Sei sulla pagina 1di 13

PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK S.

Rusdiana, 125
Soeharsono

PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN


NILAI EKONOMI USAHA TERNAK

SIWAB Program to Improve Cattle Population and Economics Value for The
Business Economics

S. Rusdiana, Soeharsono
Balai Penelitian Ternak Ciawi
Jalan Veteran III Tapos Ciawi, Bogor 16602
*Korespondensi penulis. E-mail: s.rusdiana20@gmail.com

Naskah diterima: 15 November 2017 Direvisi:17 Januari 2018 Disetujui terbit: 27 Februari 2018

ABSTRACT

Siwab or its extension Mandatory cattle breeding is a manifestation of government commitment in increasing
beef cattle population, and as a target for meat sufficiency in 2026. The program is believed to lead Indonesia to
achieve beef self-sufficiency in the next 5-10 years. Beef cattle can be maximized in order to produce calves, and
become a government’s focused program on enhancing beef cattle production through artificial insemination (AI).
Based on the above problems, the government hopes to develop the program, it should not fail the umpteenth
time to fulfil meat needs of the country. The purpose of this review is to describe the SIWAB program and the
economic value of female beef cattle produced by AI which produces calf. This study approach is done through
literature reviews related to SIWAB program implementation. SIWAB program includes two main programs
namely the increase of porong cattle population through artificial insemination of AI and natural mating (Inka).
With the AI through prgram, the parent beef cattle can regulate the cow's birth well. The mother cow bunting AI
results can increase the selling value higher and can improve the welfare of farmers. The government's policy to
pursue targeted beef self-sufficiency by the year 2026 is achieved, but the program must be responded and done
well. Government policy to boost short-term beef cattle population can help to meet the needs of beef
consumption, and in the long run the economic impact of farmers.
Keywords: SIWAB, improving, population, economic value, farmers

ABSTRAK

Program Sapi Induk Wajib Bunting (SIWAB) adalah perwujudan komitmen pemerintah dalam meningkatkan
populasi sapi potong dan sebagai target untuk kecukupan daging tahun 2026. Program tersebut diyakini dapat
mengantarkan Indonesia mencapai swasembada daging sapi pada 5-10 tahun ke depan. Sapi potong dapat
dimaksimalkan potensinya agar dapat menghasilkan pedet, dan menjadi program pemerintah yang difokuskan
untuk peningkatan produksi sapi potong melalui inseminasi buatan (IB). Berdasarkan permasalahan tersebut di
atas, harapan pemerintah dengan mengembangkan program tersebut tidak boleh gagal ke sekian kalinya dalam
mencukupi kebutuhan daging di dalam negeri. Tujuan tulisan review ini adalah untuk mendiskripsikan program
SIWAB dan nilai ekonomi pada usaha sapi potong betina hasil IB yang menghasilkan pedet. Kajian ini merupakan
studi pustaka melalui review berbagai referensi terkait pelaksanaan program SIWAB. Program SIWAB mencakup
dua program utama yaitu peningkatan populasi sapi porong melalui inseminasi buatan IB dan kawin alam (Inka).
Program IB memungkinkan mengatur kelahiran anak sapi dengan baik. Sapi induk bunting hasil IB dapat
meningkatkan nilai jual lebih tinggi dan dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Kebijakan pemerintah
adalah untuk mengejar swasembada daging sapi yang ditargetkan sampai tahun 2026 bisa tercapai, namun
program tersebut harus direspon dan dikerjakan dengan baik. Kebijakan pemerintah untuk menigkatkan populasi
sapi potong dalam jangka pendek bisa membantu memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi dan dalam jangka
panjang berdampak peningkatan ekonomi peternak.
Kata kunci: nilai ekonomi ternak, populasi sapi, peternak, SIWAB

permintaan terhadap daging sapi terus


PENDAHULUAN
meningkat dari waktu ke waktu. Produksi dalam
negeri baru mampu memenuhi sekitar 65%,
Sejalan dengan peningkatan jumlah sehingga kekurangannya dipenuhi dari produk
penduduk dan pendapatan masyarakat, impor berupa daging sapi beku 20% dan sapi
126 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2, Desember 2017: 125-137

bakalan yang digemukkan di dalam negeri 15% atau setara dengan 4.030.000 ekor sapi yang
(Ilham et al. 2015). Secara periodik terjadi merupakan betina produktif.
lonjakan terhadap permintaan daging sapi di
Pemerintah telah menyusun target sebanyak
berbagai wilayah pusat konsumsi terutama
4 juta ekor betina produktif yang akan diberikan
menjelang bulan Puasa dan hari Raya Idul Fitri,
IB. Sapi potong hasil kawin IB dan alam dapat
yang menyebabkan kenaikan harga daging sapi
ditargetkan untuk dapat bunting minimal
yang selanjutnya berdampak terhadap kenaikan
sebesar 75% atau sebanyak 3 juta
harga pangan lain sehingga memengaruhi
ekor/kelahiran pedet baru (Kementan 2017).
tingkat inflasi.
Untuk mendukung keberhasilan Upsus SIWAB,
Pemerintah mengeluarkan rencana terbaru akan dilaksanakan beberapa kegiatan, di
yakni Upaya Khusus (Upsus) Sapi Indukan antaranya: penanaman rumput dan legume
Wajib Bunting atau SIWAB (Kementerian seluas 13.000 ha, penyediaan embung (sumber
Pertanian 2017). Program SIWAB tujuannya air), serta penyediaan obat-obatan dan vaksin
untuk meningkatkan populasi sapi potong dan untuk meningkatkan status kesehatan hewan
mengarah kepada swasembada daging sapi, (Syahrul 2017). Selain itu, program SIWAB
termasuk dalam target yang ingin dicapai pada dalam penyediaan pakan hijauan harus cukup
tahun 2026, (Suharno 2017). Program SIWAB untuk mendukung perkembangan reproduksi
yang tertuang dalam Permentan No.48/ sapi yang sedang bunting. Pembangunan
Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya peternakan di Indonesia salah satunya adalah
Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi mengupayakan agar dapat mencukupi
dan Kerbau Bunting, yang ditandatangani kebutuhan daging bagi masyarakat. Pemerintah
Menteri Pertanian pada 3 Oktober 2016. Saat telah mengupayakan stok populasi dasar sapi
ini, di berbagai wilayah Indonesia sedang potong yang ideal untuk dapat memenuhi
dilaksanakan pengembangan sapi potong kebutuhan daging domestik. Karena itu menjadi
dengan cara inseminasi buatan (IB). Melalui IB, pentingmenelaah kembali dari beberapa
sapi potong diharapkan dapat memaksimalkan program swasembada daging yang telah dibuat
potensi genetik untuk terus menghasilkan pedet melalui kebijakan pemerintah.
di dalam negeri. Program ini diyakini dapat
Agar program SIWAB dapat berjalan dengan
mengantarkan Indonesia mencapai
baik, pemerintah perlu mengevaluasi kembali
swasembada daging sapi pada 5-10 tahun ke
hasil yang diperoleh sebelumnya.
depan. Mewujudkan Indonesia yang mandiri
Swasembada daging sapi sudah dicanangkan
dalam pemenuhan pangan asal hewan dan
sejak tahun 2005 dan ditargetkan dapat tercapai
sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak
pada tahun 2010, namun masih tetap tidak
rakyat.
berhasil (Haddi et al. 2011). Atmakusuma et al.
Satu harapan dari program SIWAB adalah (2011) menyatakan, apakah mungkin
agar dapat mendongkrak populasi sapi di dalam swasembada daging terwujud. Dalam
negeri sehingga berkembang dengan baik kenyataannya sampai sekarang, swasembada
(Sulaiman 2017). Dalam jangka panjang, daging menjadi fenomena yang masih belum
kebutuhan daging sapi impor makin meningkat dapat tercapai, sementara sebagian besar
sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. pasokan daging sapi lokal berasal dari
Agar hal tersebut tidak terjadi, program SIWAB peternakan rakyat (Widiati 2014). Ashari et al.
yang dibuat pemerintah harus direspon dan (2012) menyatakan dalam rencana strategis
dikerjakan dengan baik oleh masyarakat Kementerian Pertanian 2010-2014 disebutkan
peternak. Diharapkan Indonesia mampu ada empat target utama yang akan dicapai
meningkatkan potensi dan populasi sapi potong maupun dipertahankan, salah satu di antaranya
dalam negeri sebagai penyediaan daging pencapaian swasembada daging sapi yang
secara nasional (Dirjend PKH 2016). Populasi berkelanjutan. Bagaimana mengubah
sapi potong tahun 2016 sebanyak 16.098.892 peternakan rakyat menjadi industri peternakan
ekor, produksi daging sapi sebanyak 423.927 yang berproduksi dalam jumlah banyak dengan
ton, dan populasi betina dewasa umur antara 2- waktu yang cepat. Ada dua kegiatan program
8 tahun atau sebanyak 5.900 ekor. Potensi SIWAB yang bakal menjadi fokus pemerintah,
populasi betina dapat dijadikan target untuk yakni inseminasi buatan (IB) dan kawin alam,
menghasilkan pedet (Kementan 2015). Dari yang dapat memperbaiki nilai ekonomi sapi
data Kementan (2016), dengan program pedet di petani. Tujuan tulisan review ini adalah
inseminasi buatan, dari 2.000.000 ekor sapi untuk mendeskripsikan program SIWAB dan
yang diprogramkan oleh pemerintah, diharapkan nilai ekonomi pada usaha sapi potong betina
menambah sebesar 1.400.000 ekor anakan hasil IB yang menghasilkan pedet.
atau sebesar 70%, dari jumlah sebesar 71,76%
PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK S. Rusdiana, 127
Soeharsono

PENTINGNYA DUKUNGAN KELEMBAGAAN potong yang menguntungkan. Dukungan


DAN KEBIJAKAN YANG KONDUSIF DALAM kelembagaan dapat dikatakan sebagai suatu
PEMBERDAYAAN PETERNAK keharusan dengan penguatan kelembagaan
struktur, peran, dan koordinasi yang mampu
menjadi penggerak untuk kemajuan usaha
Pemberdayaan Peternak melalui Penguatan ternak sapi potong, baik secara individu maupun
Kelembagaan kelompok peternak. Penguatan kelembagaan
Dalam rangka mendukung keberhasilan perlu dukungan kapasitas sumber daya manusia
Program SIWAB, perlu dukungan tranformasi peternak dan petugas yang terlibat, sehingga
peternakan sapi potong walaupun dalam dapat dimanfaatkan dengan baik untuk
melakukan usahanya masih bersifat tradisional mengembangkan usaha sapi potong.
dan belum mengarah ke usaha yang bersifat Ketersediaan sumber daya di Indonesia yang
komersial. Peternak harus mendapatkan memadai sangat perlu diberdayakan sesuai
jaminan usaha agar sapi yang diusahakan dengan keilmuannya, agar program SIWAB
mendapat keuntungan yang layak. Menurut dapat berjalan dengan baik dan tercapai target
Saptana et al. (2003), selama ini dukungan populasi sapi potong. Dukungan-dukungan
kelembagaan belum mendapat penanganan tersebut, seperti sumber daya alam, sumber
yang memadai, dan secara umum, kinerja daya manusia, peternak, penyuluh, serta peneliti
ekonomi di perdesaan banyak didominasi oleh dan perguruan tinggi dapat diberdayakan
usaha pertanian yang lemah. Kelemahan (Hasan dan Baba 2014); sejalan dengan proses
peternak dikarenakan kurangnya modal usaha
transformasi dari masyarakat agraris ke
untuk meningkatkan usahanya. Agar kinerja
masyarakat industri sapi potong atau dari
usaha peternak meningkat, maka dibutuhkan
masyarakat tradisional subsisten ke arah
dukungan kelembagaan pemerintah di
masyarakat modern-komersial (Nuryanti dan
antaranya adalah menyediakan teknologi,
Swastika 2011). Pentingnya dukungan
membantu sarana dan prasarana, kredit usaha
kelembagaan adalah karena kelembagaan
dengan bunga kecil, dan stabilitas harga jual
berperan dalam menggerakkan berbagai
ternak dan daging sapi. Muladno (2016)
pelaku, seperti petugas IB, penyuluh, peternak,
mengemukakan bahwa progam pemerintah
dan pelaku usaha. Kelembagaan, seperti
selama ini tampaknya memberi dampak
penyuluh dan inseminator, baik sebagai
signifikan terhadap perkembangan populasi
pendorong juga sebagai pemacu dalam
ternak dan lebih dari 50% anggaran per
meningkatkan usaha sapi potong.
program biasanya digunakan untuk belanja
Kelembagaan peternak, baik kelompok tani
ternak dalam bentuk sapi bakalan dan sapi
(Poktan) maupun gabungan kelompok tani
indukan.
(Gapoktan), memiliki peluang untuk membentuk
Dalam rangka mendukung Program SIWAB, kelembagaan ekonomi peternak. Namun
dibutuhkan pemberdayaan peternak, melalui demikian, kelembagaan peternak harus
pelatihan mengenai aplikasi teknologi terbentuk berdasarkan kebutuhan peternak dan
pemberian hormon dan minoxvit pada sapi-sapi sesuai dengan lingkungan (Anantanyu 2011).
yang pascamelahirkan atau sapi dara yang
belum bunting untuk mempercepat munculnya
estrus dan bunting kembali. Peningkatan Pentingnya Koordinasi Antarkelembagaan
populasi sapi potong masih fluktuatif karena Peran kelembagaan peternak dapat
skala pemeliharaan peternak yang kecil dan mendukung kemajuan usaha dan dapat
kebutuhan daging sapi belum terpenuhi. Sampai meningkatkan perekonomian peternak. Namun,
sekarang sebagian masih harus dipenuhi dari dalam usaha mengembangkan salah satu
impor. Akan lebih bijaksana, apabila pemerintah subsektor peternakan perlu adanya kerja sama
secara total membenahi peternak terlebih dan koordinasi di antara berbagai pihak
dahulu, agar persoalan perkembangan populasi (stakeholders). Usaha kelompok dengan
sapi potong dapat dikurangi nilai anggarannya. dukungan kelembagaan dapat dilakukan
Secara umum, peternak menginginkan suatu dengan bekerja sama dengan institusi,
perubahan pada usaha ternak sapi potong pemerintahan, maupun dengan sesama
secara moderen sehingga akan meningkatkan peternak (Siswoyo et al. (2013). Kelembagaan
nilai tambah yang cukup baik (Monica et al. di tingkat peternak secara langsung berperan
2013). Peternak melakukan usaha sapi potong sebagai wadah untuk mengembangkan usaha
secara sambilan dan sendiri-sendiri sehingga secara bersama untuk mendapatkan
perlu diarahkan secara kolektif dengan keuntungan yang optimal. Menurut Indraningsih
memperkuat koperasi sebagai basis bisnis sapi (2011), penyuluhan dan kelembagaan memiliki
peran dalam pengambilan keputusan petani
128 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2, Desember 2017: 125-137

dalam mengadopsi usaha tani terpadu. Menurut Hewan (RPH) modern. Dengan demikian, suatu
Rasyid (2012), metode penyuluhan yang efektif saat ketergantungan terhadap ternak sapi dan
pada petani dapat menggunakan pendekatan daging sapi impor dapat dikurangi, bahkan
perorangan, kelompok, maupun massal. Terkait dapat mencapai swasembada daging melalui
peran penyuluh pertanian, lebih lanjut Husnah SIWAB.
dan Kallo (2010) menyatakan adopsi teknologi
Harmonisasi dan regulasi di tingkat pusat
penggemukan sapi menggerakkan kegiatan
dan daerah juga perlu dibangun, karena usaha
Farmer Managed-Extension Activites (FMA)
sapi potong secara fisik sangat baik, dan
sebanyak 75% dengan melibatkan
membutuhkan dukungan dari pihak lembaga
kelembagaan kelompok peternak dan petugas
pemerintah dan swasta. Dukungan
penyuluh sebagai pendamping.
kelembagaan meliputi media kerja sama,
Menurut Ginting (2015), kegiatan ekonomi peternak, unit usaha tani, keaktifan kelompok,
berbasis sapi potong tidak terlepas dari proses pembelajaran kelompok, dan media
paradigma lama, dimana pembangunan kerja sama antarkelompok. Dukungan
peternakan masih dilihat secara terbatas kelembagaan pada program SIWAB terlihat
sebagai usaha peternakan (on-farm). Perspektif pada Tabel 1.
pembangunan peternakan yang terbatas
tersebut tidak sesuai lagi dengan
Kebijakan Pemerintah yang Kondusif
perkembangan industri peternakan yang ada
yang sebagian besar sarana produksi Kebijakan pemerintah ditujukan untuk
peternakan berasal dari luar usaha peternakan menciptakan kondisi lingkungan yang
dan produksinya berorientasi pasar (Rusdiana memungkinkan (enable environment) untuk
dan Soeharsono 2017). Upaya mendukung keberhasilan pelaksanaan program
mengembangkan kegiatan ekonomi berbasis SIWAB guna meningkatkan populasi ternak
sapi potong sebagai suatu sistem usaha yang sapi. Terdapat beberapa undang-undang dan
banyak dilakukan oleh peternak kecil di peraturan pemerintah yang dapat diacu yakni:
perdesaan, membutuhkan kebijakan dan UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
strategi program pengembangan usaha sapi Kesehatan Hewan, Peraturan Larangan
potong di Indonesia melalui kawin IB dan kawin Pemotongan Betina Produktif, Program Upsus
alam. Subsistem hulu dapat dilakukan pada SIWAB, dan Program Lainnya. Keterpaduan
usaha ternak sapi melalui usaha pembibitan antarprogram dan implementasinya di lapangan,
maupun penggemukan sapi potong. dimulai dengan kegiatan Bimtek aplikasi
Pengembangan subsistem hilir dapat dilakukan teknologi dan bimbingan teknis baik kepada
dengan pengembangan produk daging sapi dan inseminator, penyuluh, maupun peternak untuk
promosi produk serta subsistem penunjang mendukung keberhasilan program SIWAB.
dapat dilakukan dengan merevitalisasi pasar Kebijakan pemerintah untuk mencegah
hewan dan pengembangan Rumah Potong

Tabel 1. Dukungan kelembagaan untuk mendukung SIWAB di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan,
2017
Dukungan kelembagaan Kelembagaan
Lokasi Kelembagaan
usaha/peneliti/SDM peternak
Sulawesi Selatan BPTP Sulsel, Dukungan para peneliti, Kelompok Peternak
Puslitbangnak, penyuluh dan KP Gowa
Balitnak/ Litbang
Pertanian
KP Gowa BPTP Sulsel – Litbang Peneliti, penyuluh, Kelompok Peternak
Pertanian inseminator/ petugas lapang dan KP Gowa
Kabupaten Gowa Dinas Perternakan Inseminator/ penyuluh/drh Kelompok Peternak
dan Perkebunan Inseminasi Buatan IB Sumber makmur
Kabupaten Gowa
Kabupaten Luwu Dinas Peternakan dan Inseminator, penyuluh, dokter Kelompok Peternak
Timur Kesehatan Hewan hewan, IB, pembibitan sapi Tani Makmur
potong, dan Penggemukan
sapi potong jantan
Sumber: Rusdiana dan Soeharsono (2017) (belum dipublikasikan)
PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK S. Rusdiana, 129
Soeharsono

terjadinya pemotongan sapi dan kerbau betina dengan dukungan dan pemanfaatan teknologi.
produktif dan ternak muda dengan ukuran kecil Secara teknis, peternak dapat mengembangkan
yang jumlahnya masih sangat tinggi (Hastuti usaha sapi potong dengan pola integrasi
2008). Hal ini dapat dilakukan dengan tanaman ternak, berskala sedang maupun
menerapkan peraturan yang berlaku melalui besar, dengan pendekatan LEISA dan (zero
pendekatan sosial-budaya masyarakat waste), terutama di perkebunan (Isbandi 2003;
setempat. Bamualim et al. 2008; Priyono et al. 2015).
Integrasi ternak-tanaman merupakan model
Pemerintah melarang ekspor sapi betina
usaha tani yang menerapkan sinergi antara
produktif dan bibit sapi, terutama sapi lokal yang
usaha tani dan ternak yang saling
sudah terbukti keunggulannya, seperti jenis sapi
menguntungkan.
bali karena memicu terjadinya pengurasan sapi
di dalam negeri; memberi kesempatan negara Selain itu, usaha ternak dapat dilakukan
pengimpor untuk mengembangkan plasma secara diversifikasi antara ternak dan tanaman
nutfah Indonesia dan menjadi kompetitor pangan, sehingga peternak akan mendapat
produsen sapi di kemudian hari; dan mencegah keuntungan yang optimal. Pertumbuhan sapi
dan melarang masuknya daging dari negara potong dapat dipercepat melalui pemberian
yang belum bebas penyakit berbahaya, pakan yang berkualitas baik, di samping
terutama PMK, BSE dan penyakit lainnya sesuai memanfaatkan sumber daya lokal, terutama
anjuran OIE, serta memberantas masuknya yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan
daging illegal yang tidak ASUH (Diwyanto et al. dan agroindustri (Febrina dan Liana 2008;
2010). Budiyono 2010). Model integrasi ternak dan
perkebunan telah berkembang dengan baik,
Dukungan Penyediaan Pakan sehingga sapi potong dengan sendirinya akan
bertambah baik. Pola integrasi dikenal dengan
Kondisi peternak sapi potong selalu crop livestock system (CLS) yang menerapkan
dihadapkan pada masalah kurangnya prinsip low external input sustainable agriculture
penyediaan pakan. Oleh karena usaha ternak (LEISA) sehingga akan mewujudkan usaha
merupakan industri biologis, maka ketersediaan yang zero waste dan bahkan zero cost
pakan merupakan inti persoalan yang perlu (Diwyanto 2008; Mathius 2009; Utomo dan
diperhatikan. Penyediaan pakan ternak dapat Widjaja 2012). Pembibitan sapi atau usaha
dilakukan melalui pemanfaatan hasil pertanian, dengan model CLS sangat tepat dilakukan di
limbah agroindustri, dan limbah lainnya. Pakan kawasan persawahan, tanaman pangan,
merupakan faktor terpenting untuk perkebunan karet, sawit dan limbah kakao (Elly
perkembangan usaha sapi potong maupun et al. 2007; Mathius 2008; Dahlanuddin et al.
ternak lainnya. Pakan sapi potong dalam 2010; Rusdiana dan Martono 2014). Dengan
perhitungan ekonomi menjadi titik pusat sebagai ketersediaan perkebunan karet, sawit, dan
kebutuhan pokok konsumsi ternak harian. perkebunan lainnya, akan mengurangi
Faktor lingkungan dapat memengaruhi besarnya persoalan pakan bagi peternak sehingga
pengaruh pakan terhadap produksi, sehingga peternak tidak mengalami kesulitan.
biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan pakan Sedangkan, hasil penelitian Saptana dan Ilham
tidak bisa dianggap ringan. Biaya pakan (2015), mendapatkan bahwa limbah tanaman
mencapai 80% dari total biaya produksi (Yusdja tebu dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
dan Ilham 2004). Penyediaan pakan sapi potong Selain itu, limbah tersebut dapat diolah dan
dapat dengan pemanfaatan limbah agroindstri, disimpan dengan menggunakan teknologi
limbah perkebunan, pertanian, holtikultura, dan pengolahan dan sekaligus dapat meningkatkan
limbah lainnya. Hasil yang sama dikemukakan kualitas pakan hasil olahannya.
oleh Gunawan dan Sulastiyah (2010), Diwyanto
et al. (2004), dan Utomo dan Widjaja (2012),
yakni sistem integrasi yang menerapkan LEISA STRATEGI MENINGKATKAN POPULASI
dapat mewujudkan sistem integrasi yang SAPI POTONG
mendekati zero waste.
Penggunaan pakan asal biomas lokal yang Upaya meningkatkan populasi sapi potong
potensial sebagai pakan basal diharapkan dapat dapat dilakukan dengan cara memelihara sapi
menurunkan biaya, namun juga mampu betina produktif dengan menerapkan perbaikan
meningkatkan produktivitas sapi potong, pakan, bibit, perkawinan IB atau alam, serta
khususnya sapi yang sedang bunting. manajemen pemeliharaan yang baik. Faktor
Keberhasilan usaha sapi potong tidak terlepas yang memengaruhi tingkat keberhasilan IB
dari peran pemerintah, swasta, dan masyarakat seleksi pada sapi pejantan yang tepat, kualitas
130 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2, Desember 2017: 125-137

dan jenis sapi betina yang akan di IB, (S/C) yang masih tinggi yaitu 2,7 dan
penampungan semen, penilaian kualitas semen, Conception Rate (CR) yang rendah yaitu 57,8%.
proses pengenceran, proses penyimpanan Sementara target yang ditetapkan untuk S/C di
semen, proses pengangkutan semen, proses bawah 1,6 dan CR lebih besar dari 62,5%
inseminasi, pencatatan sapi induk yang sudah di (Dirjend PKH 2015). Pelaksanaan IB pada
IB, serta bimbingan penyuluhan pada peternak ternak dapat meningkatkan populasi ternak sapi
sapi potong. Jika salah satu langkah atau potong apabila angka kebuntingan yang tinggi
proses di atas ada yang tidak sesuai atau tidak dapat dicapai dan angka kematian dapat
prosedural maka program inseminasi buatan ditekan, serta jarak beranak yang optimal
bisa terancam gagal. Program IB merupakan (Bamualim 2010).
salah satu pilihan yang tepat yang dapat
Perbaikan teknologi reproduksi dan bibit
diandalkan dalam memperbanyak populasi
sapi sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu
ternak.
genetik (genetic improvement) melalui seleksi,
pembentukan ternak komposit, maupun up
Strategi Pengembangan Teknologi Tepat grading yang dapat dilakukan dengan
Guna perkawinan alam maupun IB (Astuti 2004).
Sumber pertumbuhan produktivitas yang Perkawinan melalui IB dapat diatur waktu
utama adalah perubahan teknologi yang lebih perkawinannya dengan mepercepat umur dan
maju dan bersifat tepat guna. Banyak teknologi waktu beranak pertama, dari 42-50 bulan dapat
yang dilakukan dan telah dihasilkan oleh dipersingkat menjadi 26-36 bulan (Talib et al.
perguruan tinggi, LIPI, dan Balitbang. Banyak 2003). Implementasi IB perlu dikaji ulang karena
teknologi yang dihasilkan dan dipalikasikan menjadi kontra produktif dengan kondisi yang
mislanya IB, embrio transfer, teknologi pakan, ada di lapang, khususnya sapi yang ada di
hijauan unggul, serta panen dan pascapanen peternak. Untuk meningkatkan jumlah populasi
(Hasan 2013; Widiati 2014). Upaya sapi betina, memang tidak dapat dilakukan
meningkatkan produksi ternak sapi potong dalam jangka pendek tetapi harus secara
dapat dilakukan dengan cara perkawinan IB dan bertahap dan dalam jangka panjang dengan
alam. Inseminasi buatan (IB) bertujuan program yang sudah jelas (Suharno 2017).
memperbaiki mutu ternak yang dihasilkan sebab Program IB masih sangat dibutuhkan dan harus
bibit berasal dari pejantan yang unggul atau dikembangkan, khusunya di Wilayah Indonesia
pilihan (Yani 2017). Aplikasi IB akan lebih bagian Timur. Di wilayah ini masih terkendala
efisien karena tidak mengharuskan pejantan masalah sarana dan prasarana untuk
unggul dibawa ke tempat betina, cukup dengan kelancaran IB (Dirjend PKH 2016).
membawa semennya saja. Hasil IB dapat Dukungan sumber daya inseminator
meningkatkan angka kelahiran dengan cepat memang sangat kurang sehingga sapi induk
dan teratur serta dapat mencegah terjadinya yang sedang birahi milik peternak tertunda
penularan atau penyebaran penyakit kelamin ditangani. Namun, dengan ketekunan dan kerja
pada ternak. Dibandingkan dengan cara kawin keras para inseminator, sapi-sapi yang sedang
alam (INKA), lebih banyak keuntungan yang birahi dapat ditangani dengan baik dari IB. Hasil
akan diperoleh peternak dengan menggunakan diskusi dengan Kepala Dinas Peternakan dan
cara IB. Peternak juga akan menghemat biaya Kesehattan Hewan Kabupaten Luwu Timur
pemeliharaan sapi jantan. Sulawesi Selatan (Rusdiana dan Soeharsono
Hasil IB dapat menghasilkan produksi sapi 2017); ditemukan persoalan di antaranya adalah
potong yang lebih baik, dari sisi kuantitas untuk kebutuhan stow dan N2 cair yang masih
maupun kualitasnya (Hardjosubroto 2004). sangat kurang karena bahan-bahannya harus
Program IB sudah lama dijalankan dan sudah didatangkan dari Jawa. Hal tersebut tidak
diperkenalkan kepada peternak, namun hasilnya menyurutkan dan memperlambat program
belum memuaskan. Sebagai contoh, SIWAB dan dapat dilakukan dengan baik.
perkembangan jumlah ternak sapi potong di Penting pula dibangun sarana dan prasarana,
salah satu Pos IB selama enam tahun terakhir, seperti laboratorium Keswan, pasar hewan, dan
dimana jumlah akseptor IB rata-rata sebesar sumber air untuk kebutuhan pengembangan
41% dari betina dewasa, dan tingkat sapi potong.
keberhasilan inseminasi buatan terlihat masih
rendah (Disnaktan Kabupaten Bogor 2015). Strategi pada Subsistem (Hulu)
Walau demikian, IB tetap dilakukan dan saat ini
Jenis ternak sapi potong yang saat ini
IB sudah berhasil dilaksanakan, yang
banyak diusahakan sebagai usaha pembibitan
ditunjukkan oleh nilai Service per Conception
mapun penggemukan oleh peternak sapi sudah
PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK S. Rusdiana, 131
Soeharsono

cukup banyak tersedia. Saat ini usaha ternak agribusiness) mencakup penyediaan sarana
persilangan Simental-PO dan Limosin-PO produksi peternakan (Wiyatna 2007).
sudah lebih banyak khususnya di Pulau Jawa.
Sementara, pembibitan sapi potong,
Pejantan unggul sapi potong hasil seleksi dan
usaha/industri pakan, industri obat-obatan,
konservasi di daerah sumber bibit banyak
industri inseminasi buatan, beserta kegiatan
diusahakan oleh peternak. Sapi potong dapat
diperbaiki melalui teknologi reproduksi dan perdagangannya dan subsistem budi daya sapi
perbaikan bibit. Untuk meningkatkan mutu potong merupakan bagian dari on farm
genetik (genetic improvement) melalui seleksi agribusiness. Subsistem pada hilir (down stream
pembentukan ternak unggul dapat juga agribusiness) melakukan kegiatan ekonomi
dilakukan melalui grading up sistem perkawinan mengolah komoditas primer menjadi produk
silang yang keturunanya selalu disilangbalikan yang siap guna atau pakai (ready for use), siap
(back crossing) dengan bangsa pejantan. saji (ready to cook) dan siap konsumsi (ready
Tujuan mengubah bangsa induk menjadi eat) beserta perdagangannya, seperti industri
bangsa pejantan melalui inseminasi buatan atau pemotongan sapi, industri pengalengan daging
kawin alam (Bamualim 2010). Selain sapi potong dan subsistem jasa. Untuk
memaksimalkan pakan lokal, tentunya perlu menunjang (supporting institution), kegiatan
membuat strategi yang tepat dan efektif untuk dan sebagai penyedia jasa untuk kelancaran
memasarkan sapi potong. Beberapa srategi usaha sapi potong mencakup perbankan,
pemasaran sapi potong adalah dengan transportasi, penyuluhan, pemerintah dan
menjadikan usaha sapi potong sebagai konsep swasta.
indutri yang komprehensif dan menyeluruh.
Hasil kajian Saptana et al. (2014) menunjukkan Sistem Usaha Sapi Potong (Hilir)
bahwa industri peternakan sapi potong
merupakan basis ekonomi yang berpotensi Pemerintah memberikan kebebasan
peternak untuk menentukan harga jual maupun
tinggi dalam meningkatkan pertumbuhan
beli walaupun harga sudah ditentukan oleh
ekonomi yang berkualitas (growth with equity)
mekanisme pasar. Pemerintah memberikan
yang sejauh ini belum dikembangkan secara
jaminan harga pasar ternak dengan
optimal. Dari sisi permintaan, komoditas dan
memberikan fasilitas dan tersedianya untuk
produk industri sapi potong ditentukan oleh
menjual ke RPH, baik dengan skala kecil dan
faktor tingkat pendapatan serta jumlah dan laju
menengah, yang memiliki fasilitas tempat
pertumbuhan penduduk. Industri peternakan,
penampungan sapi sebelum dijual. Usaha
khususnya produk daging dan jeroannya terkait
ternak sapi potong dapat dipadukan dengan
dengan 66 industri lain, sedangkan produk
usaha tanaman pangan sehingga dapat
daging olahan dan awetan lain terkait dengan
meningkatkan ekonomi secara simultan dan
54 industri lain, (Ilham et al. 2015). Struktur
konsisten (Bamualim and Wirdahayati 2003).
pengelolaan dan rantai pasok pemasaran ternak
Hal ini perlu dilakukan karena daya saing usaha
sapi potong dan daging pada industri
sapi potong tidak hanya ditentukan oleh satu
peternakan sapi yang baik dicirikan oleh
subsistem saja, akan tetapi ditentukan oleh
banyaknya alternatif rantai pasok dan
keseluruhan subsistem usaha (Lestari et al.
rendahnya integrasi/koordinasi antarpelaku
2017). Untuk menghasilkan sapi potong
usaha sebagai jejaring pemasaran.
berkualitas baik, peternak harus mengacu
Membangun industri pengolahan dan juga model usaha yang bersifat komersial dan
membangun jaringan pemasaran ternak secara menggunakan teknologi yang tepat guna.
nasional maupun internasional sangat penting. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan
Peternak berperan dalam menyediakan lahan populasi sapi potong telah dilakukan, baik oleh
dan ternak, sedangkan dalam kegiatan pemerintah dengan melibatkan peneliti,
usahanya membutuhkan waktu yang cukup perguruan tinggi, penyuluh, pengusaha dan
lama antara 1-5 tahun untuk menghasilkan pemerhati di bidang peternakan (Optani
ternak. Pemerintah hanya dapat memberikan Indonesia 2015). Sedangkan hasil kajian
modal dan arahan kebijakan untuk Winarso et al. (2006) menunjukkan 80%
meningkatkan kemajuan usaha setiap peternak. pengusahaan ternak sapi potong di Indonesia
Strategi yang harus dilakukan pada subsistem dilakukan oleh peternak tradisional dan 20%
hulu adalah berupa pengembangan bibit sapi selebihnya oleh perusahaan penggemukan.
lokal yang sudah banyak dipelihara oleh setiap Menurut Suryana (2010), peluang peternakan
peternak diperdesaan, dan sapi jantan unggul sapi potong di dalam negeri untuk mencukupi
yang sudah terseleksi degan baik (Diwyanto kebutuhan daging sapi secara nasional, dapat
2008). Subsistem hulu (upstream off-farm dilakukan dengan cara bekerjasama usaha
132 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2, Desember 2017: 125-137

peternakan dengan pemerintah maupun dengan pemerintah, peternak sulit melakukan


swasta. Subsistem hulu yang meliputi industri pembibitan sendiri.
pembibitan sapi potong, industri pakan ternak,
Agar proses usaha pembibitan sapi berjalan
dan industri obat-obatan atau vaksin dapat
aman, dibutuhkan campur tangan pemerintah
melancarkan usaha (Haddi et al. 2011;
untuk membantu berbagai fasilitas. Fasilitas
(Rusdiana et al. 2016b). Pembibitan sapi potong
yang harus terpenuhi antara lain lokasi kandang
merupakan komponen fundamental dalam
karantina, kandang sapi bunting, juga kandang
perkembangan populasi sapi potong secara
sapi berahi, dan persiapan IB yang harus
nasional (Harmini et al. 2011).
memenuhi standar usaha sapi pembibitan.
Industri peternakan sapi potong merupakan Swasta berperan lebih nyata dalam usaha sapi
industri biologi dan usaha pembibitan potong pada subsistem pembibitan, sedangkan
merupakan pabrik yang memproduksi pemerintah harus memberikan jaminan dan
bibit/pedet. Ashari et al. (2012) mengemukakan kepastian dari usaha pembibitan tersebut.
program harus mampu meningkatkan Model pengusahaan sapi potong sebagian
pendapatan dan kesejahteraan peternak, besar dilakukan oleh peternak kecil dengan
menjaga kelestarian lingkungan hidup penyediaan pakan dominan seperti rumput alam
meningkatkan daya saing, serta dapat menjamin (Kusnadi 2008). Pada hakekatnya, tujuan akhir
usaha sapi potong yang berkreasi dan usaha ternak sapi potong adalah untuk
membangun. Salah satu contohnya adalah mendapatan keuntungan yang optimal (Idris et
program SIWAB yang telah menetapkan target al. 2017).
untuk dapat memenuhi kebutuhan akan daging
Pemerintah perlu mendukung untuk
melalui peningkatan poulasi sapi potong.
kelancaran pengiriman ternak yang tentunya
Membangun usaha sapi potong yang kuat perlu
harus didukung oleh sarana distribusi dan
memantapkan pengembangan sistem
transportasi melalui jalan darat dan laut. Selain
pembibitan dan harus dilaksanakan secara
itu, juga dibutuhkan RPH skala kecil dan
holistik dengan melibatkan pemerintah swasta
menengah yang memiliki fasilitas pendingin
dan peternak. Hal ini dapat terwujud dengan
(cold storage) memadai untuk penyimpanan
mengintensifkan kembali pola pembibitan pada
daging segar dan beku yang tidak terserap
tingkat peternak melalui penguatan pola village
pasar.
breeding centre (VBC) (Agung et al. 2008;
Ariningsih 2014). Pemerintah memberikan Menurut Hadi dan Ilham (2002),
insentif pembiayaan untuk usaha pembibitan swasembada daging sapi pada 2002 dapat
sapi potong melalui pemberian subsidi suku dicapai hanya jika tarif impor sapi bakalan dan
bunga dalam bentuk skim kredit usaha daging sebesar 150%. Upaya lain menuju
pembibitan sapi (KUPS) (Ilham 2006). swasembada daging sapi adalah peningkatan
produktivitas ternak dengan teknologi
Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
inseminasi buatan (IB) yang saat ini baru
241/PMK.05/2011, KUPS diberikan sampai
melayani 30-40% akseptor sapi potong (Ilham
dengan tahun 2014 dengan subsidi bunga
2007). Pengalaman menunjukkan bahwa dalam
berakhir paling lambat tahun 2020 (Utomo
dua dasa warsa terakhir, pemerintah selalu
2016). Pembibitan sapi melalui kegiatan budi
mencanangkan swasembada daging (Yusdja
daya untuk menghasilkan bibit ternak sapi
dan Ilham 2004). Namun, sampai saat ini belum
masih berlanjut. Program pembibitan sapi
pernah bisa diwujudkan karena dihadapkan
dengan mengambil Kredit Usaha Pembibitan
pada berbagai kendala dan tantangan, termasuk
Sapi (KUPS) senilai Rp6 miliar di BRI sejak
politik atau kebijakan perdagangan secara
2012, namun peternak mendapat kerugian
global. Menurut Nuhung (2014) apabila
sebesar Rp2 miliar karena dalam proses
pengembangan peternakan dilakukan dengan
pembibitan banyak anak sapi yang mati (Utomo
program yang bersifat konvensional seperti
2016). Namun, di dalam perjanjian telah
selama ini, maka dapat dipastikan impor tidak
ditentukan melalui kesepakatan bersama antara
bisa dibendung. Jika Indonesia akan
pemberi kredit dan penerima kredit serta ada
berswasembada daging, berarti sekitar 90%
saksi dari pihak pemberi dan penerima kredit.
kebutuhan daging harus dipasok dari ternak
Walaupun peternak mendapat kerugian, namun
potong dalam negeri, sedang sisanya dapat
pembayaran kredit tetap harus dilakukan
diimpor (Ilham 2007).
sampai batas waktu yang telah ditentukan dan
telah disepakati bersama. Untuk membayar
angsuran KUPS, peternak terpaksa harus
menjual sapi yang ada di peternakan setempat
dengan bantuan pemerinah. Tanpa bantuan
PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK S. Rusdiana, 133
Soeharsono

NILAI EKONOMI SAPI POTONG HASIL IB DI di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan
PETERNAK mendapatkan bahwa pembuatan kandang
sebesar Rp2.250.000/unit, penyusutan kandang
selama 5 tahun sebesar Rp450.000/tahun,
Analisis Ekonomi Sapi Potong Hasil IB biaya tenaga kerja peternak sebesar
Menurut Hasan dan Baba (2014), peternak Rp10.000/hari x 1 tahun, biaya pakan
sebagai subyek atau pelaku utama dan hampir diasumsikan ke dalam biaya tenaga kerja
99% usaha sapi potong dikelola oleh usaha peternak (Rusdiana dan Soeharsono 2017).
peternakan rakyat. Pelaksanaan IB pada sapi
Sebanyak 44 ekor induk sapi potong induk
potong betina milik peternak berjalan lancar
yang dipelihara oleh peternak pada tahun
dimana hampir 95% peternak memelihara sapi
pertama, dimana masing-masing induk sapi
Bali dan sisanya sapi PO, Brahman dan
melahirkan 1 ekor dan kematian induk dan
Lemosin (Dinas Peternakan dan Kehutanan
pedet sapi sebesar 0%. Biaya produksi pada
Kabupaten Gowa 2017). Sapi yang sudah
usaha ternak sapi potong betina induk bunting
memperoleh kawin IB telah dilakukan
hasil IB dihitung berdasarkan usaha selama
pemeriksaan kebuntingan oleh petugas
satu tahun. Pada tahun kedua anak sapi jantan
inseminator. Peternak memelihara sapi dengan
dan betina diperkirakan sudah berumur antara
cara digembalakan dan pakan diambil dari lahan
3-4 bulan dengan harga jual diperkirakan
pertanian sendiri. Asumsi pakan yang
sebesar Rp4,5 juta per ekor. Analisis nilai
dibutuhkan oleh setiap sapi induk betina bunting
ekonomi pada usaha ternak sapi potong betina
(ad libitum) atau dengan perkiraan sebanyak 30-
40 kg/ekor/hari rumput (Rusdiana et al. 2012). hasil IB pada peternak disampaikan pada Tabel
Namun, selama ini hampir semua peternak 2.
jarang sekali menghitung kebutuhan pakan Tabel 2 menunjukkan sapi potong bunting
ternaknya karena cara pemeliharaannya masih hasil IB telah menghasilkan anak jantan dan
bersifat tradisional dan belum mengarah kepada betina dengan nilai jual Rp4,5 juta per ekor.
usaha komersial. Keuntungan bersih pada peternak sapi potong
Cara pemeliharaan hampir semua peternak induk hasil IB sebesar Rp4.575.000,00/tahun
sapi potong adalah digembalakan, dan nilai B/C ratio 1,2. Hasil penelitan Rusdiana
dikandangkan, dan ikat pindah di sekitar et al. (2016a) pada usaha pemeliharaan sapi
lingkungan rumah sendiri, serta tidak ada betina dengan skala 4 ekor, mendapatkan data
tambahan pakan seperti konsentrat (Rusdiana bahwa peternak mendapat keuntungan bersih
et al. 2016). Nilai ekonomi pada usaha sapi sebesar Rp3.185.000/tahun dengan nilai B/C
potong betina bunting yang dipelihara oleh ratio 1,2. Hasil penelitian Handayanta et al.
setiap peternak rata-rata 2 ekor. Biaya produksi (2016) pada usaha pemeliharaan 6 ekor sapi
paling besar pada pembelian bibit sapi betina betina sebagai bibit peternak mendapat
dengan harga rata-rata sebesar Rp8 juta /ekor x keuntungan sebesar Rp4.530.000,00/tahun dan
44 ekor = Rp352 juta. Hasil monitoring SIWAB nilai B/C ratio 1,61. Hasil penelitian Rusdiana et

Tabel 2. Asumsi nilai ekonomi usaha sapi betina di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, 2017
Uraian/sapi potong Volume Harga Jumlah (Rp)
A. Biaya variabel
- Nilai penyusutan kandang (per tahun) - - 450.000
- Nilai peralatan kandang (per paket/tahun) 175.000 175.000 175.000
- Nilai tenaga kerja (per ekor/hari/tahun) 10.000 10.000 3.600.000
- Nilai biaya pakan konsentrat (kg/ekor) - - -
- Nilai biaya pakan hijauan (per kg/ekor/tahun) - - -
- Nilai obat-obatan (per paket/tahun) 200.000 200.000 200.000
Jumlah 4.425.000
B. Pendapatan
-Nilai jual 1 ekor anak sapi umur 5-6 bulan 2 ekor 4.500.000 9.000.000
-Nilai jual kotoran ternak sapi /kompos - - -
Jumlah 9.000.000
- Keuntungan kotor (per tahun) 9.000.000
- Keuntungan bersih (per tahun/peternak) 4.575.000
- B/C 1,2
Sumber : Rusdiana dan Soeharsono (2017).
134 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2, Desember 2017: 125-137

al. (2012) pada usaha pemeliharaan sapi betina Kebijakan pemerintah untuk mendorong
bunting hasil IB pemeliharaan 4 ekor peternak kapasitas pembibitan sapi potong agar dapat
mendapat keuntungan sebesar Rp5.894.400/ dilakukan di setiap wilayah, yang ditentukan
tahun dengan B/C ratio 1,4. Saat ini, sapi lokasi dan pesertanya melalui data dari dinas
potong betina induk masih dipelihara oleh setiap setempat. Pemerintah perlu memberikan insentif
peternak sebagai investasi. yang menarik bagi pelaku usaha pembibitan
khususnya kepada peternak komersial. Insentif
yang diberikan kepada peternak dapat berupa
PENUTUP kredit permodalan dengan suku bunga yang
kompetitif. Untuk peternak sapi potong rakyat,
insentif dapat diberikan dalam bentuk bantuan
Program pemerintah difokuskan melalui sapi hidup. Dalam jangka panjang, kebutuhan
peningkatkan produksi sapi potong melalui IB, daging sapi impor akan semakin meningkat
penanganan gangguan reproduksi, dan bantuan sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk.
pakan. Komitmen pemerintah adalah untuk
mengejar populasi sapi potong sebagai target Program SIWAB dapat mendongkrak
untuk kecukupan daging sapi tahun 2026. populasi sapi di dalam negeri dan berkembang
Diharapkan Indonesia sudah tidak akan impor dengan baik. Indonesia mampu untuk
lagi daging sapi maupun ternak sapi hidup. meningkatkan populasi sapi potong sebagai
Dengan mengintroduksikan IB, penanganan penyediaan daging secara nasional. Kebijakan
gangguan reproduksi dan bantuan pakan pada pemerintah yang kondusif, baik dalam
sapi potong betina, dapat dijaga performa dan meningkatkan kapasitas produksi ternak sapi
diatur dengan baik kelahirannya, sekaligus (IB, pakan, kapasitas SDM), kebijakan
dapat mengantarkan peternak untuk perdagangan yang melindungi kepentingan
mendapatkan keuntungan yang optimal. Sapi peternak, serta hilirisasi industri peternakan;
potong dapat dimaksimalkan potensinya agar akan dapat mewujudkan Indonesia yang mandiri
dapat menghasilkan pedet dan menjadi program dalam pemenuhan pangan asal hewan,
pemerintah yang difokuskan untuk peningkatan meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat,
produksi sapi potong melalui inseminasi buatan dan pelaku usaha lainnya.
(IB). Nilai jual sapi pedet hasil IB cukup tinggi,
sehingga usaha sapi potong betina dapat
dilanjutkan dan dipertahankan dengan baik. UCAPAN TERIMA KASIH
Melalui program sapi induk produktif dapat
diwujudkan Indonesia yang mandiri dalam
Terima kasih disampaikan kepada
penyediaan daging sapi serta meningkatkan
Kementerian Pertanian, Badan Litbang
kesejahteraan peternak.
Pertanian, Balai Penelitian Ternak yang telah
Pemerintah telah memberikan insentif dan mendanai untuk kegiatan Program SIWAB,
pembiayaan untuk usaha pembibitan sapi inseminator dan penyuluh dari Dinas Pertanian
potong pada semua peternak, melalui dan Peternakan Kabupaten Gowa Sulawesi
pemberian subsidi suku bunga rendah. Program Selatan (Bapak Saparudin, SPt dan Ikhsan, SPt)
pemerintah yang akan menjadi fokus utama yang telah membantu kami dalam penelitian
dalam pengembangan sapi potong adalah lapang. Tidak lupa juga diucapkan terima kasih
inseminasi buatan IB dan kawin alam. Dengan Ibu Cut Robiatul Adawiyah, Peneliti dari Pusat
menggunakan perkawinan IB pada sapi potong Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, serta
induk dapat membantu percepatan Penangggung Jawab, Dewan Redaksi Mitra
pertumbuhan populasi sapi potong dan juga Bestari dan Redaksi Pelaksana (PSEKP), yang
dapat menghasilkan sapi bibit yang berkualitas telah membantu memberikan saran, masukan,
baik. Satu harapan dari program SIWAB adalah dan informasi mengenai FAE. Kami dapat
agar dapat mendongkrak populasi sapi potong menulis naskah review yang dipadukan dengan
di dalam negeri. Kebijakan pemerintah untuk hasil penelitian empiris di lapang, sehingga
menigkatkan populasi sapi potong dalam jangka tulisan review ini dapat ditulis degan baik,
pendek bisa membantu untuk memenuhi namun masih banyak kekurangan-kekurang
kebutuhan konsumsi daging sapi dan dalam dalam makalah ini, yang masih perlu
jangka panjang berdampak pada peningkatan pertimbagan dan perbaikan. Terima kasih
ekonomi peternak. Untuk bisa menopang upaya banyak atas kerja dan bantuannya, semoga
meningkatkan sapi potong yang berkelanjutan, Allah yang membalas kebaikan Bapak dan Ibu.
perlu dukungan pengembangan infrastruktur, IB, Aamiin.
tenaga inseminator, peningkataan pelatihan,
serta dukungan dari kebijakan.
PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK S. Rusdiana, 135
Soeharsono

DAFTAR PUSTAKA Diwyanto K, Sitompul D, Manti I, Mathius IW,


Soentoro. 2004. Pengkajian pengembangan
usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi.
Agung IGN, Pasay NHA, Sugiharso. 2008. Teori Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi
ekonomi mikro, suatu analisis produksi terapan. Kelapa Sawit-Sapi. Puslitbangnak bekerja sama
Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT.
Anantanyu S. 2011. Kelembagaan petani: peran dan Agricinal, Bengkulu, 9-10 September 2003.
strategi pengembangan kapasitasnya. J Sos Ekon Dinas Peternakan dan Kelautan Kabupaten Gowa.
Pertan dan Agribisnis. 7(2):102 –109. 2017. Jumlah ternak sapi betina induk yang telah
Ariningsih A. 2014. Kinerja kebijakan swasembada di IB dan yang dipelihara oleh setiap peternak.
daging sapi nasional. Forum Penelit Agro Ekon. Laporan Hasil IB Bulanan dari Petugas
Inseminator Dinas Peternakan Kabupaten Gowa.
32(2):137-157.
Gowa (ID): Dinas Peternakan dan Kelautan
Ashari, Ilham N, Nuryanti S. 2012. Dinamika program Kabupaten Gowa.
swasembada daging sapi: reorientasi konsepsi
dan implementasi. Anal Kebijak Pertan. 10(2):181- Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Bogor
Jawa Barat. 2015. Strategi pengembangan ternak
198.
sapi potong dalam mendukung pembangunan.
Astuti. 2004. Potensi dan keragaman sumber daya Laporan Tahun 2015. Bogor (ID): Dinas
genetik sapi Peranakan Ongole (PO). Wartazoa. Peternakan dan Pertanian Kabupaten Bogo.
14(3):98-106.
[Dirjend PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan
Atmakusuma J, Harmini, Winandi R. 2011. Kesehatan Hewan. 2015. Peta wilayah sumber
Mungkinkah swasembada daging terwujud. J bibit sapi lokal Indonesia. Jakarta (ID):
Risal Kebijak PertanLingkung. 1(2):105-109. Kementerian Pertanian.
Bamualim A. 2010. Pengembangan teknologi pakan [Dirjend PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan
sapi potong di daerah Semi Arid Nusa Tenggara. Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. 2016.
Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pedoman pelaksanaan Upaya Khusus Sapi Induk
Pemuliaan Ruminansia (Pakan dan Nutrisi Wajib Bunting (Upsus SIWAB 2017). Jakarta (ID):
Ternak). Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian.
Bamualim A, Thalib A, Anggraeni YM, Maryono. Elly FH, Sinaga BM, Kuntjoro SU, Kusnadi N. 2007.
2008. Teknologi peternakan sapi potong Pengembangan usaha ternak sapi rakyat melalui
berwawasan lingkungan. Wartazoa. 18(3):149- integritas sapi-tanaman di Sulawesi Utara. Litbang
156. Pertan. 27(2):67-72.
Bamualim A, Wirdahayati. 2003. Nutrition and Febrina D, Liana M. 2008. Pemanfaatan limbah
management strategies to improve bali cattle pertanian sebagai pakan ruminansia pada
productivity in Nusa Tenggara. In: Entwistle K, peternakan rakyat di Kecamatan Rengat Barat,
Lindsay DR, editors. Strategies to improve bali Kabupaten Indragiri Hulu, Pakan Baru Riau. J
cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proceedings Peternak. 5(1):28-37.
No.110. Proceeding of a Workshop 4-7 February
2002, Bali, Indonesia, 11 (3):3-9. Camberra (AU): Ginting D. 2013. Tantangan dan strategi agribisnis
ACIAR. sapi potong. [Internet]. [diunduh 2017 Jun 4].
Tersedia dari: https://agribisnispeternakan.
Budiyono H. 2010. Analisis neraca perdagangan wordpress.com/2013/04/15/tantangan-dan-strate
peternakan dan swasembada daging sapi 2014. gi-agribisnis-sapi-potong/
CEFARS: J Agribisnis dan Pengemb Wil. 1(2):63-
75. Gunawan,Sulastiyah A. 2010. Pengembangan usaha
peternakan sapi melalui pola integrasi tanaman
Dahlanuddin A, Muzani, Sutaryono YA, Mcdonald C. ternak dan pembangunan kawasan peternakan. J
2010. Strategi peningkatan produktivitas sapi bali Ilmu-Ilmu Pertan. 6(2):157 – 168.
pada sistem kandang kompleks: pengalaman di
Lombok Tengah, NTB. Prosiding Seminar Haddi AH, Rombe MB, Fahrul. 2011. Analisis
pendapatan peternakan sapi potong di
Nasional Sapi Bali: Pengembangan sapi bali
Ditjen PKH 2013. Statistik peternakan dan Kecamatan Tanete, Kabupaten Barru. J Agribisnis
kesehatan hewan 2013. Jakarta (ID): Direktorat Peternak.10(3):98-109.
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hadi P U, Ilham N. 2002. Problem dan prospek
pengembangan usaha pembibitan sapi potong di
Diwyanto K. 2008. Pemanfaatan sumber daya lokal
dan inovasi teknologi dalam mendukung Indonesia. J Litbang. 21(4):148-157.
pengembangan sapi potong di Indonesia. J Handayanta T, Rahayu ET, Sumiyati M. 2016.
Pengemb Inov Pertan. I(3):173-188. Analisis finansial usaha peternakan pembibitan
sapi potong rakyat di daerah pertanian lahan
Diwyanto K, Rusdiana S, Wibowo B. 2010.
Pengembangan agribisnis sapi potong dalam kering. J Sains Peternak. 14(1):13-20.
suatu sistem usaha tani kelapa terpadu. Hardjosubroto W. 2004. Alternatif kebijakan
Wartazoa20(1):29-40. pengelolaan berkelanjutan sumber daya genetik
136 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 2, Desember 2017: 125-137

sapi potong lokal dalam sistem perbibitan ternak Lestari RD, Baga LM, Nurmala R. 2017. Daya saing
nasional. Wartazoa: Bul Ilmu Peternak Indonesia. usaha penggemukan sapi potong rakyat di
14(3):67-74. Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. J Bul
Peternak.41(1):101-112.
Harmini, Asmarantaka RW, Atmakusuma J. 2011.
Model dinamis dan sistem ketersediaan daging Mathius IW. 2008. Pengembangan sapi potong
sapi Nasional. J Ekon Pembang. 12(1):128-146. berbasis industri kelapa sawit. Pengemb Inov
Pertan. 1(3):206-224.
Hasan, S. 2013. Perkembangan dan penerapan
teknologi peternakan dalam mendorong industri Mathius IW. 2009. Produk samping industri kelapa
perbibitan sapi potong di Sulawesi Selatan. sawit dan teknologi pengayaan sebagai bahan
Seminar Nasional dan Forum Komunikasi Industri pakan sapi yang terintegrasi. Dalam:Fagi AM,
Peternakan IPB, International Convention Center, Subandriyo, Rusastra IW, editors. Sistem integrasi
Nopember 2013 Hal. 112-116. ternak tanaman: padi-sawit-kakao. Jakarta (ID):
LIPI Press.
Hasan, S, Baba S. 2014. Model pengembangan sapi
potong berbasis peternakan rakyat dalam Matondang RH, Rusdiana S. 2013. Langkah-langkah
mendukung program swasembada daging sapi strategis dalam mencapai swasembada daging
nasional. [Internet]. [Diunduh 2017 Agus 25]. sapi/kerbau. J Penelit Pengemb Pertan.
Tersedia dari: http://repository.unhas.ac.id/jurnal/ 32(3):132-138.
unsoed/
Monica N,Nohe DA, Sifriyani. 2013. Analisis Chi-
Hastuti D. 2008. Tingkat keberhasilan inseminasi Squrae dan transformasi data ordinal ke data
buatan sapi potong di tinjau dari angka konsepsi interval menggunakan method of Succesive
dan service per conception. Mediagro:J Ilmu-ilmu Interval (MSI). J Eksponensial 4(2):89-94.
Pertan.4(1):12-20
Muladno. 2016. Realita di luar kandang II. Dinamika
Husnah N,Kallo R. 2010. Studi adopsi dan dampak perkembangan peternakan: kapan Indonesia tidak
diseminasi teknologi penggemukan sapi lagi impor daging sapi. Majalah Trobos.Cetakan
mendukung Farmer Managed-Extension Activites Pertama Mei 2016.
(FMA) di Sulawesi Selatan. Makassar (ID): BPTP
Sulawesi Selatan. Nuhung IA. 2014. Kinerja, kendala, dan strategi
pencapaian swasembada daging sapi. Forum
Idris N, Harahap A, Fatati. 2017. Analisis tingkat Penelit Agro Ekon. 33(1):63-80.
kemandirian peternakan pada pola integrasi
ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit di Nuryanti S, Swastika DKS. 2011. Peran kelompok
Provinsi Jambi. J Ilm Ilmu Terap.1(2):162-169. tani dan penerapan teknologi pertanian. Forum
Penelit Agro Ekon.19(2):115-128.
Ilham N. 2006. Analisis sosial ekonomi dan strategi
pencapaian swasembada daging 2010. J Anal Optani Indonesia. 2015. Pengusahaan ternak sapi
Kebijak Pertan. 4(2):131-145. potong di Indonesia. [Internet]. [Diunduh 2017
Sept 4]. Tersedia dari: http://www.omtani.com/
Ilham, N. 2007. Alternatif Kebijakan Peningkatan 2015/05/Artikel/ pengusahaan-ternak-sapi-potong-
Pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan di di-indonesia.html.
Indonesia. Jurnal Anal Kebijak Pertan. 5(4):135-
142. Priyono M, Shiddieq I, Widiyantono D, Zulfanita.
2015. Hubungan kausal antara tingkat
Ilham N., Saptana, Purwoto A, Supriyatna Y, Nurasa penguasaan teknologi, dukungan kelembagaan,
T. 2015. Kajian pengembangan industri dan peran penyuluh terhadap adopsi integrasi
peternakan mendukung peningkatan produksi ternak-tanaman. Inform Pertan. 24(2):141 – 148.
daging. Laporan akhir tahun 2015. No. Kegiatan
PSEKP/201 51803.009.001.011D, Rangkuman Rasyid A. 2012. Metode komunikasi dan penyuluhan
eksekutif [Internet]. [Diunduh 2017 Jul 11]. pada petani sawah. J Ilmu Komun. 1(1):31 – 35.
Tersedia dari: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ Rusdiana S, Hutasoit R, Sirait J. 2016a. Analisis
ind/pdffiles/LHP_ILH_2015.pdf. ekonomi usaha sapi potong di lahan perkebunan
Indraningsih KS. 2011. Pengaruh penyuluhan sawit dan karet. J SEPA. 12(2):146-155.
terhadap keputusan petani dalam adopsi inovasi Rusdiana S, Aditi U, Hutasoit R 2016b. Analisis
teknologi usaha tani terpadu. J Agro Ekon. 29(1):1 ekonomi usaha ternak sapi potong berbasis
– 24. agroekosistem di Indonesia. Agroekonomika: J
Isbandi. 2003. Integrasi tanaman ternak di lahan Sos Ekon Kebijak Pertan. 5(2):137-149.
pasang surut: potensi, kendala, dan alternatif Rusdiana S, Martono B. 2014. Analisis finansial
pemecahannya. Wartazoa: Bul Ilmu Peternak. diversifikasi usaha perkebunan kakao rakyat dan
Indonesia. 13(2):74-82. ternak di tingkat petani. J Sirkuler Inov Tanam
Kusnadi U. 2008. Inovasi teknologi peternakan dalam Industri dan Penyegar. 2(3):167-169.
sistem integrasi tanaman-ternak untuk menunjang Rusdiana S, Matondang RH, Tahlib C. 2012.
swasembada daging sapi. Pengemb Inov Pertan. Economic analysis selling fregnat female in
1(3):189 – 205. business of raising beef cattle. Proceedings
International Conference on Livestock Production
PROGRAM SIWAB UNTUK MENINGKATKAN POPULASI SAPI POTONG DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK S. Rusdiana, 137
Soeharsono

and Veterinary Technology, Bogor-Indonesia, Syahrul. 2017. Sulawesi Selatan genjot kelahiran sapi
Oktober 1-4, 2012: 384-391. melalui Upsus SIWAB. [Internet]. [Diunduh 2017
Sept 7]. Tersedia dari: https://humas.sulselprov.
Rusdiana S, Soeharsono. 2017. Farmer group go.id/berita/detail//http://mediaindonesia.com/new
performance bali cattle in Luwu Distric East: the s/read/95626/.
economic analysis. J Tropical Veterinary and
Biomedical Res. 2(1):18-29 Talib C, Entwistle K, Siregar A, Budiarti-Turner S,
Lindsay D. 2003. Survey of population and
Saptana, Ilham N. 2015. Pengembangan sistem production dynamics bali cattle and existing
integrasi tanaman tebu-sapi potong di Jawa breeding programs in Indonesia. In: Entwistle K,
Timur. Anal Kebijak Pertan. 13(2): 147-165 Lindsay DR, editors. Strategies to improve bali
Saptana, Ilham N, Winarso B,Darwis V. 2014. cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proceedings
Analisis kebijakan stabilisasi harga daging sapi. No. 110. Proceeding of a Workshop 4-7 February
Pertanian 2014, Laporan Akhir Pusat Sosial 2002, Bali, Indonesia, 11 (3): 3-9. Camberra (AU):
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor (ID): ACIAR.
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Utomo BN, Widjaja E. 2012. Pengembangan sapi
Saptana, Pranadji T, Syahyuti, Elizabet R, Syahyuti. potong berbasis industri perkebunan kelapa sawit.
2003. Transformasi kelembagaan tradisional J Litbang Pertan. 31(4):153-161.
untuk menunjang ekonomi kerakyatan di Utomo J. 2016. Kerja sama BRI dengan peternak
perdesaan: studi kasus di Provinsi Bali dan sapi potong melalui program Kucuran Dana KUPS
Bengkulu. Laporan hasil penelitian Pusat sebesar Rp 6 Miliar, terancam Macet. [Internet].
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi [Diunduh 2017 Jun 19]. Tersedia dari:
Pertanian. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan http://www.beritametro.news/pasar-mall/kups-rp-
Kebijakan Pertanian. 6-miliar-bri-tahun-ini-terancam-macet
Siswoyo H, Setyono DJ, Fuah AM. 2013.Analisis Widiati R. 2014. Membangun industri peternakan sapi
kelembagaan dan peranannya terhadap potong rakyat dalam mendukung kecukupan
pendapatan peternak di Kelompok Tani Simpay daging sapi. Wartazoa. 24(4):191-200.
Tampomas, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa
Barat. J Ilmu Produksi Teknol Hasil Peternak. Winarso B, Sajuti R, Muslim C. 2006. Tinjauan
1(3):172-178. ekonomi ternak sapi potong di Jawa Timur. Forum
Penelit Agro Ekon. 23(1): 61-71.
Suharno. 2017. Upsus SIWAB jadi prioritas
pembangunana peternakan 2017. Majalah Wiyatna MF. 2007. Perbandingan indes perdagingan
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2017 sapi-sapi Indonesia (sapi bali, madura, PO)
[Internet]. [Diunduh 2017 Jul 28] Tersedia dari: dengan sapi australian commercial cross (ACC). J
http://www majalahinfovet.com /2017/01/ upsus- Ilmu Ternak. 7(1):22 – 25.
siwabjadi-prioritas-pembangunan.html.
Yani, M. 2017. Upaya khusus percepatan
Sulaiman AA. 2017. Pemerintah genjot populasi sapi peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting dan
potong dan kerbau. [Internet]. [Diunduh 2017 Jul melahirkan dengan baik. Laporan semester 1 Juli
28]. Tersedia dari: http://www.mediaindonesia. 2017.. Mataram (ID): Dinas Peternakan dan
com/index.php/news/read/102670/pemerintah- Kesehatan Hewan Provinsi NTB
genjot-populasi-sapi-dan-kerbau/2017-04-29.,
Yusdja Y, Ilham N. 2004. Tinjauan kebijakan
Suryana. 2010. Pengembangan usaha ternak sapi pengembangan agribisnis sapi potong. Anal
potong berorientasi agribisnis dengan pola Kebijak Pertan. 2(2):167−182.
kemitraan. J Litbang Pertan. 28(1):29-39.

Potrebbero piacerti anche