Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
NUNUR NURAENI, RAHMAT JOKO NUGROHO, dan MUHAMMAD FAISAL ISMAIL ARYADI
ABSTRACT
Kebumen is a center of local beef cattle farms, especially cattle of the nation Peranakan Ongole (PO).
Kabupaten district is a seed source, but in reality PO Kebumen cattle hard to find in the community farmers,
because the production and distribution of poorly controlled. This research examines about income and
business efficiency, and the pattern of development of cattle breeding PO Kebumen. According to the
research the average calving interval PO Kebumen cattle on farmers who are members in the group and in
the community breeders are 14.33 and 13.41 on SPR Sato Widodo district of Puring and 14.73 and 14.14 on
SPR Klirong 01 district Klirong. Income and efficiency of breeding PO Kebumen cattle in both SPR if
calculate based on the total costs, on average farmers at a disadvantage, but if calculate based on walfare
economic, based on the average cash cost farmers benefit. Most high cost is the cost of feed, especially feed
concentrate and feed additives. The pattern of development of breeding PO Kebumen cattle is to concentrate
efforts to reduce the cost of feed and feed additives with supplemental feeding management is focused on pre-
partum, post-partum or a combination of both and plus with fattening bussines and give provide an overview
as well as concrete activities to do each of the parties associated with breeding PO Kebumen cattle ranging
from regions, relevant agencies (Department of Agriculture and Livestock of Kebumen), farmers/breeders
and group of farmers organization, as well as partners.
ABSTRAK
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu sentra peternakan sapi potong lokal, khususnya sapi dari
bangsa Peranakan Ongole (PO). Kabupaten Kebumen merupakan wilayah sumber bibit, namun pada
kenyataannya bibit sapi PO Kebumen sulit ditemukan di masyarakat peternak, karena produksi dan
pendistribusiannya kurang terkontrol. Penelitian ini mengkaji tentang pendapatan dan efisiensi usaha, dan
pola pengembangan pembibitan sapi PO Kebumen. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata calving interval
induk sapi PO Kebumen pada peternak yang tergabung di kelompok dan pada peternak masyarakat adalah
14,33 dan 13,41 pada SPR Sato Widodo Kecamatan Puring serta 14,73 dan 14,14 pada SPR Klirong 01
Kecamatan Klirong. Pendapatan dan efisiensi usaha pembibitan sapi PO Kebumen di kedua SPR apabila
dihitung berdasarkan atas biaya total, rata-rata peternak mengalami kerugian, namun apabila dihitung
berdasarkan walfare economics berdasarkan biaya tunai rata-rata peternak mendapatkan keuntungan. Biaya
paling Tinggi adalah biaya pakan khususnya pakan konsentrat dan pakan aditif. Pola pengembangan usaha
pembibitan sapi PO Kebumen adalah dengan upaya menekan biaya pakan konsentrat dan pakan aditif dengan
manajemen pemberian pakan tambahan difokuskan pada pre-partum, post-partum atau kombinasi keduanya
serta dibaregni dengan usaha penggemukan serta memberikan gambaran kegiatan konkrit yang dapat
dilakukan masing-masing pihak yang terkait dengan usaha pembibitan sapi PO Kebumen mulai dari
Pemerintah Daerah, Dinas terkait (Dinas Pertanian danPeternakan Kabupaten Kebumen), peternak dan
organisasi kelompok peternak, serta mitra.
Key word (s) : Analisis Produksi, Analisis Distribusi, Peranakan Ongole, Sapi
278
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
279
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
2015 berjumlah 480 kelompok tani ternak produktivitas ternak. Produktivitas sapi
yang tersebar di 26 kecamatan. Kabupaten potong merupakan gabungan sifat produksi
Kebumen memiliki dua SPR yaitu SPR dan reproduksi ternak tersebut dalam kurun
Klirong 01 Kecamatan Klirong dan SPR Sato waktu tertentu, serta dipengaruhi oleh genetik,
Widodo Kecamatan Puring. Kedua SPR telah lingkungan dan interaksi genetik dan
melaksanakan deklarasi pada 10 November lingkungan (Sumadi et al., 2011). Yusran dan
2015. SPR Sato Widodo Kecamatan Puring Affandhy (1996) yang menyatakan bahwa
terdiri dari lima desa yaitu : Desa Sitiadi, umumnya pedet di peternak dikumpulkan
Desa Surorejan, Desa Kaleng, Desa dengan induknya selama 24 jam. Umur
Tukinggedong dan Desa Srusuhjurutenga penyapihan pedet berhubungan dengan jarak
sedangkan SPR Klirong 01 terdiri dari empat beranak (Calving nterval). Menurut Affandhy
desa yaitu : Desa Tanggulangin, Desa et al. (2001) dengan penyapihan pedet umur
Tambakprogaten, Desa Kedungsari dan Desa 84 hari tanpa pembatasan penyusuan selama
Gebangsari. 24 jam menunjukkan aktivitas ovarium
Pengalaman beternak pada peternak sebesar 90% dengan kejadian estrus mencapai
kelompok di Kecamatan Puring rata-rata 50%. Hal tersebut akan mempengaruhi An-
12,31 tahun, dengan kisaran pengalaman estrus Post Partus (APP) dan panjangnya jarak
paling rendah selama 1 tahun dan paling beranak. Dengan demikian penyapihan pedet
tinggi 50 tahun, sedangkan di Kecamatan pada umur 4-6 bulan akan memperpanjang
Klirong memiliki pengalaman beternak rata- APP dan panjangnya jarak beranak (Mas'um
rata 17,25 dengan kisaran pengalaman paling et al., 1993; Affandhy et al.,1998; Arifin dan
rendah 4 tahun dan paling tinggi 47 tahun. Rianto, 2001).
Hidayat (2008) menyatakan bahwa, semakin
lama beternak diharapkan pengetahuan yang 3. Pakan
didapat semakin banyak sehingga ketrampilan Jenis hijauan yang digunakan oleh
dalam menjalankan usaha peternakan semakin peternak sapi PO Kebumen di lokasi kedua
meningkat. SPR adalah rumput lapang, rumput gajah,
jerami padi, rumput setaria, limbah jagung
2. Jarak Kelahiran Pedet (Calving Interval) dan limbah kacang-kacangan. Jenis pakan
Calving interval satu tahun paling tambahan yang digunakan oleh peternak sapi
banyak ditemukan pada sapi-sapi yang PO Kebumen di kedua SPR adalah dedak,
dimiliki peternak masyarakat Kecamatan singkong, konsentrat, garam dan mineral.
Puring dan yang paling sedikit yaitu pada Jumlah peternak yang menggunakan pakan
peternak masyarakat Kecamatan Klirong. tambahan paling banyak adalah pada peternak
Rata-rata Calving interval terkecil juga terjadi masyarakat Kecamatan Puring yaitu 62,88%
pada peternak masyarakat Kecamatan Puring, dan paling sedikit pada peternak masyarakat
bahwa jarak lahir paling pendek yaitu 13,41. Kecamatan Klirong yaitu 34,52%. Hal ini
Beberapa alasan yang menyebabkan rata-rata berbanding lurus dengan calving interval,
calving interval lebih dari satu tahun pada yang menunjukkan bahwa calving interval
induk sapi PO Kebumen adalah : kawin terpendek adalah pada peternak masyarakat
berulang, masa sapih lama dan kurang dalam Kecamatan Puring dan yang paling panjang
pengamatan birahi. Sedangkan pada peternak adalah peternak masyarakat Kecamatan
dengan calving interval satu tahun mereka Klirong. Berdasarkan fakta ini dapat diambil
mempunyai bibit induk yang bagus, masa kesimpulan bahwa penggunan pakan
sapih tidak terlalu lama setelah dua bulan tambahan mempengaruhi calving interval.
melahirkan induk sudah dikawinkan lagi dan Frekuensi pemberian pakan dilakukan
pakan yang cukup. dua kali sehari yaitu padi dan sore. Pemberian
Sistem pemeliharaan yang masih pakan masing-masing peternak berbeda anatar
bersifat tradisional menimbulkan banyak yang hijauannya dipotong-potong atau tidak,
persoalan yang dihadapi oleh peternak diawetkan atau tidak dan dilayukan terlebih
terutama yang berhubungan langsung dengan dahylu atau tidak. Teknologi pengolahan
produksi atau hasil ternaknya. Aspek yang pakan masih sangat jarang ditemui pada
cukup berpengaruh pada hal tersebut adalah peternak sapi PO Kebumen di dua SPR ini.
280
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
Mereka beranggapan bahwa pakan hijauan Terlepas dari masalah biaya yang harus
masih melimpah dan mencukupi. Menurut dikeluarkan, yang paling penting adalah unsur
Rogers (1983), tingkat adopsi dari suatu penerimaan teknologi itu sendiri oleh
inovasi tergantung pada persepsi adopter masyarakat peternak. Keyakinan peternak
tentang karakteristik inovasi teknologi akan manfaat teknologi IB bagi peningkatan
tersebut. Atribut yang mendukung penjelasan pendapatan usaha ternaknya merupakan faktor
tingkat adopsi dari suatu inovasi meliputi: (1) kunci bagi keberhasilan difusi teknologi IB.
keunggulan relatif, (2) tingkat kesesuaian, (3) Sampai saat ini, keyakinan tersebut belum
tingkat kerumitan, (4) dapat dicoba, dan (5) tumbuh merata di kalangan peternak rakyat
dapat diamati. Berdasarkan sebagian besar Sapi PO Kebumen.
opini peternak tentang teknologi pengolahan
pakan dirasa cukup rumit dan tidak praktis. 5. Curahan Jam Kerja
Curahan waktu yang dikeluarkan
4. Cara Mengawinkan Induk dalam usaha peternakan sapi di Kabupaten
Masyarakat peternak lebih dari 50% Kebumen digunakan untuk kegiatan mencari
masih menggunakan kawin alam untuk pakan hijauan, memberi makan, memberi
mengawinkan ternaknya, dan dibawah 30% minum, membersihkan sisa pakan,
yang menggunakan IB. Masyarakat lebih membersihkan kotoran dan sesekali
menyukai kawin alam dengan pertimbangan : memandikan ternak. Curahan waktu
1. Secara alamiah ternak sapi potong terbanyak digunakan untuk mencari pakan
memiliki kebebasan dalam proses kawin, hijauan (ngarit). Curahan kerja peternak di
sehingga mendukung Kecamatan Puring lebih lama dibandingkan
perkembangbiakannya secara normal dengan peternak di Kecamatan Klirong. Hal
2. Biaya yang dikeluarkan lebih murah tersebut dikarenakan waktu untuk mencari
dibandingkan IB hijauan pada peternak di Kecamatan Klirong,
3. Peternak yang mempunyai induk baik yang di kelompok maupun yang di
mendapatkan garansi dari peternak yang masyarakat lebih sedikit karena 50% dari
mempunyai pejantan bahwa apabila sapi mereka mempunyai lahan yang ditanami
betinanya tidak bunting saat dikawinkan rumput gajah untuk pakan ternaknya.
kembali tidak harus membayar lagi
4. Peternak merasa lebih mudah dan cepat 6. Kepuasan Kerja
dengan kawin alam, khususnya untuk Skor jawaban peternak baik yang
peternak yang dekat dengan pejantan tergabung di kelompok maupun petenak
unggul dan yang mempunyai pejantan masyarakat yang tidak tergabung di kelompok
sendiri pada SPR Kecamatan Puring dan Kecamatan
Mengawinkan dengan IB masih Klirong merasa puas dengan pendapatan yang
kurang diminati oleh masyarakat, biasanya IB diperoleh dari usaha pembibitan sapi PO
merupakan alternatif kedua apabila kawin Kebumen dengan asumsi perhitungan
alam tidak berhasil.Masih sebagian kecil pendapatannya berdasarkan biaya tunai tanpa
peternak yang mengetahui bahwa memperhitungkan biaya pakan hijauan dan
keberhasilannya lebih baik dari kawin alam tenaga kerja.
dilihat dari kualitas pedet yang dilahirkan. Skor perasaan dan kecintaan peternak
Berdasarkan Toelihere (1993) beberapa dalam menjalankan usaha peternakan sapi PO
keuntungan IB antara lain menghemat biaya Kebumen yang merupakan usaha sampingan
pemeliharaan pejantan sehingga penambahan dan usaha lainnya yang merupakan usaha
jumlah betina dapat dilakukan oleh peternak pokok (petani, pedagang, buruh, dan tukang),
sebab peternak tidak harus memelihara peternak memberikan rata-rata skor lebih dari
pejantan, efisiensi reproduksi akan lebih baik empat. Dengan demikian peternak menyukai
(Calving nterval diperpendek). Alasan yang usaha peternakan sapi PO Kebumen meskipun
dikemukakan oleh peternak kurang menyukai secara analisa usaha yang sebenarnya kurang
IB karena biaya lebih mahal dibandingkan menguntungkan.Peternak mengacu pada
dengan kawin alam, terkadang lama perhitungan pla B dan mengnggap kegiatan
menunggu petugas dan jarang berhasil. beternak sapi PO Kebumen itu khususnya
281
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
yang betina (pembibitan) merupakan tabungan peternak mendapatkan hasil dari usaha
yang sewaktu-waktu bias diambil hasilnya. ternaknya.Sebagian besar peternak (90%)
Kecintaan terhadap usaha beternak sapi PO melakukan kegiatan pembibitan sapi PO
Kebumen juga ditunjukkan dari sayangnnya Kebumen dimana yang dipelihara sebagian
peternak terhadap ternak sapinya. Misalnya besar adalah sapi betina.
sering dilihat dan diperhatikan ternaknya,
mementingkan pakan yang cukup untuk 8. Pendapatan dan Efisiensi Usaha
ternaknya dan manjalankan usaha ini turun Pendapatan dan efisiensi yang
temurun dari orang tua dan nenek moyangnya diperoleh dibedakan menjadi pendapatan atas
dulu. biaya tunai (B) dan pendapatan atas biaya
total (A). Biaya total menghitung semua biaya
7. Distribusi/ Pemasaran Pedet yang dikeluarkan sedangkan biaya tunai
Pemasaran pedet sapi PO Kebumen menghitung biaya yang dikeluarkan dalam
masih banyak dilakukan ke belantik. Alur bentuk uang saja. Berdasarkan welfare
pemasarannya cukup kompleks sehingga economics (pendapatan dan efisiensi B)
harga beli sapi cukup rendah, kecuali dengan semua peternak pembibitan sapi PO Kebumen
sapi atau pedet yang memang kualitasnya di kedua SPR mendapatkan keuntungan
bagus. Alur pemasaran pedet sapi PO dengan efisiensi diatas lima. Sedangkan
Kebumen cukup beragam yaitu : apabila dianalisis berdasarkan biaya total
1. Peternak → peternak peternak sebagian besar mengalamami
2. Peternak → kelompok kerugian. Rata-rata pendapatan tertinggi
3. Peternak → ASPOKEB → terdapat pada peternak yang menjual pedetnya
pedagang/peternak pada umur diatas enam bulan. Hal tersebut
4. Peternak → belantik → peternak berdasarkan data disebabkan oleh biaya pakan
5. Peternak → belantik →pedagang → (menggunakan pakan tambahan atau tidak)
pedagang/peternak calving interval lebih pendek, jumlah
6. Peternak → belantik → pedagang → kepemilikan induk lebih banyak, pengalaman
belantik → pedagang/peternak beternak lebih lama dan harga jual pedet yang
Pedet yang telah dibeli oleh belantik lebih tinggi.
dan pedagang didistribusikan lagi di daerah Berdasarkan beberapa fakta
Kabupaten Kebumen dan luar Kabupaten pendapatan dan efisiensi ekonomi (R/C)
Kebumen. Daerah Kabupaten Kebumen yang diatas maka dapat dikatakan bahwa terdapat
menjadi pasar penjualan pedet atau ternak beberapa hal yang dapat mempengaruhi
dewasa adalah ke daerah di Kabupaten pendapatan yang diperoleh peternak
Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, pembibitan sapi PO Kebumen, yaitu :
Kabupaten Banyumas, Kabupaten dan Kota 1. Umur jual pedet, disarankan penjualan
Cilacap, Kabupaten Purworejo dan Provinsi pedet diatas 6 bulan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembeli pedet 2. Kualitas pedet yang menentukan harga jual
atau sapi dewasa sapi PO Kebumen yang pedet, harga jual pedet akan tinggi apabila
menjalankan transaksi jual beli sangat performa dan kesehatan pedet baik.
beragam. Ada yang khusus menjual dan Beberapa peternak mengusahakan kondisi
membeli pedet, khusus memnjual dan ini dengan cara pemberian pakan
membeli indukan, khusus menjual dan tambahan pada pedet sejak umur satu
membeli bakalan untuk penggemukan dan bulan.
kombinasi dari ketiganya. 3. Biaya pakan, baik pakan hijauan maupun
Motivasi peternak menjual pedetnya pakan tambahan. Diharapkan sebisa
ke belantik adalahkebutuhan keluarga dan mungkin peternak dapat menekan biaya
proses penjualannya mudah karena balantik pakan.
sendiri yang biasanya mencari dan mengambil 4. Calving nterval, semakin panjang Calving
pedet yang dibelinya dari peternak. Kemudian nterval akan semakin banyak biaya yang
selain proses penjualannya juga dikeluarkan dan akan mempengaruhi
pembayarannya mudah dan cepat. Penjualan besarnya pendapatan dan efisiensi.
pedet dilakukan karena memang dari situlah
282
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
tradisional
pemeliharaan sapi PO tidak ada analisa usaha
Kebumen
95% menjalankan usaha perbibitan
5% nya penggemukan
jangka waktu lama
jalur pemasaran cukup panjang
283
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
284
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
285
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
ABSTRACT
The objective of this study is to find the proper spacing that gives a good influence on the growth
and yield of rice plants. This research was conducted in the village of Karya Mukti, District Panyingkiran
Majalengka. Land that is used in these experiments were irrigated rice. The experiment was conducted from
April to July 2016. The research method used randomized block design (RAK) single factor. Modifications
Legowo planting distance (L) used as treatment. Modification of the planting distance is: l1 = 25 X 15 X 50,
l2 = 25 X 12.5 X 50, l3 = 25 X 15 X 40 and l4 = 25 X 12.5 X 40. To find the effect of each treatment was
tested with Duncan's Multiple Range test at 5% level. The results showed modifications legowo spacing of 2
(25 x 12.5 x 40) has significant effect on the plant height ages 40 and 60 dap dap and root length, while a
spacing modification legowo 2 (25 x 15 x 50) provides real pengaruuh to the number seedling age 60 hst and
80 hst, the number of filled grain per panicle, and the weight of tile.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari jarak tanam yang tepat yang memberikan pengaruh baik
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.Penelitian ini dilaksanakan di Desa Karya Mukti, Kecamatan
Panyingkiran Kabupaten Majalengka.Lahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sawah
irigasi.Percobaan dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2016.Metode penelitian menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) factor tunggal.Modifikasi jarak tanam legowo (L) dijadikan sebagai
perlakuan. Modifikasi jarak tanam tersebut adalah: l1 = 25 X 15 X 50, l2 = 25 X 12,5 X 50, l3 = 25 X 15 X
40 dan l4 = 25 X 12,5 X 40. Perbandingan antara perlakuan perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan modifikasi jarak tanam legowo 2 (25 x 12,5 x 40)
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 40 hst dan 60 hst dan panjang akar, sedangkan modifikasi
jarak tanam legowo 2 (25 x 15 x 50) memberikan pengaruuh nyata terhadap jumlah anakan umur 60 hst dan
80 hst, jumlah gabah isi per malai, serta bobot ubinan.
286
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
287
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
adalah : l1 (25 cm x 15 cm x 50 cm), l2 (25 cm hijau dan penggerek batang dilakukan dengan
x 12,5 cm x 50 cm), l3 (25 cm x 15 cm x 40 penyemprotan pestisida Prevathon 50 SC
cm), dan l4 (25 cm x 12,5 cm x 40 cm). dengan dosis 1 cc/ l air. Penyemprotan
Respon yang diamati dalam percobaan dilakukan dua kali seminggu.
ini adalah : tinggi tanaman (Cm), jumlah Penyakit yang menyerang tanaman
anakan (Batang), panjang akar , panjang Malai padi selama percobaan adalah penyakit
(Cm), jumlah gabah isi per malai (Buah), Tungro. Penyakit ini disebabkan oleh virus
jumlah gabah hampa per malai (Buah), Bobot yang dibawa oleh hama wereng hijau. Infeksi
1000 butir gabah (Gram), Bobot ubinan per penyakit tungro dalam kegiatan percobaan ini
plot (Kg) berkisar 0,4%. Pengendalian penyakit Tungro
dilakukan dengan menggunakan Applaud 10
Analisis Data WP dengan dosis 2 g/ l air dan Ares.
Rancangan analisis yang digunakan dalam Penyemprotan dilakukan dua kali
percobaan ini adalah Rancangan Acak seminggu.
Kelompok (RAK) pola biasa. Model linier c. Keadaan Agroklimat Selama
yang digunakan menurut Gomez dan Gomez Percobaan
(1995) adalah sebagai berikut: Suhu maksimum rata-rata saat percobaan
Yij = µ + τi + ßj + ∑ij berlangsung sekitar 29,90C dan suhu minimum
Perbedaan pengaruh perlakuan diuji rata-rata 22,90C. Suhu sangat mempengaruhi
dengan uji F pada taraf 5%.Untuk mengetahui pertumbuhan tanaman padi. Suhu optimal
pengaruh Legowo diuji menggunakan uji untuk pertumbuhan padi berkisar 230C.
Duncan pada taraf 5%. Temperatur sangat mempengaruhi pengisian
biji. Temperatur yang rendah dan kelembaban
yang tinggi pada waktu pembungaan dapat
2
̅ √ mempengaruhi proses pembuahan sehingga
gabah menjadi hampa (Harington, 2010).
Setiap kenaikan suhu 10C akan menurunkan
hasil sebanayak 0,6 ton/ hektar (Sheehy dkk.,
HASIL DAN PEMBAHASAN 2005; Wassmann dan Dobermann, 2007).
Hasil Pengamatan Penunjang Temperatur sangat berkaitan dengan
a. Analisis Tanah kelembaban. Kelembaban rata-rata selama
Hasil analisis menunjukkan bahwa pH percobaan adalah 67,7%. Kelembaban
tanah tempat percobaan bernilai 6,4 termasuk berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
dalam kriteria agak masam. pH tanah akan padi baik secara langsung maupun secara tidak
mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang langsung. Apabila keadaan lembab disekitar
terkandung di dalam tanah tersebut. Keadaan pertanaman padi maka akan menyebabkan
tanah masam, ada beberapa unsur hara yang mudahnya hama penyakit tumbuh didaerah itu
terikat oleh unsur lainnya seperti unsur hara P. dan daya tahan tanaman padi akan berkurang
Unsur hara ini akan terikat oleh Al atau Fe (Makarim dan Suhartatik, 2009).
menjadi Al-P dan Fe-P, pada kondisi tanah ber Curah hujan harian selama percobaan
pH masam (Aisyah dkk., 2006). Banyaknya berkisar rata-rata 14,84 mm. Air sangat
hara yang tersedia ditentukan oleh banyak dibutuhkan tanaman dalam semua proses
faktor diantaranya kelarutan zat hara, pH metabolismenya. Selama percobaan ini
tanah, kapasitas tukar kation, tekstur tanah, penyiraman dilakukan mengandalkan saluran
dan jumlah bahan organik yang tersedia irigasi yang berada disekitar areal pertanaman
(Aisyah dkk., 2006). padi. penyiraman dilakukan dengan cara
b. Tingkat Serangan Hama dan intermitten (pengairan berselang) dengan
Penyakit ketentuan 3 hari kering dan 3 hari basah.
Hama yang menyerang selama
percobaan adalah hama wereng hijau Hasil Pengamatan Utama
(Nephotettix virescens) dan penggerek batang a. Tinggi Tanaman (cm) Umur 40 hst,
(Tryporiza sp.). Pengendalian hama Wereng 60 hst, dan 80 hst
288
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
Tabel 1. Pengaruh Modifikasi Jarak Tanam Legowo 2 terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur 40hst,
60hst dan 80 hst.
Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman
Perlakuan
40 hst 60 hst 80 hst
l1 (25 x 15 x 50) 76.28 a 87.44 a 112.11 a
l2 (25 x 12,5 x 50) 73.67 a 85.50 a 112.72 a
l3 (25 x 15 x 40) 74.67 a 86.67 a 108.17 a
l4 (25 x 12,5 x 40) 81.89 b 93.33 b 112.11 a
KK 4.02 3.02 2.84
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%; KK: koefisien keragaman
.
b. Jumlah Anakan Umur 40 hst,60 dan 80 hst menunjukkan pengaruh yang
hst,dan 80 hst berbeda nyata . Uji Lanjut menggunakan Uji
Hasil analisis ragam pengaruh Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% yang
perlakuan modifikasi jarak tanam legowo 2 disajikan pada tabel 2
terhadap jumlah anakan umur 40 hst, 60 hst,
Tabel 2. Pengaruh Modifikasi Jarak Tanam 2 Legowo terhadap Jumlah Anakan Umur 40 hst, 60
hst, dan 80 hst.
Tabel 2 menunjukkan bahwa terhadap jumlah anakan umur 60 hst dan umur
perlakuan modifikasi jarak tanam legowo 2 80 hst dibandingkan dengan perlakuan l2, l3,
tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dan l4.
terhadap jumlah anakan 40 hst dan
memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap c. Panjang Akar (cm), Panjang Malai
jumlah anakan umur 60 hst dan 80 hst. (cm), Jumlah Gabah Isi, dan
Perlakuan l1 memberikan pengaruh baik Jumlah Gabah Hampa
289
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
Tabel 3. Pengaruh Modifikasi Jarak Tanam Legowo 2 terhadap Panjang Akar (cm), Panjang Malai
(cm), Jumlah Gabah Isi, dan Jumlah Gabah Hampa
290
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
Tabel 4. Pengaruh Modifikasi Jarak Tanam Legowo 2 terhadap Bobot 1000 Butir (g) dan
Bobot Ubinan (kg)
291
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
292
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
293
Jurnal Ilmu Pertanian dan Peternakan Volume 4 Nomor 2 Desember 2016
294