Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
NURSING
Abstract
Restless legs syndrome (RLS) is a common sensorimotor disorder in patients with chronic renal
failure who undergo hemodialysis (HD). Pharmacological therapy is the main choice of RLS
treatment that is at risk of side effects. Physical optimization of HD patients through stretching
exercise is considered potentially effective in treating restless legs syndrome. This study aimed to
identify the effect of stretching exercise on RLS in patients with chronic renal failure who
underwent HD at Hasanuddin University Hospital. This research method used a quasi-experiment
with pre- and post-test with control group design. The subjects in this study were 20 HD patients
divided into two groups: 10 patients, Intervention and 10 control patients. Stretching exercise is
given twice a week during the hemodialysis process, for 4 weeks. The RLS scale was measured
using International Restless Leg Sydrome Scale (IRLS). The collected data were then analyzed
using the Wilcoxon test. The results showed that the respondents who received stretching exercise
intervention experienced a decreaseof the RLS scale more significantly than the control group with
ρ = 0.001 (ρ <0.05). This showed that there is a stretching exercise effect on the decrease of RLS
scale. Therefore, stretching exercise could be made as one of the intervention treatment in which
can be used to treat the patients with chronic renal failure and experienced RLS.
data Indonesian Renal Registry (2015) populasi lainnya, prevalensi di antara pasien
sebanyak 29.182 orang yang tersebar di hemodialisis menunjukkan 20-80% dan
seluruh daerah di Indonesia, dengan terapi beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
hemodialisis rutin mencapai 95 % dari total 33% pasien End Stage Renal Disease (ESRD)
seluruh tindakan (Indonesian Renal Registry, mengalami RLS. (Lin, 2016; Shahgholian et
2015). al, 2015; Aliasghapour, Abbasi, & Razi.,
Hilangnya fungsi ginjal membuat seseorang 2016; Ekbom & Ulfberg, 2009)
memerlukan terapi penggantian ginjal (renal Patofisiologi RLS belum diketahui secara
replacement therapy) yang merupakan salah pasti namun dikatakan bahwa sistem
satu terapi yang dipertimbangkan pada pasien dopaminergik berperan penting dalam
penyakit ginjal kronik tahap akhir untuk tetap menyebabkan sindrom tersebut. Dibeberapa
bertahan hidup yaitu berupa dialisis, salah penelitian menunjukkan beberapa cara yang
satu tindakan dialisis yaitu hemodialisis yang dapat dilakukan untuk mengatasi RLS baik
merupakan suatu metode artifisial untuk secara farmakologi, non farmakologi, maupun
membuang limbah dari darah dengan perawatan intensive khusus termasuk
mengeluarkannya dari tubuh melalui ginjal perawatan komplementer (Shahgholian et al,
buatan dan memerlukan terapi dialisis jangka 2015; Klingelhoefer et al, 2016). Salah satu
pendek atau terapi jangka panjang bahkan tindakan yang direkomendasikan untuk
permanen (Le Mone & Burke, 2008; Smeltzer mengatasi RLS pada pasien dengan GGK
& Bare, 2009; Syamsuddin, 2011; dapat dilakukan dengan teknik non
Shahgholian Jazi, & Karimian, 2015). Bagi farmakologi termasuk latihan fisik setiap hari
penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis seperti stretching exercise, mengingat jumlah
akan memperpanjang usia harapan hidup. obat yang dikonsumsi pasien dengan GGK
Namun demikian hemodialisis tidak sudah cukup tinggi, dan sebagian besar obat-
menyembuhkan atau memulihkan penyakit obat diekskresikan melalui ginjal, tentu saja
ginjal. Pasien akan tetap mengalami sejumlah hal ini akan berdampak buruk pada kondisi
permasalahan dan komplikasi serta adanya pasien apabila diberikan obat lain untuk
berbagai perubahan pada bentuk dan fungsi pengobatan RLS, oleh karena hal tersebut
sistem dalam tubuh (Smeltzer & Bare, 2009; metode non farmakologi sepeti streching
Parker, 2009). Exercise akan sangat membantu pasien dalam
Salah satu permasalahan yang sering mengatasi RLS (Aliasghapour et al, 2015;
dikeluhkan pasien gagal ginjak kronik adalah Hosseini et al ,2016; Shahgholian et al, 2015).
Restless leg syndrome (RLS) atau yang juga Streching exercise merupakan salah satu
dikenal dengan istilah Willis-Ekbom Disease metode pengobatan tertua diantara metode
(WED) (Shahgholian et al, 2015; terapi gerak dan memiliki efek yang positif
Kligelhoefer, Bhattacharya, & Reichman, pada beberapa tanda-tanda sindrom
2016). RLS merupakan gangguan neurologis (Mostmand et al, 2010). Selama dialisis
sensorik-motorik umum yang ditandai dengan program stretching exercise dapat dilakukan
kegelisahan intens dan sensasi yang tidak pada pasien dengan didukung fasilitas dan
nyaman pada anggota gerak bagian bawah dimonitor oleh perawat. Stretching exercise
seperti nyeri dan kesemutan, gejala muncul yang dilakukan selama dialisis dapat
ketika dalam kondisi beristirahat dan kondisi meningkatkan sirkulasi pada otot,
terburuk biasanya terjadi di malam hari. memfasilitasi penyediaan nutrisi ke sel dan
sehingga memaksa pasien untuk terus memperbesar luas permukaan kapiler
menggerakkan kaki bahkan sampai dengan sehingga meningkatkan perpindahan urea dan
berjalan-jalan agar merasa nyaman dan tentu toksin dari jaringan ke vaskuler dan
saja hal tersebut mengarah ke kualitas hidup mengurangi manifestasi dari RLS (Parson &
pasien dan mempengaruhi fungsi tubuh. Tosseimire, 2006; Shahgholian et al, 2015).
Sindrom ini lebih lazim terjadi pada pasien Berdasarkan penelitian yang dilakukan
gagal ginjal kronis dibandingkan dengan Ouzouni et al (2009) dikatakan bahwa latihan
fisik selama hemodialisis dapat meningkatkan terhadap skala restless leg syndrom pada
VO2 peak, menurunkan self – reported pasien dengan gagal ginjal kronik sehingga
depression, serta menunjukkan perkembangan dapat dijadikan sebagai suatu intervensi dalam
yang signifikan pada quality of life index dan memberikan asuhan keperawatan secara
life satisfaction index. Latihan fisik selama komprehensif.
hemodialisis dapat menjaga stabilitas tekanan
darah sistolik dan diastolik (Hidayati, 2009). 2. METODE
Selain itu Aliasghapour et al (2015) dan Kaur, Penelitian ini dilakukan di unit hemodialisis
Venkateasan, & Kaur (2016) dalam RS. Universitas Hasanuddin dengan
penelitiannya juga mengemukakan bahwa menggunakan desain penelitian Quasi
latihan fisik dengan stretching exercise eksperimental, dengan rancangan non-
selama hemodialisis yang dilakukan secara equivalent control group dengan Pre-Post test
teratur dapat mengatasi RLS dengan nilai design. Penelitian ini dilaksanakan selama
signifikansi p < 0,001. empat minggu yaitu dimulai dari bulan
Berdasarkan fakta tersebut sebagai seorang oktober sampai dengan November 2017.
perawat hemodialisis tentunya mempunyai Sampel yang berpartisispasi dalam penelitian
peranan penting dalam perawatan pasien yang ini sebanyak 20 responden yang dibagi
menjalani hemodialisis. Peran perawat menjadi dua kelompok yaitu 10 responden
sebagaimana yang diketahui adalah sebagai kelompok intervensi dan 10 kelompok kontrol
care provider, pendidik, konsultan, dengan menggunakan teknik purposive
administrator dan peneliti yang sebagian besar sampling yang telah memenuhi kriteria, antara
kegiatan perawat hemodialisis dilakukan lain: Pasien gagal ginjal kronik yang
dengan tidak adanya dokter, sehingga peran menjalani hemodialisa rutin dua kali
mereka dalam pengobatan pasien diperkirakan seminggu dan memiliki kriteria RLS, tidak
mencapai 80% (Hashemi, 2013). Selain itu, mengalami komplikasi hemodialisis
perawat memiliki tugas dalam mendorong (hipotensi, kram, sakit kepala/pusing), tidak
keberkelanjutan latihan fisik yang menjadi mengalami fraktur dan tidak terpasang akses
dasar pasien dalam melakukan aktifitas fisik femoral.
(Bennett et al. , 2013). Namun pelaksanaan Pengukuran skala RLS menggunakan
program latihan di unit hemodialisis di International Restless Leg Syndrom (IRLS).
Indonesia belum diterapkan. Program latihan International Restless Legs Scale berupa
fisik belum menjadi program protokol rutin kuisioner dan skala ordinal yang terdiri dari
bagi pasien hemodialisis di Indonesia. 10 pertanyaan yang mencakup gejala dan
Stretching sebagai salah satu jenis latihan fisik efek terhadap perasaan dan kehidupan pasien.
dalam penelitian sebelumnya berpengaruh Setiap pertanyaan terdiri dari 5 poin. Skala
positif bagi pasien hemodialisis dan yang terdapat pada IRLS terbagi menjadi
merupakan salah satu bentuk intervensi 4 interval, yaitu sangat parah (31–40 poin),
keperawatan yang terdapat dalam standar parah (21–30 poin), sedang (11–20), cukup
Nursing Intervention Classification (2014) (1–10 poin), tidak parah (0 poin) dan untuk
untuk meningkatkan aktivitas fisik pasien skala ordinal yang digunakan terbagi menjadi
hemodialisis, namun belum diketahui sangat parah (7-8), parah (5-6), cukup (3-4),
pengaruh latihan kekuatan tersebut terhadap sedikit parah (1-2) (IRLSSG, 2003).
pasien hemodialisis yang mengalami RLS. Stretching Exercise diberikan secara
Penelitian tentang pengaruh Stretching individual. Gerakan terdiri dari peregangan
exercise selama hemodialisis terhadap skala pada bagian paha bagian belakang, gluteal,
restless leg syndrom belum pernah dilakukan paha bagian luar dan dalam, serta peregangan
di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, pada bagian betis dan kaki. Peneliti
sehingga penulis bermaksud untuk melakukan memberikan terapi Stretching Exercise
penelitian untuk mengetahui efek Stretching sebayak dua kali dalam seminggu, selama 20
exercise yang dilakukan selama hemodialisis menit untuk setiap sesi yang dilakukan,
penelitian ini dilakukan selama empat pada nilai rata-rata skala RLS responden pada
minggu. Sebelum pemberian Stretching kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Exercise responden di ukur skala RLSnya masing-masing adalah 5.60±0.97 dan 5.30
kemudian di ukur kembali setelah pemberian ±0.94, nilai RLS minimum dan maksimum
terapi. pada kedua kelompok memiliki nilai yang
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis yang sama yaitu berada pada nilai 4.00 sampai
dengan menggunakan program SPSS for dengan 7.00.
windows dengan menggunakan uji parametrik. Berdasarkan karekteristik jenis kelamin,
Sebelumnya, dilakukan uji normalitas data diketahui bahwa jenis kelamin responden
dengan menggunakan uji Kolmogorov pada kelompok intervensi sebagian besar
Smirnov. selanjutnya dianalisis dengan berjenis kelamin laki laki (80%) sedangkan
menggunakan uji statistik Wilcoxon dan pada kelompok kontrol memiliki
Friedman dengan tingkat kemaknaan/ perbandingan yang sama yaitu 50% laki-laki
kesalahan 5% (0,05). dan perempuan. Begitupula dengan tingkat
pendidikan kelompok intervensi memiliki
3. HASIL DAN PEMBAHASAN jumlah yang sama antara tingkat pendidikan
Berdasarkan karekteristik umur dari 20 SMA dan Perguruan tinggi yaitu sebesar 50%,
responden yang dibagi menjadi dua sedangkan pada kelompok kontrol tingkat
kelompok, menunjukkan bahwa rata-rata usia pendidikan responden sebagian besar
responden dengan standar deviasi yang memiliki tingkat pendidikan SMA (60%).
dirawat di ruang hemodialisa RS.Universitas Untuk pekerjaan baik pada kelompok
Hasanuddin pada kelompok intervensi adalah intervensi (60%) maupun kelompok kontrol
47.80±12.68 tahun, usia minimum responden (70%) sebagian besar responden tidak bekerja.
adalah 25 tahun dan usia maksimum 62 tahun Perbedaan skala RLS sebelum dan setelah
sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata diberikan stretching exercise pada kelompok
usia responden 46.40±15.02 tahun, usia intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat
minimum responden 22 tahun dan usia pada Gambar 1. Perbedaan selisih skala RLS
maksimum 64 tahun. Berdasarkan lama HD setelah pemberian stretching exercise pada
rata-rata responden pada kelompok intervensi kelompok intervensi dan kelompok control
adalah 2.50 ± 0.70 tahun. lama HD responden dapat dilihat pada Gambar 2. dan; Perbedaan
yang paling singkat adalah satu tahun skala RLS setelah delapan kali pemberian
sedangkan waktu yang terlama adalah tiga stretching exercise pada kelompok intervensi
tahun. Sementara pada kelompok kontrol rata- dan kelompok kontrol dapat dilihat pada
rata lama HD responden 2.00±0.81 tahun, Tabel 3.
lama HD minimum responden adalah satu
tahun dan maksimum tiga tahun, sedangkan
Intervensi Kontrol
Gambar 1. Grafik rata-rata skala RLS sebelum dan setelah diberikan stretching exercise pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (n=20)
2.5
1.5 Intervensi
1 Kontrol
0.5
0
Post 1 Post 2 Post 3 Post 4 Post 5 Post 6 Post 7 Post 8
-0.5
Gambar 2. Grafik rata-rata selisih skala RLS setelah pemberian stretching exercise pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 3. Perbedaan skala RLS setelah delapan kali pemberian stretching exercise pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol (n=20)
Skala RLS Pre Post -1 Post -2 Post -3 Post -4 Post -5 Post -6 Post -7 Post -8 p
mean±SD mean±SD mean±SD mean±SD mean±SD mean±SD mean±SD mean±SD mean±SD
Kelompok
5.60± 4.60± 4.20± 3.50± 5.10± 3.00± 5.10± 3.00± 5.20±
Intervensi <0.001
0.933 0.699 0.789 0.850 0.876 0.816 0.876 0.632 1.135
(n=10)
Kelompok
5.30± 5.40± 4.90± 2.20± 5.20± 1.90± 5.20± 1.50± 4.90±
kontrol 0.282
0.90 0.843 0.316 0.422 0.789 0.316 0.789 0.527 0.994
(n=10)
maksimal. Latihan berupa Stretching exercise motorik berupa skill exercise akan membantu
juga telah terbukti memengaruhi fungsi dalam melakukan kontrol motor. Mayoritas
kontrol motor dan peningkatan aliran darah responden di kedua kelompok pada
ke otak (Graef, Michaelsen, & Pereira, 2014). penelitian ini menunjukkan rentang skala
Stretching exercise dipercaya dapat kondisi RLS yang sedang sampai parah.
menyeimbangkan produksi dopamin dan Hal tersebut dapat ditunjukan dengan nilai
hormon endorphin (Seifer, Brassard, & mean 5.60 pada kelompok intervensi dan
Stallknecht, 2010). Dopamine dikenal sebagai 5.30 pada kelompok kontrol.
neurotransmitter yang menghantarkan sinyal Gerakan latihan kekuatan yang diberikan
di dalam otak dan diketahui memiliki fungsi dalam penelitian ini merujuk pada penelitian
bagi organ-organ lain. Di susunan saraf pusat, yang dilakukan oleh Aliasgharpour et al
dopamine memiliki peran dalam mengatur (2016) dan Shahgholian et al (2016) yaitu
pergerakan, pembelajaran, daya ingat, emosi, berupa latihan peregangan yang bisa sangat
rasa senang, tidur, dan kognisi, sedangkan membantu pasien, karena gerakan yang
hormon endorphin sendiri merupakan dilakukan hanya fokus pada tungkai tubuh
neuropeptide yang dihasilkan oleh tubuh bagian bawah dan tidak memiliki efek
ketika keadaan rileks (Harry, 2006; samping saat dilakukan hemodialisis. Gerakan
Sherwood, 2014). Hormon endorphin dalam latihan kekuatan yang diberikan
bertindak langsung sebagai hormon yang dalam penelitian Aliasgharpour et al (2016),
menenangkan yang diproduksi oleh otak dan terdiri dari enam gerakan yang dilakukan pada
menghasilkan rasa nyaman dan meningkatkan ekstremitas bawah, dimana gerakan tersebut
kadar endorphin dalam tubuh untuk juga terdapat dalam prosedur latihan pasien
mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi hemodialisis Painter (2000) dan Mahrova &
ketika melakukan stretching, terbukti kadar Svagrova (2013).
beta-endorphine dapat meningkat hingga 4-5 Selama responden diberikan intervensi,
kali di dalam darah. Ketika seseorang tidak terdapat responden yang mengalami
melakukan olahraga dalam bentuk stretching, proses pemberhentian hemodialisis, namun
maka beta-endorphine akan ditangkap oleh satu responden mengalami kram kaki
reseptor di dalam hipotalamus dan sistem ringan. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh
limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. peningkatan QB pada mesin hemodialisis
Ketika neuron perifer mengirikan sinyal ke yang dinaikkan. Pemantauan tanda-tanda
sinaps, yang terjadi adalah sinapsis antara vital selalu dilakukan peneliti sebelum
neuron nyeri perifer dan neuron yang menuju diberikan dan selalu termonitor selama
otak tempat seharusnya substansi P akan melakukan intervensi, hal ini ditujukan untuk
menghantarkan impuls. Pada saat yang memastikan keamanan latihan yang diberikan
bersamaan endorphin akan memblokir lepas terhadap kondisi pasien begitupun setelah
nya substansi P dari neuron sensorik, sehingga perlakuan kembali diobservasi oleh peneliti.
transmisi impuls nyeri di medulla spinalis Berdasarkan studi literatur bahwa dengan
menjadi terhambat, maka tingkat melakukan gerakan ringan berupa stretching
ketidaknyamanan berkurang. Peningkatan exercise berpotensi memperbaiki kondisi
beta-endorphin diketahui dapat meningkatkan RLS karena dengan peningkatan
nafsu makan, peningkatan daya ingat, perengangan otot akan berpengaruh terhadap
memperbaiki nafsu makan dan penurunan kestabilan kontrol motor (Griffin & Cafarelli,
nyeri sehingga olahraga dalam bentuk 2005). Sehingga berdasarkan hasil penelitian
stretching efektif dalam menurunkan tingkat tersebut, peneliti mengambil gerakan minimal
nyeri terutama Ketidaknyamanan pada RLS dalam prosedur latihan namun tetap
(Harry, 2006). memberikan pengaruh terhadap RLS dalam
Pada pasien RLS memiliki karakteristik penelitian ini.
difisit dopamin yang menyebabkan gangguan
motorik sehingga melalui keterampilan
Durasi atau lamanya pemberian intervensi, waktu tidur berhubungan dengan skala RLS.
menentukan keoptimalan dari latihan Oleh karena itu, pasien hemodialisis
kekuatan yang diberikan. Lamanya waktu dianjurkan untuk menghindari program
sesi gerakan dan durasi penelitian ini mengacu olahraga berat terutama sebelum tidur.
pada penelitian yang dilakukan oleh Perbedaan rentang waktu dan dosis latihan
Aliasgharpour et al (2016). Stretching fisik yang diberikan memengaruhi hasil
exercise dalam penelitian ini diberikan dalam penelitian ini. Namun, dalam
selama empat minggu, sesuai dengan review penelitian ini menunjukkan perbaikan pada
penelitian-penelitian sebelumnya yang telah kelompok intervensi selama empat minggu
dilakukan. Pemilihan waktu selama empat perlakuan.
minggu sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kaur et al (2016) dan 4. KESIMPULAN
Aliasgharpour et al (2016) yang menunjukkan Berdasarkan dari hasil penelitian yang
perbaikan skala RLS pasien setelah empat dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara
minggu pemberian intervensi. statistik terdapat perbedaan skala RLS
Penelitian lain melaporkan penurunan skala sebelum dan setelah delapan kali pemberian
RLS setelah pemberian perlakuan dengan stretching exercise pada kelompok intervensi.
durasi waktu yang lebih lama yaitu 16 dibandingkan kelompok kontrol, hal ini
minggu yang dilakukan oleh Sakkas et al. menunjukan bahwa secara klinis terdapat
(2008), enam bulan oleh Mortazavi et al. perbaikan RLS di kelompok intervensi
(2013), dan Giannaki et al. (2013). Sehingga setelah diberikan stretching exercise.
berdasarkan keefektifan waktu exercise Sedangkan skala RLS post test di kelompok
tersebut, peneliti memilih waktu selama kontrol terlihat tidak ada perubahan secara
empat minggu untuk dilakukan dalam signifikan. Hal tersebut menyimpukan
penelitian ini. bahwa latihan kekuatan memberikan
Smart & Stelee (2013) melakukan review pengaruh terhadap perbaikan kondisi RLS
lama pemberian latihan fisik bagi pasien pada pasien gagal ginjal kronik yang
gagal ginjal kronis yaitu tiga kali dalam mengalami RLS.
seminggu. Frekuensi hemodialisis yang
diberikan di Indonesia umumnya dilakukan 5. REFERENSI
dua kali seminggu. Smart dan Stelee (2013)
merekomendasikan latihan fisik dalam 1. Aliasgharpour, M., Abbasi, Z., Razi, S.P
jangka waktu lama yaitu lima bulan & Kazemnezhad, A. 2016. The effect of
sehingga dapat memberikan efek yang stretching exercises on severity of
menguntungkan. Morishita & Nagata (2015) restless legs syndrome in patients on
melakukan review dosis latihan fisik pada hemodialysis. Asian J Sports Med. 7 (2).
penyakit gagal ginjal kronis, akan doi: 10.5812/asjsm.31001.
didapatkan efek positif pada pasien yang 2. Australia and New Zealand Dialysis and
menjalani hemodialisis jika melakukan Transplant Registry. 2015. The 38th
latihan fisik selama 2-3 kali dalam seminggu, annual ANZDATA report. Retrived from
hal yang sama juga dikemukakan oleh http://www.anzdata.org.au/v1/report_201
National Kidney Foundation Kidney Disease 5.html.
Outcome Quality Initiative (2005) dan 3. Black, J. M & Hawks, J. H. 2014.
Cocharane Collaboration Guidelines (2011) Keperawatan medikal bedah. Edisi 8.
merekomendasikan untuk melakukan latihan Buku 2. Singapore: Elsevier.
fisik selama 30 menit, tiga kali dalam 4. Cheema, B. S., O’Sullivan. J, Chan, M.,
seminggu. Sebaliknya, beberapa peneliti Patwardhan A., Kelly, J., Gillin, A.,
seperti Ohayon & Roth (2002) menunjukkan Fiatarone S.M.A. 2006. Progressive
bahwa aktivitas fisik yang cukup seperti resistance training during hemodialysis :
olahraga dengan intensitas tinggi sebelum rationale and method of a randomized-