Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Tyas Aji Kurniawan a,1,*, Adhi Chandra Purnama b,2, Irfan Maulana Putra c,3, Yogi Try Pratama d, M.
Rizky Nendanov e,4
a,b,c,d,e
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Ahmad Dahlan, Jl. Prof. DR. Soepomo S. H., Daerah Istimewa Yogyakarta 55164,
Indonesia
1
sidiqfarhat@gmail.com*; 2 gusadhialhabsyi@gmail.com; 3 irfanmp99@gmail.com; 4 rizky_nendanov@yahoo.com
* corresponding author
A RT I C L E I N F O ABSTRACT
The rapid development of the electronic technology industry offers a wide variety
Article history of product choices. This situation encouraged the development of the electronic
industry in Indonesia to be very fast. The acceleration of growth is combined with
products that are quickly obsolete because newer generation products have
appeared again. So that electronic goods that have been unused eventually become
waste, often referred to as Electronic Waste (E-Waste) and experience a very rapid
Keywords
increase. From the results of research in developing countries including Indonesia,
E-waste
E-Waste is not found in garbage disposal sites. This is due to the high number of
hazardous
used electronics repair and reuse activities in the informal sector. Recycling the
toxic
informal sector is closely related to environmental and health impacts because it is
substances
not realized that many components of electronic goods contain hazardous toxic
substances. In order to overcome this problem, developing countries including
Indonesia not only require sophisticated cycle technology, but also relevant
management steps and the existence of environmental impact prevention policies.
This research was conducted by distributing an online questionnaire and concluded
that public knowledge about the dangers of electronic waste is still lacking.
1. Pendahuluan
Sampah elektronik per tahun mencapai 36 juta metrik ton. Jumlah sampah elektronik yang
berasal dari komputer bekas juga diketahui akan melonjak empat kali lipat di tahun 2020. UNEP
juga mengungkapkan bahwa China memberikan kontribusi sebesar 2,6 juta metrik ton sampah
elektronik ke seluruh penjuru dunia. sedangkan Amerika Serikat berada di urutan kedua dengan 3
juta metrik ton sampah elektronik. Jangan abaikan limbah barang-barang elektronika Anda. Ponsel
misalnya mengandung bahan-bahan logam yang mungkin bisa mencemari lingkungan jika dibuang
begitu saja. Kalaupun tak dibuang, paling-paling, ponsel bekas yang tak terpakai dibiarkan
teronggok begitu saja di laci atau sudut rumah lainnya.
Saat ini memang belum banyak yang menyediakan tempat pengumpulan limbah elektronika di
Tanah Air seperti di negara lain yang biasa kita lihat di siaran televisi. Mulai Desember 2010 lalu,
Bakrie Telecom menjadi operator telekomunikasi yang memelopori program pengumpulan ponsel
bekas. Contohnya Negara Jepang, Sejak 2001 telah mewajibkan perusahaan elektronika yang ada di
negaranya ini untuk mendaur ulang produk lama mereka. Produk-produk rumahan seperti televisi,
kulkas dan mesin cuci yang sudah tidak terpakai disarankan untuk didaur-ulang demi kehidupan
yang ramah lingkungan.
Sampah elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan Iimbah pada umumnya. Selain
berbagai bahan berbahaya, limbah elektronik juga mengandung banyak bahan yang berharga dan
bernilai. Bahkan hingga 60 elemen dari tabel periodik dapat ditemukan dalam elektronik yang
kompleks. Menggunakan komputer pribadi (PC) sebagai contoh – Cathode Ray Tube normal (CRT)
monitor komputer berisi banyak yang berharga tetapi juga banyak zat beracun. Salah satu zat
beracun kadmium (Cd), yang digunakan dalam baterai isi ulang komputer dan kontak dan switch
pada monitor CRT tua. Kadmium dapat bio-menumpuk di lingkungan dan sangat beracun bagi
manusia, khususnya ginjal dapat mempengaruhi dan tulang. Hal ini juga salah satu dari enam zat
http://journal.uad.ac.id/index.php/CHEMICA/ chemica@che.uad.ac.id
2 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
ISSN 2355-8776
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx
beracun yang telah dilarang di Eropa tentang Pembatasan Hazardous Substances (RoHS) Directive.
Selain monitor CRT, plastik, termasuk polyvinyl chloride (PVC) kabel digunakan untuk papan
sirkuit cetak, konektor, sampul plastik dan kabel.
Ketika dibakar atau tanah-diisi, rilis PVC ini dioxin yang memiliki efek yang merugikan pada
sistem reproduksi dan kekebalan tubuh manusia. Merkuri (Hg), yang digunakan dalam perangkat
pencahayaan dalam display layar datar, bisa menyebabkan kerusakan pada sistem saraf, ginjal dan
otak, dan bahkan dapat diteruskan kepada bayi melalui ASI. Barang-barang elektronik mengandung
berbagai zat beracun lainnya seperti timbal (Pb), berilium (Be), brominated flame dan
polychlorinated biphenyls (PCB). Di sisi lain, dampak besar peralatan listrik dan elektronik terhadap
sumber daya berharga logam tidak boleh diabaikan. Sebuah misalnya ponsel dapat mengandung
lebih dari 40 unsur termasuk logam dasar (tembaga (Cu), timah (Sn), logam khusus (cobalt (Co),
indium (Dalam), antimon (Sb), dan logam mulia (perak (Ag), emas (Au), paladium (Pd). Logam
yang paling umum adalah tembaga (9g), sedangkan kandungan logam mulia di urutan hanya
miligram: 250 mg perak, 24 mg emas dan 9 mg paladium. Selain itu, baterai lithium-ion
mengandung sekitar 3,5 gram kobalt. Hal ini tampaknya cukup marjinal tetapi dengan leverage 1,2
miliar ponsel yang dijual secara global pada tahun 2007 ini menyebabkan permintaan logam
signifikan.
Perhitungan serupa dapat dibuat untuk komputer atau elektronik kompleks lainnya dan
meningkatkan fungsi produk peralatan listrik dan elektronik sebagian besar dicapai dengan
menggunakan sifat unik dari logam berharga dan istimewa. Misalnya 80% dari permintaan dunia
menggunakan indium untuk layar LCD, lebih dari 80% dari ruthenium digunakan untuk hard disk
dan 50% dari permintaan di seluruh dunia untuk antimon digunakan untuk flame retardants. Dengan
mempertimbangkan tingkat pertumbuhan peralatan listrik dan elektronik yang sangat dinamis, jelas
bahwa mereka adalah penggerak utama untuk pengembangan permintaan dan harga logam tertentu.
Karena komposisi kompleks zat berharga dan berbahaya khususnya, seringkali metode
“berteknologi tinggi” yang diperlukan untuk memproses e-waste dilakukan dengan cara yang
memaksimalkan pemulihan sumber daya dan meminimalkan potensi bahaya terhadap manusia atau
lingkungan. Sayangnya, penggunaan metode khusus ini jarang terjadi, dengan banyaknya e-waste
dunia yang diperdagangkan, terutama ke negara-negara berkembang, di mana teknik tradisional
sering digunakan untuk mengekstrak bahan mulia atau mendaur ulang bagian-bagian yang dapat
digunakan lebih lanjut. Teknik ini menimbulkan bahaya bagi pekerja dan lingkungan setempat.
Selain itu, mereka sangat tidak efisien dalam hal pemulihan sumber daya sebagai daur ulang dalam
hal ini biasanya berfokus pada elemen berharga beberapa seperti emas dan tembaga (dengan hasil
daur ulang), sementara kebanyakan logam lain yang dibuang dan pasti hilang.
Secara ekonomis, daur ulang sampah elektronik memang tidak murah. Hal ini harus didukung
oleh semua kalangan, misalnya dukungan yang kuat dari pemerintah dan kesadaran masyarakat yang
tinggi terhadap lingkungan sistem seperti ini mampu untuk terus berjalan. Dari penjelasan di atas
menimbulkan sebuah pemikiran yang perlu ditindak lanjuti dalam hal menangani limbah elektronik.
Dalam makalah yang berjudul: “Limbah Elektronik pada TV, Handphone, Mesin Cuci, Kulkas dan
AC” ini, penulis bermaksud memberikan kontribusi pemikiran masalah tersebut.
2. Landasan Teori
2.1. Definisi Limbah Elektronik
Kebutuhan masyarakat akan teknologi yang lebih canggih sangat menguntungkan industri
teknologi. Di abad-21 ini, banyak industri berbasis teknologi yang mulai bermunculan dan
berlomba-lomba menarik konsumen dengan keunggulannya masing-masing. Konsumen sangat
tertarik pada teknologi dengan tingkat kecanggihannya yang tinggi, industri pun memahami hal
tersebut. Sebagai akibatnya, setiap industri teknologi dengan rutin meluncurkan perangkat elektronik
dengan peningkatan fitur teknologi.
Tidak kita sadari, pola tersebut menyebabkan perangkat elektronik yang sudah tidak terpakai
akan terbuang atau terbengkalai begitu saja. Perangkat-perangkat elektronik tersebut kemudian
diberi istilah E-Waste atau limbah elektronik.
Waste Electrical and Electronic Equipment (WEEE) dan E-Waste atau Limbah Elektronik,
merupakan istilah untuk barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai dan dibuang, baik
3. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field ressearch) yakni pengamatan langsung
terhadap objek yang menggunakan metode kuesioner dalam mencari informasi. Metode yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian campuran (mixed
methods research design) yakni analisis campuran kuantitatif dan kualitatif menggunakan kuesioner
yang disebar kepada para pengguna media sosial.
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, yang padanya terkandung
informasi yang ingin diketahui. Objek ini disebut dengan satuan analisis. Satuan analisis ini
memiliki kesamaan perilaku atau karakteristik yang ingin diteliti.
Populasi dalam penelitian adalah penduduk Indonesia yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Berusia 10 tahun ke atas.
2. Memiliki dan pernah menggunakan barang elektronik.
5. Kesimpulan
1. Pengetahuan masyarakat tentang limbah elektronik dan bahayanya cukup rendah.
2. Sementara pendapat tentang pengolahannya juga kurang.
References
[1] Astuti, W. (2013). PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK (ELECTRONIC WASTE). Pangandaran:
Universitas Pandanaran.
[2] Nindyapuspa, Ayu; dkk. 2016. Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik. Surabaya: ITS.
[3] http://tsani-oke.blogspot.com/2011/05/makalah-limbah-dari-sampah-elektronik.html
[4] https://dokumen.tips/documents/limbah-elektronik.html
[5] https://leeyonardoisme.wordpress.com/2015/05/06/sampah-elektronik-e-waste-di-indonesia/
[6] https://warstek.com/2018/02/15/ewaste/