Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 ETIOLOGI
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk batang,
gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok membentuk
globus. Kuman Myohacterium leprae hidup pada sel Schwann dan sistim
retikuloendotelial, dengan masa generasi 12-24 hari, dan termasuk kuman
yang tidak ganas serta lambat berkembangnya.
Kuman-kuman kusta berbentuk batang, biasanya berkelompok dan ada
yang tersebar satu-satu dengan ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic
yang bersifat tahan asam.
Sampai saat ini kuman tersebut
belum dapat dibiakkan dalam medium
buatan, dan manusia merupakan satu-
satunya sumber penularan. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk membiakkan
kuman tersebut yaitu melalui: telapak
kaki tikus, tikus yang diradiasi,
armadillo, kultur jaringan syaraf manusia
dan pada media buatan.
Diagnosis penyakit lepra melalui usapan sekret hidung dan melalui
kerokan kulit penderita. Kuman yang berada di sekret hidung yang kering,
dapat bertahan hidup sampai 9 hari di luar tubuh, sedangkan di tanah yang
lembab dan suhu kamar, kuman ini dapat bertahan sampai 46 hari.
2.4 KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953)
Indeterminate (I)
Tuberkuloid (T)
Boderline-Dimorphous (B)
Lepromatosa (L)
B. Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)
Tuberkoloid (TT)
Borderline tuberculoid (BT)
Mid-Borderline (BB)
Borderline Lepromatous (BL)
Lepromatosa (LL)
C. Klasifikasi menurut WHO (1995) terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Pause Basiler (PB) : I, TT, BT
Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
Perbedaan antara kusta Pause Basiler (PB) dengan Multi Basiler (MB)
menurut WHO
2.5 PATOFISIOLOGI
Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta
bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas
dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular mediated
immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit berkembang
kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah lepromatosa. M.
leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah
akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena
respon imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan
tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit
kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.
2.6 POHON MASALAH
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien
kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai
penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain
untuk menurunkan insiden penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995
sebagai berikut:
1) Tipe PB (Pause Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
a. Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah
selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis
lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan
RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of
Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
2) Tipe MB (Multi Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
b. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas
dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum
dirumah
c. DDS 100 mg/hari diminum dirumah
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan
sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut
WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang
diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan
RFT.
2. Perawatan Umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan.
Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi,
baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan
reaksi netral.
a. Perawatan mata dengan lagophthalmos
Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan
atau kotoran
Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat
Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
b. Perawatan tangan yang mati rasa
Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda-
tanda luka, melepuh
Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih
kurang setengah jam
Keadaan basah diolesi minyak
Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c. Perawatan kaki yang mati rasa
Penderita memeriksa kaki tiap hari
Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam
Masih basah diolesi minyak
Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
Jari-jari bengkok diurut lurus
Kaki mati rasa dilindungi
d. Perawatan luka
Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam
Luka dibalut agar bersih
Bagian luka diistirahatkan dari tekanan
Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
a. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-
anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat
menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan.
Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah
dari golongan ekonomi lemah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan
adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf)
kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan
adanya komplikasi pada organ tubuh.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam
kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa
inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga
yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e. Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita
morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan
beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga
klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami
gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan
f. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan
dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada
orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak
memungkinkan.
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi
berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah
karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
1) System Pengelihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi
mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi
kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.
Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan
pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis.
Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis
mata akan rontok.
2) System Pernafasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan
terdapat gangguan pada tenggorokan.
3) System Persarafan
Kerusakan Fungsi Sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya
kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada telapak
tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea
mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
Kerusakan Fungsi Motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/
lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena
tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi
bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi
(kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan
mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
Kerusakan Fungsi Otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak
dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi
kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-
pecah.
4) System Musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan
atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
5) System Integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak
eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul
(benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan
kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah
sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut:
sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
No Intervensi Rasional
1 Kaji karakteristik nyeri Memberikan informasi untuk
membantu dalam memberikan
intervensi
2 Observasi tanda-tanda vital. Untuk mengetahui perkembangan atau
keadaan pasien.
3 Ajarkan dan anjurkan melakukan Dapat mengurangi rasa nyeri.
tehnik distraksi dan relaksasi
4 Atur posisi senyaman mungkin. Posisi yang nyaman dapat
menurunkan rasa nyeri.
5 Kolaborasi untuk pemberian Menghilangkan rasa nyeri.
analgesik sesuai indikasi.
4.1 KESIMPULAN
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang
saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk batang, gram
positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok membentuk globus. Kuman
Myohacterium leprae hidup pada sel Schwann dan sistim retikuloendotelial,
dengan masa generasi 12-24 hari, dan termasuk kuman yang tidak ganas serta
lambat berkembangnya.
Tanda dan gejala penyakit kusta:
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi)
atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan
fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis
perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a. Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot (parese) atau
kelumpuhan (paralise)
c. Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak.
3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA+)
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau
lebih dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada penderita
yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya
ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta,
jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai penderita yang dicurigai.
4.2 SARAN
1. Dengan mengetahui perjalanan penyakit kusta, diharapkan agar dapat
menangani kasus tersebut dengan tepat.
2. Dengan adanya pengkajian serta diagnose dan intervensi keperawatan
terhadap penyakit kusta, diaharapkan agar pasien mengidap penyakit ini
dapat dirawat dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
http://permata.or.id/id/tentang-kusta.html (online)
http://www.scribd.com/doc/50863131/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-
KLIEN-DENGAN-KUSTA (online)
http://www.scribd.com/doc/85138016/ASUHAN-KEPERAWATAN-KUSTA
http://usadhaxamthone.com/penyakit-kusta/ (online)
http://www.scribd.com/doc/83637292/Patofisiologi (online)
www.sith.itb.ac.id/profile1/pdf/bisel/Kusta1.pdf (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23780/2/Chapter%20II.pdf
(online)