Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Gracia Risnawaty
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Email: graciarisnawaty@yahoo.co.id
Abstract: One of the factors that are considered important for the development of social welfare in
Indonesia is health. Based on data from the WHO, diarrhea and ARI (Acute Respiratory Infection) is an
infectious disease remains a health problem in Indonesia. From the data obtained in 2015, it is known that
the village Tanah Kalikedinding RW II (RT 07 and 11) has a health problem with the number of diarrhea
and ARI are quite high, as many as 2.467 cases of diarrhea and 15.207 cases for patients with respiratory
infection. The purpose of this research is to find information about the relationship between knowledge and
attitudes toward behavior handwashing (CTPS) in the village Tanah Kalikedinding. The research method is
analytic with cross sectional approach. The population in this study is the whole community in the village
Tanah Kalikedinding. A total sample of 70 people were selected using simple random sampling. The
research variables are gender, age, knowledge, education, employm ent, attitudes and behaviors CTPS. The
primary data obtained from interviews and questionnaires, while secondary data obtained from the data
clinic. The results showed a determinant factor in the behavior of people in the CTPS divided into three
driving factors are gender, age, knowledge, education, employment, attitudes and behaviors CTPS,
enabling factors such as facility and reinforcing factors are health workers. It is necessary to attempt a
programmed extension activities, sustainable, evaluation and monitoring at regular intervals in each
program activity CTPS on society as well as involving cross-sector cooperation in every program CTPS on
society.
Abstrak: Salah satu faktor yang dianggap penting untuk pembangunan kesejahteraan penduduk di
Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan data dari WHO, diare dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
yang merupakan penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Dari data yang diperoleh
pada tahun 2015 diketahui bahwa Kelurahan Tanah Kalikedinding RW II (RT 07 dan 11) Kecamatan
Kenjeran Kota Surabaya memiliki masalah kesehatan dengan angka penderita diare dan ISPA yang cukup
tinggi yakni 2.467 kasus diare dan sebanyak 15.207 kasus untuk penderita ISPA. Tujuan dari penelitian ini
adalah mencari informasi tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku Cuci Tangan
Pakai Sabun (CTPS) di Kelurahan Tanah Kalikedinding. Metode penelitian merupakan analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Tanah
Kalikedinding. Jumlah sampel sebanyak 70 orang yang dipilih dengan menggunakan cara simple random
sampling. Variabel penelitian yaitu jenis kelamin, umur, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, sikap dan
perilaku CTPS. Diperoleh data primer dari hasil wawancara dan kuesioner, untuk data sekunder diperoleh
dari data puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan faktor determinan pada masyarakat dalam perilaku
CTPS terbagi menjadi tiga yaitu faktor pendorong, faktor pemungkin dan faktor penguat. Maka perlu
dilakukan upaya kegiatan penyuluhan yang terprogram, berkelanjutan, upaya evaluasi dan monitoring
secara berkala dalam setiap program kegiatan CTPS pada masyarakat serta melibatkan kerjasama lintas
sektor dalam setiap program CTPS pada masyarakat.
Kata kunci: pengetahuan, sikap, perilaku, CTPS
70
Gracia Risnawaty, Faktor Determinan Perilaku Cuci Tangan… 71
kesejahteraan penduduk di Indonesia adalah Cuci tangan pakai sabun sebagai upaya
kesehatan. Akan tetapi masalah kesehatan di preventif dalam melindungi diri dari
Indonesia masih banyak ditemukan dan harus berbagai penyakit menular. Cuci tangan
diselesaikan. Berdasarkan data dari WHO menggunakan sabun dapat kita lakukan pada
(World Health Organization), diare dan ISPA waktu-waktu berikut: sebelum menyiapkan
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yang makanan, sebelum dan sesudah makan,
merupakan penyakit menular masih menjadi setelah BAK dan BAB, setelah membuang
masalah kesehatan yang ada di Indonesia. ingus, setelah membuang dan atau
Perolehan data yang didapatkan dari menangani sampah, kemudian setelah
Center Disease Control (CDC) Amerika bermain/memberi makan/memegang hewan,
Serikat, terdapat 10.080 kematian dengan serta setelah batuk atau bersin pada tangan
lebih dari 80% kematian diakibatkan kita (Desiyanto dan Djannah, 2012).
karena diare. Di Asia selatan yaitu India Cuci tangan pakai sabun yang
terdapat 0,4 juta anak meningal dalam satu dipraktikkan secara tepat dan benar
tahun yang disebabkan oleh diare. (Journal merupakan cara termudah dan efektif untuk
of Harvard School of Public Health) mencegah berjangkitnya penyakit. Mencuci
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, tangan dengan air dan sabun dapat lebih
insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran efektif menghilangkan kotoran dan debu
menurut provinsi 3,3%–10,2%) dan insiden secara mekanis dari permukaan kulit dan
diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum secara bermakna mengurangi jumlah
wawancara) dengan gejala pada seluruh mikroorganisme penyebab penyakit seperti
kelompok umur sebesar 3,5% (menurut virus, bakteri dan parasit lainnya pada kedua
provinsi pada kisaran 1,6%-6,3%). Sedangkan tangan. Mencuci tangan dengan
period prevalence diare pada balita sebesar menggunakan air dan sabun dapat lebih
10,2% dan pada seluruh kelompok umur (>2 efektif membersihkan kotoran dan telur
minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara) cacing yang menempel pada permukaan
berdasarkan gejala sebesar 7%. Terdapat kulit, kuku dan jari-jari pada kedua tangan
keluhan kesehatan yang paling sering dialami (Desiyanto dan Djannah, 2012).
oleh balita pada tahun 2014 yaitu pilek (66,62 Hendrik L. Blum di dalam Notoatmodjo
%), batuk (63,76 %) dan panas (62,52 %) (2010) secara jelas mengungkapkan bahwa
merupakan penyakit yang paling sering dialami terdapat empat faktor utama yang berkaitan
balita baik di perkotaan maupun di pedesaan. dalam derajat kesehatan seseorang,
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kelompok dan masyarakat yaitu perilaku,
2014) pelayanan kesehatan, lingkungan dan
Palancoi pada tahun 2014, melakukan keturunan atau herediter. Faktor – faktor
sebuah penelitian yang menyatakan bahwa, tersebut memiliki keterkaitan dalam
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
adanya kejadian diare yaitu perilaku, dan kesehatan perorangan.
pengetahuan dan lingkungan tentang diare. Diantara empat faktor tersebut faktor
Perilaku kesehatan adalah suatu stimulus atau determinan yang paling berpengaruh besar
objek dari respon seseorang yang berkaitan adalah faktor perilaku manusia dan disusul
dengan sakit dan penyakit, makanan, minuman, faktor lingkungan pada urutan kedua. Hal
sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan ini dapat terjadi akibat faktor perilaku
(Notoatmodjo, 2010). memiliki pengaruh lebih besar dari faktor
Provinsi Jawa timur merupakan salah lingkungan sehingga lingkungan hidup
satu provinsi terjadinya KLB Diare yaitu 258 manusia juga sangat dipengaruhi oleh
kasus dan kasus tertinggi ISPA sebesar 28,3 perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
% Berdasarkan data kesehatan Provinsi Jawa Kebiasaan dalam cuci tangan
Timur, kejadian diare dan ISPA masih cukup menggunakan air saja tidak dapat melindungi
tinggi. Terdapat kasus ISPA sebesar 15207 setiap individu dari bakteri dan virus yang
penderita dan 2467 penderita diare pada terdapat di tangan. Terlebih jika mencuci
tahun 2015 di Kelurahan Tanah tangan tidak dibawah air mengalir. Apalagi
Kalikedinding Kecamatan Kenjeran Kota kebiasaan menggunakan dan
Surabaya. (Kemenkes RI, 2014)
72 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 70–81
berbagi wadah cuci tangan hal itu sama saja karena rendahnya pengetahuan,
saling berbagi kuman dan tetap membiarkan pendidikan dan kesadaran terhadap
kuman menempel pada tangan. Kebiasaan itu perilaku cuci tangan pakai sabun.
harus ditinggalkan dan dirubah menjadi yang (Kemenkes RI, 2014)
lebih baik dengan standar prosedur Menurut penelitian yang telah
melakukan cuci tangan menggunakan sabun dilakukan oleh Grayson et al pada tahun
(Kemenkes RI, 2014). 2009, mencuci tangan menggunakan sabun
Indikator PHBS (Perilaku Hidup maupun dengan menggunakan pencuci
Bersih dan Sehat) salah satunya mencuci tangan berbasis alkohol memberikan
tangan dengan air mengalir dan sabun efektifitas dalam mengurangi konsentrasi
yang merupakan sekumpulan perilaku virus pada tangan.
yang dilakukan karena kesadaran dari hasil Pada penelitian yang dilakukan Rahim
pembelajaran, yang membuat individu atau (2007), juga mengungkapkan bahwa cuci
keluarga dapat menjaga dan memelihara tangan pakai sabun (CTPS) dapat mencegah
kesehatan serta berperan aktif untuk infeksi cacingan (Mustika, 2011). Bila tidak
mewujudkan masyarakat sehat. Salah satu mencuci tangan menggunakan sabun, dapat
pilar utama dalam Indonesia Sehat dan menularkan infeksi pada diri sendiri terhadap
merupakan salah satu strategi untuk bakteri dan virus dengan memegang bagian
mengurangi beban negara dan masyarakat hidung, mata dan mulut. Selain itu juga dapat
terhadap pembiayaan kesehatan yaitu menyebarkan atau menularkan bakteri
PHBS (Kemenkes RI, 2014). kepada orang lain. Penyakit infeksi biasanya
Cara CTPS yang benar adalah terjangkit melalui kontak tangan ke tangan
menggosok telapak tangan secara termasuk flu dan common cold. Pada tangan
bersamaan, menggosok punggung kedua yang kurang bersih tidak hanya dapat
tangan, jalinkan kedua telapak tangan lalu menyebabkan ISPA dan diare tetapi juga
digosok-gosokkan, tautkan jari-jari antara dapat menimbulkan penyakit terkait infeksi
kedua telapak tangan secara berlawanan, bakteri Salmonella dan E.coli (Lestari,
gosok ibu jari secara memutar dilanjutkan 2008).
dengan daerah antara jari telunjuk dan ibu
jari secara bergantian, gosok kedua Berdasarkan uraian data masalah dan
pergelangan tangan dengan arah memutar, penelitian diatas, sehingga penelitian ini
bilas dengan air dan keringkan. Hal berfokus pada tujuan untuk mengetahui
terpenting dalam CTPS bukan berapa lama faktor determinan perilaku Cuci Tangan
waktu mencuci tangan, tetapi cara mencuci Pakai Sabun (CTPS) pada masyarakat di
tangannya (Kemenkes RI, 2014). Kelurahan Tanah Kalikedinding RW II (RT
Menggunakan sabun saat mencuci 07 dan RT 11) Kecamatan Kenjeran Kota
tangan diketahui sebagai salah satu upaya Surabaya. Hasil penelitian ini diharapkan
pencegahan penyakit dan penularan bermanfaat bagi Dinas Kesehatan dan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan Puskesmas Tanah Kalikedinding serta dapat
merupakan agen yang membawa kuman dan dijadikan sebagai sumber informasi untuk
menyebabkan patogen berpindah dari satu menurunkan angka kejadian ISPA dan Diare
orang ke orang lain, baik dengan kontak di Kelurahan Tanah Kalikedinding RW II
tidak langsung maupun kontak langsung (RT 07 dan RT 11) Kecamatan Kenjeran
(menggunakan permukaan lain seperti Kota Surabaya.
handuk dan gelas) (Kemenkes RI, 2013).
Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku METODE
cuci tangan menggunakan sabun merupakan
Penelitian ini menggunakan metode
suatu upaya yang memiliki dampak besar
deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
bagi pencegahan penyakit-penyakit menular
Tanah Kalikedinding RW II (RT 07 dan 11)
seperti diare dan ISPA, namun mencuci
Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.
tangan masih belum menjadi kebiasaan pada
Pengolahan data yang digunakan adalah data
masyarakat. Tentunya hal ini masih
primer yang diambil langsung dengan
dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya
wawancara dan pengisian kuesioner.
Sedangkan data sekunder didapatkan dari
dokumen Puskesmas Tanah Kalikedinding.
Gracia Risnawaty, Faktor Determinan Perilaku Cuci Tangan… 73
Jenis Kelamin
Karakteristik yang terdapat pada Pendidikan Responden
responden berdasarkan jenis kelamin yang Karakteristik responden berdasarkan
diperoleh sebagai berikut: pendidikan yang diperoleh sebagai berikut:
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa jenis Pada tabel 3 karakteristik responden
kelamin responden di Kelurahan Tanah berdasarkan pendidikan diketahui bahwa
Kalikedinding terdapat perempuan dengan mayoritas mempunyai pendidikan SMP
sebesar 45 orang (64,3%) dan sisanya 25 sebanyak 61 orang (87,1%).
74 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 70–81
Sikap Responden
Pekerjaan Responden Karakteristik responden berdasarkan
Karakteristik responden berdasarkan sikap yang diperoleh hasil sebagai berikut:
pekerjaan yang diperoleh hasil sebagai Pada tabel 6 karakteristik responden
berikut: berdasarkan sikap diketahui bahwa
Pada tabel 4 bahwa karakteristik mayoritas mendukung untuk perilaku
responden berdasarkan pekerjaan mayoritas CTPS sebanyak 65 orang (92,9%).
adalah wiraswasta sebanyak 40 orang
(57,1%) dan pekerjaan yang paling sedikit
yaitu sebagai PNS hanya 1 orang (1,4%).
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Sikap Responden di Kelurahan Tanah
Kalikedinding Tahun 2016
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pekerjaan Responden di Kelurahan Tanah Sikap Jumlah Persentase (%)
Kalikedinding Tahun 2016 Mendukung 65 92.9
Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%) Tidak Mendukung 5 7.1
Pada usia dewasa akan lebih mudah Intensive Care Unit (ICU) dan ICU bedah.
dalam memberikan bimbingan dan arahan Dari penelitian tersebut diperoleh hasil
dalam menjaga kesehatan serta menyadari setelah dilaksanakannya program
pentingnya menjaga kesehatan. pendidikan, kepatuhan dan cara mencuci
Sejalan dengan pendapat yang tangan yang benar mengalami perubahan
diungkapkan Nursalam (2007), bahwa sedikit; ICU 14% (sebelum diberikan
level kedewasaan dan kekuatan setiap pendidikan, kepatuhan dan cara mencuci
individu akan lebih matang dalam berpikir tangan yang benar) dan 25% (sesudah
dan bekerja seiring dengan semakin diberikan pendidikan, kepatuhan dan cara
bertambahnya umur. Karena dengan mencuci tangan yang benar),ICU bedah
bertambahnya umur seseorang tingkat 6% (sebelum) dan 13% (sesudah).
kedewasaan dalam berpikir semakin
meningkat dan muncul motivasi atau Jenis Pekerjaan
dorongan dalam melakukan pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas
Umur merupakan salah satu faktor risiko pekerjaan di Kelurahan Tanah Kalikedinding
alami yang mempengaruhi kesehatan RW II (RT 07 dan 11) Kecamatan Kenjeran
(Nilawati, 2008). Kota Surabaya adalah wiraswasta sebanyak
Pendidikan Responden 40 orang (57,1%). Pekerjaan wiraswasta
terbanyak adalah pedagang dimana sangat
Pada penelitian ini mayoritas menyita waktu sehingga kurang
responden memiliki pendidikan pada memperhatikan diri dalam menjaga
tingkat menengah pertama. Menurut kesehatan, khususnya dalam hal mencuci
Notoatmodjo (2007), respon seseorang tangan setelah melakukan aktivitas tidak
terhadap suatu hal dipengaruhi oleh tingkat terlalu diperhatikan.
pendidikan. Pada individu dengan Mubarak (2007), mengatakan,
pendidikan tinggi akan memberikan respon lingkungan pekerjaan membuat seseorang
yang logis terhadap informasi yang datang mendapatkan pengalaman dan informasi
dan akan berpikir sejauh mana signifikan baik secara langsung maupun tidak
didapatkan dari hal tersebut. langsung. Sejalan dengan penelitian
Pendidikan merupakan bimbingan yang Zuraidah, Yeni Elviani (2013), yang meneliti
diberikan seseorang termasuk perilaku tentang hubungan pengetahuan dan sikap
seseorang terhadap pola hidup, terutama terhadap perilaku mencuci tangan dengan
dalam memotivasi sikap yang memiliki benar pada 50 responden, dengan hasil
peran serta dalam perkembangan kesehatan. penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
Semakin tinggi tingkat kesehatan seseorang yang baik belum tentu dapat membuat
semakin mudah dalam menerima informasi seseorang untuk berperilaku cuci tangan
sehingga makin banyak pola pengetahuan dengan benar.
yang dimiliki. Maka dalam penelitian ini Berdasarkan penelitian yang dilakukan
sesuai dengan teori Notoatmodjo, di Universitas Newscastle, Inggris, dengan
dikarenakan pendidikan pada responden 300 sampel yang terdiri dari 150 sampel
rendah membuat perilaku CTPS tidak baik. sibuk dan 150 sampel tidak sibuk, ternyata
Mubarak (2007), mengungkapkan sebesar 26 % yang mencuci tangan benar
bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa pada sampel sibuk dan 67% pada sampel
semakin mudah seseorang memahami tidak sibuk. (Tones dan Tilford, 2001;
informasi dipengaruhi oleh tingkat WHO 2005).
pendidikan serta semakin bertambah pula
informasi yang diketahui dan sebaliknya. Tingkat Pengetahuan
Pendidikan juga dapat mempengaruhi Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 52
perilaku cuci tangan seseorang. Hal tersebut orang (74,3%) memiliki pengetahuan yang baik
didukung penelitian yang dilakukan oleh tentang perilaku CTPS dan terdapat 18 orang
Larson, et al (1997), mengenai implementasi (25,7%) yang memiliki pengetahuan kurang
dari program intervensi edukasi atau baik tentang perilaku CTPS. Dari pengalaman
feedback pada pasien di yang diperoleh,
Gracia Risnawaty, Faktor Determinan Perilaku Cuci Tangan… 77
Sikap adalah suatu reaksi tertutup, Penilaian yang bisa berupa pendapat
bersifat intagible, merupakan kesiapan atau seseorang terhadap stimulus dan objek dalam
kesediaan untuk bertindak. Sikap belum hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk
merupakan suatu tindakan akan tetapi penyakit yang diketahui merupakan sikap.
merupakan predisposisi tindakan atau Setelah responden mengetahui mengenai
perilaku. Sikap dapat diukur dengan dua cara bahaya tidak mencuci tangan (melalui
yaitu langsung dan tidak langsung. pengalaman, pengaruh orang lain, media
Menanyakan bagaimana opini atau massa, lembaga pendidikan, emosi), proses
pertanyaan responden terhadap suatu objek selanjutnya akan menilai atau bersikap
merupakan cara langsung, dalam penelitian terhadap kegiatan mencuci tangan tersebut,
ini dilakukan pertanyaan mengenai perilaku dengan adanya pengetahuan yang baik serta
CTPS terhadap responden, sebagian besar sikap yang mendukung terhadap perilaku
responden mendukung akan perilaku CTPS CTPS diharapkan mampu membuat
(Wawan, 2011). responden berperilaku CTPS tetapi dalam
Terdapat 10 Indikator PHBS dimana penelitian ini masih dibutuhkan kesadaran
salah satunya adalah mencuci tangan dengan individu dalam terwujudnya perilaku CTPS
air bersih dan sabun sebelum dan sesudah dikarenakan masih rendahnya perilaku CTPS
makan, sesudah buang air besar (BAB) dan pada masyarakat Kelurahan Tanah
buang air kecil (BAK). Keberdayaan Kalikedinding.
masyarakat yang sadar, mau dan mampu
mempraktekkan perilaku hidup bersih dan Perilaku Responden
sehat dimana faktor perilaku secara teori Pada penelitian ini terdapat perilaku
mempunyai bagian sebesar 30-35% terhadap CTPS yang tidak baik sebanyak 54 orang
derajat kesehatan, serta perilaku memberikan (77,1%) dan yang berperilaku baik dengan
dampak yang cukup besar terhadap derajat mencuci tangan pakai sabun sebanyak 16
kesehatan maka dibutuhkan bermacam upaya orang (22,9%). Sesuatu yang paling
untuk merubah perilaku menjadi sehat, salah penting dalam mewujudkan perilaku
satunya melalui program Perilaku Hidup kesehatan adalah masalah pembentukan
Bersih dan Sehat (PHBS) (Kemenkes RI, dan proses perubahan perilaku.
2014). Pengukuran atau cara mengamati perilaku
Berdasarkan data dari penelitian, hasil terdapat dua cara yaitu, secara langsung
dari penelitian menunjukkan bahwa maupun secara tidak langsung, pengukuran
masyarakat bersikap mendukung perilaku yang paling baik adalah secara
berperilaku CTPS. Notoatmodjo (2010), langsung, yakni dengan pengamatan
mengungkapkan bahwa suatu sikap belum (observasi) yaitu mengamati tindakan dari
pasti terealisasi dalam suatu tindakan (over subjek dalam rangka memelihara
behavior). Untuk mengimplementasikan kesehatannya. Metode tidak langsung
sikap menjadi suatu tindakan nyata adalah dengan menggunakan mengingat
dibutuhkan suatu kondisi yang kembali (recall), (Notoatmodjo, 2010).
memungkinkan, misalnya adalah fasilitas. World Health Organization (WHO)
Disamping faktor pemungkin, juga melakukan sebuah penelitian yaitu upaya
dibutuhkan faktor pendukung (support) yang yang dapat dilakukan untuk menurunkan
di dapatkan dari pihak lain. Dari hasil angka kejadian diare dan ISPA yaitu perilaku
penelitian terdapat 92.8% mendukung cuci tangan pakai sabun. Salah satu tindakan
perilaku CTPS tetapi terdapat 77.1% dengan membersihkan tangan dan jari jemari
masyarakat berperilaku tidak mencuci tangan menggunakan air dan sabun oleh manusia
menggunakan sabun. Memahami sikap dan untuk menjadi bersih dan memutuskan mata
perilaku manusia merupakan aspek yang rantai kuman yang disebut mencuci tangan
sangat penting dalam pengungkapan dengan sabun.
(assesment) atau pengukuran (measurement) Hasil penelitian ini didukung oleh
sikap. Hal itu merupakan respons evaluatif penelitian Burton, Cobb, Donachie, Judah,
yang dapat berbentuk suatu dampak baik Curtis dan Schmidit (2011) dan Pickering,
atau buruk (Wawan, 2011). Boehm, Mwanjali dan Davis (2010),
Gracia Risnawaty, Faktor Determinan Perilaku Cuci Tangan… 79
menunjukkan bahwa cuci tangan dengan fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Dalam
menggunakan sabun lebih efektif dalam penelitian ini responden memiliki air
memindahkan kuman dibandingkan dengan bersih yang mencukupi dan tempat untuk
cuci tangan hanya dengan menggunakan air. mencuci tangan. Namun hal tersebut masih
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa belum dapat merubah atau mendukung
penyediaan sarana air bersih baik itu di masyarakat dalam berperilaku CTPS.
sekolah dasar maupun rumah sebagai sarana
untuk cuci tangan juga sudah baik. Faktor penguat (reinforcing factors)
Semakin baik ketersediaan sarana cuci Yang realisasinya dalam sikap dan
tangan pakai sabun (CTPS) pada setiap perilaku tenaga kesehatan yang merupakan
rumah akan semakin baik CTPS pada ibu panutan dari perilaku masyarakat, sehingga
rumah tangga untuk menghindari penyakit promotif dan preventif kesehatan yang
diare dan ISPA. Hal ini sejalan dengan efektif adalah meningkatkan promosi
penelitian Ambarwati dalam Utami (2010) kesehatan yang berkelanjutan dan membuat
yang tertulis dalam penelitiannya bahwa pelatihan bagi tokoh masyarakat, kader dan
tidak ada pengaruh yang bermakna pada tenaga kesehatan, agar sikap dan perilaku
perilaku cuci tangan oleh kelompok yang petugas, kader dan tokoh masyarakat dapat
menyatakan sarana tidak memadai dengan menjadi teladan atau acuan bagi masyarakat
kelompok yang menyatakan sarana tentang perilaku hidup bersih dan sehat
memadai. (Notoatmodjo, 2010).
Dalam kehidupan sehari-hari perilaku Dalam penelitian ini tenaga kesehatan
dapat dipengaruhi karena adanya persepsi. telah memberikan penyuluhan perilaku
Stimulus yang diperoleh oleh seseorang hidup bersih dan sehat yang dilakukan
memiliki perbedaan maka menimbulkan pada saat posyandu balita, lansia dan saat
suatu persepsi yang berbeda antar individu pelayanan di puskesmas.
(Satriadi, 2011). Sedangkan John Ivancevich
(2006), mengatakan ada hubungan antara
persepsi dengan perilaku, dimana individu SIMPULAN
melalui tindakan, bahasa tubuh, dan cara Hasil penelitian dapat disimpulkan
bicara, berusaha menciptakan suatu kesan dalam hal-hal sebagai berikut:
tertentu dalam persepsi orang lain. Karakteristik responden pada penelitian
Namun tidak sesuai dengan penelitian ini menggambarkan jenis kelamin, umur,
Zuraidah (2013), dalam hubungan pendidikan, jenis pekerjaan, pengetahuan,
pengetahuan dan sikap terhadap perilaku sikap dan perilaku. Responden terbanyak
mencuci tangan dengan benar pada kelas V perempuan sebanyak 45 orang (64.3%),
SD, hasil analisis yang menyatakan bahwa dengan rentan umur 45-55 tahun sebanyak
sebanyak 50 responden yang mencuci 28 orang (40%), lulus pendidikan SMP
tangan dengan benar adalah 41 responden sebanyak 28 orang (40%), pekerjaan
dengan pengetahuan baik dan dari hasil wiraswasta sebanyak 40 orang (57.1%),
analisisnya mengatakan bahwa ada pengetahuan yang baik tentang CTPS
hubungan pengetahuan dengan perilaku sebanyak 52 orang (74.3%), sikap dan
mencuci tangan pakai sabun pada kelas V perilaku dalam penelitian menunjukkan 65
sekolah dasar. orang (92,9) mendukung dalam CTPS namun
Woodhworth mengatakan bahwa dalam pelaksanaan CTPS mayoritas
motivasi atau dorongan akan menciptakan responden tidak berperilaku baik dalam
sebuah perilaku. Dengan dorongan tersebut, CTPS sebanyak 54 orang (77,1%).
akan memberikan suatu keyakinan terhadap Penelitian ini mengambarkan
seseorang untuk melakukan perilaku determinan mencuci tangan dengan benar
tersebut. (Wawan, 2011). dan memakai sabun ditentukan oleh perilaku
diri sendiri dalam menjaga kesehatannya,
Faktor pemungkin (enabling factors)
serta menunjukkan bahwa peran sikap dalam
Yang terjadi dalam lingkungan fisik, perilaku CTPS merupakan dukungan dalam
terdapatnya sarana dan prasarana atau tercapainya perilaku CTPS yang benar.
80 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 70–81
Kumar, S., Sebastian. 2011. “Does Wawan. 2011. Teori dan Pengukuran
improved sanitation reduce diarrhea in Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
children in rural India?. Journal of Manusia. Nuha Medika : Yogyakarta
Harvard School of Public Health. WHO. 2005. A Lively and Healthy Me,
Undang-Undang Republik Indonesia No. diakses tanggal 10 April 2016 pukul
36 tahun 2009 tentang Kesehatan 12.30
Utami, W. 2010. Faktor-Faktor Yang Zuraidah, Y. 2013. Hubungan Pengetahuan
Berhubungan Dengan Kebiasaan Cuci dan Sikap Dengan Perilaku Mencuci
Tangan Pakai Sabun Pada Masyarakat Tangan Dengan Benar Pada Siswa SD
Di Desa Cikoneng Kecamatan Ganeas Kota Lubuklinggau Tahun 2013.
Kabupaten Sumedang Tahun 2010. Jurnal fakultas keperawatan.
Politeknik Kesehatan Palembang