Sei sulla pagina 1di 10

Ekstrak Purwoceng dan Vitalitas Pria 53

Pengaruh Pemberian Ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina


Molk) terhadap Peningkatan Indikator Vitalitas Pria
Studi Eksperimental pada Tikus Jantan Sprague Dawley

Effect of Purwoceng (Pimpinella alpina Molk) Extract on Enhancing of Man


Vitality Indicator
Experimental Study on Sprague Dawley Male Rats

Taufiqurrachman Nasihun1

ABSTRACT
Background. Pimpinella alpina Molk (PAM) or “purwoceng” has been traditionally used as an alternative
treatment to enhance male vitality. Unfortunatelly, the effect of PAM to enhance vitallity which is indicated by
increasing in consentration of Te, LH, and FSH has not been fully understood. This study was conducted to
elucidate whether treatment of PAM crude extract will be able to enhance vitality which is indicated with
increasing in level of testosteron, LH, and FSH.
Design and Method: In the Post Test Control Group Design, 30 male of three month-old Sprague Dawley rats
randomly assigned into three groups, i.e Group A as a control, Group B, and group C was treated orally with
aquadest 2 ml, 1 ml (25 mg), and 2 ml (50 mg) of PAM crude extract respectively for seven days. tetestosteron,
LH, and FSH level were assessed by RIA and IRMA respectively. The different level of testosteron, LH, and FSH
among the three groups was analyzed by ANOVA, followed by Post Hoct Tukey HSD.
Result: The result showed significantly higher serum testosterone and LH level (p=0.049 and p=0.853
respectively) in 50 mg treated rats when compared with control while no significant difference was seen in the
serum levels of these two markers between 25 mg treated rats and 50 mg treated rats. Statistical comparison
revealed no significant difference in FSH level either in the two treated groups as compared to control or 25mg
treated group to 25 mg treated group.
Conclusion: Treatment of extract PAM 50 mg could enhance vitality which is indicated with increasing in
testosterone and LH level, but had no effect to FSH level, (Sains Medika, 1 (1) : 53-62).

Keywords: FSH, LH, TTe, Pimpinella alpina Molk, vitality

ABSTRAK
Pendahuluan: Pimpinella alpina Molk (PAM) atau purwoceng telah digunakan sebagai obat alternatif secara
turun temurun untuk meningkatkan vitalitas pria. Namun, pengaruh ekstrak PAM terhadap peningkatan vitalitas
dengan indikator peningkatan kadar Te, LH, dan FSH masih belum jelas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah pemberian ekstrak PAM mampu meningkatkan vitalitas dengan indikator peningkatan
kadar testosteron, LH, dan FSH.
Metode Peneletian: Post Test Control Group Design dengan sampel 30 tikus jantan Sprague Dawley umur 3
bulan dibagi menjadi 3 group secara random masing-masing terdiri dari 10 ekor tikus. Group A, sebagai kontrol
diberi aquadest 2 ml, Group B dan Group C masing-masing diberi 1 ml ekstrak PAM (25 mg) dan 2 ml ekstrak
PAM (50 mg). Setelah satu minggu aklimatisasi tikus diberi perlakuan selama 7 hari berturut-turut dengan
acufirm (blunt type needle). Te kemudian diperiksa dengan metode Radio Immuno Assay (RIA), sehingga Te
yang diukur adalah Te total (TTe), sedangkan LH dan FSH diperiksa dengan metode Immuno Radiometric Assay
(IRMA).
Kadar testosteron, LH, dan FSH, masing-masing diuji dengan metode RIA dan IRMA. Perbedaan kadar
testosteron, LH, dan FSH di antara group dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoct Tukey
HSD.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa group C mempunyai rerata kadar testosteron lebih
tinggi bermakna dibanding group A, namun tidak bermakna dibanding group B. Rerata kadar testosteron
group B lebih tinggi dibanding group A namun tidak bermakna. Rerata kadar LH group C lebih tinggi bermakna

1 Bagian Biokimia/Andrologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang,


(taufiq_rn@yahoo.com)
54 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

dibanding group A, namun tidak bermakna dibanding group B. Rerata kadar LH group B lebih tinggi dibanding
group A namun tidak bermakna. Rerata kadar FSH group C lebih tinggi dibanding group A dan group B namun
tidak bermakna, demikian pula dengan group B dibanding group A.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak PAM 50 mg mampu meningkatkan vitalitas dengan indikator peningkatan
kadar Testosteron dan LH, namun tidak meningkatkan kadar FSH, (Sains Medika, 1 (1) : 53-62).

Kata kunci: FSH, LH Pimpinella Alpina Molk; vitalitas; testosteron

PENDAHULUAN
Penggunaan obat alternatif saat ini telah menjadi kecenderungan umum di dunia.
Hasil polling di Amerika Serikat bulan Februari 2005, menunjukkan bahwa 91% dari 2386
responden mendorong Congress dan US Food and Drug Administration untuk melakukan
penelitian di bidang terapi alternatif (Anonim, 2005). Di Indonesia terutama Jawa tengah,
Pimpinella alpina Molk (PAM) atau purwoceng telah digunakan sebagai obat alternatif
secara turun temurun untuk meningkatkan vitalitas pria (Anonim, 1991). Arti vitalitas
adalah daya hidup, yang ditandai dengan kuat tenaga dan kemampuan seksual yang
memadai, oleh karena itu banyak dipakai oleh pria berusia 40 tahun ke atas dengan atau
tanpa lemah syahwat. Testostron (Te) adalah hormon androgen yang mempunyai
kontribusi peran sangat penting dalam peningkatan vitalitas pria. Sementara luteinizing
hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) masing-masing sebagai regulator
steroidogenesis dan spermatogenesis (Braunstein, 2004). Namun sampai saat ini
pengaruh PAM terhadap peningkatan vitalitas dengan indikator peningkatan kadar Te,
LH, dan FSH masih belum jelas.
Kelesuan ekonomi yang menimpa dunia (termasuk Indonesia) saat ini,
menyebabkan obat modern menjadi barang yang sangat mahal apalagi obat hormon,
sehingga tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Sementara itu daya beli
masyarakat makin menurun, maka obat tradisional dari bahan alam menjadi salah satu
pilihan. Menurut misi Departemen Kesehatan yang menyebutkan bahwa setiap obat yang
direkomendasikan untuk dikonsumsi masyarakat harus mempunyai mekanisme dan efek
penyembuhan yang jelas (Depkes RI, 2000). Mengacu pada misi tersebut maka
pembuktian efek PAM terhadap peningkatan vitalitas dengan indikator peningkatan kadar
Te, LH, dan FSH sangat penting. Bila PAM terbukti mampu meningkatkan kadar Te, LH,
dan FSH, maka potensi pasar PAM sangat besar, mengingat jumlah pria yang mengalami
Ekstrak Purwoceng dan Vitalitas Pria 55

penurunan vitalitas makin meningkat sejalan dengan usia harapan hidup yang makin
bertambah (Lunenfeld & Gooren, 2002).
PAM secara umum dipakai oleh masyarakat sebagai afrodisiak. Berdasar pada
hasil pemeriksaan fitokimia, ekstrak PAM mengandung berbagai zat kimia yang terdiri
dari saponin, sterol, sejumlah kecil alakaloid, dan oligosakarida. Sterol yang terkandung
dalam ekstrak PAM adalah sitosterol dan stigmasterol yang merupakan prekursor Te yang
dapat dikonversi menjadi Te di jaringan perifer oleh enzyme 3 â hidroksi steroid
5,4
dehidrogenase, isomerase, 17 á hidroksilase, C17,20 lyase, dan 17 â hidroksisteroid
dehidrogenase (Granner, 2000). Di sisi lain vitalitas pria sangat dipengaruhi oleh hormon
Te. Seseorang akan lebih agresif, responsif terhadap rangsangan seksual, mampu ereksi,
dan mempunyai libido yang tinggi bila kadar Te serum cukup tinggi (Caropeboka, 1976;
Morales et al., 1997). LH dan FSH adalah hormon gonadotropin yang diproduksi oleh
hipofisis anterior guna meregulasi testis dalam mensintesis Te dan spermatozoa.
Sementara itu efek farmakologik ekstrak PAM adalah meningkatkan aktivitas motorik,
sensibilitas, tonus berbagai otot lurik, tingkah laku seksual jantan, dan merangsang
susunan syaraf pusat (SSP) (Caropeboka, 1977; Van Basten et al., 1997). Mengacu pada
mekanisme peningkatan vitalitas pria seperti tersebut di atas, maka dapat diharapkan
bahwa pemberian ekstrak PAM yang selama ini dipakai oleh masyarakat sebagai afrodisiak
dapat meningkatkan kadar Te, LH, dan FSH pada tikus jantan Sprague Dawley.

METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post Test Only Control Group Design
dengan sampel 30 tikus jantan galur Sprague Dawley umur 90 hari, yang dibagi menjadi
3 group secara random masing-masing terdiri dari 10 ekor (ditentukan menurut formula
Federer). Group A sebagai kontrol diberi aquadest 2 ml. Group B diberi larutan ekstrak
PAM 1 ml (25 mg), Group C diberi larutan ekstrak PAM 2 ml (50 mg).
Ekstrak PAM diperoleh dengan metode ekstraksi Soxhlet dengan pelarut metanol
99%. Dosis 25 mg/ml ditentukan berdasarkan hasil penelitian Caropeboka pada kera.
Pemberian ekstrak PAM dengan dosis 75 mg/ml pada kera ternyata efektif meningkatkan
dorongan seksual. Rerata berat badan (BB) tikus yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 300 gram, dengan demikian dosis yang diperlukan adalah 75 mg/3,3 = 22,7 mg,
56 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

dibulatkan menjadi 25 mg. Tikus kemudian dimasukkan ke dalam kandang secara


individual sesuai dengan kelompok masing-masing selama satu minggu untuk menjalani
aklimatisasi. Makanan yang diberikan adalah makanan tikus sehari-hari dan air berasal
dari Perusahaan Daerah Air minum disediakan untuk air minum tikus secara ad libitum.
Setelah satu minggu aklimatisasi tikus diberi perlakuan selama 7 hari berturut-turut.
Pemberian perlakuan dilakukan secara oral dengan menggunakan acufirm (blunt type
needle) setiap hari pada pukul 7 pagi. Di akhir penelitian pada setiap tikus dilakukan
pengambilan darah dengan tabung mikrohematokrit sebanyak 2 ml melalui sinus orbitalis
kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi. Tabung reaksi kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan serum dengan berbagai sel darah. Te kemudian
diperiksa dengan metode Radio Immuno Assay (RIA), sehingga Te yang diukur adalah Te
total (TTe), sedangkan LH dan FSH diperiksa dengan metode Immuno Radiometric Assay
(IRMA).
Untuk membedakan apakah terdapat perbedaan kadar Te, LH, dan FSH yang
bermakna antar kelompok dilakukan analisis statistik ANOVA, dilanjutkan dengan uji Post
Hoct Tukey HSD untuk melihat kelompok mana yang kadar Te, LH, dan FSH lebih tinggi
secara bermakna. Semua analisis dilakukan dengan software SPSS 13 dengan taraf
kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN
Tikus jantan galur Sprague Dawley yang digunakan dalam penelitian ini berumur
3 bulan dari pembiakan secara in breed, sehingga variabilitas umur dan genetik dapat
diabaikan. BB tikus bervariasi sehingga sebelum penelitian dilakukan penimbangan untuk
menyeragamkan BB, mengingat BB dapat mempengaruhi dosis ekstrak PAM terhadap
peningkatan kadar TTe, LH, dan FSH. Hasil penimbangan menunjukkan bahwa BB tikus
berkisar antara 207 gram sampai 334 gram. Tikus tersebut kemudian dibuat group secara
multi stage random sampling menjadi 3 group masing-masing terdiri dari 10 ekor, sehingga
tiap group mempunyai rerata BB yang sebanding seperti tertera pada Tabel 1.
Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov goodness of fit menunjukkan bahwa
data rerata BB dalam tiap group terdistribusi normal (p 0,987). Varian data rerata BB
berdasarkan hasil uji Levene test menunjukkan hasil yang homogen (p 0,698). Hasil uji
Ekstrak Purwoceng dan Vitalitas Pria 57

ANOVA menunjukkan bahwa rerata BB antar group perlakuan berbeda secara bermakna
(p 0,994). Hal ini menggambarkan bahwa 3 group tersebut mempunyai BB yang setara
sehingga memungkinkan untuk dibandingkan dalam penelitian lebih lanjut. Seluruh tikus
yang terlibat dalam penelitian dapat diamati hingga selesai, tidak ada yang sakit menurut
pengamatan luar.
Rerata kadar TTe, LH, dan FSH setelah 7 hari perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Group C (PAM 50 mg) menunjukkan rerata kadar TTe tertinggi, diikuti oleh group B (PAM
25 mg), kemudian group A (aquadest). Kondisi serupa juga terjadi pada kadar LH dan
FSH. Hasil pemeriksaan kadar LH dengan metode IRMA seperti tertera pada Tabel 2
menunjukkan bahwa rerata kadar LH tertinggi adalah group C (PAM 50 mg), kemudian
diikuti oleh group B (PAM 25 mg), dan yang paling rendah adalah group A (aquadest).

Tabel 1. Data dasar sampel sebelum diberi perlakuan

Tabel 2. Rerata kadar TTe, LH, dan FSH

Berdasarkan uji Kolmogorof-Smirnov goodness of fit data kadar TTe, LH, dan FSH
pada tiap group terdistribusi normal dan pada Levene test data tersebut mempunyai
varian yang sama. Oleh karena itu, perbedaan kadar TTe, LH, dan FSH di antara group
perlakuan dianalisa menggunakan uji ANOVA. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa
variabel kadar TTe dan LH di antara group berbeda secara bermakna (nilai p masing-
58 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

masing 0,047 dan 0,036). Variabel kadar FSH di antara group tidak berbeda bermakna
(p 0,687). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak PAM pada tikus jantan Sprague
Dawley dapat meningkatkan kadar TTe dan LH, sedangkan kadar FSH tidak terpengaruh.
Selanjutnya, untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang menunjukkan perbedaan
kadar TTe, LH, dan FSH dilakukan uji Post Hoct Test Tukey HSD.
Hasil uji Post Hoct test Tukey HSD menunjukkan adanya perbedaan bermakna
pada kadar testosteron total (TTe), dengan signifikansi < 0,05. Pemberian ekstrak PAM
50 mg selama 7 hari pada tikus jantan Sprague Dawley mampu meningkatkan kadar Tte
dan LH dibanding tikus yang tidak mendapatkan ekstrak PAM atau mendapat PAM namun
dengan dosis yang lebih kecil dari 50 mg. Akan tetapi, pemberian ekstrak PAM 50 mg
selama tujuh hari tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar FSH pada tikus jantan
Sprague Dawley. Ringkasan nilai signifikansi hasil uji lanjut Tukey Post Hoct test Tukey
HSD terhadap data rerata kadar testosteron total (TTe), LH, dan FSH dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Ringkasan nilai signifikansi (p) hasil uji Post Hoct Test Tukey HSD antar group
untuk rerata kadar hormon testosteron total (TTe), LH, dan FSH

Ket: * berbeda secara bermakna (p<0,05)

PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak PAM 50 mg/hr selama
7 hari mampu meningkatkan kadar TTe dan LH tikus jantan Sprague Dawley secara
bermakna dibanding kontrol (nilai p masing-masing 0,049 dan 0,042). Pemberian ekstrak
PAM 50 mg/hr berpengaruh meningkatkan kadar FSH, akan tetapi pengaruh tersebut
tidak bermakna (p 0,686). Pemberian ekstrak PAM 25 mg/hr selama 7 hari meskipun
mampu meningkatkan kadar TTe, LH, dan FSH dibanding kontrol, namun tidak bermakna
(p > 0,05, masing-masing sebesar 0,145; 0,917; dan 0,749). Hal ini secara farmakologik
dapat dijelaskan bahwa, pemberian PAM 25 mg/hr, belum mampu menimbulkan respon
Ekstrak Purwoceng dan Vitalitas Pria 59

farmakologik. Respon farmakologik ditentukan oleh konsentrasi obat yang beredar, jumlah
reseptor, dan afinitas obat terhadap reseptor. Mengacu pada respon farmakologik tersebut
maka pemberian ekstrak PAM 25 mg/hr selama 7 hari diduga kuat menyebabkan
konsentrasi PAM yang beredar dalam darah masih rendah atau belum mampu mencapai
minimal effective concentration, sehingga belum efektif untuk mengadakan ikatan
(coupling) dengan reseptor sel untuk membangkitkan perubahan konformasi dan respon
farmakologik (Henry & Bourne, 1998).
Peningkatan kadar Te dan LH secara bermakna pada pemberian PAM 50 mg,
menimbulkan pertanyaan, berasal dari manakah peningkatan kadar Te tersebut apakah
berasal dari konversi sterol yang terkandung dalam ekstrak PAM menjadi Te di jaringan
perifer atau dari rangsangan ekstrak PAM terhadap SSP yang menghasilkan LH. Secara
fisiologis LH adalah hormon yang disekresi oleh hypofisis anterior setelah mendapat
rangsangan dari gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang disekresi oleh
hypotalamus. LH kemudian masuk dalam sirkulasi darah dan diterima oleh reseptor sel
Leydig testis untuk mensintesis dan mensekresi hormon Te ke sirkulasi. Selain itu Te juga
dapat dibentuk dari konversi sterol di jaringan perifer. Peningkatan kadar Te dalam sirkulasi
menyebabkan umpan balik negatif terhadap LH dan GnRH sehingga kadar LH akan
menurun (Braunstein, 2004). Berdasar pada mekanisme fisiologis sekresi Te dan LH
tersebut maka peningkatan LH akan diikuti oleh peningkatan Te sehingga disebut korelasi
positif. Hasil uji korelasi LH dengan Te dari Pearson (data statistik tidak diperlihatkan)
menunjukkan bahwa semua group aquadest, PAM 25 mg, dan PAM 50 mg, menunjukkan
korelasi negatif, namun tidak bermakna (masing-masing nilai p 0,280; 0,129; dan 0,404).
Hal ini diduga disebabkan oleh berbagai faktor non fisiologis yang berpengaruh seperti
volume pemberian cairan sebanyak 2 ml. Pemberian cairan sebanyak 2 ml pada binatang
coba berpotensi untuk meninmbulkan stress pattern. Akibat stress pattern menyebabkan
hyperprolactinemia, penurunan sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH), LH, dan
FSH (Spark, 2008). Sesuai dengan pola tersebut group C (PAM 50 mg) seharusnya
mengalami penurunan kadar LH, namun hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan
yang bermakna. Hal ini disebabkan oleh rangsangan ekstrak PAM terhadap SSP yang
diduga lebih kuat dibanding stress pattern.
60 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

Mengingat hasil analisis korelasi Pearson tersebut tidak bermakna maka tidak
dapat dipakai sebagai standard untuk menentukan korelasi LH dengan Te. Oleh karena
itu untuk menentukan sumber peningkatan kadar Te pada group C (PAM 50 mg) dapat
digunakan persamaan regresi sederhana dengan rumus Y = -7.461x + 2.0343 dari group
kontrol sebagai acuan. Berdasar pada persamaan regresi sederhana tersebut dapat
dihitung sumber peningkatan kadar Te. Prakiraan konversi Te dihitung dari selisih kadar
Te nyata (rerata kadar Te hasil penelitian) dengan Te harapan (Te hasil perhitungan dengan
persamaan regresi sederhana dengan rerata kadar LH group C sebagai standard). Berdasar
pada perhitungan tersebut maka kadar LH group C (PAM 50 mg) sebesar 0,1450
diharapkan akan menghasilkan kadar Te sebesar 0,9525. Sedangkan kadar Te hasil
penelitian ini adalah 2,3100, oleh karena itu selisih antara Te harapan dengan Te nyata
adalah 1,3575. Selisih inilah yang diduga kuat berasal dari koversi sterol yang terkandung
dalam ekstrak PAM di jaringan perifer.
Pemberian ekstrak PAM 25 mg maupun 50 mg/hr selama 7 hari pada tikus jantan
Sprague Dawley, meskipun dapat meningkatkan kadar FSH namun peningkatan ini tidak
bermakna (masing-masing nilai p 0,686 dan 0,980). Hasil ini mirip dengan efek
protodioscin dari Bulgaria yang mengandung saponin steroid dari jenis furostanol. Titik
tangkap furostanol adalah merangsang sekresi LH tanpa mempengaruhi sekresi FSH.
Stimulasi LH tanpa peningkatan FSH dapat terjadi, meskipun dengan penggunaan GnRH,
sebab sekresi LH dan FSH diatur secara independen oleh substrat yang berasal dari testis
yang terkait dengan spermatogenesis (Granner, 2000; Wibowo, 1996). Sesuai dengan
mekanisme fisiologis bahwa aktifitas spermatogenesis dalam tubulus seminiferus sangat
dipengaruhi oleh FSH dari hipofisis anterior. Aktivitas spermatogenesis puncak dalam
tubulus seminiferus akan memberikan umpan balik negatif terhadap hipofisis anterior
melalui inhibin yang diproduksi oleh sel Sertoli testis, sehingga kadar FSH menurun
(Braunstein, 2004). Mengacu pada mekanisme fisiologis seperti tersebut di atas maka
peningkatan kadar FSH yang tidak bermakna pada pemberian ekstrak PAM 25 mg maupun
50 mg diduga kuat disebabkan oleh peningkatan aktivitas spermatogenesis dalam tubulus
seminiferus. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuniarto (2003) yang melaporkan bahwa
pemberian PAM dan pasak bumi baik secara sendiri maupun kombinasi mampu
meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Saponin steroid yang terkandung dalam ekstrak
Ekstrak Purwoceng dan Vitalitas Pria 61

PAM mengingat mempunyai kemiripan dengan furostanol maka diduga kuat berasal dari
golongan yang sama, namun ini juga memerlukan penelitian lebih lanjut.

KESIMPULAN
Ekstrak PAM 50 mg berpengaruh terhadap peningkatan vitalitas dengan indikator
peningkatan kadar Te dan LH, namun tidak meningkatkan kadar FSH. Peningkatan Te dan
LH tanpa diikuti oleh peningkatan FSH, diduga kuat disebabkan oleh peningkatan
spermatogenesis dalam tubulus seminiferus.

SARAN
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan dan isolasi
senyawa saponin steroid dalam ekstrak PAM yang memiliki kemiripan dengan furostanol,
sehingga diketahui senyawa aktif dalam ekstrak PAM yang berperan dalam peningkatan
vitalitas pria.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Susilo Wibowo, MS.
Med. Sp. And., dr. Tjahjati, Sp. PK., Laboratorium Gakin FK Undip, dan PT Sido Muncul
Semarang, yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini. Semoga amal dan budi
baik mereka diterima oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 1991, Mitos dan Khasiat Tumbuhan Purwoceng, Trubus 264 (XXII): 231-32.
Anonym, 2005, Medscape Instant Polling conducted 08 February 2005 – 20 February
2005, http://www.medscape.com/px/instantpollservlet/result?PoIIID=1341,
Dikutip tanggal 08.08.2008

Braunstein, G.D., 2004, Testes, Physiology of The Male Reproductive System, In: Greenspan
FS, Gardner GD Eds. Basic and Clinical Endicrinology. McGraw-hill Companies Inc.,
p. 424

Caropeboka A.M., 1977, Pengaruh Ekstrak Pimpinella alpina Koord terhadap siklus Birahi
Mencit, Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat II: 35-7.

Caropeboka AM., 1976, Pengaruh Akar Pimpinella alpina Koord terhadap Susunan Syaraf
Pusat, Bagian Farmakologi Dept. Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB, Bogor.
62 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

Departemen Kesehatan RI, 2000, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, Tata
Laksana Uji Praklinik, Tata Laksana Teknologi Farmasi, Tatalaksana Uji Klinik.
Direktorat jendral Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat pengawasan Obat
Tradisional.

Granner DK., 2000, Hormone of the Gonads, In: Harper’s Biochemistry, Appleton & Lange,
USA. Th. 2000. p. 594-595

Henry R and Bourne MD., 1998, Drug Receptor & Pharmacodynamics, In: Basic & Clinical
Pharmacology, Editor: Katzung BG, Stamford, Connecticut, p. 11 – 12.

Lunenfeld B dan Gooren L., 2002, Aging men-chalanges ahead. In: Lunenfeld B, Gooren
L Eds., Textbook of Men’s Health., London: The Parthenon Publishing Group, p. 3
- 13.

Morales A., Johnston B., Heaton J.P., and Lundie M., 1997. Testosterone Supplementation
for Hypogonadal Impotence. Assesment of Biochemical Measures and Therapeutic
Outcome, J Urol, 157 (3): 849-54.
Spark RF., 2008, Overview of Male Sexual Dysfunction. Editors: Sneyder PJ, O’Leary MP,
Uptodate, www.uptodate.com, Dikutip tgl 31.1.2008.
Van BastenJP, Van Driel MF, Jonker PG, Sleifjer DT, Schraffordt KH, et al., 1997, Sexual
Function in Testosterone Suplemented Patients Treated for Bilateral Testicular
Cancer, Br J Urol, 79 (3) 461-7.

Wibowo S., 1996, Pengobatan Oral, Topical, dan Intra-Muskuler Untuk Memperbaiki
Kemampuan Ereksi, Simposium Pemeliharaan, Peningkatan, dan Rehabilitasi
Potensi Seksual Pria, Semarang, April 1996.

Yuniarto Z., 2003, Pengaruh Ekstrak Pimpinella alpina Molk dan Eurycoma longifolia Jack
terhadap Spermatogenesis pada Tikus Jantan Sprague Dawley, Tesis, Universitas
Diponegoro Semarang.

Potrebbero piacerti anche