Sei sulla pagina 1di 2

Melia Laundry

Pembalap dan pengusaha laundry jelas dua profesi yang amat berbeda. Walau begitu, hal ini
sama sekali tak menghalangi mantan pembalap asal Yogyakarta, Fen Saparita, menekuni
bisnis laundry dengan merek Melia Laundry. Kini usaha yang didirikan pada 1986 dan
ditawarkan secara waralaba pada 2004 ini terbilang sukses. Melia Laundry telah hadir dengan
pola waralaba di 6 kota di Indonesia, yakni Jakarta, Solo, Cirebon, Makasar, Bireun (Aceh) dan
Bengkalis. Ia menargetkan, akhir tahun ini akan membuka gerai lagi di tiga kota, yaitu Medan,
Batam dan Menado.

Dijelaskan Fen, Melia Laundry hanya akan dijual kepada satu orang atau satu badan usaha di
tiap kota. Artinya, bila di sebuah kota sudah ada Melia Laundry, dia tidak akan menjual lagi
kepada orang lain, walaupun secara bisnis peluangnya masih terbuka lebar.

Menurutnya, sampai saat ini ada 60 investor yang tertarik membuka gerai Melia Laundry.
Itulah sebabnya, belakangan ia sering melakukan perjalanan keliling kota. Bukan hanya di
Jawa, tapi hingga ke beberapa kota di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Tujuannya, dalam
rangka survei lokasi. Hingga detik ini, dari 60 investor ia baru menyurvei separuhnya.

Fen menjelaskan, bisnis laundry sedang tumbuh mekar. Ia merasa kewalahan karena
banyaknya peminat. Toh, ia mengakui, persaingan di bisnis ini amat ketat. Ia melihat
kebanyakan jasa laundry yang diwaralabakan di Indonesia berasal dari luar negeri.
“Kayaknya hanya Melia Laundry yang merupakan perusahaan asli Indonesia,† ujarnya
bangga.

Diungkapkannya, selama ini ia selalu berupaya keras memperbaiki kualitas layanannya.


Antara lain, ia menemukan berbagai macam produk dan peralatan pendukung laundry:
gantungan baju, plastik penutup, hingga bahan kimia untuk pengharum dan pelembut pakaian
yang berkualitas bagus . “Produknya khusus dan hanya dipakai laundry besar,”
katanya. Selain itu, ia memberikan layanan yang cepat dan berkualitas. Khusus di Yogya, ia
memberikan pelayanan satu jam selesai, bahkan bisa ditunggu. “Di tempat lain, kami
masih menyiapkan strategi untuk bisa dijalankan.”

Fen mengakui, ketika pertama kali terjun mewaralabakan bisnisnya, banyak yang memandang
dengan sebelah mata. Apalagi, ketika mereka mengetahui fee waralaba yang ditawarkannya
jauh lebih murah dibandingkan dengan kompetitor. “Waktu itu selisihnya cukup besar.
Ketika itu kami menetapkan (nilai investasi) puluhan juta rupiah, kompetitor menetapkan
sampai miliaran.”

Kini nilai yang dipatok Fen sudah berubah. Investor yang berminat paling tidak mesti
mengeluarkan modal awal Rp 200 juta lebih. Biaya ini meliputi fee waralaba, persiapan tempat
dan peralatan pendukung, seperti sewa rumah, renovasi, serta mobil dan motor untuk
tranportasi. Adapun fee waralabanya Rp 125 juta jangka 5 tahun. Biaya ini sudah termasuk
peralatan produksi. Namun, biaya ini belum termasuk biaya survei lokasi sebesar Rp 1 juta di
Jawa dan Rp 2 juta di luar Jawa.

Fen mengutip fee royalti 8 % dari pendapatan kotor. Fee royalti tersebut baru dibayar setelah
6 bulan beroperasi. “Jadi, kami tidak langsung meminta royalti.”

Untuk peralatan produksi, Fen menyediakan mesin cuci, pengering dan seterika khusus
laundry. Pada tahap awal, yang bisa digunakan adalah mesin cuci standar industri
berkapasitas 10 kg. Mesin ini mampu mengerjakan 50 potong pakaian/hari.

Halaman [ |<< Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 Selanjutnya >>| ] dari 7


Tampilan Cetak

Kirim ke Teman
Wajah-wajah Baru di Panggung Waralaba
Kamis, 24 November 2005
Lihat Komentar (0)
Oleh : Yuyun Manopol

Beri Komentar
Menurut Fen, mendapatkan keuntungan dari bisnis laundry bukanlah
sekadar impian kosong. Berdasarkan pengalamannya, hanya dalam
tempo rata-rata tiga bulan investor bisa menikmati hasilnya. Perhitungannya, rata-rata order
cucian 50 potong/hari. Dengan order sebanyak itu, rata-rata keuntungan bersih per bulan
sekitar Rp 4,5 juta. Seperti diketahui, ongkos cuci per potong rata-rata Rp 8 ribu (biasanya
tarifnya Rp 5-12 ribu). Dengan angka ini, omset per hari Rp 400 ribu. Jika sebulan dihitung 25
hari kerja, hasilnya Rp 10 juta. Nah, jika pendapatan kotor tersebut dikurangi biaya
operasional yang mencapai rata-rata 55%, didapatkan angka Rp 4,5 juta/bulan.

Di luar perhitungan di atas, Fen melihat lokasi tetap menjadi persyaratan mutlak. Itulah
sebabnya, sebelum persetujuan waralaba diteken, ia harus melakukan survei lokasi di mana
bisnis cucian tersebut akan dijalankan. “Kami harus melihat kelayakannya. Apakah
memang potensial atau tidak, kalau tidak prospektif, tentu tidak akan kami dirikan,†
katanya tegas.

Boleh jadi Fen tak sekadar berpromosi. Sanusi, pemegang waralaba Melia Laundry di Makasar,
mengungkapkan keuntungan rata-rata usahanya mencapai Rp 6 juta/bulan. Kondisi yang tak
jauh berbeda dialami Andri Slamet Widiyanto, pemegang waralaba Melia Laundry di Bengkalis.
Menurut Fen, sejak pertama dibuka Juni tahun ini, Melia Laundry langsung menghasilkan
keuntungan. Dari laporan keuangan yang sempat diperlihatkan, Melia Laundry di Bengkalis
berhasil meraup laba bersih Rp 7 juta lebih/bulan.

Reportase: Gigin W. Utomo

sumber: swa online

Potrebbero piacerti anche