Sei sulla pagina 1di 9

UPAYA PELESTARIAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU

BABAKAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

Diana Susilowati
Jurusan Teknik Arsitektur
Universitas Gunadarma Depok
diana_susilowati@staff.gunadarma.ac.id

ABSTRACT
Setu Babakan is a tourist or entertainment which is located in South Jakarta, are located in
the region rather Srengseng Rice Village, District Jagakarsa, South Jakarta. Setu Babakan
area is a residential area that has the feel strong and pure both in terms of culture, art
performances and traditional architectural forms Betawi house. At this time our government
aggressively promote the region as an area of cultural tourism . Many activities that are often
performed in the Betawi village , ranging from cultural performances , religious , until the
water attractions . But it is not supported by adequate infrastructure , the most prominent
problems are less optimal management in the region and the lack of a good arrangement of
visitor management , structuring building up infrastructure in it . The result of this research
was to determine what efforts will be made to develop the area as a township betawi not only
alone but is further enhanced into a cultural tourist area without leaving a characteristic of
traditional architecture . The method used in this research is descriptive method , by giving
the facts on the ground based on existing literature . This study generated the concept of
preservation were deemed to represent the three elements of a mix of economic activities ,
religious , social and cultural support in Setu Babakan Betawi Village to remain conserved .

Key words: conservation, cultural, Betawi

ABSTRAKSI
Setu Babakan adalah sebuah tempat wisata atau hiburan yang terletak di Selatan Jakarta,
lebih tepatnya berlokasi di wilayah Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa,
Jakarta Selatan. Kawasan Setu Babakan merupakan kawasan hunian yang memiliki nuansa
kuat dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan maupun bentuk arsitektur tradisional
rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah
milik pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32 hektar. Pada saat ini Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta gencar mempromosikan kawasan Setu Babakan sebagai kawasan
wisata budaya. Banyak kegiatan yang sering dilakukan di perkampungan betawi ini, mulai
dari pertunjukan budaya, keagamaan, hingga wisata air. Akan tetapi hal tersebut tidak
ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai, permasalahan yang paling menonjol
adalah kurang optimalnya pengelolaan di kawasan ini serta kurangnya penataan baik dari
pengelolaan pengunjung, penataan bangunan hingga infrastruktur di dalamnya. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang akan dilakukan guna
mengembangkan kawasan ini bukan hanya sebagai perkampungan betawi saja akan tetapi
lebih ditingkatkan menjadi sebuah kawasan wisata budaya tanpa meninggalkan ciri khas
dari arsitektur tradisionalnya. Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode
deskriptif, dengan memberikan fakta-fakta di lapangan berdasarkan studi literatur yang telah
ada. Dari penelitian ini dihasilkan konsep pelestarian yang dirasa dapat mewakili
yaitu merupakan perpaduan tiga elemen kegiatan ekonomi, keagamaan, dan
sosial budaya yang mendukung Perkampungan Betawi di Setu
Babakan untuk dapat tetap dilestarikan.

kata kunci : upaya pelestarian, budaya, betawi, wisata

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 1
PENDAHULUAN
Pemerintah Jakarta pada saat ini tengah berupaya melestarikan kebudayaan
Betawi, yang lambat laun mulai pudar ditengah kemajuan jaman yang serba
modern. Upaya pelestarian yang dilakukan salah satunya adalah dengan membuat
sebuah kawasan wisata budaya di Setu Babakan Jakarta Selatan. Setu Babakan
adalah sebuah tempat wisata atau hiburan yang terletak di Selatan
Jakarta, lebih tepatnya berlokasi di wilayah Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kawasan Setu
Babakan merupakan kawasan hunian yang memiliki nuansa kuat
dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan maupun bentuk
arsitektur tradisional rumah Betawi. Dari perkampungan yang
luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah milik pemerintah
di mana yang baru dikelola hanya 32 hektar.

Pada dasarnya kawasan ini sudah dikenal masyarakat luas sebagai


daerah cagar budaya dimana didalamnya banyak sekali terdapat
kebudayaan asli betawi, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang
sering dilakukan di perkampungan betawi ini. Mulai dari
pertunjukan budaya, keagamaan, hingga wisata air. Akan tetapi hal
tersebut tidak ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai,
permasalahan yang paling menonjol adalah kurang optimalnya
pengelolaan di kawasan ini serta kurangnya penataan baik dari
pengelolaan pengunjung, penataan bangunan hingga infrastruktur di
dalamnya.

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan upaya-upaya pelestarian


apa saja serta konsep-konsep yang dapat dilakukan guna
mempertahankan keberadaan Kawasan Setu Babakan sebagai
daerah wisata budaya. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan
dapat menghasilkan suatu rumusan ataupun rekomendasi bagi
pihak-pihak yang berkepentingan untuk tetap menjaga kelestarian
budaya betawi melalui Kawasan Wisata Budaya Setu Babakan.

KAJIAN LITERATUR
a. Definisi dan Bentuk-Bentuk Pelestarian/Konservasi
Konservasi secara umum diartikan pelestarian namun demikian dalam khasanah
para pakar konservasi ternyata memiliki serangkaian pengertian yang berbeda-
beda implikasinya. Istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu
pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun
1981 yang dikenal dengan Burra Charter.

Burra Charter menyebutkan "konservasi adalah konsep proses pengelolaan


suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung
didalamnya terpelihara dengan baik."

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 2
Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan
morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Bila dikaitkan dengan kawasan maka
konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan
adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan
secara fisik saja.

Suatu program konservasi sebisa mungkin tidak hanya dipertahankan keaslian dan
perawatannya, namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi
pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian yang dinamik tidak hanya
mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan tercapai namun dapat menghasilkan
pendapatan dan keuntungan lain bagi pemakainya. Dalam hal ini peran arsitek
sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena tidak semua fungsi
dapat dimasukkan.

Salah satu bentuk kegiatan konservasi yang dapat dilakukan di Setu Babakan adalah
 Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan pemeliharaan
bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat
bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan, dan
 Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah semua proses pengelolaan
suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini termasuk
pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan
preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsolidasi serta revitalisasi. Biasanya
kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan tersebut.

b. Definisi Wisata Budaya


Istilah pariwisata budaya memiliki beberapa definisi (Sofield dan Birtles, 1996) dan
hal tersebut yang masih membingungkan (Hughes, 1996) dan istilah simtomatik
Tribes (1997) serta pariwisata indisiplin. Dalam sebuah buku yang dikarang oleh
Valene Smith (1978: 4) berjudul Hosts dan Guests membedakan antara pariwisata
etnik dan pariwisata budaya: pariwisata etnik dipasarkan untuk umum/wisatawan
berdasarkan budaya yang mengalir/turun temurun dari penduduk pribumi yang
bersifat eksotis. Wood (1984: 361) lebih lanjut mendefinisikan pariwisata etnik
dengan memfokuskan pada orang-orang yang meninggalkan identitas budaya yang
keunikannya dipasarkan kepada wisatawan. Khususnya yang dikemas untuk
wisatawan seperti tari-tarian pertunjukan, rumah atau pemukiman asli penduduk
lokal, upacara, dan hasil-hasil kerajinan berupa ornament dengan segala pernak-
perniknya (Smith, 1978:4).

Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang


dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan motivasi wisatawan serta atraksi
yang terdapat di daerah tujuan wisata maka kegiatan pariwisata dibedakan dalam
dua kelompok besar yaitu pariwisata yang bersifat massal dan pariwisata minat
khusus. Jika pada pariwisata jenis pertama lebih ditekankan aspek kesenangan
(leisure) maka pada tipe kedua penekanannya lebih kearah pengalaman dan
pengetahuan.

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 3
Pada pasal 1 UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya mendefinisikan
Benda Cagar Budaya sebagai :
 Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur
sekurang- kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan
mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;
 Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.Jadi yang dimaksud dengan pusaka bisa
berupa hasil kebudayaan manusia maupun alam beserta isinya.

c. Pelestarian Kawasan
Pelestarian secara umum dapat didefinisikan bahwa pelestarian dalam hal ini
konservarsi merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk merawat, melindungi, dan
mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai atau makna kultural agar
dapat dipelihara secara bijaksana sesuai dengan identitasnya guna untuk
dilestarikan. Menurut Eko budihardjo (1994), upaya preservasi mengandung arti
mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno persis
seperti keadaan asli semula. Karena sifat preservasi yang stastis, upaya pelestarian
memerlukan pula pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup
bangunannya saja tetapi juga lingkungannya (conservation areasdan bahkan kota
bersejarah (histories towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan
dapat dilakukan, menilai dari inventarisasi bangunan bersejarah kolonial maupun
tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai dengan
revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini lebih banyak menggunakan pendekatan secara kualitatif. Pendekatan
ini masih menggunakan teori-teori yang akan dibawa ke lapangan (wilayah
pengamatan) dan dikemudian akan diteliti lebih dalam lagi berdasarkan dengan
fenomena yang ada di wilayah pengamatan. Menurut Bungin (2010), teori
digunakan sebagai awal menjawab pertanyaan penelitian, bahwa sesungguhnya
pandangan deduktif menuntun penelitian dengan terlebih dahulu menggunakan teori
sebagai alat, ukuran, untuk membangun hipotesis, sehingga selanjutnya peneliti
secara tidak langsung akan dituntun menggunakan teori sebagai acuan dalam
melihat masalah penelitian.

Setelah itu, hal pertama kali yang dilakukan untuk membantu penelitian ini adalah
melakukan wawancara dengan masyarakat disekitar kawasan Setu Babakan, akan
tetapi pembatasan bahasan hanya akan membahas sebatas upaya pelestarian
berdasarkan elemen perancangan saja. Wawancara ini diharapkan akan
menghasilkan data primer yang nantinya bisa menjadi patokan didalam mengolah
data. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil telaah dokumen dan artikel
yang terkait dengan penelitian, seperti dokumen rencana tata ruang, peta, dan
artikel dari internet. Dari kedua data tersebut nantinya akan dianalisa secara
deskriptif.

UPAYA PELESTARIAN

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 4
a. Tinjauan Umum
Kegiatan Preservasi dan Konservasi yang dilakukan di Setu Babakan meliputi
pengelolaan kawasan, dimana fokus usaha yang dilakukan meliputi penataan baik
dari pengelolaan pengunjung, penataan bangunan hingga infrastruktur di dalamnya.
Di kawasan Setu Babakan ini memiliki luas area yang sangat besar,sehingga untuk
lebih memudahkan area pengamatan dibagi menjadi 2 zona, yaitu zona 1 untuk
kawasan di sebelah utara, zona 2 dikawasan selatan serta zona 3 yang saat ini
sedang dilakukan pembangunan.

ZONA

ZONA

ZONA

Gambar 1 Pembagian Zonning di Kawasan Setu Babakan


Sumber : analisa pribadi

Untuk kawasan sebelah utara, banyak kegiatan perdagangan maupun keagamaan


yang dapat dilihat. Karen pada bagian utara ini terdapat plaza serta bangunan-
bangunan khas betawi. Fasilitas yang disediakan kebanyakan belum tertata
dengan baik, terutama dari segi bangunannya. Ada beberapa warung yang sudah
menerapkan ornamen-ornamen betawi akan tetapi masih banyak juga yang
seadanya saja. Dibagian Selatan, kegiatan yang berlangsung kebanyakan
merupakan perdagangan dan jasa. Banyaknya warung-warung kecil membuat
animo masyarakat untuk datang dan menikmati Setu Babakan sangat besar. Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya warung jualan disepanjang kawasan ini.bila
dari segi ekonomi dapat meningkatkan pendapatan penduduk asli dan pendatang,
sisi negatifnya adalah kurangnya lahan untuk parkir motor. Sebagian besar
pengunjung mengambil badan jalan untuk tempat parkir kendaraan mereka.

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 5
Gambar 2 Pembagian Zonning di Kawasan Setu Babakan
Sumber : dokumentasi pribadi

Tabel 1 Aktivitas di Kawasan Setu Babakan


Aktivitas
Foto-foto
Kawasan Setu Keterangan
Pendukung
Babakan
1. Ekonomi Aktivitas kegiatan dalam bidang ekonomi
yang paling terlihat adalah adanya aktivitas
perdagangan disepanjang garis aliran Setu
Babakan, baik diarah utara maupun
selatan. Bahkan kegiatan ini sudah mulai
terlihat semenjak di pintu masuk. Terdapat
2 tipe bangunan disini yaitu bangunan
permanen dan semi permanen. Bangunan
permanen biasanya menjadi satu dengan
rumah tinggal, sedangkan semi permanen
terdiri dari bangunan yang terbuat dari
papan/triplek dan menggunakan tenda.
Selain perdagangan, kegiatan yang terlihat
adalah penyewaan perahu bebek untuk
wisata air. Setiap pengunjung jika ingin
menggunakan perahu bebek ini dikenakan
biaya sewa perahu. Potensi ekonomi
lainnya adalah dari retribusi parkir ataupun
tiket masuk pengunjung ke kawasan Setu
Babakan.
2. Sosial Selain untuk kegiatan keagamaan, ada
Budaya beberapa kegiatan yang sudah dijadwalkan
setiap minggunya dan terpampang jelas di
pintu masuk Setu Babakan.
Di Perkampungan Setu Babakan juga,
jenis bangunan-bangunan berarsitektur
khas Betawi sudah tidak 100 % terlihat
utuh kecuali bagian teras atau serambi

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 6
yang masih dapat ditemui dalam bentuk
dan ukuran yang seadanya saja. Biasanya
masyarakat menambahkan ornamen pada
lisplang yang memiliki ukiran khas Betawi
pada bangunan rumah karena dapat
menunjukkan kekhasan arsitektur rumah
Betawi.
3. Keagamaan Di kawasan Setu Babakan ini sering
dijadikan tempat sebagai pusat kegiatan-
kegiatan yang bersifat Islami, baik itu
dalam skala kecil maupun skala besar.
Pusat kegiatan biasanya terdapat di
panggung besar ataupun plaza yang sudah
ada di perkampungan Setu Babakan ini.

Sumber : Analisa Pribadi


b. Analisis Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan
sebagai Kawasan Wisata Budaya
Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada tabel 1 dimana diuraikan elemen-
elemen yang menjadikan kawasan Setu Babakan ini dapat bertahan hingga saat
ini. Ketiga kegiatan tersebut menjadi pusat kehidupan bagi perkampungan ini. Akan
tetapi dapat dilihat dari foto-foto survey bahwa tidak terjadi pengelolaan yang
optimal. Banyaknya jumlah pengunjung yang datang terutama di hari Sabtu dan
Minggu tidak disertai dengan semakin baiknya pelayanan. Ketika memasuki
gerbang masuk, sudah terlihat kurangnya dukungan dari semua pihak baik itu
pemerintah, pengelola lokal maupun masyarakat Betawi sendiri. Pembagian Zona
sudah mulai diterapkan, dimana disetiap zona-zona tersebut memiliki pengelolaan
masing-masing, dan tidak terorganisir. Sumber Daya Manusia yang terlibat
didalamnya seakan-akan berdiri sendiri. Jika kita memasuki zona utara, maka kita
akan dihadapkan pada pihak pengelolaan parkir dan retribusi yang berbeda-beda.
Hal ini bila dibiarkan berlarut maka dapat dipastikan Kawasan ini hanya akan
menjadi kawasan yang mementingkan ”profit oriented” semata tanpa
memperhatikan unsur budaya dan bangunan cagar alamnya. Setu Babakan
sebagai pusat kegiatan utama di dikawasan ini selain perkampungan betawi,
kurang dikelola semaksimal mungkin sebagai kawasan wisata air. Harus ada
kordinasi diantara semua pihak, serta dirumuskan konsep yang jelas bagi
keberlangsungan kawasan ini.

Berdasarkan analisa diatas, konsep pelestarian yang dirasa dapat mewakili adalah
perpaduan diantara ketiga elemen kegiatan, dimana kegiatan ekonomi,
keagamaan, dan sosial budaya yang mendukung Perkampungan
Betawi di Setu Babakan untuk dapat tetap dilestarikan.

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 7
SOSIAL
BUDAYA EKONOMI

KEAGAMAAN

Gambar 3 Konsep Upaya Pelestarian


Sumber : analisa pribadi

Dari konsep tersebut dapat diterapkan secara optimal dengan melalui beberapa
proses. Bukti konkrit yang bisa dilakukan antara lain adalah :
 Perlu dukungan dari semua pihak, baik itu Pemerintah maupun masyarakat
umum untuk menjadikan kawasan ini tetap bertahan. Dukungan itu bisa
berupa perbaikan infrastruktur jalan ataupun pengadaan fasilitas umum
lainnya yang menunjang serta SDM yang terlibat didalamnya harus memiliki
kompetensi yang sesuai sehingga semua pihak dapat berkolaborasi secara
maksimal.
 Perkampungan Betawi yang ada pada saat ini hendaknya tetap
dipertahankan keberadaannya, bahkan bangunan-bangunan baru yang ada
perlu berkiblat dan mengikuti pola-pola arsitektur Betawi.
 Perlunya kordinasi dengan elemen-elemen masyarakat asli Betawi dalam
mengadakan acara ataupun kegiatan-kegiatan supaya dapat terkordinir
dengan baik.
 Organisasi kemasyarakatan tetap dipertahankan, hal ini dapat membantu
dalam bidang pengawasan apabila ada kegiatan yang menyimpang dari
kebiasaan yang berlaku di Perkampungan Betawi.
 Perdagangan dan jasa yang ada saat ini harus dikelola secara optimal,
karena sumber pendapatan terbesar berasal dari hal tersebut.
 Saat ini Pemerintah tengah mengembangkan zona 3, hal yang menjadi
perhatian adalah tetap menjaga intergritas diantara ketiga zona tersebut
dengan menjadikan Setu Babakan sebagai pengikatnya. Pemerintah
diharapkan mensosialisasikan hal tersebut secara optimal.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Kawasan Perkampungan Betawi Setu Babakan merupakan daerah cagar budaya
yang harus dilestarikan keberadaannya. Perlu kordinasi yang saling mendukung
diantara elemen-elemen baik itu dari pihak Pemerintah maupun masyarakat Betawi
sendiri. Dari penelitian ini dihasilkan konsep yang saat ini dirasakan sesuai, yaitu
memadukan kegiatan ekonomi, sosial budaya dan keagamaan. Ketiga hal
tersebutlah yang membuat keberadaan Setu Babakan tetap bertahan hingga saat
ini. Dari analisa yang telah dilakukan sebelumnya,perlu rencana yang terintegrasi
untuk tetap menjalankan konsep-konsep tersebut secara optimal. Diharapakan

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 8
dengan konsep yang terintegrasi semakin membuat perkampungan Betawi ini tidak
tergerus oleh waktu.

DAFTAR PUSTAKA
Agung, W, 2011, Peran Serta Masyarakat dalam menciptakan perumahan ber
”arsitektur” Betawi di Setu Babakan, [online],
(http://peneliti.budiluhur.ac.id/wp-content/uploads/2007/05/agung-
wahyudi2.pdf , diakses tanggal 22 Juli 2013)
Katarina, B.R, Identifikasi Pola Pekarangan pada Perkampungan Budaya Betawi
Situ Babakan, Jakarta Selatan, [online],
(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/1191/1/A06kbr_abstract.
pdf , diakses tanggal 22 Juli 2013)
Kartika, Y & Rina,K, Pelestarian Kampung Kauman Semarang sebagai Kawasan
Wisata Budaya, Jurnal Teknik PWK Volumen 2 Nomor 2, 2013
Budihardjo, Eko , 1994, Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan Perkotaan,
Penerbit Gajah Mada University, Press.
Koentjaraningrat. 1995. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta.
Djambatan.
Bungin, Burhan. 2010.Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya.Jakarta: Kencana Praneda Media Group.
Masyur, F, Pola Ragam Hias Pada Rumah Tradisional Betawi di Perkampungan
Budaya Betawi Setu Babakan-Jakarta Selatan, Naskah Penulisan Ilmiah,
Universitas Gunadarma, 2003.

Diana Susilowati, Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan
Wisata Budaya 9

Potrebbero piacerti anche