Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
ABSTRACT
The study entitled "COLOR AND COMPOSITION SUNGGINGAN PACITAN puppet Beber"
sunggingan focus on color and composition. The purpose of this study to study, understand and know the
colors or patterns sunggingan beber Pacitan puppet with a classification of character and their various
attributes are used, as well as sunggingan color and composition. The results of this study are expected to
contribute data and add to their repertoire of knowledge, particularly in the field of fine arts
Research using qualitative research methods, to understand color and composition beber
Pacitan puppet. The approach used is to describe the aesthetics Fechner works beber Pacitan puppet.
Data obtained through observation, interviews, library research, and documentation. Analysis using the
analytical interpretation. Geerts theory of symbols used in the book "The Interprestation Culture", in a
structured assessment phase involves sunggingan color and composition, the conclusion stage.
Finally, it is understood that the findings in this study, namely the existence of actual puppet
beber Pacitan can be further developed. Viewed from the standpoint of art, puppet beber Pacitan not be
separated from the principles of art including the composition, color and balance. composition is not
alarming. Visual elements such as line, color, texture, space and form organized into a unified harmony
between the parts with the whole.
Similarly, elements that help harmonize the tension, chaos, applied in Pacitan beber
pasunggingan puppet. These elements are: contrast, rhythm, climax, balance, and proportion.
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Wayang dalam perkembangannya, tumbuh berbagai macam bentuk baik mengenai
cerita, bahasa maupun tekniknya. Misalnya wayang Purwa, wayang Beber, wayang
Wong, wayang Golek dan sebagainya. Wayang Beber mempunyai dimensi tersendiri
dalam pertunjukkan wayang, karena wayang beber bukan suatu pentas bayangan,
melainkan suatu pentas gambar atau lukisan. Cara pementasannya dengan
membentangkan gulungan kertas atau kain yang berlukiskan adegan dari suatu cerita.
Jadi nama wayang beber diperoleh karena teknik pertunjukkan membeberkan atau
nggelar gambar-gambar pada kain.
Sebagai pertunjukkan wayang saat ini wayang beber dirasakan kurang menarik.
Sebab di masa kini telah banyak wayang jenis lain dengan teknik pertunjukannya lebih
maju. Tetapi suatu hal yang harus dicatat bahwa pada lukisan wayang beber terdapat
sesuatu yang sangat istimewa bila dilihat dari sudut pandang seni rupa. Misalnya pada
wajah tokoh-tokohnya, warna serta komposisinya.
Keistimewaan yang lain apabila dilihat secara keseluruhan, pelukisan sikap tubuh
tokoh-tokohnya lebih variasi dibanding dengan jenis wayang yang lain. Misalnya
dalam wayang beber ada tokoh yang dilukiskan dengan sikap duduk, jongkok, tidur dan
sebagainya. Cara penggambaran demikian lebih memberikan kelonggaran dalam
penciptaan, sehingga wayang beber masih mungkin untuk dikembangkan.
Oleh karena itulah timbul suatu keinginan untuk mengadakan penelitian, dengan judul :
WARNA DAN KOMPOSISI WAYANG BEBER PACITAN
Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara garis besar penelitian tentang WARNA
DAN KOMPOSISI WAYANG BEBER PACITAN yang memiliki bentuk yang inovatif, untuk
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012 15
mempelajari, memahami dan mengetahui warna dan komposisi wayang beber
Pacitan dengan membuat klasifikasi tokoh – tokoh beserta macam–macam
atribut yang dipakai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangan data dan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang seni rupa, dan tujuan khusus penelitian ini antara lain :
1. Memahami pewarnaan atau sunggingan wayang beber Pacitan.
2. Memahami komposisi wayang beber Pacitan.
METODE PENELITIAN
1. Objek Kajian
Obyek kajian dalam penelitian ini adalah wayang beber Pacitan, tiga bentuk
tokoh wayang beber Pacitan. Pertimbangan adanya berbagai tokoh dalam wayang beber
Pacitan, maka objek kajian dibatasi hanya pada beberapa tokoh saja sehingga lebih
efektif. Obyek kajian ini adalah pola tokoh sebanyak tiga tokoh yaitu: kembang
kuning, nolo dermo, sekartaji.
Metode penelitian yang dipilih untuk memperoleh data-data informasi,
menginventarisasi, mengolah dan menganalisis sekaligus untuk penyusunan penelitian
dengan langkah-langkah sebagi berikut:
a. Studi Pustaka
Mengumpulkan bahan literatur sumber tertulis yang berhubungan dengan
obyek kajian, dapat dijadikan sebagai landasan untuk memecahkan masalah
antara lain: Gustami, Sp, Butir-Butir Mutiara Estetika Timur (2007), Soedarso
Sp, Trilogi Seni (2006), R Soetarno AK, Ensiklopedia Wayang (1994), Primadi
Tabrani, Bahasa Rupa (2005), Soegeng Toekio, Rupa Wayang dalam Kosakarya
Kria Indonesia (2007).
b. Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai sumber pelengkap yang berkaitan dengan
data pemotretan dan referensi pelengkap sumber yang tidak ada dalam
kepustakaan. Nara sumber di antaranya adalah :
- Wiyadi, (60) tahun, sebagai pembuat wayang beber dan guru di SMSR
Yogyakarta.
- Dharsono Sony Kartika, (59) tahun, peneliti dan pengajar di ISI
Surakarta.
c. Observasi
Pengamatan langsung terhadap objek penelitian, dilakukan untuk
menggali data visual, baik yang berupa wayang beber. Selain itu, hasil karya
yang lain berupa karya-karya wayang beber yang ada di Musium Radya Pustaka.
d. Dokumentasi
Dokumentasi yang berupa foto-foto wayang beber dari berbagai bentuk
visualisasinya.
f. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis interpretasi.
Secara terstruktur meliputi tahap kajian warna, komposisi dan bentuk dan tahap
kesimpulan.
Wayang beber Pacitan terdiri dari enam gulung dengan cerita Joko
Kembang Kuning. Pemilik wayang beber ini adalah Sarnen Gunocarito yang
sekaligus dalangnya. Menurut pengakuan Sarnen Gunocariito wayang beber
ini merupakan warisan secara turun temurun dari nenek moyangnya, dan saat
16
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012
ini Sarnen Gunocarito adalah dalang yang ke 10 dari dalang yang pertama
Nolodermo. Urutan silsilah dalang wayang beber Joko Kembang Kuning
adalah :
Nolodermo, Nolo, Sonolo, Noyongso, Trunodongso, Gondolesono,
Sentrolesono, Gondolesono, Gunokaryo, Sarnen Gunocarito.
Pemilik wayang beber ini, berkeyakinan bahwa wayang beber miliknya
merupakan pusaka yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Pendapat diatas
masih diragukan kebenarannya, karena tidak didukung dengan bukti-bukti
yang kuat, untuk itu penulis mencari pendapat yang lain.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang bagaimana sejarah
wayang beber Joko Kembang Kuning sampai di dusun Karang Talun desa
Gedompol, Pacitan. Menurut pemiliknya (Sarnen Gunocarito) yang sekaligus
sebagai dalangnya, berkeyakinan bahwa wayang beber tersebut berasal dari
Majapahit.
Kemudian R.M. Sayid berpendapat bahwa wayang beber Joko Kembang
Kuning dibuat pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat II di Kartasura
(1677 – 1678). Selesainya pembuatan wayang beber tersebut diberi sengkalan
berupa seorang wanita berjualan srabi di jamah orang di Pasar Tumenggungan.
Sengkalan itu berbunyi : “Gawe srabi Jinamah ing wong”. Artinya tahun
1614.
Adanya perbedaan pendapat tentang sejarah wayang beber Pacitan ini,
Soedarso,Sp. Lebih setuju dengan pendapat RM Sayid, bahwa wayang beber
Pacitan “Joko Kembang Kuning” dibuat atas perintah Sunan Amangkurat II.
Sebab bagaimanapun juga wayang beber Pacitan dilihat dari sudut pandang
seni rupa, pola-pola pasunggingannya sudah terpengaruh adanya kebudayaan
Islam.
Pada awal perkembangan agama Islam, memang ada larangan
menggambar makhluk yang bernyawa, seperti manusia dan binatang. Sehingga
para wali melakukan pengubahan bentuk tokoh-tokoh wayang beber, yang
semula realis menjadi simbolik. Apabila diamati ternyata wayang beber
Pacitan penggambaran bentuk tokoh-tokohnya sudah mengalami stilisasi. Hal
ini terlihat jelas pada bentuk wajah, leher atau keseluruhan badannya yang
tipis-tipis seperti wayang kulit purwa sekarang.
Pendekatan teoritik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pertama
pendekatan estetika, untuk mengurai warna, komposisi dan bentuk wayang beber
Pacitan. Kedua, teori simbol, digunakan teori simbol karena wayang beber sarat
dengan simbol, yang setiap tokoh yang diciptakan memiliki karakter dan perilaku yang
digambarkan melalui bentuk yang berbeda.
PEMBAHASAN
Pengertian Komposisi
W.J.S.Purwadarminta-S.Wajawasita, dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia;
Indonesia-Inggris di halaman.29, menjelaskan Kata komposisi berasal dari bahasa
Inggris “Composition” artinya susunan, karangan; “to compose” berarti
menyusun, atau mengarang. Dalam Eksiklopedia Indonesia dijelaskan bahwa
kata komposisi berasal dari bahasa latin “componere” artinya menyusun.
Khusus dalam bidang seni lukis, pengertian komposisi ialah integrasi unsur-
unsur warna, garis dan bidang untuk mencapai kesatuan yang harmoni dan
dramatis.
Sedang Fajar Sidik berpendapat bahwa:
TABEL I
NAMA – NAMA TOKOH WAYANG BEBER PACITAN
DAN KEDUDUKANNYA DALAM CERITA
Nama Tokoh
No Kedudukannya Dalam Cerita
Wayang Beber
1 Nolo Dermo Pengiring Joko Kembang Kuning
3 Kembang Kuning Putra Jenggala
4 Sekartaji Putri Kediri
TABEL II
BENTUK MATA, HIDUNG DAN MULUT
WAYANG BEBER PACITAN
Rhembesa
Ambangir
Terongan
Mingkem
Wungkal
Ngeblak
Kedelen
Pesekan
Semboo
Medang
Kelipan
Gerang
N Nama Tokoh
Mesem
Damis
Gusen
Jaitan
gugut
gan
o Wayah Beber
n
1 Nolodermo X X X
2 Joko Kembang X X X
Kuning
4 Sekartaji X X X
TABEL III
MACAM-MACAM ATRIBUT
TOKOH WAYANG BEBER PACITAN
Keterangan :
a. Jamang j. Keris
b. Seritan k. Selendang
c. Garuda Mungkur l. Pesemakan
d. Sumpang m. Pending / sabuk
e. Subang n. Dodot
f. Kalung o. Baju / surjan
g. Ulur-ulur p. Celana sebatas lutut
h. Kelat bahu q. Pakaian perang
i. Gelang
Gambar 1
Sekartaji, Adegan 3 Wayang Beber Pacitan
20
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012
Dewi Sekartaji beristirahat di dalam ketemenggunan, Sekartaji ingin melihat-
lihat pasar di Paluhamba yang ada di ketemenggunan.
Gambar 2
Joko Kembang Kuning
Adegan 22 Wayang Beber Pacitan
PENUTUP
A. SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Fajar Sidik- Aming Prayitno, Disain Elementer (Yogyakarta : STSRI “ASRI”. 1981),
Hassan Shadilly, Ensiklopedi Indonesia (Jakarta : Ichtiar Baru – Van Hoeve, 1984)
Sayid. R.M. Sejarah Wayang Beber. Surakarta : Reksa Pustaka – Pura
Mangkunegaran, 1980.
22
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012
Soedarso Sp. “ Morfologi Wayang Kulit, Wayang Kulit Di Pandang dari Jurusan
Bentuk” (Pidato Ilmiah pada Dies Natalis Ketiga Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 25
Juli 1987).
Sri Mulyono, Wayang Asal-usul Filsafat dan Masa Depannya (Jakarta: Gunung Agung,
1982).