Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
MATERI : KRISTALISASI
KELOMPOK : 5/RABU
PENYUSUN : 1. ALVIN DHARMA U (21030116130174)
2. CINDY NELLA SARY (21030116120004)
3. DWI NOVITASARI (21030116120010)
Materi : KRISTALISASI
Kelompok : 5/RABU
Anggota : 1. Alvin Dharma Utama (21030116130174)
2. Cindy Nella Sary (21030116120004)
3. Dwi Novitasari (21030116120010)
ii
SUMMARY
iii
RINGKASAN
iv
PRAKATA
Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, inayah, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia khususnya materi “KRISTALISASI”
dengan lancar. Laporan ini ditujukan sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas
Praktikum Operasi Teknik Kimia yang sedang kami lakukan pada semester ini.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Alm. Ir. Danny
Soetrisnanto, M.Eng dan Ibu Dessy Ariyanti, S.T., M.T. selaku dosen
pembimbing materi “KRISTALISASI” dan juga kepada Saudara Rahma Wulan
Maulida selaku asisten pengampu materi “KRISTALISASI”. Ucapan terima
kasih ini juga kami tujukan kepada segenap laboran dan asisten Laboratorium
Unit Operasi Teknik Kimia Universitas Diponegoro yang telah membantu dan
membimbing kami dalam setiap pratikum, serta teman-teman rekan kerja yang
telah mendukung serta melancarkan penyusunan laporan ini.
Laporan ini merupakan laporan terbaik yang saat ini bisa kami ajukan,
namun kami menyadari pasti ada kekurangan yang perlu kami perbaiki. Maka
dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Penyusun
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN .........................................................................................................iv
PRAKATA ............................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
vi
3.4. Prosedur Praktikum .....................................................................................15
DAFTAR ISI
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan massa kristal, diameter partikel dengan jumlah kristal yang
dihasilkan (CSD).
5. Mampu membuat laporan dan analisis operasi kristalisasi secara tertulis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Kristalisasi dapat terjadi dari 3 macam fasa yaitu pembentukan partikel –
partikel padat kristalin dari fasa uap, dari solute suatu larutan, ataupun dari
lelehan atau melt. Kristalisasi dapat dilakukan dengan pendinginan,
penguapan solven, atau penambahan solven tertentu. Kristalisasi dari larutan
bertujuan untuk memisahkan suatu solute dari larutan multikomponen
sehingga didapat produk dalam bentuk kristal yang lebih murni, sehingga
kristalisasi sering dipilih sebagai salah satu cara pemurnian karena lebih
ekonomis.
3
maka terjadi penguapan dengan sendirinya karena tekanan totalnya
menjadi lebih rendah dari tekanan uap solven pada suhu tersebut.
Penguapan disertai dengan penurunan suhu akan membuat larutan
mencapai kondisi supersaturasi.
d. Reaksi Kimia
Bila reaksi kimia dijalankan dalam fasa cair, konsentrasi solute
produk reaksi semakin lama semakin meningkat sehingga mencapai
konsdisi supersaturasi.
e. Penambahan zat lain
Penambahan zat lain dapat menurunkan kelarutan zat yang akan
dikristalisasi, missal larutan NaOH ditambah gliserol maka kelarutan
NaOH akan turun dan mencapai kondisi supersaturasi.
2. Pembentukan inti kristal
Pembentukan inti kristal secara sistematis dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Homogen
Nukleus
Primary
Nukleus
Heterogen
Nukleus
Nukleus
Secondary
Nukleus
4
molekul – molekul solute sendiri.
- Homogen Nukleus
Pembentukan inti kristalnya masih dalam supersaturasi tinggi,
namun dapat dipercepat dengan adanya partikel – partikel asing
seperti debu dan sebagainya.
b. Secondary Nukleus (Contant Nucleation)
Pembentukan inti kristal dengan akibat tumbukan (contact) antar
kristal induk atau antara kristal induk dengan impeller pengaduk,
tumbukan dengan dinding kristaliser ataupun gesekan permukaan
kristal induk dengan larutan. Jumlah inti kristal yang terbentuk dapat
dinyatakan dengan persamaan:
Dimana :
N = Jumlah nuclei (inti kristal) yang terbentuk (jumlah/jam)
L = Ukuran kristal induk (mm)
C = derajat supersaturasi larutan (mole/L) atau (°ΔC)
P = Tenaga pengaduk (HP)
a, b, c, d = konstanta-konstanta
Jika
a. L >>> maka jumlah kristal yang terbentuk juga semakin besar,
kristal makin besar menyebabkan kemungkinan tumbukan semakin
banyak. Pecahan bagian kecil dari kristal menyebabkan terbentuknya
inti kristal.
b. ΔC >>> maka jumah kristal yang terbentuk juga semakin banyak.
Derajat supersaturasi makin besar maka makin besar pula
kemungkinan terbentuk inti kristal baru.
c. P >>> maka gaya gesekan partikel larutan atau tumbukan juga
semakin besar sehingga kemungkinan terjadinya pecahan partikel
besar maka inti kristal yang terbentuk juga semakin besar jumlahnya.
Teori Miers dalam percobaannya, Miers membuat larutan
supersaturasi melalui pendinginan larutan belum jenuh (titik a), setelah
5
melewati kurva saturasi A-B larutan menjadi supersaturasi dan dalam
grafik dinamai daerah metastabil. Pada tingkat supersaturasi tertentu,
kristalisasi mulai terjadi berupa terbentuknya inti kristal primer (titik b).
Oleh Miers, titik – titik dimana mulai terbentuk inti kristal primer ini
dinamai supersolubility curve. Inti – inti kristal yang selanjutnya
tumbuh dengan menempelnya solute di permukaannya sehingga
konsentrasi solute dalam larutan akan menurun (dari b ke c). Oleh
Miers, daerah supersaturasi tinggi dimana inti kristal primer dapat
terbentuk disebut daerah labil.
Dalam industri, pembentukan inti primer tidak diinginkan, karena
cenderung membuat produk kristal berukuran kecil – kecil. Lebih
umum digunakan metode inti senkunder dengan cara menambahkan
bibit kristal (seed) ke dalam larutan dengan tingkat supersaturasi yang
rendah atau sedikit lewat jenuh. Seed ini berfungi sebagai induk kristal,
sumber terbentuknya inti kristal sekunder.
6
dimana
r = kecepatan tumbuhnya kristal (mm/jam)
ΔC = derajat saturasi (mol/L)
a, b = konstanta
Derajat saturasi (ΔC) merupakan faktor terpenting dalam proses
pertumbuhan kristal. Larutan yang berderajat saturasi tinggi, perbedaan
konsentrasi antara permukaan kristal dengan permukaan akan tinggi sehingga
kecepatan tumbuh kristal juga semakin tinggi.
Teori difusi solute dari larutan ke permukaan kristal. Proses kristalisasi
merupakan kebalikan dari proses kelarutan. Kristal di dalam larutan
membentuk daerah boundary layer di permukaannya. Konsentrasi solute
dalam daerah boundary layer ini sama dengan konsentrasi jenuhnya
(saturasi), karena selalu dalam kondisi kesetimbangan cair – padat. Bila
larutan konsentrasinya supersaturasi (ΔC+) maka molekul solute akan
mendifusi dari larutan ke permukaan kristal (arah panah dari kiri ke kanan),
kemudian menempel menjadi molekul kristal di permukaannya. Tetapi bila
larutannya belum jenih (ΔC–) maka molekul kristal di permukaan akan larut
menjadi solute (arah panah dari kanan ke kiri).
7
Dengan :
Cs = konsentrasi saturasi (jenuh)
ΔC+ = konsentrasi supersaturasi (lewat jenuh)
ΔC- = konsentrasi unsaturasi (belum jenuh)
CL1, CL1*= menunjukkan adanya pengaruh pengadukan dalam larutan
sehingga jarak difusi lebih pendek
CL2, CL2* = menunjukkan adanya pengaruh pengadukan dalam larutan
sehingga jarak difusi lebih pendek
Dengan
N : jumlah kristaliser
D : diameter
Dengan
N : jumlah kristaliser
D : diameter
Gambar 2.4. Grafik CSD (1) MSCPR Kristaliser; (2) MSMPR Kristaliser
8
Untuk jenis MSMPR, kristal yang diperoleh mempunyai ukuran yang
tidak seragam sehingga diameter bervariasi mulai dari ukuran yang tidak
terlihat sampai diameter besar. Jenis – jenis kristaliser:
1. Oslo Surface Cooled Crystallizer
Kristaliser ini menggunakan sistem pendinginan dengan pendinginan
feed (G) di dalam cooler (H) untuk membuat larutan supersaturasinya.
Kemudian larutan supersaturasi ini, dikontakkan dengan suspensi kristal
dalam ruangan suspensi (E). Pada puncak ruangan suspensi, sebagian
larutan induk (D) dikeluarkan untuk mengurangi jumlah inti kristal
sekunder yang terlalu banyak terbentuk. Produk slurry dikeluarkan dari
bawah.
CW in
Feed
CW out
9
supersaturasi dengan unggun kristal di E akan mendorong pertumbuhan
kristal tetapi sekaligus membentuk inti kristal sekunder. Umpan larutan
dimasukkan lewat G dan mengalami pemanasan di HE sebelum masuk
ke ruang penguapan solven di A. Dengan membuat ruang peguapan
bertekanan vakum maka sebagian solven akan menguap sekaligus diikuti
penurunan suhu, larutan akan mencapai kondisi supersaturasi yang
dibutuhkan untuk menumbuhkan kristal. Dalam kristaliser tipe ini, fungsi
sirkulasi larutan adalah untuk pemanasan kembali sekaligus melarutkan
kembali sebagian inti kristal sekunder. Hal ini untuk mencegah ukuran
produk yang semakin lama semakin mengecil.
Kondensat
outlet
10
dilengkapi dengan elutriation leg yang berfungsi untuk mengklasifikasi
kristal hingga didapat produk Kristal dengan ukuran tertentu yang relatif
seragam. Klasifikasi ukuran kristal di sini didasarkan atas gaya gravitasi
dengan jalan sebagai berikut.
Jika di dalam kristaliser telah terbentuk kristal – kristal dengan
ukuran heterogen, maka kristal ini diklasifikasikan ukurannya dengan
mengalirkan sebagian larutan dari bawah ke atas dalam ruang
elutriationleg dengan menggunakan pompa sirkulasi. Dengan adanya
aliran larutan ini, kristal dengan ukuran yang besar akan dapat melawan
daya dorong aliran kea ta sehingga tetap dapat turun ke bawah karena
gaya gravitasi dan keluar sebagai produk, dengan demikian didapatkan
produk dengan ukuran homogen. Dengan demikian untuk mendapatkan
kristal dengan ukuran tertentu dapat diatur dengan mengatur aliran ke
atas di dalam elutriation leg. Jika larutan mempunyai kecepatan tinggi
maka akan didapat kristal dengan ukuran yang besar atau sebaliknya.
Kristal kecil yang tidak dapat melawan gaya dorong akan terbawa naik
kembali ke ruang kristalisasi untuk ditumbuhkan hingga mencapai
ukuran tertentu yang karena beratnya sendiri dapat melawan gaya dorong
ke atas di dalam elutriation leg.
Kristaliser ini juga dilengkapi dengan sistem sirkulasi larutan dan
inti kristal keluar kristaliser untuk mengurangi jumlah inti kristal di
dalam kristaliser. Inti kristal yang berlebih ini akan larut kembali saat
lewat HE karena pemanasan. Pengurangan inti kristalini dimaksudkan
agar inti kristal berkurang karena jika dibiarkan makin lama makin
banyak, akibatnya produk kristal cenderung semakin halus. Hal ini
karena inti kristal membutuhkan solute untuk pertumbuhan selanjutnya,
sedangkan jumlah solute yang masuk dalam feed tetap, maka inti kristal
tidak cukup banyak mendapat solute untuk tumbuh menjadi kristal yang
lebih besar.
11
Steam inlet
Steam injektor
CW
Propeller
drive
Vacuum
pump
Barometric leg
Boiling Body
surface Bakfull
Slurry
Draft
Skirt baffle
Tube
Clarified M.L.
Settling Settler
zone
Circulating pipe
Propeller
Elutriation leg
Heating element
Product discharge
Condensate
12
BAB III
METODE PRAKTIKUM
13
2. Variabel bebas : flowrate (2 ml/s;1,8 ml/s; 1,6 ml/s; 1,5 ml/s)
3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan
3.2.1. Bahan yang Digunakan
Kristal tawas
Air
3.2.2. Alat yang Digunakan
Saturator Tank
Heater dan Controller
Pengaduk
Thermocontroller (Omron E5CC)
Tangki pendingin
MSMPR Crystallizer
Penampung kristal
Motor Pengaduk
Pompa vakum
Heater
Valve
input
Thermometer
Saturator tank
Kristaliser
14
3.4. Prosedur Praktikum
1. Membuat larutan jenuh tawas pada suatu suhu tertentu di dalam tangki
saturator.
2. Pengaturan suhu dilakukan dengan thermocontroller, setting suhu 55°C,
cek ketelitian (kalibrasi) thermocontroller dengan memakai thermometer
biasa.
3. Hidupkan heater dan pengaduk listrik, tambahkan tawas dengan air
secukupnya ke saturator tank, biarkan pemanasan berjalan beberapa
lama
4. Cek kondisi apakah jenuh atau belum dengan mengukur densitas larutan
dengan picnometer. Berat picnometer dan larutan sudah konstan berarti
sudah jenuh (tawas tidak bisa larut lagi)
5. Jalankan sistem pendingin tangki kristaliser dengan air yang dialirkan
kontinyu, atur jepitan selang air pendingin sedemikian rupa sehingga
input–output yang ditandai dengan konstannya ketinggian permukaan air
pendingin di dalam tangki pendingin kristaliser. Tangki kristaliser diberi
tanda untuk volume tertentu, yaitu 5,5 L.
6. Feeding secara siphoning (gravitasi), atur flowrate yang menuju tangki
kristaliser sesuai dengan yang diinginkan dengan mengatur jepitan. Cek
(kalibrasi) flowrate dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch.
7. Siapkan sistem vakum pengeluaran produk slurry: pompa vakum, buffer
tank dikosongkan. Cek apakah tidak bocor (lewat ujung selang penghisap
apakah terasa bila menghisap.
8. Jalankan pengaduk tangki kristaliser dan usahakan tinggi permukaan
larutan tawas di dalam kristaliser tetap pada tanda 5,5 L, karena tipe
MSMPR pastikan kristal teraduk sempurna.
9. Jalankan sistem kristalisasi ini sampai dicapai kondisi tunak (steady
state) dengan perkiraan dari start awal 3 kali waktu tinggal cairan di
dalam kristaliser
10. Sebelum tercapai kondisi tunak, kristal dan cairan yang dikeluarkan tidak
dipakai sebagai produk tetapi dikembalikan ke saturator tank lagi.
15
Setelah tercapai kondisi tunak, kristal dan cairan dikeluarkan untuk
jangka waktu tertentu misalnya 20 menit, tampung dan saring kristalnya,
keringkan kristalnya dengan diangin–anginkan (penyaringan kristal
diupayakan saat larutannya belum mendingin agar produk kristal tidak
bertambah).
11. Ulangi langkah kerja di atas dari awal untuk masing–masing flowrate
sehingga diperoleh minimal 2 titik agar bisa dibuat grafik yang baik.
12. Timbang produk kristal, kemudian dilakukan analisa ayak untuk masing–
masing variasi flowrate.
13. Hitung berat 1 kristal untuk ukuran ayakan tertentu dengan mengasumsi
kristalnya berbentuk bola, kemudian hitunglah jumlah butir kristal yang
ada dalam 1 ayakan.
14. Buat grafik kelarutan tawas dalam air sebagai fungsi suhu dari data di
Perry.
15. Hitung derajat supersaturasi yang terjadi untuk masing–masing flowrate
dengan melihat data kelarutan tawas dari suhu saturator dan suhu
kristaliser.
16. Buat grafik hubungan berat kristal versus derajat supersaturasi dan grafik
CSD untuk masing – masing variasi flowrate.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
400
W kristal (gram)
300
200
100
0
1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2
Flowrate (ml/s)
W teoritis W praktis
17
Dimana: W = berat (massa) kristal yang diperoleh (gram)
ΔC = derajat supersaturasi
Q = flowrate (ml/s)
t = waktu pengambilan produk (s)
ρ = densitas larutan supersaturasi (gram/ml)
Namun, hasil praktikum mengalami ketidaksesuaian dan kurva hubungan
massa kristal dan flowrate justru fluktuatif. Hal ini disebabkan tidak stabilnya
suhu pada saturator tank. Kontrol thermoregulator yang tidak optimal
menyebabkan suhu pada saturator tank tidak stabil. Suhu yang tidak stabil
akan mengakibatkan tidak stabilnya pula derajat supersaturasi (ΔC). Kondisi
itulah yang menyebabkan massa kristal yang dihasilkan tidak sesuai dengan
massa teoritisnya.
20
15
10
ln (N)
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14
Diameter rata-rata
2 1.8 1.6 1.5
18
Grafik pada Gambar 4.2. menunjukkan bahwa semakin besar diameter,
jumlah kristal yang dihasilkan semakin sedikit. Dapat disimpulkan bahwa
diameter kristal berbanding terbalik dengan jumlah kristal (N) seperti pada
persamaan berikut :
( )
Dimana: N= jumlah kristal
W= massa kristal (gram)
D= diameter kristal (cm)
ρ= densitas larutan supersaturasi (gram/ml)
Hal tersebut dikarenakan terbentuknya inti kristal sekunder pada saat
pembentukan inti kristal yang terbentuk relatif kecil dan banyak. Proses ini
terjadi karena adanya tumbukan antara dinding kristaliser dengan permukaan
larutan. Selain hal itu proses pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal
berlangsung secara simultan, kedua proses ini seolah berkompetisi dalam
mengontrol distribusi ukuran kristal yang diperoleh (Setyopratomo dkk.,
2003). Karena proses pembentukan kristal diawali dengan pembentukan inti
kristal kecil yang dilanjutkan dengan pertumbuhan struktur kristal menjadi
besar, sehingga jumlah kristal lebih banyak terbentuk untuk ukuran kristal
yang lebih kecil (Surya dkk., 2011).
19
35
30
W kristal (gram)
25 >0,85
20 0,85-0,65
15
10 0,65-0,25
5 0,25-0,15
0 <0,15
1.5 1.6 1.8 2
Flowrate (ml/s)
20
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Semakin besar flowrate, maka massa kristal yang dihasilkan akan
semakin banyak, namun praktikum tidak sesuai karena tidak
stabilnya suhu thermoregulator.
2. Jumlah kristal yang berukuran kecil relatif lebih banyak karena
pembentukan inti dan pertumbuhan kristal terjadi secara simultan
yang didahului oleh pembentukan inti kristal.
3. Semakin besar flowrate, maka waktu tinggal lebih cepat yang
menyebabkan kristal yang terbentuk relatif berdiameter lebih
kecil.
5.2. Saran
1. Agar kristalisasi maksimal, pastikan densitas larutan sudah
mencapai 1,3 ml/s atau sudah jenuh.
2. Sebaiknya thermocontroller tidak dipasang hanya pada saturator
tank namun juga dipasang pada cristallyzer tank, agar suhu
kristalisasi juga dapat diatur
3. Sebaiknya proses recycle selama waktu tinggal proses kristalisasi
tidak dilakukan secara manual.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAPORAN SEMENTARA
MATERI : KRISTALISASI
KELOMPOK : 5/RABU
PENYUSUN : 1. ALVIN DHARMA U (21030116130174)
2. CINDY NELLA SARY (21030116120004)
3. DWI NOVITASARI (21030116120010)
A-1
1. Menghitung waktu tinggal dan waktu steady state
Flowrate : 1,6 ml/s
Volume kristaliser tank : 5,5 L = 5500 ml
3. Massa Kristal
Screen W kristal
(mm) (gram)
>0,85 33
0,85-0,65 13.3
0,65-0,25 16
0,25-0,15 10
<0,15 11.2
Total 83,5
A-2
Semarang, 16 November 2018
Mengetahui,
Praktikan, Asisten Pengampu,
A-3
LEMBAR PERHITUNGAN
1. Densitas
mpicno = 22,095 gram
mpicno+aq = 49,237 gram
mpicno+larutan = 52,620 gram
B-1
Flowrate Waktu steady
(ml/s) state (menit)
2 137,5
1,8 152,77
1,6 171
1,5 183,33
ΔC = Csaturasi − Csupersaturasi
B-2
T C
T saturator C saturator
Flowrate kristaliser kristaliser ΔC
tank tank
tank tank
(ml/s) (°C) (°C) (gr/100ml) (gr/100ml) (gr/ml)
2 55 32 20.875 9.052 0.1182
1,8 55 31 20.875 8.721 0.1215
1,6 55 35 20.875 10.045 0.1083
1,5 55 37 20.875 10.707 0.1017
5. Perhitungan % Error
| |
| |
W
Flowrate W teoritis
praktis % error
(ml/s) (gram) (gram)
B-3
3 0.65-0.25 0.45 12.756 17.325 16 19.777
4 0.25-0.15 0,2 8.900 11.721 10 14.742
5 <0.15 0,075 8.670 2.253 11.2 7.704
Total 49.231 45.587 83.5 78.511
Tray 1
33,17
Tray 2
60,62
Tray 3
362,06
Tray 4
2171,39
Tray 5
46117,22
B-4
Jari-jari
Flowrate (ml/s)
(r)
(cm) 2 1.8 1.6 1.5
N ln N N ln N N ln N N ln N
B-5
Lampiran Prosedur Analisa
C-1
4. Saklar heater
5. Tombol pembuka kotak rangkaian alat
6. Thermocouple
7. Steker heater
C-2
REFERENSI
65
1)
Akan dipublikasikan pada Jurnal Teknologi dan Industri Pangan IPB
72
Pola Perubahan Kandungan TAG St2U pada Fraksi Olein Minyak Kelapa
St2U tergolong TAG yang memiliki titik leleh relatif rendah sehingga
selama proses kristalisasi, jumlahnya cenderung meningkat pada fraksi olein dan
sedikit menurun pada fraksi stearin, sebanding dengan semakin lamanya proses
kristalisasi diterapkan. Pola perubahan St2U fraksi olein minyak kelapa selama
kristalisasi juga dipengaruhi kuat oleh laju pendinginan kritis, lama proses
kristalisasi dan perbedaan suhu kristalisasi yang diterapkan.
Laju pendinginan kritis berbanding lurus dengan kandungan St2U dalam
fraksi olein hasil fraksinasi minyak kelapa. Pada kisaran laju pendinginan kritis
yang dipelajari, semakin tinggi laju pendinginan kritis akan menghasilkan jumlah
St2U yang semakin banyak, begitu pula sebaliknya (Gambar 6.3a). Perubahan
kandungan St2U fraksi olein minyak kelapa selama proses kristalisasi pada
berbagai laju pendinginan kritis yang dipelajari dapat dijelaskan dengan
o
persamaan sebagai berikut: St2U=0.587ln(t)+12.51 untuk vc < 0.075 C/menit;
o
St2U=0.641ln(t)+11.78 untuk 0.075 < vc < 0.125 C/menit; dan
o
St2U=0.507ln(t)+12.15 untuk vc > 0.125 C/menit.
Pengaruh suhu kristalisasi terhadap pola perubahan kandungan St2U
dalam fraksi olein lebih terlihat hanya pada laju pendinginan kritis yang kurang
dari 0,125 °C/menit (Gambar 6.3b). Pada Gambar 6.3b terlihat bahwa interval
suhu kristalisasi antara 21,30-21,73 °C menghasilkan jumlah kandungan St2U
yang lebih tinggi daripada interval suhu di bawah atau di atasnya. Perubahan
kandungan St2U fraksi olein minyak kelapa selama proses kristalisasi pada laju
pendinginan kritis kurang dari 0,125 °C/menit di interval suhu kristalisasi yang
dipelajari dapat dijelaskan dengan persamaan: St2U=1.078ln(t)+10.38 untuk
o o
21,30 < Tcr < 21,73 C; St2U=0.590ln(t)+12.40 untuk 18.82 < Tcr < 18.91 C; dan
o
St2U=0.595ln(t)+12.57 untuk 21.90 < Tcr < 22.38 C.
PENGARUH SUHU SATURATOR TANK DAN FLOWRATE FEED TERHADAP KADAR
IMPURITAS Fe DALAM PRODUK KRISTAL PADA PROSES KRISTALISASI ASAM SITRAT
Bi Sianli Lydia De Vega Surya (L2C607014) dan Winda Suryani Intifada (L2C607058)
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058
Pembimbing: Ir. Danny Soetrisnanto, M.Eng
Abstrak
Asam sitrat - C6H8O7 merupakan senyawa organik yang secara luas dipergunakan sebagai bahan
tambahan pada makanan dan minuman serta dalam industri farmasi. Pada industri, asam sitrat dapat dibuat
dengan proses fermentasi dan dilanjutkan dengan proses pemisahan – pemurnian, sehingga produk yang
dihasilkan berupa kristal yang seragam. Untuk kebutuhan farmasi, kualitas dari kristal asam sitrat merupakan
aspek yang sangat penting, dan impuritas yang susah untuk dipisahkan adalah Fe.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh laju alir umpan dan suhu pada tangki
saturator terhadap impuritas Fe yang terkandung dalam produk kristal asam sitrat serta untuk mengetahui
hubungan antara kecepatan produksi kristal dengan impuritas Fe pada produk kristal asam sitrat. Penelitian
ini menggunakan kristaliser MSMPR dengan volume 4 liter, operasi berjalan secara kontinyu, suhu pada tangki
kristaliser dijaga 20oC dengan menggunakan sistem pendingin. Konsentrasi awal Fe dalam feed adalah 40
ppm. Dalam penelitian, laju alir umpan divariasi (0,5;1;1,5;2;2,5;3)ml/dt. Selain itu, suhu pada tangki
saturator juga divariasi (30,40,50) oC. Kadar Fe yang terkandung dalam produk kristal asam sitrat dianalisa
dengan menggunakan spektrofotometer.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju alir umpan, semakin banyak kadar
impuritas Fe yang terkandung dalam produk kristal asam sitrat. Sedangkan semakin tinggi suhu tangki
saturator, kadar impuritas Fe yang terkandung dalam produk kristal asam sitrat semakin kecil. Variabel
optimum yang didapat dari hasil penelitian yaitu pada variable laju alir umpan 0,5 ml/dt dan pada suhu tangki
saturator 50oC. Berat kristal yang dihasilkan pada kondisi optimum adalah 101,62 gr dengan kadar impuritas
Fe dalam produk kristal 0,3 ppm. Pada proses kristalisasi, kecepatan produksi kristal sangat mempengaruhi
kadar impuritas Fe yang terkandung dalam produk kristal asam sitrat. Semakin besar kecepatan produksi
kristal asam sitrat, semakin besar pula impuritas Fe dalam umpan yang terperangkap dalam produk kristal
yang dihasilkan. Dari hasil analisa pengaruh kecepatan produksi kristal terhadap impuritas Fe yang
terkandung dalam produk kristal asam sitrat, didapatkan persamaan y = 0,0834x + 0,338 untuk suhu tangki
saturator 30oC, y = 0,074x + 0,2793 untuk suhu tangki saturator 40 oC, dan y = 0,0769x + 0,2227 untuk suhu
tangki saturator 50oC.
Abstract
Citric acid - C6H8O7 is an organic compound which widely used as an additive in food and beverage
as well as in pharmacy industries. In industries, Citric acid is produced by fermentation process and after
separation-purification processes, the end product is in the form of crystals. For pharmacy purpose, the quality
of citric acid crystals is very important aspect, and the impurity substance which difficult to separate is iron-Fe.
The purpose of this study was to determine the influence of flow rate feed and temperature of saturator
tanks against impurity of Fe in the products of citric acid crystals and to know the relationship between the
crystal product rates with impurity of Fe in the product citric acid crystal. This research has used 4 liters
MSMPR crystallizer, continuously operated, temperature of the crystallizer was keep constant at 20 oC using
refrigeration system. Concentration of Fe in the feed was 40 ppm. Feed flow rates was variated
(0,5;1;1,5;2;2,5;3)ml/sec. Temperature of saturator tank was variated (30,40,50) oC. Fe content in the citric
acid crystal was analyzed using spectrophotometer.
This research concludes that greater flow rate feed, the higher concentration of Fe impurity trapped in
the product of citric acid crystal. Meanwhile, the higher the saturator temperature, concentration of Fe
impurity in the product citric acid crystals became lower. The best condition was reached at flow rate feed 0.5
ml / sec and at a temperature of saturator tank 50 oC. Weight of crystal produced in the best conditions is 101.62
g with impurity concentration of Fe 0.3 ppm. In addition, product rate of crystal influenced the level impurity
of Fe contained in the citric acid crystals products. The greater product rates , the greater the impurity of Fe
that were trapped in the citric acid crystals. The influence of crystal product rates to the concentration of Fe
trapped in the products of citric acid crystals, can be expressed by equation y = 0.0834x + 0.338 for saturator
tank temperature of 30oC, y = 0.074x + 0.2793 for saturator tank temperature of 40 ° C, and y = 0.0769x +
0.2227 for saturator tank temperature of 50 ° C.
1. Pendahuluan
Asam sitrat merupakan senyawa organik yang mempunyai rumus molekul C6H8O7. Selain terdapat pada
buah-buahan, asam sitrat juga terdapat secara bebas di alam yang terdapat pada siklus Krebs pada reaksi intermediet
di mana karbohidrat dioksidasi oleh karbon dioksida. Asam sitrat juga dimanfaatkan dalam dunia farmasi dan
makanan. Asam sitrat yang dimanfaatkan dalam dunia farmasi, makanan, dan teknis mempunyai spesifikasi
impuritas Fe yang berbeda-beda di sesuaikan dengan kegunaannya. Asam sitrat yang di produksi di Indonesia
sebagian besar hanya memenuhi standard teknis. Sedangkan kebutuhan akan asam sitrat sesuai standar food grade
dan pharmacy grade begitu besar. Hal ini dapat dilihat dari data BPS bahwa kebutuhan ekspor asam sitrat ke luar
negeri pada tahun 2008 adalah 2.127.428 ton/tahun, sedangkan kebutuhan impornya 10.203.260 ton/tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan asam sitrat dalam negeri.
Standar Mutu Asam Sitrat Teknis (SNI 19-0428-1989)
No Uraian Persyaratan
1 Kadar asam sitrat, % Min, 99,5
2 Sisa pemijaran, % Max, 0,05
3 Logam berat, ppm Max, 10
4 Zat yang mudah menngarang Memenuhi syarat uji
5 Kalsium Memenuhi syarat uji
6 Asam iso sitrat Memenuhi syarat uji
7 Oksalat Memenuhi syarat uji
8 Sulfat Memenuhi syarat uji
9 Hidrokarbon aromatic polisiklik Memenuhi syarat uji
Masalah yang timbul saat ini adalah belum diketahuinya hubungan antara kecepatan produksi kristal
dengan konsentrasi impuritas Fe yang ikut terkristalkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui pengaruh laju alir feed (umpan) dan suhu saturator tank
terhadap kadar impuritas Fe dalam produk kristal asam sitrat, serta mengetahui hubungan antara impuritas Fe yang
terperangkap dalam kristal asam sitrat dengan kecepatan produksi kristal.
2. Bahan dan Metode Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah Asam Sitrat teknis, aquadest, dan ferro
ammonium sulfat. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan HCl pekat, Ammonium asetat buffer,
Hydroxylamine, dan Phenanthroline, sebagai bahan dalam analisa produk minyak yang dihasilkan.
Penetapan Variabel
Penelitian ini ditetapkan dengan variable berubah, yaitu suhu saturatr tank dan laju alir feed. Perubahan
suhu saturator tank yaitu: 30oC, 40oC, dan 50oC. Variabel laju alir feed yang berubah yaitu: 0,5 ml/dt, 1 ml/dt, 1,5
ml/dt, 2 ml/dt, 2,5 ml/dt, 3 ml/dt. Selain itu dipergunakan variable tetap yaitu: volume kristalisator, volume
pengambilan, operasi kristalisasi, suhu kristaliser, dan konsentrasi Ferro Ammonium Sulfat yang ditambahkan
dalam feed.
Prosedur Percobaan
Percobaan dimulai dengan membuat larutan jenuh asam sitrat pada suhu sesuai variasi, di tangki saturator.
Mengaturan suhu dengan memakai thermoregulator. Menjalankan heater, pengaduk listrik, tambahkan kristal asam
sitrat dan air secukupnya ke saturator tank, biarkan pemanasan berjalan beberapa waktu mengecek kondisi, apakah
sudah jenuh atau belum dengan mengukur density larutan memakai picnometer. Bila berat picnometer+larutan sudah
konstan, berarti sudah jenuh [ asam sitrat sudah tidak dapat melarut lagi]. Menjalankan sistem pendingin yaitu
menggunakan thermo cooler. Tangki kristalisernya diberi tanda untuk volume 4 liter. Menjalankan pompa atur
flowrate sesuai variasi menuju tangki kristaliser sesuai yang diinginkan dengan mengatur jepitan aliran recycle. Cek
atau kalibrasi flowrate tersebut dengan memakai gelas ukur dan stopwatch. Menjalankan pengaduk tangki kristaliser,
jaga permukaan larutan asam sitrat di dalam tangki kristaliser tetap pada tanda 4 liter secara kontinyu menghisap
kelebihan larutannya memakai selang pengeluaran produk kristaliser. Menjalankan sistem kristalisasi ini sampai
dicapai kondisi tunak [steady state], dengan perkiraan dari start awal selama 3 kali waktu tinggal cairan di dalam
kristaliser. Menganalisa kadar Fe dalam kristal asam sitrat dengan metode spektrofotometri.
Flowrate Feed vs Kadar Fe Produk Kristal Pada Suhu Saturator Tank 30oC,
Suhu Kristaliser 20oC
0.9
Kadar Fe (ppm)
0.7
0.5
0.3
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Flowrate feed (ml/s)
Grafik 4.1 Flowrate Feed vs Kadar Fe dalam Produk Kristal Pada Suhu Saturator Tank 30 oC dan Suhu Kristaliser
20oC (ΔT = 10oC)
Flowrate Feed vs Kadar Fe Produk Kristal Pada Suhu Saturator Tank 40oC,
Suhu Kristaliser 20oC
0.8
Kadar Fe (ppm)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Flowrate feed (ml/s)
Grafik 4.2 Flowrate Feed vs Kadar Fe dalam Produk Kristal Pada Suhu Saturator Tank 40 oC dan Suhu Kristaliser
20oC (ΔT = 20oC)
Flowrate Feed vs Kadar Fe Produk Kristal Pada Suhu Saturator Tank 50oC,
Suhu Kristaliser 20oC
Kadar Fe (ppm) 0.8
0.6
0.4
0.2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Flowrate feed (ml/s)
Grafik 4.3 Flowrate Feed vs Kadar Fe dalam Produk Kristal Pada Suhu Saturator Tank 50 oC dan Suhu Kristaliser
20oC (ΔT = 30oC)
Pada grafik terlihat bahwa kadar impuritas Fe dalam produk kristal asam sitrat semakin bertambah pada
tiap pertambahan flowrate feed. Hal tersebut akan terus terjadi hingga batas kecepatan produksi kristal asam sitrat.
Kecepatan pertumbuhan dari produk kristal asam sitrat itu sendiri adalah (Sikdar and Randolph,
AIChE J. 33: 6 (1987) ; Perry’s Chemical Engineers Handbook). Jadi jika penambahan flowrate feed terlalu besar,
maka waktu tinggal dalam kristaliser terlalu singkat sehingga proses pembentukan produk kristal asam sitratpun tidak
dapat berangsung. Karena proses pembentukan produk kristal asam sitrat tidak dapat belangsung, maka impuritaspun
tidak dapat terperangkap dalam produk kristal asam sitrat. Maka jika penambahan flowrate feed terlalu besar maka
grafik akan konstan mulai dari flowrate 7ml/dt dan seterusnya, karena jika dilihat dari range kecepatan pertumbuhan,
flowrate feed maksimal yang dapat digunakan dalam proses kristalisasi asam sitrat adalah 7ml/dt.
2. Pengaruh Suhu Saturator Tank Terhadap Kadar Impuritas Fe Pada Produk Kristal Asam Sitrat
0.8
0.6
0.4
0.2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Suhu 30 Suhu 40 Suhu 50
Flowrate feed (ml/s)
Grafik 4.4 Flowrate Feed vs Kadar Fe dalam Produk Kristal Pada Suhu Saturator Tank 30 oC, 40oC, 50oC dan Suhu
Kristaliser 20oC
Pada grafik di atas dapat disimpulkan bahwa suhu optimal feed dalam saturator tank pada operasi
kristalisasi asam sitrat adalah pada suhu 50oC. Dimana pada kondisi optimum saturator tank (50 oC) tersebut proses
pembentukan kristal sangat baik, karena pada kristaliser suhu telah ditetapkan sebesar 20 oC, sehingga ΔT pada
saturator tank dengan kristaliser adalah paling besar (30 oC) dibanding ΔT pada variable suhu saturator tank 40oC
dan 30oC. Pada suhu 40oC ΔT pada saturator tank dan kristaliser adalah 20 oC dan pada suhu saturator tank 30oC ΔT
yang dicapai adalah 10 oC. Karena ΔT suhu saturator 50oC dan suhu kristaliser 20oC cukup besar (30oC)
menyebabkan kecepatan terbentuknya inti kristal primer akan semakin cepat sehingga produk kristal asam sitrat
yang dihasilkanpun semakin banyak.
Pada pembahasan sebelumnya telah di jelaskan, bahwa flowrate feed yang semakin besar menyebabkan
impuritas Fe yang ikut terperangkap ke dalam produk kristal asam sitrat juga semakin banyak, hal ini disebabkan
karena nilai driving force yang semakin besar (Δc). Hal ini jelas terlihat pada grafik di atas, namun ternyata pada
grafik juga jelas terlihat bahwa kadar impuritas Fe dalam produk kristal asam sitrat paling kecil terdapat pada suhu
saturator tank 50oC.
Hal ini dijelaskan dengan persamaan arhenius :
Sebagai kecepatan integrasi kenaikan kecepatan dengan suhu kemudian kecepatan difusi, kecepatan produksi kristal
dijaga, difusi di control pada suhu tinggi dan integrasi di control pada suhu rendah. Sebagai contoh, sukrosa di
beritahukan, difusi di control sekitar 40oC (Smythe, 1967) dan NaCl sekitar 50oC (Rumford and Bain, 1960). Diatas
range tengah yang sangat berarti pada suhu, proses keduanya dapat saling mempengaruhi, dan sesuai dengan
Arrhenius mengeplotkan data pertumbuhan kristal yang diberikan agak melengkung dari garis lurus, ini
mengindikasikan bahwa jelas energi aktivasi pada keseluruhan proses produksi kristal adalah bergantung pada suhu.
3.Crystal Size Distribution
Grafik D (avg) vs ln N Pada Suhu Saturator Tank 30oC dan Suhu Kristaliser
20oC
12
10
flow 0.5
8
ln N
6 flow 1
4 flow 1.5
2 flow 2
0 flow 2.5
0.075 0.2 0.3375 0.601 flow 3
Diameter rata-rata (mm)
Grafik 4.5 D average vs ln N Pada Suhu Saturator Tank 30oC dan Suhu Krisaliser 20oC
6
flow 1.5
4
flow 2
2
flow 2.5
0
flow 3
0.075 0.2 0.3375 0.601
Diameter rata-rata (mm)
Grafik 4.6 D average vs ln N Pada Suhu Saturator Tank 40oC dan Suhu Krisaliser 20oC
Grafik D (avg) vs ln N Pada Suhu Saturator Tank 50oC dan Suhu Kristaliser
20oC
12
10
flow 0.5
8
flow 1
ln N
6
flow 1.5
4
flow 2
2
flow 2.5
0
flow 3
0.075 0.2 0.3375 0.601
Diameter rata-rata (mm)
Grafik 4.7 D average vs ln N Pada Suhu Saturator Tank 50 oC dan Suhu Krisaliser 20oC
Pada penelitian ini, produk kristal yang dihasilkan mempunyai ukuran yang beragam pada tiap suhu
saturator tank dan flowrate feed. Dari grafik di atas dapat di amati, bahwa pada diameter yang sama nilai ln N yang
didapat semakin besar untuk flowrate feed yang semakin kecil. Hal ini cenderung sama untuk tiap suhu saturator
tank (30, 40, 50)oC.
Pada teori McCabe (1929) menganalisa masalah tentang crystal size distribution (CSD) dan
mengembangkan hukum ΔL, membuat beberapa asumsi : (a) semua kristal mempunyai potongan yang sama; (b)
pertumbuhannya invariant, dengan kata lain kecepatan produksi adalah berbeda-beda tiap ukuran kristal; (c)
supersaturasi konstan di sepanjang kristaliser; (d) tidak ada nukleasi yang terjadi; (e) tidak ada klasifikasi ukuran
pada kristalizer; (f) kecepatan relative diantara kristal dan cairan konstan.
Berat suatu kristal karakteristik ukuran (L) diberi oleh , dimana adalah volum dari shape factor
dan adalah densitas kristal. Jumlah kristal, dN, pada ukuran L dalam massa dM adalah dN = dM/ .
Dari persamaan tersebut menjelaskan bahwa nilai dN berbanding terbalik dengan L (D/2), maka semakin
kecil diameter rata-rata, jumlah produk kristal yang dihasilkanpun semakin banyak. Karena diameter yang semakin
kecil, maka ukuran partikel akan semakin halus. Selain itu proses pembentukan produk kristal diawali dengan
pembentukan inti kristal kecil yang dilanjutkan dengan pertumbuhan struktur kristal menjadi lebih besar, sehingga
jumlah kristal lebih banyak terbentuk untuk ukuran kristal yang lebih kecil.
Pada grafik terlihat bahwa nilai ln N semakin turun untuk diameter produk kristal asam sitrat yang semakin
besar. Hal tersebut akan terus terjadi hingga batas kecepatan pertumbuhan dari kristal asam sitrat. Kecepatan
produksi kristal asam sitrat itu sendiri adalah (Sikdar and Randolph, AIChE J. 33: 6 (1987)
; Perry’s Chemical Engineers Handbook). Jika dilihat dari range kecepatan pertumbuhan kristal tersebut, grafik
diatas akan cenderung turun hingga ukuran mm.
4. Pengaruh Kecepatan Produksi Kristal Terhadap Kadar Impuritas Fe Yang Terkandung Dalam Produk Kristal Asam
Sitrat
Grafik PR vs Kadar Fe Suhu Saturator Tank 30oC
1
0.9
Kadar Fe (ppm)
0.8
0.7 y = 0.0834x + 0.338
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
9.023 10.477 15.504 19.487 20.699 21.576
Product Rate (gr/jam)
Grafik 4.8 Product Rate vs Kadar Fe Produk Pada Suhu Saturator Tank 30oC
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
13.845 23.276 34.049 38.277 43.315 47.08
Grafik 4.9 Product Rate vs Kadar Fe Produk Pada Suhu Saturator Tank 40oC
Grafik PR vs Kadar Fe Suhu Saturator Tank 50oC
1
0.9
y = 0.0769x + 0.2227
Kadar Fe (ppm)
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
15.258 26.471 38.81 43.524 51.263 52.621
Grafik 4.10 Product Rate vs Kadar Fe Produk Pada Suhu Saturator Tank 50 oC
Pada grafik di atas menunjukkan adanya hubungan antara kecepatan produksi kristal (product rate) asam
sitrat dengan kadar impuritas Fe yang di hasilkan dalam proses kristalisasi asam sitrat. Kecepatan produsi sangat
berpengaruh terhadap komposisi produk kristal asam sitrat yang dihasilkan, terutama impuritas yang terkandung
dalam kristal. Semakin besar kecepatan produksi kristal asam sitrat, semakin besar pula impuritas Fe dalam feed
yang terperangkap dalam kristal asam sitrat. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya kecepatan produksi kristal
asam sitrat yang dihasilkan maka proses difusi solute dari larutan ke permukaan kristal semakin cepat, sehingga
kristal dapat tumbuh dengan cepat. Dengan kecepatan produksi kristal asam sitrat, impuritas yang terkandung dalam
solutepun ikut terperangkap dalam produk kristal, karena proses difusi solute dari larutan ke permukaan terlalu cepat,
hal ini menyebabkan impuritas dalam solute masuk dalam kisi-kisi kristal, sehingga kemurnian produk kristal asam
sitrat menjadi berkurang.
Dalam penelitian ini, kadar impuritas Fe dalam feed yang terperangkap dalam produk kristal asam sitrat akan
cenderung bertambah seiring dengan semakin besarnya kecepatan produksi kristal dalam proses kristalisasi asam
sitrat. Hal ini dikarenakan semakin besarnya kecepatan produksi kristal, maka proses difusi solute dari larutan ke
permukaan kristal semakin besar sehingga impuritas yang terkandung dalam solutepun ikut terperangkap dalam
kristal yang terbentuk. Tetapi kenaikan kadar impuritas Fe yang terperangkap dalam kristal yang dihasilkan dalam
proses kristalisasi asam sitrat tidak akan lebih besar dari kadar Fe yang terkandung dalam solute (feed), yaitu 40 ppm.
Karena dalam peneletian ini Fe yang digunakan sebagai feed awal adalah 40 ppm.
Pada penelitian, kami menggunakan flowrate yang sesuai untuk proses kristalisasi asam sitrat, yaitu 0.5 ml/dt
hingga 3 ml/dt. Dari literature didapatkan data kecepatan pertumbuhan kristal asam sitrat itu sendiri adalah
(Sikdar and Randolph, AIChE J. 33: 6 (1987) ; Perry’s Chemical Engineers Handbook). Dari
sinilah dapat ditentukan flowrate feed optimal yang dapat digunakan dalam proses kristalisasi untuk mengoptimalkan
produk kristal dengan kadar impuritas yang lebih rendah.
5. Pengaruh Flowrate Feed Dengan Kecepatan Produksi Kristal Dalam Proses Kristalisasi Asam Sitrat
Grafik Flowrate Feed vs Product Rate
60
50
Product Rate (gr/jam)
40
30 suhu saturator tank 30
suhu saturator tank 40
20 suhu saturator tank 50
10 suhu kristaliser 20
0
1.50.5 21 2.5 3
Flowrate Feed (ml/dt)
Grafik 4.11 Flowrate Feed vs Product Rate
Pada grafik di atas menunjukkan adanya hubungan antara flowrate feed dengan kecepatan produksi kristal
dalam proses kristalisasi asam sitrat. Grafik diatas menunjukkan bahwa kecepatan produksi kristal semakin besar
seiring dengan flowrate feed yang semakin besar pula. Tetapi pada dasarnya flowrate feed yang terlalu kecil tidak
sesuai untuk proses produksi kristal, karena dengan flowrate feed yang sangat kecil menyebabkan tidak adanya
driving force sehingga proses difusi solute dari larutan ke permukaan kristal tidak dapat terjadi karena terlalu lambat
prosesnya dan menyebabkan wash out. Sedangkan jika flowrate feed terlalu besar maka proses difusi solute dari
larutan ke permukaan kristal terjadi terlalu cepat, sehingga feed hanya lewat dan tidak sempat terdifusi ke
permukaan kristal dan menyebabkan tidak dapat terbentuknya produk kristal yang diinginkan.
Pada penelitian ini menggunakan flowrate feed yang sesuai untuk proses kristalisasi asam sitrat, yaitu 0.5
ml/dt hingga 3 ml/dt. Dari literature didapatkan data kecepatan pertumbuhan kristal asam sitrat itu sendiri adalah
(Sikdar and Randolph, AIChE J. 33: 6 (1987) ; Perry’s Chemical Engineers Handbook).
Dari sinilah dapat ditentukan flowrate feed optimal yang dapat digunakan dalam proses kristalisasi untuk
mengoptimalkan kecepatan produksi kristal asam sitrat.
4. Kesimpulan
1. Flowrate feed dan suhu saturator tank sangat berpengaruh pada kadar impuritas Fe dalam produk kristal asam
sitrat. Semakin besar flowrate feed, semakin banyak kadar impuritas yang terperangkap dalam produk kristal asam
sitrat yang dihasilkan. Sedangkan semakin tinggi suhu saturator tank, kadar impuritas Fe dalam produk kristal
asam sitrat semakin kecil. Variabel optimum yang didapatkan dari hasil penelitian yaitu pada variable flowrate
feed 0,5 ml/dt dan pada suhu saturator tank 50oC. Berat kristal yang dihasilkan pada kondisi optimum ini adalah
101,62 gr dengan kadar impuritas Fe dalam produk kristal 0,3 ppm.
2. Kecepatan produksi kristal sangat mempengaruhi kadar impuritas Fe yang terkandung dalam produk kristal asam
sitrat yang dihasilkan pada proses kristalisasi. Semakin besar kecepatan produksi kristal asam sitrat, semakin besar
pula impuritas Fe dalam feed yang terperangkap dalam produk kristal asam sitrat. Tetapi kenaikan kadar impuritas
Fe yang terperangkap dalam kristal yang dihasilkan dalam proses kristalisasi asam sitrat tidak akan lebih besar dari
kadar Fe yang terkandung dalam solute (feed), yaitu 40 ppm. Dari hasil analisa pengaruh kecepatan produksi kristal
terhadap impuritas Fe yang terkandung dalam produk kristal asam sitrat, didapatkan persamaan y = 0,083x + 0,338
untuk suhu saturator tank 30oC, y = 0,074x + 0,2793 untuk suhu saturator tank 40oC, dan y = 0,0769x + 0,2227
untuk suhu saturator tank 50oC.
Ucapan Terima Kasih
1. Bapak Ir. Danny Soetrisnanto, M.Eng selaku dosen pembimbing penelitian atas segala bimbingannya.
2. Bapak Sunarto, dan Bapak Rujiyanto selaku laboran di Laboratorium OTK yang telah membantu terlaksananya
penelitian.
3. Orangtua, keluarga penyusun dan teman-teman yang telah memberikan doa, support, dan materi.
Daftar Pustaka
Bu’Lock. B, Kristiansen. B, “Basic Biotechnology”, Academic Press Ltd., 1987.
Bulletin Penelitian, No. 12, 1988/1989.
Mersmann, A., “Crystallization Technology Handbook”, 2 nd ed, All Rights Reserved, 2001.
Mullin, J. W., “Crystallization”, 4th ed, Butterworths, London, 2001.
Murray, M. Y., “Comprehensive Biotechnology”, Vol.3, Pergamon Press Ltd., 1985.
Jones, Alan G., “Crystallization Process Systems”, 1st ed, Butterworth, London, 2002.
Perry, R. H. and Chillon, “Chemical Engineering Handbook” 6 th ed, Mc Graw Hill Book Co. Inc., New York, 1985.
Underwood, A. L. and Day, R. A., “Analisa Kimia Kualitatif” edisi ke-4, Erlangga, Jakarta, 1983.
Warren, L., “Unit Operation of Chemical Engineering” 4 th ed, Mc Graw Hill Book Company, 1985.
DIPERIKSA
KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL
2. 14-11-2018 ACC