Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
PEMBELAJARAN AKTIF
A. Tujuan Pembelajaran:
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, Peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan konsep pembelajaran aktif beserta karakteristiknya
2. Menjelaskan pentingnya refleksi pembelajaran aktif
3. Menjelaskan proses internalisasi dan eksternalisasi dalam pembelajaran aktif
4. Mengimplementasikan Pembelajaran Aktif dengan strategi literasi dalam IPS.
Kata refleksi berasal dari reflectere (Latin) yang berarti “menekuk” atau “memutar kembali
kebelakang”. Akar kata tersebut baru menjelaskan sebagian dari makna refleksi. Sebab, kecuali
melihat kebelakang, refleksi juga mengarahkan individu menatap ke depan, yakni membangun
kerangka baru dalam bersikap, berpikir, dan berperilaku. Refleksi berarti tindakan
mempertimbangkan kembali setiap pengalaman demi perkembangan diri lebih lanjut. Dalam
arti tertentu refleksi merupakan tindakan memperhatikan cermin diri untuk mencermati
keadaan diri senyatanya, melihat retak dan noda, mengafirmasi aspek-aspek diri yang
mengagumkan, kemudian mengkonstruksikannya dengan yang lebih baik.
Tujuan umum refleksi dalam proses pembelajaran adalah membantu para siswa membangun
pengetahuan yang mendalam dan menangkap maknanya secara utuh. Kemudian, berdasarkan
pengetahuan tersebut, para siswa dibantu untuk mengembangkan sikap, cara pandang, dan
perilaku baru demi perkembangan dirinya dan kebaikan masyarakat. Refleksi merupakan usaha
memperlancar perkembangan aspek pengetahuan, sikap dan kecenderungan perilaku, serta
ketrampilan.
Paparan berikut disarikan dari tulisan Y. Triyono, S., yang dimuat dalam Majalah Pendidikan
“Educare” (2010). Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa dalam kegiatan pembelajaran,
refleksi dapat diartikan sebagai upaya untuk mendayakan budi (cipta), kehendak (karsa), rasa,
dan ingatan dengan tujuan untuk:
a. Menangkap makna dan nilai dari materi yang sedang dipelajari.
b. Bermakna terjadi ketika siswa mampu memberikan arti bagi kehidupan (pribadi dan sosial)
dalam membangun kesadaran, menumbuhkan perilaku, memberikan kekuatan evaluatif.
Bernilai, berarti apa yang dipelajari itu penting, patut diperjuangkan, dan menarik untuk
dimiliki.
c. Menemukan kaitan (=linking menurut John Loughran) materi yang dipelajari dengan aspek
pengetahuan yang lain.
d. Membantu pembelajar menggunakan informasi sebagai perangkat untuk menganalisis,
menilai, dan mengkronstruksi atau me-rekonstruksi pengetahuan baru. Pengetahuan
meningkat dari yang bersifat “tersedia saja” menjadi “pengetahuan yang terintegrasi”.
Ini berlawanan dengan belajar membentuk pengetahuan “ensiklopedis” atau pengetahuan
yang dibangun atas dasar informasi terpisah-pisah, hafalan, dan tidak saling memiliki kaitan.
e. Memahami sumber perasaan atau reaksi yang dialami. Contoh: aspek-aspek apa saja yang
menarik dari materi yang dipelajari ini? Mengapa menarik? Apa yang membingungkan?
Mengapa? Apa yang tidak saya setujui? Mengapa?
f. Menyadari implikasi atas kebenaran yang dipelajari bagi siswa sendiri dan dan bagi orang
lain: proses refleksi diharapkan menghasilkan insight personal yang menggerakkan orang
untuk membangun atau melakukan tindakan baru.
g. Memahami identitas dan pola relasi diri siswa dengan orang lain.
h. Membentuk suara hati. Melalui refleksi siswa diberi jalan untuk mengolah dan
memperdalam kepercayaan, nilai, sikap, dan cara berpikir yang semakin dewasa.
Tantangan dan hambatan bagi guru saat mendampingi siswa dalam proses refleksi:
a. Tidak mudah merumuskan pertanyaan (reflektif) untuk membantu siswa bagi guru yang
belum biasa berrefleksi.
b. Menghindarkan diri dari godaan memaksakan pandangan sendiri yang bisa mengarah ke
indoktrinasi. Refleksi dilaksanakan dengan menghormati kebebasan siswa. Ini sulit
dilakukan. Sebab, tidak mustahil bahwa setelah refleksi siswa tetap tidak menyadari aspek-
aspek diri yang harus diubah. (tetap menjalani gaya belajar yang sama pada hal terbukti
tidak efektif; tetap egois sekalipun tahu bahwa itu tidak benar), tetap menunda-nunda
pengerjaan tugas walaupun tahu bahwa hal itu sangat merugikan diri sendiri, dan
sebagainya.
c. Berbagi refleksi bersama dengan diri siswa. Proses refleksi dapat diperluas apabila guru
dan yang siswa berbagi refleksi sehingga mereka dapat tumbuh bersama.
Aspek pemahaman dan penalaran mencakup kegiatan memahami dan menalar sejarah dan
kebudayaan sendiri dan umat manusia, lingkungan geografis, cara manusia memerintah
bangsanya, struktur kebudayaan dan cara hidup manusia, pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terhadap peningkatan taraf hidup manusia, dan pengaruh
pertambahan penduduk terhadap lingkungan fisik dan sumber daya alam, dan sebagainya.
Aspek nilai dan sikap, meliputi bermacam-macam norma sosial dan nilai-nilai universal yang
bertumpu pada ideologi Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang plural dan beragam.
Sementara aspek ketrampilan meliputi ketrampilan-ketrampilan yang berhubungan dengan
kesanggupan peserta didik untuk mewujudkan pengetahuan dan pemahamannya ke dalam
tindakan konkrit dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat (ketrampilan sosial). Termasuk
di dalamnya adalah ketrampilan berpikir kritis, memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
lingkungannya, mengambil keputusan, memperoleh dan mengolah informasi, ketrampilan
menjalin komunikasi dan berkolaborasi dengan siapa pun tanpa membeda-bedakan latar
belakangnya, dan sebagainya (baca ketrampilan abad ke-21).
Pada dokumen Kurikulum 2013, tujuan-tujuan tersebut tersurat maupun tersirat dalam
serangkaian SKL, KI, dan KD. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara mencapai tujuan
pembelajaran IPS sejauh yang tertuang dalam serangkaian KI, KD?
Setelah menentukan serangkaian KD mana yang akan dicapai, guru mesti mengembangkannya
menjadi serangkaian indikator pencapaian kompetensi (IPK). IPK inilah yang semestinya
menjadi kriteria pertama untuk menentukan metode atau strategi pembelajaran aktif apa yang
harus kita gunakan beserta tekniknya.
Tentang metode atau strategi pembelajaran, guru dapat menggunakan buku “Panduan
Pembelajaran untuk Sekolah Menengah Pertama” yang diterbitkan oleh Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (PSMP). Dalam buku ini dipaparkan 6 macam metode
pembelajaran yakni Metode Saintifik, Inquiry/Discovery, Pembelajaran Berbasis Masalah,
Pembelajaran Berbasis Projek, Pembelajaran berbasis Teks, Pembelajaran Kooperatif, dan
pemaduan dari beberapa metode pembelajaran atau metode pembelajaran eklektik (PSMP,
2016).
Setiap metode di atas memiliki serangkaian langkah-langkah atau kegiatan yang juga
dijelaskan secara rinci. Karena itu guru perlu terampil menetapkan metode mana (saja) yang
efektif. Ada beberapa metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan
pembelajaran IPS, misalnya Pembelajaran berbasis masalah atau Problem-based Learning
(PBL), berbasis proyek atau Project-based Learning, dan Inquiry/Discovery. Mengapa?
Karena ketiganya selalu berangkat dari masalah konkrit yang terjadi dalam kehidupan lokal,
regional, sampai global. Secara teknis, masalah-masalah di atas bisa dimunculkan oleh guru.
Sampai di titik ini menjadi penting juga bagi guru untuk memiliki ketrampilan mengidentifikasi
terlebih dahulu beberapa masalah sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Misalnya, masalah
tawuran antar siswa sekolah, aksi corat coret tembok/dinding, vandalisme, sopan santun berlalu
lintas, trotoar yang diokupasi untuk berjualan, kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok,
prasangka dan konflik antar anggota masyarakat, dan masih banyak lagi. Inilah berbagai
masalah yang dapat digunakan sebagai titik pijak untuk melaksanakan pembelajaran aktif mata
pelajaran IPS. Idealnya pembelajaran IPS mestinya berisi tentang bagaimana siswa dapat
menjelaskan sampai dengan menganalisis berbagai permasalahan sosial ekonomi budaya
politik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya menghafalkan serangkaian
informasi atau fakta, konsep, dan teori untuk dihafalkan.
Butir (c) di atas, yakni literasi sebagai proses pembelajaran menjadi relevan jika dikaitkan
dengan proses pembelajaran aktif. Literasi sebagai proses pembelajaran menekankan pada
peningkatan keterampilan mengelola pembelajaran dengan strategi literasi untuk
meningkatkan kecakapan literasi siswa dan mengembangkan keterampilan abad ke-21,
termasuk keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran yang menerapkan strategi literasi
penting untuk menumbuhkan pembaca yang baik dan kritis dalam bidang apapun.
Salah satu bagian dari modul pelatihan GLS tentang “Strategi Literasi dalam Pembelajaran di
Sekolah Menengah Pertama” (Satgas GLS Ditjen Dikdasmen, 2018: 17) menyatakan bahwa
terdapat beberapa karakteristik pembelajaran yang menerapkan strategi literasi yang dapat
mengembangkan kemampuan metakognitif, antara lain:
1. Pemantauan pemahaman teks (siswa merekam pemahamannya sebelum, ketika, dan
setelah membaca).
2. Penggunaan berbagai moda selama pembelajaran (literasi multimoda)
3. Instruksi yang jelas dan eksplisit.
4. Pemanfaatan alat bantu seperti pengatur grafis dan daftar cek.
5. Respon terhadap berbagai jenis pertanyaan.
6. Membuat pertanyaan.
7. Analisis, sintesis, dan evaluasi teks.
8. Meringkas isi teks.
Fokus uraian berikut akan diletakkan pada karakteristik nomor 4 yakni Pemanfaatan alat bantu
seperti pengatur grafis (graphic organizer) yang untuk selanjutnya akan disingkat menjadi GO.
Berikut adalah contoh-contoh GO yang beberapa di antaranya dapat juga digunakan dalam
pembelajaran IPS (Satgas GLS Ditjen Dikdasmen, 2018: 24).
Catatan:
Kata “Teks” perlu dipahami secara lebih luas. Teks tidak hanya berarti tulisan melainkan
semua sumber informasi yang mengandung makna. Maka teks dapat berupa guntingan berita
atau artikel di koran, iklan, video klip, gambar, grafik, chart, dan sebagainya.
7. Contoh penggunaan GO
Berikut ini adalah contoh penggunaan GO untuk mata pelajaran IPS kelas VIII dengan KD
sebagi berikut:
KD 3.1. Menelaah perubahan keruangan dan interaksi antarruang di Indonesia dan negara-
negara ASEAN yang diakibatkan oleh faktor alam dan manusia (teknologi, ekonomi,
pemanfaatan lahan, politik) dan pengaruhnya terhadap keberlangsungan kehidupan ekonomi,
sosial, budaya, dan politik.
KD 4.1. Menyajikan hasil telaah tentang perubahan keruangan dan interaksi antarruang di
Indonesia dan negara-negara ASEAN yang diakibatkan oleh faktor alam dan manusia
(teknologi, ekonomi, pemanfaatan lahan, politik) dan pengaruhnya terhadap keberlangsungan
kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Salah satu materi dalam KD tersebut adalah masalah kelangkaan sumber daya alam dan enerji.
Langkah-langkah Pembelajaran:
1. Disajikan teks berupa berita dari surat kabar, atau video klip, atau gambar tentang
kelangkaan sumber daya. Misalnya gambar di bawah ini:
Sejumlah warga membawa kendi dan ember berisi air yang diambil dari
lubang endapan aliran sungai Kalimati, Juwangi, Boyolali, Jawa Tengah, 25
Juli 2017. Akibat sumber air sumur mulai kering karena memasuki musim
kemarau, warga terpaksa mencari dan memanfaatkan sisa air endapan aliran
sungai Kalimati untuk digunakan kebutuhan hidup sehari-hari meskipun air
tidak begitu bagus dan berbau kurang sedap. ANTARA/Aloysius Jarot
Nugroho
Sumber: https://tekno.tempo.co/read/909107/musim-kemarau-bnpb
Dengan teks (=gambar) di atas guru dapat membuat beberapa alternatif kegiatan sebagai
berikut:
a. Menggunakan GO nomor 8: Adik Simba (=Apa, di mana, kapan, Siapa, mengapa, dan
bagaimana. Kepada peserta diajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk ditemukan
jawabannya lewat kegiatan diskusi. Guru dapat mengembangkan sebuah tabel dengan
kolom-kolom berisi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
b. Menggunakan GO nomor 17 yang bertajuk sebab akibat. Di sini guru mengembangkan
GO sebagai berikut:
MASALAH
SEBAB
AKIBAT
SOLUSI
Jadi di samping menngunakan atau memodifikasi daftar GO di atas, guru sebaiknya jugga
mampu mengembangkan atau merancang sendiri GO yang sesuai dengan kebutuhan
pencapaian KD tertentu.
D. RANGKUMAN
1. Pembelajaran aktif ditawarkan sebagai paradigma pembelajaran (learning) yang
dilawankan dengan paradigma pengajaran (teaching), yang lebih mengandalkan transmisi
satu arah pengetahuan melalui pembelajaran pasif, seperti mendengarkan ceramah yang
berpusat pada guru. Pembelajaran aktif juga dipahami sebagai “melibatkan siswa dalam
melakukan sesuatu dan merefleksikan hal-hal yang mereka lakukan”. Pembelajaran aktif
merupakan "keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan (menulis, diskusi, dan presentasi)
dan mengeksternalisasi proses kognitif dalam aktivitas."
2. Karakteristik pembelajaran aktif, antara lain siswa dilibatkan dalam proses atau kegiatan
yang menumbuh-kembangkan kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking)
seperti menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Di samping itu pendalaman karakter dan
nilai-nilai juga diberi tekanan yang lebih besar.
3. Refleksi menjadi fitur yang penting dalam definisi pembelajaran aktif. Tujuan umum
refleksi dalam proses pembelajaran adalah membantu para siswa membangun pengetahuan
yang mendalam dan menangkap maknanya secara utuh. Kemudian, berdasarkan
pengetahuan tersebut, para siswa dibantu untuk mengembangkan sikap, cara pandang, dan
perilaku baru demi perkembangan dirinya dan kebaikan masyarakat. Refleksi merupakan
usaha memperlancar perkembangan aspek pengetahuan, sikap dan kecenderungan
perilaku, serta ketrampilan.
4. Dalam pembelajaran aktif, setelah siswa menginternalisasi pengetahuan, mereka
merekonstruksinya, mengoneksikan berbagai informasi atau data, dan melanjutkannya
dengan kegiatan eksternalisasi seperti menggunakan pengetahuannya itu untuk
memecahkan masalah, mengajukan pertanyaan kritis, berbicara atau wawancara dengan
orang lain, mengomunikasikan, menulis, dan menciptakan sesuatu sehingga hasilnya justru
lebih memperdalam pemahaman mereka
5. Pembelajaran aktif dalam mata pelajaran IPS lebih tepat kalau dilaksanakan dengan metode
PBL, Project-based Learning, Inquiry/Discovery, tanpa mengesampingkan metode-metode
lain. Implikasinya guru mesti memiliki kecakapan untuk menetapkan metode mana yang
tepat berdasarkan KD dan IPK yang dikembangkan.
6. Kegiatan-kegiatan atau teknik pembelajaran dalam metode yang dipilih dapat
dikembangkan dengan menggunakan berbagai teknik dan alat bantu (media) pengatur
gambar atau graphic organizer (GO) yang diselaraskan dengan IPK/tujuan pembelajaran
dan karakteristik materi pembelajaran. Guru diharapkan dapat memodifikasi dan
menerapkan contoh-contoh penggunaan GO dalam pembelajaran IPS.
REFERENSI:
Mizokami S., Deep Active Learning from the Perspective of Active Learning Theory, dalam
Matsushita K. (Ed), 2018, Deep Active Learning, Singapore, Springer
Robb L., 2003, Teaching Reading in Social Studies, Science, and Math, Scholastic, New
York.
Satgas GLS Ditjen Dikdasmen, 2018, Strategi Literasi dalam Pembelajaran di Sekolah
Menengah Pertama, Jakarta, Kemdikbud
Supriadi D, & Rohmat Mulyana, (Eds.), 2001, Prof. Muhammad Numan Somantri, M.Sc. :
Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Suyanto, Prof. Ph.D., , 2005, Tantangan Pendidikan IPS dalam Era Global, (makalah
Seminar) “Kebijakan dan Implementasi Pendidikan IPS Dalam Menghadapi Era
Global”, Program Studi PIPS PPS UPI, 19 Desember 2005
Triyono Y.S., (2010), Peran Refleksi dalam Paradigma Pendidikan Reflektif, , Jakarta,
Jurnal Pendidikan Educare.