Sei sulla pagina 1di 15

PROSPEK DAN TANTANGAN PETANI KELAPA SAWIT SWADAYA DI DESA

AIR HITAM KECAMATAN UKUI KABUPATEN PELALAWAN DALAM


MENGHADAPI SERTIFIKASI ISPO
PROSPECTS AND CHALENGES OF INDEPENDENT OIL PALM
SMALLHOLDERS IN AIR HITAM VILLAGE UKUI DISTRICT PELALAWAN
REGENCY TOWARDS ISPO CERTIFICATION

Dewi Yosefin Tumiar Sibarani1, Sakti Hutabarat2, Novia Dewi2


Department of Agribusiness, Faculty of Agriculture University of Riau
Jl. Binawidya 30, Pekanbaru 28291
Wie_yooze@yahoo.com

ABSTRAK

Increasing demand for palm oil and palm oil derivative products has triggered demand for oil
palm fruit. This phenomena has been responded by Indonesian oil palm growers by
increasing oil palm production through land expansi on. Land expansion has been claimed as
the source of deforestation, land degradation, biodiversity loss, greenhouse gas emission, and
land conflicts. The Indonesian Sustainable Palm Oil has been established to promote
sustainable oil palm production. However, the implementation of the certification program
face various problem, especially at the smallholder levels. The objective of this study is to
analyze the performance of independent oil palm smallholders, to assess the application of
good agricultural practices in relation with the ISPO standards and to analyses prospects and
chalenges toward certification ISPO. The study use agribusiness income analyses, scaling
method to measure the smallholders practices based on the ISPO standard and descriptive
method to analyze prospects and chalenges faced by smallholders to obtain ISPO
certification. The result shows that the oil palm smallholder profits on average are above the
regional wage standard. However, the smallholders compliance to the ISPO standards is only
43.5%. Certification ISPO would promote better acces to independent smalholder in market
acces, financial acces and endorse sustainable production of oil palm. However, independent
oil palm smallholers face various chalenges to obtain certificate of ISPO. This figure shows
that there will be lots of effort to be done to get the ISPO certification.

Keywords : Oil palm, ISPO certification, smallholders’ performance, independent


smallholders

1
Mahasiswa Jurusan Agribisnis FAPERTA UR
2
Staf Pengajar Jurusan Agribisnis FAPERTA UR

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 1


PENDAHULUAN diklaim tidak ramah lingkungan dan tidak
Perkembangan kelapa sawit di mengarah pada pengelolaan perkebunan
Indonesia melaju sangat cepat. Sebelum yang berkelanjutan. Kebakaran hutan dan
kemerdekaan komoditi kelapa sawit lahan dalam pembukaan maupun
hanya dapat dikelola oleh perkebunan perluasan lahan mengakibatkan banyak
besar asing milik perusahaan Belanda. ekosistem hutan yang rusak. Rusaknya
Setelah kemerdekaan seluruh perkebunan ekosistem ini berimbas pada
kelapa sawit dinasionalisasi dan dikelola terganggunya rantai makanan dan
oleh perkebunan besar negara. Tahun hilangnya spesies langka. Pembangunan
1970an, perusahaan swasta nasional mulai perkebunan kelapa sawit tidak jarang
berinvestasi mengelola perkebunan besar menimbulkan konflik lahan dan konflik
kelapa sawit. Mencermati semakin sosial yang mengganggu kehidupan
tingginya permintaan dunia terhadap masyarakat sekitar.
minyak kelapa sawit dan kemajuan Beberapa kalangan prihatin
teknologi yang semakin pesat dalam terhadap perkembangan perkebunan
pendayagunaan kelapa sawit, pemerintah kelapa sawit dan melakukan berbagai
lalu menggalakkan program upaya agar pembangunan kelapa sawit
pengembangan perkebunan untuk petani dapat dilakukan secara lestari dan
(Badrun 2010). berkelanjutan. Pada tahun 2004 beberapa
Program Perusahaan Inti Rakyat stakeholder internasional menginisisasi
(PIR) atau Nucleus Estate Smallholders didirikannya Rountable on Sustainable
(NES) mengembangkan perkebunan Palm Oil (RSPO). RSPO mendorong
kelapa sawit melalui kemitraan antara produksi dan penggunaan produk-produk
perusahaan inti dan plasma. Program ini kelapa sawit secara lestari dan
pada mulanya dikembangkan di lima berkelanjutan untuk kesejahteraan
provinsi kemudian tersebar di 22 provinsi masyarakat, lingkungan dan sosial.
di Indonesia (Manggabarani 2009). Tahun 2007 Indonesia menginisiasi
Setelah Proyek PIR/NES, pemerintah produksi kelapa sawit berkelanjutan yang
terus mengembang pola-pola baru kemudian diatur dalam Peraturan Menteri
pembangunan perkebunan kelapa sawit Pertanian No.19/OT.140/3/2011 tentang
rakyat seperti PIR-Trans (1986), PIR- pedoman perkebunan kelapa sawit
KKPA (1996) dan Pola Kemitraan untuk berkelanjutan Indonesia (Indonesian
petani swadaya pada tahun 2000an. Sustainable Palm Oil). ISPO diharapkan
Perkebunan kelapa sawit dapat mengatasi dampak negatif maupun
memberikan berbagai manfaat positif bagi isu-isu negatif mengenai perkembangan
perekonomian Indonesia. Kelapa sawit kelapa sawit Indonesia. ISPO bersifat
menjadi penyumbang devisa negara mandatory atau merupakan suatu
melalui ekspor minyak kelapa sawit kewajiban bagi setiap usaha perkebunan
(CPO), membuka lapangan pekerjaan bagi kelapa sawit yang beroperasi di wilayah
masyarakat (sebagai petani, buruh pabrik, Indonesia.
karyawan perusahan, pedagang, dll), Sertifikasi ISPO mulai diterapkan di
mengembangkan perekonomian desa, dan Indonesia setelah dikeluarkannya
mengentaskan kemiskinan. Perkebunan Peraturan Menteri Pertanian
kelapa sawit telah menjadi salah satu No.19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang
leading sector dalam pembangunan Pedoman ISPO. Pelaksanaan Sertifikasi
ekonomi di Indonesia.. ISPO pada awalnya diwajibkan bagi
Namun demikian, perkebunan perusahaan perkebunan besar yang
kelapa sawit juga memberikan dampak beroperasi di Indonesia. Seluruh
negatif dalam pengembangannya. perusahaan besar kelapa sawit di
Perkebunan kelapa sawit Indonesia Indonesia harus telah memiliki sertifikasi

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 2


ISPO paling lambat tanggal 31 Desember Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini dipilih
2014. Sertifikasi ISPO untuk perkebunan karena desa ini merupakan salah satu
rakyat telah mulai dirumuskan sejak tahun calon lokasi pelaksanaan pilot project
2012 dan finalisasinya diperkirakan sertifikasi ISPO petani kelapa sawit
selesai bulan Desember 2014. swadaya pertama oleh pihak UNDP.
Pelaksanaan sertifikasi ISPO untuk Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
perkebunan rakyat dimulai direncakankan November dengan Desember 2014.
dimulai pada awal 2015 dengan membuat
beberapa pilot project di Kabupaten Metode Pengumpulan Data dan
Pelalawan Riau. Pilot project sertifikasi Sumber Data
ISPO ini mendapatkan bantuan dari Data yang digunakan dalam
lembaga United Nation Development penelitian adalah data sekunder dan data
Project (UNDP). primer. Data primer diperoleh melalui
Sertifikasi ISPO menghendaki wawancara dengan petani kelapa sawit
dipenuhi dan dipatuhinya prinsip dan swadaya berdasarkan kuesioner yang
kriteria ISPO. Persyaratan-persyaratan telah tersedia dengan pengamatan
tersebut harus dipenuhi oleh calon petani langsung di lapangan. Data primer yang
dan kelompok taninya yang ingin diperlukan berupa identitas petani sampel,
mendapatkan sertifikasi melalui proses aspek budidaya, produksi dan
yang ketat. Adanya sertifikasi ISPO produktivitas, pendapatan (pendapatan
diharapkan akan memberikan manfaat usahatani kelapa sawit, pendapatan
baik kepada petani, masyarakat dan usahatani selain kelapa sawit dan
lingkungan hidup. Namun, kondisi pendapatan non-pertanian) dan penerapan
perkebunan rakyat dengan berbagai untuk setiap Prinsip dan Kriteria ISPO
keterbatasannya diduga akan menghadapi yang dilakukan petani. Data sekunder
berbagai kendala dan tantangan dalam yang diperlukan diperoleh dari instansi
proses mendapatkan sertifikasi ISPO. Isu- terkait seperti Badan Pusat Statistik
isu inilah yang menjadi permasalahan (BPS), Kantor Desa dan Koperasi Unit
dalam studi ini, yaitu bagaimana keragaan Desa (KUD). Data sekunder yang
usahatani kelapa sawit rakyat di Desa Air dibutuhkan antara lain profil desa yang
Hitam pada saat ini? Sejauh mana tingkat meliputi keadaan desa, jumlah penduduk,
penerapan praktek-praktek terbaik pendidikan, mata pencaharian, prasarana
dibandingkan standar ISPO telah dan lembaga–lembaga penunjang lainnya.
dilakukan oleh petani kelapa sawit rakyat?
Bagaimana prospek dan tantangan petani Metode Pengambilan Sampel
kelapa sawit swadaya dalam menghadapi Populasi penelitian ini adalah petani
sertifikasi ISPO? Oleh karena itu, tujuan kelapa sawit swadaya yang berada di
dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis Desa Air Hitam. Besarnya sampel yang
keragaan usaha perkebunan kelapa sawit diambil didasarkan pada pertimbangan
rakyat di Desa Air Hitam, (2) Mengukur studi yang dilakukan menggunakan
tingkat penerapan praktek-praktek terbaik deskriptif kuantitatif dan tidak
dibandingkan dengan standar ISPO, dan menggunakan statistik inferensia. Selain
Menganalisis prospek dan tantangan itu, besar sampel kebutuhan analisis
petani kelapa sawit swadaya dalam penelitian mempertimbangkan efektivitas,
menghadapi sertifikasi ISPO. efisiensi, dan keseragaman karakteristik
dari petani kelapa sawit di wilayah
METODE PENELITIAN penelitian. Dari populasi petani kelapa
Tempat dan Waktu Penelitian sawit swadaya diambil sampel sebanyak
Penelitian ini dilakukan di Desa Air 33 orang dengan menggunakan Teknik
Hitam, Kecamatan Ukui, Kabupaten Snow ball. Teknik ini digunakan karena

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 3


tidak diperoleh informasi yang akurat FC = Fixed cost / Biaya tetap (Rp)
tentang penduduk yang melakukan
kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit Ifarm = ∏ - Biaya Faktor (3)
rakyat. dimana :
Analisis Data Ifarm = pendapatan dari kelapa sawit (Rp)
Keragaan usaha perkebunan kelapa Biaya faktor = biaya bunga, biaya sewa
sawit rakyat dilakukan dengan dan pajak (Rp)
menganalisis praktek budidaya kelapa Apabila terdapat pendapatan non-
sawit yang diterapkan pada saat penelitian pertanian dan pendapatan non-kelapa
dan dilanjutkan dengan analisis usaha sawit, maka total pendapatan petani
perkebunan kelapa sawit. Keragaan dirumuskan sebagai berikut (Widodo
budidaya yang diamati meliputi jenis bibit 1990; Finger and Peerlings 2012) :
(varietas), pemeliharaan (pembersihan
kapling, pembersihan piringan, Ihhfarm = Ifarm + Inonfarm (4)
pemangkasan, dan pemupukan), dan dimana :
pemanenan. Keragaan usahatani kelapa Ihhfarm =total pendapatan rumah tangga
sawit dilakukan dengan menghitung petani(Rp).
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam Ifarm = pendapatan dari kelapa
proses produksi, harga jual dan sawit(Rp)
pendapatan usahatani serta pendapatan Inonfarm =pendapatan non-kelapa
rumah tangga. sawit/pendapatan non-pertanian
(Rp)
Analisis Usaha Keragaan Perkebunan
Kelapa Sawit 3.4.2. Tingkat Penerapan Standar ISPO
Analisis usahatani perkebunan Analisis penerapan praktek-praktek
kelapa sawit akan menghitung jumlah budidaya terbaik (Good Agriculture
input yang digunakan, biaya-biaya Practices/GAP) dan praktek-praktek
pengadaan input, berapa banyak produksi terbaik pengelolaan usaha perkebunan
yang mampu dihasilkan petani dan (Best Management Practices) sesuai
pendapatan usahatani yang diperoleh oleh dengan standar ISPO berdasarkan
petani. Perhitungan analisis usaha dokumen Ketentuan Pengelolaan ISPO
perkebunan kelapa sawit dilakukan Petani Swadaya Revisi 2 Agustus 2014 di
dengan menghitung biaya investasi, biaya Hotel Salak, Bogor. Analisis dilakukan
tetap, biaya variabel, produksi, harga, dengan mengamati praktek-praktek yang
pendapatan kotor, dan pendapatan bersih diterapkan petani kelapa sawit swadaya di
usahatani. Analisis usahatani dilakukan Desa Air Hitam dilakukan dengan
dengan menggunakan rumus (Soekartawi menggunakan catatan budidaya petani dan
1995; Shadbolt and Martin 2005): kuesioner Prinsip & Kriteria ISPO.
TR = Q x P (1) Penerapan standar ISPO petani
dimana : kelapa sawit swadaya dikelompokkan
TR= Total penerimaan (Rp) menjadi 5 yaitu sangat baik, baik, cukup
Q = Jumlah produksi yang dihasilkan baik, kurang baik, dan tidak baik.
(Kg) Pertanyaan yang diajukan akan diberi skor
P = Price (Rp) pertanyaan dan jawaban dibuat dalam
kategori dan skor. Jumlah responden yang
∏ = R – VC– FC (2) diambil sebanyak (33) orang, jumlah
petanyaan sebanyak (20) dengan skor
dimana : tertinggi (5) dan skor terendah (1).
∏ = Profit/keuntungan (Rp) Tingkat penerapan praktek-praktek
R = Revenue/penerimaan (Rp) terbaik yang dilakukan petani dalam
VC = Variabel cost / Biaya variabel (Rp)

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 4


usahatani kelapa sawit di Desa Air Hitam Skala interval =
dibandingkan dengan standar P&C ISPO Skor tertinggi −Skor terendah
− 0,01 =
adalah sebagai berikut: Jumlah Kelas
2(5−1)
− 0,01 = 1,59 (8)
5

a. Setiap kriteria tingkat penerapan


diukur sebagai berikut: Tabel 3.2. Kategori tingkat penerapan
Skor tertinggi = h = 5 untuk Prinsip Satu
Skor terendah = l = 1
No. Kategori skor Skor
Skala interval =
Skor tertinggi −Skor terendah 1 Sangat Baik 8,4-10
− 0,01 = 2 Baik 6,8-83,9
Jumlah Kelas
(5−1)
− 0,01 = 0,79 (5) 3 Cukup Baik 5,2-6,79
5
4 Kurang Baik 3,6-5,19
Tabel 3.1. Kategori tingkat penerapan 5 Tidak baik 2-3,59
untuk setiap kriteria
Kategori tingkat penerapan untuk
No. Kategori skor Skor Prinsip Dua
1 Sangat Baik 4,20 – 5,00 Skor tertinggi = 14 x 5 = 70
2 Baik 3,40 – 4,19 Skor terendah = 14 x 1 = 4
3 Cukup Baik 2,60 – 3,39 Skala interval =
4 Kurang Baik 1,80 – 2,56 Skor tertinggi −Skor terendah
− 0,01 =
Jumlah Kelas
5 Tidak baik 1,00 – 1,79 14(5−1)
− 0,01 = 11,19 (9)
Skor rata-rata sampel untuk setiap 5
kriteria dihitung dengan menjumlahkan
skor setiap sampel untuk kriteria tertentu Tabel 3.3. Kategori tingkat penerapan
dan dibagi dengan jumlah sampel. Rumus untuk Prinsip Dua
rata-rata sampel untuk kriteria ke-k (Xk) No. Kategori skor Skor
digunakan rumus: 1 Sangat Baik 60,6-70
n X
Xk = s =1n ks (6) 2 Baik 48,95-60,95
dimana 3 Cukup Baik 37,3-48,94
𝑋𝑘 = skor rata-rata sampel untuk kriteria 4 Kurang Baik 25,65-37,29
ke-k 5 Tidak baik 14-25,64
𝑋𝑘𝑠 = skor setiap sampel (s) untuk kriteria Kategori tingkat penerapan untuk
ke-k Prinsip Dua Bagian Pertama
n = jumlah sampel Skor tertinggi = 4 x 5 = 20
b. Kriteria dalam setiap prinsip tingkat Skor terendah = 4 x 1 = 4
penerapan diukur sebagai berikut: Skala interval =
Skor tertinggi −Skor terendah
Skor tertinggi = p x h − 0,01 =
Jumlah Kelas
Skor terendah = p x l 4(5−1)
Skala interval = − 0,01 = 3,19 (10)
5
Skor tertinggi −Skor terendah
− 0,01 = Tabel 3.4. Kategori tingkat penerapan
Jumlah Kelas
p(h−l)
− 0,01 (7) No. Kategori skor Skor
5
1 Sangat Baik 16,8-20
Kategori tingkat penerapan untuk 2 Baik 13,6-16,79
Prinsip Satu
3 Cukup Baik 10,4-13,59
Skor tertinggi = 2 x 5 = 10
4 Kurang Baik 7,2-10,39
Skor terendah = 2 x 1 = 2
5 Tidak baik 4-7,19

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 5


Kategori tingkat penerapan untuk 4 Kurang Baik 1,8-2,59
Prinsip Dua Bagian Kedua 5 Tidak baik 1,00-1,79
Skor tertinggi = 10 x 5 = 50
Skor terendah = 10 x 1 = 10 Skor rata-rata sampel untuk setiap
Skala interval = prinsip diukur dengan menjumlahkan skor
Skor tertinggi −Skor terendah setiap sampel untuk kriteria dalam prinsip
− 0,01 = tertentu dan dibagi dengan jumlah sampel.
Jumlah Kelas
10(5−1) Rumus rata-rata sampel untuk suatu
− 0,01 = 7,99 (11)
5 prinsip ke-p (Xp) digunakan rumus:
𝑛
Tabel 3.5. Kategori tingkat penerapan 𝑋
Xp = 𝑟𝑘=1 𝑠=1𝑛 𝑘𝑠 (14)
untuk Prinsip Dua Bagian 2
dimana
No. Kategori skor Skor 𝑋𝑝 = skor rata-rata sampel untuk kriteria
1 Sangat Baik 42-50 dalam prinsip ke-p
2 Baik 34-41,99 𝑋𝑘𝑠 = skor setiap sampel (s) untuk kriteria
3 Cukup Baik 26-33,99 (k1...r) dalam prinsip ke-p
4 Kurang Baik 18-25,99 r = jumlah kriteria dalam suatu prinsip
5 Tidak baik 10-17,99 n = jumlah sampel
Kategori tingkat penerapan untuk c. Tingkat penerapan untuk
Prinsip Tiga keseluruhan kriteria (20
Skor tertinggi = 3 x 5 = 15 pertanyaan) diukur sebagai berikut:
Skor terendah = 3 x 1 = 3 Skor tertinggi = h = 20 x 5 =100
Skala interval = Skor terendah = l = 20 x 1 = 20
Skor tertinggi −Skor terendah Skala interval =
− 0,01 = Skor tertinggi −Skor terendah
Jumlah Kelas
3(5−1) − 0,01 =
− 0,01 = 2,79 (12) Jumlah Kelas
5 (100−20)
− 0,01 = 15,99 (15)
5
Tabel 3.6. Kategori tingkat penerapan
untuk Prinsip Tiga Tabel 3.8. Kategori tingkat penerapan
No. Kategori skor Skor untuk untuk seluruh kriteria
1 Sangat Baik 14,2-15 No. Kategori skor Skor
2 Baik 11,4-14,19 1 Sangat Baik 82,00 – 100,00
3 Cukup Baik 8,6-11,39 2 Baik 66,00 – 81,99
4 Kurang Baik 5,8-8,59 3 Cukup Baik 50,00 – 65,99
5 Tidak baik 3-5,79 4 Kurang Baik 34,00 – 49,99
Kategori tingkat penerapan untuk 5 Tidak baik 20,00 – 35,99
Prinsip Empat Tingkat penerapan standar ISPO
Skor tertinggi = 1 x 5 = 5 dinilai berdasarkan pengukuran terhadap
Skor terendah = 1 x 1 = 1 seluruh kriteria. Skor rata-rata sampel
Skala interval = untuk keseluruhan kriteria adalah
Skor tertinggi −Skor terendah penjumlahan dari skor rata-rata sampel
− 0,01 =
Jumlah Kelas untuk setiap kriteria.
1(5−1) 𝑛
− 0,01 = 0,79 (13) 𝑋 = 𝑟𝑘=1 𝑠=1𝑛 𝑘𝑠
𝑋
(16)
5
Tabel 3.7. Kategori tingkat penerapan dimana
untuk Prinsip Empat 𝑋 = skor rata-rata sampel untuk seluruh
No. Kategori skor Skor kriteria (k)
1 Sangat Baik 4,2-5,00 𝑋𝑘𝑠 = skor setiap sampel (s) untuk seluruh
2 Baik 3,4-4,19 kriteria (k)
3 Cukup Baik 2,6-3,39 r = jumlah keseluruahan kriteria

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 6


n = jumlah sampel sertifikat RSPO. Prospek dianalisis
dengan mempertimbangkan keadaan
Tabel 3.9. Matriks pengukuran tingkat
sekarang dari perkebunan kelapa sawit
penerapan praktek-praktek terbaik
rakyat baik internal maupun eksternal.
No. P1 P2 .. Pp Tantangan adalah segala sesuatu
Total
Sampel X1 X2 X3 X34 Xk yang dapat menjadi hambatan dalam
1 TS1 mendapatkan dan mencapai sertifikasi
2 TS2 RSPO dianalisis dengan
.... .... mempertimbangkan berbagai hambatan
s TS70 baik internal maupun eksternal yang
n

Total Xks ΣTS mungkin dihadapi dalam mendapatkan


s=1 sertifikasi ISPO
Rata- n
𝑟
𝑛
s=1 X ks 𝑠=1 𝑋𝑘𝑠
rata 𝑛 HASIL DAN PEMBAHASAN
n 𝑘=1
Kriteria
Rata- 𝑟 𝑛
Keragaan Usahatani Perkebunan
𝑠=1 𝑋𝑘𝑠
rata Kelapa Sawit Rakyat Pola Swadaya
𝑛
Prinsip 𝑘=1 Pola usahatani kelapa sawit yang
Rata-rata sampel untuk setiap kriteria dilakukan petani di Desa Air Hitam
n
s =1 X ks adalah pola swadaya. Petani melakukan
= Xk = n budidaya kelapa sawit berdasarkan
kemampuan dan pengalaman yang
Rata-rata sampel untuk setiap prinsip mereka miliki. Petani pada umumnya
𝑛 𝑋
𝑟 𝑠=1 𝑘𝑠
= Xp = 𝑘=1 tidak pernah mengikuti pelatihan dan
𝑛
penyuluhan mengenai budidaya
Rata-rata sampel untuk seluruh kriteria = perkebunan kelapa sawit. Hal ini dapat
𝑛 𝑋 disebabkan karena petani masih belum
𝑟 𝑠=1 𝑘𝑠
𝑋= 𝑘=1 membentuk kelompok tani atau
𝑛

3.4.3 Analisis Prospek dan Tantangan kurangnya perhatian pemerintah terhadap


Petani Kelapa Sawit Swadaya petani kelapa sawit swadaya.
dalam Menghadapi Sertifikasi Luas lahan yang dimiliki petani
ISPO kelapa sawit swadaya beragam, rata-rata
Prospek dan tantangan yang luas lahan petani kelapa sawit swadaya
mempengaruhi petani dalam menghadapi adalah 2,57 ha. Petani yang memiliki luas
sertifikasi ISPO dianalisis menggunakan lahan 1-2 ha sebanyak 13 orang (39,3%),
metode deskriptif. Metode deskriptif kemudian petani yang memiliki luas lahan
merupakan metode yang digunakan untuk 2,1-3 ha sebanyak 13 orang (39,3%).
mendeskripsikan, menginterpretasikan Petani yang memiliki luas lahan 3,1-4 ha
suatu fenomena, kondisi atau hubungan sekitar 4 orang (12,1%) dan luas lahan
yang ada, pendapat yang berkembang, 4,1-5 ha sekitar 3 orang (9%).
dengan menggunakan prosedur ilmiah Legalitas lahan yang digunakan
untuk menjawab masalah secara aktual. petani kelapa sawit swadaya terdiri dari
Data yang digunakan merupakan data surat tanah adat, surat jual beli, SKT,
keragaan usahatani dan penerapan Prinsip SKGR dan SHM. Legalitas lahan
dan Kriteria ISPO. terbanyak yang dimiliki petani adalah
Prospek petani perkebunan kelapa SKT (36,4%) dan SHM (33,3%). Petani
sawit swadaya dalam menghadapi pada umumnya sadar akan kebutuhan
sertifikasi ISPO adalah gambaran tentang legalitas lahan dan perbedaan setiap
kemungkinan atau kesempatan petani legalitas lahan yang mereka gunakan.
kelapa sawit swadaya dalam mendapatkan Sebagian dari petani yang memiliki SKT

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 7


sedang dalam proses pengurusan SHM berasal dari orang-orang terdekat dan
sebagai legalitas kepemilikan lahan. tempat penangkaran bibit yang tidak
Lahan yang digunakan petani bersertifikat. Petani mengakui tidak
sebelum ditanami kelapa sawit merupakan mengetahui adanya perbedaan hasil buah
bekas lahan pertanaman karet, padi sawit yang sangat signifikan antara
sawah, semak belukar, hutan tanaman dan penggunaan bibit tidak unggul dan bibit
hutan alam. Pada umumnya perkebunan unggul. Dalam membeli bibit kelapa
kelapa sawit petani swadaya adalah bekas sawit, petani hanya mempertimbangkan
semak belukar yang dikonversi menjadi harga bibit yang murah dan saran dari
kebun kelapa sawit. Umur rata-rata orang lain. Kondisi ini dapat dimengerti
tanaman kelapa sawit yang dimiliki petani karena pada awal tahun 2000 pada saat
adalah 8,8 tahun. Petani umumnya mulai petani swadaya mulai tertarik dengan
menanam kelapa sawit sejak tahun 2005, tanaman kelapa sawit, teknologi budidaya
yaitu ketika harga buah sawit tanaman kelapa sawit hanya dikuasai oleh
menunjukkan peningkatan yang sangat pelaku perkebunan besar.
pesat. Jarak tanam yang digunakan dalam Petani kelapa sawit swadaya Desa
budidaya kebun kelapa sawit adalah 9,5 m Air hitam melakukan pembersihan
x 9,5 m x 9,5 m dan jarak antar baris 8,23 piringan rata-rata 2,91 kali dalam setahun.
m. Dengan jarak tanam yang digunakan Pembersihan piringan dilakukan dengan
petani, akan diperoleh rata-rata jumlah teknik manual dengan menggunakan
tanaman adalah 128,97 ha. Penggunaan tenaga kerja sebesar 1,64 HOK. Upah
jarak tanam tertentu biasanya mengacu pembersihan piringan dihitung
pada jarak tanam kelapa sawit pada berdasarkan jumlah pokok yang dapat
perkebunan plasma yang berlokasi di dibersihkan. Rata-rata upah yang
sekitar Desa Air Hitam. dibayarkan dalam pembersihan pokok
Pada perkebunan kelapa sawit sebesar Rp. 2.536,3/pohon. Rotasi
rakyat juga terdapat tanaman yang doyong pembersihan piringan tanaman kelapa
atau miring rata-rata 8,57 pokok/ha. sawit menghasilkan seharusnya dilakukan
Tanaman doyong biasanya ditemui pada empat kali dalam setahun.
tanah gambut. Hasil survei juga Pembersihan kapling terdiri dari dua
mendapatkan adanya tanaman yang tidak kegiatan budidaya yaitu pembersihan
produktif sekitar 6,55 pokok/ha. Tanaman gulma secara manual dan penyemprotan
yang tidak produktif dalam perkebunan herbisida untuk mengendalikan gulma
kelapa sawit petani swadaya dapat pada blok tanaman. Rata-rata petani
disebabkan petani swadaya menggunakan kelapa sawit swadaya melakukan
bibit tidak unggul dalam budidaya kelapa pembersihan kapling 2,67 kali dalam
sawit. Tanaman tidak produktif dapat setahun. Rotasi pembersihan kapling
terjadi karena perbedaan tingkat yang dilakukan petani beragam.
kematangan antara bunga jantan dan Pembersihan kapling dilakukan secara
bunga betina sehingga tidak terjadi manual dengan menggunakan tenaga
pembuahan. kerja rata-rata sebesar 1,7 HOK setiap
Jenis bibit yang digunakan petani pembersihan kapling. Upah yang
kelapa sawit pada umumnya terdiri dari dibayarkan setiap pembersihan kapling
bibit marihat dan bibit mariles (marihat sebesar Rp.230.303/ha. Pengendalian
lelesan). Petani responden yang gulma dilakukan dengan herbisida rata-
menggunakan bibit marihat sebanyak 14 rata sekali dalam setahun. Petani pada
orang (42,2%), bibit mariles sebanyak 9 umumnya melakukan penyemprotan
orang (54,6%), dan sebanyak 9 orang herbisida sendiri sehingga tidak
tidak mengetahui jenis dan asal bibit yang mengeluarkan biaya upah untuk
digunakan. Bibit yang dibeli petani penyemprotan herbisida. Penggunaan

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 8


dosis herbisida petani kelapa sawit melibatkan 1,58 HOK. Tenaga kerja
swadaya rata-rata adalah 3,71 liter/ha. untuk pemupukan pada umumnya
Petani yang melakukan penyemprotan dilakukan oleh petani kelapa sawit
herbisida sekitar 81,82% dari petani. Jenis tersebut. Dosis pupuk kimia yang
herbisida yang digunakan petani kelapa digunakan petani rata-rata sebanyak
sawit adalah Gramoxon dan Round up. 155,53 kg/tahun untuk pupuk urea, 116,13
Petani kelapa sawit swadaya Desa kg/tahun untuk pupuk TSP, 147,71
Air Hitam rata-rata belum melakukan kg/tahun untuk pupuk KCL, dan 144,94
pengendalian hama dan penyakit tanaman kg/tahun untuk pupuk kieserit.
terpadu. Petani belum memperhatikan Penggunaan pupuk petani swadaya masih
resiko penyakit dan hama tanaman yang belum sesuai dengan standar pupuk
akan menyerang perkebunan petani. Hal kebun. Penggunaan pupuk yang
ini terlihat dari petani sampel yang rata- memenuhi standar perkebunan adalah
rata tidak menggunakan pestisida atau penggunaan pupuk Urea dan Kieserit.
pengendalian hama terpadu dalam Penggunaan pupuk KCl dan TSP lebih
budidaya perkebunan kelapa sawit. rendah dari standar dosis pupuk
Pemangkasan merupakan kegiatan perkebunan.
budidaya yang bertujuan untuk Rotasi pemanenan TBS petani
membuang daun tanaman untuk swadaya di Desa Air Hitam dilaksanakan
mendapatkan jumlah pelepah yang tiga kali dalam satu bulan atau 10 hari
optimal dalam proses fotosintesis. Petani sekali. Rata-rata rotasi pemanenan yang
kelapa sawit melakukan pemangkasan dilakukan petani adalah sebanyak 31,6
pelepah atau pruning 2,09 kali dalam kali dalam setahun. Karakteristik yang
setahun. Petani swadaya tidak melakukan dijadikan petani untuk melakukan
pemangkasan sendiri, pemangkasan pemanenan adalah adanya perubahan
dilakukan oleh orang lain dengan sistem warna pada buah yang sudah matang dan
borongan atau sistem harian. Rata-rata jatuhnya 3-5 buah pada satu tandan. Hasil
pelepah yang dapat dipangkas 1,73 HOK panen petani kelapa sawit swadaya di
dalam sehari adalah sebesar 175 pelepah. Desa Air Hitam di jual ke toke atau
Upah yang dibayarkan untuk pedagang pengumpul setempat. Toke atau
pemangkasan pelepah sebesar pedagang pengumpul langsung
Rp.572/pelepah atau bila menggunakan mendatangi petani kelapa sawit dan
sistem borongan upah pemangkasan mengangkut hasil produksi kelapa sawit
sebesar Rp.500.000/ha – Rp.600.000/ha. petani. Buah sawit biasanya dikumpulkan
Rotasi pemangkasan pelepah yang oleh pedagang pengumpul di suatu tempat
dilakukan petani sudah sesuai dengan pengumpulan. Apabila tercapai jumlah
standar pemangkasan pelepah yaitu dua tertentu (misalnya satu truk) baru buah
kali setahun tetapi teknis pemangkasan sawit diangkut ke pabrik. Hal ini
pelepah yang dilakukan masih jauh dari kemungkinan dilakukan untuk efisiensi
pelaksanaan GAP. Petani belum transportasi namun dapat terjadi buah
mengetahui jumlah maksimal dan sawit dikumpulkan lebih dari dua hari
minimal pelepah dalam setiap pohon, sehingga kualitasnya menurun. Petani
penghitungan pelepah dilakukan agar kelapa sawit swadaya menggunakan
produksi yang dihasilkan oleh tanaman tenaga kerja sebesar 1,85 HOK dalam
kelapa sawit tetap optimum. melakukan pemanenan. Upah panen yang
Petani kelapa sawit swadaya Desa dibayarkan adalah Rp.133,64 per kg atau
Air Hitam pada umumnya menggunakan upah rata-rata Rp. 60.349,15 per panen
pupuk kimia berupa Urea, TSP, KCL, dan per hektar.
Kieserit. Petani melakukan pemupukan Kebun kelapa sawit petani dalam
rata-rata 3,12 kali dalam setahun dengan sekali panen rata-rata mampu

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 9


menghasilkan 451,58 kg TBS/ha. Jumlah tetap dalam budidaya kelapa sawit petani
tandan rata-rata yang dihasilkan dalam swadaya Desa Air Hitam terdiri dari biaya
satu kali panen adalah 31,82 tandan penyusutan alat, biaya pengadaan pupuk
dengan berat rata-rata 14,03 kg/tandan. dan pemupukan, biaya pembersihan
Rata-rata frekuensi panen petani adalah piringan, biaya pembersihan kapling, dan
31,64 kali dalam setahun, maka dapat biaya pemangkasan. Pajak Bumi dan
diperoleh produksi TBS petani sebanyak Bangunan (PBB) seharusnya merupakan
14.287,99 kg/ha/tahun atau sekitar 14,28 bagian dari biaya tetap namun petani
ton/ha/tahun. Produksi TBS yang belum menerapkannya. Biaya variabel
dihasilkan oleh petani kelapa sawit dalam budidaya kelapa sawit petani
swadaya di Desa Air Hitam dapat swadaya hanyalah biaya pemanenan.
dikatakan kurang produktif. Berdasarkan Secara rinci biaya usahatani dapat dilihat
PPKS (2005), kelapa sawit pada umur pada Tabel 1. Kegiatan usahatani kelapa
sembilan tahun merupakan usia produktif sawit rakyat belum terdapat biaya faktor.
dengan jumlah tandan sebanyak 50 tandan Petani umumnya memanfaatkan dana
dan berat 17 kg/tandan sehingga dapat sendiri dan tidak melakukan peminjaman
mencapai produksi TBS optimal 31 untuk kegiatan usahataninya sehingga
ton/ha/tahun. Sementara petani kelapa tidak terdapat biaya bunga. Petani juga
sawit swadaya Desa Air Hitam hanya hanya menggunakan asetnya sendiri
dapat mencapai 14,28 ton atau 46,06% seperti lahan, bangunan dan peralatan
dari hasil produksi potensial, maka dapat sehingga tidak terdapat biaya sewa.
dikatakan bahwa produksi kelapa sawit Demikian pula, petani pada umumnya
petani swadaya belum optimal. belum dikenakan pajak (PPn dan PPh).
Harga yang diperoleh akan Penerimaan usahatani atau
berpengaruh langsung pada pendapatan pendapatan kotor diperoleh dari volume
usahatani kelapa sawit. Harga jual TBS produksi usahatani kelapa sawit dikalikan
yang berlaku pada bulan Desember 2014 dengan harga buah sawit. Produksi kelapa
adalah sebesar Rp. 1.255/kg. Petani belum sawit yang dihasilkan petani per tahun
memiliki akses untuk menjual hasil panen adalah sebanyak 14.286,21 kg dan rata-
ke perusahaan perkebunan kelapa sawit. rata harga yang berlaku sebesar Rp.
Pada umumnya petani swadaya tidak 1.255/kg. Pendapatan kotor usahatani
tergabung dalam kelompok tani. Petani kelapa sawit petani swadaya di Desa Air
swadaya hanya tergabung dalam KUD Hitam diperoleh sebesar Rp.
Desa Air Hitam Jaya, namun pada 17.929.199,67/ha/tahun.
kenyataannya KUD Air Hitam Jaya belum Pendapatan bersih usahatani
beroperasi secara aktif dan tidak memiliki merupakan keuntungan yang diperoleh
akses ke pabrik kelapa sawit. dari pengurangan total biaya dari
pendapatan kotor. Pendapatan bersih
Analisis Usahatani Kelapa Sawit
petani kelapa sawit diperoleh sebesar
Biaya usahatani terdiri dari biaya
Rp.11.662.501,10/ha/tahun atau
tetap, biaya variabel, dan biaya faktor.
Rp.971.875,09/ha/bulan. Luas lahan
Biaya tetap merupakan biaya yang
kelapa sawit petani rata-rata 2.57 hektar,
dikeluarkan petani kelapa sawit dalam
dengan demikian pendapatan usahatani
kegiatan budidaya yang tidak tergantung
kelapa sawit rata-rata adalah
terhadap volume produksi. Biaya variabel
Rp.2.473.158,60. Pendapatan bersih
merupakan biaya yang dikeluarkan petani
usahatani kelapa sawit swadaya di Desa
dalam budidaya yang besarnya tergantung
Air Hitam berada di atas UMR tahun
pada volume produksi. Sementara biaya
2014 sebesar Rp.1.700.000/bulan
faktor merupakan biaya-biaya yang
(Depnakertrans, 2014).
dikeluarkan dalam usahatani dalam
bentuk bunga, sewa, dan pajak. Biaya

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 10


Tabel 1 Analisis usaha perkebunan kelapa sawit petani swadaya di Desa Air Hitam
Tahun 2013 (dalam satuan hektar)
Biaya
Keterangan Volume Satuan Frekuensi Jumlah
No. satuan
1 2 3 4 5 6 7
I. Biaya Tetap (BT) 4.357.540,76
2 Penyusutan
1 Paket 152.793,94
(depresiasi) alat
3 Pengadaan Pupuk 11,88 1.373.243,95
a. ZA/Urea 3,11 Zak/ha/th 140.454,55 436.890,25
b. TSP/SP36 2,32 Zak/ha/th 115.000,00 267.106,67
c. MOP/KCL 2,95 Zak/ha/th 119.393,94 352.711,40
d. Kiserit/Dolomit 2,90 Zak/ha/th 95.606,06 277.141,69
4 Pengadaan
3,71 Liter 60.000,00 222.727,27
Herbisida
6 Pengadaaan
- - 0,00
Pestisida
7 Kegiatan Perawatan 2.670.189,99
a. Pembersihan
1 Hektar 2,91 327.190,91 951.828,10
Piringan
b. Pembersihan
1 Hektar 2,67 230.303,03
Kapling 230.303,03
c Pembersihan
1 Hektar 2,09 500.000,00 1.045.454,55
Pelepah
c. Pemupukan 11,88 Zak 3,12 11.939,39 442.604,32
II. Biaya Variabel (BV) 1.909.157,81
1 Biaya Panen 1.909.157,81
a. Upah panen 14.286,21 kg 133,64 1.909.157,81
III. Biaya Total (BT+BV) 6.266.698,57
IV. Pendapatan Kotor
1 Penjualan TBS 14.286,21 Kg 1.255 17.929.199,67
V. Pendapatan Bersih (IV-III-V) 11.662.501,10
VI. Pendapatan Bersih per Ha per Bulan (V/12) 971.875,09
VII. Pendapatan Bersih pe 2,57 Ha per Bulan (VI x 2,57) 2.473.158,60

Pendapatan rumah tangga petani sekitar 76,66% merupakan pendapatan


dapat diperoleh dari penjumlahan dari usahatani kelapa sawit, 14,32%
pendapatan rumah tangga dari usaha pendapatan dari usahatani non-kelapa
pertanian (pendapatan perkebunan kelapa sawit dan 9,02% merupakan pendapatan
sawit dan pendapatan non-kelapa sawit) dari kegiatan non-pertanian. Pendapatan
dan pendapatan rumah tangga non-usaha usahatani kelapa sawit merupakan
pertanian. Pendapatan rumah tangga pendapatan utama rumah tangga petani.
petani kelapa sawit swadaya di Desa Air
Penerapan P & C
Hitam sebesar Rp 38.714.266,82/tahun ISPO merupakan sertifikasi kelapa
sehingga rata-rata total pendapatan rumah sawit berkelanjutan dan bersifat lestari
tangga petani kelapa sawit swadaya per yang wajib dilaksanakan bagi seluruh
bulan sebesar Rp. 3.226.188,90. Dari total perkebunan kelapa sawit Indonesia.
pendapatan rumah tangga petani tersebut

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 11


Standar ISPO untuk perkebunan kelapa sertifikasi ISPO harus memiliki kelompok
sawit swadaya terdiri dari 4 prinsip dan 20 tani dan tergabung dalam koperasi.
kriteria, setiap kriteria dilengkapi dengan Koperasi atau kelompok tani dibentuk
indikator dan panduan pelaksanaan sebagai wadah untuk memenuhi aspirasi
kriteria ISPO. Total penerapan seluruh dan kebutuhan anggota. Koperasi petani
Prinsip dan Kriteria ISPO yang dilakukan dan kelompok tani harus memenuhi
oleh petani kelapa sawit pola swadaya standar ISPO. Koperasi dan kelompok
calon sertifikasi di Desa Air Hitam yaitu tani harus memiliki dokumen pelaksanaan
sebesar 43,5%, dengan nilai aktual 1.437. kegiatan koperasi atau kelompok tani,
Penerapan Prinsip dan Kriteria ISPO dokumen rencana kegiatan koperasi atau
masih jauh dari nilai yang seharusnya kelompok tani dan melakukan evaluasi
yaitu 3300. Kategori penerapan prinsip kegiatan koperasi dan kelompok tani
dan kriteria yang dilakukan petani adalah secara berkala.
“kurang baik”, yang berada pada kisaran Melalui koperasi atau kelompok
nilai interval 1188 - 1715,99. tani, petani diarahkan untuk melakukan
kegiatan budidaya secara tepat, petani
Prospek Petani Kelapa Sawit dalam
juga akan diarahkan peduli terhadap
Sertifikasi ISPO
lingkungan, petani diarahkan cara
Sertifikasi ISPO berbasis pada 3P
menghadapi permasalahan sengeketa
(planet, profit and people) dalam
lahan dan penyelesaian sengketa lahan.
pelaksanaan pengembangan kelapa sawit
Koperasi sebagai wadah petani juga dapat
Indonesia yang berkelanjutan. Perkebunan
menyediakan akses input dan akses
kelapa sawit Indonesia diharapkan tidak
finansial yang dapat membantu kegiatan
hanya menekankan pada keuntungan
usahatani anggota.
finansial semata tetapi juga memberikan
Petani yang telah tergabung dalam
perhatian bagi keadaan lingkungan
koperasi atau kelompok tani sertifikasi
perkebunan dan memberikan keadaan
ISPO memiliki akses pasar yang lebih
yang nyaman bagi masyarakat.
luas dan mendapatkan informasi harga
Pelaksanaan perkebunan kelapa sawit
buah sawit secara transparan. Hasil TBS
yang berkelanjutan menjadi keharusan
petani yang sesuai dengan standar
bagi perkebunan kelapa sawit Indonesia,
perkebunan kelapa sawit akan lebih
karena perkebunan kelapa sawit Indonesia
diterima perusahaan dibandingkan hasil
memberikan kontribusi perekonomian
TBS perkebunan yang tidak memiliki
Indonesia dan lapangan pekerjaan bagi
sertifikasi ISPO. Koperasi atau kelompok
penduduk Indonesia.
tani yang tergabung dalam sertifikasi
Sertifikasi ISPO berisi Prinsip dan
ISPO biasanya dilibatkan dalam proses
Kriteria dalam panduan pelaksanaan
penetapan harga TBS. Petani dapat
perkebunan kelapa sawit yang
mengetahui faktor-faktor yang
berkelanjutan. Sertikasi ISPO untuk
mendukung harga TBS tinggi dan faktor-
petani swadaya terdiri dari 4 Prinsip dan
faktor yang menyebabkan harga TBS
20 Kriteria yang memberikan manfaat
cenderung rendah.
bagi petani. Manfaat yang dapat diterima
Apabila pelaksanaan sertifikasi
petani seperti tergabungnya petani dalam
ISPO mampu dilaksanakan oleh petani
sebuah wadah yang dapat menaungi
kelapa sawit swadaya di Desa Air Hitam,
segala kegiatan budidaya petani dan
akan terjadi peningkatan pertumbuhan
terdapat perusahaan kelapa sawit yang
dan usaha yang berkelanjutan bagi
bersedia sebagai penampung TBS petani.
masyarakat dan meningkatkan
Segi profit, sertifikasi ISPO
kesejahteraan petani. Peningkatan
memberikan kemudahaan dalam akses
pertumbuhan ekonomi dapat diikuti
pasar, akses finansial dan akses input.
dengan peningkatan kemajuan desa.
Petani kelapa sawit yang ingin mengikuti

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 12


Pelaksanaan sertifikasi ISPO dari Tantangan dalam Menghadapi
segi planet (lingkungan), dapat menepis Sertifikasi ISPO
isu negatif lingkungan mengenai kelapa Keragaan usahatani yang dilakukan
sawit Indonesia dan menjaga kelestarian menunjukkan kinerja usahatani petani
lingkungan. Sertifikasi ISPO kelapa sawit swadaya saat ini. Keragaan
mengarahkan petani kelapa sawit untuk usahatani dan praktek-praktek budidaya
melakukan kegiatan budidaya yang serta pengelolaan usahatani yang
memperhatikan keberlanjutan perkebunan dilakukan petani dibandingkan dengan
petani dan lingkungan sekitar perkebunan. standar ISPO (4 prinsip dan 20 kriteria)
Tehnik budidaya yang dilakukan harus menunjukkan bahwa perkebunan kelapa
sesuai dengan jenis lahan perkebunan sawit petani swadaya masih tergolong
kelapa sawit rakyat dan mencegah dan rendah.
tidak melakukan pembakaran lahan. Perkebunan kelapa sawit petani
Petani kelapa sawit harus mengetahui dan swadaya belum sesuai dengan standar
menjaga keberadaan flora dan fauna ISPO. Perkebunan kelapa sawit rakyat
langka yang terdapat disekitar perkebunan tergolong dalam kriteria “kurang baik”
kelapa sawit. dengan rata-rata skor 1.437 dari nilai
Pelaksanaan sertifikasi dari segi maksimal 3.300. Perkebunan kelapa sawit
people (sosial), dapat mengurangi petani swadaya hanya mampu memenuhi
terjadinya sengketa. Petani yang 43,5% dari seluruh penerapan sertifikasi
tergabung dalam sertifikasi ISPO tidak ISPO
boleh mengalami sengketa lahan dan bila Keadaan umum petani
terjadi sengketa lahan wajib menunjukkan tingkat pendidikan petani
menyelesaikan sengketa lahan sebagai salah satu tantangan dalam
berdasarkan kesepakatan kedua belah menghadapi sertifikasi ISPO. Petani pada
pihak. Sengketa lahan dapat berupa umumnya merupakan lulusan SD dan
konflik tanah, adanya tumpang tindih tidak pernah mengenyam pendidikan yang
dengan usaha perkebunan lain atau lebih tinggi. Tingkat pendidikan formal
pembukaan perkebunan di lahan milik petani yang rendah mempengaruhi
negara. kemampuan intelektual petani untuk
Berdasarkan hasil analisis keragaan memahami, menerima dan mengadopsi
usahatani dan penerapan praktek-praktek sertifikasi ISPO. Tingkat pendidikan
setara standar ISPO, masih banyak hal formal yang rendah merupakan kendala
yang harus dikerjakan dan dilengkapi oleh yang dapat di atasi dengan memberikan
petani swadaya untuk mendapatkan pendidikan non-formal bagi petani.
sertifikasi ISPO. Petani perlu membentuk Pendidikan non formal dapat diberikan
kelompok tani, mengaktifkan koperasi, dengan frekuensi yang lebih sering
dan meningkatkan praktek-praktek mengingat tingkat pendidikan petani yang
budidaya yang baik. Perbaikan-perbaikan rendah sulit untuk cepat menerima
yang perlu dilakukan untuk mencapai informasi
standar ISPO memerlukan biaya-biaya Keragaan usahatani yang diukur
tambahan yang mungkin akan menggunakan standar ISPO terdapat
mengurangi keuntungan yang akan beberapa prinsip dan kriteria yang
diperoleh dalam jangka pendek. Prospek memiliki skor rendah. Nilai skor yang
petani kelapa sawit swadaya dalam rendah pada penerapan prinsip dan
menghadapi sertifikasi ISPO adalah kriteria ISPO merupakan indikator yang
sangat memungkinkan apabila petani menunjukkan bahwa petani belum mampu
mampu melaksanakan perbaikan- untuk memenuhi prinsip dan kriteria ISPO
perbaikan tersebut dan memahami segala tersebut. Penerapan prinsip dan kriteria
resiko yang harus dihadapinya. ISPO yang rendah merupakan salah satu

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 13


tantangan dan permasalahan yang ISPO Prinsip 4 adalah petani belum
dihadapi petani dalam sertifikasi ISPO. memiliki koperasi atau kelompok tani.
Penerapan Prinsip 2 Bagian Kelompok tani atau koperasi yang
Pertama sertifikasi ISPO tergolong dalam diharapkan dalam standar ISPO adalah
kriteria “kurang baik”. Prinsip 2 Bagian kelompok tani atau koperasi yang
Pertama membahas mengenai organisasi memiliki struktur kepengurusan secara
kelembagaan perkebunan petani. jelas, dokumen pelaksanaan kegiatan,
Tantangan dalam mengikuti sertifikasi dokumen perencanaan kegiatan dan
ISPO yang terdapat pada Prinsip 2 Bagian melakukan evaluasi kegiatan secara
Pertama adalah petani tidak memiliki berkala.
kelompok tani atau koperasi aktif sebagai Tantangan yang dihadapi oleh
wadah atau mitra kegiatan usahataninya. petani kelapa sawit swadaya dalam
Pada penerapan Prinsip 2 Bagian menghadapi sertifikasi ISPO sangat
Kedua sertifikasi ISPO tergolong dalam berkaitan dengan akses informasi, akses
kriteria “kurang baik”. Prinsip 2 Bagian input, akses finansial, dan akses pasar.
Kedua membahas mengenai penerapan Tantangan yang dihadapi petani kelapa
teknis budidaya dan pengangkutan sawit swadaya tidak dapat diselesaikan
perkebunan. Tantangan dalam mengikuti sendiri oleh petani. Dukungan dan
sertifikasi ISPO yang terdapat pada kerjasama kemitraan dengan berbagai
Prinsip 2 Bagian Kedua adalah petani stakeholder sangat diperlukan guna
tidak dapat menerapkan kegiatan melancarkan usaha para petani untuk
budidaya perkebunan kelapa sawit sesuai mendapatkan sertifikasi ISPO.
dengan standar perkebunan maupun
standar ISPO. Penerapan budidaya yang
KESIMPULAN DAN SARAN
tidak sesuai dengan standar perkebunan
antara lain pemeliharaan sumber air Kesimpulan
sekitar perkebunan, penggunaan benih Keragaan kebun petani swadaya
tidak unggul, pelaksanaan penanaman Desa Air Hitam tergolong dalam keadaan
pada lahan gambut dan lahan mineral, kurang baik. Praktek budidaya kebun
aplikasi pelaksanaan pengendalian petani swadaya belum sesuai dengan
Organisme Penggangu Tanaman (OPT) standar perkebunan kelapa sawit.
dan penjualan serta penentuan Keragaan kebun yang belum sesuai
kesepakatan harga. standar budidaya kelapa sawit adalah
Penerapan Prinsip 3 mengenai pembersihan piringan, pembersihan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan kapling, pemangkasan pelepah,
hidup tergolong dalam kriteria “tidak pemupukan dan pemberantasan hama
baik”. Tantangan dalam mengikuti penyakit tanaman.
sertifikasi ISPO pada Prinsip 3 adalah Pengelolaan perkebunan kelapa
petani tidak memiliki UKL-UPL atau sawit petani swadaya belum menerapkan
SPPL mengenai kewajiban izin standar Prinsip dan Kriteria ISPO.
lingkungan. Petani pada umumnya tidak Tingkat penerapan Prinsip dan Kriteria
dapat menjelaskan mengenai ISPO pada petani swadaya ISPO berada
keanekaragaman hayati yang berada di pada kriteria “kurang baik” dengan total
sekitar lingkungan perkebunan kelapa skor 1437 atau 43,5%.
sawit. Perkebunan kelapa sawit Indonesia
Pada Prinsip 4 yang membahas yang berkelanjutan akan memberikan
mengenai peningkatan usaha berbagai manfaat bagi perkebunan kelapa
berkelanjutan penerapan petani kelapa sawit swadaya, lingkungan dan
sawit swadaya tergolong “tidak baik”. masyarakat sekitarnya. Manfaat dapat
Tantangan dalam mengikuti sertifikasi diterima apabila petani mengikuti

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 14


sertifikasi ISPO adalah terbukanya akses DAFTAR PUSTAKA
pasar dan akses finansial bagi petani,
peningkatan usaha berkelanjutan bagi Badrun, M. (2010). Lintasan 30 Tahun
masyarakat, berkurangnya sengketa lahan Pengembangan Kelapa Sawit
dan isu negatif perkebunan kelapa sawit Kementrian Pertanian RI dan
Indonesia. Namun prospek petani dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit
menghadapi sertifikasi ISPO sangat Indonesia, Direktorat Jendral
Perkebunan.
tergantung dari kemampuan petani dalam Finger, R. and J. H. M. Peerlings (2012).
meningkatkan kapasitas petani, kelompok Economics of Agribusiness.
tani, dan koperasi. Tantangan bagi petani Wageningen, Agricultural Policy
swadaya Desa Air Hitam dalam Group, Wageningen University.
menghadapi sertifikasi ISPO berupa Manggabarani, A. (2009). Memaknai Sebuah
rendahnya tingkat pendidikan petani Anugrah Sumbangsih Kelapa Sawit
untuk menerima adopsi sertifiasi ISPO. bagi Indonesia. Jakarta, Ideals Agro
Tantangan bagi petani swadaya dalam Akbar.
menghadapi ISPO terlihat pada penerapan PPKS (2005). Pemeliharaan Tanaman Kelapa
kriteria ISPO yang tergolong tidak baik. Sawit Menghasilkan(Seri Buku Saku
Petani kelapa sawit swadaya belum 18). Medan, PPKS.
Shadbolt, N. and S. Martin (2005). Farm
memiliki kelompok tani atau koperasi, Management in New Zealand. Oxford
petani juga harus memenuhi kelengkapan University Press, Australia.
izin lingkungan seperti SPPL atau UKL- Soekartawi (1995). Analisis Usaha Tani.
UPL, Surat Tanda Daftar Budidaya (STD- Jakarta, Penerbit Universitas
B) sesuai standar ISPO dan penerapan Indonesia Press.
budidaya petani belum mampu memenuhi Widodo, S. T. (1990). Indicator Ekonomi
standar ISPO. Dasar Perhitungan Perekonomian
Indonesia. Yogyakarta, Penerbit
Saran Kanisius.
Untuk mendapatkan sertifikat ISPO
petani kelapa sawit pola swadaya
disarankan untuk meningkatkan kapasitas
petani, kelompok tani dan koperasi. Hal
ini dapat dilakukan dengan melaksanakan
penyuluhan dan pelatihan bekerjasama
dengan berbagai stakeholder terkait.
Semua pihak yang berperan dalam
sertifikasi kelapa sawit diharapkan dapat
membantu dan membina petani dalam
sosialisasi dan pemahaman sertifikasi
ISPO. Sosialisasi dan pemahaman dapat
berupa penyuluhan tentang ISPO dan
pelatihan praktek-praktek budidaya
terbaik untuk menutupi kelemahan-
kelemahan yang dimiliki petani kelapa
sawit.

Jom Faperta Vol 2 No 1 Februari 2015 15

Potrebbero piacerti anche