Sei sulla pagina 1di 9

ORIGINAL ARTICLE

Intisari Sains Medis 2018, Volume 9, Number 1: 10-18


P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084

Gambaran riwayat kejadian diare pada balita dan


pelaksanaan PHBS dalam tatanan rumah tangga di
Desa Gegelang Kecamatan Manggis tahun 2013 CrossMark
Published by DiscoverSys
Dewa Agung Istri Sintha Prajnyaswari,1* Wayan Citra Wulan Sucipta Putri2

ABSTRACT

Background: Diarrhea is the second leading cause of death in Village. Sampling technique is done by using accidental sampling
infants. As one of the disease-based environment, the availability of method. Data collection was conducted using a questionnaire. In this
clean water, sanitation and hygiene is one of the key actors in the research is found only 13 of 75 (17.3%) of respondents said that the
incidence of diarrhea. As one of the efforts to improve sanitation children did not have diarrhea in the last 1 year.
and hygiene, health center movement Manggis I community health Results: A total of 53 respondents (70.7%) said that they did not give
center develops behaviors of live clean and healthy (PHBS) at the exclusive breastfeeding to her child. All respondents had access to clean
family level. The lowest percentage of households classified by water, but only 32 of 75 (42.7%) of respondents who process a clean
PHBS located in the Gegelang Village which amount is 46%. Among water with appropriate way before drunk. Good hand washing habits
the 10 points PHBS, the cause of diarrhea in infants can be sourced only depicted in 30 of 75 (40%) of respondents. Latrine ownership
history of exclusive breastfeeding, use of unclean water, the habit of were vary from having latrine with standards compliant (38.7%), have
not washing hands with soap and clean water, and does not have latrine but do not fit to standards-compliant (25.3%), and did not have
healthy latrines. latrine (36.0%).
Methods: This study was a descriptive cross-sectional study involving Conclusion: Cross-tabulations showed a trend increase in the number
seventy-five respondents, i.e. mothers with under five children history of diarrhea in under five children on the implementation of
(12‑60 months) in Hamlet Gegelang, Kalanganyar, and Pakel, Gegelang PHBS that do not fit to health standards.

Keywords: diarrhea, under-five children, PHBS, Manggis I Public Health Care


Cite This Article: Prajnyaswari, D.A.I.S., Putri, W.C.W.S. 2018. Gambaran riwayat kejadian diare pada balita dan pelaksanaan PHBS dalam tatanan
rumah tangga di Desa Gegelang Kecamatan Manggis tahun 2013. Intisari Sains Medis 9(1): 10-18. DOI: 10.1556/ism.v9i1.147

ABSTRAK

Latar Belakang: Diare merupakan penyebab kematian terbesar Pakel di Desa Gegelang Teknik pengambilan sampel dilakukan
kedua pada balita. Sebagai salah satu penyakit berbasis lingkungan, dengan metode accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan
ketersediaan air bersih, sanitasi dan higenitas adalah salah satu menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini didapatkan hasil hanya
pemegang peranan penting pada kejadian diare. Sebagai salah 13 dari 75 (17,3%) responden mengatakan bahwa anaknya tidak
satu upaya peningkatan sanitasi dan higenitas, puskesmas Manggis pernah mengalami diare dalam 1 tahun terakhir.
1 I melakukan gerakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat Hasil: Sebanyak 53 responden (70,7%) menyatakan tidak memberikan
Program Studi Pendidikan Dokter
2
Bagian Ilmu Kedokteran keluarga. Persentase terendah rumah tangga yang diklasifikasikan ASI eksklusif pada anaknya. Seluruh responden memiliki akses air
Komunitas dan Ilmu Kedokteran sehat berdasarkan PHBS di wilayah kerja Puskesmas Manggis bersih, tetapi hanya 32 dari 75 (42,7%) responden yang memenuhi
Pencegahan I terletak di Desa Gegelang yaitu sebesar 46%. Diantara 10 poin PHBS, mengolah air bersih secara benar sebelum dikonsumsi. Kebiasaan cuci
Fakultas Kedokteran Universitas penyebab diare pada balita dapat bersumber riwayat pemberian ASI tangan yang baik dan benar hanya tergambar pada 30 dari 75 (40%)
Udayana
eksklusif, penggunaan air yang tidak bersih, kebiasaan tidak mencuci responden. Kepemilikan jamban bervariasi mulai dari memiliki dan
tangan dengan air bersih dan sabun, serta tidak memiliki jamban sesuai standar (38,7%), memiliki tetapi tidak sesuai standar (25,3%),
*
Korespondensi: yang sehat. dan tidak memiliki jamban (36,0%).
Dewa Agung Istri Sintha
Prajnyaswari, Program Studi Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif cross sectional Simpulan: Hasil tabulasi silang menunjukkan kecenderungan
Pendidikan Dokter, Fakultas dengan melibatkan tujuh puluh lima responden yakni ibu yang peningkatan jumlah riwayat kejadian diare pada balita terhadap
Kedokteran Universitas Udayana memiliki balita 12-60 bulan di Dusun Gegelang, Kalanganyar, dan pelaksanaan PHBS yang tidak sesuai dengan standar kesehatan.
agungsinthata@gmail.com

Diterima: 08-12-2017 Kata kunci: diare, balita, PHBS, puskesmas manggis I


Disetujui: 01-01-2018 Cite Pasal Ini: Prajnyaswari, D.A.I.S., Putri, W.C.W.S. 2018. Gambaran riwayat kejadian diare pada balita dan pelaksanaan PHBS dalam tatanan
Diterbitkan: 02-01-2018 rumah tangga di Desa Gegelang Kecamatan Manggis tahun 2013. Intisari Sains Medis 9(1): 10-18. DOI: 10.1556/ism.v9i1.147

10 Open access: http://isainsmedis.id/


ORIGINAL ARTICLE

PENDAHULUAN
Sampai saat ini, diare masih menjadi salah satu sehingga terjadi gangguan gizi dan/atau hipoglike-
masalah kesehatan di dunia, terutama di Negara mia. Komplikasi terburuk dari diare pada balita
berkembang. Masih tingginya angka kesakitan adaah kematian.1,6
dan kematian akibat diare menjadi salah satu Sebagai salah satu penyakit berbasis lingkun-
bukti bahwa diare masih membutuhkan perhatian gan, ketersediaan air bersih, sanitasi dan higenitas
khusus. Menurut data dari WHO tahun 2013, diare adalah salah satu pemegang peranan penting pada
masih menjadi penyebab kematian terbesar kedua kejadian diare. Data WHO menunjukkan 88%
pada balita. Tiap tahunnya diare menyebabkan dari kasus diare disebabkan oleh konsumsi air
kematian pada 760.000 balita di seluruh dunia. yang tidak bersih dan sehat, sanitasi dan higenitas
Angka ini lebih besar dibandingkan dengan gabun- yang tidak memadai. WHO mengestimasikan 94%
gan angka kematian balita karena AIDS, malaria kejadian diare dapat dicegah dengan modifikasi
dan campak.1,2 Berdasarkan data riset kesehatan lingkungan termasuk peningkatan ketersediaan
dasar tahun 2013, insiden diare pada balita di air bersih, dan peningkatan sanitasi dan higenitas.7
Indonesia tahun 2013 adalah 6,7% dengan period Sebagai salah satu upaya peningkatan sanitasi dan
prevalence 7,0%. Menurut karakteristik umur, keja- higenitas, Puskesmas Manggis I melakukan gerakan
dian diare tetinggi di Indonesia terjadi pada balita perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat
(7,0%). Balita dengan insiden diare tertinggi berada keluarga. PHBS tersebut terdiri dari persalinan
pada kelompok umur 12 sampai 23 bulan (9,7%).3 ditolong tenaga kesehatan, pemberian ASI eksklu-
Di Bali, angka insiden diare pada balita adalah sif, menimbang bayi dan balita setiap bulan, meng-
5% dengan period prevalence 5,5%.3 Berdasarkan gunakan air bersih, mencuci tangan dengan air
profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2012, bersih dan sabun, menggunakan jamban, member-
diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 175.030 antas jentik nyamuk di rumah, makan sayur dan
kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap
tahun 2011 sebesar 163.803 kasus. Perhitungan hari, dan tidak merokok. Untuk kegiatan PHBS
perkiraan kasus bahwa diantara 1000 orang di Puskesmas Manggis I, jumlah rumah tangga
penduduk, 411 orang mengalami diare dan hanya yang diklasifikasikan sehat yaitu sejumlah 897 KK
10% yang datang ke pelayanan kesehatan. Jumlah (71,22%). Jumlah ini belum menncapai target yang
perkiraan kasus diare di Kabupaten Karangasem diharapkan yaitu 80%. Persentase terendah rumah
adalah sebanyak 17.136 orang dari total 405.100 tangga yang diklasifikasikan sehat berdasarkan
penduduk. Jumlah kasus yang tertangani adalah PHBS terletak di Desa Gegelang, yaitu hanya 46%.5
7.620 kasus atau hanya 44,47% dari total perkiraan Diantara 10 poin PHBS tersebut, penye-
kasus.4 Jumlah kasus diare tahun 2013 berdasarkan bab diare pada balita dapat bersumber dari
data di Puskesmas Manggis I adalah sebanyak 592 balita  yang  tidak  mendapat ASI eksklusif, penggu-
orang dengan 44 orang (7,43%) bayi dan 118 orang naan air yang tidak bersih, kebiasaan tidak mencuci
(19,9%) balita. Setiap bulannya, rata-rata diperoleh tangan dengan air bersih dan sabun, serta tidak
5 sampai 10 kasus diare pada balita pada tiap desa memiliki jamban yang sehat.8 Tingkat pemberian
yang termasuk cakupan dari Puskesmas Manggis I. ASI eksklusif di wilayah Puskesmas Manggis I tahun
Di Desa Gegelang, kasus diare pada balita hampir 2013 masih belum memenuhi target yaitu hanya
selalu terjadi setiap bulan pada tahun 2013.5 57,92% dari target 80%. Di Desa Gegelang, persen-
Derajat keparahan diare pada balita tergantung tase pemberian ASI eksklusif pada tahun 2013 adalah
pada etiologi dan cara penanganan yang diberikan. sebesar 60%. Pemberian ASI eksklusif sangat penting
Diare dapat dibedakan menjadi diare akut yang pada 6 bulan awal kehidupan anak. Salah satu fungsi
berlangsung kurang dari 14 hari dan diare persisten ASI adalah memberikan kekebalan dari ibu ke anak
yang berlangsung lebih dari 14 hari. Penyebab sehingga anak tidak mudah tertular oleh penyakit.5
tersering diare pada anak adalah infeksi baik yang Air bersih adalah air yang digunakan utuk
terjadi di luar atau di dalam usus. Selain itu diare keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
juga dapat disebabkan oleh obat-obatan, kelainan syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
saluran cerna, defisiensi vitamin, ataupun tertelan dimasak. Kualitas fisik air minum di Indonesia
logam berat. Diare akut pada anak biasanya dise- termasuk dalam katagori baik (tidak berwarna,
babkan oleh rotavirus (40-60%), 10% disebabkan tidak berasa, dan tidak berbau).9 Sumber air minum
oleh infeksi bakteri. Diare yang tidak ditangani terlindung telah digunakan oleh 80,43% kelu-
dengan baik dapat menyebabkan dehidrasi, gang- arga di Provinsi Bali, namun ini masih di bawah
guan elektrolit, dan keseimbangan asam basa akibat target yang diharapkan yaitu 100%. Di Kabupaten
dari kehilangan air dan elektrolit. Apabila hal ini Karangasem, akses air bersih mencapai 90,33%
berlangsung lama, dapat terjadi malabsorpsi berat pada tahun 2012, tetapi persentase keluarga yang

Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147 11
ORIGINAL ARTICLE

diperiksa hanya 40,36% dari total keluarga yang berkurangnya sampel jika ada yang drop out karena
tercatat.3 Di wilayah Puskesmas Manggis I, akses berbagai alasan. Instrumen penelitian yang digu-
air bersih rata-rata mencapai 96% dari 90% total nakan adalah pertanyaan dalam kuesioner yang
keluarga yang diperiksa. Di Desa Gegelang, akses dibuat oleh peneliti yang mengacu pada beberapa
air bersih mencapai 95% dari 90% jumlah keluarga penelitan yang dilakukan sebelumnya dengan
yang diteliti pada tahun 2013. Ketersediaan akses beberapa modifikasi. Analisis data dilakukan
air bersih di Desa Gegelang merupakan nomor dua secara deskriptif dengan melihat distribusi jawaban
terbawah dari total 6 Desa yang termasuk wilayah responden terhadap setiap pertanyaan.
cakupan Puskesmas Manggis I.5
Jamban yang sehat adalah jamban yang
HASIL
memenuhi kriteria jamban sehat, antara lain
tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau Karakteristik Responden
dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga Berikut ini adalah karakteristik responden yang
dan tikus, tidak mencemari tanah disekitarnya, terdiri atas alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, dan
mudah dibersihkan, dilengkapi dengan dinding penghasilan rata-rata per bulan.
dan atap pelindung, lantai kedap air dan luas Berdasarkan Tabel 1 karakteristik responden
ruangan memadai, serta tersedia air, sabun, dan secara keseluruhan banyak diperoleh di dusun
alat pembersih.10 Data profil kesehatan Provinsi Pakel dan Kalanganyar. Usia tiap responden berva-
Bali tahu 2012 menyebutkan dari 64,34% kelu- riasi dan terbanyak berada di rentang 26 sampai
arga yang diperiksa di Bali tahun 2012, hanya 35 tahun. Tingkat pendidikan yang tergambar
58,96% diantaranya yang memiliki jamban dan seimbang antara pendidikan rendah dan pendi-
90,12% dari persentase tersebut memiliki jamban dikan menengah. Mayoritas ibu tidak bekerja.
yang sehat. Di Karangasem, jumlah keluarga Penghasilan rata-rata keluarga per bulan berkisar
yang diperiksa adalah 31,35% dari total keluarga Rp 500.000,00 sampai Rp 3.000.000,00.
yang tercatat dan total keluarga yang memi-
liki jamban adalah 69,23% dan hanya 77,62%
diantaranya yang memenuhi kriteria jamban
sehat.4 Realisasi cakupan penggunaan jamban di Tabel 1  Karakteristik Responden
wilayah Puskesmas Manggis I tahun 2013 hanya Jumlah Persentase
68%. Angka ini masih di bawah target 2013 Karakteristik (n) (%)
yaitu 83%. Dari 90% keluarga yang diperiksa di Alamat
Desa Gegelang, hanya 50% keluarga yang memi- Dusun/Banjar Gegelang 11 14,7
liki jamban dan hanya 55% diantaranya yang
Dusun/Banjar Kalanganyar 26 34,7
tergolong sehat.5
Dusun/Banjar Pakel 38 50,7
Usia
METODE
<26 tahun 17 22,7
Penelitian ini mempergunakan rancangan peneli- 26-35 tahun 49 65,3
tian deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
>35 tahun 9 12,0
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gegelang,
Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem pada Pendidikan
bulan Mei 2014. Populasi penelitian ini adalah semua Pendidikan rendah 37 49,3
balita yang bertempat tinggal di Desa Gegelang Pendidikan menengah 37 49,3
yaitu sebanyak 284 orang. Sampel dalam penelitian Pendidikan tinggi 1 1,4
ini balita berusia 1-5 tahun yang merupakan bagian
Pekerjaan
dari populasi. Sampel diperoleh secara accidental
sampling (non probability sampling) dari ibu yang Karyawan 18 24,0
memiliki balita berusia 1-5 tahun yang berada di Pedagang 5 6,7
wilayah Dusun Gegelang, Dusun Kalanganyar, dan Buruh 11 14,7
Dusun Pakel, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, Petani 4 5,3
Kabupaten Karangasem dengan pertimbangan
ketiga dusun tersebut merupakan dusun yang Tidak bekerja 37 49,3
mudah diakses oleh peneliti. Besar sampel minimal Penghasilan rata-rata per bulan
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebe- Rp 100.000- Rp 500.000 17 22,7
sar 71,74 orang. Peneliti menetapkan besar sampel Rp 500.000- Rp 1.000.000 29 38,7
dalam penelitian ini adalah 75 orang. Penambahan
Rp 1.000.000- Rp 3.000.000 29 38,7
jumlah sampel dilakukan untuk menghindari

12 Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147
ORIGINAL ARTICLE

Tabel 2  Karakteristik Sampel Tabel 3 menunjukkan bahwa hanya 13 dari 75


(17,3%) responden mengatakan bahwa anaknya
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
pernah mengalami diare dalam 1 tahun terakhir.
Usia Sebanyak 53 responden (70,7%) menyatakan
12-36 bulan 45 60,0 tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya.
37-60 bulan 30 40,0
Seluruh responden memiliki akses air bersih,
tetapi hanya 32 dari 75 (42,7%) responden yang
Jenis Kelamin
memenuhi kriteria air yang layak untuk dimi-
Laki-laki 39 52,0 num. Kebiasaan cuci tangan yang baik dan benar
Perempuan 36 48,0 hanya tergambar pada 30 dari 75 (40%) respon-
den. Kepemilikan jamban bervariasi mulai dari
memiliki dan sesuai standar (38,7%), memiliki
Tabel 3  J umlah Riwayat Kejadian Diare pada Balita dan
tetapi tidak sesuai standar (25,3%), dan tidak
Pelaksanaan PHBS dalam Tatanan Rumah Tangga
memiliki jamban (36.0%).
Jumlah (n) Persentase (%)
Riwayat diare dalam setahun Gambaran Jumlah Riwayat Kejadian Diare
Tidak pernah 13 17,3 terhadap PHBS dalam Tatanan Rumah
Tangga
1 sampai 2 kali 50 66,7
Berikut merupakan sajian yang menampilkan
Lebih dari 2 kali 12 16,0 gambaran jumlah riwayat kejadian diare dengan
Riwayat ASI eksklusif riwayat pemberian ASI eksklusif, kelayakan air
Dengan ASI eksklusif 22 29,3 minum, kebiasaan cuci tangan dengan air dan
Tanpa ASI eksklusif 53 70,7 sabun, serta kepemilikan jamban dalam tabel
tabulasi silang untuk analisis kecenderungan yang
Ketersediaan akses air bersih
terjadi antara riwayat jumlah kejadian diare dan
Tersedia 75 100 beberapa poin pelaksanaan PHBS dalam tatanan
Kelayakan air minum rumah tangga.
Layak 32 42,7 Hasil tabulasi silang pada Tabel 4 menun-
Tidak layak 43 57,3
jukkan kecenderungan frekuensi kejadian diare
lebih dari 2 kali dalam setahun lebih banyak
Kebiasaan cuci tangan
((22,6%) pada balita tanpa riwayat ASI eksklu-
Baik 30 40,0 sif dibandingkan dengan balita dengan riwayat
Tidak baik 45 60,0 ASI eksklusif (0,0%). Tabel 4 juga menunjuk-
Kepemilikan jamban kan kecederungan proporsi balita yang tidak
mengalami diare lebih tinggi pada responden
Memiliki dan sesuai standar 29 38,7
yang memiliki air minum yang sesuai dengan
Memiliki tetapi tidak sesuai 19 25,3 standar kelayakan (40,6%) dibandingkan dengan
standar
responden yang memiliki air minum yang tidak
Tidak memiliki 27 36,0 sesuai dengan standar kelayakan (0,0%). Balita
dari responden yang memiliki kebiasaan cuci
Karakteristik Sampel tangan yang baik cenderung memiliki proporsi
Berikut ini adalah karakteristik sampel yang terdiri tidak mengalami diare yang lebih tinggi (40,0%)
atas usia dan jenis kelamin. jika dibandingkan dengan balita dari responden
Berdasarkan Tabel 2 karakteristik sampel secara yang memiliki kebiasaan cuci tangan yang tidak
keseluruhan cukup merata baik berdasarkan rent- baik. Proporsi kejadian diare balita lebih dari 2
ang usia dan jenis kelamin. kali dalam setahun cenderung lebih tinggi pada
responden yang tidak memiliki jamban diband-
Gambaran Jumlah Riwayat Kejadian Diare ingkan dengan responden yang memiliki jamban
pada Balita dan PHBS dalam Tatanan yang sesuai standar (0,0%) ataupun yang memi-
Rumah Tangga liki jamban tetapi tidak sesuai standar (5,3%).
Berikut merupakan tabel hasil penelitian menge- Sementara itu, pada responen yang memiliki
nai jumlah riwayat kejadian diare pada balita dan jamban dan sesuai kriteria jamban sehat, proporsi
pelaksanaan PHBS dalam tatanan rumah tangga balita yang tidak mengalami diare lebih tinggi
yang meliputi riwayat pemberian ASI eksklusif, (37,9%) dibandingkan dengan responden yang
ketersediaan akses air bersih, kelayakan air minum, memiliki jamban tetapi tidak memenuhi kriteria
kebiasaan cuci tangan dengan air bersih dan sabun, jamban sehat (10,5%) dan responden yang tidak
serta ketersediaan jamban. memiliki jamban (0,0%).

Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147 13
ORIGINAL ARTICLE

Tabel 4  T
 abulasi Silang antara Jumlah Riwayat Kejadian Diare pengalaman akan mengubah perilaku yang tidak
dengan pelaksanaan PHBS dalam Tatanan Rumah Tangga baik menjadi baik.
Dilihat dari tingkat pendidikan ibu, persen-
Jumlah Riwayat Kejadian Diare dalam 1 tahun
tase hasil yang seimbang diperoleh pada tingkat
Tidak Pernah 1-2 kali 2 kali Total pendidikan yang rendah dan menengah (49,3%).
Riwayat ASI eksklusif Pendidikan dapat memperbaiki perilaku kesehatan
Dengan ASI 6 16 0 22 serta membantu mencegah penyakit. Hal ini akan
eksklusif 7,3% 72,7% 0,0% 100% tercermin dari pengetahuan, sikap, dan perilaku
ibu terhadap diare. Tingkat pendidikan ibu akan
Tanpa ASI 7 34 12 53
eksklusif 13,2% 64,2% 22,6% 100% mempengaruhi kesadaran akan pentingnya arti
kesehatan bagi diri dan lingkungan yang dapat
Kelayakan air minum
mendorong kebutuhan akan pelayanan keseha-
Layak 13 19 0 32 tan. Seseorang dengan tingkat pendidikan rendah
40,6% 59,4% 0,0% 100% cenderung akan memiliki pengetahuan yang lebih
Tidak layak 0 3 12 43 rendah dibandingkan dengan seseorang dengan
0,0% 72,1% 26,7% 100% pendidikan menengah dan tinggi. Pendidikan ibu
Kebiasaan cuci tangan yang baik akan mempengaruhi proses penerimaan
Baik 12 18 0 30 informasi kesehatan terkait diare. Kejadian diare
40,0% 60,0% 0,0% 100% pada balita dapat menurun dengan tingkat pendi-
Tidak baik 1 32 12 45
dikan ibu yang lebih tinggi.11
2,2% 71,1% 26,7% 100% Karakteristik ekonomi dalam penelitian tergam-
bar dari penghasilan rata-rata keluarga per bulan
Kepemilikan jamban
yang menunjukkan hanya 38,7% dari responden
Memiliki dan 11 18 0 29 yang memiliki penghasilan diatas Rp 1.000.000,00.
sesuai standar 37,9% 62,1% 0,0% 100% Selain itu, hasil penelitian menunjukkan seba-
Memiliki tetapi 2 16 1 19 gian besar ibu (49,3%) tidak bekerja dan bekerja
tidak sesuai 10,5% 59,3% 5,3% 100% sebagai buruh lepas dengan penghasilan yang tidak
standar menentu sebanyak 14,7%. Hal ini menunjukkan
Tidak memiliki 0 16 11 27 status ekonomi responden secara menyeluruh
0,0% 59,3% 40,7% 100% masih rendah. Sumber pendapatan keluarga menen-
tukan kemampuan seseorang dalam menjangkau
akses pelayanan kesehatan. Selain itu, ketersediaan
DISKUSI
sarana untuk penerapan PHBS di keluarga membu-
Karakteristik Responden dan Sampel tuhkan ketersediaan sumber pendapatan keluarga
Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan gamba- yang baik. Permasalahan penyakit diawali masalah
ran usia responden terbanyak adalah kelompok kesehatan berakar dari kemiskinan. Permasalahan
dewasa awal (26 sampai 35 tahun) yaitu sebesar kesehatan dapat dikendalikan apabila angka kemi-
65,3%. Ini menandakan usia ibu balita masih skinan menurun dan status ekonomi meningkat.11
tergolong kelompok usia produktif yang masih Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan seba-
aktif sehingga dapat selalu berusaha mencari gian besar sampel yang diteliti berusia 12  sampai
informasi yang berkaitan dengan diare pada balita. 36 bulan dengan jumlah 45 orang (60%) dan usia 37
Kelompok usia dewasa awal akan cenderung lebih sampai 60 bulan sebanyak 30 orang (40%). Kejadian
aktif dan reaktif sehingga akan lebh cepat dalam diare pada balita usia 12 sampai 36 ulan cenderung
mengakses informasi. Usia memiliki pengaruh lebih tinggi (91,1%) dibandingkan dengan balita
yang besar dalam hubungannya dengan penyakit, usia 37 sampai 60 bulan (70%). Hal ini sesuai dengan
kondisi cidera, penyakit kronis, dan penyakit lain.11 hasil RISKESDAS tahun 2013 dimana insiden diare
Bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan pada balita ditemukan paling tinggi pada rentang
kedewasaan teknisnya demikian pula psikologis usia 12 sampai 23 bulan (7,6%) diikuti dengan
serta menunjukkan kematangan jiwa. Pertambahan rentang usia 24 sampai 35 bulan (5,8%).3 Sebanyak
usia juga dapat meningkatkan kemampuan seseo- 39 sampel (52%) yang diteliti berjenis kelamin laki-
rang dalam mengambil keputusan, berpiki rasional, laki dan sisanya (48%) adalah perempuan. Riwayat
mengendalikan emosi, dan bertoleransi terhadap kejadian diare cenderung lebih tinggi pada balita
pandangan orang lain yang berpengaruh pada berjenis kelamin laki-laki (87,2%) dibandingan
peningkatan motivasi.11 Pada penelitian ini harus dengan balita perempuan (77,8%). Hasil ini sesuai
diperhatikan usia ibu karena dengan bertambahnya dengan RISKESDAS tahun 2013 dimana insiden
usia ibu akan meningkatkan pengalaman ibu dalam diare pada balita lebih tinggi pada laki-laki (5,5%)
merawat balita yang mengalami diare, karena dibandingkan dengan perempuan (4,9%).3

14 Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147
ORIGINAL ARTICLE

Gambaran Jumlah Riwayat Kejadian Diare yang signifikan sebanyak 25% terhadap pening-
pada Balita dan PHBS dalam Tatanan katan ketersediaan akses air bersih, 32% terhadap
Rumah Tangga Gambaran Jumlah Riwayat peningkatan sanitasi, 45% terhadap peningkatan
Kejadian Diare kebiasaan cuci tangan yang baik dan benar, dan
Dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagian besar 39% terhadap peningkatan teknik pengelolaan air
sampel pernah mengalami diare dalam kurun yang benar serta pembuangan yang aman.
waktu 1 tahun. Sebanyak 66,7 sampel mengalami
diare sebanyak 1 sampai 2 kali dalam setahun dan Gambaran Riwayat Pemberian ASI eksklusif
16% mengalami diare sebanyak lebih dari 2 kali Dari penelitian diperoleh hasil hanya 22 dari
dalam setahun. Hasil ini cukup tinggi melihat data 75 sampel (29,3%) yang memperoleh ASI eksklusif.
awal yang terdapat di Puskesmas Manggis I dimana Hasil ini rendah bila dibandingkan dengan target
tercatat hanya 118 orang balita yang berobat ke nasional pemberian ASI eksklusif sebesar 80%.
Puskesmas karena diare. Kondisi ini dimungkinkan Data Riskesdas 2013 mennjukkan bahwa cakupan
karena tidak semua ibu yang memiliki anak dengan ASI eksklusif rata-rata nasional baru sekitar 15,3%.3
riwayat diare membawa anaknya ke Puskesmas Alasan yang diutarakan responden yang tidak
untuk diobati. Sebagian besar ibu mengaku mengo- memberikan ASI eksklusif antara lain ASI tidak
bati anaknya sendiri dengan memberikan larutan keluar atau keluar sedikit sehingga tidak mampu
gula garam atau membelikan oralit di toko obat. memenuhi kebutuhan bayi, ibu yang bekerja, dan
Selain itu, beberapa ibu juga membawa anaknya beberapa responden mengaku masih tidak tahu
ke praktek dokter atau bidan swasta sehingga jika bayi yang berumur kurang dari 6 bulan tidak
tidak masuk dalam pencatatan di Puskesmas. boleh dimerikan makanan atau minuman dalam
Berdasarkan survey morbiditas yang dilakukan oleh bentuk apapun selain ASI, termasuk air putih.
Subdit diare, Departemen Kesehatan dari tahun Tingkat pemberian ASI eksklusif yang rendah
2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan akan meningkatkan angka kejadian infeksi pada
insiden yang naik dimana pada tahun 2010 angka bayi.13 Pemberian ASI eksklusif dapat membantu
insiden diare adalah 411 per 1000 penduduk.12 meningkatkan daya tahan tubuh bayi. ASI
Penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni tahun mengandung sIgA, limfosit T, limfosit B, dan
2012 di wilayah Puskesmas Tawangmas Kota laktoferin yang dapat merangsang peningkatan
Semarang menunjukkan angka insiden diare status imun pada bayi. IgA sekretoris yang didapa-
sebesar 36,7%. Angka ini juga termasuk tinggi tkan bayi dari ASI sangat membantu kemampuan
jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007 tubuhnya dalam menghalangi mikroorganisme
prevalensi diare di Jawa Tengah sebesar 9,2%.11 dan menjauhkannya dari jaringan tubuh. Ibu
Penyebab tingginya angka insiden yang diperoleh membentuk antibodi yang bersifat spesifik pada
dikarenakan beberapa dari balita yang mengalami agen penyakit sehingga dapat melindungi bayi
diare dirawat di rumah dan tidak dibawa ke pada minggu-minggu awal kehidupan. Seperti
pusat pelayanan kesehatan.11 Penyakit diare di molekul pertahanan lainnya, sel-sel imun pada ASI
Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan juga mengandung sel-sel darah putih atau leukosit
masyarakat karena tingginya angka kesakitan dan yang dapat melawan agen infeksius. Kandungan sel
angka kematian akibat diare. Berdasarkan Survei darah putih ini paling banyak terdapat pada kolus-
Kesehatan Rumah Tangga, studi mortalitas dan trum. Tipe yang paling banyak ditemukan adalah
Riskesdas dari tahun ke tahun diketahui bahwa neutrofil yang dapat bersikulasi dalam aliran darah.
diare masih menjadi penyebab utama kematian Tipe lainnya yang juga ditemukan dalam ASI
balita di Indonesia.11 adalah makrofag. Komponen lainnya yang terdapat
Diare menempati posisi teratas penyebab dalam ASI merangsang produksi IgA sekretorik,
kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi, laktoferik dan lisozim oleh bayi itu sendiri.14
diamana angka kematian mencapai 1,8 juta di Menurut penelitian Matondang, dkk (2009) ASI
dunia dengan angka kesakitan mencapai 4 milyar merupakan komponen penting pada sistem imun
kasus per tahun. Balita merupakan kelompok umur mukosa gastrointestinal maupun mukosa lain.
yang paling sering mengalami kematian akibat Penelitian lain yang dilakukan oleh Tumbelaka
diare, terutama di Negara berkembang. WHO dan Karyanti (2009) menyebutkan bahwa angka
mengestimasikan 94% kasus diare dapat dicegah kejadian infeksi pada bayi lebih sedikit bila diband-
dengan modifikasi lingkungan, salah satunya ingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI.
dengan meningkatkan ketersediaan akses air bersih Hasil tabulasi silang antara riwayat pemberian
dan kelayakan air minum, serta meningkatkan ASI eksklusif dan jumlah riwayat kejadian diare
sanitasi dan kebersihan lingkungan.7 Penelitian dalam setahun pada sampel menunjukkan kecend-
yang dilakukan oleh Bateman dkk (2009) menun- erungan frekuensi kejadian diare lebih dari 2 kali
jukkan terdapat penurunan episode kejadian diare dalam setahun lebih banyak (22,6%) pada balita

Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147 15
ORIGINAL ARTICLE

tanpa riwayat ASI eksklusif dibandingkan dengan menunjukkan kecenderungan proporsi balita yang
balita dengan riwayat ASI eksklusif (0,0%). Hasil tidak mengalami diare lebih tinggi pada respon-
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh den yang memiliki air minum yang sesuai dengan
Nuraeni (2012) menunjukkan terdapat perbedaan standar kelayakan (40,6%) dibandingkan dengan
yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif responden yang memiliki air minum yang tidak
dengan kejadian diare pada balita dengan nilai sesuai dengan standar kelayakan (0,0%). Hasil
p=0,003. Bslita yang tidak diberi ASI secara eksk- ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
lusif dapat berisiko 4,483 kali terkena diare diband- Nuraeni (2012) yang menunjukkan adanya hubun-
ingkan dengan balita yang mendapatkan ASI gan yang bermakna antara penggunaan ai bersih
secara eksklusif. Hasil yang sama juga ditunjukkan dengan kejadian diare pada balita dengan nilai
oleh penelitian yang dilakukan Rahmadahani, dkk p=0,000. Penelitian ini juga menyebutkan peng-
(2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan gunaan air bersih yang tidak baik dapat berisiko
yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif 10,311 kali terkena diare. Diare juga dapat terjadi
dan kejadian diare. Semakin lama bayi diberi ASI karena pencemaran air oleh bakteri saat pengam-
secara eksklusif semakin kecil kemungkinan bayi bilan, pengolahan, maupun penyimpanan air, serta
untuk terkena kejadian diare. Hal ini dikarenakan perilaku masyarakat saat memasak dan meman-
zat antibodi yang diperoleh bayi dari ASI mampu faatkan sarana tersebut. Hal yang sama juga diper-
melindungi bayi dari berbagai macam penyakit oleh dari hasil penelitian Apriyanti, dkk (2009)
infeksi.15 Pemberian ASI selama diare mengurangi yang menyatakan diare bisa disebabkan oleh masih
akibat negatif terhadap pertumbuhan dan keadaan sedikitnya masyarakat yang mengelola air minum
gizi bayi serta mengurangi keparahan diare.11 rumah tangga dengan baik. Berdasarkan ringkasan
kajian yang dikeluarkan oleh UNICEF Indonesia
Gambaran Ketersediaan Akses Air Bersih (2012) sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk
Hasil penelitian menunjukkan seluruh responden serta air minum yang tidak aman berkontribusi
memiliki akses air bersih (100%). Hal ini sesuai terhadap 88% kematian anak akibat diare.
dengan data di Puskesmas Manggis I dimana 95%
dari 90% total jumlah keluarga yang diteliti tahun Gambaran Kebiasaan Cuci Tangan dengan
2013 telah memiliki akses air bersih (DINKES Air dan Sabun
Pemkab Karangasem, 2013). Akan tetapi, dari 75 Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa hanya
responden yang memiliki akses air bersih, hanya 40% dari total responden yang masuk ke dalam
32 responden (42,7%) yang memenuhi kriteria air kategori baik untuk perilaku mencuci tangan.
minum yang layak. Sebanyak 57,3% responden Sebagian besar responden masih mencuci tangan
langsung mengonsumsi air bersih yang bersumber hanya dengan air tanpa menggunakan sabun
dari air ledeng tanpa dimasak hingga mendidih saat sebelum makan, setelah BAB/BAK, sebelum
terlebih dahulu. Alasan yang mereka utarakan mengolah makanan, setelah menyajikan makanan,
adalah karena air yang mereka peroleh sudah jernih, setelah membasuh anak BAB, dan sebelum menyu-
tidak berwarna, tidak berasa, maupun berbau. api anak dengan tangan. Mereka mengaku mencuci
Kriteria kelayakan air dapat diukur secara kual- tangan menggunakan sabun hanya ketika tangan
itas dan kuantitas. Sistem penyediaan air bersih mereka terlihat kotor saja.
harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, dan biol- Mencuci tangan harus dilakukan dengan cara
ogis. Syarat fisik yakni tidak keruh, tidak berwarna, yang benar dan waktu yang tepat. Mencuci tangan
rasanya tawar, tidak berbau, suhunya normal hendaknya menggunakan sabun dan air mengalir
(20-26°C) dan tidak mengandung zat padat. Syarat baik langsung dari keran air ataupun langsung
kimia meliputi tidak mengandung zat kimia bera- mengalir dari gayung sehingga kotoran yang mene-
cun, pH netral, tidak mengandung garam-garam mpel pada tangan dapat langsung dibersihkan.16
atau ion-ion logam, kesadahan rendah, dan tidak Cuci tangan pakai air saja tidak cukup karena cuci
mengandung bahan kimia anorganik. Syarat biolo- tangan pakai sabun selain membantu singkatnya
gis yakni air tidak boleh mengandung Coliform. Air waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari
bersih yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut dengan sabun dapat juga menghilangkan kuman
selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum yang tidak tampak, kotoran di permukaan kulit,
dikonsumsi. Pengolahan dapat berupa penyulin- tangan berbau wangi, serta perasaan segar.16,17
gan dimana biasanya air tersedia dalam bentuk air Hasil tabulasi silang menunjukan kecenderun-
kemasan atau air dimasak hingga mendidih terlebih gan balita dari responden yang memiliki kebiasaan
dahulu sebelum dikonsumsi untuk membunuh cuci tangan yang baik cenderung memiliki proporsi
patogen yang terdapat dalam air tersebut.16 tidak mengalami diare yang lebih tinggi (40,0%) jika
Hasil tabulasi silang antara jumlah riwayat keja- dibandingkan dengan balita dari responden yang
dian diare dengan kelayakan air minum responden memiliki kebiasaan cuci tangan yang tidak baik.

16 Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147
ORIGINAL ARTICLE

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wijayanti disekitar jamban dan jamban rajin dibersihkan
(2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan dan disikat. Karakteristik jamban yang baik adalah
yang signifikan antara cuci tangan pakai sabun tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
dengan angka kejadian diare di daerah sekitar TPA tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak
sampah Bantar Gebang. Hasil serupa juga diperoleh mengotori air tanah dalam sekitarnya, dapat digu-
dari penelitian yang dilakukan oleh Wardayu dan nakan oleh semua anggota keluarga. Jamban berja-
Guritmo (2010) yang menyatakan terdapat hubun- rak sekurang-kurangnya 10 meter dari sumber
gan yang signifikan antara kebiasaan cuci tangan air dan pemukiman, tendon penampungan tinja
setelah BAB dengan kejadian diare (p=0,024), sekurang-kurangnya 1 meter, serta tidak memun-
kebiasaan mencuci tangan sebelum menyuapi anak gkinkan lalat atau serangga hinggap di tampungan
dengan kejadian diare (p=0,02). tinja (dengan sistem leher angsa) sehingga tidak
Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan
merupakan aktivitas yang selama ini dianggap berkembang biak.10,11
sederhana oleh kebanyakan orang, bahkan ada Berdasarkan hasil tabulasi silang antara
anggapan masyarakat bahwa cuci tangan tanpa jumlah riwayat kejadian diare pada balita dengan
menggunakan sabun sama saja dengan menggu- kepemilikan jamban terdapat kecenderungan
nakan sabun.17 Tetapi sebaliknya bahwa mencuci pada responden yang memiliki jamban dan sesuai
tangan pakai sabun sebenarnya banyak manfaatnya. kriteria jamban sehat, proporsi balita yang tidak
Tangan memegang peranan penting dalam penu- mengalami diare lebih tinggi (37,9%) dibanding-
laran diare karena lewat tangn yang tidak bersih kan dengan responden yang memiliki jamban
makanan atau minuman yang tercemar penyakit tetapi tidak memenuhi kriteria jamban sehat
masuk ke tubuh manusia. Tangan merupakan (10,5%) dan responden yang tidak memiliki
pembawa utama mikroorganisme yang berasal jamban (0,0%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
dari tinja. Tujuan cuci tangan dengan sabun adalah hasil penelitian Apriyanti, dkk (2009) yang
menghilangkan kotoran dan debu yang melekat menyatakan terdapat hubungan yang signifikan
dipermukaan kulit serta mengurangi jumlah antara penggunaan jamban (p  value=0,046;
mikroorganisme sementara.11 Menurut kajian α=0,05) dengan angka kejadian diare pada anak.
Badan Kesehatan Dunia, cuci tangan pakai sabun Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian
dengan cara yang benar dan pada waktu-waktu yang dilakukan Wulandari (2009) yang menya-
yang tepat terbukti mencegah angka kejadian diare takan ada hubungan signifikan antara jenis
hingga 45%.1 tempat pembuangan tinja dengan kejadian diare
di Desa Blimbing yaitu dengan nilai p = 0,001,
Gambaran Kepemilikan Jamban (p<0,05). Hal ini disebabkan karena masyarakat
Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan jamban masih banyak yang belum memiliki jamban sehat.
bervariasi dari responden mulai dari memiliki Jenis jamban yang tidak sehat yaitu jenis jamban
dan sesuai standar kesehatan (38,7%), memiliki tangki septik atau jamban cemplung dan rumah
tetapi tidak sesuai standar kesehatan (25,3%), yang tidak memiliki jamban sehinggan bila buang
dan tidak memiliki jamban (36,0%). Responden air besar mereka pergi ke sungai. Jenis tempat
yang tidak memiliki jamban mengaku belum bisa pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat
membuatnya di rumah karena terhalang masalah kesehatan akan berdampak pada banyaknya lalat.
ekonomi dimana harga bahan-bahan baku untuk Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat digu-
membuat jamban cukup mahal. Alasan yang mirip nakan oleh lalat untuk bertelur dan berkembang
juga dikemukakan oleh responden yang memiliki biak kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran
jamban tetapi tidak sesuai standar. Mereka menga- manusia dan hinggap pada makanan manusia.
takan hanya mampu membuat jamban seadanya. Lalat berperan dalam penularan penyakit melalui
Mereka tidak memiliki penghasilan lebih untuk tinja.18
merenovasi jamban agar sesuai dengan standar Pembuangan tinja merupakan bagian yang pent-
kesehatan yang ditetapkan. Sebagian besar respon- ing dari kesehatan. Pembuangan tinja yang tidak
den yang tidak memiliki jamban membuang tinja tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden
mereka dan tinja balita ke sungai dan/atau kebun penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja,
di dekat rumah mereka. WC umum belum banyak salah satunya adalah diare. Belum memiliki jamban
tersedia di desa Gegelang. Terdapat 1 WC umum sendiri dapat menyebabkan timbulnya kejadian
di Dusun Gegelang, tetapi belum tersedia di Dusun diare pada balita yang dikarenakan kotoran yang
Kalanganyar dan Pakel. tidak terkubur akan mengundang lalat maupun
Penggunaan jamban yang baik dan sehat tikus yang akan berdampak terhadap kesehatan
adalah tidak ada tinja yang tertinggal (menempel) lingkungan.19

Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147 17
ORIGINAL ARTICLE

SIMPULAN (37,9%) dibandingkan dengan responden yang


memiliki jamban tetapi tidak memenuhi kriteria
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di jamban sehat (10,5%) dan responden yang tidak
Desa Gegelang tentang gambaran jumlah riwayat memiliki jamban (0,0%).
kejadian diare pada balita dan pelaksanaan PHBS
dalam tatanan rumah tangga, maka dapat disi-
mpulkan bahwak karakteristik responden secara DAFTAR PUSTAKA
keseluruhan banyak diperoleh di dusun Pakel dan 1. WHO, 2013. Diarrhoeal disease. [Online] Available at:
Kalanganyar. Usia tiap responden bervariasi dan http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/
[Diakses 18 May 2014].
terbanyak berada di rentang 26 sampai 35 tahun. 2. Ani LS, Suwiyoga K. Traveler’s Diarrhea Risk Factors on
Tingkat pendidikan yang tergambar seimbang Foreign Tourists in Denpasar Bali-Indonesia May and
antara pendidikan rendah dan pendidikan menen- August 2013.
3. KEMENKES RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar
gah. Mayoritas ibu tidak bekerja. Penghasilan (RISKESDAS) 2013, Jakarta: Badan Penelitian dan
rata-rata keluarga per bulan berkisar Rp 500.000,00 Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
sampai Rp 3.000.000,00. Karakteristik sampel Republik Indonesia.
4. DINKES Provinsi Bali, 2013. Profil Kesehatan Provinsi
secara keseluruhan cukup merata baik berdasarkan Bali Tahun 2012, Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
rentang usia dan jenis kelamin. Sebanyak 13 dari 5. DINKES Pemkab Karangasem, 2013. Laporan Tahunan
75 (17,3%) responden mengatakan bahwa anaknya UP Puskesmas Manggis I Tahun 2013, Karangasem: UPT.
Puskesmas Manggis I.
pernah mengalami diare dalam 1 tahun terakhir. 6. FK UNUD, RSUP Sanglah, 2010. Pedoman Pelayanan
Sebanyak 53 responden (70,7%) menyatakan tidak Medis Ilmu Kesehatan Anak, RSUP Sanglah, Denpasar
memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Seluruh 2010. Denpasar: SMF Ilmu Kesehatan Anak.
7. WHO, 2012. Combating Waterbone Disease at the
responden memiliki akses air bersih, tetapi hanya Household Level. Geneva: WHO Press.
32 dari 75 (42,7%) responden yang memenuhi 8. KEMENKES RI, 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011,
kriteria air yang layak untuk diminum. Kebiasaan Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
9. UNICEF Indonesia, 2012. Air bersih, sanitasi, dan kebersi-
cuci tangan yang baik dan benar hanya tergambar han. Jakarta: UNICEF Indonesia.
pada 30 dari 75 (40%) responden. Kepemilikan 10. Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.
jamban bervariasi mulai dari memiliki dan sesuai Jakarta: PT Rineka Cipta.
11. Nuraeni, A., 2012. Hubungan Penerapan PHBS Keluarga
standar, memiliki tetapi tidak sesuai standar, dan dengan Kejadian Diare Balita di Kelurahan Tawangmas
tidak memiliki jamban. Hasil tabulasi silang antara Kota Semarang, Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan
jumlah riwayat kejadian diare pada balita dan Universitas Indonesia.
12. KEMENKES RI, 2011. Situasi DIARE di Indonesia, Jakarta:
pelaksanaan PHBS menunjukkan kecenderungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
frekuensi kejadian diare lebih dari 2 kali dalam 13. Tumbelaka, A. R. & Karyanti, M. R., 2009. Air Susu Ibu
setahun lebih banyak ((22,6%) pada balita tanpa dan Pengendalian Infeksi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
14. Matondang, C., Munasir, Z. & Kurniati, N., 2009. Aspek
riwayat ASI eksklusif dibandingkan dengan balita Imunologi Air Susu Ibu. Dalam: Buku Ajar Alergi-
dengan riwayat ASI eksklusif (0,0%). Kecederungan Imunologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, pp.
proporsi balita yang tidak mengalami diare lebih 189-202.
15. Rahmadhani, E. P., Lubis, G. & Edison, 2013. HUbungan
tinggi pada responden yang memiliki air minum Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare
yang sesuai dengan standar kelayakan (40,6%) Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji
dibandingkan dengan responden yang memiliki Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, Volume 2 (2), pp.
62-66.
air minum yang tidak sesuai dengan standar kelay- 16. Wijayanti, P., 2009. Hubungan Kepadatan Lalat dengan
akan (0,0%). Balita dari responden yang memiliki Kejadian Diare Balita yang Bermukim di Sekitar Tempat
kebiasaan cuci tangan yang baik cenderung memi- Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang. Jakarta:
Universitas Indonesia.
liki proporsi tidak mengalami diare yang lebih 17. Suryani, 2009. Cuci Tangan Cara Mudah Cegah Penyakit.
tinggi (40,0%) jika dibandingkan dengan balita dari Jakarta: s.n.
responden yang memiliki kebiasaan cuci tangan 18. Wulandari, A., 2009. Hubungan antara faktor sosiode-
mografi dan faktor lingkungan dengan kejadian diare pada
yang tidak baik. Proporsi kejadian diare balita balita di desa Blimbing Kecamatan Sambirejo. Surakarta:
lebih dari 2 kali dalam setahun cenderung lebih Universitas Muhammadiyah.
tinggi pada responden yang tidak memiliki jamban 19. DEPKES RI, 2009. Seri Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di
Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
dibandingkan dengan responden yang memiliki Indonesia.
jamban yang sesuai standar (0,0%) ataupun yang
memiliki jamban tetapi tidak sesuai standar (5,3%).
Sementara itu, pada responen yang memiliki
jamban dan sesuai kriteria jamban sehat, proporsi
balita yang tidak mengalami diare lebih tinggi This work is licensed under a Creative Commons Attribution

18 Published by DiscoverSys | Intisari Sains Medis 2018; 9(1): 10-18 | doi: 10.15562/ism.v9i1.147

Potrebbero piacerti anche