Sei sulla pagina 1di 9

WARNA SUNGGINGAN DAN KOMPOSISI

WAYANG BEBER PACITAN


Oleh
Salim
Akademi Seni dan Desain Indonesia Surakarta
Email: salimasdi@yahoo.co.id

ABSTRACT

The study entitled "COLOR AND COMPOSITION SUNGGINGAN PACITAN puppet Beber"
sunggingan focus on color and composition. The purpose of this study to study, understand and know the
colors or patterns sunggingan beber Pacitan puppet with a classification of character and their various
attributes are used, as well as sunggingan color and composition. The results of this study are expected to
contribute data and add to their repertoire of knowledge, particularly in the field of fine arts
Research using qualitative research methods, to understand color and composition beber
Pacitan puppet. The approach used is to describe the aesthetics Fechner works beber Pacitan puppet.
Data obtained through observation, interviews, library research, and documentation. Analysis using the
analytical interpretation. Geerts theory of symbols used in the book "The Interprestation Culture", in a
structured assessment phase involves sunggingan color and composition, the conclusion stage.
Finally, it is understood that the findings in this study, namely the existence of actual puppet
beber Pacitan can be further developed. Viewed from the standpoint of art, puppet beber Pacitan not be
separated from the principles of art including the composition, color and balance. composition is not
alarming. Visual elements such as line, color, texture, space and form organized into a unified harmony
between the parts with the whole.
Similarly, elements that help harmonize the tension, chaos, applied in Pacitan beber
pasunggingan puppet. These elements are: contrast, rhythm, climax, balance, and proportion.

Keywords: Puppet beber, color, composition.

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah
Wayang dalam perkembangannya, tumbuh berbagai macam bentuk baik mengenai
cerita, bahasa maupun tekniknya. Misalnya wayang Purwa, wayang Beber, wayang
Wong, wayang Golek dan sebagainya. Wayang Beber mempunyai dimensi tersendiri
dalam pertunjukkan wayang, karena wayang beber bukan suatu pentas bayangan,
melainkan suatu pentas gambar atau lukisan. Cara pementasannya dengan
membentangkan gulungan kertas atau kain yang berlukiskan adegan dari suatu cerita.
Jadi nama wayang beber diperoleh karena teknik pertunjukkan membeberkan atau
nggelar gambar-gambar pada kain.
Sebagai pertunjukkan wayang saat ini wayang beber dirasakan kurang menarik.
Sebab di masa kini telah banyak wayang jenis lain dengan teknik pertunjukannya lebih
maju. Tetapi suatu hal yang harus dicatat bahwa pada lukisan wayang beber terdapat
sesuatu yang sangat istimewa bila dilihat dari sudut pandang seni rupa. Misalnya pada
wajah tokoh-tokohnya, warna serta komposisinya.
Keistimewaan yang lain apabila dilihat secara keseluruhan, pelukisan sikap tubuh
tokoh-tokohnya lebih variasi dibanding dengan jenis wayang yang lain. Misalnya
dalam wayang beber ada tokoh yang dilukiskan dengan sikap duduk, jongkok, tidur dan
sebagainya. Cara penggambaran demikian lebih memberikan kelonggaran dalam
penciptaan, sehingga wayang beber masih mungkin untuk dikembangkan.
Oleh karena itulah timbul suatu keinginan untuk mengadakan penelitian, dengan judul :
WARNA DAN KOMPOSISI WAYANG BEBER PACITAN

Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara garis besar penelitian tentang WARNA
DAN KOMPOSISI WAYANG BEBER PACITAN yang memiliki bentuk yang inovatif, untuk
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012 15
mempelajari, memahami dan mengetahui warna dan komposisi wayang beber
Pacitan dengan membuat klasifikasi tokoh – tokoh beserta macam–macam
atribut yang dipakai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangan data dan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang seni rupa, dan tujuan khusus penelitian ini antara lain :
1. Memahami pewarnaan atau sunggingan wayang beber Pacitan.
2. Memahami komposisi wayang beber Pacitan.

METODE PENELITIAN

1. Objek Kajian
Obyek kajian dalam penelitian ini adalah wayang beber Pacitan, tiga bentuk
tokoh wayang beber Pacitan. Pertimbangan adanya berbagai tokoh dalam wayang beber
Pacitan, maka objek kajian dibatasi hanya pada beberapa tokoh saja sehingga lebih
efektif. Obyek kajian ini adalah pola tokoh sebanyak tiga tokoh yaitu: kembang
kuning, nolo dermo, sekartaji.
Metode penelitian yang dipilih untuk memperoleh data-data informasi,
menginventarisasi, mengolah dan menganalisis sekaligus untuk penyusunan penelitian
dengan langkah-langkah sebagi berikut:
a. Studi Pustaka
Mengumpulkan bahan literatur sumber tertulis yang berhubungan dengan
obyek kajian, dapat dijadikan sebagai landasan untuk memecahkan masalah
antara lain: Gustami, Sp, Butir-Butir Mutiara Estetika Timur (2007), Soedarso
Sp, Trilogi Seni (2006), R Soetarno AK, Ensiklopedia Wayang (1994), Primadi
Tabrani, Bahasa Rupa (2005), Soegeng Toekio, Rupa Wayang dalam Kosakarya
Kria Indonesia (2007).
b. Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai sumber pelengkap yang berkaitan dengan
data pemotretan dan referensi pelengkap sumber yang tidak ada dalam
kepustakaan. Nara sumber di antaranya adalah :
- Wiyadi, (60) tahun, sebagai pembuat wayang beber dan guru di SMSR
Yogyakarta.
- Dharsono Sony Kartika, (59) tahun, peneliti dan pengajar di ISI
Surakarta.
c. Observasi
Pengamatan langsung terhadap objek penelitian, dilakukan untuk
menggali data visual, baik yang berupa wayang beber. Selain itu, hasil karya
yang lain berupa karya-karya wayang beber yang ada di Musium Radya Pustaka.
d. Dokumentasi
Dokumentasi yang berupa foto-foto wayang beber dari berbagai bentuk
visualisasinya.
f. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis interpretasi.
Secara terstruktur meliputi tahap kajian warna, komposisi dan bentuk dan tahap
kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Wayang beber Pacitan terdiri dari enam gulung dengan cerita Joko
Kembang Kuning. Pemilik wayang beber ini adalah Sarnen Gunocarito yang
sekaligus dalangnya. Menurut pengakuan Sarnen Gunocariito wayang beber
ini merupakan warisan secara turun temurun dari nenek moyangnya, dan saat
16
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012
ini Sarnen Gunocarito adalah dalang yang ke 10 dari dalang yang pertama
Nolodermo. Urutan silsilah dalang wayang beber Joko Kembang Kuning
adalah :
Nolodermo, Nolo, Sonolo, Noyongso, Trunodongso, Gondolesono,
Sentrolesono, Gondolesono, Gunokaryo, Sarnen Gunocarito.
Pemilik wayang beber ini, berkeyakinan bahwa wayang beber miliknya
merupakan pusaka yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Pendapat diatas
masih diragukan kebenarannya, karena tidak didukung dengan bukti-bukti
yang kuat, untuk itu penulis mencari pendapat yang lain.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang bagaimana sejarah
wayang beber Joko Kembang Kuning sampai di dusun Karang Talun desa
Gedompol, Pacitan. Menurut pemiliknya (Sarnen Gunocarito) yang sekaligus
sebagai dalangnya, berkeyakinan bahwa wayang beber tersebut berasal dari
Majapahit.
Kemudian R.M. Sayid berpendapat bahwa wayang beber Joko Kembang
Kuning dibuat pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat II di Kartasura
(1677 – 1678). Selesainya pembuatan wayang beber tersebut diberi sengkalan
berupa seorang wanita berjualan srabi di jamah orang di Pasar Tumenggungan.
Sengkalan itu berbunyi : “Gawe srabi Jinamah ing wong”. Artinya tahun
1614.
Adanya perbedaan pendapat tentang sejarah wayang beber Pacitan ini,
Soedarso,Sp. Lebih setuju dengan pendapat RM Sayid, bahwa wayang beber
Pacitan “Joko Kembang Kuning” dibuat atas perintah Sunan Amangkurat II.
Sebab bagaimanapun juga wayang beber Pacitan dilihat dari sudut pandang
seni rupa, pola-pola pasunggingannya sudah terpengaruh adanya kebudayaan
Islam.
Pada awal perkembangan agama Islam, memang ada larangan
menggambar makhluk yang bernyawa, seperti manusia dan binatang. Sehingga
para wali melakukan pengubahan bentuk tokoh-tokoh wayang beber, yang
semula realis menjadi simbolik. Apabila diamati ternyata wayang beber
Pacitan penggambaran bentuk tokoh-tokohnya sudah mengalami stilisasi. Hal
ini terlihat jelas pada bentuk wajah, leher atau keseluruhan badannya yang
tipis-tipis seperti wayang kulit purwa sekarang.
Pendekatan teoritik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pertama
pendekatan estetika, untuk mengurai warna, komposisi dan bentuk wayang beber
Pacitan. Kedua, teori simbol, digunakan teori simbol karena wayang beber sarat
dengan simbol, yang setiap tokoh yang diciptakan memiliki karakter dan perilaku yang
digambarkan melalui bentuk yang berbeda.

PEMBAHASAN

Pengertian Komposisi
W.J.S.Purwadarminta-S.Wajawasita, dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia;
Indonesia-Inggris di halaman.29, menjelaskan Kata komposisi berasal dari bahasa
Inggris “Composition” artinya susunan, karangan; “to compose” berarti
menyusun, atau mengarang. Dalam Eksiklopedia Indonesia dijelaskan bahwa
kata komposisi berasal dari bahasa latin “componere” artinya menyusun.
Khusus dalam bidang seni lukis, pengertian komposisi ialah integrasi unsur-
unsur warna, garis dan bidang untuk mencapai kesatuan yang harmoni dan
dramatis.
Sedang Fajar Sidik berpendapat bahwa:

Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012 17


Penyusunan atau pengorganisasan dari unsur-unsur seni sering juga
disebut “ komposisi ”. dalam penyusunan unsur-unsur seni ini,
seniman-seniman mengikuti prinsip-prinsip tertentu, kadang-kadang
sangat patuh tetapi kerap kali juga hanya sekedar sebagai petunjuk saja,
karena yang utama ialah tunduk menurut rasa hati seni. Oleh karena itu
prinsip-prinsip ini adalah subyektif dan memungkinkan banyak
interpretasi.

Berdasarkan kutipan diatas dapat diketahui bahwa prinsip-prinsip


dari komposisi adalah kesatuan. Dengan demikian berarti penyusunan atau
pengorganisasian dari unsur-unsur seni lukis dibuat sedemikian rupa
sehingga menjadi kesatuan antara bagian-bagian dengan keseluruhannya.
Harmoni antara bagian-bagian dengan keseluruhannya itulah yang
merupakan tujuan pokok dari sebuah komposisi. Adapun dalam mencapai
keharmonisan dalam suatu karya seni mempunyai kunci yang perlu
diperhatikan, yaitu: Kontras,irama,klimak,balans,proporsi,kontras.

Warna dan Sunggingan Wayang Beber Pacitan


Kata sungging didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti
lukisan atau perhiasan yang diwarnai dengan cat air, warna emas dan
sebagainya. Tetapi menurut R.Sutrisno seorang penyungging dari
Mangkunegaran Surakarta berpendapat bahwa arti sungging tidak seluas arti
kata lukis. Lukisan yang dinamakan Sungging menurut R. Sutrisno adalah
sebagai berikut:
Gambar tradisional Jawa yang mempunyai wewaton (warna dan
pola) tertentu, sebagai contoh disebut sungging meliputi sungging
wayang, sunging meubel, (meubeller), sungging busana, sungging
arsitektur, sungging warangka keris dan tombak, busana wayang dan
benda-benda pakai, dimana dalam sungging tersebut ada semacam
norma dan pola, dan yang diutamakan adalah segi keindahan.

Keterangan Soedarsono, bahwa : “Istilah sunggingan semula sama


artinya dengan lukisan, namun karena lukisan klasik itu dekoratif dengan
pewarnaan yang khas, maka kemudian pewarnaannya yang khas itulah yang
disebut dengan sunggingan.”
Warna sunggingan wayang beber pacitan adalah dominan warna merah
dan warna gelap. Warna merahnya adalah merah tua atau biru kehitaman serta
warna hitam. Sedangkan bagian-bagian tertentu yang berwarna terang
menggunakan warna orange, kuning dan putih. Pemberian warna sungging
yang demikian menghasilkan suatu karya pasunggingan yang matang dan
kelihatan magis.
Teknik pewarnaan sungging wayang beber Pacitan adalah sistem basah,
seperti pewarnaan cat air, tetapi setelah kering tidak luntur apabila terkena air
(acrilic). Peralihan warna sungging dengan gradasi warna bertahap tiga, empat
sampai lima tingkatan warna sungging. Jenis-jenis sunggingan wayang beber
Pacitan bentuknya hampir sama dengan bentuk-bentuk sunggingan wayang
kulit purwa. Maka istilah yang dipakai untuk menyebut jenis-jenis sunggingan
wayang beber Pacitan dalam penelitian ini meminjam istilah jenis-jenis
sunggingan wayang kulit purwa. Jenis-jenis sunggingan wayang beber pacitan
terdiri dari: sunggingan tlacapan, sunggingan blok (byor), sunggingan cawi,
sunggingan drenjemen, sunggingan bludiran (kembangan), sunggingan ulat-
ulatan dan sunggingan sembulian.
18
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012
Pola Tokoh
Pola tokoh wayang beber Pacitan dilukiskan secara stilisasi, yaitu
mengubah bentuk manusia sewajarnya (realis) menjadi bentuk simbolis.
Sehingga yang terlukis bukan lagi gambaran jasmani manusia melainkan
rohani atau karakter manusia. Stilisasi tokoh-tokoh wayang beber Pacitan
ditekankan pada bagian tubuh tertentu yaitu bagian wajah atau kepala terutama
bentuk mata, hidung dan mulut, kemudian bentuk leher, tangan, dada sampai
pinggang. Bagian kaki masih agak proporsional, hanya bentuk betis bagian
bawah digambar lebih kecil. Jari-jari kaki digambarkan horizontal tidak
digambarkan vertikal seperti wayang kulit. Tokoh Nolodermo hanya distilir
bagian wajah atau kepala sedangkan bagian-bagian tubuh lainnya masih
mengesankan bentuk realis.
Tokoh – tokoh wayang beber Pacitan yang diambil sebagai sampelnya
ada 3 tokoh. Nama serta kedudukan tokoh – tokoh tersebut dapat dilihat pada
tabel I.

TABEL I
NAMA – NAMA TOKOH WAYANG BEBER PACITAN
DAN KEDUDUKANNYA DALAM CERITA

Nama Tokoh
No Kedudukannya Dalam Cerita
Wayang Beber
1 Nolo Dermo Pengiring Joko Kembang Kuning
3 Kembang Kuning Putra Jenggala
4 Sekartaji Putri Kediri

TABEL II
BENTUK MATA, HIDUNG DAN MULUT
WAYANG BEBER PACITAN

BENTUK MATA BENTUK HIDUNG BENTUK MULUT


Thelengan
Kedondon

Rhembesa

Ambangir

Terongan
Mingkem
Wungkal

Ngeblak
Kedelen

Pesekan
Semboo

Medang
Kelipan

Gerang

N Nama Tokoh
Mesem
Damis

Gusen
Jaitan

gugut
gan

o Wayah Beber
n

1 Nolodermo X X X

2 Joko Kembang X X X
Kuning
4 Sekartaji X X X

a. Macam, macam atribut


Atribut adalah simbol atau tanda. Tokoh-tokoh wayang beber Pacitan
memakai atribut tertentu sehingga dapat diketahui kedudukan atau
golongan tokoh wayang tersebut dalam cerita. Macam-macam atribut yang
dipakai oleh tokoh wayang beber Pacitan terdiri dari :
- Jamang,seritan,garuda mungkur,sumping,subang,kalung,ulur-ulur,kelat
bahu,gelang,keris,selendang,pasemekan,pending,dodot,baju,celana
sebatas lutut,pakaian perang.

Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012 19


Pemakaian macam-macam atribut oleh masing-masing tokoh wayang
beber Pacitan dapat dilihat pada tabel III.

TABEL III
MACAM-MACAM ATRIBUT
TOKOH WAYANG BEBER PACITAN

NAMA TOKOH MACAM-MACAM ATRIBUT YANG DIPAKAI


NO WAYANG
a b c d e f g h i j k l m n o p q
BEBER
1 Nolo Dermo - X - X X - - - X - X - - X + - -
2 Joko Kembang + X - X X + - X X X X - - X + - -
Kuning
3 Sekartaji - X - X X + - - - - - X X X - - -

Keterangan :
a. Jamang j. Keris
b. Seritan k. Selendang
c. Garuda Mungkur l. Pesemakan
d. Sumpang m. Pending / sabuk
e. Subang n. Dodot
f. Kalung o. Baju / surjan
g. Ulur-ulur p. Celana sebatas lutut
h. Kelat bahu q. Pakaian perang
i. Gelang

x Jenis atribut yang dipakai


- Tidak dipakai
Dipakai dalam adegan tersebut
+

Komposisi Wayang Beber Pacitan


Dalam tiap-tiap adegan tokoh utama wayang beber ditempatkan pada
bidang yang strategis atau dilukiskan dari proporsi yang lebih besar dari pada
tokoh figuran. Sehingga tokoh figuran ini tunduk membantu tokoh utama
dalam melukiskan keseluruhan ceritanya.

Gambar 1
Sekartaji, Adegan 3 Wayang Beber Pacitan

Misalnya dalam gulungan 3 diceritakan: bahwa di ketemenggungan Ki


Menggung, kedatangan tamu yaitu Sang Dewi Sekartaji untuk sementara
waktu ingin beristirahat sejenak di ketemenggungan. Setelah sementara waktu

20
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012
Dewi Sekartaji beristirahat di dalam ketemenggunan, Sekartaji ingin melihat-
lihat pasar di Paluhamba yang ada di ketemenggunan.

Gambar 2
Joko Kembang Kuning
Adegan 22 Wayang Beber Pacitan

Pada adegan ke 22 diceritakan tokoh Joko Kembang Kuning akan


dinikahkan oleh Brawijaya dengan Dewi Sekartaji, maka diperintahkan agar
segera dipersiapkan acara pernikahan Joko Kembang Kuning dengan Dewi
Sekartaji.Usaha penyusunan unsur-unsur visual untuk memperoleh pusat
perhatan atau klimaks juga dilakukan dengan membuat pola tumbuhan yang
digunakan sebagai latar belakang tokoh menjadi kelihatan ornamentik,
sehingga memberikan kesan kontras dengan tokoh utamanya.
Penempatan dan pemanfaatan bidang serta karakter wayang beber
Pacitan menghasilkan keseimbangan atau balans sederajat, yaitu bentuk
obyeknya pada tiap sisi dari pusatnya tidak sama tetapi mempunyai daya tarik
yang sama. Proporsi dalam wayang beber Pacitan dapat dilihat dengan adanya
pola pasunggingan utama atau tokoh utama dalam tiap adegan yang dipadu
dengan pola sunggingan pendukung.Pola tersebut masing-masing ditempatkan
dan dibri tekanan yang berbeda menurut perannya sesuai alur cerita.

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian tentang wayang


beber Pacitan,kemudian dianalisis, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
Wayang beber Pacitan ditinjau dari siklus ceritanya termasuk
jenis wayang beber gedog dengan cerita Joko Kembang Kuning. Wayang
beber tersebut terdiri dari 6 gulung dan tiap-tiap gulung dibagi menjadi 4
adegan atau jagong. Jadi jumlah adegan keseluruhannya terdiri dari 24
adegan.
Pewarnaannya dengan teknik sungging, bahan yang digunakan
adalah semacam cat air, tetapi setelah kering tidak luntur apabila terkena
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012 21
air (acrilic). Peralihan warna sungging dengan gradasi warna bertahap 3,4
sampai 5 tingkatan warna sungging.
Pola-pola pasunggingan wayang beber Pacitan terdiri dari pola-
pola manusia sebagai tokoh cerita, yang dipadu dengan pola pola
pasunggingan pendukung yaitu pola tumbuh-tumbuhan, pola binatang dan
pola unsur-unsur alam. Pola tersebut semuanya dibuat secara stilisasi
yaitu mengubah bentuk realis menjadi simbolik.
Apabila mengamati pasunggingan wayang beber Pacitan, si
pengamat akan dibawa dalam komposisi yang tidak menggelisahkan.
Unsur-unsur visual seperti garis, warna, tekstur, ruang dan bentuk disusun
menjadi suatu kesatuan yang harmoni antara bagian-bagian dengan
keseluruhannya. Begitu pula elemen yang membantu mengharmonisasikan
ketegangan, kekacaubalauan, diterapkan dalam pasunggingan wayang
beber Pacitan. Elemen- elemen tersebut yaitu : kontras, irama, klimaks,
balans, dan proporsi.

DAFTAR PUSTAKA

Bagyo Suharyono. Pasunggingan Wayang Beber Mangkunegaran


Surakarta.Surakarta : Proyek Peningkatan dan Pengembangan ASKI, 1985 /
1986.

B. Sularto. Album Wayang Beber Pacitan – Yogyakarta. Jakarta : Proyek


Media Kebudayaan–Direktorat Jenderal Kebudayaan – Departemen Pendidikan
danKebudayaan , 1983/1984.

__________. Wayang Beber di Gelaran. Jakarta : Proyek Media Kebudayaan-


Direktorat Jenderal Kebudayaan – Departemen Pendidikan danKebudayaan.
1981 / 1982.

Burhan, Agus, 2006. Jaringan Makna Tradisi Hingga Kontemporer, Yogyakarta: BP


ISI.

Fajar Sidik. Kritik Seni. Yogyakarta : STSI “ASRI”, 1976.

Fajar Sidik- Aming Prayitno, Disain Elementer (Yogyakarta : STSRI “ASRI”. 1981),

Hassan Shadilly, Ensiklopedi Indonesia (Jakarta : Ichtiar Baru – Van Hoeve, 1984)
Sayid. R.M. Sejarah Wayang Beber. Surakarta : Reksa Pustaka – Pura
Mangkunegaran, 1980.

__________. Ringkasan Sejarah Wayang . Jakarta : Pradnya Paramita, 1981.

Singgih Wibisono. Wayang Sebagai Sarana Komunikasi. Seni Dalam


Masyarakat Indonesia. Jakarta : Gramedia, 1983.

Soedarso S.P. Wanda ; Suatu Studi Tentang Resep Pembuatan Wanda-wanda


Wayang Kulit Purwa dan Hubungannya Dengan Presentasi Realistik.
Yogyakarta : Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara
(Javanologi) Direktorat Jenderal Kebudayaan – Depdikbud, 1986.

22
Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012
Soedarso Sp. “ Morfologi Wayang Kulit, Wayang Kulit Di Pandang dari Jurusan
Bentuk” (Pidato Ilmiah pada Dies Natalis Ketiga Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 25
Juli 1987).

Sayid. R.M. Sejarah Wayang Beber. Surakarta : Reksa Pustaka – Pura


Mangkunegaran, 1980.

Sri Mulyono, Wayang Asal-usul Filsafat dan Masa Depannya (Jakarta: Gunung Agung,
1982).

Canthing volume 1 Nomor 1 Hal. 1 – 60 Edisi Juni 2012 23

Potrebbero piacerti anche