBITDA/Asset di studi Baker & Wurgler (2002).
Kalau memang demikian akar persoalan pada definisi persistensi yang “sarat”
dengan bidang ekonometrik, penulis sepakat dengan Huang & Ritter (2005) bahwa perlu
model analisis yang tepat. Nampaknya regresi data panel menjadi alternatif untuk
menjelaskan fenomena persistensi tersebut. Huang & Ritter (2005) berhasil
menunjukkan masih adanya efek persistensi walaupun cukup lemah.
BL = 0.0197 (M/B)t-1 – 0.0473 (EFWA M/B) t-1 + 0.0048 (PPE/A) t-1 – 0.1274
(EBITDA/A) t-1 + 0.0631 ln (A) t-1 – 0.0019 (S/A) t-1 - 0.4537 (NWCA) t-1 +
0.0698 DUM k
ML = 0.0306 (M/B) t-1 – 0.2946 (EFWA M/B) t-1 + 0.108 (PPE/A) t-1 – 0.0836
(EBITDA/A) t-1 + 0.0844 ln (A) t-1 – 0.0061 (S/A) t-1 - 0.2291 (NWCA) t-1 +
0.0265 DUM k
Di samping pada model efek random, sekali lagi kedua penulis berhasil
membuktikan efek persistensi MTT walaupun hanya untuk jangka pendek 1991-1995 &
1997-2001. Sedangkan studi Dahlan (2004) berhasil mengintrodusir efek MTT di BEJ
untuk perusahaan juga non keuangan tahun 1990-2000. Sama halnya dengan
12
Kusumawati & Danny (2006), maka ada variabel dummy krisis; dan model GLS yang
dipakai. Hanya perbedaan yang penting Dahlan (2004) langsung menekankan pada
variabel market leverage dan besaran dibuat dalam selisih (difference). Hasil persamaan-
nya nampak sebagai berikut (tanda hitam untuk variabel yang signifikan):
ΔLEVt = - 0.533 (M/B)t-1 – 0.098 PPE t-1 – 0.418 EBIT t-1 + 9.503 SIZE t-1 – 0.294
ΔLEVt-1
ΔLEVt = -0.51 (M/B)t-1 – 0.11 PPE t-1 – 0.418 EBIT t-1 + 10.414 SIZE t-1 – 0.283 ΔLEVt-
1 – 1.192 DCris t-1
Berdasarkan kedua studi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MTT cukup
applicable untuk kasus BEJ. Tantangan yang timbul dalam riset selanjutnya adalah
mencari efek interaksi antara dummy krisis dengan variabel bebas dan mencoba uji MTT
dalam model yang lebih sederhana bila ternyata jumlah sampel peneliti sedikit.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Prosedur Penelitian
Pertama, peneliti akan mengumpulkan data-data perusahaan yang terdaftar di BEJ
dengan status masih aktif. Kedua, peneliti akan mengumpulkan data - data variabel yang
akan diuji untuk masing-masing perusahaan. Ketiga, peneliti akan melakukan regresi
OLS dengan menggunakan SPSS versi 15.0 (uji hipotesis) dan STATA versi 9.0 (statistik
deskriptif).
8
Beberapa perusahaan dikeluarkan dari sampel. Hal ini atas dasar pertimbangan bahwa data harga saham
berguna untuk menghitung proxy market to book ratio.
14
3. Earning After Tax yakni laba bersih dipotong beban bunga dan pajak tahun
berjalan. Diharapkan akan berpengaruh negatif juga terhadap leverage (H3) karena
saat IPO perusahaan baru akan mengalami peningkatan laba. Maka efek tax-shield
karena penggunaan hutang akan mulai berkurang.
4. Total Asset merupakan total aktiva yang terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap.
Diharapkan akan berpengaruh positif terhadap leverage (H4). Sebab waktu IPO,
mestinya akan terjadi peningkatan ekuitas dengan asumsi hutang tetap.
Peningkatan ekuitas karena penambahan modal pemegang saham baru pada
gilirannya akan memperbesar ukuran perusahaan yang diukur dengan total aktiva.
E. Model Analisis
Acuan penulis adalah model Dahlan (2004) yang tetap mengacu pada model Baker
& Wurgler (2002). Alasan penulis adalah model Baker & Wurgler (2002) ini banyak
dikutip oleh kelompok peneliti dan juga sangat parsimonif. Skema model nampak
sebagai berikut:
Seperti diketahui dalam model 1 dan 2, maka agar H1-H4 diterima maka nilai
masing-masing koefisien β1 < 0; β2 < 0; β3 < 0 dan β4 > 0. Selain itu secara statistik
masing-masing koefisien akan memiliki nilai t-hitung yang signifikan pada taraf
minimum (p-value) 10 %. Agar dapat dipakai sebagai model prediksi bagi keputusan
struktur modal di masa depan, maka model 1 & 2 juga harus lolos dari uji asumsi klasik.
9
Pada studi pendahuluan hasil pengujian dengan nilai absolut tidak begitu memuaskan. Maka penulis
memutuskan mengikuti model Dahlan (2004) yakni dengan difference (selisih).
15
HASIL ANALISIS
A. Statistik Deskriptif
Berbasis pada hasil deskriptif tabel 2, hampir semua variabel yang menjadi acuan
dalam model memiliki karakteristik yang unik. Seperti kita lihat antara ΔBL & ΔML
memiliki perbedaan yang khas. Nilai market leverage secara umum lebih tinggi dari nilai
book leverage. Hal ini selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Faktor
pengurang total ekuitas dan penambah nilai kapitalisasi pasar yang mampu menjelaskan.
Penyebab nilai negatif baik pada book dan market leverage adalah karena adanya
penurunan tingkat hutang pada beberapa sampel. Dan hal ini tentu saja akan berimplikasi
poistif bagi diterimanya hipotesis MTT.
Tabel 2. Statistik Deskriptif [56 (28X2) observasi IPO 2000-2001]
Variable Mean Std.Dev Min Max
Sumber: Hasil analisis penulis (2007) versi awal dengan STATA 9.0
Kemudian untuk beberapa variabel bebas seperti market to book, aktiva tetap, EAT
dan Total Asset memiliki karakter yang sering muncul dalam banyak riset yakni nilai
standar deviasi di atas nilai mean. Penulis menduga hal ini karena masalah data-data
yang ekstrim pada keempat variabel tersebut. Apakah hal ini akan berpengaruh terhadap
hasil pengujian hipotesis? Sejauh penulis yang amati tidak demikian; karena justru data-
data yang bervariasi akan mampu meningkatkan nilai t-hitung. Oleh karena nilai absolut
suatu koefisien β akan di atas nilai mean-nya; dengan asumsi standar error tetap maka
tentu saja nilai t-hitung akan meningkat.
Kalau kita mengikuti tabel 3, maka nampak penerimaan H1-H4 akan cenderung
berkiblat pada market leverage. Pada model 1 & 2 nilai koefisien market to book malah
positif, hal ini menolak hipotesis MTT. Meskipun untuk variabel aktiva tetap dan total
aktiva malah memberikan hasil yang mendukung H2 dan H4.
Sedangkan kalau berkaca pada hasil model 3 & 4 maka semua H1-H4 diterima.
Hasil ini mendukung temuan studi Dahlan (2004); Kusumawati & Danny (2006) serta
tentu saja Barker & Wurgler (2002). Untuk ketiga kalinya terbukti MTT berlaku di BEJ.
Sumber: Hasil analisis penulis (2007) versi awal dengan STATA 9.0
Secara ekonometrik, model 3 masih kurang layak. Hal ini karena terjadi
multikolinearitas antara total aktiva dan aktiva tetap. Untuk mengatasi hal ini, penulis
memutuskan menguji lagi dengan model 4. Hasilnya tetap sama yakni H1 sebagai
hipotesis utama masih diterima. Penulis berpendapat proxy total aktiva bisa diganti
dengan penjualan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan “studi kecil ini”, maka nampak bahwa dengan model OLS-pun
hipotesis MTT berhasil diterima. Artinya hal ini memberikan ruang yang lebar bagi
17
peneliti lain yang ingin mencoba dengan sampel periode dan industri yang berbeda.
Penulis juga melihat masalah familiaritas regresi data panel juga menjadi pertimbangan.
Model ini penulis akui lebih baik tetapi dengan sampel periode yang panjang.
Kemudian terkait dengan penerimaan hipotesis MTT ini pula, penulis mengamati
bahwa perusahaan IPO yang dipandang sebagai sampel hipotesis MTT. Ada satu karakter
unik dari perusahaan IPO 2000-2001 yakni data harga saham cenderung akan berkurang
setelah tahun IPO. Fenomena yang terjadi adalah para investor baru akan melakukan
profit taking; dengan asumsi tingkat hutang akan meningkat dan harga saham merupakan
salah satu komponen market to book maka jelas hubungan antara market to book dan
leverage akan negatif.
Yang unik lagi ternyata karakter market to book juga dipengaruhi oleh EAT yang
memberikan efek negatif terhadap leverage. Fenomena yang terjadi adalah medium-term
underperformance pasca IPO. Intinya laba perusahaan akan cenderung menurun
meskipun pada tahun pertama setelah IPO cenderung naik. Penyebab turunnya laba
adalah adanya aksi manajemen untuk membayar tagihan bunga hutang ataupun
mendanai proyek-proyek tertentu.
REFERENSI
Alti, A. (2003). How Persistent Is the Impact of Market Timing on Capital Structure.
Working Paper from University of Texas Austin, pp. 1-35.
Baker, M. & R. Wurgler (2002). Market Timing and Capital Structure. Journal of Finance 57,
pp. 1-32.
18
Berk, J. & P. De Marzo (2007). Corporate Finance, Pearson International Edition, Chapter 14 &
15.
Dahlan, I.O. (2004). Market Timing dan Struktur Modal: Studi pada Perusahaan Non
Keuangan Tercatat di BEJ. Tesis S2 PSIM UI.
Elliot, W.B., J.K. Kant & R.S. Warr. (2004). Further Evidence on the Financing Deficit: The
Impact of Market Timing. Working Paper from Oklahoma State University, pp. 1-32.
Frank, M.Z. & V.K. Goyale (2003). Capital Structure Decisions. Working Paper from
www.ssrn.com,pp. 1-56.
Graham, J.R. & C.R. Harvey (2001). The Theory and Practice of Corporate Finance:
Evidence from the Field. Journal of Financial Economics 60,pp. 187-243.
Hogfeldt, P. & A. Oborenko (2005). Does Market Timing or Enhanced Pecking Order
Determine Capital Structure? Working Paper from Stockholm School of Economics, pp.
1-48.
Huang, R. & J.R. Ritter (2005). Testing the Market Timing of Capital Structure. Working
Paper from University of Florida, pp. 1-44.
Kant, J.K. (2003). Valuation Errors at the Time of Security Issuance & the Market Timing
Theory of Capital Structure. Doctoral Dissertation from Oklahoma State University, pp.
1-123.
Kayhan, A. & S. Titman (2005). Firms’ Histories and Their Capital Structure. NBER Working
Paper, pp. 1- 51.
Kusumawati, D. & F. Danny (2006). Persistensi Struktur Modal Pada Perusahaan Publik
Non Keuangan yang Tercatat di BEJ: Pendekatan Market Timing & Teori Struktur
Modal Optimal. Jurnal Ekonomi STEI 15 (32), hal. 1-24.
Liu. L.X. (2005). Do Firms Have Target Leverage Ratios? Evidence from Historical Market
to Book and Past Returns. Working Paper from Hongkong University of Science &
Technology, pp. 1-48.
Mahajan, A. & S. Tartaroglu (2007). Equity Market Timing and Capital Structure:
International Evidence. Working Paper from Texas A & M University, pp. 1-32.
Manurung, A.H. (2004). Teori Struktur Modal: Sebuah Survai. Manajemen & Usahawan
Indonesia Vol. 33. No.4, hal.20-25.
Pangeran, P. (2004). Pemilihan Antara Penawaran Sekuritas Ekuitas dan Utang: Suatu
Pengujian Empiris terhadap Pecking Order Theory dan Balance Theory, Manajemen
& Usahawan Indonesia Vol.33. No.4, hal. 27-36.
Tobing, L.R. (2007), Studi Mengenai Perbedaan Struktur Modal Perusahaan Multinasional
Dengan Perusahaan Domestik yang Go-Public di Pasar Modal Indonesia: Perspektif
19
Wagner, H.F. (2007). Public Equity Issues and the Scope of Market Timing. Working Paper
from London Business School, pp. 1-59.
20
LAMPIRAN (1)
Emiten Δ BL (t) ΔML (t) M/B (t-1) PPE* (t-1) EAT* (t-1) TA* (t-1)
LAMPIRAN (2)
Emiten Δ BL (t) ΔML (t) M/B (t-1) PPE* (t-1) EAT* (t-1) TA* (t-1)
LAMPIRAN (3)
Hasil Lampiran SPSS (Δ Book Leverage t ) Semua variabel bebas dalam t-1
E x p e c te d C u m P ro b
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
Model Summary(b)
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .118 2 .059 2.782 .071(a)
Residual 1.123 53 .021
Total 1.241 55
a Predictors: (Constant), EAT, M/B
b Dependent Variable: DeltaBL
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) -.033 .024 -1.385 .172
M/B .003 .006 .059 .448 .656 .979 1.021
EAT 3.398 1.526 .294 2.228 .030 .979 1.021
a. Dependent Variable: DeltaBL
23
Model Summary(b)
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .190 4 .048 2.307 .071(a)
Residual 1.051 51 .021
Total 1.241 55
a Predictors: (Constant), TA, M/B, EAT, PPE
b Dependent Variable: DeltaBL
Coefficients(a)
Standardiz
ed
Unstandardized Coefficien Collinearity
Model Coefficients ts t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -.092 .039 -2.318 .025
M/B .006 .007 .115 .845 .402 .897 1.115
PPE -.749 .440 -.789 -1.702 .095 .077 12.924
EAT 1.782 1.787 .154 .997 .323 .694 1.440
TA .612 .329 .896 1.858 .069 .071 14.012
a Dependent Variable: DeltaBL
24
LAMPIRAN (4)
Hasil Lampiran SPSS (Δ Market Leverage t ) Semua variabel bebas dalam t-1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
Model Summary(b)
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 337.388 2 168.694 75.116 .000(a)
Residual 119.026 53 2.246
Total 456.414 55
a Predictors: (Constant), EAT, M/B
b Dependent Variable: DeltaML
25
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) .937 .247 3.796 .000
M/B -.777 .066 -.834 -11.764 .000 .979 1.021
EAT -26.981 15.706 -.122 -1.718 .092 .979 1.021
a. Dependent Variable: DeltaML
Model Summary(b)
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 344.105 4 86.026 39.065 .000(a)
Residual 112.309 51 2.202
Total 456.414 55
a Predictors: (Constant), TA, M/B, EAT, PPE
b Dependent Variable: DeltaML
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) .413 .408 1.012 .316
M/B -.746 .068 -.801 -10.916 .000 .897 1.115
PPE -7.803 4.551 -.428 -1.715 .093 .077 12.924
EAT -40.312 18.473 -.182 -2.182 .034 .694 1.440
TA 5.905 3.403 .451 1.735 .089 .071 14.012
a. Dependent Variable: DeltaML