Sei sulla pagina 1di 9

CHEMICA : Jurnal Teknik Kimia ISSN 2355-8776

Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx 1

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG LIMBAH


ELEKTRONIK DI INDONESIA

Tyas Aji Kurniawan a,1,*, Adhi Chandra Purnama b,2, Irfan Maulana Putra c,3, Yogi Try Pratama d, M.
Rizky Nendanov e,4
a,b,c,d,e
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Ahmad Dahlan, Jl. Prof. DR. Soepomo S. H., Daerah Istimewa Yogyakarta 55164,
Indonesia
1
sidiqfarhat@gmail.com*; 2 gusadhialhabsyi@gmail.com; 3 irfanmp99@gmail.com; 4 rizky_nendanov@yahoo.com
* corresponding author

A RT I C L E I N F O ABSTRACT

The rapid development of the electronic technology industry offers a wide variety
Article history of product choices. This situation encouraged the development of the electronic
industry in Indonesia to be very fast. The acceleration of growth is combined with
products that are quickly obsolete because newer generation products have
appeared again. So that electronic goods that have been unused eventually become
waste, often referred to as Electronic Waste (E-Waste) and experience a very rapid
Keywords
increase. From the results of research in developing countries including Indonesia,
E-waste
E-Waste is not found in garbage disposal sites. This is due to the high number of
hazardous
used electronics repair and reuse activities in the informal sector. Recycling the
toxic
informal sector is closely related to environmental and health impacts because it is
substances
not realized that many components of electronic goods contain hazardous toxic
substances. In order to overcome this problem, developing countries including
Indonesia not only require sophisticated cycle technology, but also relevant
management steps and the existence of environmental impact prevention policies.
This research was conducted by distributing an online questionnaire and concluded
that public knowledge about the dangers of electronic waste is still lacking.

1. Pendahuluan
Sampah elektronik per tahun mencapai 36 juta metrik ton. Jumlah sampah elektronik yang
berasal dari komputer bekas juga diketahui akan melonjak empat kali lipat di tahun 2020. UNEP
juga mengungkapkan bahwa China memberikan kontribusi sebesar 2,6 juta metrik ton sampah
elektronik ke seluruh penjuru dunia. sedangkan Amerika Serikat berada di urutan kedua dengan 3
juta metrik ton sampah elektronik. Jangan abaikan limbah barang-barang elektronika Anda. Ponsel
misalnya mengandung bahan-bahan logam yang mungkin bisa mencemari lingkungan jika dibuang
begitu saja. Kalaupun tak dibuang, paling-paling, ponsel bekas yang tak terpakai dibiarkan
teronggok begitu saja di laci atau sudut rumah lainnya.
Saat ini memang belum banyak yang menyediakan tempat pengumpulan limbah elektronika di
Tanah Air seperti di negara lain yang biasa kita lihat di siaran televisi. Mulai Desember 2010 lalu,
Bakrie Telecom menjadi operator telekomunikasi yang memelopori program pengumpulan ponsel
bekas. Contohnya Negara Jepang, Sejak 2001 telah mewajibkan perusahaan elektronika yang ada di
negaranya ini untuk mendaur ulang produk lama mereka. Produk-produk rumahan seperti televisi,
kulkas dan mesin cuci yang sudah tidak terpakai disarankan untuk didaur-ulang demi kehidupan
yang ramah lingkungan.
Sampah elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan Iimbah pada umumnya. Selain
berbagai bahan berbahaya, limbah elektronik juga mengandung banyak bahan yang berharga dan
bernilai. Bahkan hingga 60 elemen dari tabel periodik dapat ditemukan dalam elektronik yang
kompleks. Menggunakan komputer pribadi (PC) sebagai contoh – Cathode Ray Tube normal (CRT)
monitor komputer berisi banyak yang berharga tetapi juga banyak zat beracun. Salah satu zat
beracun kadmium (Cd), yang digunakan dalam baterai isi ulang komputer dan kontak dan switch
pada monitor CRT tua. Kadmium dapat bio-menumpuk di lingkungan dan sangat beracun bagi
manusia, khususnya ginjal dapat mempengaruhi dan tulang. Hal ini juga salah satu dari enam zat

http://journal.uad.ac.id/index.php/CHEMICA/ chemica@che.uad.ac.id
2 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
ISSN 2355-8776
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx
beracun yang telah dilarang di Eropa tentang Pembatasan Hazardous Substances (RoHS) Directive.
Selain monitor CRT, plastik, termasuk polyvinyl chloride (PVC) kabel digunakan untuk papan
sirkuit cetak, konektor, sampul plastik dan kabel.
Ketika dibakar atau tanah-diisi, rilis PVC ini dioxin yang memiliki efek yang merugikan pada
sistem reproduksi dan kekebalan tubuh manusia. Merkuri (Hg), yang digunakan dalam perangkat
pencahayaan dalam display layar datar, bisa menyebabkan kerusakan pada sistem saraf, ginjal dan
otak, dan bahkan dapat diteruskan kepada bayi melalui ASI. Barang-barang elektronik mengandung
berbagai zat beracun lainnya seperti timbal (Pb), berilium (Be), brominated flame dan
polychlorinated biphenyls (PCB). Di sisi lain, dampak besar peralatan listrik dan elektronik terhadap
sumber daya berharga logam tidak boleh diabaikan. Sebuah misalnya ponsel dapat mengandung
lebih dari 40 unsur termasuk logam dasar (tembaga (Cu), timah (Sn), logam khusus (cobalt (Co),
indium (Dalam), antimon (Sb), dan logam mulia (perak (Ag), emas (Au), paladium (Pd). Logam
yang paling umum adalah tembaga (9g), sedangkan kandungan logam mulia di urutan hanya
miligram: 250 mg perak, 24 mg emas dan 9 mg paladium. Selain itu, baterai lithium-ion
mengandung sekitar 3,5 gram kobalt. Hal ini tampaknya cukup marjinal tetapi dengan leverage 1,2
miliar ponsel yang dijual secara global pada tahun 2007 ini menyebabkan permintaan logam
signifikan.
Perhitungan serupa dapat dibuat untuk komputer atau elektronik kompleks lainnya dan
meningkatkan fungsi produk peralatan listrik dan elektronik sebagian besar dicapai dengan
menggunakan sifat unik dari logam berharga dan istimewa. Misalnya 80% dari permintaan dunia
menggunakan indium untuk layar LCD, lebih dari 80% dari ruthenium digunakan untuk hard disk
dan 50% dari permintaan di seluruh dunia untuk antimon digunakan untuk flame retardants. Dengan
mempertimbangkan tingkat pertumbuhan peralatan listrik dan elektronik yang sangat dinamis, jelas
bahwa mereka adalah penggerak utama untuk pengembangan permintaan dan harga logam tertentu.
Karena komposisi kompleks zat berharga dan berbahaya khususnya, seringkali metode
“berteknologi tinggi” yang diperlukan untuk memproses e-waste dilakukan dengan cara yang
memaksimalkan pemulihan sumber daya dan meminimalkan potensi bahaya terhadap manusia atau
lingkungan. Sayangnya, penggunaan metode khusus ini jarang terjadi, dengan banyaknya e-waste
dunia yang diperdagangkan, terutama ke negara-negara berkembang, di mana teknik tradisional
sering digunakan untuk mengekstrak bahan mulia atau mendaur ulang bagian-bagian yang dapat
digunakan lebih lanjut. Teknik ini menimbulkan bahaya bagi pekerja dan lingkungan setempat.
Selain itu, mereka sangat tidak efisien dalam hal pemulihan sumber daya sebagai daur ulang dalam
hal ini biasanya berfokus pada elemen berharga beberapa seperti emas dan tembaga (dengan hasil
daur ulang), sementara kebanyakan logam lain yang dibuang dan pasti hilang.
Secara ekonomis, daur ulang sampah elektronik memang tidak murah. Hal ini harus didukung
oleh semua kalangan, misalnya dukungan yang kuat dari pemerintah dan kesadaran masyarakat yang
tinggi terhadap lingkungan sistem seperti ini mampu untuk terus berjalan. Dari penjelasan di atas
menimbulkan sebuah pemikiran yang perlu ditindak lanjuti dalam hal menangani limbah elektronik.
Dalam makalah yang berjudul: “Limbah Elektronik pada TV, Handphone, Mesin Cuci, Kulkas dan
AC” ini, penulis bermaksud memberikan kontribusi pemikiran masalah tersebut.

2. Landasan Teori
2.1. Definisi Limbah Elektronik
Kebutuhan masyarakat akan teknologi yang lebih canggih sangat menguntungkan industri
teknologi. Di abad-21 ini, banyak industri berbasis teknologi yang mulai bermunculan dan
berlomba-lomba menarik konsumen dengan keunggulannya masing-masing. Konsumen sangat
tertarik pada teknologi dengan tingkat kecanggihannya yang tinggi, industri pun memahami hal
tersebut. Sebagai akibatnya, setiap industri teknologi dengan rutin meluncurkan perangkat elektronik
dengan peningkatan fitur teknologi.
Tidak kita sadari, pola tersebut menyebabkan perangkat elektronik yang sudah tidak terpakai
akan terbuang atau terbengkalai begitu saja. Perangkat-perangkat elektronik tersebut kemudian
diberi istilah E-Waste atau limbah elektronik.
Waste Electrical and Electronic Equipment (WEEE) dan E-Waste atau Limbah Elektronik,
merupakan istilah untuk barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai dan dibuang, baik

First Author et.al (Title of paper shortly)


ISSN 2355-8776 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
3
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx
karena rusak atau karena sudah ketinggalan jaman. E-Waste dan WEEE merupakan dua istilah yang
berbeda, karena WEEE cenderung mencakup barang-barang non elektronik tradisional seperti
kulkas dan oven. Beberapa kalangan meyakini bahwa limbah yang digolongkan sebagai E-Waste
hanya berupa limbah perangkat komputer dan perangkat TI lainnya. Menurut EU Directive tahun
2002/96/EC, “E-waste merupakan limbah perangkat elektrik dan elektronik, termasuk seluruh
komponen rakitan dan konsumsi yang merupakan bagian dari produk elektronik tersebut pada waktu
pembuangan”. Berdasarkan pengertian tersebut dan seiring dengan kemajuan teknologi, istilah E-
Waste dan WEEE tidak begitu diperdebatkan untuk menyebut limbah elektronik.
2.2. Produksi Limbah Elektronik (E-Waste) Dunia

Gambar 1. Jumlah limbah elektronik yang dihasilkan tiap negara


Situs Statista.com setiap tahunnya membuat daftar statistik produksi limbah negara-negara besar,
khususnya negara-negara Eropa. Gambar diatas merupakan daftar statistik 10 besar negara penghasil
limbah elektronik terbanyak pada tahun 2016. China menduduki peringkat pertama dengan produksi
limbah elektronik mencapai 7,2 juta ton, disusul U.S yang menghasilkan 6,3 juta ton limbah
elektronik.
Kalau kita perhatikan, Indonesia tercantum pada daftar tersebut dengan produksi limbah
elektronik yang mencapai 1,3 juta ton tahun 2016 lalu. Pada daftar statistik tersebut juga
menunjukkan, walaupun China menghasilkan 7,2 juta ton limbah, produksi limbah per individu
hanya 5,2 kg. Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Jerman dan Perancis, produksi limbah
per individu dari negara tersebut berturut-turut mencapai 22,8 kg dan 21,3 kg.
2.3. Kandungan Limbah Elektronik (E-Waste)
Situs Statista.com juga menyajikan infografik mengenai kandungan berharga limbah elektronik
yang dapat dimanfaatkan kembali. Beberapa materi yang bermanfaat tersebut terdiri atas emas
(gold), plastik, tembaga (copper), alumunium, besi (iron), palladium, dan perak (silver). Data tahun
2016 tersebut menunjukan bahwa besi adalah komponen yang paling banyak ditemukan pada
limbah elektronik yang dihargai 3,6 milyar euro. Sementara itu, komponen dengan nilai tertinggi
sebanyak 18,8 milyar euro dimiliki oleh emas yang jumlahnya mencapai 500 ton pada limbah
elektronik. Komponen termahal kedua setelah emas yaitu plastik, yang jumlahnya mencapai 12,2
juta ton dan dihargai 15 milyar euro.

Gambar 2. Kandungan berharga dalam limbah elektronik

First Author et.al (Title of paper shortly)


4 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
ISSN 2355-8776
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx
Selain terdapat komponen-komponen berharga, limbah elektronik juga mengandung banyak
komponen yang bersifat toksik. Sebuah komputer (PC) saja mengandung komponen yang terdiri
dari merkuri, arsenik, dan krom, yang termasuk dalam logam berat. terdaftar beberapa kandungan
materi berbahaya pada limbah elektronik. Materi yang paling banyak ditemukan yaitu materi dari
golongan logam berat seperti, arsen (arsenic), barium, beryllium, kadmium (cadmium), krom
(chromium), tembaga (copper), timbal (lead), Lithium, merkuri, Nikel, selenium, seng sulfida (zinc
sulphide), dan logam berat lainnya.
Tembaga merupakan logam dengan konsentrasi atau jumlah terbanyak pada limbah elektronik
yang diproduksi, yaitu mencapai 41 gram per 1 kilogram* limbah elektronik. Merkuri hanya
ditemukan sebanyak 0,68 mg per 1 kilogram limbah elektronik namun emisi global merkuri
mencapai 13,6 ton dari limbah elektronik yang dihasilkan. Logam-logam tersebut sebagian besar
berasal dari perangkat elektronik yang memiliki baterai, layar LCD dan layar CRT, sebagai contoh
perangkat komputer.
Beberapa negara-negara besar yang menghasilkan banyak limbah elektronik mengambil jalan
pintas untuk menangani masalah limbah elektronik dengan mengirimnya ke negara miskin, sebagai
contoh Ghana di benua Afrika. Hal tersebut dikarenakan alasan fasilitas yang belum memadai dan
pengeluaran untuk biaya kelola yang mahal. Di negara-negara Afrika, limbah elektronik hanya
menggunung dan diolah dengan cara tradisional, yang tentunya dapat membahayakan kesehatan
pengolah limbah karena kandungan berbahaya logam berat.
2.4. Kondisi E Waste di Indonesia
Meskipun E waste muncul sebagai isu global, namun sampai saat ini bukan istilah yang umum
bagi kebanyakan orang di Indonesia. Belum ada definisi yang spesifik untuk E Waste dalam
peraturan-peraturan yang ada di Indonesia, meskipun di negara maju (Directive Uni Eropa) sudah
jelas menyebutkan bahwa E waste termasuk peraturan limbah berbahaya. Dimana dalam peraturan
tersebut E waste dapat diartikan sebagai barang-barang elektronik dan peralatan elektrik yang sudah
tidak dipakai dan atau sudah tidak diinginkan karena sudah menjadi barang yang usang dan perlu
dibuang, baik dalam bentuk keseluruhan atau sebagai bagian. Dibandingkan dengan negara-negara
berkembang lainnya di Asia Tenggara, kesadaran akan permasalahan E waste di Indonesia relatif
masih tertinggal. Hal ini disebabkan masih minimnya informasi mengenai E waste kepada publik
dan pemahaman yang berbeda antar institusi mengenai E waste dan tata cara pengelolaannya
ditingkat pemerintahan. Selain itu belum tersediannya data yang akurat untuk jumlah penggunaan
barang-barang elektronik di Indonesia dan belum adanya ketentuan teknis lainnya tentang umur
barang yang dapat diolah kembali. Jika E waste dianggap sebagai limbah yang berbahaya, maka
seharusnya, maka seharusnya berakhir di TPA juga sehingga aman untuk limbah berbahaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Damanhuri dan Sukandar (2006), E waste tidak ditemukan biasanya
hanya bagian dari komponen elektronik atau seperpat saja atau komponen suku cadang yang
biasanya dikirim ke pabrik perakitan lagi. Hal ini menunjukan bahwa ada sistem yang tidak resmi
yang menyerap sebagian besar E waste di Indonesia, yaitu adanya temuan aliran material barang-
barang elektronik bekas dan aliran limbah elektronik (E waste).

3. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field ressearch) yakni pengamatan langsung
terhadap objek yang menggunakan metode kuesioner dalam mencari informasi. Metode yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian campuran (mixed
methods research design) yakni analisis campuran kuantitatif dan kualitatif menggunakan kuesioner
yang disebar kepada para pengguna media sosial.
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, yang padanya terkandung
informasi yang ingin diketahui. Objek ini disebut dengan satuan analisis. Satuan analisis ini
memiliki kesamaan perilaku atau karakteristik yang ingin diteliti.
Populasi dalam penelitian adalah penduduk Indonesia yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Berusia 10 tahun ke atas.
2. Memiliki dan pernah menggunakan barang elektronik.

First Author et.al (Title of paper shortly)


ISSN 2355-8776 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
5
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx
Sampel merupakan contoh atau himpunan bagian (subset) dari suatu populasi yang dianggap
mewakili populasi tersebut sehingga informasi apa pun yang dihasilkan oleh sampel ini bisa
dianggap mewakili keseluruhan populasi.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian tersebut akan
dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan mengambil lokasi di seluruh Indonesia melalui daring
(online). Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah paruh semester ganjil 2018/2019 setelah
UTS sekitar 1 bulan.
3.3. Variabel Operasional
3.3.1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab dari perubahan yang
terjadi pada variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
• Penggunaan barang elektronik
• Perlakuan pada sampah elektronik
3.3.2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah:
Pengetahuan tentang sampah elektronik
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa angket kuesioner daring yang dibagikan kepada pengguna sosial
media.
3.5. Sumber Data
3.5.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui penyebaran kuesioner yang
terdiri dari dua bagian:
1. Identifikasi data mengenai pengisi kuesioner.
2. Sejumlah pernyataan terkait dengan tujuan penelitian.
3.5.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis yang dipublikasikan
oleh pihak ketiga, seperti literatur dan jurnal yang terkait dengan penelitian.
3.6. Metode Analisis
Hasil penelitian ini dianalisis melalui dua tahapan, yaitu:
1. Karakteristik Responden
Merupakan analisa untuk bagian pertama dalam kuisioner yang mendeskripsikan topografi objek
penelitian. Data diolah dan kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah per bagian terhadap total
data. Data ini terdiri dari :
a) Jenis kelamin.
b) Usia.
c) Tingkat pendidikan.
d) Jenis Pekerjaan.
2. Analisa Campuran (Kuantitatif dan Kualitatif)
Analisa kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan grafik yang telah
disediakan aplikasi Google Form. Analisa kualitatif dilakukan melalui pendeskripsian hasil
pengisian kuesioner oleh responden.

First Author et.al (Title of paper shortly)


6 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
ISSN 2355-8776
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx
4. Hasil dan Pembahasan
Data dalam penelitian ini berasal dari data primer yaitu kuesioner online. Jumlah responden
kuesioner berjumlah 90 orang yang tersebar di seluruh Indonesia mulai dari pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan seterusnya.
4.1 Profil Responden
Responden dalam kuesioner ini memiliki profil sebagai berikut:

Gambar 3. Usia responden


Grafik tersebut menginformasikan bahwa di lihat dari usia, mayoritas responden berusia 10-20
tahun dengan jumlah 70 orang (77,8%), 21-31 tahun berjumlah 19 orang (21,1%) dan 31-50 tahun 1
orang (1,1%).

Gambar 4. Status pekerjaan responden


Grafik tersebut menginformasikan bahwa di lihat dari status pekerjaan, mayoritas responden
adalah mahasiswa/pelajar dengan jumlah 79 orang (87,8%), dan sisanya menjawab pekerjaan lain
seperti TNI/Polri, PNS dan seterusnya sebanyak 11 orang (12,2%).

Gambar 5. Jenis Kelamin


Grafik tersebut menginformasikan bahwa di lihat dari jenis kelamin, mayoritas responden adalah
perempuan dengan jumlah 57 orang (63,3%), laki-laki sebanyak 31 orang (34,4%) dan sisanya
memilih tidak menjawab.
4.2 Pengetahuan Masyarakat
Setelah mengetahui profil responden, selanjutnya responden diberi pertanyaan mengenai
pengetahuan mereka tentang sampah elektronik. Dengan penggunaan barang elektronik yang besar,
lebih dari 80 orang mengatakan sering menggunakan barang elektronik diperoleh jawaban sebagai
berikut:

First Author et.al (Title of paper shortly)


ISSN 2355-8776 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
7
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx

Gambar 5. Pertanyaan pertama


Dari 90 orang responden, 5,6% menyatakan setuju, 26,7% setuju, 44,4% kurang setuju, 20%
tidak setuju dan sisanya sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orang yang
tidak peduli terhadap pembuangan limbah elektronik.

Gambar 6. Pertanyaan kedua


Dari 90 orang responden, 48,9% menyatakan tahu, 41,1% tidak dan 10% mungkin. Hal ini
menunjukkan bahwa hampir setengah responden tidak mengetahui tentang B3.

Gambar 7. Pertanyaan ketiga


Dari 90 orang responden, 42,2% menyatakan ya, 44,4% tidak dan 13,3% mungkin. Hal ini
menunjukkan bahwa lebih dari setengan responden masih tidak mengetahui tentang sampah
elektonik yang termasuk ke dalam golongan B3.

First Author et.al (Title of paper shortly)


8 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
ISSN 2355-8776
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx

Gambar 8. Pertanyaan keempat


Dari 90 orang responden, 10% menyatakan ya tahu, 34,4% pernah dengar, 38,9% kurang tahu
dan 26,7% tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui
kelanjutan pembuangan sampah elektronik.

Gambar 9. Pertanyaan kelima


Dari 90 orang responden, 33,3% menyatakan disimpan, 10% dibuang di tempat sampah umum,
21,1% dibuang ke tempat sampah khusus B3, 32,2% dijual dan sisanya tidak tahu. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat belum memperlakukan sampah elektronik sebagaimana yang
seharusnya.

Gambar 10. Pertanyaan keenam


Dari 90 orang responden, 61,1% sangat perlu, 30% perlu, dan 8,9% netral. Hal ini menunjukkan
bahwa walaupun kesadaran masyarakat masih rendah namun masyarakat ingin yang terbaik dalam
pengolahan sampah elektronik di Indonesia.
Selain secara kuantitatif, responden juga memberikan pendapatnya tentang topik sampah
elektronik. Sebagian besar menjawab tidak tahu, memprihatinkan dan sangat jelek, juga menjawab
perlu ditingkatkan lagi pengelolaan sampah elektronik di Indonesia.

5. Kesimpulan
1. Pengetahuan masyarakat tentang limbah elektronik dan bahayanya cukup rendah.
2. Sementara pendapat tentang pengolahannya juga kurang.

First Author et.al (Title of paper shortly)


ISSN 2355-8776 Chemica: Jurnal Teknik Kimia
9
Vol. 5, No. 1, June 2018, pp. xx-xx
3. Namun sebagian besar ingin adanya pengolahan limbah yang lebih baik lagi.
4. Sehingga dapat disimpulkan masyarakat tidak terlalu memusingkan tantanh limbah
elektronik namun ingin yang instan.

References
[1] Astuti, W. (2013). PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK (ELECTRONIC WASTE). Pangandaran:
Universitas Pandanaran.
[2] Nindyapuspa, Ayu; dkk. 2016. Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik. Surabaya: ITS.
[3] http://tsani-oke.blogspot.com/2011/05/makalah-limbah-dari-sampah-elektronik.html
[4] https://dokumen.tips/documents/limbah-elektronik.html
[5] https://leeyonardoisme.wordpress.com/2015/05/06/sampah-elektronik-e-waste-di-indonesia/
[6] https://warstek.com/2018/02/15/ewaste/

First Author et.al (Title of paper shortly)

Potrebbero piacerti anche