Sei sulla pagina 1di 13

PEMBERDAYAAN IBU SEBAGAI UPAYA DETEKSI DINI

KEKURANGAN GIZI BALITA DI PUSKESMAS II SUMBANG


KABUPATEN BANYUMAS

WOMEN EMPOWERMENT AS LACK OF EARLY DETECTION


CHILDREN UNDERNUTRITION IN PUSKESMAS II SUMBANG
BANYUMAS DISTRICT

Erna Kusumawati, Setiyowati Rahardjo, Endo Dardjito


Jurusan Kesehatan Masyarakat Fikes Unsoed.
Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT
A mother has a mayor role in child growth, especially for their nutritional status.
The objective of this research was to identify the incidence of undernutrition by
identifying factors that cause undernutrition such as child factor, family factor,
maternal factor and environmental factor using quantitive approach, identifying
how far the interaction of community with the publich health, identifying the
effectiveness programs to prevent undernutrition The factors analyzed using
multiple regression logistic. Interactive model1) used to analyzed the extent of
publich health for the undernutrition preventing programs. The sample of this
study were the children with undernourished from January-July 2012, there were
50 subject. As a control, researcher use 50 children with wellnourished status who
lives near the subject with undernourished status. Analysis of quantitative data
obtained from the results of the causes of malnutrition in gender, maternal
employment, and environmental sanitation. The most dominant factor is maternal
employment. Qualitative analysis concluded institutional issues include the
provision of supplementary feeding has been unable to overcome the problem of
malnutrition, a history of maternal nutrition and low birth weight, low maternal
education and knowledge, lack of exclusive breastfeeding, complementary feeding
premature delivery, low maternal participation in posyandu and low income
families. Early detection of malnutrition can be done by empowering housewives
with increased knowledge of breastfeeding / complementary feeding and nutrition
during pregnancy, maintenance of environmental sanitation, as well as increased
participation of mothers in the Posyandu.
Keywords: Empowering women, undernutrition, Children under five

Kesmasindo, Volume 7 (3) Juli 2015, Hal. 225-236


PENDAHULUAN BGM Kabupaten Banyumas yaitu
Puskesmas II Sumbang 1.95% dan gizi buruk 0.14%
mempunyai persentase Balita Bawah (Dinkes Banyumas, 2010).
Garis Merah (BGM) yang tinggi Persentase balita BGM sebesar 5.01
yaitu 5.01% dan gizi buruk sebanyak % sangat perlu diwaspadai karena
0.28% lebih tinggi dari persentase menurut Depkes (2008) dikatakan

225
226 Jurnal Kesmas indo, Volume 7, Nomor 3, Juli 2015, Hal. 225-236

suatu Kejadian Luar Biasa (KLB) membantu mendeteksi lebih dini


gizi buruk apabila terjadi 1% kasus risiko terjadinya masalah kesehatan.
gizi buruk disertai dengan Pemantauan status gizi dapat
meningkatnya faktor risiko di suatu digunakan sebagai bentuk antisipasi
wilayah tertentu (memburuknya pola dalam merencanakan perbaikan
konsumsi dan penyakit). Kekurangan status kesehatan anak. Upaya
gizi akan berdampak terjadinya pemerintah dalam meningkatkan
gangguan pertumbuhan dan status gizi perlu melibatkan peran
perkembangan di masa mendatang. serta masyarakat dengan keterlibatan
Gangguan ini akan menjadi serius atau partisipasi secara langsung
bila tidak ditangani secara intensif (Hidayat dan Azi, 2008).
Seorang ibu mempunyai peranan Pemberdayaan ibu merupakan suatu
yang besar dalam perkembangan kegiatan pendampingan gizi yang
status gizi anak. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan
Kusumawati dan Rahardjo (2012) kemampuan keluarga dalam
bahwa faktor risiko yang menjadi mencegah dan mengatasi sendiri
penyebab gizi buruk adalah penyakit masalah gizi anggota keluarganya
infeksi, pola asuh, pendapatan (Depkes, 2007) Oleh karena itu
keluarga, pekerjaan ibu dan penelitian ini penting untuk
pemanfaatan layanan kesehatan. dilaksanakan dalam upaya menekan
Penelitian Rahardjo dan Kusumawati terjadinya kasus gizi buruk melalui
(2011) diperoleh hasil bahwa deteksi dini kekurangan gizi balita.
determinan yang menjadi penyebab Tujuan penelitian ini adalah untuk
terjadinya gangguan pertumbuhan mengidentifikasi kejadian kekurang-
pada balita adalah pemberian ASI, an gizi dengan memfokus-kan pada
pola asuh ibu serta pendapatan identifikasi balita gizi buruk dan
keluarga. kurang, mengidentifikasi penyebab
Peningkatan status gizi kekurangan gizi secara kuantitatif
masyarakat merupakan bagian dari dari faktor anak, faktor keluarga,
upaya terciptanya perbaikan status faktor ibu dan faktor lingkungan.
kesehatan. Status gizi ini dapat mengetahui peranan institusi terkait
Erna Kusumawati, Pemberdayaan Ibu Sebagai Upaya Deteksi Dini 227

(Posyandu, Puskesmas dan Dinas kader dan bidan serta tokoh


Kesehatan) dalam upaya masyarakat.
penanggulangan dan identifikasi Populasi adalah balita usia
permasalahan kekurangan gizi 0 – 5 tahun yang ada di wilayah
dengan pendekatan kualitatif. Puskesmas II Sumbang Kabupaten
Banyumas. Sebagai informan adalah
METODE PENELITIAN Kader kesehatan, Kepala Puskesmas,
Penelitian ini menggunakan dan Kepala Seksi Gizi DKK
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Banyumas. Sampel kasus adalah
Pendekatan kuantitatif dengan balita 0 – 5 tahun yang menderita
menggunakan rancangan kasus kekurangan gizi dari bulan Januari –
kontrol. Studi ini tepat untuk Juli 2012 sebanyak 50 orang,
mempelajari kasus-kasus yang jarang sedangkan sampel kontrol adalah
dan disebabkan oleh lebih dari satu balita tetangga terdekat kasus yang
faktor penyebab. Penelitian status gizinya baik selama dari bulan
dilakukan dengan cara retrospektif Januari – Juli 2012 sebanyak 50
untuk mengetahui faktor risiko yang orang.
mempengaruhi gizi buruk serta Analisis data kuantitatif
mengetahui besar risiko (odds ratio). dilakukan dengan menggunakan uji
Instrumen penelitian adalah univariat, bivariat dengan chi square
kuesioner dengan jawaban tertutup dan pemodelan kuantitatif yang
dan terbuka untuk melihat gambaran digunakan adalah pemodelan dengan
faktor risiko anak, faktor keluarga, regresi logistik ganda. Untuk
faktor ibu dan faktor lingkungan menganalisis sejauh mana peranan
yang berpengaruh terhadap institusi terkait dan permasalahan
kekurangan gizi pada balita. dalam program penanggulangan
Pendekatan kualitatif dilakukan dianalisis dengan analisis model
dengan wawancara mendalam interaktif yang meliputi komponen:
dengan informan serta Diskusi pengumpulan data, reduksi data,
Kelompok Terarah (FGD) dengan sajian data dan penarikan kesimpulan
228 Jurnal Kesmasindo, Volume 7, Nomor 3, Juli 2015, Hal. 225-236

(verifikasi) (Miles dan Huberman, 1. Karakteristik Balita Kasus


2010). dan Kontrol
Tabel 1. Distribusi Karakteristik
HASIL DAN PEMBAHASAN Balita Kasus (Gizi Kurang
Sampel total pada penelitian ini dan Buruk) dan Kontrol
adalah 100 balita dengan 50 kasus (Gizi Baik) di Wilayah
(gizi kurang dan gizi buruk) dan 50 Puskesmas II Sumbang
kontrol (gizi baik) sebanyak 50. Tahun 2012

Karakteristik Balita Kategori Kasus Kontrol


n % n %
Jenis Kelamin Laki-Laki 15 30,0 26 52,0
Perempuan 35 70,0 24 48,0
Umur Balita (bulan) 0 – 12 2 4,0 2 4,0
13 – 24 6 12,0 16 32,0
25 – 36 21 42,0 13 36,0
37 – 48 11 22,0 8 16,0
49 – 60 10 20,0 11 22,0
Status Infeksi Ya 37 74,0 36 72,0
Tidak 13 26.0 14 28,0
ISPA Ya 29 58,0 34 68,0
Tidak 21 42,0 16 32,0
Pneumonia Ya 1 2,0 0 0
Tidak 49 98,0 50 100,0
Demam Thypoid Ya 2 4,0 0 0
Tidak 48 96,0 50 100,0
Campak Ya 2 4,0 1 2,0
Tidak 48 96,0 49 98,0
TB Paru Ya 8 16,0 8 16,0
Tidak 42 84,0 42 84,0
Diare Ya 9 18,0 6 12,0
Tidak 41 82,0 44 88,0

Berdasarkan Tabel 1. kontrol hampir sama yaitu penyakit


menunjukkan dari keseluruhan balita ISPA merupakan penyakit yang
yang menjadi sampel sebagian besar paling sering diderita balita
(70,0%) berjenis kelamin perempuan 2. Karakteristik Ibu Balita Kasus
dengan rentang usia 25 – 36 bulan. dan Kontrol
Status infeksi baik pada kasus dan
Erna Kusumawati, Pemberdayaan Ibu Sebagai Upaya Deteksi Dini 229

Tabel 2. Distribusi Karakteristik Ibu Balita Kasus (Gizi Kurang dan Buruk) dan
Kontrol (Gizi Baik) di Wilayah Puskesmas II Sumbang Tahun 2012

Karakteristik Kategori Kasus Kontrol Jumlah


Ibu Balita n % n % n %
Umur (tahun) Rata Rata 30,9 30,45 30,45
SD 6,37 7,03 6,99
Pendidikan Pendidikan Dasar 45 90,0 48 96,0 93 93,0
Pendidikan menengah 5 10,0 2 4,0 7 7,0
Pekerjaan Tidak Bekerja/IRT 43 86,0 33 66,0 76 76,0
Tidak bekerja 7 14 17 34 24 24,0
Pengetahuan Kurang 32 64,0 22 44 54 54,0
Gizi
Baik 18 36,0 28 56 46 46,0
Pola Asuh Kurang 29 58,0 22 44 51 51,0
Makan
Baik 21 42,0 28 56 49 49,0
Pola Asuh Kurang 11 22,0 15 30 26 26,0
Kesehatan
Baik 39 78,0 35 70 74 74,0
Paparan Kurang 27 54,0 26 52,0 53 53,0
Informasi
Baik 23 46,0 24 48,0 47 47,0
Pemanfaatan Kurang 18 36,0 29 58 47 47,0
yankes
Baik 32 64,0 21 42 53 53,0
Total 50 100 50 100 100 100

Berdasarkan Tabel 2. pelayanan kesehatan termasuk


Menunjukan bahwa dari keseluruhan kategori kurang dan banyak terjadi
ibu balita yang menjadi responden pada kelompok kasus dan
tergolong usia produktif, pemanfaatan pelayanan kesehatan
berpendidikan dasar (93%), sebagai yang kurang terjadi pada kelompok
ibu rumah tangga (76,0%), pola asuh kontrol
kesehatan termasuk baik (74,0%). 3. Hubungan Faktor Anak,
Sedangkan pengetahun ibu, pola Keluarga, Ibu Dan Lingkungan
asuh makan, paparan informasi dan Dengan Kekurangan Gizi Balita

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Faktor Keluarga, Ibu dan Lingkungan
Dengan Kekurangan Gizi Balita di Wilayah Puskesmas II Sumbang Tahun 2012
Kasus Kontrol
Variabel p value
N % n %
A. Faktor Anak
Laki-Laki 15 30,0 26 52,0 0,025
Perempuan 35 70,0 24 48,0
230 Jurnal Kesmasindo, Volume 7, Nomor 3, Juli 2015, Hal. 225-236

Kasus Kontrol p value


Variabel
N % n %
B. Faktor Keluarga
Keterpaparan Informasi 1,000
Kurang 27 54,0 26 52,0
Baik 23 46,0 24 48,0
Pelayanan Kesehatan
Kurang 18 36,0 24 48,0 0,311
Baik 32 64,0 26 52,0
C. Faktor Ibu
Pendidikan Ibu
Dasar 40 80,0 38 76,0 0,629
Menengah 10 20,0 12 24,0
Pekerjaan Ibu
Tidak bekerja 43 86,0 33 66,0 0,019
Bekerja 7 14,0 17 34,0
Pengetahuan
Kurang 32 64,0 22 44,0 0,071
Baik 18 36,0 28 56,0
Pola Asuh Makan
Kurang 29 58,0 22 44,0 0,230
Baik 21 42,0 28 56,0
Pola Asuh Kesehatan
Kurang 11 22,0 15 30,0 0,494
Baik 39 78,0 35 70,0
D. Faktor Lingkungan
Kurang Baik 30 60,0 17 34,0 0,016
Baik 20 40,0 33 66,0
Total 50 100 50 100

Dari hasil analisis bivariat faktor lingkungan terhadap


menunjukkan hasil bahwa faktor kekurangan gizi balita. Semua
yang berhubungan dengan variabel diikutkan dalam analisis
kekurangan gizi pada balita adalah multivariat dan dilakukan analisis
jenis kelamin (p value : 0,025) dengan metode enter yaitu
pekerjaan ibu (p value :0,019) serta memasukkan semua variabel
faktor lingkungan (p value :0,016). bersama-sama untuk kemudian
variabel yang nilai p-nya di atas 0,05
4. Analisis multivariat
dikeluarkan satu per satu hingga
Analisis multivariat di-
didapatkan model akhir yaitu
lakukan untuk melihat pengaruh
variabel yang nilai p nya ≤ 0.05.
secara bersama–sama antara faktor
Setelah dilakukan analisis multivariat
anak, faktor keluarga, faktor ibu dan
Erna Kusumawati, Pemberdayaan Ibu Sebagai Upaya Deteksi Dini 231

dengan uji regresi logistik ganda kekurangan gizi pada balita di


diperoleh model akhir sebagai wilayah Puskesmas II Sumbang. Hal
berikut : ini sejalan dengan hasil Riskesdas
Tabel 4. Model Akhir Faktor Yang (2010), status gizi balita perempuan
Berpengaruh Terhadap
Kekurangan Gizi Balita di secara umum lebih baik dari balita
Wilayah Puskesmas II laki-laki. Hal ini anak laki-laki lebih
Sumbang Tahun 2012
aktif dalam beraktifitas dan
Variabel Nilai OR 95% CI kebutuhan gizi lebih banyak, akan
p OR
Jenis Kelamin 0,023 0,35 0,14 – tetapi pemenuhan tidak diimbangi
0.,86
dengan asupan zat gizi yang
Pengetahuan 0,052 2,43 0,99 –
5,95 dibutuhkan. Penelitian Wamani et al
Pekerjaan 0,011 4,19 1,39 –
12,6 (2007), faktor anak yang termasuk
Sanitasi 0,028 2,70 1,12 – adalah jenis kelamin dan berat badan
Lingkungan 6,54
lahir berhubungan erat dengan
Tabel 4. menunjukkan ter- stunting, penelitian Abuya B.A et al
dapat 4 (empat) variabel yang menyebutkan 44 % laki laki
berhubungan secara bersama-sama mengalami stunting lebih banyak
dengan kekurangan gizi pada balita dibanding pada perempuan 34%.
yaitu jenis kelamin, pengetahuan, Pengetahuan ibu dalam
pekerjaan dan sanitasi lingkungan. penelitian ini mengenai gizi balita
Variabel yang paling dominan dan deteksi adanya kekurangan gizi
berhubungan dengan kekurangan gizi pada balita. Berdasarkan analisis
adalah pekerjaan ibu dengan nilai statistik diperoleh hasil bahwa
OR yang paling besar yaitu 4,19 pengetahuan ibu berhubungan
artinya bahwa ibu yang tidak bekerja dengan kekurangan gizi pada
anaknya berisiko menderita balita. Rendahnya pengetahuan gizi
kekurangan gizi 4,19 kali lebih besar dapat mempengaruhi ibu dalam
dibandingkan ibu yang bekerja. mengenali dan mengatasi masalah
Hasil analisis statistik kekurangan gizi yang dialami balita
menunjukkan bahwa variabel jenis dan pentingnya pemantauan
kelamin berhubungan dengan pertumbuhan. Hasil penelitian
232 Jurnal Kesmasindo, Volume 7, Nomor 3, Juli 2015, Hal. 225-236

eksperimental Bonvecchio et al status sosial ekonomi keluarga


(2007) menunjukkan bahwa ibu yang berpengaruh terhadap risiko stunting
diberikan intervensi dalam rangka di perkotaan Barangays. Setelah anak
meningkatkan pengetahuan gizi dan berusia 12 bulan, pekerjaan ibu di
kesehatan berhubungan signifikan rumah meningkatkan risiko wasting
dengan peningkatan anggapan di perdesaan tetapi menurun di
pentingnya pemberian suplemen bagi perkotaan Barangay.
balita dan peningkatan status gizi Hasil Riskesdan 2007 di
balitanya. Provinsi Jawa Tengah, pola yang
Hasil analisis multivariat hampir sama dengan berdasarkan
menunjukkan bahwa pekerjaan ibu jenis pekerjaan, prevalensi tertinggi
berhubungan dengan kekurangan gizi untuk katagori gizi buruk (4,9%)
pada balita dengan nilai OR 4.19 pada balita dengan sebagai buruh dan
yang berarti bahwa ibu yang tidak lainnya, katagori gizi kurang (13,6%)
bekerja memiliki risiko anaknya pada keluarga dengan status
menderita gizi buruk 4.19 kali lebih pekerjaan tidak kerja/sekolah/ibu
besar daripada ibu yang bekerja. rumah tangga. Sedangkan gizi baik
Pada ibu yang bekerja akan lebih (82,4%) dengan keluarga pegawai
sedikit waktu bersama balitanya dan swasta, dan kategori gizi lebih
sebagian besar pola pengasuhan akan prevalensi tertinggi (8%) pada
diberikan atau diserahkan pada orang keluarga sebagai PNS/TNI/Polri/
lain. Hal ini berhubungan dengan BUMN.
asupan makan dan status gizi Hasil analisis multivariat
balitanya. Walaupun Ibu yang menunjukkan bahwa sanitasi
bekerja akan menambah pendapatan lingkungan berhubungan dengan
keluarga,berarti kesempatan kejadian gizi buruk pada balita
pemenuhan kebutuhan konsumsi dengan nilai OR = 2.70 yang berarti
pangan akan jaudiharapkan lebih bahwa ibu yang mmemiliki sanitasi
baik sehingga akan meningkatkan lingkungan kurang baik memiliki
status gizi anak. penelitian Ricci J.A risiko anaknya menderita gizi buruk
and Becker S. (1996), menyatakan sebesar 2.7 kali dibandingkan dengan
Erna Kusumawati, Pemberdayaan Ibu Sebagai Upaya Deteksi Dini 233

ibu yang sanitasi lingkungannya memanfaatkan peran ibu yang


baik. Adanya hubungan antara sebagian besar adalah ibu rumah
sanitasi lingkungan dengan status tangga. Solusi yang bisa dilakukan
gizi balita juga dikarenakan beberapa untuk mengatasi permasalahn gizi
desa di wilayah Puskesmas II antara lain peningkatan peran
Sumbang merupakan daerah yang keluarga terutama ibu, peningkatan
menjadi percontohan Program peran posyandu, pelacakan kasus gizi
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi buruk peningkatan kerjasama dengan
Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di instansi terkait dan masyarakat
wilayah Kabupaten Banyumas. dalam kegiatan posyandu, perlu ada
Sanitasi lingkungan yang kurang penyegaran informasi dalam
baik berpotensi menimbulkan pelaksanaan posyandu berupa
penyakit infeksi yang pada akhirnya praktek memasak, media penyuluhan
akan berdampak pada gangguan yang efektif.
masalah gizi. Kejadian ini akan
5. Analisa Kualitatif peranan
bertambah parah jika didukung oleh
institusi terkait dalam upaya
rentannya ketahanan tubuh akibat
penanggulangan dan identifikasi
tidak tercukupinya asupan gizi. Pada
permasalahan kekurangan gizi.
dasarnya faktor pelayanan kesehatan
Informan penelitian
dan kesehatan lingkungan diperlukan
mengetahui permasalahan dan
untuk meningkatkan kualitas
penyebab kekurangan gizi pada
perawatan anak, pemberian ASI,
balita di wilayahnya antara lain
pemberian makanan tambahan,
masih ada kasus berat badan lahir
memonitor pertumbuhan dan
rendah (BBLR), balita bawah garis
perkembangan anak serta mencegah
merah (BGM), Stunting (Balita
serangan penyakit (Suapriasa, 2002).
pendek), Anemi ibu hamil, KEK
Rendahnya pendidikan dan
WUS (Kurang Energi Kronis Wanita
pengetahuan gizi dan didukung tidak
Usia Subur), GAKI (Gangguan
adanya program yang terjangkau ibu
Akibat Kekurangan Iodium) dan
balita akan mempengaruhi status gizi
rendahnya pemberian ASI eksklusif,
balita. Adanya peluang dengan
234 Jurnal Kesmasindo, Volume 7, Nomor 3, Juli 2015, Hal. 225-236

masih banyak pemberian MP-ASI keluarga (38,0 %), dan sebagian


dini. Program yang sudah ada dalam besar menderita penyakit infeksi
menanggulangi kekurangan gizi (74,0%). Penyakit infeksi yang
antara lain pemberian MPASI yang diderita balita gizi buruk
belum sesuai sasaran misalnya sebagian besar adalah ISPA
MPASI dikonsumsi anggota keluarga (58,0%), Diare (18,0%) dan TB
lain dan pemberian yang tidak paru (16,0%).
kontinyu, adanya keterbatasan dana, 2. Faktor yang berpengaruh
peran posyandu baru berfungsi untuk bersama -sama terhadap
penimbangan saja, masalah yang kekurangan gizi pada balita
mendasar adalah faktor ekonomi dan yaitu jenis kelamin, pekerjaan
pendapatan keluarga yang rendah dan sanitasi lingkungan dan
serta belum optimal tetapi kerja yang paling dominan adalah
lintas program dan sektoral. Pada pekerjaan dengan nilai OR yang
kasus balita yang mengalami gizi paling besar yaitu 4,19 artinya
kurang dan buruk, tingkat partisipasi bahwa ibu yang tidak bekerja
dan kedatangan ke posyandu ada anaknnya berisiko menderita
beberapa yang tidak aktif sehingga gizi buruk 4,19 kali lebih besar
mengalami kendala dalam dibandingkan ibu yang bekerja.
mendeteksi. Upaya deteksi dini yang 3. Secara kualitatif faktor yang
sudah dilakukan dengan kunjungan mempengaruhi kekurangan gizi
rumah balita yang diduga menderita pada balita adalah Balita bawah
gizi buruk. merah (BGM), PMT Pemulihan
belum sesuai sasaran penderita
SIMPULAN gizi buruk, masalah gizi pada
1. Karakteristik balita kasus (gizi ibu hamil (Anemia dan KEK)
buruk dan gizi kurang) yaitu dan BBLR, rendahnya
sebagian besar berjenis kelamin pendidikan dan pengetahuan ibu,
perempuan (70,0%), berumur rendahnya pemberian ASI
25 – 36 bulan (42,0%), Eksklusif, pemberian MP-ASI
merupakan anak pertama dalam dini, rendahnya partisipasi pada
Erna Kusumawati, Pemberdayaan Ibu Sebagai Upaya Deteksi Dini 235

kegiatan posyandu, rendahnya 3. Pemanfaatan waktu luang ibu


pendapatan keluarga. dalam upaya peningkatan asupan
gizi dan ekonomi keluarga
SARAN melalui pelatihan pembuatan
1. Peningkatan pengetahuan ibu makanan kudapan sehat balita
tentang gizi dan kesehatan dengan memanfaatkan pangan
melalui Pembuatan Media yang lokal, pelatihan kewirausahaan
fleksibel seperti buku saku, bidang pangan dan non pangan.
lembar balik, pesan gizi di 4. Peningkatan peran dan fungsi
mainan anak, penyuluhan rutin posyandu melalui Refresing
dengan memanfatkan pertemuan kader tentang cara penimbangan
PKK, Dawis, Pengajian ibu-ibu, dan pembacaan grafiks
2. Konseling gizi terutama gizi pertumbuhan sesuai jenis
buruk oleh petugas gizi/bidan kelamin, melengkapi data dasar,
desa, pembentukan konselor sarana dan prasarana posyandu.
peduli gizi dari kader dan tokoh
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA http://189.28.128.100/nutricao/docs


/ferro/material1_work_2011.pdf
Abuya B.A, Ciera J and Murage E.K.. Effect
of mother’s education on child’s Departemen Kesehatan RI.. Sistem
nutritional status in the slums of Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi
Nairobi. BMC Pediatrics [serial on Buruk. Direktorat Jenderal Bina
the Internet]. 2012 Jun [citied 2012 Kesehatan Masyarakat Direktorat
aug]. 12: (80). [about 10 p.] Bina Gizi Masyarakat Jakarta. 2008
Available from
http://www.biomedcentral.com/con Departemen Kesehatan RI. Pedoman
tent/pdf/1471-2431-12-80.pdf Pendampingan Keluarga Menuju
Kadarzi. Direktorat BGM Dirjen
Binkesmas Depkes, Jakarta. 2007.
Bonvecchio A, Pelto GH, Escalante
E, Monterrubio E, Habicht JP, Nava
Departemen Kesehatan RI. Laporan
F, Villanueva MA, Safdie M, Rivera Nasional Riset Kesehatan Dasar
JA. Maternal knowledge and use of a (Riskesdas) tahun 2010. Jakarta
micronutrient supplement was
improved with a programmatically Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
feasible intervention in Mexico. J Profil Kesehatan Kabupaten
Nutr 2007 Feb. [citied 2012 aug} Banyumas 2008. Purwokerto. 2009.
137(2):440-6 [about 7 p.] Available
from:
236 Jurnal Kesmasindo, Volume 7, Nomor 3, Juli 2015, Hal. 225-236

Hidayat, A. Azi Alimul. Pengantar Ilmu


Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Salemba Medika.
Jakarta.2008

Kusumawati E dan Rahardjo S. Pengaruh


Pelayanan Kesehatan Terhadap Gizi
Buruk Anak Usia 6 - 24 bulan.
Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional; Volume 6, nomer 4,
Februari 2012;6 (4); 158 – 162.

Miles, Matthew dan Huberman, A. Michael..


Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber Tantang Metode-Metode
Baru. Jakarta:UI Press. 1992

Rahardjo S dan Kusumawati E. Analisis


Determinan – Determinan Penyebab
Terjadinya Kegagalan Pertumbuhan
(Growth Faltering) Pada Anak Usia 6
– 24 bulan Di Kecamatan Sumbang
Kabupaten Banyumas. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan
Sumber Daya Pedesaan Dan Kearifan
Lokal Berkelanjutan. LPPM Unsoed
Purwokerto. 2011185-197

Ricci J.A and Becker S., Risk Factors for


wasting and stunting among children
in Metro Cebu, Philippines. Am J
Clin Nutr 1996;63:966-75

Supariasa. I. D. N. Bachyar B. dan Ibnu F..


Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
2002

Wamani, H., A.H. Astrom, S. Peterson, J.K.


Tumwine and T. Tylleskar. Boys are
more stunted than girls in sub-
Saharan Africa: a meta analysis of 16
demographic and health surveys.
BMC Pediatrics.[serial on the
Internet]. 2007 April [citied 2012
aug] 7: (17) [about 10 p.]. Available
from:
http://www.biomedcentral.com/conte
nt/pdf/1471-2431-7-17.pdf

Potrebbero piacerti anche