Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
2
Mathematics Departement, IAIN Syekh Nurjati Cirebon
3
Mathematics Departement, IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Abstract
Misconception is a concept that not appropriate with scientific interpretation or interpretation
that state by the experts in a cetain area and also interpretation that inaccurate with the concept,
the used of concept that mistaken, examples of classification that mistaken, disorder concepts
that mistaken. Because of that needs information about misconception to avoid misconception
that ongoing. This research aimed to describe misconception and cause of students’ misconception
in 9th grade (A Class) MTs Nahdhatul Umam Kempek 2015/2016 in kesebangunan subject and
kekongruenan dua bangun datar. This research takes a qualitative method; the method of this
research is a case study. Technique of collecting data are 1) Observation in 9th A class MTs
Nahdhatul Umam Kempek, 2) Test method conducted to students that happen misconception, 3)
Interview conducted to students that happen misconception. According to data analysis and
discussion the conclusions are 1) Students’ misconception occured about a) kesebangunan
concept. b) Determined perbandingan sisi-sisi. c) problem solving in daily life that related to
kesebangunan or kongruen. 2) Cause of misconception are a) cause from teacher, b) cause from
students selves, c) the method of teaching that did by the teacher.
Keywords: Misconception, kesebangunan dua bangun datar, kekongruenan dua bangun datar.
PENDAHULUAN
Miskonsepsi pada siswa yang muncul serta terus menerus dapat berakibat buruk. Kegiatan
belajar mengajar yang tidak memperhatikan adanya miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar
dan akhirnya berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa. Berdasarkan informasi dari guru
matematika kelas IX MTs Nahdhatul Umam Kempek salah satu materi yang kadang
membingungkan bagi siswa adalah materi kesebangunan dan kekongruenan bangun datar.
Prestasi belajar siswa pada materi kesebangunan dan kekongruenan bangun datar ini masih
kurang memuaskan.
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan siswa dan guru bahwa miskonsepsi yang
terjadi pada siswa di MTs Nahdhatuk Umam Kempek yaitu berasal dari guru dan siswa sendiri
karena pemahaman siswa sendiri rendah, daya tangkap siswa untuk memahami suatu konsep
rendah, tetapi pada kenyataannnya hal tersebut bukan satu-satunya penyebab melainkan ada
banyak hal seperti buku, metode pembelajaran yang kurang tepat dengan materi, media
pembelajaran yang kurang tepat dan lingkungan. Mendeteksi miskonsepsi sejak dinisangat
penting bagi guru untuk senantiasa mengetahui miskonsepsi pada anak didiknya agar dapat
melakukan upaya untuk meremidiasi atau mengurangi miskonsepsi. Hal ini berguna untuk
memberi arah kemana, darimana, dan bagaimana pembelajaran yang akan dilakukan, sehingga
hasil belajar peserta didik lebih optimal.Miskonsepsi merupakan suatu keadaan yang dapat
dialami oleh setiap peserta didik, namun bukan berarti dibiarkan begitu saja terjadi. Oleh
karena itu, pengembangan instrumen yang dapat mengungkap terjadi tidaknya miskonsepsi
menjadi sangat penting. Instrumen yang diperoleh melalui penelitian dengan kajian yang
mendalam akan menghasilkan instrumen yang baik, sehingga mampu mengungkap miskonsepsi
yang terjadi pada peserta didik, dapat dilaksanakan dengan mudah oleh guru dan membantu
guru dalam melaksanakan kegiatan remedial untuk memperbaiki pemahaman konsep peserta
didiknya. Hal ini tentunya memberikan kontribusi positif pada peningkatan kualitas
pembelajaran matematika dalam meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik. Peserta
didik SMA merupakan calon-calon ilmuwan masa depan, sehingga pemahaman konsep yang
benar akan berdampak pula pada pengembangan ilmu matematika yang lebih luas.
Demikian pula dengan konsep kesebangunan dan kekongruenan, Materi ini dianggap sulit
karena siswa kurang memahami apa perbedaan antara kesebangunan dan kekongruenan suatu
bangun datar. Kesulitan yang dialami siswa terutama dalam memahami tentang sisi dan sudut.
Biasanya siswa tidak bisa membedakan bahwa dua bangun datar yang sebangun belum tentu
kongruen dan dua bangun datar yang kongruen sudah pasti sebangun karena kedua hal tersebut
bisa diketahui berdasarkan perbandingan ukuran panjang sisi dan besar sudut dari bangun
datar tersebut.
Oleh karena itu, solusi dari kesulitan siswa dalam memahami konsep kesebangunan dan
kekongruenan harus segera ditemukan agar tidak berimbas pada pemahaman konsep
selanjutnya. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Miskonsepsi Siswa pada Konsep Kesebangunan dan Kekongruenan Dua
Bangun Datar”.
KAJIAN PUSTAKA
1. Definisi Belajar
Menurut Eti Nurhayati (2011), belajar merupakan hal yang vital dalam kehidupan
manusia, karena sebagian besar individu berlangsung melalui kegiatan belajar, belajar juga
merupakan hal yang vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga dapat dikatakan tiada
pendidikan tanpa belajar. Sedangkan menurut Surya dalam Eti Nurhayati (2011: 19)
mengatakan belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya
Menurut Muhibbin Syah (2003) belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu
amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah
maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Menurut Slamet (2010: 2) Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan.
2. Definisi Konsep
Menurut Soedjadi (2000) pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan
untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan
suatu istilah atau rangkaian kata.
Menurut Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (2011) konsep dibagi menjadi dua yaitu
konsep konkret dan konsep terdefinisi.
a. Konsep konkret menunjukkan sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk, dan lain-
lain).
b. Konsep terdefisi yaitu seseorang dikatakan telah elajar konsep terdefinisi bila ia dapat
mendemonstrasikan arti kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau
hubungan-hubungan.
3. Definisi Miskonsepsi
a. Prakonsepsi
Menurut Berg (1991), prakonsepsi adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum
pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapat pelajaran normal. Lebih lanjut,
Berg menyatakan bahwa pengetahuan dan pengalaman sudah menghasilkan struktur
pengetahuan di dalam otak, tetapi belum tentu benar dan sesuai untuk menerima konsep
baru. Seringkali ada prakonsep yang perlu diubah atau dibongkar. Hal ini sesuai dengan
pendapat pieget dalam Dahar (1989) “Dalam mengajar harus diperhatikan pengetahuan
yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan demikian mengajar bukan dianggap
sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru dipindahkan kepada siswa, melainkan
sebagia proses untuk mengubah gagasan si anak yang sudah ada dan kemungkinan
salah”.
b. Konsepsi
Dalam kamus besar bahasa indonesia (2007), konsepsi diartikan sebagai pendapat,
paham, pandangan, pengertian, cita-cita yang terlintas (ada) dalam pikiran. Menrut Berg
(1991: 10) konsepsi adalah pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu konsep
tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap konsep baru
didapatkan dan diproses dengan konsep-konsep yang telah dimiliki. Pengertian lain dari
konsepsiadalah konsep yang dimiliki seseorang melalui penalaran, intuisi, budaya,
pengalaman hidup atau yang lain.
Jadi dari beberapa pengertian diatas konsepsi dapat disimpulkan sebagai pemahaman
atau tafsiran seseorang dari suatu konsep ilmu yang telah ada dalam pikiran.
c. Miskonsepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) konsepsi diartikan sebagai
pemahaman, pengertian atau rancangan yang telah ada dalam pikiran.Selain itu,
konsepsi dapat diartikan sebagai ide atau pengertian seseorang mengenai sesuatu benda
atau barang. Menurut Paul Suparno (2013) banyak siswa yang sudah mempunyai konsep
awal atau prakonsepsi tentang suatu materi sebelum siswa mengikuti pelajaran formal
ketika disekolah. Konsep awal ini seringkali mengundang miskonsepsi. Salah konsep
awal ini jelas akan menyebabkan miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran
matematika berikutnya, sampai kesalahan itu diperbaiki. Prakonsepsi ini biasanya
diperoleh dari orangtua, teman, sekolah awal dan pengalaman dilingkungan siswa.
Menurut Mosik, P. Maulana (2010), miskonsepsi didefinisikan sebagai kesalahan
pemahaman yang mungkin terjadi selama atau sebagai hasil dari pengajaran yang baru
saja diberikan, berlawanan dengan konsepsi-konsepsi ilmiah yang dibawa atau
berkembang dalam waktu lama. Sedangkan menurut Paul Suparno (2013)
mendefinisikan miskonsepsi adalah konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui
oleh para ahli.
Sehingga miskonsepsi adalah gagasan yang konflik dengan konsepsi ilmiah dan
merupakan suatu konsep yang salah. Menurut Berg (1991) menjelaskan bahwa
miskonsepsi sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Konsepsi pada umumnya dibangun
berdasarkan akal sehat (common sense) atau dibangun secara intuitif dalam upaya
memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari dan hanya merupakan
eksplanasi pragmatis terhadap dunia realita. Miskonsepsi siswa bisa terjadi karena
proses pembelajaran pada jenjang pendidikan sebelumnya.
Menurut Berg (1991), ciri-ciri miskonsepsi adalah : Mikonsepsi sulit sekali
diperbaiki, seringkali sisa miskonsepsi terus menerus mengganggu walaupun dalam soal-
soal yang sederhana. Sering sekali terjadi regresi yaitu siswa yang sudah pernah
mengalami miskonsepsi beberapa waktu akan salah lagi. Miskonseosi tidak dapat
dihilangkan dengan metode ceramah. Siswa, mahasiswa, guru, dosen, peneliti dapat
mengalami miskonsepsi. Siswa yang pandai dan yang lemah dapat mengalami
miskonsepsi. Enam derajat pemahaman seperti yang tertera dalam Tabel 1 Berikut :
Tabel 1
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
Jawaban menunjukkan
konsep dipahami dengan
semua penjelasan benar
METODOLOGI
a. Metode Penelitian
Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran matematika khusunya pada materi
kesebangunan dan kekongruenan siswa kelas IX MTs Nahdhatul Umam. Dalam penelitian
ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif, jenis penelitian menggunakan jenis
penelitian studi kasus. Studi Kasus bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi-miskonsepsi
yang terjadi dalam menyelesaikan soal-soal kesebangunan dan kekongruenan, hasil tes dan
wawancara digunakan untuk mengetahui miskonsepsi siswa dan penyebabnya.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, maka metode penelitian
ini adalah penelitian kualitatif, sedangkan desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi, wawancara, atau
angket mengenai objek yang sedang diteliti sekarang. Bogdan dan Taylor mendefinidikan
penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertuli atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati,
Moloeng dalang Saraswati (2011). Penelitian deskriptif sering disebut non eksperimen,
karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel
penelitian Sukardi (2011: 157).
b. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah sekumpulan langkah secara urut dari awal hingga akhir
yang digunakan dalam penelitian agar penelitian berjalan lancar dan sistematis. Adapun
prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan proposal penelitian Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti
menyusun proposal penelitian dan diajukan kepada pembimbing kemudian merevisinya.
2. Melakukan perijinan ke lembaga terkait Peneliti mengajukan permohonan ijin MTs
Nahdhatul Umam Kempek untuk mengadakan penelitian.
3. Pembuatan instrumen tes Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir-
butir soal tes, dan butir-butir pertanyaan wawancara. Semua instrumen yang digunakan
dalam penelitian diajukan kepada pembimbing terlebih dahulu kemudian setelah
disetujui, diajukan kepada validator untuk memeriksa kevalidan dari instrumen
tersebut.
4. Pelaksanan Penelitian
a) Observasi Observasi yang dilakukan adalah observasi pada saat proses belajar
mengajar berlangsung.
b) Memberikan tes uraian kepada siswa materi pokok limit fungsi.
c) Melakukan penyebaran angket gaya belajar kepada siswa yang diduga mengalami
miskonsepsi.
d) Melakukan wawancara kepada siswa Wawancara terdiri atas 3 tahap,yaitu : a)
Menentukan subjek wawancara b) Melaksanakan wawancara c) Mencatat hasil
wawancara
e) Validasi Data Validasi data dilakukan dengan triangulasi data yaitu dengan
membandingkan data hasil observasi, data hasil tes, dan data hasil wawancara.
5. Analisis Data Analisis data meliputi 3 kegiatan :
a) Reduksi data
b) Penyajian data
c) Penarikan
d) Kesimpulan
Penyusunan laporan penelitian Penyusunan laporan yaitu, penyusuna laporan awal,
mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing, perbaikan/revisi laporan awal, penyusunan
laporan akhir dan penggandaan laporan.
Dari hail deskripsi di atas peneliti hanya akan meneliti lebih lajut dan akan
melakukan analisis hanya pada soal nomor 1, 3, 9, 10 dan 12. Berikut disajikan dalam
tabel dugaan sementara miskonsepsi yang terjadi pada tiap butir soal yang tadi
disebutkan.
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menjawab dua layang-layang tidak
sebangun beserta memberikan alasannya tetapi jawaban tersebut kurang tepat.
Penyebab miskonsepsi tersebut dari kurangnya penekanan konsep guru, siswa kurang
memperhatikan ketika guru menerangkan di depan, menggunakan metode
pembelajaran yang monoton sehingga siswa jenuh kemudian siswa asyik sama
kesibukannya sendiri sehingga tidak memperhatikan materi yang diterangkan oleh
guru.
3. Penggalan jawaban siswa
Gambar 3
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menjawab dua belah ketupat benar
kongruen. Akan tetapi alasannya kurang lengkap. Jadi dari jawaban tersebut belum
bisa diidentifikasi apakah siswa miskonsepsi atau tidak. Penyebabnya kurang
penekanan konsep ketika guru sedang menjelaskan.
4. Penggalan jawaban siswa
Gambar 4
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menjawab asal jadi tidak
menggunakan rumus yang tepat, siswa menjawab dengan asal. Miskonsepsi tersebut
terjadi disebabkan oleh kurangnya latihan soal yang diberikan oleh guru dan
kurangnya menyuruh siswa untuk mengerjakan soal di depan papan tulis untuk
dibahas bersama-sama, sehingga siswa mengerjakan soal diatas menggunakan
pemahaman sendiri.
6. Penggalan jawaban siswa
Gambar 6
Dari penggalan jawaban siswa di atas, Dari penggalan jawaban siswa di atas,
siswa menggunakan rumus perbandingan tetapi kurang tepat untuk mengprasikannya.
Miskonsepsi disebabkan oleh guru yang kurang memberikan latihan soal, tidak
memberikan prestes pada awal pembelajaran. Dan kurang memperhatikan pekerjaan
perindividu ketika memberikan latihan soal.
7. Penggalan jawaban siswa
Gambar 7
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menjawab asal jadi tidak
menggunakan rumus yang tepat, siswa menjawab dengan asal. Miskonsepsi tersebut
terjadi disebabkan oleh kurangnya latihan soal yang diberikan oleh guru dan
kurangnya menyuruh siswa untuk mengerjakan soal di depan papan tulis untuk
dibahas bersama-sama, sehingga siswa mengerjakan soal diatas menggunakan
pemahaman sendiri.
8. Penggalan jawaban siswa
Gambar 8
Dari penggalan jawaban siswa di atas, Dari penggalan jawaban siswa di atas,
siswa menjawab asal jadi tidak menggunakan rumus yang tepat,karena pada soal
terdapat gambar bangun datar balok yang dibagi dua siswa beranggapan untuk
mencari panjang sisinya langsung dibagi dua. Miskonsepsi yang terjadi disebabkan oleh
kurangnya interaksi anatara siswa dengan guru jadi ketika siswa tidak paham dalam
materi tersebut tidak ada keberanian atau malu untuk bertanya dan yang paling sering
dilakukan guru ketika memberikan soal kurang bervariasi.
9. Penggalan jawaban siswa
Gambar 9
b. Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan sehingga dapat
disimpulkan sebagai berikut : Siswa kelas IX MTs Nahdhatul Umam Kempek mengalami
miskonsepsi pada materi kesebangunan dan kekongruenan dua bangun datar dalam
beberapa hal yaitu:
1. Miskonsepsi pada konsep kesebangunan
Dalam hal ini beberapa siswa mengalami miskonsepsi bahwa bangun datar dikatakan
sebangun harus mempunyai bentuk yang sama, ada juga yang mengatakan sebangun
harus mempunyai ukuran, bentuk dan sudut yang sama.
2. Miskonsepsi menentukan perbandingan sisi-sisi
Dalam hal ini beberapa siswa sudah benar dalam menyelesaikan panjang sisi suatu
bangun datar tetapi salah dalam mengoprasikannya. Ada juga yang beranggapan dibagi
dua karena dalam gambar dibagi menjadi dua bangun.
3. Miskonsepsi dalam memecahkan permasalah dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan kesebangunan atau kongruen.
Dalam hal ini beberapa siswa mengalami miskonsepsi dalam menyelesaikan soal yang
berkaitan dalam kehidupan sehari-hari yang disajikan dalam bentuk cerita. Siswa
menjawab soal nomor 12 menggunakan logika tidak menggunakan rumus yang tepat.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas IX A MTs Nahdhatul Umam
Kempek pada materi kesebangunan dan kekongruenan dua bangun datar adalah sebagai
berikut.
1. Penyebab berasal dari guru. Guru menjadi penyebab miskonsepsi karena guru kurang
memberikan penekanan konsep pada setiap konsep yang ada, guru tidak pernah
mengaitkan konsep satu dengan konsep yang lain.
2. Kurangnya memberikan latihan soal.
3. Siswa kurang memahami konsep prasyarat misalnya konsep sebangun dan kongruen.
4. Metode mengajar yang tidak tepat yang digunakan oleh guru.
c. Saran
1. Siswa harus lebih peduli dan memperhatiakan suatu konsep pada materi pembelajaran
matematika serta tidak hanya mementingkan keterampilan menghitung saja.
2. Siswa lebih banyak belajar mengaitkan konsep-konsep yang ada pada suatu materi.
3. Siswa harus lebih aktif menggali informasi misalnya dengan bertanya atau berdiskusi.
Selain itu, siswa hendaknya mengemukakan konsep-konsep apa yang belum dipahami.
4. Guru hendaknya menekankan konsep yang ada dalam materi dan menjelaskan konsep-
konsep yang ada sebagai sesuatu yang berkaitan.
5. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan materi baru
kepada siswa. Misalnya memberikan prestes. Hal ini sangat penting agar konsepsi siswa
yang salah tidak akan menjadi penghambat siswa dalam memahami materi selanjutnya.
6. Guru harus mengetahui letak miskonsepsi yang dialami siswa dan mengetahui
penyebabnya untuk menentukan langkah lanjut yang harus dilakukan. Hal ini bisa
dilakukan dengan banyak berinteraksi dengan siswa dan memberikan kesempatan
siswa unutuk mengemukakan pendapatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Berg, Van den E. (Ed). 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga : Universitas Kristen
Satya Wacana.
Budiyono. 2003. Statistika Dasar. Surakarta: UNS
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-teori Belajar. Dirjen dikti Depdikbud. Jakarta: P2LPTK.
Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori – Teori Belajar & Pembelajaran, , Jakarta: Erlangga.
Depdikbud. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.