Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
net/publication/316710521
CITATION READS
1 1,258
2 authors, including:
Darmawan Muttaqin
Universitas Surabaya
2 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Darmawan Muttaqin on 18 May 2017.
Abstract. Context has been identified as an important factor of identity formation among
adolescents. The aim of this study was to understand adolescent identity formation
component in Indonesian context especially in Yogyakarta, considering gender
differences, age groups, and correlation between components as well. This study involved
450 Indonesian adolescents aged 12-21 years (225 boys and 225 girls) that constituted of
early, middle, and late adolescents. This study used Identity Style Inventory to assess
identity style (informational, normative, and diffuse-avoidant), Utrecht-Management of
Identity Commitments Scale to assess the identity dimensions (commitment, in-depth
exploration, and reconsideration of commitment), and Ego Identity Process Questionnaire
to assess identity status (diffusion, foreclosure, moratorium, and achievement). Results
showed there were significant differences in identity styles, dimensions, and statuses by
considering gender and age groups. The correlation between adolescent’s identity styles,
dimensions, and statuses was also found in the Indonesian context.
Abstrak. Konteks telah diidentifikasi sebagai faktor yang penting dari pembentukan
identitas remaja. Penelitian ini bertujuan untuk memahami komponen pembentukan
identitas remaja pada konteks Indonesia khususnya di Yogyakarta, terutama terkait
perbedaan gender dan kelompok usia serta keterkaitan antar komponen pembentukan
identitas. Partisipan penelitian adalah 450 (225 laki-laki dan 225 perempuan) remaja
Indonesia berusia 12-21 tahun yang terdiri dari remaja awal, tengah, dan akhir. Alat ukur
Identity Style Inventory, Utrecht-Management of Identity Commitments Scale, dan Ego Identity
Process Questionnaire digunakan untuk mengukur gaya identitas (informatif, normatif,
dan menunda-menghindar), dimensi identitas (komitmen, eksplorasi mendalam, dan
peninjauan kembali komitmen), dan status identitas (diffusion, foreclosure, moratorium, dan
achievement). Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan gaya, dimensi, dan status
identitas ditinjau dari gender dan kelompok usia. Keterkaitan antara gaya, dimensi, dan
status identitas remaja juga ditemukan pada konteks Indonesia.
Kata kunci: dimensi identitas, gaya identitas, pembentukan identitas, status identitas
sosialisasi untuk setiap gender pada setiap masalah yang konkret bagi remaja Indo-
masyarakat (Lee & Beckert, 2012). Adanya nesia (Sarwono, 2013).
peran gender laki-laki dan perempuan
menunjukkan perbedaan norma sosial dan Pembentukan Identitas: Gaya, Dimensi, dan
harapan budaya terhadap laki-laki dan Status Identitas
perempuan (Möller-Leimkühler, 2003).
Pembentukan identitas digambarkan
Mayoritas remaja Indonesia tumbuh dan
sebagai interaksi dari dua dinamika yaitu
berkembang dalam keluarga patrilineal
pencapaian identitas dan kebingungan
(Utomo, 2006). Jenis kelamin biasanya
identitas (Erikson, 1950, 1968). Pencapaian
memengaruhi peran dan tanggung jawab
identitas menggambarkan individu yang
anak di dalam keluarga (Hidajadi, 2001;
mampu melakukan pengaturan diri terha-
Shwalb dkk., 2010). Anak laki-laki memi-
dap identifikasi diri yang ideal, sedangkan
liki tanggung jawab besar melanjutkan
kebingungan identitas merupakan keti-
garis keluarga sehingga seolah lebih
dakmampuan untuk mengembangkan
diperhatikan orang tua daripada anak
identifikasi diri yang dapat diterapkan
perempuan. Anggapan bahwa anak laki-
sebagai bentuk identitas orang dewasa
laki adalah penerus garis keluarga telah
(Schwartz, 2001). Sebagai upaya meng-
membuat posisi anak perempuan menjadi
operasionalkan pencapaian dan kebi-
tidak menguntungkan (Hidajadi, 2001).
ngungan identitas, beberapa peneliti
Selain perbedaan gender, perbedaan mengembangkan model pembentukan
kelompok usia juga dapat menyebabkan identitas, misalnya gaya identitas
perbedaan pembentukan identitas (Berzonsky, 1989), tiga faktor dimensi
(Berzonsky, 2011; Klimstra, Hale, identitas (Crocetti, Rubini, & Meeus, 2008),
Raaijmakers, Branje, & Meeus, 2010; dan status identitas (Marcia, 1966).
Kroger, Martinussen, & Marcia, 2010).
Model gaya identitas menggambarkan
Kroger dan Marcia (2011) menjelaskan
pendekatan individu dalam mengeks-
bahwa pembentukan identitas yang
plorasi alternatif dan membuat keputusan
optimal berkaitan dengan kesempatan
tentang identitas (Berzonsky, 1989). Model
yang dimiliki individu untuk berperan
gaya identitas terdiri dari tiga pendekatan
sebagai individu yang dewasa. Remaja
pemrosesan identitas yaitu gaya informa-
Indonesia akan mendapatkan kesempatan
tif, normatif, dan menunda-menghindar
untuk berperan sebagai individu yang
(Berzonsky, 2004, 2011). Individu dengan
dewasa saat memasuki masa remaja akhir
gaya informatif secara sengaja mencari,
yaitu sekitar usia 18-21 tahun. Pada masa
mengolah, dan mengevaluasi informasi
remaja akhir, remaja Indonesia pada
yang relevan dengan identitas. Individu
umumnya sudah lulus sekolah menengah
dengan gaya normatif akan melakukan
dan masuk perguruan tinggi. Ketika
internalisasi dan mematuhi tujuan, nilai-
remaja Indonesia masuk perguruan tinggi,
nilai, dan petunjuk dari orang lain yang
tidak sedikit dari mereka yang harus
signifikan dengan cara yang relatif oto-
berpisah dengan orang tua agar dapat
matis sehingga akan membuat komitmen
melanjutkan pendidikan di perguruan
yang terlalu dini tanpa melakukan
tinggi yang sesuai dengan minat dan
evaluasi dan pertimbangan. Individu
kemampuan. Pada masa remaja akhir
dengan gaya menunda-menghindar
pula, masalah mencari pekerjaan menjadi
menunjukkan keengganan untuk
(2008) yaitu komitmen, eksplorasi menda- kur status identitas yang dikonseptuali-
lam, dan peninjauan kembali komitmen. sasikan oleh Marcia (1966) yaitu diffusion,
Respons pada U-MICS menggunakan lima foreclosure, moratorium, dan achievement
pilihan respons skala Likert mulai dari 1 berdasarkan eksplorasi dan komitmen.
(sangat tidak sesuai) sampai 5 (sangat EIPQ digunakan untuk mengukur
sesuai). Aitem U-MICS berjumlah 26 aitem eksplorasi dan komitmen pada delapan
yang terdiri dari tiga sub skala yaitu domain identitas yaitu empat domain
komitmen (10 aitem), eksplorasi menda- ideologi (politics, religion, occupation, dan
lam (10 aitem), dan peninjauan kembali values) dan empat domain interpersonal
komitmen (6 aitem). Model pengukuran (friendships, dating, sex roles, dan family).
U-MICS melibatkan 9 paket dengan Respons pada EIPQ menggunakan enam
masing-masing sub skala terdiri dari 3 pilihan respons skala Likert mulai dari 1
paket untuk sub skala komitmen, (sangat tidak sesuai) sampai 6 (sangat
eksplorasi mendalam, dan peninjauan sesuai). Aitem EIPQ berjumlah 32 aitem
kembali komitmen. Secara khusus, sub yang terdiri dari 16 aitem yang mengukur
skala komitmen dan eksplorasi mendalam eksplorasi dan 16 aitem yang mengukur
masing-masing terdiri dari 1 paket yang komitmen. Model pengukuran dari EIPQ
berisi 4 aitem dan 2 paket yang berisi 3 disusun dengan melibatkan 8 paket yang
aitem sedangkan sub skala peninjauan mewakili dua sub skala yaitu eksplorasi
kembali komitmen terdiri dari 3 paket dan komitmen. Baik sub skala eksplorasi
yang berisi 2 aitem. maupun komitmen memiliki 4 paket
Model pengukuran U-MICS memiliki dengan masing-masing paket berisi 4
reliabilitas komposit sebesar 0,865 untuk aitem.
sub skala komitmen, 0,709 untuk sub skala Reliabilitas komposit dari model
eksplorasi mendalam, dan 0,802 untuk sub pengukuran EIPQ menunjukkan relia-
skala peninjauan kembali komitmen. bilitas komposit sebesar 0,710 untuk sub
Validitas konvergen dari model pengu- skala eksplorasi dan 0,705 untuk sub skala
kuran U-MICS menunjukkan bahwa komitmen. Validitas konvergen dari
semua paket secara signifikan mampu model pengukuran EIPQ menunjukkan
mengukur konstruk latennya dengan bahwa semua paket secara signifikan
muatan faktor mulai dari 0,595 sampai mampu mengukur konstruk latennya
0,869. Evaluasi mengenai validitas diskri- dengan muatan faktor mulai dari 0,502
minan dari model pengukuran U-MICS sampai 0,691. Validitas diskriminan dari
menunjukkan bahwa semua paket memi- model pengukuran EIPQ menunjukkan
liki muatan faktor (mulai dari 0,696 bahwa semua paket memiliki muatan
sampai 0,868) yang lebih tinggi dibanding- faktor (mulai dari 0,622 sampai 0,801)
kan muatan silangnya (mulai dari -0,141 yang lebih tinggi dibandingkan muatan
sampai 0,293). Model pengukuran UMICS silangnya (mulai dari -0,096 sampai 0,223).
nilai CFI sebesar 0,960, GFI sebesar 0,959, Model pengukuran EIPQ memiliki nilai
dan RMSEA sebesar 0,075. CFI sebesar 0,923, GFI sebesar 0,960, dan
RMSEA sebesar 0,078.
Status identitas
Teknik Analisis Data
Ego Identity Process Questionnaire
(EIPQ; Balistreri, Busch-Rossnagel, & Data gaya dan dimensi identitas
Geisinger, 1995) digunakan untuk mengu- berupa data interval yang merupakan skor
Tabel 1
Rata-rata (dan standar deviasi) skor gaya identitas ditinjau dari gender
Gender
Gaya Identitas F
Laki-laki Perempuan
Informatif 35,21 (4,33) 35,69 (3,51) 1,624
Normatif 30,57 (3,91) 30,32 (3,39) 0,581
Menunda-menghindar 25,46 (5,00) 24,33 (4,55) 6,314*
* p < 0,05 *** p < 0,01 *** p < 0,001
Tabel 2
Rata-rata (dan standar deviasi) skor dimensi identitas ditinjau dari gender
Gender
Dimensi Identitas F
Laki-laki Perempuan
Komitmen 38,73 (5,82) 39,73 (4,49) 4,115**
Eksplorasi mendalam 35,93 (4,79) 37,36 (3,76) 12,726***
Peninjauan kembali komitmen 18,76 (3,47) 17,56 (3,36) 14,042***
*** p < 0,05 *** p < 0,01 *** p < 0,001
Perbedaan Gaya, Dimensi, dan Status Pada dimensi identitas, hasil analisis
Identitas ditinjau dari Kelompok Usia MANOVA menunjukkan adanya perbe-
daan skor dimensi identitas ditinjau dari
Berdasarkan analisis MANOVA
kelompok usia (Wilks’ λ = 0,920, F = 6,265,
diketahui bahwa terdapat perbedaan skor
p < 0,001). Hasil analisis univariat (Tabel 4)
gaya identitas ditinjau dari kelompok usia
menunjukkan bahwa tidak terdapat
(Wilks’ λ = 0,929, F = 5,489, p < 0,001).
perbedaan antara remaja awal, tengah,
Hasil analisis univariat (Tabel 3) menun-
serta akhir pada skor komitmen (F = 1,467,
jukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
p > 0,05) dan peninjauan kembali komit-
antara remaja awal, tengah, serta akhir
men (F = 3,022, p > 0,05), tetapi ada perbe-
pada skor gaya informatif (F = 0,904, p >
daan pada skor eksplorasi mendalam (F =
0,05) dan menunda-menghindar (F = 0,011,
8,784, p < 0,001). Remaja tengah memiliki
p > 0,05), sedangkan pada skor gaya
skor eksplorasi mendalam yang lebih
normatif ditemukan perbedaan antara
tinggi dibandingkan dengan remaja awal
remaja awal, tengah, dan akhir (F = 10,617,
dan akhir.
p < 0,001). Remaja awal memiliki skor
gaya normatif yang lebih tinggi diban-
dingkan dengan remaja tengah dan akhir.
Tabel 3
Rata-rata (dan standar deviasi) skor gaya identitas ditinjau dari kelompok usia
Kelompok Usia Remaja
Gaya Identitas F
Awal Tengah Akhir
Informatif 35,13 (3,55) 35,47 (4,41) 35,75 (3,84) 0,904
Normatif 31,54 (3,43) 29,79 (3,56) 30,00 (3,76) 10,617***
Menunda-menghindar 24,93 (4,98) 24,89 (4,39) 24,85 (5,05) 0,011
*** p < 0,05 *** p < 0,01 *** p < 0,001
Tabel 4
Rata-rata (dan standar deviasi) skor dimensi identitas ditinjau dari kelompok usia
Kelompok Usia Remaja
Dimensi Identitas F
Awal Tengah Akhir
Komitmen 39,77 (5,64) 38,74 (4,83) 39,19 (5,13) 1,467
Eksplorasi mendalam 35,83 (3,69) 37,80 (4,71) 36,31 (4,40) 8,784***
Peninjauan kembali komitmen 17,65 (3,54) 18,61 (3,21) 18,23 (3,58) 3,022
*** p < 0,05 *** p < 0,01 *** p < 0,001
Tabel 5
Persentase status identitas ditinjau dari kelompok usia
Kelompok Usia Remaja
Status Identitas
Awal Tengah Akhir
Diffusion 29,33% 20,67% 14,00%
Foreclosure 32,00% 21,33% 27,33%
Moratorium 12,00% 32,67% 26,00%
Achievement 26,67% 25,33% 32,67%
Tabel 6
Korelasi bivariat antara gaya dan dimensi identitas
Dimensi Identitas
Gaya Identitas
Komitmen Eksplorasi mendalam Peninjauan kembali komitmen
Informatif 0,468*** 0,524*** 0,173***
Normatif 0,356*** 0,198*** 0,069
Menunda-menghindar -0,198*** -0,108* 0,181***
* p < 0,05 *** p < 0,01 *** p < 0,001
Hubungan antara gaya dan status identitas dari anak laki-laki lebih banyak dilatih
untuk pekerjaan yang dilakukan di luar
Hasil korelasi bivariat menunjukkan
rumah sedangkan anak perempuan dilatih
bahwa gaya informatif memiliki hubung-
untuk melakukan tugas-tugas rumah
an positif dengan status moratorium (r =
tangga (Suardiman, 2011). Dengan
0,105, p < 0,05) dan achievement (r = 0,192,
demikian, remaja laki-laki diprediksi akan
p < 0,001), tetapi berhubungan negatif
memiliki lebih banyak kesempatan untuk
dengan status diffusion (r = -0,263, p <
mengeksplorasi identitasnya daripada
0,001). Gaya normatif berhubungan positif
remaja perempuan. Namun sebaliknya,
dengan status foreclosure (r = 0,096, p <
temuan penelitian ini mengindikasikan
0,05) dan achievement (r = 0,119, p < 0,05),
bahwa remaja laki-laki dan perempuan
tetapi memiliki hubungan negatif dengan
memiliki kesempatan yang sama dalam
status diffusion (r = -0,125, p < 0,01) dan
proses pembentukan identitas, bahkan
moratorium (r = -0,106, p < 0,05). Hasil
remaja perempuan dapat lebih mengopti-
korelasi bivariat juga menunjukkan bahwa
malkan kesempatan tersebut dibanding-
gaya menunda-menghindar berhubungan
kan dengan laki-laki.
positif dengan status diffusion (r = 0,205,
p < 0,001), tetapi memiliki hubungan Temuan ini tidak terlepas dari moder-
negatif dengan status foreclosure (r = -0,098, nisasi dan perubahan konstruksi sosial
p < 0,05) dan achievement (r = -0,107, p < mengenai peran laki-laki dan perempuan
0,05). Hasil korelasi bivariat antara gaya di Indonesia yang berusaha mewujudkan
dan status identitas dapat dilihat pada kesetaraan gender dalam berbagai bidang.
tabel 7. Berry, Poortinga, Segall, dan Dasen (2002)
menjelaskan bahwa konstruksi sosial
memengaruhi variasi peran gender laki-
Diskusi
laki dan perempuan berdasarkan waktu
Temuan mengenai perbedaan gender dan budaya. Perubahan peran gender di
pada gaya, dimensi, dan status identitas Indonesia tergambarkan dari kegiatan
menggambarkan kesempatan yang dimi- remaja perempuan pada tahun 1961 yang
liki remaja laki-laki dan perempuan dalam lebih banyak mengurus rumah tangga dan
proses pembentukan identitas. Kondisi menikah berubah menjadi lebih banyak
remaja Indonesia yang mayoritas tumbuh menempuh pendidikan dan bekerja pada
dan berkembang dalam keluarga tahun 2000 (Adioetomo, 2006). Perubahan
patrilineal membuat laki-laki dan perem- ini tidak terlepas dari perubahan yang
puan mendapatkan perlakuan yang terjadi dalam sistem sosial, misalnya
berbeda yang lebih menguntungkan laki- keluarga dan sekolah. Pada lingkungan
laki (Hidajadi, 2001). Hal ini tergambarkan keluarga, orang tua mulai memberikan
Tabel 7
Korelasi bivariat antara gaya dan status identitas
Status Identitas
Gaya Identitas
Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement
Informatif -0,263*** -0,053 0,105* 0,192***
Normatif -0,125** 0,096* -0,106* 0,119*
Menunda-menghindar 0,205*** -0,098* -0,019 -0,107*
* p < 0,05 *** p < 0,01 *** p < 0,001
kesempatan yang sama untuk anak laki- mematuhi keinginan atau harapan orang
laki dan perempuan untuk memilih tua dan mengabaikan keinginan priba-
pendidikan dan pekerjaan. Pada ling- dinya (Nilan, Parker, Bennett, & Robinson,
kungan sekolah, siswa memperoleh 2011). Selain itu, berbagai domain identitas
pengetahuan baik secara langsung mau- (misalnya karier) belum menjadi masalah
pun tidak langsung tentang kesetaraan konkret bagi remaja awal di Indonesia
gender melalui kurikulum, buku teks, dan yang pada umumnya masih menempuh
proses pembelajaran (Analytical and pendidikan di Sekolah Menengah Pertama
Capacity Development Partnership, 2013). (Sarwono, 2013).
Perbedaan pencapaian pembentukan Remaja tengah di Indonesia yang
identitas antara remaja laki-laki dan pada umumnya sedang menempuh
perempuan dapat disebabkan remaja pendidikan di Sekolah Menengah Atas
perempuan memiliki prioritas yang lebih mulai mempersiapkan diri terkait dengan
tinggi pada domain karier, politik, agama, berbagai domain identitas (misalnya
hubungan interpersonal, dan peran gender karier). Mereka mulai mencari informasi
dibandingkan dengan laki-laki (Alberts, sebanyak mungkin mengenai jurusan di
Mbalo, & Ackermann, 2003; Sandhu, 2006). perguruan tinggi atau pekerjaan yang
Prioritas tersebut memengaruhi remaja sesuai minat dan potensi yang dimiliki
perempuan mencari informasi tambahan (Sarwono, 2013). Pada tahapan usia remaja
untuk mengevaluasi komitmen yang tengah, remaja memang cenderung
sudah dipilih supaya semakin sesuai menggunakan gaya kognitif yang ber-
dengan tujuan dan potensi yang dimiliki orientasi pada informasi dengan mulai
(Crocetti dkk., 2008; Crocetti, Schwartz, mencari dan mengumpulkan informasi
Fermani, Klimstra, & Meeus, 2012). mengenai berbagai domain identitas
Kurangnya prioritas bagi remaja laki-laki (Crocetti dkk., 2009, 2012) dan fokus pada
pada berbagai domain identitas menye- pengalaman yang mereka miliki (Stephen,
babkan mereka kurang memiliki informasi Fraser, & Marcia, 1992).
mengenai alternatif identitas yang sesuai Berbeda dengan remaja awal dan
dengan tujuan dan potensi yang dimiliki. tengah, berbagai domain identitas
Hal ini yang menyebabkan remaja laki-laki (misalnya karier) sudah menjadi masalah
memiliki identitas yang tidak stabil konkret bagi remaja akhir di Indonesia
sehingga selalu mempertimbangkan untuk (Sarwono, 2013). Kondisi ini tidak terlepas
memilih komitmen yang lain ketika dari remaja akhir di Indonesia yang pada
komitmen yang dipilih tidak lagi memuas- umumnya sedang menempuh pendidikan
kan (Berzonsky dkk., 2013; Crocetti, di perguruan tinggi. Hal ini menggam-
Klimstra, Hale, Koot, & Meeus, 2013). barkan bahwa mereka telah mengambil
Temuan mengenai perbedaan gaya, keputusan mengenai pilihan karier yang
dimensi, dan status identitas ditinjau dari sesuai dengan minat dan kemampuan
kelompok usia menggambarkan peru- berdasarkan informasi yang diperoleh
bahan pembentukan identitas pada masa sebelumnya. Remaja akhir mampu menca-
remaja yang sesuai dengan kondisi di pai level tertinggi dalam mengintegrasikan
Indonesia. Remaja awal di Indonesia berbagai dimensi identitas karena mereka
masih tergantung pada keluarga dan lebih mampu berpikir rasional dan
diperlakukan sebagai individu yang mengambil keputusan yang tepat, serta
belum dewasa sehingga mereka akan
memiliki lebih banyak pengalaman (Boyes Indonesia. Remaja dengan gaya informatif
& Chandler, 1992; Phinney, 2008). akan menunjukkan komitmen, eksplorasi
Hubungan antara gaya, dimensi, dan mendalam, dan peninjauan kembali
status identitas menunjukkan keterkaitan komitmen serta berada pada status
model pembentukan identitas remaja pada moratorium atau achievement, remaja
konteks Indonesia. Remaja Indonesia pada dengan gaya normatif akan menunjukkan
umumnya tinggal dalam keluarga besar komitmen dan eksplorasi mendalam serta
dengan orang tua cenderung dominan berada pada status foreclosure, sedangkan
terhadap anak (Sarwono, 2013; Suardiman, remaja dengan gaya menunda-meng-
2011). Dominasi orang tua terhadap anak hindar akan menunjukkan peninjuan
tergambarkan melalui kecenderungan kembali komitmen dan berada pada status
orang tua memberikan aturan atau diffusion.
batasan yang mengatur perilaku anak
(Suardiman, 2011). Kondisi ini mengarah- Kesimpulan
kan remaja Indonesia cenderung mema-
tuhi keinginan atau harapan orang tua dan Kesimpulan dari penelitian ini adalah
mengabaikan keinginan pribadinya (Nilan model gaya, dimensi, dan status identitas
dkk., 2011). Mematuhi keinginan orang dapat digunakan untuk memahami pem-
tua telah dianggap sebagai perwujudan bentukan identitas remaja pada konteks
rasa hormat dari seorang anak terhadap Indonesia. Pada konteks Indonesia, remaja
orang tuanya pada masyarakat Indonesia laki-laki dan perempuan memiliki kesem-
sebagai bentuk interdependensi diri yang patan yang sama dalam pembentukan
bersifat hirarkhis (Moffatt, 2012; Sartana & identitas, bahkan remaja perempuan dapat
Helmi, 2014; Suardiman, 2011). Selain itu, lebih mengoptimalkannya. Seiring dengan
kepatuhan anak terhadap keinginan dan bertambahnya usia, remaja pada konteks
petunjuk orang tua akan menjadi Indonesia dapat mencapai pembentukan
kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi identitas yang optimal. Sesuai dengan
orang tua (Suardiman, 2011). kemampuan adaptasi terhadap konteks
yang dihadapi, remaja pada konteks
Meskipun ada kecenderungan remaja
Indonesia dapat menggunakan berbagai
Indonesia untuk patuh terhadap keinginan
gaya identitas yang berkaitan erat dengan
dan petunjuk orang tua, namun penelitian
dimensi dan status identitas sebagai satu
ini menunjukkan bahwa remaja Indonesia
kesatuan komponen pembentukan
tidak hanya menggunakan gaya normatif
identitas.
tetapi juga menggunakan gaya informatif
dan menunda-menghindar. Hal ini
Saran
disebabkan karena adanya kemungkinan
remaja untuk mematuhi, berkompromi, Saran untuk penelitian selanjutnya
maupun mempertimbangkan harapan adalah perlu mempertimbangkan konteks
orang tua dan tuntutan masyarakat ketika yang lebih spesifik (misalnya domisili
mengambil keputusan terkait dengan tempat tinggal dan budaya) serta perlu
berbagai domain identitas (Marcia, 1966, mengeksplorasi faktor-faktor yang
1993). Sesuai dengan hasil penelitian, memengaruhi pembentukan identitas agar
penggunaan gaya identitas yang berbeda dapat memahami pembentukan identitas
dapat menunjukkan perbedaan dimensi remaja pada konteks Indonesia secara
dan status identitas remaja pada konteks lebih komprehensif.
looking towards the future. Journal of around the world: An overview. New
Youth Studies, 14(6), 709–728. Directions for Child and Adolescent
http://doi.org/10.1080/13676261.2011.5 Development, (138), 1–18.
80523 http://doi.org/10.1002/cad.20019
Phinney, J. S. (2005). Ethnic identity in late Shwalb, D. W., Shwalb, B. J., Nakazawa, J.,
modern times: A response to Rattansi Hyun, J.-H., Le, H. Van, &
and Phoenix. Identity, 5(2), 187–194. Satiadarma, M. P. (2010). East and
http://doi.org/10.1207/s1532706xid050 Southeast Asia: Japan, South Korea,
2_7 Vietnam, and Indonesia. In Handbook
Phinney, J. S. (2008). Bridging identities of Cultural Developmental Scienc (pp.
and disciplines: Advances and 445–464). New York: Psychology
challenges in understanding multiple Press.
identities. New Directions for Child and Stephen, J., Fraser, E., & Marcia, J. E.
Adolescent Development, (120), 97–109. (1992). Moratorium-achievement
http://doi.org/10.1002/cd.218 (MAMA) cycles in lifespan identity
Sandhu, D. (2006). Gender differences in development: Value orientations and
adolescent identity formation. reasoning system correlates. Journal of
Pakistan Journal of Psychological Adolescence, 15(3), 283–300. Retrieved
Research, 21(1–2), 29–40. from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
Santrock, J. W. (2011). Life-span development
d/1447414
(13th ed.). New York: McGraw-Hill.
Suardiman, S. P. (2011). Psikologi usia
Sartana, & Helmi, A. F. (2014). Konsep diri
lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada
remaja Jawa saat bersama teman.
University Press.
Jurnal Psikologi, 41(2), 190–204.
Utomo, I. D. (2006). Kehidupan
Sarwono, S. W. (2013). Psikologi remaja edisi
perempuan: Lima puluh tahun
revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
perubahan dan kontinuitas. In T. H.
Schwartz, S. J. (2001). The evolution of Hull (Ed.), Masyarakat, kependudukan,
Eriksonian and Neo-Eriksonian dan kebijakan di Indonesia (pp. 85–154).
identity theory and research: A Jakarta: PT Equinox Publishing
review and integration. Identity, 1(1), Indonesia.
7–58.
Vleioras, G., & Bosma, H. A. (2005). Are
http://doi.org/10.1207/S1532706XSCH
identity styles important for
WARTZ
psychological well-being? Journal of
Schwartz, S. J., & Montgomery, M. J. Adolescence, 28(3), 397–409.
(2002). Similarities or differences in http://doi.org/10.1016/j.adolescence.20
identity development? The impact of 04.09.001
acculturation and gender on identity
Wängqvist, M., & Frisén, A. (2013).
process and outcome. Journal of Youth
Swedish 18-year-olds’ identity
and Adolescence, 31(5), 359–372.
formation: Associations with feelings
http://doi.org/10.1023/A:101562860855
about appearance and internalization
3
of body ideals. Journal of Adolescence,
Schwartz, S. J., Zamboanga, B. L., Meca, 36(3), 485–493.
A., & Ritchie, R. A. (2012). Identity http://doi.org/10.1016/j.adolescence.20