Sei sulla pagina 1di 18

1

ENHANCEMENT OF MATHEMATICAL COMPREHENSION AND


REPRESENTATION OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS
THROUGH PREVIEW-QUESTION-READ-REFLECT-RECITE-REVIEW
STRATEGY

Mulyati (imoel_firdaus@yahoo.com)

Abstract: The study based on a lack of mathematical comprehension and


representation. To overcome this, do research using preview-question-read-
reflect-recite-review (PQ4R) strategy learning. This study looks at the
enhancement of mathematical comprehension and representation ability among
students who study mathematics with PQ4R strategy learning and conventional
learning in terms of overall and category knowledge of prior mathematics students
(high, medium, low). This study was quasi-experimental. The study design used
was Nonequivalent Control Group Design using purposive sampling technique.
The population in this study were senior high school students in Indramayu
Academic Year 2012/2013. Research samples were senior students of class X.
Instruments used in the study in the form of tests prior knowledge of mathematics,
mathematical comprehension ability test, mathematical representation ability test,
observations and questionnaires. The data were analyzed quantitatively and
qualitatively. The quantitative analysis performed using independent sample t-test,
and Two Way Anova test. The results showed that, (1) enhancement the
mathematical comprehension dan representation ability PQ4R strategy learning
students get better than students who received conventional learning in terms of
overall and category knowledge of prior mathematics students; (2) there is
significant interaction between learning and mathematical prior knowledge toward
student’s mathematical comprehension and mathematical representation ability.

Keyword: PQ4R, mathematical comprehension ability, and mathematical


representation ability

Abstrak: Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan


pemahaman dan representasi matematis dalam pembelajaran matematika. Untuk
mengatasi hal tersebut, dilakukan penelitian dengan menggunakan pembelajaran
PQ4R. Penelitian ini mengkaji masalah peningkatan kemampuan pemahaman dan
representasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran PQ4R dan
pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa dan pengetahuan awal
matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Penelitian ini merupakan penelitian
kuasi eksperimen dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group Design
menggunakan teknik Purposive Sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah
2

siswa kelas X SMA di Kabupaten Indramayu Tahun Pelajaran 2012/2013.


Sedangkan sampel penelitiannya adalah siswa kelas X di salah satu SMA di
Kabupaten Indramayu. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes
pengetahuan awal matematis, tes kemampuan pemahaman matematis, tes
kemampuan representasi matematis, lembar observasi dan lembar wawancara.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan rataan, uji
Anova dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) Peningkatan
kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih baik daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional ditinjau secara keseluruhan siswa dan masing-masing
pengetahuan awal matematis siswa; (2) Tidak terdapat interaksi yang signifikan
antara pembelajaran dan PAM siswa terhadap peningkatan kemampuan
pemahaman dan representasi matematis siswa.

Kata Kunci: PQ4R, kemampuan pemahaman matematis, dan kemampuan


representasi matematis

A. PENDAHULUAN
Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan
bagi siswa. Begitu pula bagi guru, matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit
untuk diajarkan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wahyudin (2008 : 338) bahwa
matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk diajarkan maupun dipelajari.
Salah satu alasan mengapa demikian adalah karena dalam mempelajari materi baru dalam
matematika seringkali memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang
satu atau lebih materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Prestasi pada mata pelajaran matematika secara internasional yang dilakukan oleh
lembaga seperti Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan
bahwa Indonesia berada pada peringkat bawah. Salah satu penyebabnya adalah
kompetensi yang diujikan dalam tes ini jarang diperoleh siswa Indonesia. Kompetensi
yang diujikan dalam PISA lebih mengacu pada pemahaman, penalaran dan proses
berpikir matematika tingkat tingkat tinggi. Hal ini bertolak belakang dengan evaluasi
pada bertaraf nasional, siswa diberikan jenis tes yang bersifat objektif (pilihan banyak).
Dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000
disebutkan bahwa kemampuan pemahaman dan representasi matematis merupakan aspek
yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar
matematika harus disertai dengan pemahaman, hal ini merupakan tujuan dari belajar
matematika. Siswa dapat mengembangkan dan memahami konsep matematis lebih
dalam dengan menggunakan representasi yang bermacam-macam. Kemampuan
representasi yang digunakan dalam belajar matematika seperti objek fisik, menggambar,
grafik, dan simbol, akan membantu komunikasi dan berpikir siswa. Hal senada juga
diungkapkan oleh Zaskis dan Sirotic (2004: 497) bahwa terdapat hubungan yang kuat
3

antara kemampuan representasi yang digunakan siswa dengan pemahamannya. Hal ini
berarti, kemampuan representasi yang digunakan siswa menunjukkan kedalaman siswa
dalam pemahamannya terhadap materi.
Pentingnya pengembangan kemampuan pemahaman matematis terdapat pula
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 yang berlaku di
Indonesia saat ini. Kemampuan pemahaman matematis siswa merupakan salah satu fokus
dari tujuan KTSP, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
Dahlan (2004: 46) mengungkapkan bahwa “Hampir semua teori belajar
menjadikan pemahaman sebagai tujuan dari proses pembelajaran”. Sumarmo (2002) juga
menyatakan bahwa pembelajaran matematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep
dan prinsip matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah
matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Selaras dengan pendapat ahli tersebut, Anderson et al (2001) mengatakan bahwa
“pemahaman terhadap suatu masalah merupakan bagian dari pemecahan masalah”.
Menurut Wahyudin (2008), kemampuan representasi sangat diperlukan untuk
membantu para siswa dalam mengatur pemikirannya. Dengan kata lain, apabila siswa
memiliki kemampuan merepresentasikan gagasan mereka, artinya mereka telah
memperluas kapasitas untuk berpikir secara matematis. Selaras dengan pendapat
Wahyudin, Jones (2000) mengatakan bahwa terdapat beberapa alasan pentingnya
kemampuan representasi dalam pembelajaran matematika, yaitu: merupakan kemampuan
dasar yang perlu dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematis;
untuk memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat
digunakan dalam pemecahan masalah.
Penggunaan representasi yang benar oleh siswa akan membantu siswa dalam
menyederhanakan masalah dan menyelesaikan masalah tersebut secara lebih efektif.
Wahyuni (2012: 4) menyatakan bahwa suatu masalah yang rumit akan menjadi lebih
sederhana jika menggunakan representasi yang sesuai dengan permasalahan yang
diberikan, sebaliknya penggunaan representasi yang keliru dalam menyelesaikan masalah
akan membuat masalah tersebut menjadi lebih sukar untuk diselesaikan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya kemampuan pemahaman
dan representasi matematis di sekolah. Namun, fakta yang ditemukan di lapangan, kedua
kemampuan tersebut masih rendah. Fakta ini terlihat pada hasil kajian PPPG tahun 2002
bahwa hampir semua guru matematika di lima provinsi mempunyai kendala dalam
mengajar matematika dikarenakan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
rendah (Wardhani, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya kemampuan
pemahaman matematis siswa mempengaruhi dalam proses pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil PISA yang diungkap sebelumnya juga menunjukkan bahwa
kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa di Indonesia masih rendah.
Penelitian yang terkait dengan kemampuan representasi matematis juga dilakukan
oleh Pujiastuti (2008). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
lemah dalam menyatakan ide atau gagasannya melalui kata-kata atau teks tertulis. Aspek
representasi matematis yang kurang berkembang adalah aspek verbal. Dari berbagai
4

penjelasan tersebut terlihat bahwa kemampuan representasi matematis siswa belum


tertangani dengan baik.
Salah satu penyebab dari rendahnya kemampuan pemahaman dan representasi
matematis tersebut diungkapkan oleh Herman (2010) bahwa “Dalam kegiatan
pembelajaran kebanyakan guru matematika berkonsentrasi mengejar skor ujian akhir
nasional setinggi mungkin dengan memfokuskan kegiatan pembelajaran untuk melatih
siswa agar terampil menjawab soal matematika, sehingga penguasaan dan pemahaman
matematis siswa terabaikan”. Sullivan dan Mousley (Tandililing, 2011) dan Silver, Senk,
Thompson (Turmudi, 2010) juga menyebutkan bahwa faktor penyebab rendahnya
pemahaman siswa, salah satunya adalah dalam mengajar seringkali guru mencontohkan
suatu proses dan prosedur dalam memecahkan suatu masalah. Sementara itu siswa
mendengarkan dan menonton proses eksekusi kemudian guru memecahkan soal sendiri
dan dilanjutkan dengan memberi latihan soal dengan langkah penyelesaian yang serupa
dengan contoh. Pembelajaran seperti itu dinamakan pembelajaran konvensional (Brook
dan Brooks dalam Tandililing, 2011).
Selaras dengan pendapat di atas, Usdiyana (2010) mengatakan bahwa
“pembelajaran yang masih berpusat pada guru dengan penyampaian materi ajar secara
informatif antara lain mengakibatkan rendahnya kemampuan matematika siswa”. Begitu
pula fakta berdasarkan hasil survey IMSTEP-JICA tahun 2000 bahwa kegiatan belajar
yang terjadi di lapangan diwarnai oleh perilaku guru yang terlalu berkonsentrasi pada hal-
hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, serta konsep
matematika disampaikan secara informatif. Menurut hasil survey tersebut, keadaan
demikian merupakan salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemahaman matematis
siswa (Herman, 2010).
Senada dengan hal tersebut Amri (2009: 4) mengemukakan bahwa guru dalam
pembelajaran matematika yang berhubungan dengan representasi masih menggunakan
cara konvensional, sehingga siswa cenderung meniru langkah guru, siswa tidak pernah
diberikan kesempatan untuk menghadirkan kemampuan representasi matematisnya yang
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
Bell (Anna, 2005) berpendapat, yang menjadi penyebab siswa kesulitan belajar
matematika adalah lemahnya kemampuan membaca secara umum, dan ketidakmampuan
membaca secara khusus, apalagi matematika merupakan ilmu yang bahasanya sarat
simbol dan istilah. Artinya, dalam memahami suatu materi yang ada dalam pembelajaran
matematika, siswa memerlukan kemampuan membaca seperti membaca teks, membaca
simbol-simbol, membaca gambar, serta membaca persamaan-persamaan matematis.
Terlihat jelas, kemampuan membaca ini berperan penting dalam melatih siswa untuk
memahami dan melakukan representasi matematis dalam proses pembelajaran. Rosenbalt
(Anna, 2005) juga mengungkapkan bahwa dalam membaca matematika, seorang
pembaca tidaklah secara sederhana mandapatkan pemahaman bacaan dari teks apa
adanya, melainkan ia memerlukan hal lain seperti pengetahuan, kepentingan (kebutuhan),
dan feeling nya untuk memahami, membandingkan, menemukan, menganalisis,
mengorganisasikan, dan akhirnya menerapkan apa yang terkandung dalam bacaan.
Dengan menggunakan strategi yang tepat, kemampuan membaca ini dapat dikembangkan
dan dilatih agar dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan representasi
matematis.
5

Salah satu pembelajaran dengan menggunakan strategi membaca adalah


pembelajaran dengan strategi Preview-Question-Read-Reflect-Recite-Review (PQ4R).
Dengan menggunakan strategi PQ4R ini diharapkan dapat diciptakan suatu proses
pembelajaran dimana siswa dapat belajar dengan mengingat informasi dari suatu bahan
bacaan, dan dapat membantu guru untuk mengaktifkan kemampuan siswa dalam
memahami suatu materi pembelajaran, sehingga siswa dapat aktif dalam kegiatan
pembelajaran serta dapat mengaitkan pelajaran yang sudah dipelajari dengan pengetahuan
yang sudah dimiliki.
Proses pembelajaran matematika di sekolah yang merupakan proses
berkesinambungan antara materi yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, faktor
pengetahuan awal matematis (PAM) memiliki kontribusi dalam memahami materi yang
akan didapat siswa dalam proses pembelajaran. Konsep awal yang diterima siswa
merupakan prasyarat untuk memasuki konsep selanjutnya. Pengetahuan awal ini akan
berpengaruh pada materi yang akan diterima selanjutnya dan akan menggambarkan
bagaimana proses belajar mengajar akan berjalan.
Penggunaan strategi PQ4R dalam pembelajaran memberikan dampak yang positif
pada peningkatan kemampuan matematis, misalnya kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tandililing
tahun 2011, diperoleh hasil bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa yang
menggunakan strategi PQ4R lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar secara
konvensional. Begitu pula ditinjau dari pengetahuan awal matematis siswa, penerapan
PQ4R memberikan efek positif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematis
siswa baik pada level tinggi, sedang, maupun rendah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan meneliti hal tersebut melalui judul
“Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Siswa SMA
melalui strategi Preview-Question-Read-Reflect-Recite-Review”.

B. MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan
masalah pada penelitian ini secara umum adalah “apakah pembelajaran dengan
menggunakan strategi PQ4R dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan
representasi matematis siswa SMA”. Selanjutnya, rumusan masalah penelitian
diuraikan dalam beberapa pertanyaan, yaitu (1) Apakah peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi
PQ4R lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
secara konvensional, ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) pengetahuan
awal matematis (PAM)? (2) Apakah peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional,
ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan (b) pengetahuan awal matematis (PAM)?
(3) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (strategi PQ4R dan
konvensional) dan pengetahuan awal matematis siswa (PAM) terhadap
peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa? (4) Apakah terdapat
6

interaksi antara pembelajaran (strategi PQ4R dan konvensional) dan pengetahuan


awal matematis (PAM) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis
siswa?

C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain penelitian
yang digunakan Non-equivalent Control Group Design (Ruseffendi, 2005: 52).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas sepuluh di Kabupaten
Indramayu Tahun Pelajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kelas X-1 dan X-4 di salah satu SMA di
Kabupaten Indramayu. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen tes pengetahuan awal matematis, tes kemampuan pemahaman
matematis siswa, kemampuan representasi matematis siswa, lembar observasi dan
lembar wawancara.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembahasan hasil penelitian ini berdasarkan faktor-faktor yang diamati dan
ditemukan dalam penelitian.

1.a. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan


Pembelajaran
Berikut gambaran umum peningkatan kemampuan pemahaman matematis
berdasarkan pembelajaran.

Tabel 1.1
Rataan N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis
Kelas Rataan N-Gain Klasifikasi
PQ4R 0,59 Sedang
Konvensional 0,46 Sedang

Berdasarkan pada Tabel 1.1 di atas, terlihat bahwa rataan peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengann strategi PQ4R
lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan strategi PQ4R memberi kontribusi yang lebih
baik terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Namun rataan peningkatan kemampuan pemahaman
matematis siswa untuk kedua kelas dalam kategori sedang.
Untuk membuktikan bahwa skor N-Gain kemampuan pemahaman matematis siswa
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol dilakukan uji perbedaan rataan skor
7

N-Gain dengan menggunakan independent sample t-test. Berikut rangkuman hasil uji
perbedaan rataan skor N-Gain pada taraf signifikansi α = 0,05.
Tabel 1.2
Uji Perbedaan Rataan Skor N-Gain
Kemampuan Pemahaman Matematis
t-test for Equality of Means
Data Keterangan
t df Sig. (2-tailed)
N-Gain 3,031 63 0,001 Ho ditolak

Dari hasil independent sample test pada Tabel 1.2 diperoleh nilai p-value
atau Sig. (1-tailed) skor N-Gain (0,0005) lebih kecil daripada α = 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya peningkatan kemampuan pemahaman
matematissiswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih baik
dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

1.b. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan


Pembelajaran
Berikut gambaran umum peningkatan kemampuan representasi matematis
berdasarkan pembelajaran.
Tabel 1.3
Rataan N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis
Kelas Rataan N-Gain Klasifikasi
PQ4R 0,37 Sedang
Konvensional 0,18 Rendah
Berdasarkan pada Tabel 1.3 di atas, terlihat bahwa rataan peningkatan kemampuan
representasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi PQ4R
lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan strategi PQ4R memberi kontribusi yang lebih
baik terhadap kemampuan representasi matematis siswa dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Namun rataan peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa pada pembelajaran dengan strategi PQ4R dalam kategori sedang dan
pada pembelajaran konvensonal dalam kategori rendah.
Untuk membuktikan bahwa skor N-Gain kemampuan representasi matematis siswa
kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol dilakukan uji perbedaan rataan skor
N-Gain dengan menggunakan uji non-parametrik yaitu Mann Whitney. Berikut
rangkuman hasil uji perbedaan rataan skor N-Gain pada taraf signifikansi α = 0,05.
Tabel 1.4
Uji Perbedaan Rataan N-Gain
Kemampuan Representasi Matematis Siswa
Skor Hasil Uji Mann-Whitney (Sig.) Kesimpulan
N-Gain 0,000 H0 ditolak
8

Dari hasil independent sample test pada Tabel 1.4 diperoleh nilai p-value atau Sig.
(1-tailed) skor N-Gain (0,0005) lebih kecil daripada α = 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa H0 ditolak, artinya peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih baik
dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

1.c. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan


Pengetahuan Awal Matematis dan Pembelajaran
Berikut gambaran umum rataan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis
berdasarkan kategori pengetahuan awal matematis.
Tabel 1.5
Rataan N-gain KPM Berdasarkan PAM
Kemampuan yang diukur KPM
Model Pembelajaran Strategi PQ4R Konvensional Beda Rataan
Tinggi 0,81 0,76 0,05
Kategori
Sedang 0,58 0,44 0,14
PAM
Rendah 0,39 0,26 0,13

Berdasarkan Tabel 1.5 diperoleh informasi bahwa pada kelompok PAM baik
kategori tinggi, sedang, dan rendah, siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
strategi PQ4R memiliki peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional. Dilihat dari perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman
matematis siswa pada kedua kelompok pembelajaran tidak berbeda jauh
selisihnya, yaitu pada PAM tinggi berbeda 0,07, PAM sedang berbeda 0,14, dan
PAM rendah berbeda 0,13.
Perbedaan rataan N-Gain juga terjadi pada masing-masing kelompok
pembelajaran. Pada kelompok pembelajaran PQ4R, antara PAM tinggi dan PAM
sedang berbeda 0,23; antara PAM tinggi dan PAM rendah berbeda 0,42; dan
antara PAM sedang dan PAM rendah berbeda 0,19. Pada kelompok pembelajaran
konvensional, antara PAM tinggi dan PAM sedang berbeda 0,32, antara PAM
tinggi dan PAM rendah berbeda 0,50, dan antara PAM sedang dan PAM rendah
berbeda 0,18. Perbedaan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi PAM yang
dimiliki siswa maka semakin tinggi pula kemampuan pemahaman matematis yang
diperolehnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada hubungan antara PAM yang
dimiliki siswa dengan kemampuan pemahaman matematisnya.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi
PQ4R dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari
kategori pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah). Perlu
dilakukan pengujian perbedaan rataan skor N-Gain. Sebelumnya terlebih dahulu
harus dilakukan uji prasyarat normalitas dan homogenitas terhadap skor N-Gain
9

kedua kelas tersebut. Berikut rangkuman hasil uji perbedaan rataan skor N-Gain pada
taraf signifikansi α = 0,05.
Tabel 1.6
Uji Perbedaan Rataan Skor N-Gain KPM
Berdasarkan PAM dan Pembelajaran
Perbandingan
PAM Pembelajaran t atau t’ Sig. Kesimpulan
Rataan
Tinggi PQ4R : Konv 0,81 : 0,72 2,961 0,008 H0 Ditolak
Sedang PQ4R : Konv 0,58 : 0,44 4,550 0,000 H0 Ditolak
Rendah PQ4R : Konv 0,39 : 0,26 2,515 0,023 H0 Ditolak

Berdasarkan Tabel 1.6 di atas dapat disimpulkan bahwa untuk kategori


pengetahuan awal matematika siswa tinggi, sedang, dan rendah, peningkatan
kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
strategi PQ4R secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.

1.d. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan


Pengetahuan Awal Matematis dan Pembelajaran
Berikut gambaran umum rataan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis
berdasarkan kategori pengetahuan awal matematis.
Tabel 1.7
Rataan N-gain KRM Berdasarkan PAM
Kemampuan yang diukur KPM
Model Pembelajaran Strategi PQ4R Konvensional Beda Rataan
Tinggi 0,61 0,36 0,25
Kategori
Sedang 0,32 0,16 0,16
PAM
Rendah 0,25 0,09 0,16

Berdasarkan Tabel 1.7 diperoleh informasi bahwa pada kelompok PAM baik
kategori tinggi, sedang, dan rendah, siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
strategi PQ4R memiliki peningkatan kemampuan representasi matematis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional. Dilihat dari perbedaan peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa pada kedua kelompok pembelajaran yaitu pada PAM tinggi
berbeda 0,25, PAM sedang berbeda 0,16, dan PAM rendah berbeda 0,16.
Perbedaan rataan N-Gain juga terjadi pada masing-masing kelompok
pembelajaran. Pada kelompok pembelajaran PQ4R, antara PAM tinggi dan PAM
sedang berbeda 0,29, antara PAM tinggi dan PAM rendah berbeda 0,36, dan
antara PAM sedang dan PAM rendah berbeda 0,07. Pada kelompok pembelajaran
konvensional, antara PAM tinggi dan PAM sedang berbeda 0,20, antara PAM
tinggi dan PAM rendah berbeda 0,27, dan antara PAM sedang dan PAM rendah
10

berbeda 0,07. Perbedaan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi PAM yang
dimiliki siswa maka semakin tinggi pula kemampuan representasi matematis yang
diperolehnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada hubungan antara PAM yang
dimiliki siswa dengan kemampuan representasi matematisnya.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi
PQ4R dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari
kategori pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah). Perlu
dilakukan pengujian perbedaan rataan skor N-Gain. Sebelumnya terlebih dahulu
harus dilakukan uji prasyarat normalitas dan homogenitas terhadap skor N-gain
kedua kelas tersebut. Berikut rangkuman hasil uji perbedaan rataan skor N-Gain pada
taraf signifikansi α = 0,05.
Tabel 1.8
Uji Perbedaan Rataan Skor N-Gain KRM
untuk PAM Tinggi
Pembelajara Perbandingan Kesimpula
PAM t Sig.
n Rataan n
Tinggi PQ4R : Konv 0,61 : 0,36 3,363 0,004 H0 Ditolak

Tabel 1.9
Uji Perbedaan Rataan Skor N-Gain KRM
Untuk PAM Sedang dan PAM Rendah
PAM Hasil Uji Mann-Whitney (Sig.) Kesimpulan
Sedang 0,000 H0 ditolak
Rendah 0,004 H0 ditolak

Berdasarkan Tabel 1.8 dan Tabel 1.9 di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
kategori pengetahuan awal matematika siswa tinggi, sedang, dan rendah,
peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan stretegi PQ4R secara signifikan lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat pada uji perbedaan
rataan skor N-Gain memiliki nilai sig. lebih kecil dari α = 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian ini, pendekatan pembelajaran dengan strategi
PQ4R merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa. Hal ini sejalan dengan
apa yang diungkapkan oleh Ferrer (2004) bahwa kemampuan pemahaman dapat
ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif dengan melihat komplektifitas
aspek kognitif. Dengan menggunakan metode yang tepat, tentunya kemampuan
pemahaman matematis siswa dapat ditingkatkan.
Pembelajaran PQ4R memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan ide-ide melalui suatu aktivitas belajar secara berkelompok di
11

kelas. Hal ini sesuai dengan paham konstruktivisme. Setiap ide-ide matematika
diperoleh di awal dengan bahan ajar yang diberikan berisi masalah-masalah dan
mengerjakan LKS (Lembar Kegiatan Siswa). Pengalaman mengelaborasi ide-ide
matematika berperan sebagai stimulus awal untuk mendorong siswa dalam
mengkonstruksi konsep matematika. Pemberian masalah di awal untuk
mendorong penemuan konsep sangat diperlukan dengan instruksi yang jelas
sehingga dapat mengkonstruksi konsep. Dengan konsep yang dikonstruksi oleh
siswa, pemahaman siswa semakin lebih mendalam dan akan lebih lama
terlupakan.
Pada tahap awal, siswa mengkonstruksi konsep berdasarkan petunjuk-
petunjuk yang ada dalam bahan ajar, setelah itu siswa saling berdiskusi untuk
mengeluarkan gagasan atau pendapat pada masing-masing kelompok dan diskusi
kelas. Dalam diskusi kelas, siswa mempresentasikan pemikirannya berdasarkan
argumen-argumen yang logis didukung oleh alasan yang kuat dalam
mempertahankan konsep matematika yang telah dikonstruksinya. Hasil
kesimpulan diskusi kelas, disepakati sebagai konsep yang sesuai dan tentu dibantu
oleh guru untuk meyakinkan siswa.
Pada pembelajaran konvensional, konsep diberikan dan dijelaskan oleh
guru. Kemudian diberikan contoh soal untuk melengkapi penjelasan materi,
dilanjutkan pemberian tugas pada siswa dengan meminta salah seorang siswa
untuk mengerjakan di depan kelas. Pada akhir pembelajaran, siswa diberi tugas
pekerjaan rumah.
Pada pembelajaran konvensional ini, siswa tidak diberi kesempatan untuk
mengkonstruksi konsep materi yang dibahas, begitu juga guru jarang memberikan
kesempatan pada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa
lain, sehingga interaksi antara siswa tidak terlihat dan yang terjadi hanya interaksi
antara guru dengan siswa. Siswa dalam kelompok pembelajan konvensional lebih
pasif dibandingkan dengan siswa dalam kelompok pembelajaran dengan strategi
PQ4R. Siswa kurang berusaha menemukan sendiri penyelesaian dari masalah
yang diberikan guru. Jika guru memberikan tugas atau permasalahan yang
menuntut kemampuan representasi matematis maka siswa terlihat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikannya. Akibat dari pembelajaran konvensional ini,
kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa lebih rendah
dibandingkan kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan strategi PQ4R.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman
matematis pada kedua kelompok pembelajaran (PQ4R dan konvensional) lebih
besar dibandingkan dengan peningkatan kemampuan representasi matematis
siswa. Diperoleh pula bahwa semakin besar peningkatan kemampuan pemahaman
matematis maka semakin besar pula peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa, hal ini terlihat dari rataan skor N-Gain kemampuan pemahaman
12

matematis siswa pada kelompok pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih tinggi
daripada siswa kelompok pembelajaran konvensional juga diikuti perolehan
rataan skor N-Gain kemampuan representasi matematis siswa pada kelompok
pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih tinggi daripada siswa kelompok
pembelajaran konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa antara kemampuan
pemahaman dan representasi matematis memiliki keterkaitan yang erat. Hal ini
sejalan dengan apa yang terdapat dalam NCTM tahun 2000 bahwa representasi
merupakan sentral dari belajar matematika. Siswa dapat mengembangkan dan
memahami konsep matematis lebih dalam dengan menggunakan representasi yang
bermacam-macam. Kemampuan representasi seperti objek fisik, menggambar,
grafik, dan simbol, akan membantu komunikasi dan berpikir siswa. Begitu pula
menurut Wahyudin (2008) bahwa representasi-representasi mesti diperlakukan
sebagai elemen-elemen esensial dalam mendukung pemahaman para siswa atas
berbagai konsep dan hubungan matematis.
Hasil penelitian berdasarkan PAM di atas memberikan gambaran bahwa
PAM berkontribusi terhadap perolehan pengetahuan baru siswa. Hal ini sesuai
dengan paham konstruktivisme yang berpandangan bahwa belajar merupakan
kegiatan membangun pengetahuan yang dilakukan sendiri berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (Shadiq, 2009). Berdasarkan teori ini
dapat ditarik keismpulan bahwa semakin baik pengetahuan awal matematis siswa
maka akan semakin baik pula perolehan pengetahuan baru siswa.
Hambatan-hambatan dalam pembelajaran dengan strategi PQ4R adalah
adanya pengetahuan awal siswa (PAM) yang beragam. Dengan demikian para
siswa memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda untuk memperoleh
pemahaman matematis. Namun hal demikian, keberagaman PAM tersebut dapat
diatasi dengan dibentuknya kelompok saat pembelajaran berlangsung. Setiap
kelompok yang dibentuk saat pembelajaran masing-masing terdiri dari siswa
dengan PAM yang beragam yaitu PAM tinggi, PAM sedang, dan PAM rendah.
Kerjasama atau interaksi yang terjadi antar siswa dalam kelompok akan sangat
membantu memperdalam pemahaman siswa secara keseluruhan.
Keberagaman PAM siswa harus disadari oleh guru. Dalam pembentukan
kelompok diusahakan agar kelompok tersebut beragam, mulai dari siswa dengan
PAM tinggi sampai rendah. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajaran secara
umum bisa tercapai. Siswa dengan PAM rendah bisa berinteraksi dengan siswa
yang mempunyai PAM tinggi. Siswa dengan PAM tinggi juga bisa
mengembangkan kemampuan potensialnya dengan adanya interaksi kelompok
serta adanya bantuan dari guru.
Hasil penelitian antara peningkatan kemampuan representasi matematis
siswa baik secara keseluruhan maupun pada masing-masing PAM pada kedua
kelompok pembelajaran (Strategi PQ4R dan konvensional) terlihat lebih rendah
13

daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa, hal ini


menunjukkan bahwa kemampuan representasi matematis memiliki tingkat
kesulitan yang lebih tinggi dikarenakan siswa tidak hanya paham dengan materi
tetapi dalam kemampuan ini siswa harus mampu mengkonversikan apa yang
dipahami dalam bentuk yang berbeda seperti gambar, kata-kata, dan simbol-
simbol atau persamaan.

2.a. Interaksi antara Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan


Kemampuan Pemahaman Matematis
Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara pembelajaran dan pengetahuan awal
matematis terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa digunakan uji
Anova dua jalur. Berikut tabel hasil rangkuman uji anova dua jalur.

Tabel 2.1
Uji Anova Dua Jalur Peningkatan KPM
Berdasarkan PAM dan Pembelajaran
Mean
Sumber df F Sig. H0
Square
PAM 2 0,549 65,100 0,000 H0 ditolak
Pembelajaran 1 0,166 19,710 0,000 H0 ditolak
PAM*Pembelajaran 2 0,003 0,346 0,709 H0 diterima

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa: (a) sig. untuk PAM lebih kecil
(0,000) dari 0,05 yang berarti H0 ditolak. Dengan demikian ada perbedaan
peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berdasarkan PAM; (b) sig.
untuk pembelajaran lebih kecil (0,000) dari 0,05 yang berarti H 0 ditolak. Dengan
demikian ada perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa
berdasarkan pembelajaran; (c) sig. berdasarkan interaksi antara pembelajaran
dengan PAM terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa
lebih besar (0,709) dari 0,05 yang berarti H0 diterima. Dengan demikian tidak ada
interaksi antara pembelajaran dengan PAM terhadap peningkatan kemampuan
pemahaman matematis siswa.
Tidak adanya interaksi antara pembelajaran (strategi PQ4R dan konvensional)
terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa diperjelas dengan
Gambar 2.1 berikut.
14

Gambar 2.1 Interaksi antara Pembelajaran dengan PAM terhadap


Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa
Berdasarkan Gambar 2.1 terlihat bahwa antara pembelajaran dan PAM tidak
terdapat interaksi terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa,
hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perpotongan antara kedua garis tersebut.
Artinya bahwa faktor pendekatan pembelajaran tidak tergantung atau
mengabaikan PAM siswa.
2.b. Interaksi antara Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan
Kemampuan Pemahaman Matematis
Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara pembelajaran dan pengetahuan awal
matematis terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa digunakan uji
Anova dua jalur. Berikut tabel hasil rangkuman uji anova dua jalur.
Tabel 2.2
Uji Anova Dua Jalur Peningkatan KRM
Berdasarkan PAM dan Pembelajaran
Sumber df Mean Square F Sig. H0
PAM 2 0,344 47,503 0,000 H0 ditolak
Pembelajaran 1 0,415 57,216 0,000 H0 ditolak
PAM*Pembelajaran 2 0,009 1,203 0,308 H0 diterima

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa: (a) sig. untuk PAM lebih kecil
(0,000) dari 0,05 yang berarti H0 ditolak. Dengan demikian ada perbedaan
peningkatan kemampuan representasi matematis siswa berdasarkan PAM; (b) sig.
untuk pembelajaran lebih kecil (0,000) dari 0,05 yang berarti H 0 ditolak. Dengan
demikian ada perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
berdasarkan pembelajaran; (c) sig. berdasarkan interaksi antara pembelajaran
dengan PAM terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
15

lebih besar (0,308) dari 0,05 yang berarti H0 diterima. Dengan demikian tidak ada
interaksi antara pembelajaran dengan PAM terhadap peningkatan kemampuan
representasi matematis siswa.
Tidak adanya interaksi antara pembelajaran (strategi PQ4R dan konvensional)
terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa diperjelas dengan
Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Interaksi antara Pembelajaran dengan PAM terhadap


Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Berdasarkan Gambar 2.2 terlihat bahwa antara pembelajaran dan PAM tidak
terdapat interaksi terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa,
hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perpotongan antara kedua garis tersebut.
Artinya bahwa faktor pendekatan pembelajaran tidak tergantung atau
mengabaikan PAM siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi
matematis.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan, dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut: (1) (a) Ditinjau dari keseluruhan siswa, rata-rata
peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran denan strategi PQ4R lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensonal. (b) Ditinjau dari masing-masing PAM (tinggi, sedang,
dan rendah), peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada masing-
masing PAM yang memperoleh pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
(2) (a) Ditinjau dari keseluruhan siswa, rata-rata peningkatan kemampuan
representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi
PQ4R lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
(b) Ditinjau dari masing-masing PAM (tinggi, sedang, dan rendah), peningkatan
16

kemampuan representasi matematis siswa pada maisng-masing PAM yang


memperoleh pembelajaran dengan strategi PQ4R lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. (3) (a)Tidak terdapat
interaksi antara pembelajaran(PQ4R dan konvensional) dengan PAM siswa
terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa. Perbedaan
pencapaian tersebut disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan dan
perbedaan PAM yang siswa miliki. (b) Tidak terdapat interaksi antara
pembelajaran(PQ4R dan konvensional) dengan PAM siswa terhadap peningkatan
kemampuan representasi matematis siswa. Perbedaan pencapaian tersebut
disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang digunakan dan perbedaan PAM
yang siswa miliki.
Selanjutnya hal-hal yang disarankan penulis adalah: (1) Pembelajaran dengan
strategi PQ4R secara umum dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
matematika SMA. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat dapat
meningkatkan kemampuan-kemampuan matematis yang dimiliki siswa
diantaranya kemampuan pemahaman dan representasi matematis. (2)
Pembelajaran PQ4R dapat diterapkan pada ketiga kategori PAM (tinggi, sedang,
dan rendah) untuk meningkatkan kemampuan membaca, kemampuan pemahaman
matematis, dan kemampuan representasi matematis. Namun, untuk tujuan
meningkatkan kemampuan matematis, pembelajaran strategi PQ4R ini sangat
cocok untuk PAM sedang dan rendah. (3) Pembelajaran dengan strategi PQ4R
yang diawali dengan konsepsi awal siswa dapat djadikan sebagai alternatif
pembelajaran untuk memperbaiki kesulitan siswa dalam belajar matematika. (4)
Untuk peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dilanjutkan dengan meneliti
pengaruh pembelajaran strategi PQ4R terhadap kemampuan matematis lainnya.
Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan meneliti pada masing-masing
indikator dari kemampuan pemahaman dan representasi matematis agar diperoleh
hasil yang lebih akurat tentang indikator-indikator yang dapat ditingkatkan
melalui pembelajaran strategi PQ4R.

F. DAFTAR PUSTAKA
Al-Qatawneh, K. S. dan Alodwan, T. A. A. (2012). “Effects of Generative
Teaching Model on Reading Comprehension Skills of Jordanian
Secondary Students, and on their Awareness in Reading Strategies in
English from their Perspectives”. European Journal of Social
Sciences. 33, (2), 211-229. [Online].
http://www.europeanjournalofsocialsciences.com.[24November 2012]
Ferrer, L. (2004). “Developing Understanding and Social Skills through
cooperative Learning”. Journal of Science and Mathematics
Education in S. E. Asia. 27, (2), 45–61.
17

Fifi. (2008). Pengaruh Penerapan Pembelajaran Timbal Balik (Reciprocal


Teacing) terhadap Peningkatan Kemampuan Pengajuan dan
Pemecahan Masalah Matematika. Skripsi UNPAS Bandung. Tidak
diterbitkan.
Fürstenau, B., Kneppers, L., dan Dekker, R. (2012). Concept Mapping and Test
Writing as Learning Tools in Problem – Oriented Learning.
Conference on Concept Mapping. [Online].
http://eprint.ihmc.us/225/1/cmc2012-p128.pdf. [24 November 2012]
Harris, R.C. (2012). PQ4R Reading Strategy. Office of Learning Resources of
University of Dayton. [Online]. Tersedia:
http://www.udayton.edu/ltc/_resources/learningresources/documents/P
Q4R.pdf [17 Januari 2013]
Herman, T. (2010). Membangun Pengetahuan Siswa melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah. [online]. Tersedian: http:// file.upi.edu. [6
November 2012]
Kalathil, R. R. dan Sherin, M. G. (2000). “Role of Students' Representations in the
Mathematics Classroom”. In B. Fishman & S. O'Connor-Divelbiss
(Eds.), Fourth International Conference of the Learning Sciences.
27-28. Mahwah, NJ: Erlbaum.
Kerben, M. dan Pollet, M. (2007). “Informal and Formal Representations in
Mathematics”. Studies in Logic,Grammar and Rhetoric.10,(23),75-94.
Laely A. R. N. (2010). Peningkatan Keberanian Siswa Mengemukakan Ide dan
Prestasi Belajar Matematika pada Bangun Datar Lingkaran melalui
Penerapan Strategi PQ4R. Skripsi Universitas Muhamadiyah
Surakarta. Tidak diterbitkan.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standard
for School Mathematics. [Online]. Tersedia:
http://www.wested.org/lfa/NCTM2000.PDF
O’Reilly, D., Pratt, D., dan Winbourne, P. (1997). “Constructive and Instructive
Representation”. Journal of Information Technology for Teacher
Education. 6, (1), 73–93.
Pirie, S. & Martin, L. (2000). “The Role of Collecting in the Growth of
Mathematical Understanding”. Journal Research of Mathematics
Education. 12, (2), 127–146.
Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-
Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Tandililing, E. (2011). Peningkatan Pemahamn dan Komunikasi Matematis serta
Kemandirian Belajar Siswa Sekolah menengah Atas melalui Strategi
PQ4R dan Bacaan Refutation Text. Disertasi SPs UPI Bandung. Tidak
Diterbitkan.
18

Tim PISA Indonesia. (2012). Survei Internasional PISA. Puspendik. Online.


Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-
internasional-pisa (Diakses tanggal 24 Januari 2013)
Turmudi. (2007). Persepsi Guru terhadap Inovasi Pembelajaran Metematika
Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung (Suatu Eksploratory
Factor Analysis). Online. Tersedia: http:// file.upi.edu/direktori.
Usdiyana, D., dkk. (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa
Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Matematika
Realistik. Online. Tersedia: http: //file.upi.edu/directori.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung.
Diktat kuliah.
Wardhani, S. (2004). Permasalahan kontekstual memperkenalkan bentuk aljabar
di SMP. Yogyakarta: Depdiknas.
Zaskis, R. dan Sirotic, N. (2004). “Making Sense of Irrational Numbers: Focusing
on Representation”. In proceedings of the 28th conference of the
international group for the psychology of mathematics education. 4,
497-504.

Potrebbero piacerti anche