Sei sulla pagina 1di 14

102

Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

Gambaran Epidemiologi Penyakit


Tuberkolusis Paru (TB PARU) di Kabupaten Indramayu

Setyo Dwi Widyastuti1), Riyanto2), Muhamad Fauzi3)


1,3)
Dosen Prodi Sarjana Kesehatan Masyarakat,
2)
Dosen Prodi Sarjana Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Indramayu
e-mail:niamulwafa70@gmail.com

ABSTRACT

Pulmonary TB disease in Indramayu District is still a public health problem. With descriptive epidemiology
can be utilized further to know the factors that influence the high frequency of pulmonary TB disease in
Indramayu District. The purpose of this research is to know the epidemiological picture of pulmonary TB
disease in Indramayu Regency in 2016. Quantitative descriptive research method. Sampling by cluster
sampling technique. Data were analyzed using descriptive statistic analysis technique. Based on the result of
research, it is known that the prevalence of pulmonary tuberculosis disease in Puskesmas Jatibarang,
Puskesmas Kertasemaya and Puskesmas Losarang is 141 people, with the following distribution: according
to the variables, 85.5% are between 15-64 years old, 66.1% male, 32.3% unemployed, 29% not yet / no
school, 61.3% socioeconomic low, 67.7% marital status married, 37.7% large family more than 4 people,
51.6% other than pulmonary TB disease, and 59.7% have sufficient knowledge about pulmonary TB disease.
Place variables, 40.3% in Puskesmas Kertasemaya, and 90.3% lived in the village. While based on the time
variable, 33.9% of pulmonary tuberculosis patients were diagnosed in the first trimester with 62.3% treatment
duration over 6 months. Suggestions for puskesmas to further improve health promotion activities, and for the
community to take an active role in preventing the transmission of pulmonary tuberculosis.

Keywords: Descriptive Epidemiology, Pulmonary TB

ABSTRAK

Penyakit TB Paru di Kabupaten Indramayu masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.


Dengan epidemiologi deskriptif dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk mengetahui factor-
faktor yang mempengaruhi tingginya frekuensi penyakit TB paru di Kabupaten Indramayu.
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran epidemiologi penyakit TB paru di
Kabupaten Indramayu tahun 2016. Metode penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan
sampel dengan teknik cluster sampling. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
statistik deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prevalensi penyakit TB paru
di Puskesmas Jatibarang, Puskesmas Kertasemaya dan Puskesmas Losarang sebanyak 141
orang, dengan distribusi sebagai berikut: menurut variabel orang, 85,5% berumur antara 15-
64 tahun, 66,1% berjenis kelamin laki-laki, 32,3% tidak bekerja, 29% belum/tidak sekolah,
61,3% sosial ekonominya rendah, 67,7% status perkawinannya kawin, 37,7% besar keluarga
lebih dari 4 orang, 51,6% tidak menderita penyakit lainnya selain penyakit TB paru, dan
59,7% mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit TB paru. Variabel tempat,
103
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

40,3% di Puskesmas Kertasemaya, dan 90,3% tinggal di desa. Sedangkan berdasarkan


variabel waktu, 33,9% penderita TB paru didiagnosa pada trimester I dengan lama
pengobatan 62,3% lebih dari 6 bulan. Saran bagi puskesmas agar lebih meningkatkan lagi
kegiatan promosi kesehatan, dan untuk masyarakat agar berperan aktif dalam melakukan
upaya pencegahan terhadap penularan penyakit TB paru.

Kata Kunci : Epidemiologi Deskriptif, TB Paru

PENDAHULUAN 151/100.000 penduduk dan yang berjenis


TB paru atau dikenal juga dengan istilah kelamin perempuan 125/100.000
tuberkolusis paru (TB paru) merupakan penduduk. Frekuensi penderita baru
masalah global, dimana World Health (insidensi) 60.765 jiwa dan kasus lama
Organization (WHO) memperkirakan 62.225 jiwa. Angka kematian karena
setiap tahun masih terdapat sekitar penyakit TB paru pada kasus baru yaitu
sembilan juta penderita TB paru dengan 3 sebanyak 122/100.000 penduduk dan
juta kematian akibat TB diseluruh dunia. kasus lama sebanyak 134/100.000
Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% penduduk. (Profil Kesehatan Propinsi
kematian akibat TB di dunia, terjadi di Jawa Barat, 2012).
Negara-negara berkembang(Kemenkes,
2010) Penyakit TB paru di Kabupaten
Indramayu berdasarkan data dalam profil
Negara Indonesia sekarang menurut kesehatan Propinsi Jawa Barat, pada tahun
WHO berada pada ranking keempat 2012, prevalensi penyakit TB paru
Negara dengan beban TB tertinggi di 192/100.000 penduduk, dengan distribusi
dunia setelah India, Cina, dan Afrika 112/100.000 penduduk laki-laki dan
Selatan. Dari semua kasus TB pada tahun 80/100.000 penduduk perempuan,
2010, 13% diantarannya disertai dengan sedangkan insidensi penyakit TB paru
infeksi HIV (WHO, 2011). Jumlah 1.602 penduduk, dengan distribusi 960
kematian akibat TB diperkirakan 61.000 penduduk laki-laki dan 642
kematian per tahunnya (Kemenkes, 2010) penduduk perempuan. (Profil Kesehatan
Propinsi Jawa Barat, 2012)
Pada tahun 2012, prevalensi penyakit TB
paru di Propinsi Jawa Barat sebanyak Epidemiologi deskriptif adalah
138/100.000 penduduk dengan distribusi epidemiologi yang hanya mempelajari
yang berjenis kelamin laki-laki tentang frekuensi dan penyebaran suatu
104
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

masalah kesehatan saja. Banyak manfaat


yang dapat diperoleh dengan mempelajari Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
epidemiologi deskriptif, antara lain dapat mengetahui gambaran epidemiologi
mengetahui frekuensi dan distribusi penyakit TB paru di Kabupaten
masalah kesehatan atau penyakit menurut Indramayu.
keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang
dimaksud disini adalah menurut variable METODE PENELITIAN
orang, variable tempat dan variable waktu. Rancangan penelitian ini menggunakan
Dengan mengetahui varibel orang, metode deskriptif kuantitatif.
variable tempat dan variable waktu dapat Etik dalam penelitian ini, antara lain:
digunakan sebagai dasar untuk menjamin kerahasiaan responden,
mengetahui factor penyebab terjadinya menjamin keamanan responden,
suatu masalah kesehatan pada suatu bertindak adil, dan mendapatkan
tempat. (Azwar, 2001) persetujuan dari responden.

Penyakit TB paru selama ini masih Populasinya adalah penderita TB paru di


menjadi masalah kesehatan masyarakat, Kabupaten Indramayu, dengan penentuan
termasuk di Kabupaten Indramayu, yang sampel secara cluster sampling. Penderita TB
ditandai dengan masih tingginya Paru yang terpilih adalah penderita TB
prevalensi dan insidensi penyakit tersebut. Paru yang berada di wilayah kerja
Dalam pencatatan dan pelaporan penyakit Puskemas Kertasemaya (mewakili wilayah
TB paru variable yang dicatat yang Indramayu bagian Timur), Puskesmas
termasuk dalam epidemiologi deskriptif Jatibarang mewakili wilayah Indramayu
baru meliputi : umur, jenis kelamin dan bagian Tengah), dan Puskesmas Losarang
pekerjaan, alamat, waktu diagnosa dan mewakili wilayah Indramayu bagian Barat
waktu sembuh, serta trimester. Padahal atau Pantura), dengan jumlah sampel
dengan epidemiologi deskriptif dapat sebanyak 141 penderita TB paru, dan yang
dimanfaatkan lebih lanjut untuk bisa diteliti sebanyak 62 penderita TB
mengetahui factor-faktor yang Paru. (Kriteria inklusi: penderita TB Paru
mempengaruhi tingginya frekuensi yang di diagnosa tahun 2016, berumur ≥
penyakit TB paru di Kabupaten 15 tahun dan kriteria eksklusi: tidak berada
Indramayu.
105
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

di rumah saat dilakukan penelitian, dan Rp 1.650.000,- atau status sosial


bisa berbicara (tidak bisu) ekonominya rendah, 67,7% status
perkawinannya kawin, 37,1% besar
Instrumen dalam penelitian ini keluarga atau banyaknya orang yang
menggunakan kuesioner. Analisis data tinggal satu rumah lebih dari 4 orang,
dengan menggunakan analisis univariat. 32,3% penyakit lain yang diderita oleh
Data disajikan dalam bentuk tabel dan penderita TB Paru menderita adalah
grafik serta diinterpretasikan. Variabel- penyakit lain-lainnya, dan 59,7%
variabel yang dianalisis, antara lain : pengetahuan penderita TB paru tentang
variabel orang, variabel tempat, dan penyakit TB paru masuk dalam kategori
variabel waktu. Tampilan datanya berupa cukup baik.
frekuensi dan persentase.
Berdasarkan Variabel Tempat diketahui
HASIL PENELITIAN bahwa, dari 3 (tiga) Puskesmas wilayah
Prevalensi Penyakit TB paru penelitian, 40,3% penderita TB paru pada
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh tahun 2016 ditemukan di wilayah kerja
dari Puskesmas Jatibarang, Puskesmas Puskesmas Kertasemaya dan 90,3%
Kertasemaya, dan Puskesmas Jatibarang, tinggal di wilayah dalam kategori desa.
diketahui prevalensi penyakit TB paru
pada tahun 2016 adalah sebanyak 30
141 penderita penyakit TB paru. 20
10
0
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa,
Trimester Trimester Trimester Trimester
penderita TB paru 85,5% berumur antara I II III IV

15-64 tahun, dan secara rata-rata umur Gambar 1. Penderita TB Paru di


penderita penyakit TB paru adalah Kabupaten Indramayu
Berdasarkan Waktu Dagnosa
44 tahun dengan umur termuda 16 tahun
dan umur tertua 77 tahun, 66,1% berjenis Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa,
kelamin laki-laki, 32,3% belum/tidak paling banyak (33,9%) Penderita TB paru
bekerja, 29,0% belum/tidak sekolah, didiagnosa menderita penyakit TB Paru
29,0% berpendidikan SMA/sederajat, pada trimester I tahun 2016 (Januari s.d
61,3% berpendapatan kurang dari Maret).
106
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Penderita


TB Paru Berdasarkan Variabel
Orang di Kabupaten Indramayu 12;
Variabel Orang F % 19%
Umur (Tahun) Belum
15– 64 53 85,5 50; 81% Sudah
≥ 65 9 14,5
Jenis Kelamin
Laki-laki 41 66,1
Perempuan 21 33,9
Pekerjaan
Belum/tidak bekerja 20 32,3
Gambar 2. Penderita TB Paru di
Petani 9 14,5 Kabupaten Indramayu
Swasta 3 4,8 Berdasarkan Sudah Sembuh
Wiraswasta 19 30,6 atau belum
PNS/TNI/Polri/BU 1 1,6
MN 10 16,1
Lainnya
Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa
Pendidikan 80,6% sudah sembuh dari menderita
Belum/Tidak Sekolah 18 29,0
SD/Sederajat 12 19,4 penyakit TB paru.
SMP/Sederajat 12 19,4
SMA/Sederajat 18 29,0
Perguruan Tinggi 2 3,2
Sosial Ekonomi
< Rp 1.650.000,- 38 61,3
= Rp 1.650.000,- 10 16,1
>Rp 1.650.000,- 14 22,6 24; 39% = 6 Bulan
Status Perkawinan 38; 61% >6 Bulan
Kawin 42 67,7
Duda/Janda 11 17,7
Tidak/Belum Kawin 9 14,5
Besar Keluarga
<4 orang 21 33,9
=4 orang 18 29,0
>4 orang 23 37,1 Gambar 3. Penderita TB Paru di
Penyakit Lain yang Kabupaten Indramayu
Diderita 5 8,1 Berdasarkan Lama
ISPA 2 3,2 Pengobatan
Diare 1 1,6
Jantung 1 1,6
Typhoid 1 1,6 Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa
Hipertensi 32 51,6
Tidak Sakit 10 32,3 62,3% lama pengobatannya lebih dari
Lainnya 6 bulan, yang kalau dihitung secara rata-
Pengetahuan Tentang
Penyakit TB Paru rata, lama pengobatan penyakit TB paru
Kurang 15 24,2
Cukup 37 59,7 adalah 9 bulan, dan waktu terlama adalah
Baik 10 16,1 22 bulan.
107
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

menurunkan prevalensi penyakit adalah


PEMBAHASAN durasi penyakit yang lebih pendek,
Prevalensi adalah gambaran frekuensi meningkatnya tingkat fasilitas kasus akibat
penderita lama dan penderita baru suatu dari penyakit, menurunnya kasus-kasus
penyakit tertentu pada wilayah tertentu baru (menurunnya insidensi), migrasi ke
dan pada waktu tertentu. (Azwar, 2001). dalam dari orang-orang yang sehat,
Prevalensi adalah Kejadian penyakit pada migrasi keluar dari kasus-kasus, dan
satu saat atau satu periode waktu, baik meningkatnya tingkat kesembuhan untuk
yang baru saja memasuki fase klinik kasus-kasus penyakit. (R. Beaglehole, at all,
maupun yang telah beberapa waktu 1997)
lamanya berkembang sepanjang fase klinik
(Murti, 1997). Ukuran prevalensi penyakit Variabel Orang
dapat dimanfaatkan untuk menilai kualitas Variabel orang adalah semua ciri atau
dan kuantitas pelayanan kesehatan. (Murti, karakteristik yang terdapat pada diri
1997) manusia yang dapat mempengaruhi terjadi
tidaknya suatu penyakit. (Azwar, 2001).
Bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, yaitu pada tahun 2013 dan Berdasarkan hasil penelitian diketahui
tahun 2015, terdapat fluktuasi prevalensi bahwa 85,5% penderita TB Paru di
penyakit TB Paru di 3 puskesmas Kabupaten Indramayu berumur antara
tersebut. Banyak faktor yang 15-64 tahun, dengan rata-rata penderita
mempengaruhi prevalensi suatu penyakit. TB paru berumur 44 tahun, umur termuda
Faktor-faktor yang meningkatkan berumur 16 tahun dan tertua berumur
prevalensi penyakit, antara lain: durasi 77 tahun.Dibandingkan dengan data
penyakit yang lama, pemanjangan usia penderita TB paru secara nasional, umur
penderita tanpa pengobatan, peningkatan penderita TB paru di Kabupaten
kasus-kasus baru (peningkatan insidensi), Indramayu sama dengan umur penderita
kasus-kasus migrasi ke dalam populasi, TB paru secara nasional, yaitu sebagian
migrasi keluar dari orang-orang yang besar berada pada umur antara 15-64
sehat, migrasi ke dalam orang-orang yang Tahun. (Kemenkes, 2015)
rentan, dan peningkatan sarana diagnostik.
Sedangkan faktor-faktor yang
108
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penderita TB paru pada tahun 2015,
penelitian yang dilakukan oleh Laily, dkk bahwa menurut jenis kelamin, jumlah
(2015) tentang Karakteristik Pasien penderita laki-laki lebih tinggi bila
tuberkolusis paru di Puskesmas dibandingkan perempuan, yaitu 1,5 kali
Tuminting Manado, bahwa penderita TB dibandingkan pada perempuan. Demikian
paru berdasar umur 96,6% berumur antara juga dilihat pada masing-masing propinsi
15-65 tahun.Hasil penelitian ini sejalan di seluruh Indonesia penderita TB paru
pula dengan hasil penelitian yang lebih banyak terjadi pada laki-laki
dilakukan oleh Panjaitan (2012) tentang dibandingkan perempuan. (Kemenkes,
karakteristik penderita tuberkolusis paru 2015). Hasil penelitian ini sejalan dengan
dewasa rawat inap di Rumah Sakit DR. penelitian yang dilakukan oleh Laily, dkk
Soedarso Pontianak Periode September- (2015) tentang karakteritik pasien
November 2010 diketahui 77,8% berumur tuberkolusis paru di Puskesmas Tumiting
produktif, dengan rata-rata umur 44,2 Manado, bahwa 55,1% penderita TB paru
tahun. berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian
ini sejalan pula dengan hasil penelitian
Umur termasuk variabel orang yang yang dilakukan oleh Fitria, dkk (2017)
penting untuk diteliti dalam mempelajari tentang karakteristik Penderita
kejadian suatu penyakit, karena ada tuberkolusis paru di Puskesmas Rujukan
kaitannya dengan daya tahan Mikroskopis Kabupaten Aceh Besar,
tubuh,berkaitan dengan ancaman bahwa 71,43% penderita TB paru berjenis
terhadap kesehatan, ada kaitannya dengan kelamin laki-laki.
kebiasaan hidup(Azwar, 2001).Penyakit
TB paru merupakan penyakit khronis yang Jenis kelamin juga mempengaruhi
dapat menyerang pada semua kelompok penyebaran suatu masalah kesehatan. Ada
umur. masalah kesehatan yang lebih banyak
ditemukan pada kelompok wanita saja,
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dan adapula masalah kesehatan yang lebih
bahwa 66,1% penderita TB paru berjenis banyak ditemukan pada kelompok pria
kelamin laki-laki dan 33,9% penderita TB saja. Adanya perbedaan penyebaran yang
paru berjenis kelamin perempuan.Hasil seperti ini dapat disebabkan oleh bebrapa
penelitian ini sama dengan data nasional hal, yakni karena terdapatnya perbedaan
109
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

anatomi dan fisiologi antara wanita dengan status sosial ekonomi(Azwar, 2001).
pria, perbedaan kebiasaan hidup, tingkat Perbedaan macam pekerjaan yang dimiliki
kesadaran berobat, kemampuan atau seseorang, menyebabkan terdapatnya pula
kriteria diagnostik beberapa penyakit, perbedaan status sosial ekonomi yang
macam pekerjaan (Azwar, 2001). dimiliki. Adanya perbedaan yang seperti
ini menyebabkan terdapatnya perbedaan
Tinggi proporsi penderita TB paru pada penyakit yang dideritanya. (Azwar, 2001).
laki-laki dibanding perempuan, salah
satunya disebabkan oleh karena Berdasarkan hasil penelitian diketahui
terdapatnya perbedaan kebiasaan hidup bahwa 29% penderita TB Paru termasuk
antara laki-laki dan perempuan.. kedalam kategori Belum/Tidak Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dan sebanyak 29% termasuk ke dalam
bahwa 32,3% penderita TB paru kategori berpendidikan SMA/Sederajat.
belum/tidak bekerja dan 30,6% penderita Hasil penelitian ini sejalan dengan
TB paru bekerja sebagai wiraswasta.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rukmini
penelitian ini sejalan dengan penelitian dan Chatarina UW (2010) bahwa sebagian
yang dilakukan oleh Prihantana (2016) besar penderita TB paru tidak
tentang hubungan antara pengetahuan sekolah/tidak tamat SD/tamat
dengan tingkat kepatuhan pengobatan SD.Pengetahuan penderita tentang TB
pada pasien tuberkulosis di RSUD dr. Paru di pengaruhi oleh latar belakang
Soehadi Prijonegoro Sragen, bahwa 27,5% pendidikan, pengetahuan yang baik
penderita TB paru tidak bekerja atau tentang TB Paru dapat memberikan
sebagai ibu rumah tangga, dan persentase pengaruh yang positif terhadap proses
terbesar kedua adalah 22,5% penderita TB penyembuhan, hal ini sesuai dalam
paru bekerja disektor swasta atau Kemenkes (2015) bahwa tingkat
wiraswasta. pendidikan yang relatif rendah pada
penderita TB Paru menyebabkan
Hubungan antara pekerjaan dengan keterbatasan informasi tentang gejala dan
masalah kesehatan, pada dasarnya pengobatan. Pendidikan yang rendah juga
hubungan yang terjadi disebabkan oleh tidak menjamin terhadap kurangnya
adanya risiko pekerjaan, seleksi alamiah kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
dalam memilih pekerjaan, perbedaan diri dalam hal ini berupa pencegahan
110
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

terhadap penyakit khususnya penyakit TB Pendapatan keluarga dapat mempengaruhi


Paru. perilaku pengobatan penyakit TB
dikarenakan penghasilan keluarga lebih
Tingkat pendidikan pasien dapat difokuskan pada kebutuhan sehari-hari
meningkatkan kepatuhan, sepanjang (Erawatyningsih, 2009). Disamping itu
bahwa pendidikan tersebut merupakan juga pendapatan keluarga mempengaruhi
pendidikan yang aktif yang diperoleh pola konsumsi makanan maupun dalam
secara mandiri, lewat tahapan-tahapan upaya pemeliharaan kesehatan baik
tertentu. Seseorang atau pasien yang kesehatan individu, keluarga maupun
dibekali informasi akan memiliki kesehatan pemukiman. Keluarga yang
kemungkinan lebih besar untuk mematuhi mempunyai pendapatan di bawah UMR
rencana pengobatan medis dan seringkali mengkonsumsi makanan
mendapatkan cara untuk mengatasi dengan kadar gizi tidak sesuai dengan
penyakit, menjadi lebih mampu mengatasi kebutuhan gizi keluarga sehingga akan
gejala penyakit, dan kemungkinannya memudahkan terkena penyakit infeksi
mengalami komplikasi lebih kecil. Dalam diantaranya penyakit TB Paru.
hal ini pendidikan kesehatan sangat
dibutuhkan oleh pasien dan keluarga Berdasarkan hasil penelitian diketahui
(Notoatmodjo, 2007). bahwa sebanyak 67,7% Penderita TB Paru
berstatus kawin. Hal ini sesuai dengan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui hasil penelitian Sihombing (2012) yang
bahwa 61,3% pendapatan ekonomi didapatkan hasil bahwa sebagian besar
penderita TB Paru berada pada kisaran yaitu 80% penderita TB bersetatus kawin.
kurang dari 1. 650.000,-. Sosial ekonomi Ada beberapa faktor yang dapat
sangat mempengaruhi sekali terhadap menyebabkan penyakit TB Paru jika
derajat kesehatan masyarakat. Status sosial dilihat dari status perkawinan diantaranya,
ekonomi penderita TB Paru sebagian penghasilan keluarga yang belum dapat
besar tidak bekerja dan sebagian lagi mencukupi sehingga dalam pola hidup
sebagai wiraswasta hal ini menunjukkan berkeluarga belum menerapkan perilaku
bahwa pendapatan ekonomi keluarga hidup bersih dan sehat sehingga derajat
sebagian besar masih di bawah UMR. kesehatan gizi keluarga kurang, alokasi
pendapatan lebih banyak jika sudah
111
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

mempunyai anak. Di samping itu juga Pendapatan yang masih dibawah UMR
dalam upaya penyembuhan penyakit TB dengan mempunyai anggota keluarga lebih
Paru seharusnya akan lebih baik lagi dari 4 orang maka kebutuhan pangan
terutama dalam pengawasan minum obat keluarga akan meningkat sehingga pihak
artinya suami/istri maupun anak dapat keluarga akan lebih menghemat
dijadikan sebagai Pengawas Minum Obat pengeluaran. Pola makan seadanya tanpa
(PMO) agar penderita tidak putus di menghiraukan kandungan gizi maka
tengah jalan dalam minum obat sehingga keluarga tersebut akan mudah terjangkit
dapat mengakibatkan pengulangan penyakit. Upaya yang mungkin dilakukan
kembali dari awal dengan kadar obat yang dengan melakukan sosialisasi kepada
lebih tinggi dari obat yang pertama. kepala keluarga untuk dapat meningkatkan
pendapatannya dengan berwirausaha serta
Berdasarkan hasil penelitian diketahui membatasi jumlah anak sehingga akan
bahwa sebanyak 37,1% mempunyai menjadikan keluarga yang sehat dan
jumlah keluarga lebih dari 4 orang. sejahtera.
Semakin banyak anggota keluarga maka
semakin besar pula tanggungan keluarga Berdasarkan hasil penelitian diketahui
dalam mencukupi kebutuhan hidup bahwa lebih dari setengahnya responden
keluarga.Anggota keluarga yang banyak masuk ke dalam kategori tidak sakit akan
tanpa diimbangi dengan pendapatan yang tetapi meskipun demikian ada beberapa
mencukupi akan sangat membahayakan penyakit yang diderita oleh penderita TB
terhadap status gizi, tingkat pendidikan Paru di antaranya penyakit ISPA, Diare,
dan pekerjaan anggota keluarga sehingga Jantung, Typoid, Hipertensi dan penyakit
akan beresiko terhadap kelangsungan lainnya yang merupakan ancaman
hidup keluarga tersebut. Anggota keluarga kesehatan penderita TB Paru.Tingginya
yang padat juga dapat mempengaruhi angka kesakitan menandakan bahwa pola
kejadian TB Paru, hal ini sesuai dengan perilaku hidup bersih dan sehat di
penelitian Simbolon (2007) yang masyarakat tersebut belum dijadikan
didapatkan hasil interaksi penghuni rumah sebagai pedoman hidup bermasyarakat
yang padat dapat meningkatkan risiko TB sehingga perlu ditingkatkan pengetahuan
Paru. masyarakat terhadap bahaya penyakit serta
cara pencegahannya dengan melakukan
112
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

sosialisasi, penyuluhan dan pendidikan Pengetahuan masyarakat tentang TB Paru


perilaku oleh petugas kesehatan. Masalah masih dikatakan kurang sehingga perlu
kesehatan bukan hanya masalah individu ditingkatkan lagi proses sosialisasi yang
akan tetapi tanggungjawab kita bersama dilakukan oleh pemegang program TB
yang harus kita temukan jalan keluar dan karena pengetahuan masyarakat atau
cara penyelesaian masalahnya sehingga penderita akan gejala dan cara
masyarakat terbebas dari berbagai jenis penularannya sangat penting untuk di
penyakit. pahami. Dalam penelitian ini penderita
memiliki pengetahuan yang cukup akan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui tetapi penderita memahami sedikit
bahwa tingkat pengetahuan penderita TB informasi yang mereka dapat dengan baik.
Paru 59,7% termasuk ke dalam kategori Sehingga saat penderita memiliki
cukup sehingga perlu peningkatan lagi pemahaman yang baik maka diharapkan
sehingga pengetahuan penderita tentang aplikasi juga baik.
TB Paru akan lebih baik lagi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Penunjang keberhasilan pengobatan TB bahwa, dari 3 (tiga) Puskesmas wilayah
Paru adalah dengan mengetahui seberapa penelitian, 40,3% penderita TB paru pada
jauh pengetahuan penderita tentang TB tahun 2016 ditemukan di wilayah kerja
Paru yang meliputi gejala, penularan, Puskesmas Kertasemaya.
pencegahan dan pengobatan TB Paru.
Pengetahuan yang rendah akan Keadaan pelayanan kesehatan yang
mengurangi perilaku pengobatan yang ditemukan di suatu tempat juga
baik pada masyarakat, hal ini sesuai mempengaruhi penyebaran penyakit di
dengan penelitian Erawatyningsih (2009) tempat tersebut. Masalah pelayanan
bahwa tingkat pengetahuan penderita yang kesehatan ini tidak hanya yang
rendah akan berisiko lebih dari dua kali menyangkut jumlah dan cakupannya saja,
terjadi kegagalan pengobatan tetapi juga mutu pelayanan kesehatan yang
dibandingkan dengan penderita yang diselenggarakan.
memiliki pengetahuan tinggi.
Karakteristik wilayah puskesmas
Kertasemaya merupakan daerah
113
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

perbatasan antara Wilayah Indramayu Variabel Waktu


dengan Wilayah Kabupaten Cirebon. Hal a) Berdasarkan hasil penelitian
ini bisa berakibat kontrol atau pengobatan diketahui bahwa, 33,9% responden
para penderita TB Paru tidak terpantau didiagnosa menderita penyakit TB Paru
karena bisa saja penderita yang berada di pada trimester I tahun 2016 (Januari s.d
wilayah perbatasan bisa berobat di dua Maret).Penegakan diagnosis penyakit TB
tempat yang berbeda.Berdasarkan hasil dilakukan dengan pemeriksaan dahak.
penelitian diketahui bahwa, 90,3% Pemeriksaan dahak berfungsi untuk
penderita TB Paru tinggal di wilayah desa. menegakkan diagnosis, menilai
Penyebaran masalah kesehatan (Azwar, keberhasilan pengobatan dan menentukan
2001) ditentukan dari 1).Keadaan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
geografis. Misalnya letak wilayah, struktur dilakukan dengan mengumpulkan
tanah, curah hujan, sinar matahari, angin, spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
kelembapan udara, suhu udara dan lain dua hari kunjungan yang berurutan berupa
sebagainya.Pada umumnya wilayah desa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Bila dari dua
jauh dari sarana pelayanan kesehatan, kali pemeriksaan didapatkan hasil BTA
sehingga akses penduduk akan pelayanan positif, maka pasien tersebut dinyatakan
kesehatan dan juga informasi-informasi positif mengidap tuberkolusis paru. 1). S
tentang kesehatan terbatas, 2). Keadaan (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat
penduduk. Perbedaan keadaan penduduk suspek TB datang berkunjung pertama
juga menentukan perbedaan penyebab kali. Pada saat pulang, suspek membawa
penyakit menurut tempat.Keadaan sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
penduduk yang dapat mempengaruhi dahak pagi pada hari kedua, 2).P (Pagi) :
masalah kesehatan antara lain: umur, jenis dahak dikumpulkan di rumah pada pagi
kelamin, status perkawinan, sosial hari kedua, segera setelah bangun tidur,
ekonomi, pekerjaan, besar keluarga, pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
pendidikan, penyakit lain yang diderita, petugas di unit pelayanan kesehatan, 3).S
dan pengetahuan. Semua ciri tentang (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di unit
keadaan penduduk penderita TB paru pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat
terdapat dalam variabel orang. menyerahkan dahak pagi.
(Widoyono, 2011)
114
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

b) Lama pengobatan Gambaran epidemiologi penyakit TB paru


Berdasarkan hasil penelitian diketahui berdasarkan variable tempat diketahui
bahwa, 62,3% lama pengobatannya lebih bahwa, penderita TB paru pada tahun
dari 6 bulan, yang kalau dihitung secara 2016 ditemukan di wilayah kerja
rata-rata, lama pengobatan penyakit TB Puskesmas Kertasemaya dan tinggal di
paru adalah 9 bulan, dan waktu terlama wilayah dalam kategori desa.
adalah 22 bulan.Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori tentang penyakit TB paru Gambaran epidemiologi penyakit TB paru
bahwa pengobatan TB paru minimal berdasarkan variable waktu diketahui
dilakukan selama 6 bulan. (Kemenkes, bahwa, penderita TB paru didiagnosa
2010). PRINSIP pengobatan penyakit TB menderita penyakit TB Paru pada
Paru, antara lain 1).Tahap Intensif. Pada trimester I tahun 2016 (Januari s.d Maret),
tahap intensif (awal) penderita mendapat sudah sembuh dari menderita penyakit TB
obat setiap hari dan perlu diawasi secara paru, dan lama pengobatannya lebih dari
langsung untuk mencegah terjadinya 6 bulan, yang kalau dihitung secara rata-
kekebalan obat.Bila pengobatan tahap rata, lama pengobatan penyakit TB paru
intensif tersebut diberikan secara tepat, adalah 9 bulan, dan waktu terlama adalah
biasanya penderita menular menjadi tidak 22 bulan.
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Direkomendasikan Puskesmas sebagai
Sebagian besar penderita TB BTA positif ujung tombak pelayanan kesehatan kepada
menjadi BTA negatif (konversi) dalam masyarakat agar lebih meningkatkan lagi
2 bulan, 2).Tahap Lanjutan. Pada tahap kegiatan promosi kesehatan, khususnya
lanjutan penderita mendapat jenis obat tentang penyakit TB paru. Untuk
lebih sedikit, namun dalam jangka waktu masyarakat agar berperan aktif dalam
yang lebih lama. Tahap lanjutan penting melakukan upaya pencegahan terhadap
untuk membunuh kuman persister (dormant) penularan penyakit TB paru dengan cara
sehingga mencegah terjadinya makan-makanan bergizi, meningkatkan
kekambuhan (Kemenkes, 2010) kesehatan lingkungan dan periksa dahak
apabila batuk lebih dari 2 minggu.
KESIMPULAN Penelitian selanjutnya perlunya dilakukan
Prevalensi Penyakit TB Paru di Kabupaten penelitian tentang faktor-faktor apa saja
Indramayu, pada tahun 2016 masih tinggi.
115
Jurnal Care Vol .6, No.2,Tahun 2018

yang mempengaruhi terjadinya penyakit Panjaitan, Freddy. (2012). Karakteristik


Penderita Tuberkolusis Paru Dewasa
TB paru di Kabupaten Indramayu.
Rawat Inap di Rumah Sakit Dr.
Soedarso Pontianak. Periode
September-November 2010.
REFERENSI
Naskah Artikel, 2012
Azwar, A. (2001). Pengantar Epidemilogi.
Jakarta. Binarupa Aksara Prihantana,Anna Silvia. Sri Saptuti
Wahyuningsih. (2016). Hubungan
Erawatyningsih, E, Purwanta dan Subekti, Antara Pengetahuan dengan
H. (2009). Faktor-faktor yang Tingkat Kepatuhan Pengobatan
Mempengaruhi Ketidakpatuhan pada Pasien Tuberkolusis di RSUD
Berobat Pada Penderita dr. Soehadi Prijonegiri Sragen. Jurnal
Tuberkulosis Paru. Journal Of Farmasi Sains dan Praktis, Volume II
Community Medicine and Publich Health Nomor 1
(BKM). Volume 25 Nomor 3 Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat
Tahun 2012
Fitria, Eka. Raisuli Ramdhan dan
Rosdiana.(2017). Karakteristik R. Beaglehole at all. (1997). Dasar-dasar
Penderita Tuberkolusis Paru di epidemiologi, WHO, Geneva
Puskesmas Rujukan Mikroskopis
Kabupaten Aceh Besar. SEL Jurnal Rukmini dan Chatarina UW. (2010).
Penelitian Kesehatan, Volume 4 Faktor-faktor yang berpengaruh
Nomor 1 Terhadap Kejadian TB Paru Dewasa di
Indonesia (Analisis Data Riset
Kemenkes, RI. (2010). Pedoman Kesehatan Dasar Tahun 2010). Buletin
Penanggulangan Tubercolusis (TB). In: Penelitian Sistem Kesehatan,
Kemenkes, editor. 2 ed. Jakarta. Oktiber 2011, Volume 14 Nomor 4
Kemenkes, RI. 2015. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta Sihombing, H. Sembiring, H. Amir, Z dan
Sinaga, B.Y.M. (2012). Pola
Laily, Dian Wahyu. Dina V, Rombot, Resistensi Primer Pada Penderita
Benedictus S. Lampus. (2015). TB Paru Kategori I di RSUP H.
Karakteristik Pasien Tuberkolusis Adam Malik, Medan. Journal Respir
Paru di Puskesmas Tuminiting Indo. Volume 32 Nomor 3
Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas
dan Tropik, Volume 3 Nomor 1 Simbolon, D. (2007). Faktor Risiko
Tuberculosis Paru di kabupaten Rejang
Murti B. (1997). Prinsip dan Metode Riset Lebong. Volume 2 Nomor 3
Epidemiologi. Pertama, editor.
Yogyakarta: Gadjah Mada Widoyono. (2011). Penyakit Tropis
University Press; (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan
dan Pemberantasannya). 2, editor.
Notoatmodjo, S.(2007). Promosi kesehatan Jakarta: Erlangga Medical Series.
dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta WHO. (2011). Global Tuberculosis Control:
WHO Global Report 2011

Potrebbero piacerti anche