Sei sulla pagina 1di 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gout Arthritis atau biasa dikenal dengan penyakit Asam Urat merupakan penyakit

inflamasi sendi yang sering ditemukan diseluruh dunia. yang terjadi karena

gangguan metabolisme ditandai dengan penumpukan Kristal monosodium urat

disekitar persendian sehingga menyebabkan nyeri (Zuriati,2017). Faktor-faktor

yang meningkatkan risiko terserang penyakit asam urat yaitu usia, memiliki berat

badan yang berlebih atau obesitas, mengkonsumsi makanan yang mengandung

purin terlalu berlebih, mengkonsumsi minuman keras, menderita diabetes atau

hipertensi. adanya riwayat dari keluarga yang menderita penyakit asam urat dan dan

jenis kelamin(Tribunnews,2017) .

Prevalensi penderita Gout Arthritis dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO), sekitar 355 juta orang di dunia. jumlah tersebut sesuai dengan pertambahan

usia lanjut dan beragam faktor kesehatan lainnya yang akan terus mengalami

peningkatan di masa depan. Indonesia menempati peringkat pertama di Asia

Tenggara dengan angka prevalensi 655.745 orang (0,27%) dari 238.452.952

orang(Abri,2017). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013,

penderita gout arthritis paling tertinggi, di wilayah Bali yang mencapai 19,3%. Di

Jawa Barat yang juga merupakan salah satu prevalensi tertingi yaitu mencapai
17,5% (Abri, 2017). Prevalensi penyakit sendi pada penduduk dengan usia lebih

dari 15 tahun pada tahun 2018 sebanyak 7,3%(Riskesdas,2018).

Gout Arthritis ditandai dengan pembekakan pada ibu jari sampai ke jari-jari

lainnya. Yang disertai dengan rasa nyeri yang dapat menggangu aktivitas sehari-

hari. tidak jarang, penderita menjadi depresi karena kualitas dan produktivitasnya

menurun dratis (Andriami,2018). Nyeri merupakan pengalaman sensori dan

emosional yang sangat menggangu dan menggangu aktivitas penderita. Cara-cara

menurunkan nyeri menurut Potter dan Perry, yaitu dengan cara terapi farmakologi

dan non farmakologi. Terapi farmakologi yaitu tindakan pemberian obat sebagai

penurunan nyeri. Biasanya dengan pemberian obat-obatan analgetik seperti

pemberian Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS). Sedangkan terapi Non-

Farmakologi merupakan terapi keperawatan yang digunakan untuk menurunkan

nyeri. antara lain adalah distraksi, relaksasi,massage, guided imaginery dan lain

sebagainya. Salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi

rasa nyeri adalah kompres jahe (Zuriti,2017).

Jahe memiliki khasiat dalam mengurangi rasa nyeri pada penderita nyeri sendi atau

Gout Arthritis. Banyak penelitian telah membuktikan manfaat dan khasiat yang

terbukti ampuh untuk meredakan nyeri asam urat. Jahe yang digunakan untuk

mengkompres yaitu jahe merah. Jahe merah memiliki efek antiradang sehingga

dapat digunakan untuk mengatasi peradangan dan mengurangi rasa nyeri akibat

asam urat.Efek anti radang ini disebabkan komponen aktif jahe merah yang terdiri

dari gingerol, gingerdione dan zingeron yang berfungsi menghambat leukotriene


dan prostagalandin yang merupakan mediator radang (Herliana,2013). Selain itu,

jahe memiliki kandungan Minyak antisiri yang dapat memberikan efek

menenangkan. menghangatkan. membantu sistem imun, mengurangi radang sendi

dan arthritis.(Republika,2017)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Senna, Devi dan Noor (2016),

Menunjukkan terdapat pengaruh pemberian kompres jahe terhadap intensitas nyeri

gout artritis pada lansia di PSTW Budi Sejahtera Kalimantan Selatan. Dengan P-

value <0,05%, CI 95 %. Penelitian jahe juga dilakukan Rahmawati (2018) di Graha

Werdha Maria Joseph Pontianak Dan Graha Werdha Kasih Bapa Kabupaten Kubu

Raya. Di dapatkan hasil, terdapat pengaruh kompres jahe terhadap penurunan skala

nyeri. Dengan rerata skala nyeri nyeri sendi sebelum diberikan kompres jahe adalah

5,22 dan setelah diberikan terapi kompres jahe turun menjadi 2,83. Menurut

Madoni (2018), terdapat pengaruh kompres jahe terhadap penurunan Nyeri Gout

Arthritis Pada Lansia di Wilayah Kerja Peskesmas Lubuk Begalung Tahun 2017.

Nilai rata-rata tingkat nyeri Gout Arthritis sebelum diberikan intervensi adalah 4,80.

Setelah diberikan intervensi kompres hangat jahe, terdapat perubahan nilai rata-rata

nyeri adalah 2,70.

Hasil studi pedahuluan yang dilakukan di puskesmas Babelan, terdapat 21 orang

penderita asam urat. jumlah terbanyak penderita adalah lansia. penanganan yang

biasa diberikan oleh petugas puskesmas untuk mengatasi nyeri adalah dengan

memberikan obat penghilang nyeri. penanganan nyeri gout arthritis yang dilakukan

oleh petugas puskesmas, hanya memberikan terapi farmakologi. Berdasarkan data


diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Efektivitas Kompres Jahe

merah terhadap Penurunan Skala Nyeri Gout Arthritis di wilayah Puskesmas

Babelan1 Kabupaten Bekasi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Apakah terjadi Efektivitas Kompres Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Gout Arthritis di Puskesmas Babelan?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum untuk meneliti, efektivitas terapi kompres jahe

terhadap penurunan skala nyeri penderita Gout Arthritis.

1.3.2 Tujuan Khusus

a.Diketahuinya nilai rerata skala nyeri sebelum diberikannya kompres jahe

terhadap penderita Gout Arthritis.

b. Diketahuinya nilai rerata skala nyeri setelah diberikannya kompres jahe

terhadap penderita Gout Arthritis.


c. Diketahuinya efektivitas kompres jahe terhadap penurunan skala nyeri pada

penderita Gout Arthritis.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait

yang meliputi :

1.4.1 Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat tentang terapi non farmakologi dalam

menangani nyeri gout arthritis, yang mudah diaplikasikan karena menggunakan

bahan-bahan yang mudah didapatkan. Sehingga diharapkan terjadinya

peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat ke arah perilaku

yang lebih sehat.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Secara teoritis diharapkan dapat dijadikan referensi dibidang keperawatan dan

mengembangkan terapi non farmakologis khusunya dalam mengurangi rasa nyeri

yang dialami oleh para penderita Gout Arthritis.


1.4.3 Bagi Peneliti

Dapat memberikan pengetahuan peneliti mengenai adanya pengaruh dan

pemanfaatan kompres jahe sebagai obat alternative untuk mengurangi nyeri. Serta

menambah pengalaman dan sebagai modal awal bagi peneliti untuk melakukan

riset-riset keperawatan berikutnya.

1.4.4 Bagi Profesi Perawat

Menjadi bahan pertimbangan bagi perawat dalam pemanfaatan kompres jahe,

sebagai terapi non farmakologi yang dapat diberikan kepada penderita Gout

Arthritis untuk mengurangi rasa nyeri.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gout Arthritis

2.1.1 Definisi

Penyakit asam urat atau radang sendi sudah dikenal sejak zaman yunani kuno.

penyakit tersebut dikenal sebagai penyakit gout atau pirai. kata gout berasal dari

bahasa latin guttan yang berarti tetesan. penyakit yang dikenal sebagai penyakit

orang kaya saat itu diduga disebabkan oleh adanya racun yang jatuh setetes demi

setetes pada persendian. penyakit gout pada abad ke 5 sebelum masehi, terutama

yang timbul pada ibu jari kaki ini telah teridentifikasi oleh hipocrates. selain itu,

galen pada abad ketiga menulis mengenai tofi, yaitu endapan natrium urat dalam

jaringan dibawah kulit. adapun adanya kristal pada tofi pirai ditemukan pada

tahun 1679 oleh van leeuwunhoek. pengertian secara ilmiah dari gout dimulai

pada abad ke 18 dengan mengisolasi asam urat dari batu ginjal. penelitian ini

memerlukan waktu yang cukup lama. abad ke 19, Sir Alferd Garrod menemukan

kadar asam urat yang tinggi di dalam darah penderita gout (Yenrina, Krisnatuti &

Rasjmida,2014). Gout Arthritis merupakan penyakit yang disebabkan oleh

tumpukan asam urat pada sendi-sendi tubuh. Gout Arthritis merupakan produk

alami yang dibentuk dalam kerusakan sel; namun, ketika terdapat kelebihan asam

urat pada aliran darah dan jumlahnya lebih dari yang dapat dikeluarkan, asam urat
tersebut merembes ke dalam jaringan sendi sehingga menyebabkan rasa sakit dan

pembengkakan. (Brunner & Suddarth, 2013).

2.1.2 Etiologi Gout Arthritis

Penyakit gout arthritis bermanifestasi terhadap peningkatan konsentrasi asam

urat dalam serum. akibat lebih lajutnya adalah pembentukan tofi di sekitar sendi

dan kelainan ginjal yang meloiputi glomelurus, tubulus, jaringan interstisial,

pembuluh darah, serta pembentukan batu urat. menurut possmore dan eastwood,

penyakit gout dibagi dua, yaitu primer dan sekunder. gout primer disebabkan

oleh genetik dan lingkungan. sedangkan gout sekunder disebabkan karena

adanya komplikasi dengan penyakit lain, seperti hipertensi dan artherosklerosis.

selama bertahun-tahun, gout dianggap sebagai penyakit keturunan yang terjadi

dalam lingkungan keluarga. anggapan itu benar. karena faktor genetik

merupakan faktor yang menentukan hiperurisemia. namun, timbulnya penyakit

tersebut juga disebabkan faktor lingkungan, seperti konsumsi makanan, alkohol,

dan obat-obatan. pada tahun 1967, kelley menemukan adanya kelainan pada

sejenis enzim yang khas pada penderita gout. sehingga gout merupakan penyakit

yang disebabkan adanya kelainan bawaan dalam proses metabolisme purin

sehingga terjadi kelebihan asam urat.

Penyebab utama terjadinya gout adalah gangguan metabolisme, yang

menyebabkan kadar asam urat dalam serum menjadi tinggi. kadar asam urat ini

juga tergantung pada beberapa faktor, antara lain kadar purin dalam makanan,
berat badan, jumlah alkohol yang diminum, obat diuretik/analgetik, faal ginjal,

dan volume urin per hari. dengan demikian pemakaian alkohol yang banyak dan

kegemukan merupakan pemacu terjadinya gout. asam urat merupakan bagian

yang normal dari darah dan urin. asam urat dihasilkan dari pemecahan dan sisa-

sisa pembuangan dari bahan makanan tertentu yang mengandung nukleotida

purin atau berasal dari nukleotida purin yang diproduksi tubuh, mekanisme yang

menyebabkan terjadinya asam urat dalam darah, yaitu adanya kelebihan produksi

asam urat didalam tubuh dan penurunan ekskresi asam urat melalui urin. sekitar

20%-30% penderita gout terjadi akibat kelainan sintesa purin dalam jumlah besar

sehingga asam urat dalam darah berlebihan. sementara itu, sisanya kurang lebih

75%, adanya kelebihan produksi asam urat karena pengeluaran asam urat yang

tidak sempurna. dengan peningkatan produksi asam urat atau retensi asam urat,

kadar asam urat serum menjadi meningkat. sehingga kadar asam urat serum pada

penderita gout lebih dari 6,5 - 7,0 mg/dl (Yenrina, Krisnatuti & Rasjmida,2014).

2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik (Sembiring,2018)

2.1.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

Seseorang dikatakan menderita asam urat, apabila hasil pemeriksaan kadar asam

urat dalam darah diatasa 7 mg/dL untuk pria dan lebih dari 6 mg/dL untuk

wanita.
2.1.4.2 Pemeriksaan Cairan Sendi

Pemeriksaan cairan sendi dilakukan dibawah mikroskop. tujuannya ialah untuk

melihat kristal urat atau monosodium urate (kristal MSU) dalam cairan sendi.

untuk melihat perbedaan jenis arthritis yang terjadi perlu dilakukan kultur cairan

sendi. pemeriksaan cairan sendi ini merupakan pemeriksaan yang terbaik. cairan

hasil aspirasi jarum yang dilakukan pada sendi yang mengalami peradangan

akan tampak keruh karena mengandung kristal dan sel-sel radang. seringkali

cairan memiliki konsitensi seperti pasta dan berkapur. agar mendapatkan

gambaran yang jelas jenis kristal yang terkandung maka harus diperiksa

dibawah mikroskop khusus yang berpolarisasi. kristal-kristal asam urat

berbentuk jarum atau batangan ini bisa ditemukan didalam atau diluar sel.

kadang bisa juga ditemukan bakteri bila terjadi septic arthritis.

2.1.4.3 Pemeriksaan Roentgen

Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan sendi. dan

jauh lebih efektif jika pemeriksaan roentgen ini dilakukan pada penyakit sendi

yang sudah berlangsung kronis. pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk

melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar

sendi. seberapa sering penderita asam urat untuk melakukan pemeriksaan

roentgen tergantung perkembangan penyakitnya.

Menurut American Rheumatism Association (ARA), seseorang dikatakan

menderita asam urat jika memenuhi beberapa kriteria berikut :

1) Terdapat kristal MSU di dalam cairan sendi


2) Terdapat kristal MSU di dalam cairan tofus

3) Didapatkan 6 dari 12 kriteria dibawah ini:

a) Terjadi inflamasi maksimal pada hari pertama gejala atau serangan

datang.

b) Terjadi serangan arthritis akut lebih dari satu kali.

c) Merupakan arthritis monoartikuler yaitu hanya terjadi di satu sisi

persendian.

d) Sendi yang terserang berwarna kemerahan.

e) Pembengkakan dan sakit sendi di sendi pangkal ibu kaki.

f) Serangan nyeri di salah satu sisi sendi metatarsofalangeal.

g) Serangan nyeri di salah satu sendi tarsal. adanya tofus.

h) Terjadi peningkatan asam urat darah.

i) Pada gambar radiologis tampak ada pembengkakan sendi asimetris.

j) Pada gambar radiologis tampak kista subkortikal tanpa erosi.

k) Hasil kultur cairan sendi positif.

2.1.5 Pengobatan

Pengobatan gout arthritis terbagi menjadi pengobatan fase akut, pengobatan

jangka panjang untuk mengatasi kadar asam urat tinggi, dan pencegahan

serangan. pada pengobatan fase akut digunakan obat antiradang. biasanya

digunakan obat yang disebut kolsikin. obat lain yang dapat digunakan adalah obat

golongan anti-inflamasi nonsteroid. selain itu obat kortikosteroid juga dapat

digunakan bila terdapat kontra indikasi penggunaan kolsikin atau obat anti
inflamasi nonsteroid. untuk mengontrol kadar asam urat perlu membatasi purin

(jenis Protein) dalam makanan. kadar purin tinggi didapatkan dari usus, hati,

limpa, udang dan kacang tanah. selain diet penurunan kadar asam urat dapat

dibantu dengan obat. pencegahan serangan radang sendi (arthritis) gout dapat

dilakukan dengan cara pemberian kolskikin. obat ini dapat diberikan dalam

jangka panjang untuk mencegahg serangan Gout Arthritis berulang.alkohol juga

perlu dihindari karena alkohol dapat menurunkan pengeluaran asam urat dari

tubuh.kadar asam urat tinggi dapat menyebabkan perubahan pada ginjal berupa

nefropati gout. pada ginjal dapat terjadi penumpukan kristal urat di jaringan

ginjal. selain itu kadar asam urat yang tinggi pada urine dapat menyebabkan

nefropati asam urat dan batu asam urat di ginjal (Djauzi,2019).

2.2 Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan respon subjektif terhadap stressor fisik dan psikologis. Nyeri

terjadi akibat penurunan kondisi kesehatan dalam pola kesehatan perseptual-

kognitif, efeknya kemungkinan menyebabkan disfungsi pada seluruh pola

kesehatan fungsional, baik nyeri akut, kronis, berat maupun ringan hingga sedang.

Internasional Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri

sebagai suatu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial. Klien adalah satu-

satunya individu yang dapat mendefinisikan dan menjelaskan nyeri secara akurat
yang mereka alami dan berfungsi sebagai dasar untuk pengkajian keperawatan

dan asuhan keperawatan klien terhadap nyeri.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

2.2.2.1 Usia

Usia atau umur menurut (Depkes,2009) adalah satuan waktu yang mengukur

keberadaan suatu makhluk. Dari individu dilahirkan sampai masa kini

(sekarang). Kategori umur terbagi menjadi, balita (0 - 5 tahun), kanak-kanak (5

- 11 tahun), remaja awal (12 - 1 6 tahun), remaja akhir (17 - 25 tahun), dewasa

awal (26- 35 tahun), dewasa Akhir (36- 45 tahun), Lansia Awal ( 46- 55 tahun),

Lansia Akhir ( 56 - 65 tahun) dan Masa Manula (>65 tahun). Usia merupakan

variabel penting yang mempengaruhi nyeri.perbedaan perkembangan, yang

ditemukan pada kelompok usia yang berbeda akan mempengaruhi bagaimana

respon individu terhadap nyeri yang dirasakan. pada kelompok usia anak, anak

belum bisa mengungkapkan nyeri. sedangkan saat orang dewasa mengalami

nyeri, nyeri menjadi potensial terhadap penurunan mobilisasi, aktivitas harian,

aktivitas sosial diluar rumah dan toleransi aktivitas. Pada lansia cenderung

memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal

yang alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit

berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan (Potter & Perry,2012).


2.2.2.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan pembagian jenis seksual yang ditentukan secara

biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan

jenis kelamin perempuan.Hasil studi yang dilakukan Wilson menunjukkan

bahwa wanita mengalami ambang batas nyeri lebih rendah dan mengalami

intensitas nyeri yang lebih tinggi dibandingkan pria. Penelitian baru

memberikan bukti perbedaan fisiologis dalam respon nyeri dan efek analgesic

medikasi opoid. Poisitron emission temography (PET) menunjukan aktifitas

yang lebih besar dari bagian otak berkaitan dengan emosi pada wanita yang

mengalami stimulus nyeri dibandingkan pria. Respon fisiologis ini umumnya

terlihat berubah, termasuk hormon seks dan aktifitas reseptor opoid pada otak.

Kadar esterogen yang berfluktuasi berkaitan dengan siklus menstruasi

mempengaruhi intensitas nyeri berbeda antara pria dan wanita, terutama sistem

modulatori nyeri opoid, karena perbedaan ini, wanita dan pria dapat merespon

secara berbeda terhadap analgesikopoid seperti morfin (LeMone,Burke &

Bauldoff)

2.2.2.3 Sosial Budaya

Setiap respon individu terhadap nyeri sangat dipengaruhi oleh keluarga,

komunitas, dan budaya. Pengaruh sosial budaya mempengaruhi perilaku nyeri,

ekspresi nyeri standar yang tepat dan tidak tepat.pada umumnya, respons

budaya dan sensitif. Misalnya, jika budaya pasien mengajarkan bahwa individu

harus mentoleransi nyeri dengan sabar, pasien mungkin terlihat diam dan

menolak (atau tidak meminta) obat nyeri. Jika norma budaya menganjurkan
ekspresi emosional yang terbuka dan sering,pasien mungkin menangis dengan

bebas dan terlihat nyaman ketika meminta obat nyeri.dalam budaya, perilaku

sangatlah beragam dari generasi ke generasi. Perawat harus memiliki

serangkaian nilai keyakinan sosial budaya tentang nyeri. Jika nilai dan

keyakinan berbeda dari nilai dan keyakinan yang dimiliki pasien, pengkajian

dan penatalaksanaan nyeri dapat berdasarkan pada nilai perawat dibanding pada

kebutuhan pasien.perawat harus mengenal etnik dan keberagaman budaya

terkait ekspresi nyeri serta penatalaksanaan dan penghargaan terhadap beragam

budaya (LeMone,Burke & Bauldoff)

2.2.2.4 Pengaruh Psikologis

Intensitas nyeri yang dirasakan dan dirunjukkan dipengaruhi oleh variabel

psikologis, seperti perhatian, harapan, dan sugesti. Sensasi nyeri dapat dihambat

oleh konsentrasi yang sering atau kemungkinan memburuk karena ansietas atau

ketakutan. Nyeri sering memburuk ketika terjadi berhubungan dengan penyakit

lain atau ketidaknyaman fisik seperti mual dan muntah. Tidak ada atau adanya

dukungan orang lain atau pemberi asuhan yang benar-benar peduli tentang

penatalaksanaan nyeri juga dapat mengubah status emosional dan persepsi nyeri

juga dapat mengubah status emosional dan persepsi nyeri.

2.2.2.5 Layanan Antardisiplin

Pengurangan nyeri yang efektif berasal dari kolaborasi antara pasien dan

seluruh anggota tim penyedia layanan kesehatan. Manajemen nyeri akut dapat

dengan mudah diatasi, diselesaikan dengan analgesia jangka pendek dan

manajemen masalah yang mendasari. Sedangkan nyeri kronis sering


memerlukan pendekatan multidisipin. Klinik nyeri merupakan pusat layanan

yang dijalankan oleh tim professional layanan kesehatan yang menggunakan

agens farmakologi tradisional, hypnosis, akupuntur,pemijatan, psikoterapi dan

terapi lain.

2.2.2.6 Pengobatan

Medikasi atau pengobatan merupakan pendekatan yang paling umum untuk

penatalaksanaan nyeri. Strategi dalam penatalaksanaan nyeri mencakup

pendekatan farmakologi dan non-farmakologi. Pendekatan farmakologi yang

umum digunakan adalah dengan analgesik. Ada tiga tipe analgesic, Non-opioid

(mencakup asetaminofen dan obat antiinflamatory drug/NSAID) dan

Opioid (secara tradisional dikenal dengan narkotik). Sedangkan pendekatan

non farmakologi yang dapat digunakan untuk menangani nyeri yaitu, relaksasi,

guided imagenery,distraksi, herbal, mengurangi persepsi nyeri dan stimulasi

kutaneus. Salah satu cara stimulasi kutaneus adalah dengan pemberian sensasi

hangat dengan mengunakan kompres hangat(Potter &Perry, 2010).

2.2.3 Cara Mengukur Nyeri

Respon terhadap stimulus nyeri bersifat unik dan individu yang mengalami

stimulus. Respon yang unik terhadap nyeri tidak hanya dipengaruhi oleh respon

fisiologis, tetapi juga oleh berbagai faktor-faktor terkait , termasuk usia, jenis

kelamin, pengaruh sosial budaya , keadaan emosional, pengalaman nyeri masa

lalu, sumber dan arti nyeri dan dasar pengetahuan. Ambang batas nyeri

merupakan titik ketika stimulus mendapatkan respon. Toleransi nyeri merupakan


jumlah(durasi, intensitas) nyeri seseorang yang dapat bertahan sebelum berespon

keluar terhadap nyeri. Toleransi nyeri sangat beragam diantara beberapa individu

dan dalam idividu selama beberapa waktu. Kemampuan menoleransi nyeri dapat

berkurang dengan episode nyeri yang berulang, keletihan, marah, ansietas, dan

gangguan tidur. Medikasi, alkohol, hypnosis, panas, distraksi, dan praktik

spiritual dapat meningkatt toleransi nyeri (LeMone, Burke & Bauldoff,

2012).Mengetahui skala nyeri menjadi penting karena metode ini membantu para

tenaga medis untuk mendiagnosis penyakit, menentukan metode pengobatan,

hingga menganalisis efektivitas dari pengobatan tersebut. Dalam dunia medis, ada

banyak metode penghitungan skala nyeri. Berikut ini beberapa cara menghitung

skala nyeri yang paling populer dan sering digunakan:

a. Face Rating Scale

Pengukuran skala nyeri Face Rating Scale merupakan pengukuran skala nyeri

dengan melihat ekspresi wajah yang disesuaikan dengan ekspresi wajah pada

skala pengukuran ini. ekspresi wajah dikelompokkan ke dalam 6 tingkatan

rasa nyeri.

Gambar 2.1

Face Pain Rating Scale (Wiles & Wilkinson,2013)

O 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10


Tidak sakit Sedikit sakit Agak mengganggu Mengganggu aktivitas Sangat mengganggu Tak tertahan

b. verbal Description Scale

Verbal Description Scale merupakan skala linier yang akan

memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh penderita nyeri.

Pendeskripsian ini diungkapkan, ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri,

sementara ujung satunya lagi mengindikasikan rasa nyeri terparah yang

mungkin terjadi.

Gambar 2.2

Verbal Descriptor Scale (Wiles & Wilkinson,2013)

c. Numerical Rating Scale (Skala Numerik)

Pengukuran skala nyeri selanjutnya adalah Numerical Rating Scale.

Pengukuran skala ini terdiri dari skala angka 1-10. Yang berfunsi untutuk

menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. Pasien diminta untuk

menyatakan tingkat nyerinya dalam skala numrikal, biasanya antara 0-10,

dimana 0 sebagai tidak nyeri dan 10 sangat nyeri. NRS dapat dikategorikan
lagi menjadi nyeri ringan (skala 1-3 ), nyeri sedang (skala 4-6) dan nyeri berat

(skala 7-10).

Gambar 2.3

Numerical Rating Scale (Aribawa,2017)

d. Skala Nyeri Bourbanis

Gambar 2.4

Skala Nyeri Bourbanis (Wiles & Wilkinson,2013)

Keterangan :

0 = Tidak Nyeri

1-3 = Nyeri Ringan, secara obyektif klien masih mampu berkomunikasi

3-6 = Nyeri Sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai. Dapat

menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya sesuai perintah,


7-9 = Nyeri Berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah, tetapi masih respon terhadap tindakan. dapat menunjukan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan

alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10 =Nyeri Sangat Berat, klien tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

2.2.4 Dampak Nyeri

Gejala serangan asam urat ditandai dengan nyeri dan pembekakan pada ibu jari

sampai ke jari-jari lainnya. nyeri yang disebabkan menggangu aktivitas sehari-

hari. tidak jarang, penderita menjadi depresi karena kualitas dan produktivitasnya

menurun dratis. Komplikasi yang akan terjadi apabila Gout Arthritis dibiarkan

adalah terjadi benjolan pada bagian tertentu, kerusakan tulang dan sendi, batu

ginjal, kerusakan ginjal dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Serangan tidak

hanya di ibu jari tangan, tetapi menyebar ke pergelangan kaki, lutut, siku, telinga,

sendi kecil lain pada tangan dan otot. nyeri akan semakin bertambah saat tengah

malam. sendi yang terserang akan tampak merah, ,mengilat, bengkak, kulit di

atasnya terasa panas dan persendian sulit digerakan. selain itu, badan menjadi

demam, kepala terasa sakit, nafsu makan berkurang dan jantung

berdebar.(Andriami,2018)

Dampak terjadinya nyeri pada persendian adalah penurunan kualitas harapan

hidup seperti kelelahan yang hebat, menurunkan rentan gerak tubuh dan nyeri

pada gerakan. kekakuan betambah berat pada pagi hari saat bangun tidur, nyeri

yang hebat hebat pada awal gerakan akan tetapi kekauan tidak berlangsung lama
yaitu kurang dari seperempat jam. kekakuan di pagi hari menyebabkan

berkurangnya kemampuan gerak dalam melakukan gerak ekstensi, keterbatasan

mobilitas fisik dan efek sistemik yang ditimbulkan adalah kegagalan organ dan

kematian (Masyhurrosyidi).

2.3 Kompres Serutan Jahe Merah

2.3.1 Definisi Jahe Merah

Jahe merah atau yang memiliki nama Zingiber Offichinalen Rosc, merupakan

rempah yang berasal dari India. Dari India Rempah ini diperdagangkan hingga

Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, sampai Timur Tengah. Pada zaman

kolonialisme, jahe menjadi popular di Eropa. Karena bisa memberikan rasa

hangat dan pedas. Jahe hanya bisa bertahan hidup di daerah tropis,

penanamannya hanya didaerah katulistiwa seperti Asia Tenggara, Brasil, dan

Afrika. Jahe merah tumbuh di ketinggian 0-1.500m dpl. Untuk bisa berproduksi

optimal, dibutuhkan curah hujan 2.500-3000 mm per tahun, kelembapan 80% dan

tanah lembap dengan pH 5,5-7,0 dengan unsur hara yang tingi.tanah yang

digunakan untuk penanaman jahe tidak boleh rimpang.Jahe merupakan komoditas

pertanian yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, Nilai dari tanaman ini terletak

pada rimpangnya yang secara umum dikonsumsi sebagai minuman penghangat,

rempah, penambah rasa, dan sebagai bahan baku obat tradisional. (Agoes,2010).
2.3.2 Komponen Jahe Merah

Jahe kering mengandung beberapa komponen kimia, diantaranya minyak atsiri,

oleoresin, amilum, air dan abu. Aroma yang dimiliki jahe disebabkan komponen

minyak atsiri, sedangkan rasa pedas yang ditimbulkannya disebabkan oleh

komponen oleoresin.jahe merah memilki kandungan minyak atsiri yang tinggi dan

memiliki rasa paling pedas, dipakai untuk bahan dasar farmasi dan jamu.ukuran

rimpangnya paling besar dengan warna merah serta memiliki serat lebih besar

dibandingkan jahe biasa (Agoes,2010).

Jahe merupakan rempah yang mengandung nutrisi cukup padat. dalam satu

cangkir penuh jahe segar mengandung sekitar 80 kalori, 18 gram karbohidrat dan

2 gram serat,serta protein.jahe juga memiliki kandungan vitamin dan mineral,

seperti zat besi, vitamin C, kalium, magnesium dan seng. karena kaya dengan

kandunganya, jahe pun memiliki banyak manfaat, seperti meredakan rasa mual

diperjalanan, mual ketika hamil, bahkan rasa mual setelah melakukan kemoterapi.

selain itu jahe memiliki manfaat untuk mengurangi kembung, sembelit,atasi kram

menstruasi, melawan infeksi dan obat radang, kandungan gingerol didalam jahe

merupakan jenis antioksidan yang bisa membantu untuk mengurangi peradangan.

(Republika,2018).

2.3.3 Pengaruh Jahe Terhadap Nyeri Sendi

Di cina dan India, jahe banyak digunakan untuk rempah-rempah dan obat. dalam

pegobatan tradisional bangsa-bangsa di Asia, jahe berfungsi sebagai kaeminatif

(obat kembung) dan stimulan (perangsang) sistem pencernaan. sebagai obat luar,
jahe berfungsi sebagai rubefacient (penghangat badan), Counter irritant

(menyembuhkan iritasi) dan aphrodisiac (penguat syahwat). selain itu, jahe juga

berkhasiat melindungi sistem pencernaan, dan mengurangi peradangan arthritis

(radang sendi akibat rematik atau asam urat). jahe juga melancarkan pembuangan

air besar dan bisa mengurangi nyeri kepala migran.

Jahe merah memiliki banyak khasiat yang sudah dibuktikan melalui beberapa

penelitian maupun pengalaman yang dilakukan secara turun menurun. jahe merah

berkhasiat untuk mengobati masuk angin, obat pencahar, sakit encok, pencernaan

yang kurang baik, radang, asma, nyeri otot, anemia, demam, merangsang aktifitas

saraf pusat, merangsang keluarnya ASI, memperbaiki kekebalan tubuh dan

mengatasi nyeri. Jahe merah memiliki efek antiradang sehingga dapat digunakan

untuk mengatasi peradangan dapat digunakan untuk mengatasi peradangan dan

mengurangi rasa nyeri akibat asam urat. efek antiradang ini disebabkan komponen

aktif dari jahe merah yang terdiri dari gingerol, gingeriodine, dan zingeron yang

berfungsi menghambat leukotrien dan prostaglanin yang merupakan mediator

radang. pembuktian efek radang ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

di georgia pada tahun 2010. penelitian yang dilakukan di Iran, membuktikan

bahwa jahe merah memiliki efek yang sama dengan ibuprofen dalam mengatasi

gejala-gejala osteoarthritis termasuk rasa nyeri. hal ini juga didukung oleh

penilitian yang dilakukan di Amerika, yang menunjukkan bahwa ekstrak jahe

memiliki efek yang signifikan dalam mengurangi gejala oesteoarthritis pada lutut.

penilitian lain yang mendukung dilakukan oleh Ambar Dwi Widhi Astuti,

Mahasiswa Fakulitas Kedokteran Universitas Semarang, menunjukkan bahwa


ekstrak jahe merah sebanyak 4,8 gram per hari yang dikonsumsi selama 10 hari

dapat mengatasi nyeri otot ringan pada atlet sepak takraw(Herliana,2013).

2.3.4 Pengaruh Kompres Serutan Jahe Merah Terhadap Nyeri Gout Artritis

Kompres hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain/handuk yang telah di

celupkan pada air hangat yang di tempelkan pada bagian tubuh tertentu.

Penggunaan kompres hangat dapat meningkatkan aliran darah dan dapat

menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Peningkatan aliran

darah dapat menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti bradikinin,

histamin dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Selain itu

kompres hangat dapat merangsang serat saraf yang menutup gerbang

sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis dan otak dapat dihambat

(Price & Wilson, 2006 dalam Siregar, dkk, 2018). Efek hangat dari kompres

dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah yang akan meningkatkan

aliran darah ke jaringan. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan makanan ke

sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang dapat

mengurangi rasa nyeri (Amilia, 2013).

Menurut indah, nurcahyati & Setiyati (2013) kompres jahe merupakan tindakan

memberikan rasa hangat pada daerah tertentu. menggunakan cairan rebusan jahe

yang mengandung cairan rebusan jahe yang mengandung zingiberol dan

kurkuminoid yag mengurangi peradangan nyer sendi . menurut nyoman, nastiti

dan dewa (2011), manfaat kompres jahe yaitu mengurangi nyeri karena jahe

yang sifatbya hangat. Sifat yang hangat meningkatkan aliran darah untuk
mendapatkan efek analgesik dan relaksasi otot sehingga proses inflamasi

berkurang.

2.4 Kerangka Teori

Gout Arthritis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Sosial Budaya
Menimbulkan 4. Pengaruh Psikologi
Kerusakan Jaringan 5. Layanan Antar Disiplin
6. Medikasi

Nyeri

Dampak Nyeri

Penatalaksanaan Nyeri 1. Menggangu Aktivitas


2. Menurunkan Kualitas dan Produktivitas Hidup
1. Farmakologi
3. Kekakuan
4. Keterbatasan Mobilisasi
- NSAID
5. Nafsu Makan Berkurang
- Golongan Apoid

- Adjuvant

2. Non Farmakologi

- Relaksasi dan guided imagenery

- Distraksi

- Herbal

- Mengurangi persepsi nyeri Penurunan Skala Nyeri

- Stimulasi Kutaneus 1. Skala Nyeri 1-3


(Nyeri Ringan)
2. Skala Nyeri 4-6
(Nyeri Sedang)
Kompres Jahe 3. Skala Nyeri 7-10
(Nyeri Berat)
BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Menurut Notoatmodjo (2012) Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan

visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya,

atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang

ingin diteliti. Variabel penelitian merupakan suatu atribut, sifat atau nilai dari

seseorang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel

independen merupakan variabel yang nilainya menentukan varia lain.

Dengan kata lain variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen/terikat.

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variable lain.

Dengan kata lain variable dependen adalah ariable yang dipengaruhi atau

menjadi akibat dari adanya variable bebas (Sugiyono, 2012).

Berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan pada studi pustaka. Peneliti

membuat kerangka konsep untuk memudahkan mengidentifikasi konsep-konsep

sesuai penelitian sehingga dapat dimengerti. Kerangka konsep dalam penelitian ini

digambarkan pada skema 3.1 :


Skema 3.1

Kerangka Konsep

Sebelum Intervensi Setelah Intervensi

Intervensi

Skala Nyeri sebelum Kompres Jahe Merah Skala Nyeri setelah


intervensi intervensi

Variabel Confounding

Umur

Jenis Kelamin

Riwayat Pengunaan Obat anti Nyeri

Keterangan :

: Variabel Yang Diteliti

: Variabel Yang Tidak Diteliti

: Arah Penghubung Penelitian


3.2 Definisi Opersional

Berdasarkan variabel penelitian yang sudah ditetapkan, maka dapat disusun definisi

operasional setiap variabel yang dapat dilihat pada tabel 3.1:

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Penelitian

Variabel Independen

1. Kompres Jahe Pemberian terapi S.O.P Observasi 0: Dilakukan Nominal

kompres jahe merah, sesuai SOP

pada bagian tubuh yang 1 : Tidak

dirasakan nyeri akibat dilakukan sesuai

gout arthriti. Dilakukan SOP

selama 15 menit setiap

sore hari.

Variabel Dependen

2. Skala Nyeri Nyeri adalah rasa tidak Numerical Rating penilaian skala 0: Skala nyeri 1- Ordinal
nyaman yang dirasakan Scale (NRS) nyeri responden 3 (Nyeri Ringan)

pada penderita Gout sebelum dan 1: Skala nyeri 4-

Arthritis. setelah dilakukan 6 (Nyeri Sedang)

intervensi pada 2: Skala nyeri 7-

hari terakhir. 10 (Nyeri Berat)


Variabel Confounding

3. Umur Umur adalah masa Data Umum Dihitung dari 0= Dewasa Awal Ordinal
hidup responden sejak Reponden ulang tahun (26 - 35 tahun)

lahir hingga waktu terakhir responden. 1= Dewasa

dilakukannya Akhir (36 - 45

penelitian. tahun).

2=Lansia Awal (46

- 55 tahun)

3= Lansia Akhir

(56-65 tahun)

4. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah Data Umum Observasi 0= Laki-Laki Nominal
pembagian jenis seksual Responden 1=Perempuan

yang ditentukan secara

biologis dan anatomis

yang dinyatakan dalam

jenis kelamin laki-laki

dan jenis kelamin

perempuan.

5. Riwayat Pengalaman responden Data Umum Responden 0 : Tidak pernah Nominal


penggunaan menggunakan obat anti Responden mengisi data menggunakan

obat anti nyeri nyeri (terapi riwayat obat anti nyeri

farmakologi) dalam penggunaan obat 1: Pernah

menangani nyeri akibat anti nyeri yang ada menggunakan

gout arthritis. dalam data umum obat anti nyeri

responden. Dengan

menceklis pilihan

pernah atau tidak

pernah

menggunakan obat

anti nyeri untuk


nyeri akibat gout

arthritis.

3.3 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian di mana

rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan

(Sugiyono,2010). Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian

adalah sebagai berikut:

3.3.1 Hipotesis Noll (Ho)

Ho : Tidak ada hubungan antara Kompres Jahe terhadap penurunan skala nyeri

pada penderita gout arthritis di Wilayah UPTD Pukesmas Babelan 1 Kabupaten

Bekasi.

3.3.2 Hipotesis Alternatif (Ha)

Ha : Ada hubungan antara Kompres Jahe terhadap penurunan skala nyeri pada

penderita gout arthritis di Wilayah UPTD Pukesmas Babelan 1 Kabupaten Bekasi.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara mengumpulkan data berupa angka, angka tersebut di olah dan

dianalisis untuk mendapatkan suatu informasi ilmiah dibalik angka – angka tersebut

(Nanang., 2012, Hal.20). Jenis penelitian ini yaitu quasy experiment pre and post test without

control, yaitu jenis penelitian dimana peneliti hanya menggunakan intervensi pada satu

kelompok tanpa pembanding. Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai

post test dengan pre test (Dharma, 2011, Hal. 50). Penelitian ini menggunakan pre test dan

post test design untuk mengetahui adakah pengaruh kompres jahe merah terhadap skala nyeri

sendi penderita gout arthritis.

Berikut skema desain pre and post test without control :

R 01 X1 02

Keterangan :

R : Responden penelitian

O1 : Pre test pada kelompok perlakuan


O2 : Pose test setelah perlakuan

X1 : Intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protocol.

4.2 Populasi, Sample dan Sampling

4.2.1 Pupulasi

Populai merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo,

2012). Populasi merupakan kumpulan dari keseluruhan pengukuran, objek atau individu

sedang dikaji. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Gout Arthritis di

wilayah UPTD Puskesmas Babelan 1 Kabupaten Bekasi.

4.2.2 Sample

Sampel merupakan sebagian dari objek yang diteliti yang dianggap dapat mewakili seluruh

populasi (Notoadmodjo, 2012). Sample adalam penelitian ini adalah penderita gout

arthritis yang sesuai dengan kriteria inklus yang telah ditapkan oleh peneliti.

4.2.3 Sampling

Penentuan besar semple menurut sugiyono (2010) untuk penelitian eksperimen yang

sederhana jumlah semple yang digunakan minimal 10-20 responden. Jumlah sample dalam

penelitian ini adalah berjumlah 12 orang. Metode yang digunakan dalam pengambilan

sampel adalah non probability sampling dengan metode purposive sampling. Yaitu peneliti

memilih subjek secara sengaja dengan pertimbangan khusus yang dimiliki sample tersebut

(Musyafak,2015).pada penelitian ini sample berjumlah 12 orang. Agar karakteristik sampel


tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu

ditentukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah kadar

asam urat >7,0 mg/dl, merasakan nyeri di persendian karena gout arthritis, tidak

mengkonsumsi obat anti nyeri, berusia kurang dari 65 tahun, dan bersedia menjadi

responden. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah responden dengan gangguan

mental sehingga menghambat proses komunikasi, responden yang mengundurkan diri

(drop out) saat penelitian belum selesai dan responden yang loss to follow-up (subjek

menghilang sehingga data tidak lengkap).

4.3 Variabel Penelitian

Variabel merupakan karakteristik yang melekat pada populasi, barvariasi antara satu

orang dengan yang lainya dan diteliti dalam suatu penelitian.

4.3.1 Variabel Independent

Variabel independent disebut juga variabel bebas , yaitu karakteristik dari subjek yang

dengan keberadaannnya menyebabkan perubahan pada variabel lainya (Dharma,2011).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kompres jahe merah.

4.3.2 Variabel Dependent

Variabel dependent disebut juga variabel terikat. Variabel dependent merupakan variabel

akibat atau variabel yang akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada

variabel dependent (Dharma,2011).variabel terikat dalam penelitian ini adalah nyeri Gout

Arthritis.
4.3.3 Variabel Confounding

Variabel Confounding disebut juga sebagai variabel perancu, Variabel confpunding

merupakan variabel lain yang berhubungan baik dengan variabel independen maupun

variabel dependen. Keberadaan variabel perancu akan mempengaruhi hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen , sehingga harus diidentifikasi secara

konseptual, dikendalikan saat melakukan uji statistic pada hasil penelitian. (Dharma,

2011, Hal. 50). Variabel confounding dalam penelitian ini adalah Jenis Kelamin, Usia

dan Penggunaan obat anti nyeri.

4.4 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah UPTD Puskesmas Babelan 1 Kabupaten Bekasi. Alasan

dilakukan penelitian di tempat tersebut, karena tenaga kesehatan di puskesmas tersebut

belum pernah mencoba melakukan kompres serutan jahe untuk menangani nyeri Gout

Arthritis, mudah dijangkau sehingga dapat memperoleh data dasar yang diperlukan, serta

belum dilakukan penelitian dengan judul yang sama di wilayah UPTD Puskesmas Babelan

1 Kabupaten Bekasi.

4.5 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini di mulai dari persiapan, pembuatan skripsi, pengambilan data, dan

pelaporan hasil penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Mei 2019 sampai dengan Juni

2019.
Tabel 4.5

Waktu Penelitian

Juli

Mar 2019 April 2018 Mei 2018 Juni 2019 201


N Feb
Kegiatan 9
o 2019
1 1 2 1 2 2 1 2 2 1 1
4 1 8 6 3 24
1 2 5 5 2 9 3 0 7 0 7

Pengajuan
1
Judul

Penyusunan
2
Proposal

Uji
3
Proposal

Perbaikan
4
Proposal

5 Penelitian

Uji Sidang
7
Hasil
4.6 Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:

a. Lembar pengisian identitas responden, untuk mengetahui karakteristik setiap

responden.

b. Lembar skala intensitas nyeri. yaitu skala Numerik Rating Scale untuk kategori 0-10,

dengan kriteria 0 : tidak nyeri, 1-3 : nyeri ringan, 4-6 : nyeri sedang, 7-9: nyeri berat

dan 10 : nyeri sangat berat. yang berguna untuk, mengetahui tingkat nyeri Gout

Arthritis sebelum dan sesudah dilakukan intervensi non farmakologi, dengan kompres

Jahe Merah.

c. Alat yang digunakan untuk Kompres Jahe : Panci, Washlap, Baskom, Gelas Ukur,

Termometer Air, Termos dan Plastik Bening.

d. Bahan yang digunakan untuk Kompres Jahe : Jahe 100 gr dan Air 100 ml.

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

4.7.1 Tahap Persiapan

a. Mengidentifikasi masalah pada suatu tempat.

b. Melakukan bimbingan dengan pembimbing untuk menentukan judul. mengurus surat

izin dari STIKES Bani Saleh, Dinas Kesehatan, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

yang ditujukan ke UPTD Puskesmas Babelan 1 untuk melakukan studi pendahuluan.

c. Melakukan studi pendahuluan

d. Menyusun proposal penelitian dengan arahan pembimbing.


e. Mencari asisten peneliti, asisten peneliti dalam penelitian ini yaitu Cholifaturrizqiyah

yang bertugas membantu peneliti mengevaluasi tingkat nyeri dan mencatatnya pada

lembar skala nyeri. asisten peneliti dipilih dengan :mudah dihubungi oleh peneliti

secara langsung. bertugas ditempat penelitian mengobsrvasi tingkat nyeri sendi akibat

Gout arthritis dan mencatatnya pada kertas skala nyeri numerical rating scale.

mempunyai persepsi yang sama dengan peneliti. persamaan persepsi dilakukan 3 hari

sebelum penelitian.

f. Bersama asisten, peneliti melakukan observasi secara langsung pada subyek penelitian

dengan menggunakan lembar observasi. berisi data umum yang meliputi nama

responden, umur, jenis kelamin, riwayat penggunaan obat anti nyeri (gout arthritis).

dan data khusus yang berisi tingkt nyeri yang terdiri dari lembar observasi (pretest)

sebagai alat observasi tingkat nyeri responden sesudah perlakuan (posttest).

g. seminar proposal penelitian.

h. Mengurus Administrasi.

i. Melakukan Ujian seminar proposal penelitian.

j. Melakukan revisi seminar proposal penelitian.

k. Mengurus surat izin untuk melakukan penelitian.


4.7.2 Tahap Pelaksanaan

a. Penelitian dilakukan mulai tanggal 13 April 2019 . sampel yang digunakan yaitu 10

responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. peneliti

mendatangi salah satu wilayah binaan Puskesmas Babelan 1, untuk dilakukannya

pemeriksaan asam urat. untuk mencari responden yang sesuai dengan kriteria. setelah

mendapatkan beberapa responden. peneliti membuat kontrak waktu dan tempat untuk

dilakukannya kunjungan. kemudian peneliti melakukan kunjungan untuk menjelaskan

maksud dan tujuan penelitian ini kepada responden. setelah responden mengatakan

bersedia menjadi responden, peneliti mendampingi responden untuk mengisi lembar

persetujuan atau informed consent bersedia atau tidak bersedia respinden sebagai

subjek penelitian. peneliti membagikan lembar skala nyeri numerical rating scale dan

menjelaskan cara pengisian lembar skala nyeri numerical rating scale kepada

responden.pengisian koesiner tersebut diisi saat peneiti datang pada waktu itu dan

dikumpulkan pada saat itu juga.

b. Peneliti membuat kompres serutan jahe merah sendiri untuk diberikan pada responden,

yaitu dengan mengambil 100 gram jahe merah yang sudah dicuci bersih dan diserut.

mencampurkan jahe merah yang telah diserut. mencampurkan jahe merah yang telah

diserut ke dalam air 100 ml dan direbus hingga mendidih. menunggu hingga suhu 37 C

lalu dikompreskan pada responden.

c. Pemberian kompres serutan jahe merah disore hari antara pukul 15.00 - 16.00 dengan

durasi 20 menit. Sebelum pemberian terapi, dilakukan pengukuran skala nyeri . setelah

itu, dilakuan kompres serutan jehe merah. Pengkompresan dilakukan satu kali sehari
selama lima hari berturut-turut.dan diukur skala nyeri kembali setelah diberikan terapi

pada hari terakhir pemberian terapi.

4.7.3 Tahap Penutup

Setelah data terkumpul maka melakukan olah data editing, coding, skoring, dan

tabulating pada hasil penelitian kemudian dilakukan analisis statistik.

a. Menyusun laporan hasil penelitian dengan pembimbing I dan pembimbing II.

b. Menyimpulkan hasil penelitian.

c. Seminar Skripsi.

d. Melakukan revisi seminar Skripsi.

e. Mengumpulkan hasil penelitian.

4.8 Analisa Data

Analisa data merupakan proses kegiatan pengolahan, penyajian, interpretasi dan analisis

data yang diperoleh dari lapangan, tujuannya adalah agar data yang disajikan mempunyai

makna. Dalam melakukan analisa data kuantitatif, terdapat suatu proses dengan beberapa

tahap yang sebaiknya dilakukan oleh peneliti. Analisa data dilakukan untuk mempermudah

interpretasi yaitu ada atau tidak ada hubungan. Analisa terhadap hasil pengolahan data

dapat berbentuk sebagai berikut :

4.8.1 Analisa Univariat

Analisis univariat merupakan suatu teknik analisis data terhadap satu variabel secara

mandiri, tiap variabel dianalisis tanpa dikaitkan dengan variabel lainnya (Cahyono,2018).

Analisis univariat dalam penelitian ini dengan bentuk data numerik digunakan nilai mean,

median dan modus dari karakteristik responden, meliputi jenis kelamin, usia dan riwayat
penggunaan obat anti nyeri, nyeri gout arthritis sebelum dan sesudah diberikannya

kompres jahe merah.

4.8.2 Analisa Bivariat

analisis bivariat adalah metode-metode statistik deskriptif dan deferesnsial yang

digunakan untuk menguji perbedaan dan mengukurhubungan antara dua variabel

penelitian(Alhamda,2018). Sebelum dilakukannya uji bivariat, terlebih dahulu melakukan

uji normalitas data. setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan mengunakan uji

statistik dan dikelompokkan sesuai jenis data masing-masing serta dimasukkan ke dalam

tabel.sebelum dilakukannya uji statistik terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data

untuk mengetahui normal atau tidaknya data. Pada penelitian ini analisis bivariat

digunakan untuk menguji variabel dependent dan variabel independent. Dimana variabel

dependent pada peneltian ini adalah kompres hangat jahe merah, sedangkan variabel

independent nya adalah intensitas nyeri sendi. Setelah data terkumpul langkah

selanjutnya adalah mengolah dan menganalisa data, dimana pada penelitian ini

menggunakan Uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon merupakan uji non parametris yang

digunakan untuk menganalisis data berpasangan karena adanya dua perlakuan yang

berbeda (Sastroasmoro, 2014). Uji Wilcoxon digunakan apabila data berdistribusi tidak

normal. Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak Ho pada Uji

Wilcoxon adalah: Jika probabilitas (Asymp. Sig) < 0,05 maka Ho ditolak dan H1

diterima. Jika probabilitas (Asymp. Sig) > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak.
4.9 Etika Penelitian

Meurut (Dharma,2011), Penelitian keperawatan pada umumnya melibatkan manusia

sebagai subjek penelitian . tidak bisa dipungkiri penelitian mempunyai resiko

ketidaknyamanan atau cidera pada subjek mulai dari resiko ringan sampai dengan berat.

Manusia sebagai subjek penelitian adalah makhluk yang holistic, merupakan terintegrasi

aspek fisik, psikologi, sosial dan spiritual yang tidak bisa dipisahkan. Masalah yang terjadi

pada satu aspek dapat menyebabkan masalah pada aspek-aspek lainnya. Sehingga

penelitian keperawatan perlu dikawal dengan etika penelitian yang memberikan jaminan

bahwa keuntungan yang di dapat dari penelitian jauh melebihi efek samping yang

ditimbulkan.secara umum terdapat empat prinsip utama dalam etika penelitian

keperawataan (Milton,1999;Loiselle, Profetto-McGgrath, Polit & Beck,2004):

4.9.1 Respect for human dignity

Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau menolak

penelitian (autonomy). Tidak ada paksaan atau penekanan tertentu agar subjek bersedia

ikut dalam penelitian. Subjek dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi

yang terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan manfaat

penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin didapat

dan kerahasiaan informasi. Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan

mempertimbangkannya dengan baik, subjek kemudian menentukan apakah akan ikut

serta atau menolak sebagai subjek penelitian. Prinsip ini tertuang dalam pelaksanaan

informed consent, yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian


setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang

keseluruhan pelaksanaan penelitian.

4.9.2 Respect for privacy and confidentially

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki hak privasi dan hak asasi untuk

mendapatkan kerahasiaan informasi. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian

menyebabkan terbukanya informasi tentang subjek. Sehinngga peneliti perlu

merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi subjek yang tidak ingin

identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain.

4.9.3 Respect for justice inclusiveness

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian dilakukan

secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara professional. Sedangkan

prinsip keadilan mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan kepada

subjek penelitian.

4.9.4 Balancing harm and benefits

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus mempertimbangkan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian dan populasi dimana hasil

penelitian akan diterapkan . kemudian meminimalisir resiko/dampak yang merugikan

bagi subjek penelitian (nonmaleficience).

Potrebbero piacerti anche