Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Sejarah
Pencetus gerakan perjuangan dengan
senjata bambu runcing, dalam
pengertian sebagai senjata perjuangan
yang bersifat massal dan nasional,
sampai saat ini memang belumlah
sangat jelas. Senjata Bambu Runcing
pernah di pakai latihan ketentaraan
Seinendan pada zaman Jepang. Tetapi
khusus penggunaan senjata Bambu
Runcing dengan doa, pengisian tenaga
dalam, memang hal ini secara tegas
dapat dikatakan, di mulai dai Parakan,
Temanggung. Siapa para kiai yang
terlibat ada beragam pandangan. Namun
semua mengerucut kepada tokoh
penting di Parakan yakni K.H. Subkhi
(Subuki) dan K.H.R Sumo Gunardo, dan
para kiai lain di Parakan dan
Temanggung seperti K.H. M Ali
(pengasuh pesantren tertua di Parakan),
K.H. Abdurrahman, K.H. Nawawi, K.H.
Istakhori dan kelanjutannya juga KH.
Mandzur dari Temanggung dan berbagai
kiai di NU Temangggung, khususnya
MWC Parakan.
Senjata Bambu Runcing digunakan
sebagai alat perjuangan, berangkat dari
ketiadaan, kekurangan peralatan perang
yang tersedia, sementara perjuangan
harus dilanjutkan terutama setelah
Indonesia merdeka. Musuh Indonesia
setelah proklamasi menjadi sangat
banyak dan dengan kekuatan besar,
Jepang yang masih bercokol, Belanda
yang ingin menguasai lagi dan Sekutu
yang juga akan menjajah menggantikan
Jepang dan Belanda. Maka praktis,
keperluan persenjataan yang di
butuhkan. Bambu Runcing dan peralatan
tradisional lain menjadi alternatif, murah
dan bersifat massal. Kekuatan doa
menjadi faktor utama kekuatan alat-alat
tradisional tersebut.
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Bambu_runcing&oldid=14373631"