Sei sulla pagina 1di 81

i

PRODUKTIVITAS DAN PEMANFAATAN Indigofera sp


SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PADA INTERVAL
DAN INTENSITAS PEMOTONGAN YANG BERBEDA

ANDI TARIGAN

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produktivitas dan Pemanfaatan


Indigofera sp sebagai Pakan Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas
Pemotongan yang Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2009

Andi Tarigan
D152070051
iii

ABSTRACT

ANDI TARIGAN. Produktivity and Utilization of Indigofera sp as Forage for


Goats at Different Defoliation Interval and Intensity . Under direction of LUKI
ABDULAH, IDAT GALIH PERMANA, SIMON PETRUS GINTING.

One of the main constraint in increasing livestock productivity in


developing countries is the fluctuation quantity and quality of feed, especially
during the dry season, one of the alternative to solve this problem is Indigofera sp
as forage for goat.The study are aimed to evaluate some parameters of
productivity and utilization Indigofera sp forage as goats feed ( DM production,
branch number, leaf stem ratio, protein, DM, OM, NDF, ADF, Ca, P, intake,
digestibility and increase the body weight. The experimental design in the first
phase was factorial group random design (RAK Faktorial). The factors were
interval and intensity defoliation 3 x 3 x 4. The used of land area was 17 m x 74 m
= 1258 m2 for Indigofera sp with distance of planting 1 x 0,5 m, each plot was 4 x
3 m2. After 8 months the plant was conducted defoliation treatment, the treatment
interval (P1 = 30 days, P2= 60 days, P3 = 90 day and intensity T1 = 0,5 m, T2= 1
m, T3 = 1,5 m) . The second Phase experimental was condneted to evaluate in
vitro digestibility was goat. The design of research was used group randoms
design (RAK 9 x 3). The results showed that treatments of in vitro digestibility
with in vitro digestibility of dry matter and digestibility of organic matter. The
three Phase experimental was used group randoms design (RAK 4 x 5),
Indigofera sp was fed to 20 male goats Boerka (9-11 kg body weight). The
animals were divided into 5 groups based on body weight and for each group
were treatment with 4 level used Indigofera sp in this experiment (R0 = 0%, R1 =
15%, R2 = 30%, R3 = 45%) with ad libitum. The productivity at Indigofera
showed that dry matter production, number of branch and leaf stem ratio and the
digestibility at Indigofera showed with digestibility DM, OM, crude protein, NDF,
ADF. The treatment interval showed 60 days interval and the intensity of 1.5 m
defoliation respectively produce 31.25 tons / ha / yr, 28 branches and 1.74.
Analysis of the actual nutrition Indigofera sp showed protein content relatively
higher 25.81% (P2T3), OM range 88.64% to 90.85%, NDF content 36.83%
(P3T3),Ca content 1.57 (P1T3) and P content 1.1% (P1T2). OM, NDF, ADF
increasing content (P<0.05) with increasing maturity. The observation of in vitro
degestibility at the highest treatment P2T3 (P<0.05) KCBK 77.17%, KCBO
74.98% decreasing (P<0.0.5) with increasing maturity. The observation of fed
intake each level of treatment increased (P<0.05) of 356.71, 368.24, 440.92,
422.55 g / head / day, for DM, OM and protein digestibility increasing of 59.04%
(R3), 61.67% (R3) and 69.92% (R3) and the increase the body weight for the
treatment R3 (45% Indigofera sp) of 52.38 g / head / day. Concluded that for the
60-day treatment interval and intensity of 1.5 m (P2T3) have the best results from
dry matter production, number of branch, leaf steam ratio of 31.22 ton/ ha/year,
28, 1.74, 25.81% protein content.

Keywords : defoliation, degestibility,goat, interval, intensity, Indigofera sp


iv

RINGKASAN

ANDI TARIGAN. Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp sebagai Pakan


Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda.
Dibimbing oleh LUKI ABDULAH, IDAT GALIH PERMANA, SIMON
PETRUS GINTING.

Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktifitas peternakan di


Negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi
khususnya selama musim kemarau (Van DTT et al. 2005). Legum pohon sebagai
tanaman pakan di daerah tropis memegang peranan penting dalam penyediaan
pakan hijauan yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan konsumsi ternak.
Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang
berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, produksi
biomas tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis
terutama pada saat musim kemarau. Salah satu alternatif tanaman yang dapat
menghasilkan hijauan pakan sepanjang tahun adalah Indigofera sp, spesies
Indigofera banyak tersebar pada daerah tropis Afrika, Asia, Australia dan
Amerika Utara Serta Selatan. Tipe dari legum Indigofera sp adalah memiliki
kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan
tahan terhadap salinitas membuat Indigofera sangat baik sebagai hijauan pakan
ternak (Hassen et al. 2007). Berdasarkan uraian di atas penelitian produktivitas
dan kecernaan in vitro, in vivo serta respon ternak terhadap pemberiaan Indigofera
sp pada interval dan intensitas pemotongan yang berbeda perlu dilakukan, agar
dihasilkan produktivitas dan kecernaan yang optimal pada Indigofera sp untuk
menunjang peningkatan produktivitas ternak.
Penelitian ini dilaksankan dengan metode eksperimen dengan tiga tahap
penelitian. Tahap pertama pengamatan terhadap agronomi dan kualitas nutrisi
Indigofera sp. Lahan yang digunakan seluas 1258 m2 sebagai lahan penanaman
Indigofera sp dengan jarak tanam 1 x 0.5 m, dengan luas petakan 4 x 3 m2. yang
masing–masing dibatasi parit atau larikan jarak antara kelompok perlakuan dua
meter dan jarak antara perlakuan satu meter. Setelah tanaman berumur 8 bulan
dilakukan perlakuan pemotongan intensitas 0.5 m, 1 m dan 1.5 m pada tanaman
Tanaman Indigofera sp. Peubah yang diukur adalah Produksi BK, Jumlah
Cabang, Rasio Daun dan Batang, Kandungan Bahan Organik, Kandungan Protein
Kasar, Kandungan NDF dan ADF, Kandungan Ca dan P. Tahap kedua
pengamatan kecernaan in vitro Indigofera sp pada kambing Penelitian ini
memakai sumber inokulum dari cairan rumen kambing. Peubah yang diamati
adalah KCBK, KCBO. Tahap ketiga pengamatan terhadap kecernaan in vivo serta
respon ternak kambing terhadap pemberiaan Indigofera dalam campuran pakan.
Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering, kecernaan BK, kecernaan
protein kasar, bahan organik, NDF, ADF dan pertambahan bobot badan harian
serta efisiensi penggunaan pakan.
Hasil Produktivitas terbaik pada Indigofera sp adalah pada perlakuan
interval 60 hari dan intensitas 1.5 m (P2T3) menghasilkan produksi bahan kering
31.22 ton/ha/ha, jumlah cabang 28 dan rasio daun/batang 1.74. Kandungan protein
v

kasar, kalsium, fosfor semakin menurun seiring dengan meningkatnya interval


defoliasi, sedangkan kandungan bahan organik, NDF, ADF semakin tinggi dengan
meningkatnya interval defoliasi. Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan
organik semakin rendah seiring dengan meningkatnya interval defoliasi,
sedangkan kecernaan in vitro yang optimal adalah perlakuan interval defoliasi 60
hari (P2) dan intensitas 1.5 m (T3) adalah KCBK 77.17%, KCBO 74.98%
Pemberiaan Indigofera sp sampai pada taraf 45% masih dapat meningkatkan
konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik,
kecernaan protein kasar, kecernaan NDF, kecernaan ADF, pertambahan bobot
badan harian kambing Boerka dan efisensi penggunaan pakan.

Kata kunci : indigofera, interval, intensitas, pemotongan, kecernaan, kambing


vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii

PRODUKTIVITAS DAN PEMANFAATAN Indigofera sp


SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PADA INTERVAL
DAN INTENSITAS PEMOTONGAN YANG BERBEDA

ANDI TARIGAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc.
ix

Judul Tesis : Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp sebagai


Pakan Ternak Kambing pada Interval dan Intensitas
Pemotongan yang Berbeda
Nama : Andi Tarigan
NIM : D152070051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Luki Abdulah M.Sc. Agr.


Ketua

Dr. Idat G. Permana, M.Sc. Agr. Dr. Simon P. Ginting, M.Sc.


Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 15 September 2009 Tanggal Lulus :


x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 ini adalah
Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp sebagai Pakan Ternak
Kambing pada Interval dan Intensitas Pemotongan yang Berbeda.
Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas peternakan di
Negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi
khususnya selama musim kemarau (Van DTT et al. 2005). Salah satu alternatif
tanaman yang dapat menghasilkan hijauan pakan sepanjang tahun adalah
Indigofera sp, spesies Indigofera banyak tersebar pada daerah tropis Afrika,
Asia, Australia dan Amerika Utara Serta Selatan. Tipe dari legum Indigofera sp
adalah memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering,
genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al. 2007). Serangkaian
penelitian telah dilaksanakan untuk menghasilkan produktivitas dan kecernaan
Indigofera sp yang optimal agar dapat menunjang peningkatan produktivitas
kambing Boerka.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan tidak
terhingga dan setinggi-tingginya kepada yang terhormat bapak Dr. Luki Abdullah.
M.Sc. Agr, bapak Dr. Idat Galih. Permana, M.Sc. Agr dan bapak Dr. Ir. Simon P.
Ginting, M.Sc selaku pembimbing atas kesabaran, penyediaan waktu dan
keikhlasan selama proses pembimbingan. Ucapan terimakasih kepada Dr. Ir.
Ahmad D. Lubis, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
saran untuk kesempurnaan tesis ini. Di samping itu kepada Dr. M. Ridla, M.Sc.
Agr, selaku ketua program studi serta Dosen lainnya atas ilmu dan sarannya untuk
kesempurnaan tesis ini. Serta kepala laboratorium dan lapangan percoban Loka
Penelitian Kambing potong atas segala bantuannya pada penelitian ini. Ungkapan
terima kasih juga yang sangat tulus kepada Orang Tua saya Bapak Bangsi
Tarigan, SH dan Ibu Masana. br Sembiring dan bapak serta ibu mertua. Istri
tercinta Vini Dwi Putranti, S.Pt dan anakku tersayang Aloi Prananta Tarigan atas
segala do’a, motivasi, kasih sayang selama ini. Kalian adalah hidup, spirit dan
inspirasi dalam hidupku. Selanjutnya terima kasih kepada seluruh keluarga dan
adik-adikku, teman–teman Pasca Program Studi INP Fakultas Peternakan
angkatan 2007, Ir.Andi Saenab, Yenni Ilman Nafiah, S.Pt. M.Si, Oktovianus R.
Nahak, S.Pt, Annisa Rahmawati, S.Pt. atas segala dukungan dan semangatnya,
teman–teman seperjuangan dalam mencari ilmu di program Pascasarjana IPB.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin….

Bogor, September 2009

Andi Tarigan
D152070051
xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Balai, Sumatera Utara pada tanggal 2


Desember 1977 dari Bapak Bangsi Tarigan, SH dan Ibu Masana br Sembiring.
Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1996 penulis lulus dari SMA ST.Thomas 2 Medan dan pada tahun
yang sama masuk Universitas Sam Ratulangi, Manado. Penulis memilih Jurusan
Produksi Ternak, Fakultas Peternakan dan lulus pada tahun 2001 dan pada tahun
yang sama diterima sebagai staf peneliti di Litbang Pertanian. Pada tahun 2007
memperoleh kesempatan tugas belajar dari Badan Litbang Pertanian di Sekolah
Pascasarjana Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi Sekretaris Himpunan
Mahasiswa Pascasarjana (HIWACANA) Fakultas peternakan Institut Pertanian
Bogor periode 2008/2009.
xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv

1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3

2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4


2.1 Indigofera sp ......................................................................................... 4
2.2 Brachiaria ruziziensi............................................................................. 5
2.3 Kualitas Nutrisi Hijauan Pakan............................................................. 5
2.4 Pemotongan Tanaman........................................................................... 6
2.5 Kambing Boerka ................................................................................... 6
2.6 Konsumsi Pakan................................................................................... 8
2.7 Koefisien Cerna .................................................................................... 9
2.8 Pertambahan Bobot Badan Harian....................................................... 10
2.9 Efisiensi Penggunaan Pakan ................................................................. 10

3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN.................................................... 11


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 11
3.2 Materi Penelitian ................................................................................... 11
3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 11
3.3.1 Tahap I Aspek Agronomi dan Kualitas Nutrisi Indigofera sp ... 11
3.3.2 Tahap II Uji In Vitro Indigofera sp ........................................... 14
3.3.3 Tahap III Uji In Vivo Indigofera sp pada Kambing Boerka ...... 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 21


4.1 Aspek Agronomi indigofera sp............................................................. 21
4.1.1 Produksi segar ............................................................................ 21
4.1.2 Jumlah Cabang........................................................................... 22
4.1.3 Rasio Daun/Batang .................................................................... 23
4.2 Kualitas Nutrisi Indigofera sp .............................................................. 24
4.2.1 Kandungan Bahan Organik......................................................... 24
4.2.2 Kandungan Protein Kasar ........................................................... 25
4.2.3 Kandungan NDF ......................................................................... 27
4.2.4 Kandungan ADF ......................................................................... 28
4.2.5 Kandungan Kalsium.................................................................... 29
4.2.6 Kandungan Fosfor....................................................................... 31
4.3 Uji kecernaan in vitro Indigofera sp pada Kambing ............................ 32
xiii

4.3.1 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ............................ 32


4.4 Uji kecernaan in vivo Indigofera sp pada Kambing Boerka ................. 34
4.4.1 Konsumsi Bahan Kering ............................................................. 34
4.4.2 Kecernaan Pakan......................................................................... 35
4.4.2.1 Kecernaan Bahan Kering ................................................. 35
4.4.2.2 Kecernaan Bahan Organik ............................................... 37
4.4.2.3 Kecernaan Protein Kasar.................................................. 37
4.4.2.4 Kecernaan NDF ............................................................... 39
4.4.2.5 Kecernaan ADF................................................................. 40
4.5 Respon Ternak Terhadap pemberiaan Indigofera sp............................... 42
4.5.1 Pertambahan Bobot Badan Harian.............................................. 42
4.5.2 Efisiensi Penggunaan Pakan........................................................ 43

5 KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 45


5.1 Kesimpulan............................................................................................ 45
5.2 Saran....................................................................................................... 45

DAFTAR PUSAKA.......................................................................................... 46

LAMPIRAN...................................................................................................... 51
xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Susunan pakan penelitian (% BK).............................................................. 17


2. Rataan produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun/batang
tanaman Indigofera sp yang diberikan perlakuan interval dan intensitas
pemotongan yang berbeda......................................................................... 21
3. Rataan kandungan bahan organik Indigofera sp yang diberikan
perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (%).............. 25
4. Rataan kandungan protein kasar Indigofera sp yang diberikan perlakuan
interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (%)................................ 26
5. Rataan kandungan NDF dan ADF Indigofera sp yang diberikan
perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda(%)............... 29
6. Rataan kandungan kalsium, fosfor Indigofera sp yang diberikan perlakuan
interval dan intensitas pemotongan yang berbeda(%)................................. 30
7. Rataan kecernaan in vitro tajuk Indigofera sp yang diberikan
perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda(%)............... 32
8. Konsumsi bahan kering kambing Boerka.............................................................. 35
9. Pengaruh pemberiaan taraf Indigofera sp terhadap kecernaan bahan kering
dan bahan organik........................................................................................ 36
10. Rataan pertambahan bobot badan harian kambing Boerka.................................... 41
xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Indigofera sp...................................................................................... 4
2. Kambing Boerka................................................................................ 7
3. Pengaruh pemberiaan taraf Indigofera sp terhadap
kecernaan protein............................................................................... 38
4. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap kecernaan NDF
pakan kambing Boerka....................................................................... 39
5. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap kecernaan ADF
pakan kambing Boerka ...................................................................... 41
6. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap PBBH
kambing Boerka…………………………………………………….. 42
7. Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap efisiensi
penggunaan pakan kambing Boerka .................................................. 44
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Lay Out Tata Letak Penelitian.............................................................. 51


2 Data Curah Hujan Tahun 2009…......................................................... 52
3 Analisis ragam Produksi bahan kering. ................................................ 53
4 Analisis ragam Jumlah Cabang ............................................................ 54
5 Analisis ragam Rasio Daun/Batang...................................................... 55
6 Analisis ragam Kandungan Bahan Organik ......................................... 56
7 Analisis ragam Kandungan Protein Kasar............................................ 57
8 Analisis ragam Kandungan NDF ......................................................... 58
9 Analisis ragam Kandungan ADF......................................................... 59
10 Analisis ragam Kandungan Kalsium.................................................... 59
11 Analisis ragam Kandungan Fosfor....................................................... 61
12 Analisis ragam Kecernaan in vitro Bahan Kering ............................... 62
13 Analisis ragam Kecernaan in vitro Bahan Organik ............................. 63
14 Analisis ragam Konsumsi Bahan Kering............................................ 64
15 Analisis ragam Kecernaan Bahan Kering ............................................ 64
16 Analisis ragam Kecernaan Bahan Organik .......................................... 64
17 Analisis ragam Kecernaan Protein Kasar............................................. 65
18 Analisis ragam Kecernaan NDF .......................................................... 65
19 Analisis ragam Kecernaan ADF .......................................................... 65
20 Analisis ragam Pertambahan Bobot Badan Harian.............................. 66
21 Analisis ragam Efisiensi Penggunaan Pakan ....................................... . 66
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktifitas peternakan di


Negara berkembang adalah kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi
khususnya selama musim kemarau (Van DTT et al. 2005). Legum pohon sebagai
tanaman pakan di daerah tropis memegang peranan penting dalam penyediaan
pakan hijauan yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan konsumsi ternak.
Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang
berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, produksi
biomas tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis
terutama pada saat musim kemarau.
Salah satu alternatif tanaman yang dapat menghasilkan hijauan pakan
sepanjang tahun adalah Indigofera sp, spesies Indigofera banyak tersebar pada
daerah tropis Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara Serta Selatan. Tipe dari
legum Indigofera sp adalah memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran
terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas membuat
Indigofera sangat baik sebagai hijauan pakan ternak (Hassen et al. 2007).
Komposisi nutrisi Indigofera sp bahan kering 21.97%, lemak kasar 6.15%, protein
kasar 24.17%, abu 6.41%, kandungan NDF 54.24% dan ADF 44.69%. Produksi
tanaman 2.5 kg terdiri dari produksi daun 880 gr (36.43 %), produksi batang 1620
gr (63.57%) serta tinggi tanaman 418 cm.
Pemotongan sebagian maupun seluruh pucuk tanaman yang berada di atas
permukaan tanah, secara umum dapat dinyatakan sebagai intensitas dan interval
pemotongan (Humphreys 1978). Reaksi hijauan terhadap pemotongan merupakan
faktor yang perlu diperhatikan karena merupakan dasar pengelolan untuk menjaga
keseimbangan pertumbuhan supaya sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak.
Pengaturan interval dan intensitas pemotongan sangat penting untuk menentukan
produksi dan kualitas serta kemampuan tumbuh kembali (regrowth) tanaman
tersebut, agar dapat menghasilkan produksi hijauan pakan yang berkualitas tinggi
secara berkesinambungan.
Pertumbuhan kembali dari tanaman yang baru dipotong memerlukan
energi yang biasanya tersedia pada bagian batang dan akar yang tersimpan
2

sebagai cadangan yang dihasilkan oleh daun (Humpreys 1978). Thapa et al.
(1997) menyatakan bahwa berkurangnya kandungan nutrisi pada hijauan pakan
seiring dengan bertambahnya umur tanaman, terutama pada daun dan batang.
Penurunan rasio daun dan batang pada hijauan dewasa dapat digambarkan
sebagai indikator menurunnya nilai nutrisi dan produksi sebagai bagian dari
buruknya manajemen pemotongan karena nutrisi pada hijauan pakan tersebesar
terdapat pada daun sehingga apabila produksi batang lebih tinggi dari pada
produksi daun, maka kualitas hijauan pakan tersebut menurun.
Titik tumbuh pada hijauan pakan terletak didekat permukaan tanah
sampai cabang pohon pada tanaman legum. Apabila titik tumbuh legum terambil
pada waktu pemotongan maka tidak akan terjadi pertumbuhan kembali. Kabi et
al. (2008) menyatakan bahwa frekuensi pemotongan legum yang tinggi dapat
menurunkan produksi bahan kering sehingga dapat mempengaruhi produksi
biomasa tanaman, komposisi morfologi, komposisi nutrisi dan kecernaan pakan.
Selain faktor produksi, faktor kualitas nutrisi tanaman pakan seperti: komposisi
nutrisi, koefisien kecernaan dan palatabilitas merupakan kriteria yang sangat
penting dalam menentukan potensinya sebagai sumber pakan.
Berdasarkan uraian di atas penelitian produktivitas dan kecernaan in vitro,
in vivo serta respon ternak terhadap pemberiaan Indigofera sp pada interval dan
intensitas pemotongan yang berbeda perlu dilakukan, agar dihasilkan
produktivitas dan kecernaan yang optimal pada Indigofera sp untuk menunjang
peningkatan produktivitas ternak.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan
1. Mengetahui produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun dan batang
legum Indigofera sp pada berbagai interval dan intensitas pemotongan yang
berbeda.
2. Mengetahui kandungan bahan organik, protein kasar, fosfor, kalsium, NDF
dan ADF Indigofera sp pada interval dan intensitas pemotongan yang
berbeda.
3

3. Mengetahui tingkat konsumsi bahan kering dan kecernaan in vitro bahan


kering, bahan organik, tingkat kecernaan in vivo bahan kering, bahan organik,
NDF, ADF, pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum.

1.3 Manfaat
Memberikan informasi kepada petani peternak mengenai interval dan
intensitas pemotongan yang optimal terhadap produktivitas dan kecernaan serta
respon ternak terhadap pemberian Indigofera sp sehingga dapat meningkatkan
produktivitas ternak.
4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indigofera sp
Indigofera sp merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family
Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di
Benua Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara, sekitar tahun 1900 Indigofera
sp dibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropah, serta terus berkembang secara luas
(Tjelele 2006). Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya
akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera sangat baik dimanfaatkan sebagai
hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27.97%, serat kasar 15.25%,
kalsium 0.22% dan fosfor 0.18%. Legum Indigofera sp memiliki kandungan
protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan
terhadap salinitas (Hassen et al. 2007).
Indigofera sp mengandung pikmen indigo, yang sangat penting untuk
pertanian komersial pada daerah tropik dan sub tropik, selanjutnya dapat
digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas tinggi untuk ternak
ruminansia (Haude 1997).

Gambar 1 Indigofera sp
5

2.2 Brachiaria ruziziensis


Tanaman ini merupakan rumput berdaun lebat dengan tinggi sedang,
berstolon, daunnya berbulu pendek, produksi bijinya tinggi, kualitas biji dan daya
tumbuh biasanya tinggi (Horne et al. 1999). Brachiaria ruziziensis cocok untuk
tanah subur dan berdrainase baik, pada daerah–daerah dengan curah hujan tinggi.
Pada kondisi demikian Brachiaria ruziziensis menghasilkan pakan dengan
kualitas lebih baik daripada spesies Brachiaria lainnya. Brachiria ruziziensis tidak
cocok pada tanah–tanah tidak subur yang berdrainase buruk atau daerah dengan
musim kemarau panjang.

2.3 Kualitas Nutrisi Hijauan Pakan


Kualitas nutrisi dapat dilihat dari komposisi kimia hijauan. Komposisi
kimia dari bahan hijauan pakan terdiri dari bahan kering, protein kasar, lemak,
serat kasar, ekstrak tanpa lemak dan abu (Crowder and Chheda 1982). Untuk
melihat komposisi kimia bahan pakan tersebut dilakukan dengan analisis
proksimat. Metode analisis proksimat merupakan metode yang menggambarkan
komposisi zat makanan pada suatu bahan makanan. Selain itu untuk melihat
komposisi kimia zat makanan berdasarkan kandungan serat adalah dengan metode
van Soest. Pakan ternak terdiri dari dua fraksi yaitu isi sel dan dinding sel.
Dinding sel dibagi lagi menjadi serat kasar yang tidak larut dalam detergen neteral
(NDF), bagian yang larut dalam detergen asam (ADF) dan lignin. NDF atau serat
detergen netral pada dasarnya adalah hemiselulosa abu tidak larut, sedangkan
ADF atau serat detergen asam adalah lignoselulosa dan silika (Van Soest 1991).
Komposisi kimia bahan hijauan pakan ternak memegang peranan penting,
karena dapat menggambarkan kandungan zat–zat makanan pakan yang
dibutuhkan oleh ternak. Komposisi kimiawi pakan sering tidak menggambarkan
derajat kecernaan maupun penyerapan zat–zat makanan tersebut oleh ternak.
Idealnya hasil analisis kimiawi tersebut, selain mencerminkan kandungan zat
makanan, sekaligus dapat pula mencerminkan ketersediaanya dalam tubuh ternak.
Teknik van Soest tersebut diatas sangat bermanfaat dalam evaluasi nilai nutrisi
hijauan pada ternak ruminansia (Suryahadi 1990). Sutardi (1980) menyatakan
bahwa isi sel terdiri atas zat–zat yang mudah larut dicerna yaitu protein,
6

karbohidrat bukan serat, mineral dan lemak sedangkan dinding sel terdiri dari atas
sebagian besar selulosa, hemiselulosa dan pektin. Jenis–jenis legum mempunyai
kandungan protein dan mineral (kalsium, fosfor) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan rumput (McDonald et al. 2002).

2.4 Pemotongan Tanaman


Pemotongan didefinisikan sebagai pemotongan bagian atas tanaman baik
oleh pemanenan dengan peralatan maupun oleh renggutan ternak (Humphreys
1978). Pada umumnya pemotongan menyangkut pengertian:
a. Interval : jarak waktu dilakukan pemotongan selama jangka waktu
tertentu
b. Intensitas : seberapa banyak bagian tanaman yang dipotong.
c. Waktu : periode pertumbuhan tanaman atau kondisi iklim pada saat
dilakukan pemotongan.
Secara umum pemotongan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman,
bahan kering dapat dicerna dan komposisi kimia. Legum pohon yang ditanam
pada sistem pertanian intensif, baik sebagai tanaman sela atau sumber pakan
ternak membutuhkan manajemen pemotongan dan jarak tanam yang tepat (Horne
et al. 1999).
Interval pemotongan juga dapat menurunkan produksi bahan kering legum
pohon. Kharim et al. (1991) menyatakan bahwa bertambahnya usia tanaman
mengakibatkan perbandingan daun dengan batang semakin kecil. Kecilnya rasio
daun dengan batang berpengaruh terhadap kandungan protein kasar, kandungan
energi. Karena kandungan protein dan energi paling banyak didapat pada daun
dibanding dengan batang, apabila rasio daun lebih besar dibandingkan dengan
batang maka jumlah protein dan energi pada tanaman semakin tinggi. Dimana
kandungan protein dan energi tanaman sangat berperan terhadap produksi ternak

2.5 Kambing Boerka


Silang bangsa (crossbreeding) antara dua bangsa atau lebih pada ternak
ruminansia merupakan salah satu cara yang baik untuk meningkatkan
produktifitas ternak. Pembentukan kambing silang antara Boer dengan Kacang
7

adalah untuk mendapatkan Kambing Boerka dengan komposisi 50% Boer:50%


Kacang. Dari total populasi kambing 14 juta ekor (Ditjennak 2007) kambing
kacang merupakan jenis kambing dengan populasi terbesar (83%). Jenis kambing
kacang memiliki bobot tubuh dan kapasitas tubuh yang rendah dan lebih
merupakan jenis kambing dengan tipe prolifik (Astuti et al. 1984). Kambing
kacang umumnya memiliki keunggulan terutama dalam hal kesuburan (fertilitas)
dan adaptasi terhadap lingkungan. Bangsa kambing Boer merupakan salah satu
jenis kambing dengan potensi pertumbuhan dan bobot tumbuh yang tinggi dan
memiliki sifat fertilitas yang baik (Greyling 2000). Dengan sifat unggul tersebut,
maka kambing Boer telah banyak digunakan dalam program persilangan dibanyak
Negara. Dimana bobot lahir serta laju pertumbuhan pada suatu ras kambing
tergantung kepada potensi bobotnya saat mencapai kedewasaan (maturity),
sehingga tingkat pertumbuhan anak pada ras kambing dengan tipe besar akan
lebih tinggi dibandingkan dengan ras kambing dengan tipe kecil (Dhanda 2003),
dengan potensi pertumbuhan dan bobot tubuh yang tinggi kambing boerka
memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan terus.

Gambar 2 Kambing Boerka


2.6 Konsumsi Pakan
Hijauan pakan ternak merupakan sumber utama pakan ternak ruminansia
kecil di Indonsesia. Jumlah pakan yang dikonsumsi akan menentukan jumlah zat-
zat makanan yang tersedia bagi ternak. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi
tingkat produktivitas ternak tersebut. Ternak ruminansia mempunyai
8

keistimewaan, salah satunya adalah dapat makan dengan cepat dan menampung
makanan dalam jumlah yang banyak. Kemampuan mengkonsumsi pakan ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kapasitas tampung alat pencernaan ternak,
bobot badan, bentuk dan kandungan zat-zat makanan ransum, kebutuhan ternak
akan zat-zat makanan, status fisiologi ternak dan genotip ternak. Makin baik
kualitas bahan pakan semakin tinggi konsumsi pakan dari seekor ternak.
Kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang lebih efisien dari pada
domba dan sapi. Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih
banyak untuk ukuran tubuhnya (5–7% dari bobot badan), kambing lebih efisien
dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan sapi dan
domba (Luginbuhl and Poore 2005). Kambing mampu mengkonsumsi daun–
daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang sudah tua dan
berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan efisien,
sehingga kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan
(Devender and Burns 1994).
Jumlah pakan yang dikonsumsi menentukan jumlah zat–zat makanan
tersedia bagi ternak dan selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas
ternak tersebut. Namun yang menentukan konsumsi pakan pada ternak ruminansia
sangat komplek, karena banyak faktor yang terkait seperti sifat pakan, ternak dan
faktor lingkungan, dimana makin baik kualitas makanannya, makin tinggi
konsumsi pakan.
Jumlah bahan kering pakan yang dapat dikonsumsi oleh seekor ternak
selama satu hari perlu diketahui. Konsumsi bahan kering tergantung dari hijauan
saja yang diberikan atau bersamaan dengan konsentrat. Konsumsi bahan kering
pada ternak kambing menurut Devendra and Burns (1994) 3-5%, NRC (1995) 2–3
%. Peterson (2005) 3.5–5%, namun pada umumnya adalah 3–3.8% dari berat
badan.

2.7 Koefisien Cerna


Kecernaan adalah bagian zat makanan yang tidak dieksresikan dalam
feses. Menurut Anggorodi (1990) menyatakan bahwa pada dasarnya tingkat
kecernaan adalah suatu upaya untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang
9

diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara
zat–zat makanan dikonsumsi dengan yang dikeluarkan bersama feses dan bila
bagian tersebut dinyatakan sebagai persentase terhadap konsumsi maka disebut
koefisien cerna (McDowell 1992). Pada dasarnya pengukuran kecernaan adalah
suatu usaha untuk menentukan jumlah zat makanan dari suatu bahan pakan yang
diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dicerna adalah selisih antara zat
makanan yang dikandung dalam bahan makanan yang dimakan dan zat makanan
yang terkandung dalam feses (Ella 1996). Peterson (2005) menyatakan bahwa
tinggi rendahnya daya cerna dipengaruhi oleh jenis ternak, umur hewan, jenis
bahan pakan dan susunan kimianya. Metode–metode yang digunakan untuk
mengukur kecernaan suatu bahan makanan telah banyak, antara lain total
collected method, marker method, in sacco, in vivo dan in vitro.
Van Soest (1982) membagi tahapan proses pencernaan menjadi dua bagian
yaitu 1) proses terbesar terjadi di dalam rumen dan retikulum dan 2) proses
berikutnya terjadi di saluran pencernaan yang lebih lambat (pasca rumen) dimana
proses pencernaan berupa feses akan terbuang bersama-sama dengan sisa-sisa
metabolisme atau jaringan-jaringan yang aus.
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa selisih antara zat makanan
yang dikandungan dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada didalam
feses merupakan bagian yang dicerna. Bagian yang dapat dicerna dapat diartikan
seebagai bagaian dari bahan makanan yang tidak ditemukan dalam feses dan bila
bagian tersebut sebagai persentase terhadap konsumsi makanan disebut koefisien
cerna.

2.8 Pertambahan Bobot Badan Harian


Pakan yang mengandung nilai nutrisi yang seimbang merupakan dampak
positif terhadap pertumbuhan dari seekor tenak. Pertumbuhan yang cepat akan
mengurangi biaya produksi yang harus disediakan oleh peternak.
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena
pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi
pemanfaatan zat–zat makanan dari pakan yang diberikan. Dari data pertambahan
10

bobot badan harian akan diketahui nilai suatu bahan pakan ternak (Church and
Pond 1995).
Pertambahan bobot badan kambing kacang yang hanya memperoleh pakan
hijauan dengan lama merumput 6.5 jam/hari menghasilkan pertambahan bobot
badan harian sebesar 35.7 g/ekor/hari (Merkel 1999). Herlinae (2003) melaporkan
pertambahan bobot badan kambing kacang yang digembalakan dilahan gambut
menghasilkan pertambahan bobot badan antara 71.13–71.41 g/ekor/hari. Menurut
NRC (1995) kambing kacang pada berat badan 20 kg pertambahan bobot
badannya minimal 50 g/ekor/hari. Ginting dan Mahmalia (2008) menyatakan
bahwa pertambahan bobot badan harian persilangan antara kambing Boer dan
Kacang (Boerka) dewasa berkisar antara 52–67 g/hari.

2.9 Efisiensi Penggunaan Pakan


Efisiensi penggunaan pakan erat kaitnya dengan konsumsi pakan dan
produksi (pertambahan bobot badan). Efisiensi penggunaan pakan adalah rasio
antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Efisiensi
penggunaan pakan menggukur efisiensi hewan dalam mengubah pakan menjadi
produk. Jia et al. (1995) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan pakan kambing
Angora yang diberi pakan terdiri dari jagung giling, dedak gandum, kulit biji
kapuk, minyak kedelai adalah sebesar 0.08. lebih lanjut dijelaskan bahwa
kambing Khasmir yang diberi pakan yang sama efisiensi penggunaan pakannya
adalah sebesar 0.126. Simanihuruk (2005) melaporkan bahwa efisiensi
penggunaan pakan pada kambing kacang 0.115–0.144.
11

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian di dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai Juli 2009.
Lokasi penelitian adalah dataran rendah–kering (50 m dpl, curah hujan rata–rata
1.800 mm/tahun) jenis tanah pod soil kuning merah dengan pH tanah 4.5–5.0 dan
berlokasi di lapangan percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih
Sumatera Utara. Analisis prosimat kualitas nutrisi dilakukan di Laboratorium
Loka Penelitian Kambing Potong. Analisis kecernaan in vitro dan mineral
dilaukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah IPB dan analisis total phennol,
tannin di Laboratorium Pakan Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.

3.2 Materi Penelitian


Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu: biji Indigofera sp. sebanyak
1 kg, polybag 25 kg. Pupuk dasar digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 10
ton /ha dan kapur 1 ton/ ha, sedangkan pupuk kimia urea 100 kg/ha, SP–36 150
kg/ha dan KCL 200 kg/ha. Dua puluh ekor kambing Boerka jantan, umur 6 bulan
dan rataan berat badan 9-11 kg.
Peralatan yang digunakan pada pada penelitian yaitu: kandang
metabolisme, timbangan, cangkul, parang, babat, meteran, sprayer dan peralatan
laboratorium lainnya.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen yang terdiri dari
tiga tahap yaitu:

3.3.1 Tahap I : Aspek penelitian agronomi dan kandungan nutrisi Indigofera


sp
Biji Indigofera sp sebanyak 1 kg terlebih dahulu disemaikan pada lahan
yang sudah disediakan, setelah itu tanaman yang tumbuh dengan baik dimasukan
kedalam polybag yang sudah terlebih dahulu diisi sejumlah tanah, ditanam satu
tanaman pada masing-masing polybag. Setelah tanaman berumur 2 bulan,
12

kemudian tanaman dipindahkan pada lahan tanaman yang sudah disiapkan.


Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan traktor, membersihkan akar-
akarnya dan tanah diratakan serta dihaluskan. Selanjutnya pemberiaan pupuk
kimia urea 100 kg/ha, SP–36 150 kg/ha dan KCL 200 kg/ha pada lahan yang telah
diolah.
Lahan yang digunakan seluas 1258 m2 sebagai lahan penanaman
Indigofera sp jarak tanam adalah 1 x 0.5 m, dan luas petakan 4 x 3 m2. yang
masing–masing dibatasi parit atau larikan jarak antara kelompok perlakuan dua
meter dan jarak antara perlakuan satu meter. Setelah tanaman berumur 8 bulan
perlakuan pemotongan dengan intensitas 0.5 m, 1.0 m dan 1.5 m dilakukan pada
tanaman Tanaman Indigofera sp.

Analisa Nutrisi
Sampel bagian pucuk tanaman yang digunakan untuk mengukur produksi
bahan kering dan rasio daun dan batang tanaman diambil pada saat dilakukan
pemanenan 30 hari, 60 hari dan 90 hari pada setiap masing–masing perlakuan,
yaitu sampel yang diambil adalah bagian tajuk tanaman, sedangkan untuk
perhitungan jumlah cabang tanaman dilakukan sebelum pemanenan, setiap
minggu selama tiga kali pengamatan dengan diberikan tanda pita merah pada
masing–masing sampel pengamatan yaitu tanaman yang berada pada tengah plot
percobaan. Untuk pengamatan terhadap rasio daun/batang sampel diambil dengan
memisahkan bagian daun dan batang pada setiap sampel tanaman, lalu dimasukan
kedalam oven selama 48 jam untuk mendapatkan bahan kering untuk setiap
pengamatan daun dan batang. Untuk pengamatan terhadap kandungan nutrisi.
Masing–masing sampel diambil 500 g segar pada setiap plot tanaman, dibawa ke
Laboratorium untuk mendapatan data bahan kering. Sampel yang sudah kering
digiling dengan penggiling Wiley Mell menggunakan saringan dengan diameter
1.0 mm. Selanjutnya dianalisa dengan anlisis proksimat dan Van Soest.

Peubah yang diukur:


1. Produksi Bahan Kering
2. Jumlah Cabang
13

3. Rasio Daun dan Batang


4. Kandungan Bahan Organik (AOAC 2005)
5. Kandungan Protein Kasar (AOAC 2005)
6. Kandungan NDF dan ADF (Van Soest 1991)
7. Kandungan Ca dan P (AOAC 2005)

Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) berpola faktorial 3 x 3 dengan 4 kali ulangan.
Faktor pertama adalah interval pemotongan yaitu:
P1 : 30 hari
P2 : 60 hari
P3 : 90 hari
Faktor kedua merupakan intensitas pemotongan tanaman yaitu:
T1 : 0.5 m
T2 : 1 m
T3 : 1.5 m

Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan sidik ragam menggunakan


analisis SAS 6.12 dan bila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan
(Steel and Torrie 1995).

Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + σk + εijk


Yijk = Nilai Pengamatan pada interval pemotongan ke-i, intensitas pemotongan
ke–
j dan kelompok ke–k
μ = Rataan umum
αi = Pengaruh interval pemotongan ke–i
βj = Pengaruh intensitas pemotongan ke–j
14

(αβ)ij = Pengaruh interaksi interval pemotongan ke-i dengan intensitas


pemotongan
ke–j
σk = Pengaruh kelompok ke–k
εijk = Pengaruh galat

3.3.2 Tahap II: Kecernaan in vitro Indigofera sp pada kambing


Penelitian ini memakai sumber inokulum dari cairan rumen kambing.
Sampel Indigofera sp merupakan hasil komposit pada setiap kombinasi perlakuan
sebagai perlakuan percobaan, pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak tiga
kali pengamatan, dimana sebagai ulangan adalah pengambilan inokulum cairan
rumen kambing.

Teknik Analisis
Cairan rumen yang digunakan adalah cairan rumen kambing yang belum
mendapatkan pakan pada pagi hari, diambil di rumah potong hewan (RPH)
Ciampea, Bogor. Pengambilan cairan rumen sebagai sumber inokulum dilakukan
sebagai berikut Rumen diambil dari kambing yang telah dipotong sesaat
sebelumnya, kemudian dibuka menggunakan gunting. Isi rumen diambil dengan
tangan yang memakai sarung tangan karet untuk menghindari kontaminasi,
kemudian dimasukan ke dalam kain tipis rangkap dua. Selanjutnya diperas
melalui sebuah corong dan cairannya dimasukan ke dalam thermos yang telah
disediakan sebelumnya. Thermos tersebut terlebih dahulu dibuang air panasnya
(39-40oC) yang diisikan sebelumnya.
Sampel seberat 1.5 gram dari masing-masing perlakuan dimasukan
kedalam tabung fermentor (tabung plastik polypropilen kapasitas 50 ml).
Ditambahkan dengan saliva buatan (McDougall) sebanyak 18 ml pada suhu (39-
40oC) dan pH 6.5-6.9. Diinokulasi dengan cairan rumen sebanyak 12 ml. Setiap
media in vitro diberi gas CO2 selama ± 30 detik supaya tetap dalam kondisi
anerob, kemudian tabung ditutup dengan karet berventilasi satu arah keluar.
Tabung dimasukkan ke dalam shaker water bath dan diinkubasi selama 48 jam.
Setelah 48 jam, tutup karet dibuka lalu ke dalam ditetesi 0.2 ml HgCl2 jenuh (2-3
15

tetes). Selanjutnya tabung disentrifusi dengan kecepatan 5000 rpm selama 20


menit. Supernatan yang diinkubasi selama 24 jam dibuang dan endapanya
diperlakukan sebagai berikut:
Kecernaan fermentatif; isinya disaring dengan kertas saring Whatman
No.41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dikeringkan dalam oven
pada suhu 105oC selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk menentukan KCBK
fermentatif. Setelah itu dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 600oC selama 24
jam, kemudian dianalisa kadar proteinya dengan metode Kjeldahl.
Kecernaan enzimatik; endapan yang tersisa dalam tabung fermentor
ditambah 30 ml larutan 0.2% dalam suasana asam, kemudiaan diinkubasi selama
24 jam dalam keadaan aerob pada suhu (39-40oC). Selanjutnya disaring dengan
kertas saring Whatman No.41 (yang beratnya diketahui) dengan bantuan pompa
vakum. Perlakuan selanjutnya sama dengan perlakuan kecernaan fermentatif.
Nilai parameter ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
1. Kecernaan Bahan Kering (KCBK)
Kecernaan bahan kering (KCBK) dihitung dengan persamaan:
Bk sampel – (Bk residu – Bk kontrol)
KCBK = ------------------------------------------------ x 100%
Bk sampel

2. Kecernaan Bahan Organik (KCBO)


Kecernaan bahan organik (KCBO) dihitung dengan persamaan:
Bo sampel – (Bo residu – Bo kontrol)
KCBK = ------------------------------------------------ x 100%
Bo sampel
Peubah yang diukur:
1. Kecernaan Bahan Kering (Tilley dan Terry 1963)
2. Kecernaan Bahan Organik (Tilley dan Terry 1963)

Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) 9 x 3. Data yang diperoleh akan dianalisis
statistik dengan sidik ragam menggunakan analisis SAS 6.12 dan bila berbeda
nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel and Torrie 1995).
16

Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah :


Yijk = μ + αi + βj + εij
Yijk = Nilai Pengamatan pada perlakuan pemotongan ke-i dan kelompok ke–j
μ = Rataan Umum
αi = Pengaruh perlakuan pemotongan ke–i
βj = Pengaruh kelompok ke–j
εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke–i dan kelompok ke–j

3.3.3 Tahap III: Kecernaan in vivo Indigofera sp pada kambing Boerka


Pengamatan kecernaan in vivo Indigofera sp dimana perlakuan tanaman
yang dipakai merupakan hasil perlakuan yang terbaik dari intensitas dan interval
pemotongan pada tanaman Indigofera sp tinggi pemotongan 1.5 m dan interval
pemotongan 60 hari (P2T3) pada hasil penelitian sebelumnya, luas lahan yang
dipakai 17 m x 35 m=595 m2. Tanaman dipotong sebanyak 10 batang setiap hari
sampai 60 hari dengan tinggi pemotongan 1.5 m, sehingga pakan yang diberikan
merupakan hasil perlakuan P2T3. Ternak kambing boerka jantan fase tumbuh
umur 6 bulan dengan bobot badan 9–11 kg dikelompokkan berdasarkan bobot
tubuhnya. Di berikan pakan sesuai dengan kebutuhan bahan kering pakan, pada
setiap ekor kambing dan diasumsikan bahwa kebutuhannya adalah sebesar 3%
dari bobot hidup berdasarkan bahan kering (NRC 1981).

Teknik pelaksanaan
Digunakan 20 ekor kambing Boerka jantan sedang tumbuh (Umur 6 bulan)
dengan bobot badan berkisar 9-11 kg. Ternak dibagi terlebih dahulu menjadi 4
kelompok berdasarkan bobot badan yaitu berat, sedang, ringan. Ternak secara
acak dialokasikan dalam 4 perlakuan pakan (5 ekor per perlakuan berdasrkan
bobot badan).
Disusun 4 jenis ranasum berdasarkan taraf pemberiaan Indigofera sp yaitu :
R0 : rumput Brachiaria ruziziensis 100%
R1 : rumput Brachiaria ruziziensis 85 % + 15 % Indigofera sp
R2 : rumput Brachiaria ruziziensis 70 % + 30 % Indigofera sp
R3 : rumput Brachiaria ruziziensis 55 % + 45 % Indigofera sp
17

Tabel 1 Susunan Pakan Penelitian (% BK)


Bahan Pakan Taraf Pemberiaan Indigofera sp pada pakan
0% (R0) 15%(R1) 30%(R2) 45%(R3)
Indigofera sp 0 15 30 45
B. ruziziensis 100 85 70 55
Jumlah 100 100 100 100
BK 20.04 20.05 20.05 20.05
Protein kasar 8.06 10.62 13.81 15.74
BO 90.50 91.79 91.80 91.39
NDF 61.75 56.25 51.76 46.76
ADF 37.83 35.76 33.70 34.00
Energi kasar 4.064 4.163 4.262 4.363
Hasil analisis Laboratorium Loka Penelitian kambing Potong, Sei Putih

Pakan Indigofera sp yang diberikan kepada ternak merupakan hasil


perlakuan pemotongan yang terbaikaitu interval 60 hari dan intensitas
pemotongan 1.5 m (P2T3). Pemberiaan campuran pakan disesuaikan dengan
kebutuhan bahan kering pakan untuk setiap ekor kambing dan diasumsikan bahwa
kebutuhan adalah 3% dari bobot badan berdasarkan bahan kering (NRC 1981).
Ternak ditempatkan dikandang metabolisme. Ternak dibiarkan beradaptasi selama
3 minggu sebelum pengumpulan data dilakukan. Ransum dan air minum
diberikan secara tak terbatas (ad libitum). Konsumsi pakan dicatat setiap hari
dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya pada setiap
perlakuan.pertambahan bobot badan harian dihitung berdasarkan data bobot badan
yang diperoleh dari penimbangan ternak setiap minggu selama 9 minggu masa
pengamatan.
Satu minggu sebelum percobaan berakhir dilakukan koleksi terhadap feses
dan urin. Pada saat koleksi feses dan urin dipasangkan belt kepada semua ternak
percobaan, sehingga urin langsung ditampung pada ember penampungan. Feses
ditampung pada rang plastik yang ditempatkan di bawah kandang metabolisme
dengan posisi miring shingga feses yang jatuh menggelindingkepenampungan.
Setiap hari selama 7 hari koleksi feses dan urin ditampung serta ditimbang
18

(diukur), sampel feses dan urin masing-masing diambil sebanyak 105 dari berat
feses dan volume urinlalu ditimbanga dan dikeringkan. Setelah hari ke 7 sampel
dikomposit untuk setiap kelompot ternak (individu ternak). Dari gabungan sampel
diambil sub sampel untuk dianalisa, sehingga diperoleh kecernaan pakan
(kecernaan bahan kering, bahan organik, bahan kering, serta serat deterjen netral
dan serat deterjen asam).
Analisis kimia sampel pada perlakuan feses dilakukan sesuai dengan
metode analisis proksimat (AOAC. 2005). Serat deterjen netral (NDF) dan serat
deterjen asam (ADF) ditentukan menurut Goering dan Van Soest (1991).

Peubah yang diukur:


1. Konsumsi Bahan Kering
Rataan konsumsi pakan per ekor/hari yang diperoleh dengan jalan
menimbang pakan segar yang diberikan dikalikan dengan kandungan bahan
keringnya, kemudian dikurangi sisa pakan dan dikalikan dengan bahan kering
pakan tersebut. Pengukuran dilakukan setiap 24 jam selama 54 hari.
2. Kecernaan Ransum
Tujuaan pengukuran ini adalah untuk menilai daya cerna pakan yang
diberikan pada ternak kambing Boerka Jantan yaitu:
BK yang dikonsumsi–BK Feses
Koefisien KCBK = ------------------------------------------------ x 100%
BK yang dikonsumsi

BO yang dikonsumsi –BO Feses


Koefisien KCBO = ------------------------------------------------ x 100%
BO yang dikonsumsi

PK yang dikonsumsi – PK Feses


Koefisien KCPK = ------------------------------------------------ x 100%
PK yang dikonsumsi

NDF yang dikonsumsi–NDF Feses


Koefisien KCNDF = ------------------------------------------------ x 100%
NDF yang dikonsumsi

ADF yang dikonsumsi–ADF Feses


Koefisien KCADF = ------------------------------------------------ x 100%
ADF yang dikonsumsi
19

3. Pertambahan Bobot Badan


Penimbangan bobot badan kambing Boerka dilakukan setiap minggu
selama pengamatan dengan menggunakan timbangan
PBB/hari= (BB akhir–BB awal)/63 hari(g/ekor/hari)

4. Efisiensi Penggunaan Pakan


Efisiensi penggunaan pakan diukur dengan cara membagi pertambahan
bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi.

Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) 4 x 5. Sehingga terdapat 20 ekor ternak
kambing boerka Jantan. Data yang diperoleh akan dianalisis statistik dengan sidik
ragam dan bila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Polinomial
Orthogonal (Steel and Torrie 1995).
Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah:

Yijk = μ + αi + βj + εijk

Yijk = Nilai Pengamatan pada perlakuan pakan ke-i dan kelompok ke–j
μ = Rataan Umum
αi = Pengaruh perlakuan pemotongan ke–i
βj = Pengaruh kelompok ke–j
εijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke–i dan kelompok ke–j
20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Aspek Pengamatan Agronomi Indigofera sp

4.1.1 Produksi Bahan Kering


Interval dan intensitas pemotongan dapat menurunkan produksi dari
hijauan legum pohon (Karim et al. 1991). Hasil pengamatan terhadap produksi
bahan kering Indigofera sp memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
interaksi antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap produksi
bahan kering tanaman, semakin meningkat interval intensitas pemotongan diikuti
dengan semakin meningkatnya produksi bahan kering tanaman seperti ditunjukan
pada Tabel 2. Perlakuan intensitas pemotongan memberikan pengaruh yang nyata
(P<0.05) pada setiap perlakuan terhadap produksi bahan kering tanaman. Hasil
pada perlakuan interval 60 hari dan intensitas 1.5 m (P2T3) pemotongan produksi
bahan kering sebesar 31.22 ton/ha/thn tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan
perlakuan interval 90 hari dan intensitas 1.5 m pemotongan (P3T3) sebesar 33.25
ton/ha/thn. Perlakuan dengan interval 30 hari dan intensitas pemotongan 0.5 m
(P1T1) memiliki produksi bahan kering Indigofera sp terendah yaitu 11.24
ton/ha/thn seperti ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan produksi bahan kering, jumlah cabang, rasio daun/batang


tanaman Indigofera sp yang diberikan perlakuan interval dan intensitas
pemotongan yang berbeda

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan


Produksi BK P1 11.25±0.27f 17.40±0.74e 20.14±1.45d 16.26±0.82
(ton/ha/thn) P2 11.63±0.71f 20.69±0.87d 31.23±2.06a 21.18±1.21
P3 22.82±1.02c 28.94±1.68b 33.25±1.11a 28.33±1.27
Rataan 15.23±0.66 22.34±1.09 28.20±1.54
Jumlah cabang P1 15±1.15d 19±1.76c 24±3.51b 19±2.14
P2 15±1.00d 20±1.35c 28±2.36a 21±4.71
P3 15±0.69d 20±1.68c 28±1.50a 21±1.29
Rataan 15±0.94 20±1.59 27±2.45
Rasio daun /batang P1 2.62±0.03a 2.63±0.05a 2.60±0.03a 2.61±0.03
P2 1.67±0.03b 1.73±0.06b 1.74±0.04b 1.71±0.04
P3 0.64±0.03d 0.62±0.02d 0.72±0.03c 0.66±0.02
Rataan 1.64±0.03 1.66±0.04 1.68±0.03
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)
21

Hasil Produksi bahan kering Indigofera sp tertinggi pada penelitian ini


adalah 33.25 ton/ha/thn (P3T3). Hasil ini masih lebih tinggi bila dibandingkan
dengan produksi Gliricidia maculata yang dilaporkan Van Hao (2001) sebesar
23 ton/ha/thn.
Rahman (2002) menyatakan bahwa interval pemotongan berpengaruh
terhadap produksi segar dan bahan kering hijauan. Dengan semakin lamanya
interval pemotongan memungkinkan tanaman untuk meningkatkan produksi tajuk
dimana untuk interval pemotongan 90 hari tanaman masih mampu untuk
berproduksi tinggi. Meningkatnya produksi tajuk tanaman dengan bertambahnya
interval pemotongan dan intensitas pemotongan, disebabkan tanaman memperoleh
kesempatan yang lebih lama untuk mengembangkan perakarannya serta
mengakumulasikan hasil fotosintesis ke dalam sisitem perakaran tersebut. Setelah
pemotongan cadangan karbohidrat yang terdapat pada batang dan akar segera
terpakai untuk dirombak menjadi energi bagi pertumbuhan tunas-tunas baru,
sehingga memungkinkan tanaman tersebut untuk dengan cepat berproduksi
menghasilkan tunas-tunas tanaman yang baru dan menghasilkan produksi
tanaman yang tinggi.

4.1.2 Jumlah Cabang


Hasil sidik ragam menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0.05) interaksi
antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap jumlah cabang
Indigofera sp. Interaksi antara interval dengan intensitas pemotongan
menghasilkan jumlah cabang terbanyak terdapat pada interval 90 hari dan
intensitas 1.5 m (P3T3) sebanyak 28 cabang berbeda nyata (P<0.05) jumlah
cabang pada interval 30 hari dan intensitas 0.5 m (P3T1) terendah sebanyak 15
cabang seperti ditunjukan pada Tabel 2. Perlakuan interval pemotongan tidak
memberikan perbedan nyata (P>0.05) terhadap jumlah cabang pada setiap
perlakuan. Terjadi peningkatan jumlah cabang tanaman dengan tingginya
intensitas pemotongan pada masing-masing perlakuan intensitas pemotongan.
Hal ini menunjukan bahwa semakin meningkatnya interval dan intensitas
pemotongan menyebabkan semakin banyak jumlah cabang tanaman dan diikuti
dengan meningkatnya produksi bahan kering tanaman seperti terlihat pada Tabel
22

2. Cadangan energi pada tanaman disediakan untuk pertumbuhan kembali


(regrowth), sedangkan untuk kebutuhan perkembangan tanaman diperoleh dari
sumber lain terutama dari hasil fotosintesis. Selanjutnya Anis (1992) menyatakan
bahwa pertumbuhan kembali (regrowth) terutama ditopang oleh pelepasan
karbohidrat cadangan pada tanaman. Sehingga semakin banyak cadangan energi
pada tanaman pertumbuhan jumlah cabang semakin tinggi. Sejalan dengan
semakin banyak jumlah cabang tanaman Indigofera sp diikuti dengan tingginya
produksi bahan kering Indigofera sp pada setiap taraf perlakuan intensitas
pemotongan, hal ini disebabkan karena banyaknya cadangan energi pada tanaman
sehingga cadangan karbohidrat yang terdapat pada akar dan batang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman untuk produksi daun dan cabang tanaman. Sehingga
semakin tinggi intensitas pemotongan, semakin banyak jumlah cabang yang
dihasilkan oleh tanaman tersebut.

4.1.3 Rasio Daun/Batang

Hasil analisis sidik ragam menunjukan adanya perbedaan yang nyata


(P<0.05) interaksi antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap
rasio daun/batang ditunjukan pada Tabel 2. Interaksi perlakuan interval dan
intensitas pemotongan memiliki rasio daun/batang tertinggi, terdapat pada
perlakuan interval 30 hari dan intensitas pemotongan 1 m (P1T2) sebesar 2.63
berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan interval 90 hari dan intensitas
pemotongan 1 m (P3T2) memiliki rasio daun/batang yang terendah sebesar 0.62
berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya (Tabel 2). Terlihat terjadi
penurunan jumlah rasio daun/batang seiring dengan meningkatnya interval
pemotongan Indigofera sp. Rasio daun/batang Indigofera sp tidak berbeda nyata
untuk semua taraf intensitas. Untuk tanaman Indigofera sp tidak terdapat
perbedaan rasio daun/batang antara intensitas pemotongan 0.5 m, 1 m dan 1.5 m
(Tabel 2).
Hal ini menunjukan bahwa perlakuan interval dan intensitas pemotongan
menurunkan rasio daun/batang, semakin meningkat interval dan intensitas
pemotongan menyebabkan semakin menurun rasio daun/batang tanaman
23

Indigofera sp, hal tersebut berbanding terbalik dengan produksi dan jumlah
cabang Indigofera sp, semakin meningkat interval dan intensitas pemotongan
menghasilkan produksi bahan keringan dan jumlah cabang semakin tinggi.
Bagian tanaman yang dikonsumsi ternak pada umumnya adalah bagian
daun, sehingga akan lebih baik bila rasio daun/batang semakin tinggi karena
semakin banyak yang dapat dimanfaatkan oleh ternak, karena daun lebih banyak
dikonsumsi oleh ternak daripada bagian batang tanaman. Hal tersebut didukung
oleh pendapat Shehu et al. (2001) menyatakan bahwa rasio daun/batang pada
legum pohon sangat penting karena daun merupakan organ metabolisme dan
kualitas legum pohon dipengaruhi oleh rasio daun/batang. Semakin banyak
jumlah daun dari pada batang, kualitas legum tersebut semakin baik.
Untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan bagi ternak, maka rasio
daun/batang merupakan tolak ukur yang sangat penting. Semakin lama interval
pemotongan diikuti dengan semakin rendah rasio daun/batang. Hal ini dapat
dipahami karena semakin tua tanaman semakin berkurang jumlah daun pada
tanaman dibanding dengan tanaman yang muda. Selanjutnya Waters dan Givens
(1992) mengatakan bahwa perlakuan interval dan intensitas pemotongan
mempengaruhi komposisi anatomi dan morfologi tanaman, diantaranya rasio
daun/batang. Penurunan kandungan nutrisi dengan meningkatnya usia tanaman,
dapat digambarkan melalui rasio daun/batang pada tanaman.

4.2 Kualitas Nutrisi Indigofera sp

4.2.1 Kandungan Bahan Organik

Hasil analisis sidik ragam terhadap kandungan bahan organik menunjukan


tidak adanya perbedaan nyata (P>0.05) interaksi antara interval dan intensitas
pemotongan terhadap kandungan bahan organik Indigofera sp seperti ditunjukan
pada Tabel 3. Namun hasil sidik ragam menunjukan perlakuan interval
pemotongan memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan bahan
organik Indigofera sp. Kandungan bahan organik tertinggi terdapat pada interval
90 hari dan intensitas 1 m (P3T2) sebesar 90.68% berbeda nyata (P<0.05) dengan
perlakuan interval 30 hari dan intensitas 0.5 m (P1T1) memilki kandungan bahan
24

organik terendah sebesar 88.46% berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya
(Tabel 3). Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang
didapat Van Hao (2001) melaporkan bahwa kandungan bahan organik Gliricidia
adalah 88.60%.
Interval pemotongan terlihat semakin meningkat diikuti dengan
meningkatnya kandungan bahan organik pada Indigofera sp, hal tersebut
disebabkan karena semakin meningkat kandungan serat pada tanaman seiring
dengan bertambahnya umur tanaman dan diikuti dengan semakin besar
kandungan dinding sel tanaman. Dimana terdapat hubungan antara kandungan
bahan organik dengan kandungan ADF pada tanaman, pada penelitian ini
kandungan ADF relatif rendah, sehingga memungkinkan terjadi peningkatan
kandungan bahan organik Indigofera sp, hal tersebut didukung oleh pendapat
Reid et al. (1988) yang menyatakan bahwa acid detergent fiber (ADF) merupakan
indikator yang terbaik untuk menggambarkan kandungan dan konsumsi bahan
organik pakan.

Tabel 3 Rataan kandungan bahan organik Indigofera sp yang diberikan perlakuan


interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Perlakuan T1 T2 T3 Rataan
P1 88.46±0.79b 88.98±0.73b 88.77±0.78b 88.73±0.76
P2 89.12±0.79b 89.29±0.32b 89.32±0.12b 89.24±0.41
P3 89.32±0.12b 90.85±0.59a 90.68±1.33a 90.28±0.68
Rataan 88.96±0.56 89.70±0.54 89.59±0.74
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

4.2.2 Kandungan Protein Kasar

Kualitas hijauan yang baik ditandai dengan kandungan protein kasar yang
tinggi serta kandungan serat yang rendah. Menurunya kandungan protein kasar ini
disebabkan oleh menurunya rasio daun/batang dan meningkatnya umur tanaman.
Shehu et al. (2001) menyatakan bahwa kualitas legum pohon dipengaruhi oleh
rasio daun/batang pada tanaman.
Hasil pengamatan terhadap kandungan protein kasar disajikan pada Tabel
4. Hasil analisis sidik ragam terhadap kandungan protein kasar menunjukan tidak
25

berbeda nyata (P>0.05) interaksi interval dan intensitas pemotongan terhadap


kandungan protein kasar Indigofera sp. Tetapi pada hasil analsisis sidik ragam
perlakuan interval pemotongan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05)
terhadap kandungan protein kasar Indigofera sp (Tabel 4). Kandungan protein
kasar tertinggi diperoleh pada interval pemotongan 60 hari (P2) sebesar 25.81%
berbeda nyata (P<0.05) dengan kandungan protein kasar pada inteval pemotongan
30 hari (P1) terendah sebesar 21.12%. Sedangkan pada perlakuan intensitas
pemotongan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan protein
kasar Indigofera sp pada setiap taraf intensitas pemotongan seperti yang disajikan
pada Tabel 4. Kandungan protein kasar pada perlakuan intensitas pemotongan 1
m dan 1.5 m berbeda nyata (P<0.05) antara interval pemotongan 60 hari (P2)
dengan interval pemotongan 90 hari (P3).

Tabel 4 Rataan kandungan protein kasar Indigofera sp yang diberikan perlakuan


interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Perlakuan T1 T2 T3 Rataan
e cd cd
P1 21.12±0.19 21.97±1.34 21.76±0.55 21.61±0.69
P2 25.50±1.03a 25.78±0.60a 25.81±0.72a 25.69±0.78
P3 23.03±0.90cb 23.60±0.20b 23.20±0.29cb 23.27±0.46
Rataan 23.21±0.70 23.78±0.71 23.59±0.52
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Tabel 4 diatas menunjukan kandungan protein kasar tertinggi terdapat


pada interkasi perlakuan interval pemotongan 60 hari dan intensitas pemotongan
1.5 m (P2T3) adalah 25.81%, serta menurun sejalan dengan bertambahnya umur
tanaman ditandai dengan kandungan protein kasar yang menurun.
Kandungan protein kasar terendah pada kombinasi P1T1 yaitu interval 30
hari dan intensitas 0.5 m, hal ini disebabkan umur tanaman yang masih muda dan
kadar air yang tinggi, sehingga dinding sel tanaman belum terbentuk dengan baik,
ditandai juga dengan rasio daun/batang yang tinggi dan kandungan NDF, ADF
yang rendah.
Beever et al. (2000) menyatakan bahwa semakin tua tanaman maka akan
lebih sedikit kandungan airnya dan proporsi dinding sel lebih tinggi dibandingkan
dengan isi sel. Kandungan protein kasar tertinggi pada interval 60 hari dan
26

menurun pada interval pemotongan 90 hari. Tjelele (2006) melaporkan hasil


penelitian terhadap kandungan protein kasar Indigofera arrecta berkisar antara
24.61%‒26.10%, hasil penelitian tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kandungan protein kasar pada penelitian ini yaitu berkisar antara 21.12%‒25.81%.
Selanjutnya Whitehead (2000) menyatakan bahwa penurunan kadar protein kasar
tanaman selain karena umur tanaman juga disebabkan oleh penurunan proporsi
daun/batang, helai daun mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian batang tanaman.

4.2.3 Kandungan NDF

Peningkatan umur tanaman dinyatakan dengan meningkatnya kandungan


NDF, sejalan dengan menurunya kecernaan pakan (Van Soest 1991). Rataan
kandungan NDF Indigofera sp ditunjukan pada Tabel 5. Hasil analisis sidik ragam
menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0.05) interaksi interval dan intensitas
pemotongan terhadap kandungan NDF tanaman. Kandungan NDF tertinggi
terdapat pada perlakuan interval pemotongan 90 hari dengan intensitas 0.5 m
(P3T1) sebesar 36.83% berbeda nyata (P<0.05) dengan kandungan NDF pada
perlakuan interval pemotongan 30 hari dan intensitas 0.5 m (P1T1) sebesar
35.81% (Tabel 5). Kandungan NDF pada perlakuan interval pemotongan 30 hari
(P1) dengan interval pemotongan 60 hari (P2) berbeda nyata kandungan NDF
antara intensitas pemotongan 1.5 m (T3) dengan intensitas 1 m (T2) dan intensitas
0.5 m (T1).
Kandungan NDF yang terbesar terdapat pada interval pemotongan 90 hari
(P3) dan terendah terdapat pada interval pemotongan 30 hari (P1), dimana kisaran
kandungan NDF pada penelitian ini masih dalam katagori baik. Selanjutnya NRC
(2001) menyatakan bahwa tanaman legum pohon memiliki kandungan NDF
kisaran 20‒35% biasanya kecernaan tinggi dan spesies dengan kandungan lignin
yang tinggi sering kecernaannya rendah. Hassen et al. (2007) melaporkan
kandungan NDF Indigofera arrecta pada saat musim semi sebesar 32.80%, bila
dibandingkan dengan hasil penelitian ini, hasil tersebut lebih rendah, diamana
hasil penelitian ini kandungan NDF yaitu berkisar antara 34.74% ‒ 36.83%. Hal
27

ini akibat semakin meningkatnya interval pemotongan, diikuti dengan semakin


meningkatnya umur tanaman, juga ditandai dengan meningkatnya kandungan
NDF pada tanaman tersebut. Hoffman et al. (2001) menyatkan bahwa hijauan
pakan ternak yang memilki kandungan NDF 40%, lebih tinggi nilai kecernaannya
dibandingkan dengan hijauan pakan ternak dengan kandungan NDF 60%.

4.2.4 Kandungan ADF

Acid Detergent Fiber (ADF) merupakan fraksi bahan hijauan yang


umumnya sukar dicerna dan dapat terdiri dari : selulosa, lignin dan abu yang tidak
larut (insoluble ash). Kadar ADF sering digunakan sebagai indikasi kecernaan
hijauan karena padanya terdapat lignin proporsi yang tinggi.
Hasil analisis sidik ragam menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0.05)
interaksi antara interval dan intensitas pemotongan terhadap kandungan ADF
Indigofera sp seperti ditujukan pada Tabel 5. Kandungan ADF tertinggi terdapat
pada intensitas pemotongan 0.5 m (T1) dan interval 60 hari (P2) sebesar 25.29%
berbeda nyata (P<0.05) dengan kandungan ADF pada intensitas 1.5 m (T3)
dengan interval 60 hari (P2) sebesar 23.25% (Tabel 5). Kandungan ADF pada
perlakuan intensitas pemotongan 1 m (T2) dengan interval 30 hari (P1) sebesar
23.68% berbeda nyata (P<0.05) lebih tinggi pada perlakuan intensitas 1 m (T2)
dan interval 60 hari (P2) sebesar 24.64%. Hasil analisis sidik ragam terhadap
kandungan ADF pada perlakuan interval 30 hari (P1) dan interval pemotongan 90
hari (P3) tidak berbeda nyata (P>0.05) antara intensitas pemotongan 1 m (T2)
dengan intensitas pemotongan 1.5 m (T3). Semakin meningkat interval
pemotongan diikuti dengan peningkatan kandungan ADF pada Indigofera sp,
karena bertambahnya umur tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Lu et al.
(2005) bahwa peningkatan umur hijauan pakan dapat digambarkan dengan
kandungan serat berupa kandungan NDF dan ADF pakan.
28

Tabel 5 Rataan kandungan NDF Indigofera sp yang diberikan perlakuan interval


dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan


NDF P1 35.81±0.13b 34.82±0.13 34.74±0.16 35.12±0.14
P2 35.36±0.21c 36.64±0.25a 36.07±0.20b 36.02±0.22
P3 36.83±0.32 36.79±0.51 36.56±0.15 36.72±0.32
Rataan 36.00±0.22 36.08±0.29 35.79±0.17
ADF P1 24.66±0.58 ba 23.86±0.44 ed 23.72±0.59ed 24.08±0.53
P2 25.29±0.34a 24.64±0.13ba 23.25±0.23e 24.39±0.23
P3 24.57±0.32ba 24.26±0.51bd 23.70±0.15ed 24.17±0.32
24.84±0.41 24.25±0.36 23.55±0.32
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Hasil analisis sidik ragam menunjukan perlakuan intensitas pemotongan


berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan ADF Indigofera sp, dimana
semakin meningkat taraf intensitas pemotongan, semakin rendah kandungan ADF
tanaman. Hasil tersebut berbanding lurus dengan kandungan bahan organik pada
penelitian ini, dimana sampai pada interval pemotongan 90 hari (P3) masih cukup
tinggi kandungan bahan organik tanaman tersebut, hal tersebut ditandai dengan
masih rendahnya kandungan ADF yaitu 24.57% pada interval 90 hari (P3) dan
intensitas 0.5 m (T1) sehingga pada umur 90 hari kandungan ADF pada tanaman
masih relatif baik, kandungan ADF pada tanaman yang merupakan komponen
yang dapat menurunkan kandungan nutrisi pada tanaman. Jung dan Allen (1995)
menyatakan bahwa kandungan ADF memilki korelasi positif yang lebih tinggi
dengan kecernaan pakan. Dimana semakin tinggi kandungan ADF mengakibatkan
rendahnya kecernaan pada pakan tesebut.

4.2.5 Kandungan Kalsium

Whitehead (2000) menyatakan bahwa kandungan kalsium pada hijauan


terhadap umur tanaman tidak membentuk pola yang jelas, konsentrasi beberapa
unsur seperti K, N, Ca, dan Mg terhadap fase pertumbuhan kurang konsisten
dibandingkan dengan unsur N, P, dan S.
29

Tabel 6 Rataan kandungan kalsium, fosfor Indigofera sp yang diberikan


perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan


Kalsium P1 1.55±0.02ba 1.50±0.05 ba 1.57±0.05a 1.54±0.04
P2 1.47±0.08ba 1.46±0.07ba 1.48±0.07ba 1.47±0.07
P3 1.42±0.06bac 1.40±0.04bc 1.30±0.04c 1.37±0.04
Rataan 1.48±0.05 1.45±0.05 1.45±0.05
Fosfor P1 0.91±0.05b 1.11±0.04a 0.97±0.07b 0.99±0.05
P2 0.93±0.04b 1.08±0.5a 0.83±0.05c 0.94±0.19
P3 0.63±0.04d 0.94±0.04b 0.83±0.05c 0.80±0.04
0.82±0.04 1.04±0.04 0.87±0.05
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Hasil analisis sidik ragam terhadap kandungan kalsium Indigofera sp


menunjukan tidak adanya perbedan nyata (P>0.05) interaksi antara interval dan
intensitas pemotongan (Tabel 6). Sedangkan perlakuan interval pemotongan
memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap kandungan kalsium
Indigofera sp. Perlakuan interval pemotongan 90 hari dan intensitas 1.5 m (P3T3),
memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan kalsium Indigofera sp
serta berpengaruh nyata terhadap perlakuan yang lainnya.
Pada Tabel 6 diatas kandungan kalsium tertinggi terdapat pada interval
pemotongan 30 hari (P1) sebesar 1.57% berbeda nyata (P<0.05) dengan
kandungan kalsium terendah sebesar 1.30%. Hasil analisis sidik ragam terhadap
kandungan kalsium pada intensitas pemotongan 0.5 m (T1) dan intensitas
pemotongan 1 m (T2) tidak berpengaruh nyata (P>0.05) antara interval
pemotongan 30 hari dengan interval pemotongan 60 hari. Dari hasil sidik ragam
menunjukan bahwa semakin muda tanaman diikuti dengan tingginya kandungan
kalsium pada tanaman tersebut. Hasil tersebut masih lebih tinggi bila
dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Tjelele (2006) kandungan kalsium pada
Indigofera amorphoides 1.03%, Indigofera arrecta 1.20% dan Indigofera viciodes
1.38%.
Perlakuan interval pemotongan pada penelitian ini memberikan pengaruh
nyata terhadap kandungan kalsium tanaman, terlihat semakin meningkatnya
interval waktu pemotongan, semakin menurun kandungan kalsium (Tabel 6).
30

Selain itu kalsium bukan merupakan unsur yang mobil, yang dapat berpindah
kejaringan tanaman yang lebih muda.
Terlihat kandungan kalsium semakin menurun dengan meningkatnya umur
tanaman, perlakuan interval pemotongan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap kandungan kalsium pada tanaman, dengan meningkatnya umur tanaman
hal tersebut didukung oleh pendapat Chiy dan Philips (1997) yang menyatakan
bahwa kandungan kalsium akan meningkat sampai tanaman mengalami peluruhan
(5-45% bagian helai daun menguning atau coklat), kemudian kandungan
kalsiumnya akan menurun.

4.2.6 Kandungan Fosfor

Hasil analisis terhadap kandungan fosfor Indigofera sp ditunjukan pada


Tabel 6. Interaksi antara perlakuan interval intensitas pemotongan memberikan
pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap kandungan fosfor pada tanaman.
Interaksi antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap
kandungan fosfor pada perlakuan interval pemotongan 30 hari (P1) dengan
intensitas 1 m (T2) tertinggi sebesar 1.11% berbeda nyata (P<0.05) dengan
kandungan fosfor perlakuan interval 30 hari dan intensitas 1.5 (P1T3) yaitu
sebesar 0.97% (Tabel 6). Angka ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan
hasil penelitian Kabaija dan Smith (1989) melaporkan bahwa kandungan fosfor L.
Leucocephala berkisar antara 0.10% ‒ 0.13%.
Kandungan fosfor pada perlakuan interval 60 hari (P2) dengan interval 90
hari (P3) berbeda nyata (P<0.05) antara intensitas pemotongan 0.5 m (T1) dengan
intensitas 1 m (T2). Kandungan fosfor pada perlakuan intensitas pemotongan 0.5
m dan intensitas pemotongan 1 m tidak berbeda nyata (P>0.05) antara perlakuan
interval pemotongan 30 hari dengan interval pemotongan 60 hari. Hasil penelitian
terhadap kandungan fosfor (Tabel 6) menunjukan adanya pengaruh interaksi yang
nyata antara perlakuan interval dan intensitas pemotongan terhadap kandungan
fosfor Indigofera sp. Terlihat terjadi penurunan kandungan fosfor dengan
meningkatnya umur tanaman, peningkatan interval pemotongan diikuti dengan
penurunan kandungan fosfor pada tanaman. Hal tersebut disebabkan karena
31

perpindahan kandungan fosfor dalam tanaman kejaringan yang lebih aktif, seperti
pembentukan batang tanaman, dinding sel tanaman akibat bertambahnya umur
tanaman. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Whitehead (2000) menyatakan
bahwa kandungan fosfor dalam tanaman akan menurun disebabkan beberapa
faktor diantaranya bertambahnya usia tanaman dan spesies tanaman.

4.3 Uji Kecernaan in vitro pada kambing

4.3.1 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Evaluasi kecernaan secara in vitro merupakan suatu teknik untuk


menentukan kecernaan yang dimiliki oleh suatu bahan pakan. Teknik ini untuk
mengatasi keterbatasan-keterbatasan percobaan yang mengunakan teknik in vivo
yang membutuhkan waktu yang relatif lama.

Tabel 7 Rataan kecernaan in vitro tajuk Indigofera sp yang diberikan


perlakuan interval dan intensitas pemotongan yang berbeda (% BK)

Peubah Perlakuan T1 T2 T3 Rataan


KCBK P1 72.65±0.71c 74.07±0.43b 74.95±0.82b 73.89±0.65
P2 75.03±0.51b 76.08±0.55a 77.13±0.49a 76.08±0.51
P3 68.02±0.82e 68.86±0.43e 70.68±0.60a 69.18±0.61
Rataan 71.90±0.68 73.00±0.47 74.25±0.63
KCBO P1 70.70±0.52 de 70.15±0.47 e 71.16±0.44 d 70.67±0.47
P2 72.32±0.49 c 73.29±0.90 b 74.98±0.62 a 73.53±0.67
P3 66.86±0.50 g 68.10±0.72 f 68.68±0.23 f 67.88±0.48
69.96±0.50 70.51±0.69 71.60±0.43
Keterangan : 1 P1 = 30 hari, P2 = 60 hari, P3 = 90 hari, T1= 0.5 m, T2 = 1 m, T3 = 1.5 m
2 Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Dari hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan interval dan


intensitas pemotongan memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan
kecernaan bahan kering Indigofera sp seperti ditunjukan pada Tabel 7.
Kecernaan bahan kering Indigofera sp tertinggi terdapat pada perlakuan
interval pemotongan 60 hari (P2) dan intensitas pemotongan 1.5 m (T3) kecernaan
bahan kering sebesar 77.13% berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan interval
pemotongan 90 hari (P3) dan intensitas pemotongan 0.5 m (T1) kecernaan bahan
kering terendah sebesar 68.02% (Tabel 7).
32

Angka tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil


penelitian kecernaan in vitro oleh Lukhele and Van Ryssen (2002) melaporkan
bahwa, kecernaan in vitro Colophospermum mopane berkisar antara
52.60%‒54.30%. Kecernaan bahan kering pada perlakuan intensitas pemotongan
1 m (T2) dan intensitas pemotongan 1.5 m (T3) berbeda nyata (P<0.05) antara
perlakuan interval pemotongan 30 hari (P1) dan interval 60 hari (P2). Terlihat
terjadi penurunan kandungan kecernaan bahan kering Indigofera sp disebabkan
karena terjadi peningkatan interval pemotongan tanaman, sehingga bertambahnya
umur daripada tanaman tersebut.
Hasil analisis sidik ragam kecernaan bahan organik Indigofera sp
disajikan pada Tabel 7. Dari hasil sidik ragam perlakuan interval dan intensitas
pemotongan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan organik
Indigofera sp.
Hasil kecernaan bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan interval
60 hari (P2) dengan intensitas pemotongan 1.5 m(T3) kecernaan bahan kering
sebesar 74.98% berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan interval
pemotongan 90 hari (P3) dengan intensitas pemotongan 0.5 m (T1) kecernaan
bahan kering terkecil sebesar 66.86%. Kecernaan bahan organik pada perlakuan
intensitas pemotongan 1 m (T2) dan intensitas pemotongan 1.5 m (T3) berbeda
nyata (P<0.05) antara perlakuan interval pemotongan 30 hari (P1) dengan interval
pemotongan 90 hari (P3) ditujukan pada Tabel 7.
Hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik pada penelitian ini,
termasuk memiliki kecernaan pakan yang tinggi berkisar 68.02%‒77.13% dan
66.86% ‒ 74.98%. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil
penelitian Karachi (1997) melaporkan bahwa kecernaan in vitro bahan organik
legum L.purpureus adalah 64.40%. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Bulo (1985) menyatakan hasil kecernaan bahan kering dan organik legum herba
dan legum pohon berkisar anatara 36%‒63 %.
Hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik (Tabel 7) menunjukan
penurunan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada interval pemotongan
90 hari (P3) pada setiap taraf intensitas. Menurunya kandungan kecernaan pada
interval pemotongan 90 hari (P3) dikarenakan meningkatnya umur tanaman,
33

sehingga terjadi perubahan komposisi kimia pada tanaman, dimana tanaman tua
komposisi dinding sel akan lebih tinggi dibandingkan dengan isi sel. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Nohong (2000) menyatakan bahwa penurunaan kecernaan
disebabkan peningkatan serat kasar dengan makin panjangnya interval
pemotongan tanaman. Serat kasar merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi koefisien kecernaan bahan makanan. Kecernaan suatu bahan
makanan akan semakin menurun dengan meningkatnya kandungan serat kasar, hal
tersebut berbanding lurus dengan hasil kandungan NDF dan ADF pada penelitian
ini, yang merupakan bagian dari serat kasar pada tanaman. McDonald et al.
(2002) menyatakan bahwa peningkatan proporsi serat pada tanaman merupakan
faktor yang mempengaruhi kecernaan.

4.4 Uji Kecernaan In Vivo Indigofera sp Pada Kambing Boerka

4.4.1 Konsumsi Bahan Kering

Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp pada campuran pakan terhadap


konsumsi bahan kering disajikan pada Tabel 8. Rataan konsumsi bahan kering
pakan adalah berturut-turut 356.71, 368.24, 440.92, 422.55 g ekor-1 hari-1 untuk
perlakuan 0; 15; 30 dan 45% taraf pemberian Indigofera sp dalam campuran
pakan (Tabel 8).
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering
pakan dipengaruhi oleh perlakuan pemberiaan Indigofera sp (P<0.05) adanya
perbedaan nyata taraf pemberiaan Indigofera terhadap konsumsi bahan kering
disebabkan, dengan semakin meningkatnya pemberiaan Indigofera pada pakan,
semakin meningkat juga kandungan gizi pada pakan, walapun pada perlakuan R3
(taraf 45%) konsumsi bahan kering 422.55 g/hari, tidak berbeda nyata dengan
perlakuan R2 (taraf 30%) konsumsi bahan kering adalah 440 g/hari (Tabel 8). Hal
ini didukung oleh hasil penelitian Luginbuhl et al. (2000) melaporkan bahwa
konsumsi bahan kering menurun dengan peningkatan kandungan NDF
(52.4%−62.1%) pada pakan ternak pada kambing Boer dan persilangannya.
34

Tabel 8 Konsumsi bahan kering kambing Boerka (gr/hari)

Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Konsumsi Indigofera 0 55.24 132.28 190.15
Konsumsi Brachiaria 356.71 313 308.64 232.40
Konsumsi BK 356.71a 368.24a 440.92b 422.55b
Keterngan : R0 = 100% Brachiaria ruziziensis + 0 % Indigofera sp, R1= 85% Brachiaria ruziziensis + 15 %
Indigoferasp, R2 70% Brachiaria ruziziensis + 30 % Indigofera sp, R3 = 55% Brachiaria ruziziensis + 45
% Indigofera sp Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Semakin meningkat penambahan taraf Indigofera sp pada campuran pakan


meningkatkan kandungan nilai gizi pada pakan, diikuti dengan peningkatan
konsumsi bahan kering (Tabel 8).
Hal tersebut didukung oleh Parakkasi (1995) menyatakan bahwa konsumsi
pakan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas pakan, kebutuhan energi ternak,
tingkat kecernaan pakan, semakin baik kualitas pakan, semakin tinggi konsumsi
dari seekor ternak. Selanjutnya Thompson dan Stuedemann (1993) menyatakan
bahwa salah satu penyebab menurunya kecernaan ternak ruminansia disebabkan
pakan yang dikonsumsi mengandung toksit.
Pengaruh perlakuan penambahan taraf Indigofera sp pada pakan ternak
kambing terhadap konsumsi bahan kering yang dianalisa menggunakan analisis
polinomial orthogonal membentuk kurva kubik dan mengikuti persamaan
Y= -25.36x3+182.77x2-359.23x+558.53 (R2 = 1)

4.4.2 Kecernaan Pakan


4.4.2.1 Kecernaan Bahan Kering

Pengukuran jumlah zat makanan yang dapat dicerna dapat dilakukan


dengan mengetahui koefisien cerna bahan kering dan bahan organik. Nilai
koefisien cerna bahan organik dan bahan kering menunjukan derajat cerna pakan
pada alat pencernaan dan berapa besar sumbangan suatu pakan bagi ternak,
disamping merupakan indikator kesangupan ternak untuk memanfaatkan suatu
jenis pakan tertentu.
35

Tabel 9 Pengaruh pemberiaan taraf Indigofera sp terhadap kecernaan


bahan kering dan bahan organik (%)

Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Kecernaan BK 43.61c±4.98 b
50.14 ±3.83 57.88a±2.15 60.07a2.43
Kecernaan BO 46.28c±4.91 b
53.10 ±3.68 59.97a±2.02 62.53a±2.10
R0 = 0 % Indigofera sp, R1= 15 % Indigofera sp, R2 = 30 % Indigofera sp, R3 = 45 % Indigofera sp
Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

Pengaruh perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan


organik disajikan pada Tabel 9. Rataan kecernaan bahan kering adalah 43.61%
±4.98, 50.14% ±3.83, 57.88% ±2.15, 60.07%±2.43 berturut-turut untuk perlakuan
0; 15; 30 dan 45% taraf pemberian Indigofera sp sebagai pakan kambing Boerka.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering
dipengaruhi oleh perlakuan pemberian Indigofera sp (P<0.05) sebagai pakan
ternak kambing Boerka ditunjukan pada Tabel 9. Adanya pengaruh nyata dari
perlakuan pemberian Indigofera sp disebabkan peningkatan nilai gizi pakan
seperti protein, karbohidrat, mineral. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa
kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan, nilai gizi pakan,
faktor hewan serta tingkat pemberian pakan. Walaupun kandungan fenolik dan
tanin yang dikandung pada Indigofera sp rendah, tetapi Indigofera sp
mengandung senyawa asam amino nonprotein yaitu indospicine membentuk
ikatan dengan mimosin berupa hepatotoxik, fungsinya sama dengan anti nutrisi
lainnya, dapat menghambat penyerapan zat-zat nutrien pada rumen. Hal tersebut
didukung oleh pendapat Rosenthal (1982) menyatakan bahwa diantara asam
amino nonprotein pada Indigofera, Indospicine membentuk ikatan dengan
mimosin berupa ikatan hepatotoxik, dimana ikatan tersebut dapat merusak fungsi
hati pada domba, kambing dan sapi, selanjutnya Hegarty (1968) mengisolasi
indospicine pada Indigofera endecaphylla menghasilkan produksi kandungan
indospicine pada tanaman indigofera cukup tinggi.
Pengaruh perlakuan pemberiaan Indigofera sp pada pakan ternak kambing,
terhadap kecernaan bahan kering Kambing Boerka yang dianalisis menggunakan
polinomial orthogonal membentuk kurva linear dan mengikuti persamaan Y=
5.71x + 38.63 (R2 = 0.95).
36

4.4.2.2 Kecernaan Bahan Organik


Kecernaan bahan organik pada Indigofera sp berkisar antara 46.28 ± 4.91
% ‒ 62.53 ± 2.10% ditunjukan pada Tabel 9.
Angka hasil penelitian ini masih lebih rendah bila dibandingan dengan
hasil penelitian Tjelele (2006) melaporkan nilai kecernaan bahan organik pada
Indigofera spp adalah 63.70% serta kecernaan bahan organik L. leucocephala
adalah 56.40%, rendahnya kecernaan bahan organik pada penelitian ini juga
disebabkan oleh rendahnya konsumsi bahan kering pakan pada setiap taraf
perlakuan pakan, mengakibatkan rendahnya kandungan bahan organik yang
tercerna pada saluran pencernan ternak tersebut. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Perevolotsky et al. (1995) yang menyatakan bahwa adanya hubungan
positif antara kecernaan bahan kering atau kecernaan bahan organik terhadap
konsumsi bahan kering pakan.
Koefisien kecernaan bahan organik pada penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan kecernaan bahan kering, disebabkan karena tingginya
kandungan protein padan pakan, dimana kecernaan bahan organik berhubungan
positif dengan kandungan protein pada tanaman (Peterson et al. 2005). Dimana
semakin meningkat taraf pemberiaan Indigofera sp, diikuti dengan semakin
meningkatnya kecernaan bahan organik pada pakan (Tabel 9) dengan peningkatan
taraf pemberian Indigofera sp diikuti dengan peningkatan kandungan nutrisi pada
pakan, karena lebih banyak mengandung bahan-bahan organik seperti protein,
karbohidrat, lemak yang mudah dicerna oleh ternak.
Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan organik pada kambing
boerka yang diberikan pakan Indigofera sp, dianalisis menggunakan polinomial
orthogonal membentuk kurva linear dan mengikuti persamaan Y= 5.56x + 41.56
(R2 =0.96)

4.4.2.3 Kecernaan Protein Kasar

Koefisien kecernaan protein kasar pada kambing boerka yang diberikan


pakan Indigofera sp disajikan pada Gambar 3. Koefisien kecernaan protein pada
kambing Boerka yang diberikan perlakuan Indigofera sp memberikan pengaruh
yang nyata (P<0.05) terhadap kecernaan protein ditunjukan pada Gambar 3.
37

Peningkatan taraf pemberikan Indigofera sp pada pakan kambing Boerka


menghasilkan koefisien kecernaan protein kasar nyata semakin meningkat
(Gambar 3). Koefisien kecernaan protein kasar pada perlakuan pemberiaan 45%
Indigofera sp pada pakan tertinggi sebesar 69.80% berbeda nyata (P<0.05)
dengan perlakuan pemberiaan 0% Indigofera sp pada pakan ternak sebesar
45.79%. Koefisien kecernaan protein kasar pada kambing Boerka, seiring dengan
bertambahnya pemberiaan Indigofera sp pada pakan, terus meningkat sampai taraf
pemberiaan 45% Indigofera sp pada pakan Gambar 3.

80.00
68.16 69.80
70.00
60.61
60.00
K e c e rna a n P K (% )

50.00 45.79

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pemberiaan Indigofera sp

Gambar 3 Pengaruh pemberiaan taraf Indigofera sp terhadap kecernaan protein

Koefisien kecernan protein kasar semakin meningkat, diikuti dengan


semakin meningkatnya kandungan protein kasar pada pakan, dimana kandungan
protein kasar pada Indigofera sp cukup tinggi. Dengan tingginya kandungan
protein kasar pada pakan memungkinkan sebagain besar didegradasikan didalam
rumen melalui proses sintesis protein di dalam rumen, sehingga kemungkinan
sebagian besar protein didegradasikan didalam rumen. Hal tersebut didukung oleh
pendapat McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan protein kasar
tergantung pada banyaknya kandungan protein pada pakan.
Pengaruh perlakuan terhadap koefisien kecernaan protein kasar pada
kambing boerka yang diberikan pakan Indigofera, dianalisis menggunakan
38

polinomial orthogonal membentuk kurva kuadratik dan mengikuti persamaan Y=


17.99Ln(x) + 46.79 (R2= 0.97).

4.4.2.4 Kecernaan NDF

Ternak ruminansia mempunyai keistimewan karena kemampuanya untuk


mencerna dan menggunakan materi dinding sel tanman. Total materi dinding sel
dinyatakan sebagai serat detergen netral/ neutral detergent fiber (NDF), yang
sebagaian besar terdiri atas hemiselulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa dan
selulosa dicerna relatif lambat oleh mikroba rumen, sementara lignin tidak
dicerna. Lignin juga berikatan dengan bagian dinding sel yang lain, menyebabkan
bagian tersebut sukar dicerna (Beauchemin 1996).

60.00
52.44 52.13
50.00 45.37
43.56
Kecernaan NDF(%)

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp

Gambar 4 Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap kecernaan


NDF pakan kambing Boerka

Koefisien kecernaan NDF pada kambing Boerka yang diberikan


Indigofera sp disajikan pada Gambar 4. Rataan kecernaan NDF diperlihatkan
pada Gambar 4. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan pakan
memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan NDF kambing Boerka.
Rataan kecernaan NDF cenderung mengalami peningkatan dengan
meningkatnya taraf pemberiaan Indigofera sp. Rataan kecernaan NDF adalah
43.56, 45.37, 52.44, 52.13% masing-masing untuk perlakuan 0, 15, 30, 45% taraf
39

pemberiaan Indigofera sp dalam campuran pakan ternak kambing Boerka. Hal ini
terjadi disebabkan kandungan karbohidrat mudah dicerna pada pakan R3 dan R2
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R1 dan R0 sehingga kecernaan NDF
pada perlakuan pakan R3 dan R2 lebih tinggi karena mudah didegradasi oleh
mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2002)
menyatakan bahwa peningkatan proporsi serat pada tanaman merupakan faktor
yang mempengaruhi penurunan nilai kecernaan.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Hoffman et al. (2001) menyatakan
bahwa hijauan pakan ternak yang memilki kandungan NDF 40% lebih tinggi
kecernaannya dibandingkan dengan hijauan pakan ternak yang memiliki
kandungan NDF 60%. Selanjutnya Luginbuhl et al. (2000) melaporkan bahwa
konsumsi bahan kering menurun dengan peningkatan kandungan NDF
(52.4%−62.1%) pada pakan ternak pada kambing Boer dan persilangannya.
Dengan meningkatnya proporsi dinding sel dan diameter batang serta
berkembangnya jaringan lignin menyebabkan kecernaan NDF menurun.
Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan NDF pada kambing Boerka yang
diberikan pakan Indigofera sp, dianalisis menggunakan polinomial orthogonal
membentuk kurva kubik dan mengikuti persamaan Y = -2.1057x3 + 15.261x2 -
29.228x + 59.627 (R2 = 1).

4.4.2.5 Kecernaan ADF


Rataan kecernaan serat deterjen asam/acid detergent fiber (ADF)
diperlihatkan secara grafik pada Gambar 5. Hasil analisis keragaman menunjukan
bahwa perlakuan pakan memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap
kecernaan ADF. Rataan kecernaan ADF cenderung mengalami peningkatan
dengan meningkatnya taraf Indigofera sp dalam campuran pakan. Rataan
kecernaan ADF adalah 43.24, 44.02, 52.84, 55.26% masing-masing untuk
perlakuan 0, 15, 30 dan 45% taraf pemberiaan Indigofera dalam campuran pakan.
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi taraf pemberiaan Indigofera sp dalam
campuran pakan kandungan seratnya semakin rendah, sehingga kecernaan ADF
juga semakin tinggi. Mahgoub et al. (2005) menyatakan bahwa pakan yang
mengandung serat tinggi, sering menghasilkan pertambahan berat badan yang
40

lambat dibandingkan dengan pakan tinggi konsentrat. Kambing Batina dan


Dhofari pakan yang mengandung 12.3%, 18.3% dan 24.7% ADF pertambahan
bobot badanya berturut-turut 45, 45, 83 g/hari. Kecernaan ADF lebih
menggambarkan kecernaan serat suatu jenis pakan. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Jung dan Allen (1995) menyatakan bahwa kandungan ADF memilki
korelasi positif yang lebih tinggi dengan kecernaan pakan. Dimana semakin
tinggi kandungan ADF mengakibatkan rendahnya kecernaan pada pakan tesebut.

60.00 55.26
52.84

50.00
43.24 44.02
K ecern aan A D F (% )

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp

Gambar 5 Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap kecernaan ADF


pakan kambing Boerka

Kecernaan ADF tertinggi diperoleh pada perlakuan R3 (taraf pemberiaan


Indigofera sp 45% dalam campuran pakan) yaitu 43%, tetapi hasil ini masih lebih
tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Van Hao (2001) melaporkan bahwa
kambing lokal Vetnam umur 8 bulan yang diberikan pakan Gliricidia maculata
kecernaan ADF-nya adalah 31.60%.
Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan ADF pada kambing Boerka yang
diberikan pakan Indigofera sp, dianalisis menggunakan polinomial orthogonal
membentuk kurva kubik dan mengikuti persamaan Y= -2.4061x3 + 18.455x2 -
37.741x + 64.931 (R2 = 1).
41

4.5 Respon Ternak Terhadap Pemberiaan Indigofera sp

4.5.1 Pertambahan Bobot Badan Harian

Hasil pertambahan bobot badan harian ditunjukan pada Tabel 9. Rataan


pertambahan bobot badan harian kambing Boerka dari seluruh perlakuan berkisar
antara 28.25‒52.38 gr/ekor/hari. Pertambahan bobot badan harian tertinggi
dicapai pada perlakuan R3 (taraf Indigofera 45%) yaitu 52.38 gr/ekor/hari (Tabel
10). Hasil ini masih lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh
Merkel et al. (1999) bahwa kambing yang mendapat pakan hanya hijauan dengan
lama merumput 6.5 jam/hari memberikan pertambahan bobot badan 35.7
g/ekor/hari.

Tabel 10 Rataan pertambahan bobot badan harian kambing Boerka

Peubah Perlakuan
R0 R1 R2 R3
Bobot badan awal (kg) 10.28±1.12 10.32±1.04 10.20±1.12 10.18±1.07
Bobot badan akhir (kg) 12.06±1.15 12.80±1.22 13.38±1.39 13.48±1.21
PBBH (gr/ekor/hari) 28.25±5.19c 39.37±3.95b 50.47±6.86a 52.38±5.02a
Keterngan : R0 = 100% Brachiaria ruziziensis + 0 % Indigofera sp, R1= 85% Brachiaria ruziziensis + 15 % Indigofera
sp, R2 70% Brachiaria ruziziensis + 30 % Indigofera sp, R3 = 55% Brachiaria ruziziensis + 45 % Indigofera
sp Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata (P<0.05)

Pertambahan bobot badan secara keseluruhan sudah ideal kecuali


perlakuan kontrol (R0). Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2003)
menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ideal kambing adalah 40‒50
gr/ekor. Selanjutnya menurut NRC (1995) bahwa kambing pada berat ideal 20 kg
pertambahan bobot badanya minimal 50 gr/ekor.
42

60.00

Pertambahan Bobot Badan Harian


52.38
50.00 50.47

(g/ekor/hari) 40.00 39.37

30.00
28.25

20.00

10.00

0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp

Gambar 6 Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap PBBH


kambing Boerka

Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan harian pada


kambing boerka yang diberikan pakan Indigofera, dianalisis menggunakan
polinomial orthogonal membentuk kurva liner dan mengikuti persamaan Y=
8.349x + 21.746 (R2= 0.93) Gambar 8.

4.5.2 Efisiensi penggunaan pakan

Efisiensi penggunaan pakan erat kaitannya dengan konsumsi pakan dan


pertambahan bobot badan yang dihasilkan ternak, karena efisiensi penggunaan
pakan adalah rasio antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang
dikonsumsi. Rataan efisiensi penggunaan pakan disajikan pada Gambar 7. Hasil
rataan efisiensi penggunaan pakan adalah 0.08, 0.08, 0.09 dan 0.12 berturut-turut
untuk perlakuan 0, 15, 30 dan 45% taraf pemberiaan Indigofera sp dalam
campuran pakan seperti ditunjukan pada Gambar 8. Rataan hasil efisiensi
penggunaan pakan tertinggi pada pakan yang diberikan Indigofera sp dalam
campuran pakan sebanyak 45% sebesar 0.12 berbeda nyata (P<0.05) efisiensi
penggunaan pakan terendah pada taraf pemberiaan 0% (R0) dan 15% (R1)
beturut-turut sebesar 0.08, 0.08. Hal ini disebabkan oleh tingkat konsumsi bahan
kering pakan yang rendah, dengan pertambahan bobot badan yang cukup rendah.
43

0.14

Efisiensi Penggunaan Pakan 0.12

0.10

0.08

0.06 0.12

0.09
0.04 0.08 0.08

0.02

0.00
R0 R1 R2 R3
Taraf Pem beriaan Indigofera sp

Gambar 7 Pengaruh taraf pemberiaan Indigofera sp terhadap efisiensi penggunaan


pakan kambing Boerka

Pada penelitian ini efisiensi penggunaan pakan pada kambing Boerka yang
diberi pakan Indigofera sp mencapai 0.12 (Gambar 7). Angka ini masih lebih
tinggi dari efisiensi penggunaan pakan pada kambing Angora (0.08) dan hasil ini
sama dengan kambing Kasmir sebesar 0.12 (Jia et al. 1995). Hasil penelitian
Nurjannah (2005) melaporkan bahwa efisiensi penggunaan pakan pada kambing
kacang yang diberi hijauan lahan gambut mencapai 0.18. Rendahnya efisiensi
penggunaan pakan pada penelitian ini karena pertambahan bobot badan yang
rendah, hal ini disebabkan karena tingkat konsumsi bahan kering kambing Boerka
yang relatih rendah pada penelitian ini. Tingkat konsumsi pakan yang tinggi
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pertambahan bobot badan
seekor ternak.
44

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Hasil produktivitas terbaik pada Indigofera sp adalah pada perlakuan interval


60 hari dan intensitas 1.5 m (P2T3) menghasilkan produksi bahan kering
31.25 ton/ha/thn, jumlah cabang 28 dan rasio daun/batang 1.74.
2. Kandungan protein kasar, kalsium, fosfor semakin menurun seiring dengan
meningkatnya interval pemotongan, sedangkan kandungan bahan organik,
NDF, ADF semakin tinggi dengan meningkatnya interval pemotongan.
3. Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik semakin rendah seiring
dengan meningkatnya interval pemotongan, kecernaan in vitro yang optimal
adalah perlakuan interval pemotongan 60 hari dan intensitas 1.5 m (P2T3)
KCBK 77.17%, KCBO 74.98%
4. Pemberiaan Indigofera sp sampai pada taraf 45% masih dapat meningkatkan
konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik,
kecernaan protein kasar, kecernaan NDF, kecernaan ADF, pertambahan bobot
badan harian kambing Boerka dan efisensi penggunaan pakan.

5.2 SARAN

1. Potensi yang besar pada Indigofera sp yang toleran terhadap kekeringan, maka
perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat sejauh mana, produksi
Indigofera sp pada kondisi musim kering.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat, pengaruh pemberiaan
Indigofera sp pada interval defoliasi 60 hari dan intensitas pemotongan 1.5
terhadap kualitas daging dan susu ternak kambing perah pada berbagai level
pemberiaan pakan.
45

DAFTAR PUSTAKA

Anis SD. 1992. Pengaruh Kepadatan dan Interval Pemotongan Gliricida sepium
Terhadap Produksi dan Mutu Hijauan di Lahan Pertanaman
Kelapa.[Tesis].Bogor: Sekolah Pascasarjana, KPK Insitut Pertanian
Bogor-Universitas Sam Ratulangi.

Anggrodi R.1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ketiga. Jakarta: PT.
Gramedia.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of


Analysis. 17 th Ed . Washington: AOAC International.

Astuti M, M Bell, P Sitorus, GE Bradford.1984. The impact of altitude on sheep


and goat production. Working paper No.30.SR-CRSP/Balitnak. Bogor.

Beever DE, Offer N, Gill M. 2000. The Feeding value of Grass product. In
Hopkins A. Editor. Grass: Its Production and Utilization. Published for
British Grassland Soc. By Beckwell Science 141-195.

Beaucheimin KA. 1996. Using ADF and NDF in dairy cattle diet formulation-a
Western Canadian prespective. J Anim Feed Sci Tech 58:101-111.

Bulo D, Warren BE, Ivory DA. 1985. Nutritive Value Assessment of Grass and
Legume Spesies.[Annual Report].Balai Penelitian Ternak,
Ciawi.Indonesia. Annual Report-Forage Research Project pp 40-41.

Chiy PC, Philips CJC. 1997. Effect of Sodium Fertilizer on the Chemical
Compostion of Perennial Ryegras and white clover leaves of different
physiological ages. J Sci Food Agric 73: 337-348.
th
Church DC, Pond WG.1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4 Ed. New
York: New York Press.

Crowder LV, Chheda HR. 1982. Tropical Grassland Husbandry. London and
New York. Longman Press.

Devendra C, Burns M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan


Harya Putra. ITB Bandung dan Universitas Udayana.

Dhanda JS et al. 2003. Goat meat production: Present status and future
possibilities. AJAS 16: 1842 – 1852.
46

[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Kebijakan Pengembangan


Ternak Kambing Dalam Upaya Pemenuhan Kuota Ekspor ke Timur
Tengah. Semiloka Pengembangan Kambing Boerawa. Lampung. 29 – 30
Juli 2007. Direktorat Perbibitan. Ditjen Peternakan. Departemen
Pertanian. hlm 1-10.

Ella A. 1996. Produktivitas dan kualitas hijauan leguminosa pakan (Flamengia


congesta dan Desmodium rensonii) pada pola tanam tumpang sari sengan
tanaman jagung. [Disertasi]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Ginting SP, Mahmalia Fera. 2008. Kambing Boerka: Kambing Tipe Pedaging
Hasil Persilangan Boer x Kacang. Wartazoa 18: 117-127.

Greyling JPC. 2000. Reproduction traits in the Boer Goat does. J Small Rumin
36: 171 – 177.

Hassen A, Rethman NFG, Van Niekerk, Tjelele TJ. 2007. Influence of


Season/year and Species on Chemical Composition and In Vitro
Digestibility of Five Indigofera accessions. J Anim Feed Sci Technol
136:312–322

Haude ME .1997. Identification and Classification of Colorants used during


Mexicos early Colonial Period. Book and Paper Group Annual Vol.16.
The American Institute of Conservation. pp 16-05.

Hegarty MP, Pound AW. 1968. Indospicine a New Hepatotoxic Amino Acid from
Indigofera Spicata. J Aust Agric Res 217: 354-355

Herlinae. 2003. Evaluasi nilai nutrisi dan potensi hijuan asli lahan gambut
pedalaman di Kalimantan Tengah sebagai Pakan Ternak. [Tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Humphreys LR. 1978. Tropical Pasture and Fodder Crops. London: Longman
Group Press.

Hoffman PC, Shaver RD, Combs DK. 2001. Focus on Forage. Vol 3: No 10.

Horne PM, WW Stur. 1999. Mengembangkan Teknologi Hijauan Makanan


Ternak Bersama Petani Kecil. ACIAR. Monograf ACIAR no 65.

Jia ZH, Sahlu I, Fernandez JM, Hart,SP, The TH. 1995. Effect of Dietary Protein
Level on Performan of Angora and Chasmere. Small Ruminant Research.
J Int Goat Assoc 16 (2) : 113-119.

Jung HG, MS Allen. 1995. Characteristics of Plant Cell Walls Affecting Intake
and Digestibility of Forages by Ruminants. J Anim Sci 73: 2774–2790.
47

Kabaija E, Smith OB. 1989. Influence of Season and Age of Regrowth on The
Mineral Profile of Gliricidia sepiem and Leucaena leucophala. J Trop
Agric 66: 125-128.

Kabi F. Bareeba FB. 2008. Herbage biomass production and nutritive value of
mulberry (Morus alba) and Calliandra calothyrsus harvested at different
cutting frequencies. J Anim Feed Sci Technol 140:178–190.

Karachi M, 1997. Growth and Nutritive Value of Lablab purpureas accessions in


Semi-arid Kenya. J Trop Grassl 31: 214-218.

Karim AB, Rhodes ER, Savill PS. 1991. Effect of Cutting Interval on Dry Matter
Yield of of Leucaena leucocephala (Lam) De Wit. J Agrofor Syst 16: 129–
137.

Lioger HA .1990. Plantes Medicinals de Puerto Reis Caribe. Inc San Juan.
Press inc.

Lu CD, Kawas JR, Mahgoub OG. 2005. Fibre digestion and utilization in goats. J
Small Rumin Res 60: 45-52.

Luginbuhl JM, Poore MH, Conrad AP. 2000. Effect of level of whole cootonseed
on intake, digestibility and performance of growing male goats fed hay-
based diets. J Anim Sci 78: 1677-1683.

Luginbuhl JM, Poore MH. 2005. Nutrition of Meat Goats. EAH Webmaster,
Departement of Animal Science. NCSU

Lukhele MS, Van Ryssen JBJ. 2002. The Chemical Composition and Potensial
Nutritive Value of The Foliage of Four Subtropical Tree Spesies in South
Africa for Ruminants. SAJ Anim Sci 33: 132-141.

Mahgoub O, Lu CD, Hameed CD, Richie A, Al-Halhali AS, Annamalia K. 2005.


Performance of Omani Goats fed diets containing various metabolizable
energy densities. J Small Rumin Res 58:175-180.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD and Morgan CA. 2002. Animal
Nutrition, 6 th Ed. London. Pretice Hall.

McDowell.1992. Mineral in Animal and Human Nutrition. Academic Press Inc.

Merkel RC et al.1999. Growth Potensial of five Sheep Genotypes in Indonesia.


Small Ruminant Research. J Int Goat Assoc 16 (2) : 113-119.

Nohong B. 2002. Produktivitas dan kualitas tanaman campuran alang-alang


dengan Pueraria (Pueraria javanica Beth). Buletin Nutrisi dan Makanan
Ternak 3(1): 33-40.
48

Nurjannah. 2006. Evaluasi Nutrisi Hijauan Lahan Gambut Kalimantan tengah


Pada kambing kacang.[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor

[NRC] National Research Council.1981. Angora, Dairy and Meat Goats in


Temperate and Tropical Countries. Washington DC: National Academy
Press.

[NRC] National Research Council. 1995. Nutrient Requirment of Goats.


Washington DC: National Academy Press.

[NRC] National Research Council. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle.


Washington DC: National Academy Press

Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Vol 1B. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Perevolotsky A.1993. Nutritional Value of Common Oak (Quercus calliprinus)


Browse as Fodder for Goats: Experimental results in ecological
perspective. J Small Rumin Res 11: 95–106.

Peterson PR. 2005. Forage for Goat Production. Blacksburg. Dept. Virginia Tech
University

Rahman S. 2002. Introduksi Tanaman Makanan Ternak di Lahan Perkebunan:


respon bebebrapa jenis tanaman makanan ternak terhadap naungan dan
tata laksana pemotongan. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan 4 (1) : 46-
53.

Reid RL, GA Jung, WV Thayne. 1988. Relationships Between Nutritive Quality


and Fiber Components of Cool Season and Warm Season Forages: A
retrospective study. J Anim Sci 66 : 1275–1291.

Rosenthal GA. 1982. Plant Nonprotein Amino and Imino Acids. New York and
London. Academic Press.

Sarwono B. 2003. Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.

SAS 1989. SAS User’s Guide. Version 6. 12th edition Vol.2. SAS Institute, Cary
NC.

Shehu Y, Alhassan WS, PAL UR, Phillips CSJ. 2001. Yield and Chemical
Composition Response of Lablab purpureus to Nitrogen, Phosphorus and
Potassium Fertilizers. J Trop Grassl 35: 180-185.
49

Simanihuruk K. 2005. Pemanfaatan kulit buah markisa (Passiflora edulis Sims f.


Edulis Deg) sebagai pakan campuran pakan pelet komplit untuk kambing
kacang.[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Ed ke–2 Sumantri
B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: The
Principle and Prosedure of Statistics.

Suryahadi.1990. Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ruminansia. Bogor. Pusat


Antar Universitas. Program Studi Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor. Departemen Ilmu Makanan


Ternak. Institut Pertanian Bogor.

Thapa B, Walker DH, Sinclair FL. 1997. Indigenous knowledge of feeding value
of tree fodder. J Anim Feed Sci Technol 67:97–114.

Thompson FN, Stuedemann JA. 1993. Pathophysiology of Fescue Toxicosis. J


Agric Ecos 44: 263-281..

Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for in vitro digestion of
forage crops. J Br Grassl Soc 18:104–111.

Tjelele TJ. 2006. Dry Matter Production, Intake and Nutritive Value of Certain
Indigofera Spesies [Tesis]. Pretoria. M.Inst. Agrar. University of Pretoria.

Van DTT, Mui NT, Ledin I. 2005. Tropical Foliages: effect of presentation
method and spesies on intake by goats. J Anim Feed Sci Technol 118: 1-
17.

Van Hao N, Inger L. 2001. Performance of growing fed Gliricidia maculata. J


Small Rumin Res 39: 113-119.

Van Soest PJ.1982. Nutrition Ecology in Ruminant. USA. Camstock Publising


Assoation. Cornell University Press.

Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods for dietary fibre, neutral
detergent fibre, and non-starch polysaccharides in relation to animal
nutrition. J Dairy Sci 74:3583–3597.

Water CJ, Givens DI. 1992. Nitrogen Degradability of Fresh Herbage: effect of
maturity and growth type and prediction from chemical composition and
by near infrared reflectance spectroscopy. J Anim Feed Sci Technol 75:
3278-3286.

Whitehed DC. 2000. Nutrient Element in Grassland: Soil,Plant, Animal


Relationship. Wallingford. CAB International Publising 367.
50

Lampiran 1 Layout Tata Letak Penelitian

P1 T3 P3 T2 P2 T1
K1 P2 T2 P2 T3 P1 T1
P3 T1 P3 T3 P1 T2
2m
P2 T2 P1 T3 P2 T3
K2
P1 T2 P3 T1 P3 P3
P2 T1 P1 T1 P3 T2

2m
P3 T1 P3 T2 P2 T1
K3
P2 T3 P1 T2 P1 T1
P2 T2 P1 T3 P3 T3

2m

P3 T2 P1 T3 P1 T2
K4
P3 T1 P1 T1 P2 T2
P2 T1 P3 T3 P2 T3

P = Interval pemotongan Indigofera sp (P1: 30 hari. P2 : 60 hari . P3: 90 hari)


T = Intensitas Pemotongan Indigofera sp ( T1 : 0.5 m, T2 : 1.0 m, T3 : 1.5 m)
51

Lampiran 2 Data Curah Hujan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

Curah Hujan Tahun 2009 (mm)


Januari Februari Maret April Mei Juni
Jumlah Curah 1.509 582 4.685 1.402 3.012 7.533
Hujan
Sumber Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara
52

Lampiran 3 Analisis Sidik Ragam Produksi BK Indigofera sp

General Linear Models Procedure


Dependent Variable:

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 3 14.98 4.99 3.13 0.04
Interval (P) 2 884.95 442.47 277.15 0.0001
Intensitas (T) 2 1012.83 506.41 317.20 0.0001
Interaksi P*T 4 141.94 35.48 22.23 0.0001
Galat 24 38.31 1.59
Total 35 2093.03

Uji Lanjut Duncan Produksi BK Indigofera sp

Duncan Grouping Mean N Perlakuan STD


A 33.2525 4 P3T3 1.11

A 31.2250 4 P2T3 2.06

B 28.9425 4 P3T2 1.68

C 22.8275 4 P3T1 1.02

D 20.6950 4 P2T2 0.87

D 20.1475 4 P1T3 1.45

E 17.4025 4 P1T2 0.74

F 11.6350 4 P2T1 0.71

F 11.2450 4 P1T1 0.27


53

Lampiran 4 Analisis Sidik Ragam Jumlah Cabang Indigofera sp

General Linear Models Procedure


Dependent Variable:

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig


P<0.05
Blok 3 33.35 11.11 6.73 0.0019
Interval (P) 2 17.37 8.68 5.26 0.0127
Intensitas(T) 2 774.04 387.02 234.38 0.0001
Interaksi P*T 4 24.57 6.14 3.72 0.0171
Galat 24 39.63 1.65
Total 35 888.98

Uji Lanjut Duncan Grouping

Duncan Grouping Mean N INTER STD

A 27.665 4 P3T3 1.50

A 27.583 4 P2T3 2.36

B 23.750 4 P1T3 3.51

C 20.085 4 P3T2 1.68

C 19.833 4 P2T2 1.35

C 19.250 4 P1T2 1.76

D 15.168 4 P1T1 1.15

D 15.165 4 P3T1 0.69

D 14.753 4 P2T1 1.00


54

Lampiran 5 Analisis Sidik Ragam Rasio Daun/Batang

General Linear Models Procedure


Dependent Variable:

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 0.02 0.01 2.21 0.1420
Interval (P) 2 0.12 0.06 11.80 0.0007
Intensitas (T) 2 0.00 0.002 0.52 0.6018
Interaksi P*T 4 0.02 0.007 1.30 0.3119
Galat 24 0.04 0.0018
Total 35 23.11

Uji Lanjut Duncan Grouping

Duncan Grouping Mean N INTER STD

A 2.63750 4 P1T2 0.05

A 2.61750 4 P1T1 0.03

A 2.60500 4 P1T3 0.03

B 1.73750 4 P2T3 0.04

B 1.73250 4 P2T2 0.06

B 1.68500 4 P2T1 0.03

C 0.72000 4 P3T3 0.03

D 0.64500 4 P3T1 0.03

D 0.62250 4 P3T2 0.02


55

Lampiran 6 Analisis Sidik Ragam Kandungan Bahan Organik

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 2.68 1.34 3.27 0.06
Interval (P) 2 11.22 5.61 13.69 0.00
Intensitas (T) 2 2.87 1.43 3.51 0.05
Interaksi P*T 4 1.82 0.45 1.12 0.38
Galat 16 6.55 0.40
Total 26 25.17

UJI LANJUT DUNCAN


INTERVAL MEAN N DUNCAN GROUPING
P1 90.28 3 A
P2 89.24 3 B
P3 88.73 3 B
56

Lampiran 7 Analisis Sidik Ragam Kandungan Protein Kasar

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 0.59 0.29 0.51 0.61
Interval (P) 2 75.74 37.87 64.46 0.00
Intensitas (T) 2 1.48 0.74 1.26 0.30
Interaksi P*T 4 0.37 0.09 0.16 0.95
Galat 16 9.40 0.58
Total 26 87.59

UJI LANJUT DUNCAN


INTERVAL MEAN N DUNCAN GROUPING
P1 21.61 3 C
P2 25.69 3 A
P3 23.27 3 B
57

Lampiran 8 Analisis Sidik Ragam Kandungan NDF

General Linear Models Procedure


Dependent Variable: NDF

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 0.10 0.05 0.77 0.48
Interval (P) 2 11.65 5.82 86.54 0.00
Intensitas (T) 2 0.42 0.21 3.13 0.07
Interaksi P*T 4 4.29 1.07 15.95 0.00
Galat 16 1.07 0.06
Total 26 17.55

Uji Lanjut Duncan Grouping

Duncan Grouping Mean N INTER STD

A 36.8367 3 P3T1 0.32

A 36.7967 3 P3T2 0.51

A 36.6433 3 P2T2 0.25

A 36.5633 3 P3T3 0.15

B 36.0733 3 P2T3 0.20

B 35.8133 3 P1T1 0.13

C 35.3667 3 P2T1 0.21

D 34.8267 3 P1T2 0.13

D 34.7400 3 P1T3 0.16


58

Lampiran 9 Analisis Sidik Ragam kandungan ADF

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 0.76 0.38 2.72 0.09
Interval (P) 2 0.40 0.23 1.65 0.22
Intensitas (T) 2 7.45 3.72 26.47 0.00
Interaksi P*T 4 1.79 0.44 3.18 0.04
Galat 16 2.25 0.14
Total 26 12.73

Uji Lanjut Duncan Grouping

Duncan Grouping Mean N INTER STD

A 25.2933 3 P2T1 0.34

BA 24.6667 3 P1T1 0.58

BA 24.6433 3 P2T2 0.13

BAC 24.5700 3 P3T1 0.61

BDC 24.2667 3 P3T2 0.20

EDC 23.8633 3 P1T2 0.44

ED 23.7200 3 P1T3 0.59

ED 23.7000 3 P3T3 0.16

E 23.2533 3 P2T3 0.23


59

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kandungan Kalsium

General Linear Models Procedure

Dependent Variable:

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 0.02 0.01 2.21 0.14
Interval (P) 2 0.12 0.06 11.80 0.00
Intensitas (T) 2 0.00 0.00 0.52 0.60
Interaksi P*T 4 0.02 0.00 1.30 0.31
Galat 16 0.08 0.00
Total 26 0.27

Uji Lanjut Duncan Grouping

INTERVAL MEAN N DUNCAN GROUPING


P1 1.54 3 A
P2 1.47 3 AB
P3 1.37 3 C
60

Lampiran 11 Analisis Sidik Ragam Kandungan Fosfor

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 0.003 0.001 0.84 0.44
Interval (P) 2 0.18 0.09 44.83 0.00
Intensita (T) 2 0.24 0.12 59.28 0.00
Interaksi P*T 4 0.07 0.01 8.80 0.00
Galat 16 0.03 0.00
Total 26 0.53

Uji Lanjut Duncan Grouping

Duncan Grouping Mean N INTER STD

A 1.11 3 P1T2 0.02

A 1.08 3 P2T2 0.01

B 0.97 3 P1T3 0.07

B 0.94 3 P3T2 0.04

B 0.93 3 P2T1 0.04

B 0.91 3 P1T1 0.05

C 0.83 3 P3T3 0.05

C 0.83 3 P2T3 0.05

D 0.63 3 P3T1 0.04


61

Lampiran 12 Analisis Sidik Ragam Kecernaan in vitro Bahan Kering

General Linear Models Procedure


Dependent Variable:

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 0.85 0.42 1.15 0.34
Interval (P) 2 230.14 115.07 311.44 0.00
Intensitas (T) 2 26.60 13.30 36.00 0.00
Interaksi P*T 4 2.42 0.60 1.64 0.21
Galat 16 5.91 0.36
Total 26 265.94

Uji Lanjut Duncan Grouping

Duncan Grouping Mean N INTER STD

A 77.1300 3 P2T3 0.49

BA 76.0833 3 P2T2 0.55

BC 75.0333 3 P2T1 0.51

C 74.9533 3 P1T3 0.82

C 74.0700 3 P1T2 0.43

D 72.6533 3 P1T1 0.71

E 70.8667 3 P3T3 0.60

F 68.3833 3 P3T2 0.43

F 68.0267 3 P3T1 0.82


62

Lampiran 13 Analisis Sidik Ragam Kecernaan in Vitro Bahan Organik

General Linear Models Procedure

Dependent Variable: KCBO

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 2 1.67 0.83 3.19 0.06
Interval (P) 2 143.82 71.91 273.64 0.00
Intensitas (T) 2 12.60 6.30 23.98 0.00
Interakasi P*T 4 4.92 1.23 4.68 0.01
Galat 16 4.20 0.26
Total 26 167.23

Uji Lanjut Duncan Grouping

Duncan Grouping Mean N INTER STD

A 74.9833 3 P2T3 0.62

B 73.2967 3 P2T2 0.90

B 72.3267 3 P2T1 0.49

C 71.1600 3 P1T3 0.44

C 70.7000 3 P1T1 0.52

C 70.1533 3 P1T2 0.47

D 68.6833 3 P3T3 0.23

D 68.1000 3 P3T2 0.72

E 66.8667 3 P3T1 0.50


63

Lampiran 14 Analisis Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


BLOK 4 6295.27 1573.81 3.82 0.03
Linier 1 17728.31 17728.31 43.01 0.00
Kuadratik 1 3116.10 3116.10 7.56 0.01
Kubik 1 5791.21 5791.21 14.05 0.00
PERLAKUAN 3 25160.73 8386.91 20.35 0.00
Galat 12 4946.03 412.16
Total 19 36402.03

Lampiran 15 Analisis Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering

General Linear Models Procedure

Dependent Variable:

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


BLOK 4 80.65 20.16 2.02 0.15
Linier 1 456.03 456.03 45.66 0.00
Kuadratik 1 3.07 3.07 0.31 0.58
Kubik 1 16.14 16.14 1.62 0.22
PERLAKUAN 3 741.20 247.06 24.74 0.00
Galat 12 119.85 9.98
Total 19 941.71

Lampiran 16 Analisis Sidik Ragam Kecernaan Bahan Organik

General Linear Models Procedure


Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05
Blok 4 66.01 16.50 1.66 0.22
Perlakuan 3 682.17 227.39 22.93 0.00
Linear 1 410.62 410.62 41.40 0.00
Kuadratik 1 1.33 1.33 0.13 0.72
Kubik 1 10.34 10.34 1.04 0.32
Galat 12 119.01 9.91
Total 19 867.20
64

Lampiran 17 Analisis Sidik Ragam Kecernaan Protein Kasar

General Linear Models Procedure


Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05
BLOK 4 30.97 7.74 1.41 0.28
Perlakuan 3 1869.34 623.11 113.61 0.00
Linear 1 1290.49 1290.49 235.29 0.00
Kuadratik 1 81.87 81.87 14.93 0.00
Kubik 1 7.05 7.05 1.29 0.27
Galat 12 65.81 5.48
Total 19 1966.13

Lampiran 18 Analisis Sidik Ragam Kecernaan NDF

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 4 70.82 17.70 6.84 0.00
Perlakuan 3 498.88 166.29 64.21 0.00
Linier 1 175.81 175.81 41.90 0.00
Kuadratik 1 22.17 22.17 5.28 0.04
Kubik 1 39.98 39.98 9.53 0.00
Galat 12 50.35 4.19
Total 19 430.00

Lampiran 19 Analisis Sidik Ragam Kecernaan ADF

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 4 70.82 17.70 6.84 0.00
Perlakuan 3 498.88 166.29 64.21 0.00
Linier 1 218.55 218.55 84.39 0.00
Kuadratik 1 45.26 45.26 17.48 0.00
Kubik 1 47.03 47.03 18.16 0.00
Galat 12 31.07 2.58
Total 19 600.78
65

Lampiran 20 Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 4 240.07 60.01 3.28 0.04
Perlakuan 3 1869.76 623.25 34.09 0.00
Linier 1 1234.32 1234.32 67.50 0.00
Kuadratik 1 0.00 0.00 0.00 0.99
Kubik 1 21.14 21.14 1.16 0.30
Galat 12 219.42 18.28
Total 19 2329.26

Lampiraan 21 Analisis Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Pakan

General Linear Models Procedure

Sumber Keragaman dB JK KT F hit Sig P<0.05


Blok 4 0.00 0.00 1.97 0.16
Perlakuan 3 0.00 0.00 13.71 0.00
Linier 1 0.00 0.00 1.91 0.19
Kuadratik 1 0.00 0.00 2.06 0.17
Kubik 1 0.00 0.00 0.03 0.86
Galat 12 0.00 0.00
Total 19 0.00

Potrebbero piacerti anche