Sei sulla pagina 1di 18

Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/akp.v16n1.2018.

1-18 1

EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS


SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN PANGAN NON-TUNAI (BPNT)

Effectiveness and Perspective of Rice for the Poor and Non-Cash


Food Assistance (BPNT) Programs
Benny Rachman1*, Adang Agustian1, Wahyudi2
1PusatSosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia
2Badan Ketahanan Pangan, Kementerian pertanian

Jln. Harsono RM. No. 3, Jakarta 12550, DKI Jakarta, Indonesia


*Korespondensi penulis. E-mail: bn_rachman@yahoo.com

Naskah diterima: 28 Maret 2018 Direvisi: 17 April 2018 Disetujui terbit: 25 Juni 2018

ABSTRACT

Rice for the Poor (Rastra) and Non-Cash Food Assistance (BPNT) Programs are among the policy instruments
for poverty alleviation. Rastra, formerly a subsidy policy, was partly transformed into assistance design through
BPNT Program since 2017. This study aims to assess effectiveness of Rastra and BPNT in terms of 6R aspects,
i.e. Right Target, Right Amount, Right Price, Right Time, Right Quality, and Right Administration. Primary data were
collected from sample cities implementing these programs. This study used both quantitative and qualitative
approaches. It is necessary to improve target beneficiaries, assistance receiving time, rice quality, and e-warong
readiness. As instruments of poverty alleviation, Rastra and BPNT were implemented in an integrated manner
based on the surplus and deficit areas. Subsidy design (Rastra) transformation into non-cash food assistance
(BPNT) should be implemented gradually. Bulog needs to improve farmers’ rice purchase and to increase
government’s rice reserve.
Keywords: program effectiveness, Rastra, BPNT, Rice

ABSTRAK

Program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) merupakan salah satu instrumen
kebijakan penting dalam penanggulangan kemiskinan bagi masyarakat miskin berpenghasilan rendah. Sesuai
arahan Presiden RI tentang bantuan sosial dan keuangan inklusif, maka sejak tahun 2017 Rastra yang merupakan
kebijakan subsidi sebagian ditransformasi menjadi pola bantuan melalui Program BPNT. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji efektivitas pelaksanaan Rastra dan BPNT (aspek 6T: Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga,
Tepat Waktu, Tepat Kualitas, dan Tepat Administrasi) dan merumuskan saran kebijakan perbaikan pelaksanaan
Rastra dan BPNT. Cakupan kajian dan data yang digunakan adalah pada tingkat nasional dengan keterwakilan
dari masing-masing kota pelaksana program. Metode kajian menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif.
Pelaksanaan Rastra dan BPNT dipandang perlu dilakukan perbaikan dari sisi sasaran penerima, waktu penerimaan
bantuan, kualitas beras, dan kesiapan e-warong di semua wilayah. Sebagai instrumen penanggulangan
kemiskinan, Rastra dan BPNT dilaksanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan wilayah surplus dan
deficit. Proses transformasi pola subsidi (Rastra) menjadi pola bantuan pangan (BPNT) juga harus dilakukan secara
bertahap sesuai kesiapan infrastrukturnya. Selain itu mengingat kebijakan Rastra dan BPNT sangat terkait dengan
peran dan kapasitas Bulog dalam melakukan serapan gabah-beras dari petani dan menjaga stabilisasi harga beras,
maka pemerintah perlu meningkatkan Cadangan Beras Pemerintah.
Kata kunci: efektivitas program, Rastra, BPNT, Beras

PENDAHULUAN akses masyarakat terhadap pangan, pemerintah


menggunakan berbagai program dan stimulus.
Salah satunya adalah Program Beras Sejahtera
Kemiskinan dan Kerentanan Pangan di
(Rastra, yang sebelumnya disebut Raskin).
Indonesia merupakan tantangan yang dihadapi
pemerintah dari masa ke masa. Kemiskinan Program Rastra merupakan implementasi
merupakan masalah kompleks yang memerlukan dari Instruksi Presiden tentang kebijakan
penanganan dan program secara terpadu dan perberasan nasional. Presiden menginstruksi-
berkelanjutan (Bappenas, 2017). Dalam upaya kan kepada Menteri dan Kepala Lembaga
mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan Pemerintah Non-Kementerian tertentu, serta
2 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh yang bekerjasama dengan bank. Pelaksanaan


Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan Program BPNT tahun 2017, dianggap sebagai
pendapatan petani, ketahanan pangan, pilot project dan akan diperluas pada tahun
pengembangan ekonomi perdesaan dan berikutnya jika pelaksanaannya telah efektif dan
stabilitas ekonomi nasional. Secara khusus sekaligus sebagai upaya transformasi kebijakan
kepada Perum BULOG diinstruksikan untuk dari pola subsidi (Rastra) menjadi pola bantuan
menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi pangan (BPNT) secara nasional.
bagi kelompok masyarakat berpendapatan
Inisiatif penyaluran bantuan pangan secara
rendah, yang penyediaannya mengutamakan
nontunai yang dilaksanakan pada tahun 2017
pengadaan gabah/beras dari petani dalam
baru dilakukan pada 44 Kota terpilih yang
negeri.
memiliki akses dan fasilitas memadai,
Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok sedangkan sisanya masih menggunakan pola
masyarakat berpendapatan rendah bertujuan natura (Rastra). Tujuan Program BPNT
untuk mengurangi beban pengeluaran para sebenarnya untuk mengurangi beban
Keluarga Sasaran Penerima Manfaat (KPM) pengeluaran KPM melalui pemenuhan sebagian
melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan kebutuhan pangan, memberikan nutrisi yang
beras (TNP2K 2017). Selain itu juga untuk lebih seimbang kepada KPM, meningkatkan
meningkatkan akses masyarakat berpendapatan ketepatan sasaran dan waktu penerimaan
rendah dalam pemenuhan kebutuhan pangan Bantuan Pangan bagi KPM, memberikan lebih
pokok sebagai salah satu hak dasarnya. Adapun banyak pilihan dan kendali kepada KPM dalam
sasaran Program Rastra adalah berkurangnya memenuhi kebutuhan pangan, dan Mendorong
beban pengeluaran KPM dalam mencukupi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
kebutuhan pangan beras melalui penyaluran (Sustainable Development Goals/ SDGs).
beras bersubsidi dengan alokasi sebanyak 15
Pelaksanaan program Rastra dan BPNT tentu
kg/KPM/bulan atau sesuai dengan kebijakan
tidak bisa dibandingkan secara langsung karena
pemerintah pusat (Kemensos 2016).
program Rastra merupakan keberlanjutan dari
Selanjutnya, untuk meningkatkan efektifitas program raskin yang sudah enam belas tahun
dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan berjalan, sementara BPNT baru sebagai program
sosial serta mendorong keuangan inklusif, percontohan. Oleh karenanya, tulisan ini
Presiden Republik Indonesia (RI) pada Rapat dimaksudkan untuk melihat sejauh mana
Kabinet Terbatas tentang Keuangan Inklusif efektivitas pelaksanaan program Rastra dan
tanggal 26 April 2016 memberikan arahan agar BPNT (kelebihan dan kekurangannya) sehingga
bantuan sosial dan subsidi disalurkan secara dapat diketahui program yang lebih efektif.
nontunai. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Sehubungan dengan hal tersebut diatas,
Presiden (Perpres) no. 82 Tahun 2016 tentang
kajian ini bertujuan untuk mengkaji: kinerja
Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang
pelaksanaan program Rastra dan BPNT,
menyatakan bahwa strategi pengelolaan
efektivitas pelaksanaan Rastra dan BPNT (aspek
keuangan dan keterhubungan masyarakat
6 Tepat, yaitu: Tepat Sasaran, Tepat Jumlah,
dengan perbankan merupakan upaya untuk
Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Kualitas, dan
mempercepat pengentasan kemiskinan. Saat ini
Tepat Administrasi), dan merumuskan saran
strategi tersebut dilaksanakan melalui
kebijakan perbaikan pelaksanaan Rastra dan
penyaluran program bantuan sosial secara
BPNT. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat
nontunai kepada para penerima bantuan.
bagi para pemangku kepentingan untuk lebih
Sesuai hasil rapat terbatas tertanggal 16 memahami permasalahan pelaksaan Program
Maret 2016 tentang Program Penanggulangan Rastra dan BPNT secara komprehensif sehingga
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi, dapat dirumuskan kebijakan program
disepakati bahwa mulai Tahun Anggaran 2017 penanggulangan kemiskinan kedepan yang lebih
penyaluran manfaat raskin (yang kemudian baik.
disebut Bantuan Pangan Non-Tunai/BPNT)
dilakukan melalui mekanisme nontunai METODOLOGI
(menggunakan teknologi e-voucher) sehingga
dapat tepat sasaran dan lebih mudah terjangkau.
Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) adalah Kerangka Pemikiran
bantuan sosial pangan dalam bentuk nontunai
dari pemerintah yang diberikan kepada KPM Ketidakstabilan produksi pangan dan
setiap bulannya melalui mekanisme akun kecenderungan harga bahan pangan yang
elektronik yang digunakan hanya untuk membeli semakin meningkat berakibat semakin sulitnya
bahan pangan di pedagang pangan/e-warong akses memperoleh pangan dan meningkatnya
EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 3
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

inflasi sehingga makin tergerusnya pendapatan parsial maka dampak dari program tidak akan
masyarakat miskin yang akhirnya akan mencapai tujuannya. Program in-kind transfer
menambah jumlah masyarakat miskin baik di (Program Raskin) dan program cash-transfer
perkotaan maupun di perdesaan (Suryana, (Program BLT) memiliki dampak yang berbeda
2013). Untuk mengantisipasi hal tersebut, terhadap penanggulangan kemiskinan. Namun,
pemerintah secara berkesinambungan hasil interaksi antara kedua program tersebut
memberikan bantuan kepada masyarakat miskin mampu menurunakan tingkat kemiskinan. Cunha
baik berupa bantuan uang atau pangan. et al. (2011) menyebutkan bahwa program in-
Pemerintah terus berupaya memperbaiki kind transfer akan menyebabkan peningkatan
berbagai program bantuan yang diberikan agar konsumsi barang-barang tertentu karena harga
dapat tepat sasaran, efektif dan mampu pada tingkat lokal akan menurun. Sedangkan,
memberikan dampak yang signifikan dalam program cash transfer akan menyebabkan
mengurangi jumlah penduduk miskin. Beberapa peningkatan harga pada tingkat lokal. Namun,
program bantuan pemerintah seperti bantuan jika dilihat dari efektifitas penggunaan biaya,
langsung pemerintah, bantuan beras untuk maka program cash transfer lebih baik
rakyat miskin, bantuan beras untuk dibandingkan dengan in-kind transfer (Currie and
kesejahteraan rakyat, bantuan pangan secara Gahvari 2008; Grosh et al. 2008).
nontunai, dan subsidi input pertanian diarahkan
Pada Gambar 1, disajikan pengaruh Subsidi
untuk membantu meningkatkan kesejahteraan
pada keseimbangan pasar (market equilibrium).
masyarakat (Ariani 2010).
Pada gambar tersebut terlihat bahwa Harga (P)
Bantuan dalam bentuk program seperti akan bergeser menjadi P’ ketika adanya subsidi
halnya Rastra dan BPNT untuk masyarakat pemerintah yang akan menimbulkan supply
penerima diberikan dengan harga yang disubsidi. bertambah dan jumlah barang (Q) akan
Menurut Suparmoko (2003), subsidi (transfer) meningkat sehingga jumlah masyarakat yang
adalah salah satu bentuk pengeluaran menikmati juga akan bertambah. Dengan
pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak demikian ketika pemerintah memutuskan untuk
negatif yang akan menambah pendapatan memberikan subsidi sebesar P–P’ maka total
mereka yang menerima subsidi atau mengalami biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk
peningkatan pendapatan riil apabila mereka subsidi adalah sebesar area P-E-E’-P’,
mengkonsumsi atau membeli barang-barang sedangkan keuntungan yang didapatkan adalah
yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga sebesar area F–E’–Q-Q’, sehingga untuk dapat
jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam mengetahui apakah subsidi tersebut merupakan
dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang sebuah solusi yang tepat adalah ketika
(cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang keuntungan yang didapat lebih besar dari biaya
atau subsidi innatura (in kind subsidy). yang dikeluarkan untuk subsidi.
Menurut Allo (2016) bahwa Kebijakan Dalam pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan harus dilakukan tersebut kerapkali dihadapkan pada berbagai
secara terintegrasi, karena jika dilakukan secara masalah, khususnya terkait tidak tepat waktu

Gambar 1. Keseimbangan pasar setelah adanya subsidi


4 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

penerimaan, salah sasaran, jumlah bantuan sejak bulan Februari 2017. Dengan telah
yang diberikan secara merata (KPK 2016) dilaksanakannya penyaluran Rastra dan BPNT,
sehingga tidak lagi mengenal kaya dan miskin perlu dilakukan telaahan kajian terhadap
karena semua diberi bantuan, adanya biaya- pelaksanaan Rastra dan BPNT, guna
biaya tambahan dalam penerimaan bantuan dan merumuskan alternatif kebijakan perbaikan untuk
lain sebagainya. meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program
Rastra dan BPNT tersebut (Gambar 2).
Untuk itu pemerintah meluncurkan program
bantuan terbaru bertajuk Bantuan Pangan Non-
Tunai (BPNT) yang merupakan transformasi dari Lingkup Bahasan
Rastra, diyakini mampu tampil lebih baik dengan
menggandeng berbagai pihak seperti Lingkup pembahasan kajian ini bersifat
kementerian, aparat pemerintah daerah, bank, nasional dengan keterwakilan lokasi dari 5 (lima)
Bulog dan masyarakat miskin. Besaran BPNT wilayah kota. Pembahasan kajian meliputi
adalah Rp110.000/KPM/bulan (Kemensos, keragaan pelaksanaan Rastra dan BPNT,
2017) dan penyalurannya dilaksanakan dengan efektivitas pelaksanaan Rastra dan BPNT,
system e-voucher melalui jaringan sistem permasalahan yang dihadapi dan upaya
pembayaran elektronik interoperabilitas dan perbaikannya, serta implikasi dan tindaklanjut
interkoneksi yang dapat melibatkan Bank rekomendasi kebijakan.
Penyalur, Prinsipal, dan Perusahaan Switching.
Masyarakat yang mendapatkan e-voucher dapat Agar bahasan kajian lebih terarah, maka
membeli beras dan bahan pangan lainnya sesuai lingkup kajian dibatasi sebagai berikut: (1)
dengan jumlah dan kualitas yang diinginkan. e- program Rastra (Beras Sejahtera) yang
voucher (yang dikenal dengan nama Kartu dimaksud dalam kajian ini adalah program
Keluarga Sejahtera/KKS) ini, telah dilaksanakan subsidi pangan (beras) bagi masyarakat

Gambar 2. Skema Kerangka Kajian 2017


EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 5
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

berpendapatan rendah; (2) Bantuan Pangan Penerapan teknik purposive sampling dalam
Non-Tunai yang dimaksud dalam kajian ini kajian ini yaitu pada pemilihan lokasi kajian yang
adalah bantuan sosial pangan dalam bentuk telah ditetapkan. di 5 (lima) kota, yaitu Bandung,
nontunai dari Pemerintah yang diberikan kepada Makassar, Surabaya, Jakarta Barat, dan Bekasi.
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap Dari masing-masing kota tersebut selanjutnya
bulannya melalui mekanisme akun elektronik dipilih kecamatan sampel untuk lokasi kajian
yang digunakan hanya untuk membeli bahan yang dilakukan secara acak/random sampling.
pangan di pedagang bahan pangan/e-warong Selanjutnya untuk pengambilan responden
yang bekerjasama dengan bank; (3) bahan dalam kajian ini dilakukan berdasarkan
pangan dalam program Rastra adalah beras; dan pelaksana kegiatan, yang terdiri dari 233
(4) bahan pangan dalam Program Bantuan Keluarga Penerima Manfaat, 25 Aparat, dan 22
Pangan Non-Tunai ini adalah beras dan gula. pengelola e-warong.

Lokasi dan Waktu Penelitian Analisis Data

Lokasi penelitian dilaksanakan di 5 (lima) Kajian ini menggunakan metode analisis


kota, yaitu Bandung, Makassar, Surabaya, kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis
Jakarta Barat, dan Bekasi. Pada 5 kota ini telah kuantitatif dilakukan berdasarkan data primer
dilaksanakan program Bantuan Pangan Non- yang diperoleh di lapangan tentang respon dan
Tunai (BPNT). Kajian ini dilaksanakan mulai penilaian Keluarga Penerima Manfaat (KPM),
bulan April 2017 hingga Bulan Desember 2017. dianalisis persentase jawaban tepat, kurang
Dari masing-masing kota tersebut selanjutnya tepat, tidak tepat dan tidak menjawab terhadap
dipilih 5 kecamatan (kecuali Kota Makassar yang masing-masing aspek penilaian yaitu aspek
hanya 2 kecamatan penerima) sebagai unit ketepatan sasaran penerima bantuan, aspek
analisis untuk lokasi kajian. ketepatan waktu penerimaan bantuan, aspek
jumlah, aspek harga, aspek kualitas dan aspek
administrasi. Sebagai tolak ukur dalam penilaian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
masing-masing aspek adalah aturan-aturan atau
ketentuan-ketentuan dalam Pedoman Umum
Kajian Pelaksanaan Rastra dan Bantuan penyaluran Rastra dan BPNT. Selain itu, juga
Pangan Non-Tunai (BPNT) dilakukan dengan dilakukan analisis deskriptif kualitatif atas data
menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, yang disajikan, baik yang bersumber dari instansi
yaitu suatu metode yang mengamati, maupun dari lokasi kajian. Dari keseluruhan
menganalisis dan menggambarkan fenomena analisis diharapkan dapat dirumuskan alternatif
yang terjadi dalam pelaksanaan Rastra dan kebijakan pelaksanaan program Rastra dan
BPNT untuk kemudian dilakukan eksplorasi data, BPNT yang komprehensif efektif dan efisien
baik data primer maupun data sekunder. Jenis dalam mencapai sasaran kebijakan.
data yang digunakan dalam kajian ini adalah data
primer yang diperoleh dari cek lapangan (ground
check) dan data sekunder. Data primer diperoleh HASIL DAN PEMBAHASAN
dari hasil wawancara mendalam kepada
beberapa pihak yang terkait langsung dengan
program Rastra dan BPNT, meliputi: (1) Keluarga Penerima Manfaat Program Rastra dan BPNT
Penerima Manfaat (KPM); (2) Aparat pelaksana
program Rastra dan BPNT di level Desa, Penerima program Rastra dan BPNT adalah
Kecamatan , Kabupaten hingga Pusat; (3) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang masuk
Berbagai stakeholder terkait, seperti Bank dalam kategori sangat miskin (termasuk
Penyalur (BNI, Mandiri), dan Bulog. Sementara penerima Program PKH) dan kategori miskin
untuk data sekunder diperoleh dari sejumlah (nonPKH). Pada dasarnya, program BPNT
Kementerian/ Lembaga yang terkait, di merupakan transformasi dari program Rastra
antaranya: Kementerian Pertanian, Kementerian yang sudah ada sejak tahun 2015 dan berjalan
Sosial, Tim Nasional Percepatan efektif tahun 2017. Keluarga Penerima Manfaat
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Dinas program Rastra-BPNT memiliki karakteristik
Pertanian Daerah, Dinas Sosial dan yang beragam, pada lokasi kajian di 5 kota
Penanggulangan Kemiskinan Daerah. peserta BPNT sebagian besar adalah laki-laki
Teknik penarikan sampel dilakukan dengan (85%) dan sisanya perempuan (15%) (Gambar
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan 1). Sementara itu jika dilihat dari sisi usia
penerima manfaat, diketahui bahwa KPM berada
sampel secara sengaja (tidak secara acak).
dalam kelompok usia produktif, dengan rata-rata
6 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

Gambar 1. Persentase KPM berdasarkan Jenis Kelamin (kiri) dan Usia (kanan)

umur KPM antara 45-53 tahun. Dari 5 kota yang dimana rata-rata pendapatan KPM sebesar
dilakukan survey, Kota Bandung didominasi oleh Rp1.890.193/bulan, atau setara dengan
KPM dengan usia rata-rata 45 tahun, artinya Rp378.158/kapita/bulan. Artinya, pendapatan
banyak kepala keluarga yang masih produktif rata-rata penerima program Rastra-BPNT di
namun mendapatkan bantuan program. Dalam wilayah ini berada diatas garis kemiskinan
konteks ini, KPM sebagai penerima program nasional. Selanjutnya dilihat dari share
BPNT sebelumnya merupakan penerima pengeluaran KPM berdasarkan ragam
program Rastra. pengeluarannya, bahwa pengeluaran terbesar
diperuntukkan untuk membeli telur, ikan, minyak
Adapun tingkat pendidikan KPM didominasi
goreng, dll dengan nilai rataan Rp562.619,-
oleh lulusan SD dan SMP masing-masing
/bulan di susul biaya sekolah, kontrak, listrik, air
sebesar 32% dan 31%, disusul tamat SLTA
dll sebesar Rp485.408/bulan (Tabel 2).
sebesar 18% dan tidak sekolah sebesar 17%,
dan ada sekitar 2% (sekitar 5 orang responden) Sejalan dengan hasil tersebut, Multifiah
yang tamat DI/II/III/S1. Dengan demikian dapat (2011) mengungkapkan bahwa program
disimpulkan bahwa sebagian besar (80%) KPM penanggulangan kemiskinan merupakan agenda
yang menerima program BPNT adalah yang utama dari pemerintah namun banyak
berpendidikan rendah (Tidak Tamat SD hingga kendala dalam pelaksanaannya. Kendala yang
Tamat SMP) (Tabel 1). menyebabkan kegagalan mulai dari politik,
birokrasi, pelaksanaan program yang tumpang
Lebih lanjut dilihat dari jenis pekerjaan utama
tindih dan lainnya. Pelaksanaan program
KPM, terkonsentrasi pada profesi sebagai buruh
penanggulangan kemiskinan yang
nonpertanian (45%), dan sisanya berdagang
mengagumkan pernah terjadi di Indonesia pada
(12%) dan usaha jasa (13%). Jenis profesi ini
era orde baru, dimana masyarakat masyarakat
sangat wajar karena sebagian besar penduduk
miskin yang semula 40% menurun menjadi
perkotaan tidak memiliki lahan pertanian
11,3%. Kemiskinan tidak mungkin dapat
sehingga lebih menggantungkan hidupnya pada
ditanggulangi hanya dalam satu periode
usaha nonpertanian. Dengan jenis usaha seperti
pemerintahan, namun harus menjadi agenda
ini, maka KPM yang ada di lokasi kajian potensial
jangka panjang yang terus-menerus
dibina dan diberdayakan melalui usaha produktif
dilaksanakan. Kemiskinan tidak mungkin dapat
yang kelak dapat lebih mandiri dan meningkat
diselesaikan apabila tiap periode pemerintahan
taraf kehidupannya.
berganti-ganti program yang dilaksanakan. Oleh
Adapun rata-rata pendapatan KPM karena itu, pelaksanaan strategi
berdasarkan proxy pengeluaran di lokasi kajian penanggulangan kemiskinan itu harus diterapkan
sebesar Rp1,6 juta/bulan. Dengan rataan dalam kebijakan nasional maupun daerah yang
anggota rumah tangga (termasuk KK) sebanyak saling mendukung dan berkelanjutan. Karena
5 orang, maka rataan pendapatan rumahtangga untuk menanggulangi kemiskinan memerlukan
KPM sekitar Rp324 ribu/kapita/bulan atau berada waktu tidak dapat dilakukan dalam waktu yang
dibawah garis kemiskinan (GK) BPS untuk pendek.
perkotaan di Indonesia (Rp372 ribu/kap/bulan).
Bila dilihat dari komposisi Pengeluaran (Proxy
Hal yang berbeda, khususnya pada Kota Bekasi,
Pendapatan) KPM, tampak pengeluaran Rastra-
EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 7
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

Tabel 1. Indikator karakteristik sosial ekonomi rumah tangga KPM di Lima Kota Pelaksanaan BPNT,
2017

No. Karakteristik Nilai/Besaran


1. KPM berdasarkan jenis kelamin (%)
a. Pria 85
b. Wanita 15
2. Kisaran Umur Kepala Rumahtangga KPM 45-53
3. Rataan Persentase KPM berdasarkan Tingkat Pendidikan
(%)
a. Tidak Sekolah 17
b. Tamat SD 32
c. Tamat SMP 31
d. Tamat SLTA 18
e. Tamat Diploma hingga Sarjana 2
4. Rataan Persentase KPM berdasarkan Mata Pencaharian
(%)
a. Buruh Nonpertanian 45,0
b. Berdagang 12,0
c. Usaha Industri 1,0
d. Usaha Jasa 24,0
e. Pegawai (PNS/Swasta) 5,0
5. Rataan Pendapatan KPM berdasarkan Lokasi (Rp/bulan)
a. Bandung 1.250.722
b. Bekasi 1.890.193
c. Jakarta Barat 1.839.303
d. Makassar 1.567.101
e. Surabaya 1.622.994
Rataan 1.622.994
Sumber: Data Primer, diolah
Keterangan: KPM penerima BPNT, sebelumnya merupakan penerima program Rastra

BPNT memiliki kontribusi cukup besar bagi Berdasarkan hasil penelitian Bazzi et al.
peningkatan akses KPM terhadap pangan. Hal (2012), bahwa program BLT (Unconditional Cash
ini tercermin dari: (a) proporsi bantuan nilai BPNT transfer /UCT) dapat menurunkan tingkat
(Rp110.000/bulan) sharenya sekitar 67,9% kesejahteraan relatif pada kelompok yang tidak
terhadap total pendapatan KPM, dan (b) nilai menerima (counterfactual) program. Kebijakan
bantuan beras (disetarakan harga pasar) cash transfer (program BLT) akan menyebabkan
pangsanya sekitar 34,6% terhadap kebutuhan peningkatan harga pada tingkat lokal karena
beras pada rumahtangga KPM. Adapun secara dengan adanya tambahan pendapatan rumah
rinci pangsa pengeluaran tersebut sebagaimana tangga penerima program, namun permintaan
disajikan pada Gambar 2. akan barang normal akan meningkat (menggeser

Tabel 2. Rata-Rata Pengeluaran KPM dalam sebulan (Rp/bulan) pada beberapa lokasi
pelaksanaan BPNT, 2017
Pengeluran per Bulan (Rp)
Kota Telur, Ikan,
Rokok dan Pulsa dan Listrik, Air, Biaya
Beras Minyak goreng,
Tembakau Telpon Sekolah, dsb
dsb
Bandung 243.958 267,919 75,909 61,000 501,936
Bekasi 296.284 679,307 390,407 75,968 448,227
Jakarta Barat 266.694 596,467 225,577 51,769 698,795
Makasar 299,684 735,576 231,875 41,558 258,408
Surabaya 264,256 504,106 196,058 80,516 541,711
Total 274,239 562,619 240,681 60,306 485,148
Sumber: Data Primer, diolah
8 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

kurva permintaan ke sebelah kanan) (Cunha et oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
al. 2011). Akibatnya kelompok yang tidak Kemiskinan (TNP2K) dan disampaikan kepada
menerima program akan menurun Kementerian Sosial sebagai basis data induk.
kesejahteraannya. Namun menurut Arifin (2017) Menurut Emalia (2013), bahwa terdapat dua
bahwa rumah tangga penerima Raskin atau implikasi langsung dari pemberian Raskin bagi
program lainnya secara umum adalah kelompok keluarga miskin yang menerimanya. Pertama,
miskin dan hampir miskin (berada di sekitar garis dengan mendapatkan jumlah Raskin seperti
kemiskinan), karena merupakan kelompok paling yang ditetapkan, maka diharapkan keluarga
rentan terhadap shock perubahan harga dan miskin akan dapat mempertahankan asupan
lingkungan eksternal lain. kalori dan gizinya. Kedua, pendapatan
suplementer yang timbul diharapkan dapat
digunakan oleh keluarga miskin untuk memenuhi
Pelaksanaan Program Rastra dan BPNT Pada
kebutuhan lainnya.
Lima Kota (Lokasi Kajian)
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
Program Subsidi Pangan pada awalnya Kemensos, masing-masing kota mendapatkan
(tahun 2002) bernama Raskin (beras miskin) alokasi berbeda-beda sesuai jumlah keluarga
kemudian pada tahun 2015 diubah menjadi yang memenuhi syarat. Rata-rata persentase
rastra (beras sejahtera). Subsidi Pangan tersebut keluarga penerima dibandingkan dengan jumlah
mulai dikonversikan menjadi Bantuan Sosial penduduk sebesar 2,2-2,8% atau jika dirata-rata
(Bansos) dalam bentuk Bantuan Pangan Non- satu keluarga terdapat 5 anggota keluarga maka
Tunai (BPNT) melalui Kartu Keluarga Sejahtera persentase rata-rata penerima program
(KKS). Kartu Keluarga Sejahtera memiliki fungsi dibandingkan dengan total jumlah penduduk
sebagai tabungan dan e-wallet dan diharapkan adalah 12% (Gambar 3).
dengan menggunakan Kartu Keluarga
Program BPNT bekerjasama Bank Himbara
Sejahtera dapat memudahkan pemerintah untuk
(Himpunan Bank milik Negara), sehingga
mengontrol penyaluran bantuan sosial. penerima manfaat BPNT juga akan semakin
Dalam rangka menjamin beras subsidi tepat mudah dalam mencairkan bantuan karena
sasaran, pemerintah telah menetapkan rumah adanya teknologi interkoneksi dan
tangga yang berhak menerima beras Raskin interoperabilitas. Teknologi ini, memungkinkan
yang disebut sebagai Rumah Tangga Sasaran penerima bansos mencairkannya di seluruh ATM
Penerima Manfaat (RTS-PM). Rumah tangga bank milik negara. Sementara itu, untuk
tersebut tercatat dalam data yang diterbitkan dari pengambilan bahan pangannya, program ini
Basis Data Terpadu hasil PPLS (Pendataan bekerjasama dengan elektronik waroeng (e-
Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 untuk waroeng).Jenis e-Warong terdiri dari: (1) pasar
program raskin hingga pertengahan tahun 2012, tradisional, (2) warung, (3) toko kelontong, (4) e-
dan sejak pertengahan 2012 hingga 2016 Warong KUBE, (5) Warung Desa, (6) Rumah
berdasar hasil PPLS 2011. Data tersebut dikelola Pangan Kita (RPK), (7) Agen Laku Pandai (ALP),

Sumber: Data Primer, diolah

Gambar 2. Kontribusi Beras BPNT Terhadap Kebutuhan Beras KPM


EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 9
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

Gambar 3. Perbandingan Jumlah Penduduk dan Sasaran BPNT di 5 Kota Lokasi kajian di
Indonesia, 2017

(8) Agen Layanan Keuangan Digital (LKD), dan KPM karena sudah berdiri sejak lama dan telah
(9) Usaha eceran lainnya yang sudah bekerja melayani kebutuhan masyarakat umum. Untuk
sama dengan bank penyalur. Rumah Pangan Kita (RPK) adalah agen yang
dibentuk oleh Bulog untuk menyuplai bahan
Jenis e-warong yang melayani KPM masih
pangan kepada masyarakat berupa beras,
terbatas pada jenis Agen Bank atau Laku Pandai
tepung terigu, daging, minyak goreng dan
(1048 outlet), Rumah Pangan Kita (764 outlet ),
kebutuhan lainnya. Rumah Pangan Kita saat ini
dan Warong KUBE (175 outlet), sedangkan jenis
tidak banyak digunakan untuk penyaluran BPNT
e-warong lainnya belum efektif bekerjasama
dikarenakan persyaratan pendirian outlet ini
dengan perbankan (Gambar 4). Agen Laku
harus menyetor dana awal sebesar Rp5.000.000
Pandai atau layanan keuangan tanpa kantor
(lima juta rupiah) sebagai modal pembelian
adalah layanan yang diselenggarakan Bank
beras, tepung, dan minyak goreng. Bagi
melalui agen-agen yang sudah bekerjasama
masyarakat berpenghasilan rendah dana
dengan sasaran masyarakat yang belum
tersebut tidaklah sedikit, sehingga wajar jika
memiliki rekening di bank dengan produk berupa
jumlah outlet ini belum menjamur di tengah-
Tabungan dengan karakteristik basic saving
tengah masyarakat. Selain RPK, penyaluran
account (BSA) yang tidak memiliki batas
barang di masing-masing kota juga bisa
minimum, baik saldo maupun transaksi setor
menggunakan Warong-Kube, yang merupakan
tunai. Agen Laku Pandai dinilai lebih siap untuk
agen bentukan Kementerian Sosial. Jenis agen
menyalurkan bantuan pangan nontunai kepada

Gambar 4. Jenis dan Jumlah e-Warong yang ada di 5 Kota Lokasi Kajian di Indonesia, 2017
10 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

ini belum sepenuhnya siap beroperasi (hanya penerima program mengalami peningkatan
beberapa saja yang sudah) mengingat proses sekitar 10% yaitu pada saat masih program
Calon Peserta dan Calon Lokasi (CPCL) masih Raskin/Rastra terdapat 65.991 RTS-PM
berlangsung di lima kota tersebut. kemudian kuotanya menjadi 72.590 KPM saat
berubah menjadi program BPNT. Hal yang sama
Jika dilihat dari rasio jumlah e-waroeng
juga terdapat di Kota Bekasi juga meningkat
terhadap jumlah KPM diketahui bahwa hanya di
sekitar 10% yaitu dari 62.048 RTS-PM menjadi
Bandung dan Surabaya rasio jumlah e-Warong
68.253 KPM. Jika dicermati lebih lanjut,
mampu melayani jumlah KPM yang ada. Di
terdapatnya penurunan jumlah penerima
Bandung dari 377 outlet yang dibutuhkan, saat ini
manfaatnya pada Kota Bandung, Makassar dan
sudah tersedia 499, sedangkan di Surabaya ada
Jakarta Barat. Namun sebaliknya, Surabaya dan
714 outet dari 484 yang dibutuhkan. Sementara
Bekasi mengalami peningkatan. Perubahan
itu 3 kota lainnya (Bekasi, Jakarta Barat, dan
jumlah penerima tersebut setidaknya disebabkan
Makassar) jumlah ouletnya masih kurang
oleh 4 (empat) faktor. Pertama, duplikasi data
(Gambar 5). Kurangnya jumlah outlet dan
karena terdapat dua penerima dalam satu
ketidaksiapan sarana prasarana untuk
keluarga atau duplikasi karena kesalahan nama.
penyaluran bantuan ke KPM menyebabkan
Kedua, perpindahan domisili ke wilayah lain
proses pencairan bantuan dilakukan tidak di e-
namun masih tercatat di lokasi tempat tinggal
Warong melainkan di tempat fasilitas pemerintah
awal. Ketiga, banyak penduduk yang sudah
(Kelurahan/Kecamatan) ataupun di Gedung Olah
meninggal namun masih tercatat sebagai
Raga.
penerima. Keempat, peningkatan atau
Terdapat perubahan yang signifikan antara penurunan status keluarga pra sejahtera menjadi
Program Raskin/Rastra dan BPNT seperti sejahtera atau sebaliknya.
disajikan pada Gambar 6. Di Kota Bandung,
Adapun untuk bantuan komponen program,
kuota penerima program mengalami penurunan
ketika saat Raskin/Rastra berupa 15 kg dengan
sekitar 9% yaitu pada saat masih program
harga tebus beras sebesar Rp1.600/kg.
Raskin/Rastra terdapat 62.255 RTS-PM
Sementara untuk nilai bantuan pangan Non-tunai
kemudian kuotanya menjadi 56.608 KPM saat
(BPNT) adalah Rp110.000 per bulan, tidak boleh
berubah menjadi program BPNT. Hal yang sama
ambil tunai dan harus dibelikan bahan pangan
dengan di Kota Makassar, dimana penurunannya
dengan pilihan Sembako berupa (Beras 10 kg
sekitar 10% yaitu dari 44.217 RTS-PM menjadi
dan Gula 2 kg) dengan menggunakan Kartu
39.795 KPM serta di Kota Jakarta Barat juga
Keluarga Sejahtera. Jumlah perbedaan beras
mengalami penurunan sekitar 1,91% yaitu dari
yang diterima keluarga pada Rastra berbeda 5 kg
47.628 RTS-PM menjadi 46.716 KPM.
dibandingkan dengan BPNT, dengan demikian
Sebaiknya di Kota Surabaya justru kuota

Gambar 5. Perbandingan Jumlah E-Warong yang ada dengan yang dibutuhkan di 5 Lokasi
Lokasi kajian Pelaksanaan BPNT di Indonesia, 2017
EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 11
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

Gambar 6. Perbandingan Jumlah Penerima Rastra dan BPNT pada Lokasi kajian sebagai Lokasi
Pelaksana Program BPNT di Indonesia, 2017

pengurangan jumlah beras ini berimplikasi Alur pembagian/penyaluran bantuan pada


terhadap total penyaluran beras Bulog di 5 kota program Rastra/Raskin juga berbeda dengan
sebesar 1,4 juta kg (Tabel 3). alur penyaluran program pada BPNT. Pada
program Rastra/raskin, beras raskin yang
Berkurangnya penyaluran beras Bulog
berawal dari Bulog selanjutnya pembagiannya
cenderung akan berimplikasi terhadap
terlebih dahulu diarahkan ke titik distribusi
penyerapan gabah-beras kepada petani
(kelurahan atau tempat yang ditunjuk) dan
mengingat sesuai Inpres 5/2015 Bulog diberikan
selanjutnya disalurkan ke titik bagi, RTS-PM
penugasan untuk menyerap gabah-beras di
akan membeli atau memperoleh beras raskin dari
tingkat produsen. Berkurangnya penyerapan ini
titik bagi. Sementara pada program BPNT, alur
tentu akan berdampak: (a) terhadap fluktuasi
distribusi barang kebutuhan (yang nantinya dibeli
harga di tingkat produsen, khususnya dalam
KPM) yang berawal dari Bulog kemudian
menjaga Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
didistribusikan ke e-warong atau RPK (Rumah
gabah, dan (b) kekuatan Bulog dalam stabilisasi
Pangan Kita) dan untuk selanjutnya KPM
harga beras karena semakin menurunnya
(Keluarga Penerima Manfaat) akan membeli
stok/cadangan yang dikelola untuk operasi
barang kebutuhan tersebut dengan mekanisme
pasar, yang pada akhirnya akan membuat
Kartu BPNT ke e-Warong atau RPK.
instabilitas harga beras di pasaran.

Tabel 3. Pengurangan Penyaluran Beras Bulog dari Rastra menjadi BPNT di 5 Lokasi Kajian di
Indonesia, 2017

Uraian Bandung Makassar Jakarta Barat Surabaya Bekasi


KPM 62.255 44.217 47.628 65.991 62.048
Beras 15 (Kg) 933.825 663.255 714.420 989.865 930.720
Beras 10 (Kg) 622.550 442.170 476.280 659.910 620.480
Selisih 311.275 221.085 238.140 329.955 310.240
Total Selisih Penyaluran Beras Bulog dari Rastra menjadi BPNT:
1.410.695 Kg
Sumber: Data Primer
12 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

Sumber: Data Primer, 2017


Gambar 7. Perbedaan Alur Distribusi Bantuan Rastra/Raskin dengan BPNT di Indonesia

Selain itu, dalam hal penyaluran program Berdasarkan informasi yang diterima di
Rastra yang dilakukan oleh Bulog kepada KPM lapangan, jumlah data penerima yang
dengan mengirim beras ke titik distribusi, dikeluarkan oleh Kemensos dengan data yang
selanjutnya dari titik distribusi oleh pemerintah direalisasikan pencairannya oleh Dinsos ada
daerah (Pemda) akan didistribusikan ke titik bagi perbedaan. Di Kota Bandung misalnya data awal
(Kecamatan/RW/RT setempat). Sementera penerima sejumlah 63.262 KPM, setelah
penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai dilakukan verifikasi dan validasi menjadi 56.608
dilakukan oleh pihak bank (Himpunan Bank Miik KPM (berkurang 10.51%). Berdasarkan hasil
Negara/Himbara) yang menjalin kerjasama wawancara dengan aparat pelaksana program di
dengan Kementerian Sosial. Untuk Kota Kota Bandung, perbedaan data tersebut
Bandung penyaluran dilakukan oleh Bank BNI dikarenakan 4 (empat) faktor, yaitu: (1) pindah
dan Mandiri, Kota Jakarta Barat dan Surabaya domisili; (2) meninggal; (3) duplikasi data; dan (4)
oleh Bank BNI, dan Kota Makassar dan Bekasi peningkatan status dari pra sejahtera menjadi
dilakukan oleh bank BRI/BNI. sejahtera. Sedangkan di kota-kota lain proses
verifikasi baru dilakukan saat pencairan bantuan
Pencairan BPNT disemua daerah mengalami
di lapangan, sehingga data penerima versi
keterlambatan cukup lama. Di Bandung, Bekasi,
Kemensos dengan Dinsos sampai saat ini masih
dan Makassar misalnya pencairan dana bantuan
sama, tidak ada perubahan. Kalaupun ada
bulan Januari dan Februari baru dilakukan pada
perubahan jumlah data, Dinsos masing-masing
bulan Maret tahun 2017, Kota Surabaya
kota akan tetap memenuhi kuota yang telah
mencairkan dua bulan berturut-turut dari bulan
diberikan oleh Kemensos (Kecuali Kota
Maret hingga April, sedangkan di Kota Surabaya
Bandung).
baru dicairkan pada bulan April. Keterlambatan
pencairan tersebut lebih dikarenakan proses Sementara itu, dalam hal pendampingan dan
validasi data calon penerima sasaran dan monitoring juga terdapat perbedaan pada
pelaksana di lapangan yang belum siap. program Raskin/rastra dan BPNT. Pada program
Raskin/Rastra, pihak RTS-PM didampingi oleh
Pencairan bantuan kepada KPM dilakukan
Tenaga Kerja Sukarela (TKSK), dan pada
berdasarkan pemutakhiran data yang diterima
program BPNT pihak KPM didampingi oleh
dari Kemensos melalui bank penyalur.
Pendamping PKH (Program Keluarga Harapan)

Tabel 4. Realisasi Penerima Manfaat Program BPNT di 5 kota Lokasi Kajian di Indonesia, 2017
Σ Penerima Versi Data Σ Penerima Versi Data
No. Kota Selisih
Kemensos Dinsos
1. Bandung 63.262 KPM 56.608 KPM 6.654 KPM
2. Makassar 39.795 KPM 39.795 KPM 0
3. Jakarta Barat 46.716 KPM 46.716 KPM 0
4. Surabaya 72.590 KPM 72.590 KPM 0
5. Bekasi 68.253 KPM 68.253 KPM 0
Sumber: Data Primer
EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 13
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

dan TKSK (setiap kecamatan terdapat satu oleh sebagian besar KPM (84%) karena saat
TKSK) yang keduanya disebut sebagai pencairan perdana, seluruh KPM dibantu oleh
pendamping sosial. petugas bank BNI atau oleh agen bank.
Bila dilihat dari aspek harga jual barang pada Dalam hal ketersediaan barang kebutuhan
program juga terdapat perbedaan baik pada pokok di outlet, KPM memandang bahwa
program Rastra/raskin maupun pada BPNT. ketersediaan barang kebutuhan pokok tersebut
Adapun perbedaan harga tersebut tercermin dari tersedia (72%) dan 26% menyatakan tersedia
uraian berikut: (1) harga jual beras dari Bulog ke namun terbatas, hal ini dikarenakan KPM
e-Warong sebesar Rp8.200/Kg, dan RPK menginginkan kebutuhan seperti minyak goreng,
mendapat keuntungan Rp300/kg karena sesuai tepung terigu, dan bahan pangan lain ada di e-
harga jual subsidi Rp8.500/kg; (2) harga jual gula warong. Harga jual beras Bulog ke RPK sebesar
dari Bulog ke e-Warong sebesar Rp12.400/Kg, Rp8.200/Kg dan harga jual gula Bulog ke RPK
dan RPK mendapat keuntungan Rp100/kg sebesar Rp12.400/Kg. Untuk beras yang
karena sesuai harga jual subsidi Rp12.500/kg. diterima KPM dengan kualitas bagus (49%), KPM
Total keuntungan dalam satu kali gesek kartu memandang bahwa harga Rp8.500/Kg adalah
BPNT di e-Warong sebesar Rp3.200. murah (77%). Sebaliknya untuk beras yang
diterima KPM dengan kualitas kurang bagus
(49%), KPM memandang bahwa harga
Respon Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
Rp8.500/Kg dirasakan lebih mahal dibandingkan
Terhadap Pelaksanaan Rastra dan BPNT
dengan harga pasaran (10%).
Respon KPM terhadap program rastra
beragam, sekitar 38% responden menyatakan Efektivitas dan Perspektif Pelaksanaan
puas dan 31% cukup puas terhadap penyaluran Rastra dan BPNT
program yaitu raskin/rastra yang diterimanya.
Mereka menganggap bahwa bantuan terhadap Hasil kajian menunjukan bahwa
masyarakat miskin meskipun kondisinya kurang ketidaktepatan data sasaran Rastra/BPNT masih
memadai, baginya tetap sangat bermanfaat tinggi. Pada dasarnya KPM penerima program
untuk pemenuhan kebutuhannya. Sementara BPNT merupakan peralihan dari program Rastra.
untuk kemudahan memperoleh program bagi Jumlah penerima BPNT berdasarkan data
KPM dirasakan secara dominan (75%) mudah, penerima bantuan yang dikeluarkan
artinya jika KPM telah terdaftar sebagai penerima Kementerian Sosial untuk kota Bandung,
rastra maka secara otomatis akan mendapat Makasar, Jakarta Barat, Surabaya dan Bekasi
jatah pembelian rastra. Dalam hal jumlah masing-masing sebanyak 63.262 KPM, 39.795
Raskin/Rastra yang diterima, penerima manfaat KPM, 46.716 KPM, 72.590 KPM dan 68.253 KPM
harusnya memperoleh beras 15 kg/KPM/bulan, (Tabel 5). Dari jumlah versi data Kemensos ini,
namun pada kenyataannya KPM banyak yang hanya jumlah penerima BPNT di Kota Bandung
menerima beras 4-6 kg dengan harga tebus yang yang jumlah penerimanya berbeda dibandingkan
harus dikeluarkan oleh KPM sebesar Rp2.000,- jumlah penerima BPNT berdasarkan data Dinas
/kg dan belum termasuk biaya lainnya seperti Sosial di Kota Bandung, sementara kota-kota
bongkar muat barang ke penerima. Dengan lainnya sama. Hal ini disebabkan perbedaan
demikian wajar jika KPM berpendapat bahwa sumber data yang digunakan. Berdasarkan data
secara dominan (44%) jumlah raskin/rastra yang dari Dinas Sosial masing-masing kota, diketahui
diterima tidak sesuai dan harga tebus untuk bahwa 33–40% KPM BPNT adalah juga
memperoleh Rastra tidak sesuai (61%). penerima bantuan PKH. Sementara sisanya
adalah bukan penerima bantuan PKH, kecuali di
Sementara dalam pedoman penyaluran
Jakarta Barat yang seluruh KPM BPNT adalah
program BPNT, penerima manfaat mendapatkan
bukan penerima bantuan PKH.
bantuan sebesar Rp110.000/KPM/bulan yang
dikonversikan menjadi beras 10 kg dan gula 2 kg. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan
Temuan di lokasi kajian, respon KPM terhadap hasil penelitian Dewi dan Ariyanto (2015)
perolehan Program BPNT terungkap sekitar 90% diketahui bahwa salah satu program pemerintah
responden menyatakan puas terhadap yang diberikan kepada keluarga miskin adalah
penyaluran program BPNT atas paket kebutuhan dengan memberikan raskin. Dalam penentuan
beras dan gula yang diterimanya, dan hanya 10% calon penerima raskin pemerintah memiliki
yang menyatakan kurang puas karena alasan beragam kriteria supaya pembagian beras tepat
seperti waktu pencairan yang terlambat, kualitas sasaran. Namun pada kenyataanya penentuan
barang yang kurang bagus, dan kemasan yang penerima raskin tidak tertuju pada semua kriteria-
mudah rusak. Sementara untuk pemanfaatan kriteria yang ada sehingga hasil penentuan
kartu BPNT, sesungguhnya dipandang mudah tersebut terkesan bersifat subyektif. Banyaknya
14 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

Tabel 5. Realisasi KPM BPNT (PKH dan non-PKH) di 5 kota Lokasi Kajian, 2017
Sebagai Bukan
Jumlah
Jumlah penerima penerima
Penerima Selisih (data
Penerima bantuan bantuan
No. Kota BPNT Versi kemensos–data
BPNT Versi PKH PKH
Data dinsos)
Data Dinsos (%) (non-PKH)
Kemensos
(%)
1. Bandung 63.262 56.608 39,32 60,68 6.654
2. Makasar 39.795 39.795 38,60 61,40 0
3. Jakarta 46.716 46.716 0,00 100,00 0
Barat
4. Surabaya 72.590 72.590 33,12 66,88 0
5. Bekasi 68.253 68.253 35,90 64,10 0
Sumber: Data penerima BPNT masing-masing kota

warga miskin yang ada di seluruh Indonesia, program penanggulangan kemiskinan diperlukan
khususnya Kota Malang dengan beragam sistem informasi yang baik. Selain itu
kondisi mengakibatkan penentuan calon pembinaannya juga perlu dilakukan secara
penerima raskin semakin sulit. Melalui metode intensif. Pada konteks ini, model pendekatan
TOPSIS (Technique for Order Performance by kelompok dan massa dengan menggunakan
Similarity to Ideal Solution) akan dihasilkan suatu berbagai media dan narasumber yang dipercaya
peringkat yang dapat membantu pemerintah oleh masyarakat. Secara umum diketahui bahwa
dalam membandingkan hasil nilai tiap warga pengetahuan dan sikap keluarga miskin terhadap
sesuai tingkat kemiskinannya. Menurut Tone program masih relatif rendah. Lebih lanjut bila
(2016) bahwa melalui penerapan sistem dilihat pada 5 lokasi kajian, kisaran penilaian
informasi pada proses distribusi raskin KPM yang memandang penentuan KPM
menghadirkan regulasi distribusi raskin yang penerima BPNT telah tepat antara 60,91%
lebih baik. hingga 97,67%. Penilaian tepat sasaran
penentuan KPM BPNT di Kota Bandung, Bekasi,
Secara umum berdasarkan penilaian total
Surabaya dan Makasar relatif lebih tepat
KPM responden terhadap penentuan KPM
dibandingkan dengan di Jakarta Barat (Tabel 6).
sasaran penerima bantuan BPNT, diperoleh hasil
Penilaian tertinggi terdapat pada lokasi kajian di
bahwa 86,1% KPM responden menyatakan
Makassar, sedangkan penilaian terrendah
bahwa hasil penentuan KPM BPNT telah tepat
terdapat pada lokasi kajian Jakarta Barat.
sasaran. Sementara 13,9% menilai tidak/kurang
tepat. Penilaian penentuan KPM sasaran kurang Menurut Arifin (2017) bahwa dalam
tepat atau tidak tepat oleh beberapa KPM pelaksanaan program raskin tersebut terdapat
responden disebabkan KPM mengetahui dengan beberapa hal yang krusial atau penting untuk
pasti bahwa beberapa warga lain dinilai lebih terus dicermati yaitu: (1) Pemerintah menjamin
layak menerima bantuan BPNT dibandingkan ketersediaan dan aksesbilitas beras dengan
KPM BPNT yang ada. Senada dengan hal itu, kualitas yang baik dan harga terjangkau
hasil penelitian Hapsari dan Setiawan (2008) sepanjang musim dan sepanjang tahun, (2)
bahwa dalam rangka menentukan sasaran Program Raskin masih tetap diperlukan untuk

Tabel 6. Penilaian KPM terhadap penentuan KPM sasaran penerima bantuan BPNT di Bandung,
Bekasi, Jakarta Barat, Makasar dan Surabaya, 2017
KPM menjawab
Kota Total (%)
Tepat (%) Kurang tepat (%) Tidak tepat (%)
Bandung 85,44 12,62 1,94 100,00
Bekasi 95,24 4,76 0,00 100,00
Jakarta Barat 60,91 35,03 4,06 100,00
Makasar 97,67 1,86 0,47 100,00
Surabaya 91,19 8,81 0,00 100,00
Rataan 86,09 12,62 1,29 100,00
Sumber: Data Primer, diolah
EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 15
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

mengintegrasikan ketahanan pangan dengan tepat administrasi. Hal yang sama juga menurut
perlindungan sosial dan penanganan rawan hasil penelitian Bafita dan Sujianto (2013) yang
pangan; (3) Program Raskin perlu diperbaiki mengemukakan bahwa pelaksanaan program
dalam delivery system, untuk memenuhi enam bantuan beras bersubsidi untuk rumah tangga
tepat: sasaran, jumlah, waktu, harga, kualitas, miskin (Raskin) di Kecamatan Perhentian Raja
dan administrasi; (4) Pemerintah pusat dan Kabupaten Kampar juga masih berjalan kurang
pemerintah daerah perlu memperbakin efektif yang berarti bahwa bantuan yang diterima
pengendalian dengan melakukan pendampingan belum meringankan beban keluarga miskin
Program Raskin, dengan mengalokasikan dalam membeli beras untuk kebutuhan sehan-
anggaran daerah yang memadai sesuai dengan hari. Oleh karena itu, menurut Romli (2017)
amanat UU 18/2012 tentang Pangan; dan (5) bahwa dalam rangka meningkatkan aspek tepat
Program Raskin perlu memperhatikan potensi sasaran dan efektivitas pada program
sumberdaya lokal agar tidak kontra produktif Raskin/Rastra diperlukan upaya-upaya yaitu: (1)
dengan program diversifikasi pangan. pemutakhiran data yang akurat mengenai rumah
Pemerintah daerah memberikan dukungan untuk tangga sasaran (RTS) penerima Raskin oleh
mengembangkan pangan lokal dan pemerintah, (2) pengawasan yang ketat dari
pendistribusiannya sesuai dengan potensi dan berbagai fihak dalam mengawal dan mengontrol
budaya lokal. implementasi Program Raskin, dan (3)
pemberian sanksi yang tegas kepada aparat
Berdasarkan pedoman, penyaluran Rastra pelaksana penyaluran Raskin sesuai dengan
dan BPNT dilakukan setiap bulan. Namun aturan yang berlaku oleh para fihak yang
faktanya tidak demikian, bantuan tidak rutin berwenang yang saat ini terkesan membiarkan.
diberikan pada bulan berjalan. Walaupun Hal ini dilakukan agar program ini benar-benar
penyaluran pada Januari-Februari baru diberikan tepat ssaaran sehingga manfaatnya dapat
dan dirapel pada bulan Maret, namun secara dirasakan oleh orang-orang yang berhak
agregat penilaian KPM menyatakan 56,2% mendapatkan program ini.
sudah tepat waktu. Penilaian ini dilandasi bahwa
saat penerimaan Rastra/PKH juga dilakukan Secara agregat KPM (51%) menilai kualitas
secara rapel 2-3 bulan. Dengan pola demikian, beras pada program Rastra maupun BPNT perlu
sangat wajar bila KPM responden menilai ditingkatkan. Sisanya 49% KPM menilai bahwa
pemberian tepat waktu, sementara pada aturan kualitas beras cukup memadai. Ketepatan
dalam pedoman umum BPNT, bantuan diberikan administrasi program BPNT dilihat dari jumlah
setiap bulan. dan sebaran e-warong dalam melayani KPM.
Jumlah e-warong dan agen bank di lokasi kajian
Jumlah beras yang diterima KPM pada masih kurang karena idealnya satu e-warong
Program Rastra sebesar 15 kg/bulan, namun atau agen melayani 150-200 KPM, tetapi hingga
faktanya hanya 4-6 kg/bulan yang diterima KPM. saat survei dilakukan, satu agen bank melayani
Sedangkan pada program BPNT, penyaluran 250-400 KPM.
tahap pertama (Januari-Februari) diberikan
berupa paket sebanyak 2 kg gula pasir dan 10 kg Menurut hasil penelitian Junaidi et al. (2017)
beras per bulan. Terkait jumlah bantuan ini, bahwa nilai kepuasan konsumen BPNT lebih
seluruh KPM responden (100%) menyatakan tinggi dibandingkan kepuasan konsumen Rastra.
telah menerima bantuan secara tepat untuk Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) pada
periode Januari-Februari sebanyak 4 kg gula BPNT tergolong dalam kategori cause for
pasir dan 20 kg beras Bulog. Pada program concern, sedangkan nilai CSI pada Rastra
Rastra KPM menebus beras sebesar Rp2.000/kg tergolong dalam kategori very poor. Sebaiknya
(seharusnya Rp1.600/kg). Sedangkan pada pada program Rastra, beras tidak dibagi rata
program BPNT, KPM menerima bantuan beras kepada warga yang tidak terdaftar karena hal ini
dan gula sesuai dengan harga yang telah akan mengurangi jumlah beras yang diterima
ditentukan. oleh penerima manfaat yang terdaftar. Oleh
karena itu, petugas kelurahan sebaiknya ikut
Terkait pelaksanaan program Raskin/Rastra, serta dalam penyaluran beras agar mengetahui
hasil penelitian Juniarti (2015) mengungkapkan kuantitas dan kualitas beras yang dibagikan.
bahwa pelaksanaan program bantuan beras Pemerintah hendaknya mengevaluasi dan
miskin (Raskin) pada keluarga miskin di menambah jumlah persediaan sembako dan e-
Kelurahan Gunung Bale belum berjalan efektif, Warong pada Program BPNT sehingga dapat
hal ini disebabkan dari 6 (enam) indikator meningkatkan kepuasan penerima program. Hal
pengukuran program Raskin, hanya 2 (dua) ini dimaksudkan untuk mengurangi
indikator yang dijalankan sesuai pedoman umum ketidaknyamanan dan mengurangi risiko
Raskin yaitu indikator tepat waktu dan indikator penerima manfaat tidak mendapatkan sembako.
16 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

Dengan melihat respon KPM terhadap KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN


pelaksanaan Rastra dan BPNT dan efektivitas
pelaksanaannya, maka pengukuran ketepatan
(6T) dapat dijelaskan sebagai berikut: Kesimpulan

1. Ketepatan Sasaran: sasaran penerima Kebijakan pemerintah dalam transformasi


manfaat Program BPNT menggunakan pola subsidi (Program Rastra) menjadi pola
pemutakhiran basis data terpadu baik dari bantuan sosial (Program BPNT) merupakan
PPLS 2011 dan/atau PBDT 2015, sehingga langkah maju untuk mengurangi penyimpangan
datanya dinilai lebih valid dibandingkan program. Disisi lain penggunaan sistem
dengan Rastra yang hanya menggunakan perbankan dengan memanfaatkan keuangan
data PPLS 2011. digital dimaksudkan untuk memperluas sistem
keuangan inklusif.
2. Ketepatan Jumlah: jumlah bantuan yang
diterima pada program BPNT sesuai dengan Program Rastra (awalnya Raskin) dan BPNT
ketentuan, yaitu Rp110.000/KPM/bulan yang mulai dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun
dikonversikan kedalam bentuk beras dan 2017. Dalam rangka efektivitas pelaksanaan
gula. Sedangkan pada program Rastra jumlah Rastra dan BPNT, permasalahan utama dalam
yang diterima relatif banyak yang tidak sesuai, program Rastra harus segera diselesaikan, yaitu
sehingga dari segi ketepatan jumlah program ketidaktepatan sasaran penerima, rapel beras,
BPNT dinilai lebih efektif. jumlah beras yang diterima, dan kualitas beras
yang masih rendah. Sementara pada Program
3. Ketepatan Waktu: waktu penyaluran BPNT masalah kesiapan e-waroeng dan
bantuan/subsidi yang dilakukan baik dalam jangkauan signal GPRS di semua wilayah,
program BPNT maupun Rastra sama-sama sasaran penerima dan kualitas beras juga perlu
mengalami keterlamatan (rapel), sehingga segera diatasi.
dari segi ketetapan waktu kedua program
tersebut masih perlu disempurnakan. Pemerintah perlu memastikan bahwa
pelaksanaan Rastra dan BPNT kedepan lebih
4. Ketepatan Harga: pada Proram BPNT tidak baik, untuk itu ada beberapa hal yang perlu
ada perbedaan harga tebus karena dilakukan yaitu: (1) sosialisasi dan pengawasan
merupakan pola bantuan pangan yang dalam penentuan KPM; (2) pemutakhiran basis
langsung diberikan dalam bentuk kartu data terpadu yang digunakan sebagai dasar
elektronik berbasis e-wallet sehingga tidak untuk menetapkan KPM; (3) membuat aturan
ada perbedaan harga. Sementara pada jelas tentang titik distribusi Bulog ke KPM; (4)
program Rastra KPM rata-rata menebus meningkatkan pelibatan peran pemerintah
harga beras melebihi ketentuan yang ada. daerah dari titik distribusi Bulog ke KPM; (5)
Dengan demikian, jika dilihat dari sisi pengawasan pelaksanaan penyaluran Rastra
ketepatan harga, maka program BPNT dinilai dari titik distribusi Bulog sampai ke KPM; (6)
lebih efektif. melakukan pengecekan di lokasi akhir titik
5. Ketetapan Kualitas: baik pada program BPNT distribusi (warung desa/kelurahan atau ketua RT
maupun program Rastra masih terdapat setempat) terhadap beras sebelum diserahkan
permasalah kualitas beras dan/atau gula, dan kepada KPM; (7) penambahan jumlah dan
perlu ditingkatkan. sebaran e-warong, dan (8) fasilitasi signal GPRS
yang memadai dari provider.
6. Ketepatan Administrasi: program BPNT
membutuhkan infrastruktur seperti kartu
Implikasi Kebijakan
elektronik, e-warong, signal GPRS, mesin
EDC, dan bahan pasokan, yang dinilai saat ini
belum sepenuhnya siap dan membutuhkan Agar pelaksanaan program pengentasan
waktu untuk penyempurnaan. Sedangkan kemiskinan melalui Program Rastra dan BPNT
dalam program Rastra administrasi yang dapat efektif dan mencapai sararan, disarankan
dibutuhkan lebih sederhana, sehinga jika diambil beberapa kebijakan sebagai berikut.
dilihat dari sisi ketepatan administrasi maka 1. Program Rastra memberikan kesempatan
sesungguhnya kedua program masih cukup bagi Bulog dalam penyaluran beras kepada
efektif. masyarakat berpenghasilan rendah dengan
melakukan penyerapan gabah-beras kepada
petani agar stabilitas harga di tingkat
produsen dan pasar terjaga. Oleh karena itu,
Rastra dipandang perlu dipertahankan
EFEKTIVITAS DAN PERSPEKTIF PELAKSANAAN PROGRAM BERAS SEJAHTERA (RASTRA) DAN BANTUAN 17
PANGAN NON-TUNAI (BPNT) Benny Rachman, Adang Agustian, Wahyudi

dengan berbagai perbaikan, serta Barat, Surabaya, dan Makassar. Terimakasih


mengintegrasikan dengan program-program juga disampaikan kepada Bulog Divre Jawa
pengentasan kemiskinan dan perbaikan gizi Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sulawesi
masyarakat yaitu BPNT. Kedua bentuk Selatan yang telah memberikan informasi data
bantuan pangan ini bukan merupakan suatu pendukung untuk memperkaya laporan
pilihan, tetapi saling melengkapi antara satu penelitian ini.
dengan lainnya sesuai dengan kesediaan
infrastruktur dan kesiapan penyelenggaraan
ketahanan pangan oleh pemerintah pusat dan DAFTAR PUSTAKA
daerah. Untuk wilayah kota dan kabupaten
yang tergolong surplus beras, pelaksanaan
Allo A.G. 2016. Efektivitas Pemberian In-Kind dan
bantuan pangan dilakukan dalam bentuk
Cash Transfer Terhadap Pengentasan
voucher (BPNT), sedangkan wilayah defisit Kemiskinan. Prosiding Seminar Nasional
beras dalam bentuk natura (Rastra). Economic Outlook 2016: “Strategi Kebijakan
2. Transformasi pola subsidi (Rastra) menjadi Ekonomi dalam Perspektif Ekonomi Global” dalam
Sutikno, M. Rasyid, K. Indahsari, D. Wahyuningsih,
pola bantuan (BPNT) perlu dipertimbangkan
E.S. Rahayuningsih (Eds). Fakultas Ekonomi,
secara matang karena kesiapan infrastruktur Universitas Trunodjoyo Madura. Sumenep.
pendukung (jumlah dan sebaran e-warong,
dan signal GPRS) belum siap. Oleh karena Ariani M. 2010. Petani Sumber Kehidupan. http://
itu, jika akan diberlakukan secara masif pada banten.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?optio
n=com_content&view=article&id=218&Itemid=12.
tahun 2018 maka proses transformasi ini
Jakara: Diunduh pada tanggal 28 Desember 2017.
harus dilakukan secara bertahap dengan cara
mengurangi jumlah penerima rastra dan Arifin B. 2017. Bahan paparan Diskusi Perhepi
menaikkan jumlah penerima BPNT dengan “Antisipasi Penerapan Kebijakan Rastra Sistem
total KPM penerima (Rastra dan BPNT) tetap Non Tunai, tanggal 29 Mei 2017 di Jakarta.
Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia.
15 juta KPM.
Jakarta.
3. Bahan pangan yang diterima pada Program Bafita R, Sujianto. 2013. Evaluasi Pelaksanaan
BPNT direncanakan tidak terbatas pada Program Bantuan Beras Bersubsidi. Jurnal
beras dan gula saja, namun dimungkinkan Administrasi Pembangunan. 1(2): 165-170.
pada bahan pangan lain. Pada dasarnya
penambahan jenis bahan pangan kepada Bappenas. 2017. https://www.bappenas.go.id/ files/
1413/ 5228/ 2735/bab-16__20090202204616__
KPM dapat dilakukan karena semakin banyak 1756__17.pdf. Jakarta: Diunduh pada tanggal 29
opsi yang ditawarkan, maka KPM lebih bisa Desember 2017.
memilih sesuai kebutuhannya. Namun
demikian, dikarenakan belum siapnya bahan Bazzi S, Sumarto S, Suryahadi A. 2012. Evaluating
pangan dan infrastruktur pendukung lainnya, Indonesia’s Unconditional Cash Transfer Program,
2005-6: Final Report. International Initiative for
maka pelaksanaan Program BPNT lebih
Impact Evaluation (3IE).
relevan dengan mengoptimalkan 2 (dua) jenis
bahan pangan, yaitu beras dan telur sebagai [BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Angka Garis
sumber karbohidrat dan protein. Kemiskinan Wiayah Perkotaan Tahun 2017.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
4. Mengingat kebijakan Rastra dan BPNT
[BULOG] Badan Urusan Logistik. 2017. Laporan
sangat terkait dengan peran dan kapasitas
Manjerial Perum Bulog. Jakarta (ID): Badan
Bulog dalam melakukan serapan gabah- Urusan Logistik.
beras dari petani dan menjaga stabilisasi
harga beras (Inpres No. 5/2015), maka Cunha JM, De Giorgi G, Jayachandran S. 2011. The
pemerintah perlu meningkatkan Cadangan Price Effects of Cash Versus In- Kind Transfers.
NBER Working Paper Serries, 17456.
Beras Pemerintah (CBP).
Currie JM, Gahvari F. 2008. Tranfers in Cash and In-
Kind: Theory Meets the Data. J of Economic
UCAPAN TERIMA KASIH Literature. 46(2):333-383.
Dewi AP, Ariyanto R. 2015. Pengembangan Sistem
Pendukung Keputusan Untuk Penentuan
Tim Penulis menyampaikan terima kasih Penerima Bantuan Raskin Dengan Menggunakan
kepada pihak-pihak terkait yang telah Metode Topsis. J Informatika Polinema. 2(1):18-
memberikan support pemikiran dan data-data 23.
yang diperlukan selama penelitian berlangsung,
Emalia Z. 2013. Analisis Efektivitas Pelaksanaan
khususnya kepada Dinas Sosial dan Dinas Program Raskin di Kota Bandar Lampung. Dalam:
Ketahanan Pangan Kota Bandung, Jakarta Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan. 6(1):46-54.
18 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 1-18

Grosh M, Del Ninno C, Tesliuc E, Ouerghi A. 2008. For Permenko PMK. 2016. Pedoman Umum Subsidi Beras
Protection and Promotion: The Design and Bagi Masyarakat Berpenghasian Rendah. Jakara
Implementation of Effective Safety Nets. World (ID): Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan
Bank. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial, Kementerian
Koordinator Bidang PMK.
Hapsari H, Setiawan I. 2008. Kajian Model
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Ketahanan Perpres. 2016. Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016
Pangan Keluarga Miskin di Kabupaten Bandung tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Propinsi Jawa Barat. Jurnal Kependudukan Jakarta (ID): Kementerian Sekretariat Negara.
Padjadjaran. 10(1):12–22.
PP Nomor 2. 2015. Rencana Pembangunan Jangka
Junaidi MS, Setiawan BM, Prastiwi WD. 2017. The Menengah Nasional 2015-2019. Jakarta (ID):
Satisfaction Comparison Of Bantuan Pangan Non Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
Tunai Recipients and Rastra Recipients In Cakung
District, East Jakarta. Jurnal Ilmiah Econosains. Romli O. 2017. Implementasi Program Beras Miskin
15(2):274-288. (Raskin) di Desa Sakti Kecamatan Saketi
Kabupaten Pandeglang. Jurnal Kapemda–Kajian
Juniarti. 2015. Evaluasi Program Bantuan Beras Administrasi dan Pemerintahan Daerah. 10(6):87-
Miskin (Raskin) pada Keluarga Miskin di Kelurahan 97.
Gunung Bale Kecamatan Banawa Kabupaten
Donggala. e-Jurnal Katalogis, Volume 3(8), Sembiring SA., Harianto, Siregar H, Saragih B. 2015.
Agustus 2015: 17-27. Dampak Kebijakan Pemerintah Melalui Instruksi
Presiden Tahun 2005-2008 Tentang Kebijakan
Kementerian Sekretariat Negara. 2015. Inpres No. 5 Perberasan Terhadap Ketahanan Pangan. Forum
Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Pascasarjana. 35(1):15-24.
Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh
Pemerintah. Kementerian Sekretariat Negara. SISKADASATU. 2017. Sistem Informasi dan
Jakarta. Konfirmasi Data Sosial Terpadu Tahun 2016.
Jakarta (ID): Kementerian Sosial.
Kemenko PMK. 2017a. Pedoman Pelaksanaan
Bantuan Pangan Non Tunai 2017. Jakarta: Suparmoko M. 2003. Keuangan Negara: Dalam Teori
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan dan Praktek. Yogyakarta (ID): Badan Penerbit
Manusia dan Kebudayaan. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada.

Kemenko PMK. 2017b. Pedoman Subsidi Rastra Suryana A. 2013. Undang-undang nomor 18 tahun
Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Koordinator 2012 tentang Pangan. Disampaikan dalam Kuliah
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Umum Mahasiswa Sarjana dan Pascasarjana,
Jurusan Agribisnis, Institut Pertanian Bogor; 2013
[Kemensos] Kementerian Sosial. 2016. PPLS Des 14; Bogor, Indonesia.
Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun
2011. Jakarta (ID): Kementerian Sosial. TNP2K. 2017. Raskin-Beras Bersubsidi bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Jakarta (ID):
[KPK] Komisi Pemberantasan Korupsi. 2016. Telaah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
terhadap Program Beras Sejahtera (Rastra). Kemiskinan.
Jakarta (ID): Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tone, K. 2016. Rancang Bangun Sistem Informasi
Multifiah. 2011. Telaah Kritis Kebijakan Penanggulan Distribusi Bantuan Sosial Beras Miskin (Studi
Kemiskinan dalam Tinjauan Konstitusi. J of Kasus Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto).
Indonesian Applied Economics. 5(1):1-27. J Instek. 1(1):1-10.

Potrebbero piacerti anche