Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
ANDI TARIGAN
Andi Tarigan
D152070051
iii
ABSTRACT
RINGKASAN
ANDI TARIGAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc.
ix
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 ini adalah
Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp sebagai Pakan Ternak
Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda.
Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di
Negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi
khususnya selama musim kemarau (Van DTT et al. 2005). Salah satu alternatif
tanaman yang dapat menghasilkan hijauan pakan sepanjang tahun adalah
Indigofera sp, spesies Indigofera banyak tersebar pada daerah tropis Afrika,
Asia, Australia dan Amerika Utara Serta Selatan. Tipe dari legum Indigofera sp
adalah memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering,
genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al. 2007). Serangkaian
penelitian telah dilaksanakan untuk menghasilkan produktivitas dan kecernaan
Indigofera sp yang optimal agar dapat menunjang peningkatan produktivitas
kambing Boerka.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan tidak
terhingga dan setinggi-tingginya kepada yang terhormat bapak Dr. Luki Abdullah.
M.Sc. Agr, bapak Dr. Idat Galih. Permana, M.Sc. Agr dan bapak Dr. Ir. Simon P.
Ginting, M.Sc selaku pembimbing atas kesabaran, penyediaan waktu dan
keikhlasan selama proses pembimbingan. Ucapan terimakasih kepada Dr. Ir.
Ahmad D. Lubis, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
saran untuk kesempurnaan tesis ini. Di samping itu kepada Dr. M. Ridla, M.Sc.
Agr, selaku ketua program studi serta Dosen lainnya atas ilmu dan sarannya untuk
kesempurnaan tesis ini. Serta kepala laboratorium dan lapangan percoban Loka
Penelitian Kambing potong atas segala bantuannya pada penelitian ini. Ungkapan
terima kasih juga yang sangat tulus kepada Orang Tua saya Bapak Bangsi
Tarigan, SH dan Ibu Masana. br Sembiring dan bapak serta ibu mertua. Istri
tercinta Vini Dwi Putranti, S.Pt dan anakku tersayang Aloi Prananta Tarigan atas
segala do’a, motivasi, kasih sayang selama ini. Kalian adalah hidup, spirit dan
inspirasi dalam hidupku. Selanjutnya terima kasih kepada seluruh keluarga dan
adik-adikku, teman–teman Pasca Program Studi INP Fakultas Peternakan
angkatan 2007, Ir.Andi Saenab, Yenni Ilman Nafiah, S.Pt. M.Si, Oktovianus R.
Nahak, S.Pt, Annisa Rahmawati, S.Pt. atas segala dukungan dan semangatnya,
teman–teman seperjuangan dalam mencari ilmu di program Pascasarjana IPB.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin….
Andi Tarigan
D152070051
xi
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv
1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
DAFTAR PUSAKA.......................................................................................... 46
LAMPIRAN...................................................................................................... 51
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Indigofera sp...................................................................................... 4
2. Kambing Boerka................................................................................ 7
3. Pengaruh pemberiaan taraf Indigofera sp terhadap
kecernaan protein............................................................................... 38
4. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap kecernaan NDF
pakan kambing Boerka....................................................................... 39
5. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap kecernaan ADF
pakan kambing Boerka ...................................................................... 41
6. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap PBBH
kambing Boerka…………………………………………………….. 42
7. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap efisiensi
penggunaan pakan kambing Boerka .................................................. 44
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
sebagai cadangan yang dihasilkan oleh daun (Humpreys 1978). Thapa et al.
(1997) menyatakan bahwa berkurangnya kandungan nutrisi pada hijauan pakan
seiring dengan bertambahnya umur tanaman, terutama pada daun dan batang.
Penurunan rasio daun dan batang pada hijauan dewasa dapat digambarkan
sebagai indikator menurunnya nilai nutrisi dan produksi sebagai bagian dari
buruknya manajemen pemotongan karena nutrisi pada hijauan pakan tersebesar
terdapat pada daun sehingga apabila produksi batang lebih tinggi dari pada
produksi daun, maka kualitas hijauan pakan tersebut menurun.
Titik tumbuh pada hijauan pakan terletak didekat permukaan tanah
sampai cabang pohon pada tanaman legum. Apabila titik tumbuh legum terambil
pada waktu pemotongan maka tidak akan terjadi pertumbuhan kembali. Kabi et
al. (2008) menyatakan bahwa frekuensi pemotongan legum yang tinggi dapat
menurunkan produksi bahan kering sehingga dapat mempengaruhi produksi
biomasa tanaman, komposisi morfologi, komposisi nutrisi dan kecernaan pakan.
Selain faktor produksi, faktor kualitas nutrisi tanaman pakan seperti: komposisi
nutrisi, koefisien kecernaan dan palatabilitas merupakan kriteria yang sangat
penting dalam menentukan potensinya sebagai sumber pakan.
Berdasarkan uraian di atas penelitian produktivitas dan kecernaan in vitro,
in vivo serta respon ternak terhadap pemberiaan Indigofera sp pada interval dan
intensitas pemotongan yang berbeda perlu dilakukan, agar dihasilkan
produktivitas dan kecernaan yang optimal pada Indigofera sp untuk menunjang
peningkatan produktivitas ternak.
Tujuan
1. Mengetahui produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun dan batang
legum Indigofera sp pada berbagai interval dan intensitas pemotongan yang
berbeda.
2. Mengetahui kandungan bahan organik, protein kasar, fosfor, kalsium, NDF
dan ADF Indigofera sp pada interval dan intensitas pemotongan yang
berbeda.
3
1.3 Manfaat
Memberikan informasi kepada petani peternak mengenai interval dan
intensitas pemotongan yang optimal terhadap produktivitas dan kecernaan serta
respon ternak terhadap pemberian Indigofera sp sehingga dapat meningkatkan
produktivitas ternak.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indigofera sp
Indigofera sp merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family
Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di
Benua Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara, sekitar tahun 1900 Indigofera
sp dibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropah, serta terus berkembang secara luas
(Tjelele 2006). Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya
akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera sangat baik dimanfaatkan sebagai
hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27.97%, serat kasar 15.25%,
kalsium 0.22% dan fosfor 0.18%. Legum Indigofera sp memiliki kandungan
protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan
terhadap salinitas (Hassen et al. 2007).
Indigofera sp mengandung pikmen indigo, yang sangat penting untuk
pertanian komersial pada daerah tropik dan sub tropik, selanjutnya dapat
digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas tinggi untuk ternak
ruminansia (Haude 1997).
Gambar 1 Indigofera sp
5
karbohidrat bukan serat, mineral dan lemak sedangkan dinding sel terdiri dari atas
sebagian besar selulosa, hemiselulosa dan pektin. Jenis–jenis legum mempunyai
kandungan protein dan mineral (kalsium, fosfor) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan rumput (McDonald et al. 2002).
keistimewaan, salah satunya adalah dapat makan dengan cepat dan menampung
makanan dalam jumlah yang banyak. Kemampuan mengkonsumsi pakan ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kapasitas tampung alat pencernaan ternak,
bobot badan, bentuk dan kandungan zat-zat makanan ransum, kebutuhan ternak
akan zat-zat makanan, status fisiologi ternak dan genotip ternak. Makin baik
kualitas bahan pakan semakin tinggi konsumsi pakan dari seekor ternak.
Kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang lebih efisien dari pada
domba dan sapi. Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih
banyak untuk ukuran tubuhnya (5–7% dari bobot badan), kambing lebih efisien
dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan sapi dan
domba (Luginbuhl and Poore 2005). Kambing mampu mengkonsumsi daun–
daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang sudah tua dan
berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan efisien,
sehingga kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan
(Devender and Burns 1994).
Jumlah pakan yang dikonsumsi menentukan jumlah zat–zat makanan
tersedia bagi ternak dan selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas
ternak tersebut. Namun yang menentukan konsumsi pakan pada ternak ruminansia
sangat komplek, karena banyak faktor yang terkait seperti sifat pakan, ternak dan
faktor lingkungan, dimana makin baik kualitas makanannya, makin tinggi
konsumsi pakan.
Jumlah bahan kering pakan yang dapat dikonsumsi oleh seekor ternak
selama satu hari perlu diketahui. Konsumsi bahan kering tergantung dari hijauan
saja yang diberikan atau bersamaan dengan konsentrat. Konsumsi bahan kering
pada ternak kambing menurut Devendra and Burns (1994) 3-5%, NRC (1995) 2–3
%. Peterson (2005) 3.5–5%, namun pada umumnya adalah 3–3.8% dari berat
badan.
diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara
zat–zat makanan dikonsumsi dengan yang dikeluarkan bersama feses dan bila
bagian tersebut dinyatakan sebagai persentase terhadap konsumsi maka disebut
koefisien cerna (McDowell 1992). Pada dasarnya pengukuran kecernaan adalah
suatu usaha untuk menentukan jumlah zat makanan dari suatu bahan pakan yang
diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dicerna adalah selisih antara zat
makanan yang dikandung dalam bahan makanan yang dimakan dan zat makanan
yang terkandung dalam feses (Ella 1996). Peterson (2005) menyatakan bahwa
tinggi rendahnya daya cerna dipengaruhi oleh jenis ternak, umur hewan, jenis
bahan pakan dan susunan kimianya. Metode–metode yang digunakan untuk
mengukur kecernaan suatu bahan makanan telah banyak, antara lain total
collected method, marker method, in sacco, in vivo dan in vitro.
Van Soest (1982) membagi tahapan proses pencernaan menjadi dua bagian
yaitu 1) proses terbesar terjadi di dalam rumen dan retikulum dan 2) proses
berikutnya terjadi di saluran pencernaan yang lebih lambat (pasca rumen) dimana
proses pencernaan berupa feses akan terbuang bersama-sama dengan sisa-sisa
metabolisme atau jaringan-jaringan yang aus.
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa selisih antara zat makanan
yang dikandungan dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada didalam
feses merupakan bagian yang dicerna. Bagian yang dapat dicerna dapat diartikan
seebagai bagaian dari bahan makanan yang tidak ditemukan dalam feses dan bila
bagian tersebut sebagai persentase terhadap konsumsi makanan disebut koefisien
cerna.
bobot badan harian akan diketahui nilai suatu bahan pakan ternak (Church and
Pond 1995).
Pertambahan bobot badan kambing kacang yang hanya memperoleh pakan
hijauan dengan lama merumput 6.5 jam/hari menghasilkan pertambahan bobot
badan harian sebesar 35.7 g/ekor/hari (Merkel 1999). Herlinae (2003) melaporkan
pertambahan bobot badan kambing kacang yang digembalakan dilahan gambut
menghasilkan pertambahan bobot badan antara 71.13–71.41 g/ekor/hari. Menurut
NRC (1995) kambing kacang pada berat badan 20 kg pertambahan bobot
badannya minimal 50 g/ekor/hari. Ginting dan Mahmalia (2008) menyatakan
bahwa pertambahan bobot badan harian persilangan antara kambing Boer dan
Kacang (Boerka) dewasa berkisar antara 52–67 g/hari.
Analisa Nutrisi
Sampel bagian pucuk tanaman yang digunakan untuk mengukur produksi
bahan kering dan rasio daun dan batang tanaman diambil pada saat dilakukan
pemanenan 30 hari, 60 hari dan 90 hari pada setiap masing–masing perlakuan,
yaitu sampel yang diambil adalah bagian tajuk tanaman, sedangkan untuk
perhitungan jumlah cabang tanaman dilakukan sebelum pemanenan, setiap
minggu selama tiga kali pengamatan dengan diberikan tanda pita merah pada
masing–masing sampel pengamatan yaitu tanaman yang berada pada tengah plot
percobaan. Untuk pengamatan terhadap rasio daun/batang sampel diambil dengan
memisahkan bagian daun dan batang pada setiap sampel tanaman, lalu dimasukan
kedalam oven selama 48 jam untuk mendapatkan bahan kering untuk setiap
pengamatan daun dan batang. Untuk pengamatan terhadap kandungan nutrisi.
Masing–masing sampel diambil 500 g segar pada setiap plot tanaman, dibawa ke
Laboratorium untuk mendapatan data bahan kering. Sampel yang sudah kering
digiling dengan penggiling Wiley Mell menggunakan saringan dengan diameter
1.0 mm. Selanjutnya dianalisa dengan anlisis proksimat dan Van Soest.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) berpola faktorial 3 x 3 dengan 4 kali ulangan.
Faktor pertama adalah interval pemotongan yaitu:
P1 : 30 hari
P2 : 60 hari
P3 : 90 hari
Faktor kedua merupakan intensitas pemotongan tanaman yaitu:
T1 : 0.5 m
T2 : 1 m
T3 : 1.5 m
Teknik Analisis
Cairan rumen yang digunakan adalah cairan rumen kambing yang belum
mendapatkan pakan pada pagi hari, diambil di rumah potong hewan (RPH)
Ciampea, Bogor. Pengambilan cairan rumen sebagai sumber inokulum dilakukan
sebagai berikut Rumen diambil dari kambing yang telah dipotong sesaat
sebelumnya, kemudian dibuka menggunakan gunting. Isi rumen diambil dengan
tangan yang memakai sarung tangan karet untuk menghindari kontaminasi,
kemudian dimasukan ke dalam kain tipis rangkap dua. Selanjutnya diperas
melalui sebuah corong dan cairannya dimasukan ke dalam thermos yang telah
disediakan sebelumnya. Thermos tersebut terlebih dahulu dibuang air panasnya
(39-40oC) yang diisikan sebelumnya.
Sampel seberat 1.5 gram dari masing-masing perlakuan dimasukan
kedalam tabung fermentor (tabung plastik polypropilen kapasitas 50 ml).
Ditambahkan dengan saliva buatan (McDougall) sebanyak 18 ml pada suhu (39-
40oC) dan pH 6.5-6.9. Diinokulasi dengan cairan rumen sebanyak 12 ml. Setiap
media in vitro diberi gas CO2 selama ± 30 detik supaya tetap dalam kondisi
anerob, kemudian tabung ditutup dengan karet berventilasi satu arah keluar.
Tabung dimasukkan ke dalam shaker water bath dan diinkubasi selama 48 jam.
Setelah 48 jam, tutup karet dibuka lalu ke dalam ditetesi 0.2 ml HgCl2 jenuh (2-3
15
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) 9 x 3. Data yang diperoleh akan dianalisis
statistik dengan sidik ragam menggunakan analisis SAS 6.12 dan bila berbeda
nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel and Torrie 1995).
16
Teknik pelaksanaan
Digunakan 20 ekor kambing Boerka jantan sedang tumbuh (Umur 6 bulan)
dengan bobot badan berkisar 9-11 kg. Ternak dibagi terlebih dahulu menjadi 4
kelompok berdasarkan bobot badan yaitu berat, sedang, ringan. Ternak secara
acak dialokasikan dalam 4 perlakuan pakan (5 ekor per perlakuan berdasrkan
bobot badan).
Disusun 4 jenis ranasum berdasarkan taraf pemberiaan Indigofera sp yaitu :
R0 : rumput Brachiaria ruziziensis 100%
R1 : rumput Brachiaria ruziziensis 85 % + 15 % Indigofera sp
R2 : rumput Brachiaria ruziziensis 70 % + 30 % Indigofera sp
R3 : rumput Brachiaria ruziziensis 55 % + 45 % Indigofera sp
17
(diukur), sampel feses dan urin masing-masing diambil sebanyak 105 dari berat
feses dan volume urinlalu ditimbanga dan dikeringkan. Setelah hari ke 7 sampel
dikomposit untuk setiap kelompot ternak (individu ternak). Dari gabungan sampel
diambil sub sampel untuk dianalisa, sehingga diperoleh kecernaan pakan
(kecernaan bahan kering, bahan organik, bahan kering, serta serat deterjen netral
dan serat deterjen asam).
Analisis kimia sampel pada perlakuan feses dilakukan sesuai dengan
metode analisis proksimat (AOAC. 2005). Serat deterjen netral (NDF) dan serat
deterjen asam (ADF) ditentukan menurut Goering dan Van Soest (1991).
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) 4 x 5. Sehingga terdapat 20 ekor ternak
kambing boerka Jantan. Data yang diperoleh akan dianalisis statistik dengan sidik
ragam dan bila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Polinomial
Orthogonal (Steel and Torrie 1995).
Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah:
Yijk = μ + αi + βj + εijk
Yijk = Nilai Pengamatan pada perlakuan pakan ke-i dan kelompok ke–j
μ = Rataan Umum
αi = Pengaruh perlakuan pemotongan ke–i
βj = Pengaruh kelompok ke–j
εijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke–i dan kelompok ke–j
20
Indigofera sp, hal tersebut berbanding terbalik dengan produksi dan jumlah
cabang Indigofera sp, semakin meningkat interval dan intensitas pemotongan
menghasilkan produksi bahan keringan dan jumlah cabang semakin tinggi.
Bagian tanaman yang dikonsumsi ternak pada umumnya adalah bagian
daun, sehingga akan lebih baik bila rasio daun/batang semakin tinggi karena
semakin banyak yang dapat dimanfaatkan oleh ternak, karena daun lebih banyak
dikonsumsi oleh ternak daripada bagian batang tanaman. Hal tersebut didukung
oleh pendapat Shehu et al. (2001) menyatakan bahwa rasio daun/batang pada
legum pohon sangat penting karena daun merupakan organ metabolisme dan
kualitas legum pohon dipengaruhi oleh rasio daun/batang. Semakin banyak
jumlah daun dari pada batang, kualitas legum tersebut semakin baik.
Untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan bagi ternak, maka rasio
daun/batang merupakan tolak ukur yang sangat penting. Semakin lama interval
pemotongan diikuti dengan semakin rendah rasio daun/batang. Hal ini dapat
dipahami karena semakin tua tanaman semakin berkurang jumlah daun pada
tanaman dibanding dengan tanaman yang muda. Selanjutnya Waters dan Givens
(1992) mengatakan bahwa perlakuan interval dan intensitas pemotongan
mempengaruhi komposisi anatomi dan morfologi tanaman, diantaranya rasio
daun/batang. Penurunan kandungan nutrisi dengan meningkatnya usia tanaman,
dapat digambarkan melalui rasio daun/batang pada tanaman.
organik terendah sebesar 88.46% berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya
(Tabel 3). Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang
didapat Van Hao (2001) melaporkan bahwa kandungan bahan organik Gliricidia
adalah 88.60%.
Interval pemotongan terlihat semakin meningkat diikuti dengan
meningkatnya kandungan bahan organik pada Indigofera sp, hal tersebut
disebabkan karena semakin meningkat kandungan serat pada tanaman seiring
dengan bertambahnya umur tanaman dan diikuti dengan semakin besar
kandungan dinding sel tanaman. Dimana terdapat hubungan antara kandungan
bahan organik dengan kandungan ADF pada tanaman, pada penelitian ini
kandungan ADF relatif rendah, sehingga memungkinkan terjadi peningkatan
kandungan bahan organik Indigofera sp, hal tersebut didukung oleh pendapat
Reid et al. (1988) yang menyatakan bahwa acid detergent fiber (ADF) merupakan
indikator yang terbaik untuk menggambarkan kandungan dan konsumsi bahan
organik pakan.
Perlakuan T1 T2 T3 Rataan
P1 88.46±0.79b 88.98±0.73b 88.77±0.78b 88.73±0.76
P2 89.12±0.79b 89.29±0.32b 89.32±0.12b 89.24±0.41
P3 89.32±0.12b 90.85±0.59a 90.68±1.33a 90.28±0.68
Rataan 88.96±0.56 89.70±0.54 89.59±0.74
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)
Kualitas hijauan yang baik ditandai dengan kandungan protein kasar yang
tinggi serta kandungan serat yang rendah. Menurunya kandungan protein kasar ini
disebabkan oleh menurunya rasio daun/batang dan meningkatnya umur tanaman.
Shehu et al. (2001) menyatakan bahwa kualitas legum pohon dipengaruhi oleh
rasio daun/batang pada tanaman.
Hasil pengamatan terhadap kandungan protein kasar disajikan pada Tabel
4. Hasil analisis sidik ragam terhadap kandungan protein kasar menunjukan tidak
25
Perlakuan T1 T2 T3 Rataan
e cd cd
P1 21.12±0.19 21.97±1.34 21.76±0.55 21.61±0.69
P2 25.50±1.03a 25.78±0.60a 25.81±0.72a 25.69±0.78
P3 23.03±0.90cb 23.60±0.20b 23.20±0.29cb 23.27±0.46
Rataan 23.21±0.70 23.78±0.71 23.59±0.52
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)
Selain itu kalsium bukan merupakan unsur yang mobil, yang dapat berpindah
kejaringan tanaman yang lebih muda.
Terlihat kandungan kalsium semakin menurun dengan meningkatnya umur
tanaman, perlakuan interval pemotongan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kandungan kalsium pada tanaman, dengan meningkatnya umur tanaman
hal tersebut didukung oleh pendapat Chiy dan Philips (1997) yang menyatakan
bahwa kandungan kalsium akan meningkat sampai tanaman mengalami peluruhan
(5-45% bagian helai daun menguning atau coklat), kemudian kandungan
kalsiumnya akan menurun.
perpindahan kandungan fosfor dalam tanaman kejaringan yang lebih aktif, seperti
pembentukan batang tanaman, dinding sel tanaman akibat bertambahnya umur
tanaman. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Whitehead (2000) menyatakan
bahwa kandungan fosfor dalam tanaman akan menurun disebabkan beberapa
faktor diantaranya bertambahnya usia tanaman dan spesies tanaman.
sehingga terjadi perubahan komposisi kimia pada tanaman, dimana tanaman tua
komposisi dinding sel akan lebih tinggi dibandingkan dengan isi sel. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Nohong (2000) menyatakan bahwa penurunaan kecernaan
disebabkan peningkatan serat kasar dengan makin panjangnya interval
pemotongan tanaman. Serat kasar merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi koefisien kecernaan bahan makanan. Kecernaan suatu bahan
makanan akan semakin menurun dengan meningkatnya kandungan serat kasar, hal
tersebut berbanding lurus dengan hasil kandungan NDF dan ADF pada penelitian
ini, yang merupakan bagian dari serat kasar pada tanaman. McDonald et al.
(2002) menyatakan bahwa peningkatan proporsi serat pada tanaman merupakan
faktor yang mempengaruhi kecernaan.
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi Indigofera 0 55.24 132.28 190.15
Konsumsi Brachiaria 356.71 313 308.64 232.40
Konsumsi BK 356.71a 368.24a 440.92b 422.55b
Keterngan : R0 = 100% Brachiaria ruziziensis + 0 % Indigofera sp, R1= 85% Brachiaria ruziziensis + 15 %
Indigoferasp, R2 70% Brachiaria ruziziensis + 30 % Indigofera sp, R3 = 55% Brachiaria ruziziensis + 45
% Indigofera sp Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Kecernaan BK 43.61c±4.98 b
50.14 ±3.83 57.88a±2.15 60.07a2.43
Kecernaan BO 46.28c±4.91 b
53.10 ±3.68 59.97a±2.02 62.53a±2.10
R0 = 0 % Indigofera sp, R1= 15 % Indigofera sp, R2 = 30 % Indigofera sp, R3 = 45 % Indigofera sp
Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)
80.00
68.16 69.80
70.00
60.61
60.00
K e c e rna a n P K (% )
50.00 45.79
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pemberiaan Indigofera sp
60.00
52.44 52.13
50.00 45.37
43.56
Kecernaan NDF(%)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp
pemberiaan Indigofera sp dalam campuran pakan ternak kambing Boerka. Hal ini
terjadi disebabkan kandungan karbohidrat mudah dicerna pada pakan R3 dan R2
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R1 dan R0 sehingga kecernaan NDF
pada perlakuan pakan R3 dan R2 lebih tinggi karena mudah didegradasi oleh
mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2002)
menyatakan bahwa peningkatan proporsi serat pada tanaman merupakan faktor
yang mempengaruhi penurunan nilai kecernaan.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Hoffman et al. (2001) menyatakan
bahwa hijauan pakan ternak yang memilki kandungan NDF 40% lebih tinggi
kecernaannya dibandingkan dengan hijauan pakan ternak yang memiliki
kandungan NDF 60%. Selanjutnya Luginbuhl et al. (2000) melaporkan bahwa
konsumsi bahan kering menurun dengan peningkatan kandungan NDF
(52.4%−62.1%) pada pakan ternak pada kambing Boer dan persilangannya.
Dengan meningkatnya proporsi dinding sel dan diameter batang serta
berkembangnya jaringan lignin menyebabkan kecernaan NDF menurun.
Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan NDF pada kambing Boerka yang
diberikan pakan Indigofera sp, dianalisis menggunakan polinomial orthogonal
membentuk kurva kubik dan mengikuti persamaan Y = -2.1057x3 + 15.261x2 -
29.228x + 59.627 (R2 = 1).
60.00 55.26
52.84
50.00
43.24 44.02
K ecern aan A D F (% )
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp
Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Bobot badan awal (kg) 10.28±1.12 10.32±1.04 10.20±1.12 10.18±1.07
Bobot badan akhir (kg) 12.06±1.15 12.80±1.22 13.38±1.39 13.48±1.21
PBBH (gr/ekor/hari) 28.25±5.19c 39.37±3.95b 50.47±6.86a 52.38±5.02a
Keterngan : R0 = 100% Brachiaria ruziziensis + 0 % Indigofera sp, R1= 85% Brachiaria ruziziensis + 15 % Indigofera
sp, R2 70% Brachiaria ruziziensis + 30 % Indigofera sp, R3 = 55% Brachiaria ruziziensis + 45 % Indigofera
sp Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata (P<0.05)
60.00
30.00
28.25
20.00
10.00
0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp
0.14
0.10
0.08
0.06 0.12
0.09
0.04 0.08 0.08
0.02
0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp
Pada penelitian ini efisiensi penggunaan pakan pada kambing Boerka yang
diberi pakan Indigofera sp mencapai 0.12 (Gambar 7). Angka ini masih lebih
tinggi dari efisiensi penggunaan pakan pada kambing Angora (0.08) dan hasil ini
sama dengan kambing Kasmir sebesar 0.12 (Jia et al. 1995). Hasil penelitian
Nurjannah (2005) melaporkan bahwa efisiensi penggunaan pakan pada kambing
kacang yang diberi hijauan lahan gambut mencapai 0.18. Rendahnya efisiensi
penggunaan pakan pada penelitian ini karena pertambahan bobot badan yang
rendah, hal ini disebabkan karena tingkat konsumsi bahan kering kambing Boerka
yang relatih rendah pada penelitian ini. Tingkat konsumsi pakan yang tinggi
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pertambahan bobot badan
seekor ternak.
44
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
1. Potensi yang besar pada Indigofera sp yang toleran terhadap kekeringan, maka
perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat sejauh mana, produksi
Indigofera sp pada kondisi musim kering.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat, pengaruh pemberiaan
Indigofera sp pada interval defoliasi 60 hari dan intensitas pemotongan 1.5
terhadap kualitas daging dan susu ternak kambing perah pada berbagai level
pemberiaan pakan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Anis SD. 1992. Pengaruh Kepadatan dan Interval Pemotongan Gliricida sepium
Terhadap Produksi dan Mutu Hijauan di Lahan Pertanaman
Kelapa.[Tesis].Bogor: Sekolah Pascasarjana, KPK Insitut Pertanian
Bogor-Universitas Sam Ratulangi.
Anggrodi R.1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ketiga. Jakarta: PT.
Gramedia.
Beever DE, Offer N, Gill M. 2000. The Feeding value of Grass product. In
Hopkins A. Editor. Grass: Its Production and Utilization. Published for
British Grassland Soc. By Beckwell Science 141-195.
Beaucheimin KA. 1996. Using ADF and NDF in dairy cattle diet formulation-a
Western Canadian prespective. J Anim Feed Sci Tech 58:101-111.
Bulo D, Warren BE, Ivory DA. 1985. Nutritive Value Assessment of Grass and
Legume Spesies.[Annual Report].Balai Penelitian Ternak,
Ciawi.Indonesia. Annual Report-Forage Research Project pp 40-41.
Chiy PC, Philips CJC. 1997. Effect of Sodium Fertilizer on the Chemical
Compostion of Perennial Ryegras and white clover leaves of different
physiological ages. J Sci Food Agric 73: 337-348.
th
Church DC, Pond WG.1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4 Ed. New
York: New York Press.
Crowder LV, Chheda HR. 1982. Tropical Grassland Husbandry. London and
New York. Longman Press.
Dhanda JS et al. 2003. Goat meat production: Present status and future
possibilities. AJAS 16: 1842 – 1852.
46
Ginting SP, Mahmalia Fera. 2008. Kambing Boerka: Kambing Tipe Pedaging
Hasil Persilangan Boer x Kacang. Wartazoa 18: 117-127.
Greyling JPC. 2000. Reproduction traits in the Boer Goat does. J Small Rumin
36: 171 – 177.
Hegarty MP, Pound AW. 1968. Indospicine a New Hepatotoxic Amino Acid from
Indigofera Spicata. J Aust Agric Res 217: 354-355
Herlinae. 2003. Evaluasi nilai nutrisi dan potensi hijuan asli lahan gambut
pedalaman di Kalimantan Tengah sebagai Pakan Ternak. [Tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Humphreys LR. 1978. Tropical Pasture and Fodder Crops. London: Longman
Group Press.
Hoffman PC, Shaver RD, Combs DK. 2001. Focus on Forage. Vol 3: No 10.
Jia ZH, Sahlu I, Fernandez JM, Hart,SP, The TH. 1995. Effect of Dietary Protein
Level on Performan of Angora and Chasmere. Small Ruminant Research.
J Int Goat Assoc 16 (2) : 113-119.
Jung HG, MS Allen. 1995. Characteristics of Plant Cell Walls Affecting Intake
and Digestibility of Forages by Ruminants. J Anim Sci 73: 2774–2790.
47
Kabaija E, Smith OB. 1989. Influence of Season and Age of Regrowth on The
Mineral Profile of Gliricidia sepiem and Leucaena leucophala. J Trop
Agric 66: 125-128.
Kabi F. Bareeba FB. 2008. Herbage biomass production and nutritive value of
mulberry (Morus alba) and Calliandra calothyrsus harvested at different
cutting frequencies. J Anim Feed Sci Technol 140:178–190.
Karim AB, Rhodes ER, Savill PS. 1991. Effect of Cutting Interval on Dry Matter
Yield of of Leucaena leucocephala (Lam) De Wit. J Agrofor Syst 16: 129–
137.
Lioger HA .1990. Plantes Medicinals de Puerto Reis Caribe. Inc San Juan.
Press inc.
Lu CD, Kawas JR, Mahgoub OG. 2005. Fibre digestion and utilization in goats. J
Small Rumin Res 60: 45-52.
Luginbuhl JM, Poore MH, Conrad AP. 2000. Effect of level of whole cootonseed
on intake, digestibility and performance of growing male goats fed hay-
based diets. J Anim Sci 78: 1677-1683.
Luginbuhl JM, Poore MH. 2005. Nutrition of Meat Goats. EAH Webmaster,
Departement of Animal Science. NCSU
Lukhele MS, Van Ryssen JBJ. 2002. The Chemical Composition and Potensial
Nutritive Value of The Foliage of Four Subtropical Tree Spesies in South
Africa for Ruminants. SAJ Anim Sci 33: 132-141.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD and Morgan CA. 2002. Animal
Nutrition, 6 th Ed. London. Pretice Hall.
Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Vol 1B. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Peterson PR. 2005. Forage for Goat Production. Blacksburg. Dept. Virginia Tech
University
Rosenthal GA. 1982. Plant Nonprotein Amino and Imino Acids. New York and
London. Academic Press.
SAS 1989. SAS User’s Guide. Version 6. 12th edition Vol.2. SAS Institute, Cary
NC.
Shehu Y, Alhassan WS, PAL UR, Phillips CSJ. 2001. Yield and Chemical
Composition Response of Lablab purpureus to Nitrogen, Phosphorus and
Potassium Fertilizers. J Trop Grassl 35: 180-185.
49
Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Ed ke–2 Sumantri
B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: The
Principle and Prosedure of Statistics.
Thapa B, Walker DH, Sinclair FL. 1997. Indigenous knowledge of feeding value
of tree fodder. J Anim Feed Sci Technol 67:97–114.
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for in vitro digestion of
forage crops. J Br Grassl Soc 18:104–111.
Tjelele TJ. 2006. Dry Matter Production, Intake and Nutritive Value of Certain
Indigofera Spesies [Tesis]. Pretoria. M.Inst. Agrar. University of Pretoria.
Van DTT, Mui NT, Ledin I. 2005. Tropical Foliages: effect of presentation
method and spesies on intake by goats. J Anim Feed Sci Technol 118: 1-
17.
Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods for dietary fibre, neutral
detergent fibre, and non-starch polysaccharides in relation to animal
nutrition. J Dairy Sci 74:3583–3597.
Water CJ, Givens DI. 1992. Nitrogen Degradability of Fresh Herbage: effect of
maturity and growth type and prediction from chemical composition and
by near infrared reflectance spectroscopy. J Anim Feed Sci Technol 75:
3278-3286.
P1 T3 P3 T2 P2 T1
K1 P2 T2 P2 T3 P1 T1
P3 T1 P3 T3 P1 T2
2m
P2 T2 P1 T3 P2 T3
K2
P1 T2 P3 T1 P3 P3
P2 T1 P1 T1 P3 T2
2m
P3 T1 P3 T2 P2 T1
K3
P2 T3 P1 T2 P1 T1
P2 T2 P1 T3 P3 T3
2m
P3 T2 P1 T3 P1 T2
K4
P3 T1 P1 T1 P2 T2
P2 T1 P3 T3 P2 T3
Dependent Variable:
Dependent Variable: