Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
com
Bahkan Puspo pun malah mengusung isu poligami tersebut ke dalam produk
Ayam Bakar Wong Solo. Maka tak heran jika di restorannya disediakan menu
khusus: jus poligami.
Puspo Wardoyo memang unik. Sebagai eks pedagang ayam bakar kaki lima yang
dirintisnya di Medan, sampai 1997 Puspo tak puas dengan hanya memiliki dua gerai
Ayam Bakar Wong Solo. 'Saya ingin Wong Solo terus berkembang. Namun, kalau
harus membuka gerai baru dengan uang sendiri, kapan saya bisa kaya?' tuturnya.
Sementara itu, jika harus berutang ke bank, ia enggan karena risikonya yang besar.
Maka, ia pun kemudian mulai melirik konsep waralaba sebagai sarana
pengembangan usahanya. 'Saya mendapat bantuan pelatihan waralaba dari Kanada
selama satu bulan,' ujarnya.
Sadar bahwa Ayam Bakar Wong Solo belum menjadi buah bibir masyarakat, ia pun
berani mengambil risiko dengan membuat percobaan. 'Saya harus bisa membuktikan
bahwa bisnis ini menguntungkan,' katanya lagi. Sampai akhirnya,
pada 1998, ia berhasil menerapkan waralaba secara penuh yang mencakup:
menjual paket merek dagang, produk, manajemen, sistem investasi secara penuh
kepada mitra bisnis. Ada tiga paket waralaba yang ditawarkan Ayam Bakar Wong
Solo, yakni paket A dengan investasi Rp950 juta, paket B senilai Rp750 juta, dan
paket C yang Rp550 juta.
Kini, tak kurang dari 27 gerai Wong Solo hadir di berbagai kota besar di
Indonesia. Untuk 2003 ini Puspo tengah mengejar target ekspansi ke Malaysia
dan Singapura. Ke depan, sampai dengan 2005, Puspo bakal membuka 50 gerai.
Selain itu, Puspo pun kini mulai mengembangkan jaringan waralaba baru lewat
merek Steak KQ-5 dan Bakso Bakar KQ-5. Tak cuma kebanjiran calon pembeli
waralaba, dalam beberapa bulan ke depan bakal ada 10 kaki lima yang bakal
diresmikan. Jadi, ini yang namanya kembali menjejak bumi, dari kaki lima kembali
ke KQ-5.
GENUK CHRISTIASTUTI