Sei sulla pagina 1di 207

JEMBATAN BENTANG

PANJANG
RC09-1411

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FTSP - ITS

The Sunshine Skyway Bridge


USA 1930
JUMLAH SKS
2

MATERI:
 JEMBATAN BUSUR
 JEMBATAN CABLE STAYED
 JEMBATAN GANTUNG
DAFTAR PUSTAKA
1. Giemsing, N.J. (1983). Cable Supported Bridges,
Concepts and Design, John Wiley and Sons, New
York.
2. Hool, G.A., dan Kinne, W.S. (1943). Moveable and
Long-span Steel Bridges, 2nd ed., McGraw-Hill, Inc.,
New York.
3. Podolny, W., dan Scalzi, J.B.(1976). Construction
and Design of Cable-stayed Bridges, John Wiley
and Sons, New York.
4. Pugsley, Sir A., (1968). The Theory of Suspension
Bridges, 2nd ed., Edward Arnold (Publishers) Ltd.,
London.
5. Victor, D.J. (1980). Essentials of Bridge
Engineering, 3rd ed., Oxford and IBH
Publishing Co., New Delhi.
6. Walther, R., Houriet, B., Isler, W., dan Moïa, P.
(1985). Cable Stayed Bridges, Thomas Telford
Ltd., London.
7. Yashinsky, M., dan Karshenas, M.J. (2003).
Fundamentals of Seismic Protection for
Bridges, Earthquake Engineering Research
Institute (EERI), MNO-9, California.
8. Barker and Puckett (2007) Design of
Highway Bridges: an LRFD approach, John
Wiley& Sons, New Jersey
ISU TERKINI
• JEMBATAN INTEGRAL
(bangunan atas dan bawah
terintegrasi atau monolit)
• JEMBATAN SEMI INTEGRAL
(pelat lantai kendaraan monolit
dengan back wall)
• PENGGUNAAN LINK SLAB (pada
Jointless Bridges)
Konstruksi Link Slab (Non
konvensional)
Model skematik link slab jembatan
komposit baja dan beton [Qian , 2009].

kolokium-2010-hidayat 6
dkk-its
CONTOH PEMAKAIAN
DETERORIASI PADA LOKASI LINK SLAB
EXPANSION JOINT PADA SKEW BRIDGE

kolokium-2010-hidayat 7
dkk-its
DEBOND ZONE, TRANSITION ZONE
DAN STUD CONNECTOR TAMBAHAN

Konektor tambahan

Zona dan material nirlekat Zona transisi


kolokium-2010-hidayat 8
dkk-its
PENULANGAN LINK
SLAB

kolokium-2010-hidayat 9
dkk-its
Engineered Cementitious Composite dan
Metode Pengecoran Self Compacting

Flow Test Self Compacting

kolokium-2010-hidayat 10
dkk-its
Hasil dan uji link slab

kolokium-2010-hidayat 11
dkk-its
JEMBATAN INTEGRAL
Jembatan semi integral
Bridges Types Used for
Different Span Lengths
(based on experience of ACI-ASCE committee 1998,
Caltrans 1990 and PennDOTT1993)
**Barker and Puckett (2007) Design of Highway
Bridges: an LRFD approach, John Wiley& Sons

• Small-Span Bridges [up to 50 ft (15m)]


• Medium-Span Bridges [up to 250 ft (75m)]
• Large-Span Bridges [150-500 ft (50-150m)]
• Extra Large (Long) Span Bridges [over 500
ft(150m)]
Span length for various
types of structure
Small-Span Bridges [up to 50
ft (15m)]; bentang ekonomis
• Culvert (bentang sampai 6m)
• Slab (bentang sampai 12m)
• T-beam (bentang 10-20m)
• Wood Beam (jika bangunan bawah dari kayu
: ekonomis)
• Precast Concrete Box Beam (10-50m)
• Precast Concrete I-Beam (10-50m)
• Rolled Steel Beam (sampai 30m)
Medium-Span Bridges [up to 250
ft (75m)]; bentang ekonomis
• Precast Concrete Box Beam and Precast Concrete
I-Beam (10-50m)
• Composite Rolled Steel Beam (+cover plates,
sampai 30m)
• Composite Steel Plate Girder (sampai 100m)
• Cast-in-Place Reinforced Concrete Box Girder (15-
35m)
• Cast-in-Place Posttensioned Concrete Box Girder
(sampai 180m)
• Composite Steel Box Girder (20-150m)
Large-Span Bridges [50-150m)];
bentang ekonomis
• Composite Steel Plate Girder (sampai 100m)
• Cast-in-Place Posttensioned Concrete Box Girder
(sampai 180m)
• Posttensioned Concrete Segmental Construction
(30-450m)
• Concrete Arch and Steel Arch (90-550m)
• Steel Truss (90-550m)
Bentang Jembatan
Sistem Segmental
Extra Large (Long) Span Bridges
[over 500 ft(150m)]; bentang
ekonomis

• Kecuali tipe Slab, semua tipe bisa


digunakan untuk bentang > 150m (lihat Tabel
halaman 15)
• Cable Stayed Bridges (90-1100m)
• Suspension Bridges (300-2000m)
Penampang Jembatan
JEMBATAN KUKAR
2007
GOLDEN GATE INDONESIA YANG
RUNTUH 2011

PROF PRIYO SUPROBO DAN DR. HIDAYAT SOEGIHARDJO 23


ANGGOTA TIM INDEPENDENT
JEMBATAN KUKAR
2015
JEMBATAN BENTANG PANJANG
PANJANG BENTANG LEBIH DARI
90 m (Victor, 1980)

JEMBATAN JEMBATAN
BUSUR KABEL

SUSPENSION CABLE
BRIDGE STAYED
JEMBATAN BUSUR
KONSTRUKSI BUSUR ADALAH SUATU KONSTRUKSI
YANG DAPAT MEMBERIKAN REAKSI HORIZONTAL
AKIBAT BEBAN VERTIKAL YANG BEKERJA
BENTUK BUSUR MEMPUNYAI MANFAAT :
1. Dapat mengurangi Momen Lentur
2. Lebih efisien bila dibandingkan dengan gelagar
paralel, terutama dalam memikul beban momen
LOKASI PENEMPATAN :
1. Pada Rintangan yang Panjang dan Curam
2. Pada Lokasi tanah yang berbatu / keras untuk
digunakan sebagai tumpuan yang alami
JEMBATAN BUSUR
JENIS JEMBATAN BUSUR :
1. Jembatan Busur Asli
2. Jembatan busur dengan batang tarik

Reaksi tumpuannya : Reaksi tumpuannya :

• Vertikal • Vertikal

• Horizontal yang • Momen bila Jepit


dipikul Batang Tarik • Horizontal
JEMBATAN BUSUR
JENIS TUMPUAN :
1. Busur Terjepit
2. Busur Dua Sendi
3. Busur Tiga Sendi
JEMBATAN BUSUR
LETAK LANTAI KENDARAAN :

LANTAI
KENDARAAN
DI BAWAH

LANTAI
KENDARAAN LANTAI
DI ATAS KENDARAAN
DI TENGAH
JEMBATAN BUSUR
PENAMPANG BUSUR :
1. DINDING PENUH
2. BOX
3. RANGKA BATANG
MODEL BUSUR :
1. MODEL BUSUR YANG MENGECIL DI
TENGAH, BIASANYA UNTUK
TUMPUAN JEPIT
2. MODEL BUSUR YANG MENEBAL DI
TENGAH, BIASANYA UNTUK
TUMPUAN SENDI
3. MODEL BUSUR YANG RATA,
BIASANYA UNTUK TUMPUAN SENDI
ATAU JEPIT (mempermudah
erection)
UNTUK BUSUR DENGAN BATANG TARIK,
BENTUK BUSURNYA (dimensi)
DISESUAIKAN DENGAN PEMBAGIAN
MOMEN YANG DILIMPAHKAN KE BATANG
TARIK
BILA BUSURNYA LEBIH KAKU DARIPADA
BATANG TARIK, MAKA BUSUR AKAN
LEBIH BANYAK MENERIMA MOMEN
2. BILA BUSURNYA LEBIH
LEMAH DARI BATANG TARIK
, MAKA BATANG
Batang tarik TARIK AKAN LEBIH BANYAK
MENERIMA MOMEN
PEMILIHAN JENIS KONSTRUKSI
DAN BENTUK BUSUR
MEMILIH TEBING YANG KUAT
PERTIMBANGANNYA BILA KAKI BUSUR
ADALAH : TERENDAM, BISA
MENGGUNAKAN L.K.
1. KONDISI TANAH DASAR DITENGAH ATAU DI BAWAH

2. BESARNYA BEBAN BILA TANAH KURANG KUAT,


BISA DIPASANG BATANG
3. PANJANG BENTANG TARIK

4. ESTETIKA BILA BEBANNYA BERAT,


DAPAT MENGGUNAKAN
BENTANG 60m – 250m,
BUSUR RANGKA
DIGUNAKAN DINDING
PENUH ATAU BOX BILA BEBANNYA TDK
BERAT, DAPAT
BENTANG 250m – 600m,
MENGGUNAKAN BUSUR
DIGUNAKAN RANGKA
DINDING PENUH ATAU BOX
PEMILIHAN JENIS KONSTRUKSI
DAN BENTUK BUSUR
4. PERTIMBANGAN ESTETIKA

BUSUR DENGAN PENAMPANG TENGAH LEBIH


KECIL MEMBERIKAN KESAN LANGSING
PENAMPANG BUSUR YANG BERUPA DINDING
PENUH MEMBERIKAN KESAN TENANG
AGAR TIDAK KELIHATAN PUTUS – PUTUS, MAKA
SETIAP SEGMENNYA DIUSAHAKAN < 1/15
BENTANG JEMBATAN
Natural Rock Arches
Packhorse Bridge Wasdale Head, Cumbria - England
Roman Bridge Danube in the Province of Dacia (Now in Romania) in c. AD100
Allahverdi Khan Bridge Persia, 1597
The Pons Fabricius Rome, 62 BC
Charles Labelye’s Westminster Bridge
London - England, 1734
The Jade Belt Stone Bridge Beijing
Plougaste Bridge
France 1930
The An Ji Bridge
Zhao Xian, Hebei Province – China, 7 Th Century
Telford’s Bonar bridge
Tahun 1815
The ST. Louis Bridge
USA, 1874
AMSTERDAM
PASSERELLE DEBILLY BRIDGE-
PASSERELLE DEBILLY BRIDGE-
PARIS
INVALIDES BRIDGE-
PARIS
The Ironbridge, Coalbrookdale
England, 1779
ALEXANDRE III BRIDGE-
PARIS
PARIS – S.
SEINE
CARA PENDIRIAN JEMBATAN
BUSUR RANGKA BAJA
KANTILEVER SEBAGIAN
(arus deras)

Kantilever
CARA PENDIRIAN JEMBATAN
BUSUR BOX BAJA
KANTILEVER SEBAGIAN
(arus deras)

Satu Segmen

Kantilever
CARA PENDIRIAN JEMBATAN
BUSUR BOX BAJA
KANTILEVER
SEBAGIAN (arus kecil)

Satu Segmen

Kantilever

Perancah
CARA PENDIRIAN JEMBATAN
BUSUR RANGKA BAJA
KANTILEVER
PENUH

Toggle Joint
CARA PENDIRIAN JEMBATAN
BUSUR BETON
Fully fabricated & launching

Plougaste Bridge Tahun 1815


CARA PENDIRIAN JEMBATAN
BUSUR
Disamping menggunakan sistem kantilever penuh
maupun sebagian, perlu juga dilakukan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Mempengaruhi tegangan dengan mengatur
perletakan sementara yang berupa }
- Perletakan pada saat erection dibuat statis tertentu
sampai dengan beban mati bekerja seluruhnya
secara simetris
- Perletakan baru dibuat sistem statik yang
sebenarnya pada saat beban hidup akan bekerja
2. Mempengaruhi tegangan pada struktur dengan
pratekanan sampai seluruh beban mati dan
sebagian beban hidup bekerja (beton kantilever)
PENGARUH TEMPERATUR
Thermal forces due to Suhu +25 derajad (C)
lowering of temperature,
(Hool and Kinne 1943;
Yarnold, 2014)

Suhu -25 derajad (C)


PENENTUAN DIMENSI
a JEMBATAN BUSUR
1/6 < f/L < 1/5
a f
Untuk Lantai Kendaraan di
L bawah, semakin datar akan
semakin terlihat indah
PANJANG PANEL :
Dinding Penuh < (1/15) L
Untuk Rangka Batang, tergantung panjang lapangan
setiap segmen
TINGGI TAMPANG BUSUR :
t
Dinding penuh 1/80 < t/L < 1/70
Rangka Batang 1/40 < t/L < 1/25 pot a-a
TINGGI TAMPANG BUSUR :
Dinding Penuh dengan batang tarik lemah
1/80 < t/L < 1/70
Dinding Penuh dengan batang tarik kuat
1/150 < t/L < 1/140
Rangka Batang dengan batang tarik tidak
dipengaruhi kekakuan batang tarik
1/40 < t/L < 1/25
LEBAR JEMBATAN :
Agar busur cukup kaku arah transversal,
maka lebar jembatan sebaiknya dibuat
b/L > 1/20
Tinggi Bebas (Vertical clearance)
(Johnson Victor, 1980):
• Untuk perletakan non metal : diukur dari
bagian terbawah pada puncak busur ke
garis perletakan : t >1/10 dalamnya air +
1/3 tinggi puncak (diukur sebelah dalam
lengkung).
• Untuk perletakan yang terbuat dari metal ,
t ≥ 500 mm (diukur dari MAT ke
perletakan)
perencanaan JEMBATAN
BUSUR
PERENCANAAN :
1. Membuat Lay Out awal struktur
2. Membuat perencanaan awal bentuk busur
3. Merencanakan Lantai Kendaraan dan
memperkirakan beban yang bekerja pada lantai
kendaraan
4. Perencanaan Lay Out Bracing
5. Perkiraan Berat Sendiri Busur
6. Analisa Tegangan dan Gaya dalam
7. Penentuan Dimensi
perkiraan berat JEMBATAN
BUSUR
W = Berat Busur = R(D + LL) / (1 – R)
t/m
R = (Berat Busur) / (Berat Total)
= 0.032 + 0.000098 L (Utk Busur Asli)
= 0.088 + 0.000107 L
(Utk Busur dengan Batang Tarik)
D = Beban Tetap
LL = Beban Hidup
BUSUR TIGA SENDI
LANTAI KENDARAAN
DI ATAS
BUSUR DUA SENDI
LANTAI KENDARAAN
DI ATAS
BUSUR DUA SENDI
LANTAI KENDARAAN
DI ATAS
BUSUR DUA SENDI
LANTAI KENDARAAN
DI TENGAH
BUSUR TERJEPIT
LANTAI KENDARAAN
DI TENGAH
BUSUR TIGA SENDI
LANTAI KENDARAAN
DI TENGAH
Tahapan Perhitungan

1. Pembuatan Model Pembebanan (Mengikuti SNI 1726:2016)


2. Perhitungan Lantai Kendaraan
3. Perhitungan Balok Memanjang
4. Perhitungan Balok Melintang
5. Perhitungan Struktur Utama bila Lantai Kendaraan tidak
menyatu dengan Busur. Bila menyatu dengan Busur dan
berfungsi sebagai BATANG TARIK, maka bisa langsung
melakukan perhitungan Struktur Utama Jembatan Busur.
6. Perhitungan Struktur Utama Jembatan Busur.
1) Jembatan : FORT HENRY
(Brockenbrough, R.L., Merritt, F.S., 2006)
Jembatan : FORT HENRY
Tipe : Batang tarik, LK bawah,
Busur box-girder baja,
15 panel panjang 38,5 ft
(11,73m)
Bentang : 577,5 ft (176m)
Tinggi busur : 110,9 ft (33,8m)
Tinggi busur/bentang =1 : 5,2
Jumlah lajur kendaraan : 4
Jumlah sendi : 2
Tinggi penampang busur : 9 ft
(2,743m)
Tinggi penampang
busur/bentang = 1 : 64
2) Jembatan : BURRO CREEK
Jembatan : BURRO CREEK
Lokasi : Arizona State Highway 93
Tipe : Busur rangka baja
LK atas, 34 panel panjang 20 ft
(6,096m)
Bentang : 680 ft (207,26m)
Tinggi busur : 135 ft (41,148m)
Tinggi busur/bentang =1 : 5,0
Jumlah lajur kendaraan : 2
Jumlah sendi : 2
Tinggi penampang puncak busur : 20
ft (6,096m)
Tinggi penampang busur/bentang = 1
: 34
Selesai dibangun : 1966
3) Jembatan : ARKANSAS RIVER
Jembatan : ARKANSAS
RIVER

Lokasi : Ozark, Ark


Tipe : Busur box-girder baja,
LK tengah, ada batang tarik,15
panel panjang 31 ft (9,449m)
Bentang : 466 ft (142m)
Tinggi busur : 103 ft (31,394m)
Tinggi busur/bentang =1 : 4,5
Jumlah lajur kendaraan : 2
Jumlah sendi : 2 ;
Tinggi penampang
busur : 3 ft (0,9m)
Tinggi penampang busur/bentang
= 1 : 155
Selesai dibangun : 1968
Tugas-I Jembatan Busur :
(presentasi); 1 tugas 2 orang; 1 minggu

• Buat makalah yang mempresentasikan suatu


jembatan busur sembarang, berisi :
1. Sistem struktur dan letak lantai kendaraan
2. Aspek-aspek yang menyangkut bridge
engineering (perencanaan, pelaksanaan dan
pemeliharaan jembatan)
3. Bandingkan demensi eksisting dengan teori
yang ada.
4. Gambar skematik denah, tampak samping,
depan
Tugas-II Jembatan Busur :
(presentasi); 1 tugas 2 orang; 2 minggu
• Buat makalah yang mempresentasikan suatu analisis
pemasangan batang akhir untuk mempengaruhi
tegangan akhir jembatan busur sembarang, berisi :

Analisis : elemen
Batang akhir Plane Truss

• Bentang Jembatan sesuai Tugas I


• Jarak antar simpul ≤ 10m
• LL= 10 t/m; DL=2 t/m (tidak termasuk berat sendiri jembatan)
• Interval temperatur -50 s/d+30 ºC
• Perletakan akibat DL+Berat Sendiri : 3 sendi; akibat LL+perubahan
suhu 2 sendi, dipasang pada saat suhu yang tepat
• Bandingkan gaya batang akhirnya, jika langsung dibuat sistem
perletakan 2 sendi dari awal
JEMBATAN KABEL

SUSPENDED
BRIDGE
1. Kabel Sebagai Pemikul Utama Berbentuk Lengkung yang
kontinyu.
2. Lantai Kendaraan digantung pada Kabel Pemikul melalui
Kabel Penggantung
3. Kabel Pemikul Utama dan Kabel Penggantung tidak bisa
menerima Gaya Tekan
4. Jembatan Gantung tidak bisa menerima beban bolak-balik
5. Beban bolak-balik dapat dilawan dengan ikatan khusus.
6. Lantai kendaraan menerima beban lalu lintas dengan
bentangan yang relatif pendek, diteruskan ke Pemikul
Utama melalui kabel penggantung.
7. Kabel pemikul utama pada umumnya berbentuk parabola.

CABLE STAYED

1. Kabel bertegangan merupakan tumpuan lantai kendaraan


yang relatif tidak fleksibel (kaku)
2. Bentuk geometri kabel mendekati garis lurus
3. Konstruksi Lantai Kendaraan menjadi diperkaku.
Jenis Lain dari Jembatan Kabel

JEMBATAN BAJA
PRATEKAN

1. Kabel terletak di dalam konstruksi pemikul utama


2. Kabel di beri tegangan awal untuk menambah kekuatan
dan mengurangi lendutan akibat beban lalu lintas
JEMBATAN RANGKA
KABEL

1. Rangka kabel dibuat sedemikian rupa agar kabel tetap


dapat menerima beban tarik, walaupun terjadi perubahan
arah beban
2. Biasanya hanya untuk jembatan pipa
JEMBATAN KABEL untuk BEBAN
HORIZONTAL

KABEL VERTIKAL

TAMPAK ATAS
BRIDLE CHORD
BRIDGE

1. Kabel Utama berbentuk lengkung yang tidak kontinyu


2. Beban lantai kendaraan dipikul oleh kabel pemikul utama
melalui batang penggantung
Penggunaan Jembatan Kabel menurut
Bentangnya

SUSPENDED BRIDGE: 600 – 2000 m


Cable Stayed : 200 – 1300 m
Bridle Chord Bridge : 200 – 600 m
Kabel dan Fitting
• Kabel dibuat dari kawat baja yang ditarik dalam keadaan
dingin dan diberi lapisan seng (Zn) sebagai pelindung
karat/korosi
• Kekuatan Baja Kabel : 120 - 150 kg/mm2
• Kekuatan Baja Biasa : 37 - 60 kg/mm2
• Pelindung baja dibagi menjadi 3 kelas, yaitu Lapisan Tipis
(Kelas A), Lapisan Sedang (Kelas B) atau 3 kali Kelas A dan
Lapisan Berat (Kelas C) atau 3 kali Kelas B.
• Kawat Baja Tunggal dapat dihimpun dalam satu Kabel yang
berupa :
1. Strand Paralel DAPAT DIHIMPUN DALAM ROPE
2. Strand Spiral
STRAND SPIRAL
Kabel disusun MELILIT dan mengelilingi Inti (dari
Logam/Serat)

STRAND PARALEL
Kabel disusun SEJAJAR dan mengelilingi Inti
(dari Logam/Serat)
ROPE

Rope Paralel berbentuk segi 6 dan


berisi 19, 37, 61, 91, 127 Strand
Rope Spiral berbentuk Segi 4 dan
berisi 6 baris atau lebih
STRAND

Modulus Elastisitas Strand Paralel


LEBIH BESAR Modulus Elastisitas
Strand Spiral
E Strand LEBIH BESAR E Rope
E Kabel (rope) LEBIH BESAR E
Kawat
FITTING

Kekuatan FITTING harus minimal sama dengan


kekuatan kabel yang dihubungkan. Code JIS 4x nya
Tampak depan Tampak samping
FITTING
Tampak samping
Tampak depan

Tampak samping
Tampak atas
SADDLE
•Terletak Bebas (Bisa Bergerak)
•Terjepit Mati (Fix)
SUSPENDED BRIDGE

KOMPONEN

1. Kabel Pemikul Utama


2. Gelagar Pengaku
3. Pylon
4. Blok Angker
5. Kabel Penggantung
6. Lantai Kendaraan
7. Pangkal Jembatan
1 3

7
5
2

Suspended Bridge 4
6
BENTANG SUSPENDED BRIDGE ( J. GANTUNG )

1. Satu Bentang
2. Banyak Bentang
• Bentang Tepi < Bentang Tengah, bila Gelagar tepi
digantung.
• Bentang Tepi < Bentang tengah, bila gelagar bentang
tepi tidak digantung.
• Kabel Pemikul Utama diangker pada Blok tersendiri
• Kabel Pemikul Utama diikatkan pada Pangkal
Jembatan.
• Gelagar Pengaku bisa menerus atau tidak menerus
• Tumpuan Gelagar Pengaku bisa Sendi-sendi, Sendi
Rol dengan angker atau Tiga Sendi
DIMENSI SUSPENDED BRIDGE ( J. GANTUNG )

1. Perbandingan bentang tepi dengan bentang tengah


berkisar 0.17 – 0.50.
2. Tinggi gelagar pengaku berkisar 1/86 – 1/100 dari
panjang bentang (Untuk bentang s/d 1000 m)
3. Tinggi gelagar pengaku berkisar 1/177 dari panjang
bentang (Untuk bentang lebih besar dari 1000 m)
4. Lebar antara kabel utama berkisar 1/20 – 1/56 dari
panjang bentang.
5. Tinggi DIP kabel berkisar 1/10 dari panjang bentang.
CARA PELAKSANAAN SUSPENDED BRIDGE
( JEMBATAN GANTUNG )

1. Mendirikan Pylon
2. Membuat Blok Angker
3. Memasang Kabel Pemikul Utama
4. Menggantungkan Kabel Penggantung
5. Menggantungkan Gelagar Pengaku
6. Menyelesaikan Lantai Kendaraan
PERENCANAAN SUSPENDED BRIDGE
( J. GANTUNG )
1. MENENTUKAN BENTANG dengan
MEMPERHATIKAN :
Tinggi bebas
Kondisi Tanah
Beban – beban, termasuk Angin dan Gempa
2. MENDATA BEBAN yang BEKERJA
3. PERHITUNGAN
Mekanika Kabel
Teori Rankine
Teori Elastis
Teori Defleksi
Jembatan dari rangkaian akar pohon

Jungle Bridge
The First Suspension Bridge Design
By James Finley, 1810
American Rail road
Virginia , 1875
The Sunshine Skyway Bridge
USA 1930
The ST. Nazaire Bridge
France 1974
Moving Bridge
London - England, 1976
The George Washington Bridge
New York – USA , 20Th Century
The Great Belt Link
Denmark 1998
MEKANIKA KABEL

PENGERTIAN
Kabel tunggal yang direntangkan antara dua titik
gantung tetap. Karena fleksibilitasnya kabel tersebut
akan berbentuk lengkung akibat beban yang dipikul

PERMASALAHAN
•Menentukan bentuk kabel pada pembebanan
•Menentukan gaya dalam
ASUMSI CATENARY (Bernouilli, 1691)
•Kabel Fleksibel Sempurna
•Hanya memikul beban tarik
•Berat kabel SAMA per satuan panjang (uniform)
•Kabel tidak berubah panjang
A +y B
T Sin w
T
w
P T Cos w
s
C
c H
+x
O
Berat Kabel = w’ / satuan panjang
Pada daerah CP = T cos w = H
Cos
T Sinw = w’. s

Bila H = w’. c c = Konstanta


Tg w = s/c s = c.Tg w
2 1/2
dy ds d2y dy
c =s = c = 1+
dx dx dx2 dx
-1
dy
c Sinh = x+A A = Konstanta
dx
dy
x=O dx = O A=O

-1
dy dy x
c Sinh = x = Sinh
dx dx c
x
Y = c Cosh + B
c
(Konstanta)
Pada x = O Y=c B=O

Persamaan bentuk kabel yang Fleksibel dan uniform


dengan berat sendiri :
x
Y = c Cosh c
dy x
s = c dx = c Sinh c

T 2 ( Cos2j + Sin2j ) = H2 + (w’s)2


x
T = w’ ( c + s )
2 2 2 2 = w’ ( c + c Sinh c )
2 2 2 2
x x
= w’ . c ( 1 +
2 2 Sinh c ) = w’ . c . Cosh c = w’2. Y2
2 2 2 2

T = w’. Y
JADI :
•Komponen Horizontal H dari T biasanya Konstan
H = w’. c
•Komponen Vertikal T pada Titik P (Sembarang)
= w’. s
•Gaya tarik T pada titik P (sembarang)
= w’. Y dimana Y diukur dari sumbu Ox.
Bila kabel gantung sama tinggi, DIP dan panjang kabel
diketahui, maka dengan persamaan :
x x
Y = c Cosh c DAN s = c Sinh c

Harga ‘C’ dapat DIHITUNG lansung


dari salah satu persamaan diatas
Bila kabel digantung pada titik yang tidak sama tinggi,
maka penyelesaiannya akan menjadi lebih sulit.

a B x
+y A: Y = c Cosh c
b x
L s = c Sinh
A c
Y
+x
C x+a
B : Y+b= c Cosh
c
O x+a
s +L= c Sinh
c
x+a x
b= c Cosh - Cosh c (1)
c

x+a x
L= c Sinh - Sinh c (2)
c

Dari (1)2 - (2)2 Didapatkan

a
= + (L –b )
2 2 1/2
2c Sinh
2c

‘C’ dapat dihitung bila a, b dan L diketahui


Persamaan kabel yang Fleksibel dan uniform akibat
BEBAN TERBAGI RATA (PARABOLA) B
h
x1 x1
A
P T d

H C
L

Kabel fleksibel dan tidak berubah panjang.


H = Gaya Tarik Kabel di C
T = Gaya Tarik Kabel di titik P sembarang
w = Beban pada Kabel per meter datar
Pada bagian C - P bekerja beban vertikal wx.

T Cos w = H w = Kemiringan kabel di titik P


dy wx
T Sin w = wx Tg w =
dx = H
w 2
Y =½
H x +A

Untuk x = O Y=O A=O

w 2
Y =½ (1)
Hx

Persamaan Parabola dengan Puncak di C


Gaya Tarik pada suatu Titik adalah sebagai berikut
: 2 1/2
ds dy
T = H dx = H 1 + dx

dy w
= x
dx H
w2 2
T=H 1+ 2
x .............................................. (2)
H
Bila diketahui x = x1 y=d
MASUK PERS (1),
x = L – x1 y=d+h MAKA:

L
x1 = d (d+h ) - d
H
1/2
w 4d2.x2
(3): H = x12 (2) T= H 1+
2d x14
1/2
64 d2.x2
Bila x1 = L/2 T= H 1+
L4
1/2
Untuk x = L/2 16 d2
TMax = H 1+
L2

PANJANG KABEL
L L/2 1/2
dy 2 1/2 64 d2.x2
D= 1+ dx l=2 1+ dx
dx L4
0 0

1/2 1/2
16 d2 L2 4d 16 d2
l = L/2 1 + + 8d ln 1+
L2 L + L2
Bila diuraikan dalam bentuk deret, maka dapat ditulis
: 2 4
8 d 32 d
l = L 1+ - + …………………
3 L 5 L

Bila d/L kecil, maka :


2
8 d Pers. (3) Pers. (1)
l=L 1+
3 L
w 2 4d 2
Untuk Kabel Simetris x1 = L/2 H= L y= 2 x
8d L
Bila pangkal ordinat ada pada salah satu titik
gantung, maka
4d
y = 2 x (L – x ) Lihat MEKTEK-1
L
Bila titik gantung tidak sama tinggi, maka
: 4d .x
y= 2
(L – x ) + 2 tg a
L
Titik terendah terletak di :
L tg a
Xc = L/2 1 +
4d
L/2
x
A D
a
y yMax
d B

C
2
8 d
l=L 1+ + 1/2 . Tg2a a = KECIL
3 L
PERBANDINGAN BENTUK KABEL

L/2 parabola
0
Jarak di bawah

Catenary
Parabola/dip

0.01

0.02

0.03
PERPANJANGAN KABEL DAN DEFORMASINYA
Bila titik gantung A dan B sama tinggi, maka :
2 4
8 d 32 d
l=L 1+ - + ………………… (1)
3 L 5 L
2
d d
Dl = 16/15 . 5 - 24 + ………………… Dd (2)
L L
Bila perpanjangan diakibatkan oleh kenaikan suhu, maka
: Dl = a . t . l
Bila perpanjangan diakibatkan oleh elastisitas kabel :
l 1/2
T.ds 64 d2.x2
Dl = AE T= H 1+
o
L4
2 1/2 2
dy H.l 16 d
ds = 1 +
dx Dl = AE 1 + (3)
13 L
(3) Masuk (2) didapat ∆d)
Bila ‘L’ berubah dan ‘l’ tetap, maka
2 4
8 d 32 d
l=L 1+ - + …………………
3 L 5 L
2

16 . d 5 - 24 d
L
DL = L Dd
2 4

15 - 40 d d
- 288
L L

Bila bentuk kabel tetap parabola, maka


L 2
w 2 H w H
H= L Sehingga = - = -
8d d 8d 2 d

H Dd
Atau DH = -
d
KABEL YANG DIBEBANI
Beban Terpusat w 2
y= x
2H
A L/2 L/2 B B’
rL w 2
d H= L
C Q 8d
yo Q’’
C’ Q’
H
xo x1 P
Beban terpusat P kecil dibanding wL yang bekerja di Q
dengan xQ = r L.
Titik Q turun ke Q’, sehingga H menjadi (H+h) dan
persamaan AQ’ menjadi
w
y1 = x12
2(H+h)
Proyeksi mendatar Q’Q’’ . w = P, maka betuk Q’B akan
identik dengan Q’’B’.
Reaksi Vertikal di A dan di B adalah =
VA = ½ w.L + P (1/2 – r ) VB = ½ w.L + P (1/2 + r )
w . AC’ = VA w (1/2 L + xo )= ½ w.L + P (1/2 – r )

P 1 Parabola baru
xo = ( /2 – r) Dengan puncak
w
C’

∑Mc’=0 (H+h) . (d+yo) = VA (L/2 +xo) – w/2 (L/2+xo)2

2
w.L2 P
yo = d - 1+ (1 – 2r)
8(H+h) w.L
Untuk menghitung ‘h’ dianggap bahwa kabel tidak
berubah panjangnya, sehingga konfigurasi kabel
setelah deformasi AQ’B sama panjang dengan panjang
ACB.
‘v’ adalah defleksi kabel disuatu titik akibat ‘P’ dan
berharga positif bila defleksinya ke atas.
N’
N’’ dv
 dy
N’’ N’ = b . dv = dv
dx
M’ +L/2
v dy
Dl = dv
v dx
- L/2
b dy +L/2
M w
dx Dl = x.dv
H
dy - L/2
= w.x / H
dx
w P 1
Dari y1 = x12 xo = ( /2 – r)
2(H+h) w

2
w.L2 P
yo = d - 1+ (1 – 2r)
8(H+h) w.L

Didapatkan harga ‘v’ untuk daerah A – Q : v = y-y1


2
w P 1 w 2
v = yo + x- ( /2 – r) - x
2(H+h) w 2H

Dan untuk daerah Q – B ; -v = y1-y


2
w P 1 w 2
v = yo+ x+ ( /2 + 2r) - x - P r L(1+ P/wL)
2(H+h) w 2H H+L
Sehingga,
+L/2 Q B
x.dv = x.dv + x.dv = 0
- L/2 A Q

dv
dv diperoleh dari dx dan dari dua persamaan v di depan
akan diperoleh hasil :

w2L3 4h 2H . P
- + (3 – 12 r2) = 0
48H(H+h) w w wL

P (1 – 4 r2)
h = H . 3/2 .
wL
BEBERAPA HASIL PADA BEBAN TUNGGAL
Defleksi pada titik beban Q x=rL
P d.(1 + 12 r2) (1 – 4 r2)
vQ = -
wL 3P
2+ (1 – 4 r2)
wL
P
Variasi defleksi terhadap ‘r ’ untuk berbagai nilai wL
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 x l
0 r

0.02
0.05

0.04
v P
d wL 0.12
0.06

0.08
0.15
0.1
Untuk beban kecil, vQ dapat didekati dengan : P ≈ 0
3wL
P
vQ = - d.(1 + 12 r2) (1 – 4 r2)
2wL
vQ 1
vQ max pada =0 r= = 0.29
r 12
2P
vQ max = - d
3wL Pada x = 0.29 L
P
Untuk r = 0, maka vQ max = - d
2wL
DEFORMASI HORIZONTAL
Memberikan perpanjangan kabel
Persamaan : akibat perpindahan ‘v’ antara A
dy dan titik tertentu ‘x’. Bila kabel
Dl = dv tidak bertambah panjang, maka
dx
akibat ‘v’ akan terjadi
Sampai batas
perpindahan horizontal ‘m’ dari ‘x’
tertentu terhadap A
Sehingga perpindahan horizontal jarak ‘x’
terhadap A dapat ditulis :
x
dy
m= dv
dx
- L/2

Dari persamaan ‘v’ yang sudah diturunkan,


maka didapatkan :
x
w
m= x dv
`H
- L/2

Perpindahan horizontal di ‘Q’ dapat dituliskan sebagai


berikut :

P d2 r (1 – 16 r4)
mQ = 8
w L2 3P
1+ (1 – 4 r2)
2wL
P
Bila kecil, maka
wL

P d2
mQ = 8 r (1 – 16 r 4)
w L2

Nilai Maksimum mQ dicapai pada r4 = 1/80 r = 0.335

P d2
mQ = 2,14
w L2

Pergerakan terbesar, bila beban berada pada titik beban.


Bila beban berada di C, maka r = 0 dan berarti mQ = 0
Beban Terbagi Rata tidak penuh di tengah bentang
Ax L/2 B
Reaksi di A dan di B
y d wL (1 – 2n) pL
Q VA = VB = +
D C E 2 2
p w Untuk Q di (x, y), maka

nL (1 - 2n)L nL H.Y - VA.x + ½ w.x2 = 0


w.x (L – x) + p.L.x (1 – 2n)
Y=
2H
Bagian DE
(p + w) (L – x).x - p.n2.L2
Y=
2H
Bila dip (d) akibat beban ‘(p+w)’ menjadi ‘D’, maka
L2
H= (p + w) – 4.n2.p
8D
Bila panjang kabel tidak berubah, maka LAD = LEB

8D2 n2 w2
LAD = LEB = nL 2
3L2 (p + w) – 4.n2.p
2
w (1 – n) + p (1 – 2n)
+ 2
(p + w) – 4.n2.p

2
8D2 (p + w) (1 – 2n)
LDE = L (1 – 2n) 1 + 2
3L2 (p + w) – 4.n2.p
8D2
AB = L 1 + = LAD + LDE = LEB, Sehingga
3L2

p p
+1 - 4.n2.
w w
D=d 1/2
p 2 p2 p
+1 - 4.n2. 3 - 4 n - 4.n2. 3-2n
w w2 w

VO = D - d
Beban Terbagi Rata tidak penuh di salah satu sisi
A x L/2 B
Beban Pada AQ (p+w)
d
Beban pada QB (w)
Q F E
p C
w
nL (1 - n).L

p p
+1 .x (L-x) . L . x . (1- n)2
4d w w
Y= -
1/2
L2 p p 2
1+2 (3-2n)n2 + n3(4-3n)
w w
p
n2L + x (L - x)
4d w
Y= 1/2
L2 p p 2
1+2 (3-2n)n2 + n3(4-3n)
w w

Kabel tidak memanjang, sehingga :


wL2 p p 2 1/2
Y= 1+2 (3-2n)n2 + n3(4-3n)
8d w w
Titik terendah ‘F’, bila xF > nL dan ‘F’ berada`di QB
dy p
dari =0 xF = ½ 1 - n2
dx w
bila xF < nL dan ‘F’ berada`di AQ
p
1+ .n.(2 - n)
dy w
dari =0 xF = L/2
dx p
1+
w
2
w w w
bila xF = nL xF = xQ = L + -
p p p

Dengan nilai ini ‘F’ mempunyai jarak terjauh dari C


JEMBATAN GANTUNG DENGAN
GELAGAR PENGAKU
1. Gelagar Pengaku Menerus :
a. Bentang luar tidak digantung
b. Bentang Luar Digantung

2. Gelagar Pengaku dengan dua tumpuan sendi :


a. Bentang luar tidak digantung
b. Bentang Luar Digantung

3. Gelagar Pengaku dengan Tiga sendi :


a. Bentang luar tidak digantung
b. Bentang Luar Digantung
Gelagar Pengaku Dua Sendi tanpa Bentang Luar

TEORI RANKINE (1858)


Asumsi :
1. Pada berat sendiri penuh, kabel berbentuk Parabola.
Gelagar pengaku bebas tegangan.
2. Setiap beban yang bekerja pada gelagar pengaku, akan
terbagi pada kabel, sehingga kabel memikul beban yang
sama untuk seluruh panjang bentang jembatan.
3. Besarnya beban pada kabel q = Jumlah beban hidup
dibagi bentang L.
Beban Terpusat VR = P / L (L/2 – x) = - VS
A B Momen lentur pada gelagar
q=P/L
adalah SELISIH dari bentuk
parabola dg. Ordinat maks :
R Q S M1 = 1/8 qL2 = PL / 8
x
P Dan bentuk segitiga dg ordinat
L
Px(L-x) / L maks :
-
M2 = - Px (L – x) / L
+ 1/8 PL
M maksimun di bawah Q :
MP = - Px (L – x) / 2L
Bila Q di x = L/2, maka
VR P MP = - PL / 8
VS
Akibat q, akan timbul gaya
h = qL2/ 8d = PL / 8d (d=dip)
h tidak tergantung letak P tanda M- --
- -
-
+ +
+ +
Bandingkan
Kalau gelagar pengaku memikul beban P sendiri tanpa
bantuan kabel, maka MP = PL / 4
Bila Kabel tanpa gelagar pengaku memikul beban P, maka
h = 3 PL / 16 d (slide 123), sedangkan bila dengan gelagar
pengaku : h = 2 PL / 16 d. A B
(BERKURANG 50%)
Garis Pengaruh; Z berjarak
Q z
nL dari A
1/2 L (1 – n) n P 1/2 L (1 – n) n
q=1/L 1/2 L

MZP = -1/2 nL + 1/L (1/2 n2L2) -1/2 L (1 – n) n


1/2 (1 – 2n)
= -1/2 L (1 – n) n
1/2 (1 – 2n)
1/2 L
Bandingkan
Bila tanpa kabel akibat P = 1, maka
Untuk 0 < x < nL MZP = x/L (L – nL)
x = nL MZP = L (1 – n) n (NAIK 100%)

Untuk nL < x < L MZP = (L – x) nL / L


x = nL MZP = L (1 – n) n

Beban Terbagi Rata


MZ = ½ . ½ L . ½ L (1 – n) n . p = 1/8 p L2 (1 – n) n

Untuk n = ½ MC = 1/32 p L2
Bila Tanpa Kabel MC = 1/8 p L2
Gaya lintang maksimum terjadi bila RZ = nL dibebani ‘p’
DZ = ½ . {1/2 + ½ (1 – 2n)} nL . p
= ½ (1 – n) p n L = ½ p n L (1 – n)
Untuk n = ½ DZ = 1/8 pL
Gelagar Pengaku Tiga Sendi tanpa Bentang Luar

A B BEBAN TERPUSAT :
ASUSMSI :
q
• Untuk berat sendiri, kabel
R Q C S berbentuk parabola dan
VR L/2 VS
x P gelagar pengaku tanpa
tegangan.
+
- • Beban hidup yang
1/8 qL2 = ½ Px bekerja pada jembatan
tidak mengubah bentuk
parabola kabel. Jadi
beban akan terbagi rata
VR ke seluruh bentang
P VS
jembatan
Keseimbangan bagian RC dan CS memberikan :
qL + VR + VS – P = 0 (SV = 0)
½ VR L + 1/8 q.L2 – ½ P (L – 2x) = 0 (SMc= 0 dari kiri)
½ Vs L + 1/8 q.L2 = 0 (SMc = 0 dari kanan) ……..(1)
VR = P (1 – 3 x/L)
VS = - P x / L  (1) q = 4Px/L²

Momen Maksimum di bawah beban adalah :


MQ = - P x (1 – 3x/L + 2x2/L2)
Bila beban di C, maka x = ½ L MP = 0
Momen terbesar terletak pada x = 0.211 L
MQ = - 0.096 PL
h akibat beban P adalah : q L2 / 8d = (4 Px / L2) (L2 / 8d)
= Px / 2d
h maksimun untuk x = L /2 h L/2 = P L / 4d

GARIS PENGARUH MOMEN DAN GAYA LINTANG di Z


A B x < nL
MZ = -x (1-n) (1-2n)

Q nL < x < L/2


z
R x S MZ = n{x (3-2n) – L}
C
nL x > L/2
V ½ nL (1-2n) MZ = n (L - x) (1– 2n)
Gp M x = nL
nL(1-n) (1-2n) MZ (Max) = - nL (1 - n) (1– 2n)
Momen terbesar terjadi
n(3-4n) Gp D pada n = 0.211L
½ (1-4n) MZ (Max) = 0.096 L
(3n-4n2-1)
AKIBAT BEBAN TERBAGI RATA (p t/m) BERJALAN
L p n (1 – n) (1 – 2n) L2
PANJANG RV = ; MZ =
(3– 2n) 2 (3– 2n)

MZ (min) = - 0.0188 pL2 untuk n = 0.234


Panjang beban = 0.395 L
MZ (max) = + 0.0188 pL2 untuk n = 0.234
Panjang beban = 0.605 L
¼ L < RZ < ½ L
D (max) = -1/8 PL pada n = ½

RZ < ¼ L
D (max) = -1/6 PL pada n = 0

Untuk beban penuh, q = p dan h = p L2 / 8d


TEORI ELASTIS
• Asumsi 1 dan 2 tetap; besarnya q ditentukan
dengan memperhitungkan :
• Kekakuan tarik elastis kabel.
• Kekakuan lentur gelagar pengaku.
• Kekakuan pylon.
1.Energi regangan akibat lentur pada gelagar :
M 2 dx
U1 =  2.E.I

 U1 1 M 1
h

E.I  M
h
dx 
E.I  ( Mo  h. y) ydx
2) Energi regangan pada kabel induk
• akibat h, pada ds bekerja gaya tarik :

ds t 2 ds
• t = h ; U2 = 
dx 2 A.E

• A = luas penampang kabel induk


• E = modulus elastisitas kabel induk.
 U2 1 dt
h

2 A.E.  2t
dh
ds

2
 ds 
2
h  ds 
L
1

2 A.E.  2h  ds =
 dx 
   dx
A.E 0  dx 
1
L
2
2.h  ds 
2
    dx
A.E 0  dx 

 1
 2 2
1

h.L  1  5 16d  16d 
2 2 2
3 L  4d  16d   
  
   2 1  2   . ln  1  2  
A.E  4  2 L  L  32 d  L  L  
   

c.h.L
= c
A.E
3) Energi regangan pada kabel penggantung :

• Bila : jumlah kabel penggantung = N


• luas penampang = Ai
• bentang gelagar pengaku =L
N. Ai
• Anggap penggantung kontinyu, setebal a =
L
• Panjang kabel penggantung pada x :
 4x 
• k = e + d 1  2 ( L  x)
 L 

dx a
q
•Energi regangan pada kabel penggantung sepanjang dx :
  4x 
(q dx) e  d 1  2 ( L  x) 
2

  L 
U3 
2a.dx.E
  4x 
(q dx) 2 e  d 1  2 ( L  x) 
U 3 L   L  (8.h.d ) 2 d
 = (e  )
h 0
2a.dx.E 3
2.a.L .E 3

 U 3 64.d 2 .h  d
  e  
h a.L .E 
3
3 
4) Energi tegangan tekan pada pylon :
 dy  4d
• kemiringan kabel pada menara :    .
 dx  x 0 L
 dy  4h.d
• Gaya tekan pada menara : V = h    .
 dx  x 0 L

• ( gaya kabel dibelakang pylon diabaikan )


• U4 = energi regangan pada kedua menara.
• A2 = luas penampang menara.
• (d + e) = tinggi menara.
1 V 2 .(d  e) 16.h 2 .d 2 .(d  e)  U 4 32.d 2 .(d  e).h
U 4  2x  
2 A .E A .E.L2 h A2 .E.L2

U
 h  0 (minimum strain energy)

P.xi.d  xi 2 
 L  2 (2 L  xi )
3.E.I  L 
h= 8.L.d 2
c.L 64.d  2
d  32.d 2 .(e  d )
  3 e   
15.E.I A.E L .a.E  3 A2 .E.L2
(Timoshenko)
95% 5% 0%
P.xi.d  xi 2 
 L  ( 2 L  xi ) 
3.E.I  L 2
 8.h.d
h= q= (Dapat dihitung)
8.L.d 2 c.L

15.E.I A.E
L2
GARIS PENGARUH M dan D
Persamaan:
y=4dx(L-x)/L^2

Gp M/y

=h

Gp D/(dy/dx)
Jadi akibat q pada Teori Elastis:
1) Jika P ditengah bentang  x1=L/2 
h=25/128 ( Pl/d)  25/16 lebih besar dari
Teori Rankine [ h=1/8 ( Pl/d)]

h = kenaikan komponen horizontal pada


pembebanan P di x diukur dari C
Momen lentur pada gelagar sebagian akibat P
dan sebagian lagi akibat q = 8 hd / L2
TEORI ELASTIS
Gelagar pengaku dengan dua sendi, dimana :
H = komponen horizontal gaya kabel pada
beban mati
h = kenaikan komponen horizontal pada
pembebanan P di x diukur dari C

Momen lentur pada gelagar sebagian akibat P


dan sebagian lagi akibat q = 8 hd / L2
Pada suatu titik (x, y), besarnya momen :
M = VR x + ½ q x2
A 1/2 L B
H+h x H+h
y d
R Q z S
z1 P
LANJUTAN
JEMBATAN GANTUNG
TEORI ELASTISITAS
TEORI DEFLEKSI
MENARA / PYLON
Ada tiga jenis menara untuk jembatan Gantung :
1. Menara Kaku (terjepit di bawah)
- Terbuat dari pasangan batu / beton / baja
- Terjepit pada alasnya
- Kabel di atas pylon diletakkan di atas rol, sehingga
bebas bergerak
- Kabel hanya memberikan reaksi vertikal pada
menara

2. Menara dengan sendi di bawah


- Menara bebas berayun pada sendi bagian bawah
(Tumpuan pendel)
- Menara terbuat dari Beton bertulang / Baja
- Menara tidak mempunyai tahanan terhadap gerakan
kabel

3. Menara Terjepit di bawah dan di atas


- Terbuat dari Baja / Beton bertulang
- Menara dapat memberikan perlawanan terhadap
gerakan kabel
- biasanya untuk bentang besar
Batas kelangsingan menara
Untuk Penampang Uniform :

p2
W=
METODE ANALISIS
Asumsi - asumsi
1. Sistem satu bidang 2 Dimensi, Momen Puntir dipikul oleh
Gelagar.
2. Sistem dua bidang 2 Dimensi, Momen Puntir dipikul oleh
gabungan antara Kabel dan Gelagar.
3. Metode bahan Elastis
4. Kekakuan total jembatan tergantung dari hubungan antara
gelagar, kabel dan pylon.
5. Gelagar ditumpu pylon, sehingga momen pada pylon tidak
dipindahkan ke gelagar.
6. Gelagar dan Pylon mempunyai penampang tetap.
7. Kabel mempunyai prategangan awal.
8. Momen puntir masuk ke tumpuan melalui gelagar.
CONTOH
PERHITUNGAN

P
A 1 2 3 B

Tahap 1 : Tumpuan kaku pada pertemuan kabel dan


gelagar
P
A B
R1 R2 R3

Equivalent Continuous Beam


P
A B
D1 D2 D3

Simple Span ‘P’ Loading

d11 d21 d31


A B
1 Simple Span ‘Unit Load R1

d12 d22 d32


A B

1 Simple Span ‘Unit Load R2


d13 d23 d33
A B
Simple Span ‘Unit Load R3 1

Persamaan yang bisa dibuat


R1d11 + R2d12 + R3d13 = D1
R1d21 + R2d22 + R3d23 = D2
R1d31 + R2d32 + R3d33 = D3
Tahap 2 : Tumpuan elastis pada pertemuan kabel
dengan gelagar

P
A 1 2 3 B

TC
TV Rigid Link
TH LT
P
A 1 q1 2
DV1
TC . LC DL DL
DL = Sin q1= DV =
AC . EC DV Sin q1

TC . LC
DV = TV = TC Sin q1 = R1
AC . EC . Sin q1 .

R1 . LC LC = Panjang Kabel
DV =
AC . EC . Sin2q1 AC = Penampang Kabel
EC = Modulus Elastisitas Kabel

ANALOG UNTUK TITIK 3


Persamaan yang bisa dibuat

R1d11 + R2d12 + R3d13 = D1- DV1


R1d21 + R2d22 + R3d23 = D2
R1d31 + R2d32 + R3d33 = D3- DV3

Tahap 3 : Perpendekan Pylon

DVT AT = Luas Penampang


Pylon
LT LT = Panjang Pylon
A 1 q1 2
DV1
DVT
R1. LT
DVT1 =
AT . ET (R1 + R3) . LT
DVT =
AT . ET
R3. LT
DVT3 =
AT . ET

Persamaan yang bisa dibuat

R1d11 + R2d12 + R3d13 = D1- DV1 - DVT


R1d21 + R2d22 + R3d23 = D2
R1d31 + R2d32 + R3d33 = D3- DV3 - DVT
Tahap 4 : Perputaran Pylon

j LT
A 1 2 Dj = h1 . j
Dj
h1

Persamaan yang bisa dibuat

R1d11 + R2d12 + R3d13 = D1- DV1 – DVT – j.h1


R1d21 + R2d22 + R3d23 = D2
R1d31 + R2d32 + R3d33 = D3- DV3 – DVT + j.h3
Tahap 5 : Kombinasi
R1 . LC1 LC1
DV1 = dC1 =
AC . EC . Sin q1 AC . EC . Sin q1
R3 . LC3 LC3
DV3 = dC3 =
AC . EC . Sin q1 AC . EC . Sin q1

DV1 = R1 . dC1 DV3 = R3 . dC3

(R1 + R3) . LT LT
DVT = dT =
AT . ET AT . ET

SEHINGGA DVT = (R1 + R3) . dT


R1. h1 = R3. h3

R1. h1 - R3. h3 = 0
R1 2 R3
1 3 Persamaan Tambahan
h1 h3

PERSAMAAN MENJADI

R1d11 + R2d12 + R3d13 + R1 . dC1 + (R1 + R3) . dT + h1 . j = D1


R1d21 + R2d22 + R3d23 = D2
R1d31 + R2d32 + R3d33 + R3 . dC3 + (R1 + R3) . dT - h3 . j = D3
R1. h1 - R3. h3 = 0
DALAM BENTUK MATRIX

d11 + dC1 + dT d12 d13 + dT h1 R1 D1

d21 d22 d23 0 R2 D2


=
d31 + dT d32 d33 + dC3 + dT - h3 R3 D3

h1 0 - h3 0 j 0

R1, R2, R3 dan j`AKAN DAPAT DIHITUNG


JEMBATAN BALOK BETON PRATEKAN

- UNTUK PENAMPANG ‘I’ BISA SAMPAI BENTANG 40 M


- UNTUK BENTANG LEBIH DARI 40 M BISA BENGGUNAKAN
PENAMPANG BERBVENTUK BOX
- PEMIKUL UTAMANYA BERUPA BALOK BETON PRATEKAN
YANG DIPASANG DENGAN JARAK ANTARA 100 cm – 200 cm
- PEMIKUL UTAMA DIBUAT SECARA PRACETAK SEGMENTAL
ATAU UTUH SEPANJANG BENTANG
- PELAT LANTAI KENDARAAN KOMPOSIT DENGAN BALOK
MEMANJANG YANG DICOR SETELAH BALOKNYA SELESAI
DIANGKAT
- PELAT LANTAI BISA DIBUAT SISTEM CAST IN SITU ATAU
SISTEM PRACETAK SEBAGIAN
- BALOK MELINTANG SEBAGAI PEMBAGI BEBAN, YANG
DIBUAT SECARA PRACETAK DAN BIASA DISEBUT
DIAFRAGMA
- TIDAK MEMERLUKAN IKATAN ANGIN DAN IKATAN REM
- BANGUNAN BAWAH TERDIRI DARI KEPALA JEMBATAN DAN
Post
Tension
KABEL BALOK PRATEKAN
A PRATEKA B SEGMENTAL
N

PELAT
ANGKE PRACETA
R K
SHEAR
CONNECTOR

POTONGAN POTONGAN
A B
CARA MENYUSUN ELEMEN SEGMENTAL

Diberi Epoxy

Pondasi ujung – ujung harus dibuat lebih kuat dibanding


dengan yang lain, karena pada saat pratekanan sudah
selesai dilaksanakan, balok yang menumpu pada tumpuan
tengah (warna kuning), akan terangkat.

DIAFRAGM
A
Pratekan pada Pilar

Sosrobahu
Pratekan pada Box
Girder Segmental

Pratekan saat pendirian

Pratekan saat service


KERUSAKAN PADA JEMBATAN BETON
Kersakan yang biasa terjadi pada komponen struktur beton,
baik struktur gedung , bak, jembatan maupun dermaga,
adalah :
1.Retak
2.Spalling
3.Korosi Tulangan
Dari ketiga jenis kerusakan tersebut, dapat dijelaskan lebih
rinci sebagai berikut :
RETAK
Retak adalah kerusakan yang terjadi pada beton yang
ditunjukkan dengan terbukanya permukaan beton yang
cukup kecil berbentuk garis-garis terbuka.
RETAK KECIL

RETAK BESAR
Retak biasanya dapat berakibat turunnya kekuatan
komponen beton dalam menerima beban. Sedangkan
dalam jangka panjang akan dapat mengakibatkan korosi
pada tulangan beton.
Kerusakan retak dapat diakibatkan oleh proses kimiawi
yang berupa retak susut atau retak akibat kelebihan
beban yang berupa retak struktur.
PERBAIKAN RETAK
Perbaikan retak dengan cara injection biasanya
dilakukan pada retak-retak yang diperkirakan cukup
dalam. Sedangkan untuk retak-retak permukaan,
biasanya dilakukan routing dan sealing. Baik injection
maupun routing dan sealing, keduanya menggunakan
material epoxy namun dengan kekentalan yang berbeda
disesuaikan kebutuhannya.
Prosedur awal yang harus dilakukan sebelum
melakukan sealing atau injection agar hasilnya
bisa optimal adalah :

Melakukan pembersihan di sekitar keretakan dari


segala kotoran debu, minyak/lemak hingga kering
atau dengan melakukan pengupasan permukaan
beton yang lemah hingga lebar lebih dari 2 inchi,
agar material penutup retak dapat menempel
dengan sempurna
Bila pada saat membersihkan permukaan beton
ditemui keretakan yang agak parah atau terlihat
akan mengelupas penutup betonnya, maka harus
dilakukan pengupasan permukaan beton yang
lemah tersebut hingga mencapai kedalaman
permukaan yang keras/kuat
Bila terlihat tulangannya terkorosi, maka pengupasan
harus dilanjutkan hingga tulangan yang terkorosi
tersebut terlihat seluruh keliling permukaannya agar
permukaan tulangan yang terkorosi tersebut dapat
dibersihkan.
Pekerjaan pendahuluan seperti di atas mutlak dilakukan
agar material penutupnya dapat menempel ke beton
lama dengan sempurna.

Seal
Kupas epoxy
Retak

Retak Asli Routing Sealing


SPALLING
Spalling adalah kerusakan terkelupasnya beton decking
/ selimut beton akibat tulangan yang terkorosi dan
mengalami perkembangan, sehingga mendesak selimut
beton.
CARA PERBAIKAN
Pada lokasi spalling tersebut harus dilakukan
pengupasan (chipping) permukaan beton hingga
mencapai kedalaman permukaan yang keras/kuat dan
bila terlihat tulangannya terkorosi, maka pengupasan
harus dilanjutkan hingga tulangan yang terkorosi
tersebut terlihat seluruh keliling permukaannya agar
permukaan tulangan yang terkorosi tersebut dapat
dibersihkan dan untuk selanjutnya terhadap permukaan
yang telah di kupas dilakukan pembersihan kotoran
debu, minyak / lemak hingga kering.
Penutupan pada tempat-tempat yang telah dikupas dari
hasil chipping untuk selanjutnya ditutup dengan
material non-shrink yang mempunyai kekuatan lebih
dari kekuatan beton kolom asli. Metode penutupan
pada lokasi tersebut dapat dilakukan dengan cara
patching atau dengan cara shotcrete. Cara patching
dilakukan dengan melakukan penambalan secara
manual biasa dengan menempelkan material non-
shrink ke permukaan beton yang telah dikupas.
Sedangkan cara shotcrete adalah cara penempelan
material non-shrink dengan penyemprotan.

Perlu diperhatikan beberapa hal dalam melakukan


perbaikan kerusakan spalling yaitu :
Material non-shrink yang digunakan diusahakan
mempunyai berat jenis ringan dan yang mempunyai
waktu setting cepat.

Dalam melakukan pencampuran dengan air harus


diperhatikan jumlah air yang digunakan agar tidak
terlalu banyak atau disesuaikan dengan spesifikasi
penggunaan material yang digunakan untuk
menghinfari susut beton yang terlalu tinggi.

Dalam melakukan penempelan material non-shrink


harus dijaga ketebalan tempelan atau selimut
betonnya minimal sesuai dengan aturan yang ada.

Dalam melakukan penempelan material non - shrink


harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat
menjamin kepadatan yang cukup, sehingga nilai
permeabilitasnya cukup tinggi
Sebelum melakukan penutupan dengan material non-
shrink, perlu dibersihkan dahulu tulangan yang
terlihat hingga bersih. Bila perlu setelah itu tulangan
yang sudah bersih dilapisi dengan lapisan anti korosi
atau dilapisi dengan material inhibitor terlebih dahulu.

Spalling
Penambahan Selimut Beton Baru pada Kolom

Kondisi Asli

Dibongkar
sampai selimut
beton

Dipasang
tulangan baru

Dicor beton baru


Evaluasi

Alternatif I Alternatif II Alternatif III

Pembesaran & a
Pembersihan
muka Beton Pembersihan Retak

Coating Penutupan Retak Dengan


Plameur

Pemasangan Nepple Untuk


Lubang Grouting Jarak ± 30 Cm

Grouting (Nepple 1) Tekanan


Alur alternative Minimum 60 Bar
perbaikan
kerusakan beton Grouting (Nepple 1) Berhenti Bila
Bahan Grout Telah Keluar Pada
(Nepple 2) Berikutnya

Grouting Dilanjutkan Pada


Nepple 2 Setelah Nepple 1
Ditutup

Dan Seterusnya

Selesai
a

Repair III

Analisa Repair/
Perbaikan

Study Repair

Metode Pengecoran Pemilihan Material Rencana Struktur Perancah


& Begisting

Lay Out Perancah

Pengupasan

Cek Kondisi Pemotongan Pembersihan


Akhir Tulangan Tulangan

Pembersihan Akhir Perbaikan Tulangan /


Permukaan Beton Ganti

Proteksi Baja
Tulangan

Bonding
Lama & Baru

Pengecoran
KOROSI

BEBERAPA FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI LAJU KOROSI
Laju kecepatan proses korosi pada tulangan beton
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain
adalah :

- Masalah Bangunan dan Lingkungan sekitar


- Jenis material dasar beton
- Efek pemasangan baja pada beton
- Efek aliran listrik yang kurang sempurna, khususnya
pada penggunaan Impressed Current.
- Adanya Bacterial Action
- Efek tegangan
INDIKASI BETON YANG SUDAH TERKENA KOROSI
Terkena Korosi

Tidak Terkena Korosi


Masalah Bangunan dan Lingkungan Sekitar

Bangunan yang perlu diberikan perhatian khusus adalah


bangunan yang didirikan dilingkungan agresif, dimana
berdasarkan pengalaman bangunan tersebut tidak pernah
tahan terhadap korosi. Pengaruh lingkungan agresif di sekitar
penggunaan struktur beton, sangat mempengaruhi
percepatan laju korosi yang terjadi, seperti misalnya struktur
beton di dalam laut terutama disekitar splash zone. Adapun
penanganan yang dimaksud adalah perlunya perhatian
khusus terutama pada cara pelaksanaan serta campuran
material beton yang digunakan. Kesalahan yang sering terjadi
adalah terlalu besarnya faktor kandungan air semen dan
pembuatan penutup beton yang kurang tebal serta material
campuran beton yang kurang bersih.
Jenis Material Dasar Beton

Jenis material beton yang digunakan akan sangat


mempengaruhi laju korosi yang terjadi pada beton
bertulang. Banyak pengalaman yang menyatakan bahwa
pemicu terjadinya korosi berasal dari bahan dasar campuran
beton itu sendiri, seperti misalnya adanya kandungan bahan
agresif di dalam air yang digunakan dalam campuran beton
atau kandungan material agresif yang ada di dalam bahan
pasir maupun agregat. Bahkan korosi dapat dipicu oleh
adanya kandungan chlor pada pada tulangan yang sudah
terkorosi namun tidak dibersihkan.
Efek Pemasangan Baja pada Beton

Di tempat dimana terdapat adanya pemasangan baja


tulangan yang tertanam di dalam beton yang kurang
sempurna, sehingga ada sebagian yang terlihat di luar
permukaan dan dapat berhubungan langsung dengan udara
bebas. atau di tempat-tempat angker pada beton yang
disambung dengan struktur lain, akan dapat memicu
terjadinya korosi pada tulangan di dalam beton yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan beton. Untuk
menghindari terjadinya hal tersebut, maka perlu dilakukan
hal-hal sebagai berikut :

- Menghindari sambungan dengan konstruksi baja


- Perlu dipasang Cathodic Protection\
- Perlu diberi lapisan polymere, cat atau Inhibitor.
Efek Aliran Listrik yang kurang sempurna, pada
penggunaan Impressed Current.

Adanya aliran listrik kurang sempurna yang biasanya


terjadi pada pemasangan proteksi korosi dengan sistem
impressed current, dimana seharusnya arus yang
dihubungkan dengan tulangan, namun hasilnya kurang
sempurma, sehingga menyebabkan masuknya chlor dalam
beton akan tetap berlangsung yang mengakibatkan
terjadinya korosi pada tulangan.
Bacterial Action

Bacterial Action juga dapat mendorong lajunya korosi pada


beton bertulang. Korosi yang disebabkan oleh bakteri ini
biasanya terjadi pada struktur beton yang terendam air.
Bakteri yang menyebabkan korosi tersebut biasanya adalah
jenis thiobacilli, dimana bakteri tersebut dapat mengubah
sulphur dan sulphides menjadi sulphuric acid yang bersifat
asam. Asam inilah yang akan menyerang baja sehingga baja
akan terkorosi. Korosi akibat bakteri ini dapat dicegah bila
selimut beton yang ada cukup tebal.
Efek Tegangan

Terjadinya tegangan berlebih pada struktur beton terutama


beban- beban cyclic, akan menyebabkan keretakan di
tempat-tempat yang lemah. Oleh karena itu tegangan-
tegangan tersebut harus diperhitungkan di awal saat
perencanaan. Bila keretakan tidak terjadi, maka pengaruh
tegangan terhadap korosi secara aktual tidak terlalu berarti.
Namun bila terjadi keretakan, maka keretakan tersebut
harus segera ditutup untuk menjaga terjadinya lorosi pada
tulangan akibat adanya kontaminasi dengan oxigen.
.Cara Pencegahan Korosi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa cara


pencegahan korosi ada dua macam yaitu Pencegahan
secara Fisik - Kimiawi yang biasanya dilakukan pada
beton sebagai obyeknya dan Pencegahan secara Kimia -
Elektrik yang biasanya dilakukan terhadap baja
tulangannya.
. Sedangkan sara perbaikan kimia - elektrik terdiri dari
dua sistem yaitu sistem Impressed Current yang
tergantung dengan aliran listrik DC dan sistem Sacrificial
Anode yang tidak tergantung aliran listrik.
Sistem Impressed Current akan bekerja baik bila sistem
aliran listriknya tidak ada hambatan atau terhubung dengan
sempurna. Namun bila ada hambatan pada aliran listriknya,
maka fungsi pencegahan korosinya akan tidak berfungsi
sempurna. Adapun pada sistem Sacrificial Anode hambatan
yang mungkin terjadi adalah akibat pemasangan material
Sacrificial Anode yang kurang sempurna, sehingga sistem
pencegahan korosinya tidak berfungsi sempurna.
Impressed Current System

Impressed Current Cathodic Protection adalah perlindungan


korosi baja dengan menggunakan aliran listrik DC yang
menghubungkan material anode yang dipasang di
permukaan atau di dalam beton menuju baja tulangan
sebagai Cathode yang akan menghentikan reaksi kimia
penyebab munculnya korosi. Bila material anode yang
dipasang di dalam beton, maka sesudah material tersebut
dipasang, untuk selanjutnya harus ditutup dengan penutup
yang mempunyai kekedapan tinggi dan harus banar-benar
dapat menyatu dengan beton lama.
Sacrificial Anode System

Sistem Sacrificial Anode dilakukan dengan menghubungkan


secara langsung antara material sacrificial anode dengan
baja tulangan di beberapa tempat dimana material anode
tersebut akan terkorosi terlebih dahulu, sehingga terjadinya
korosi pada tulangan beton akan terhalang, material
sacrificial anode mempunyai jangkauan menjaring korosi
dengan radius tertentu sesuai dengan jenis materialnya.
Untuk memperpanjang umur dari material sacrificial anode,
maka setelah matereial tersebut ditanam dalam beton,
selanjutnya harus ditutup dengan penutup yang mempunyai
kekedapan tinggi dan harus banar-benar dapat menyatu
dengan beton lama.

Potrebbero piacerti anche