Sei sulla pagina 1di 12

ANALISIS MASALAH

1. The baby had difficulty while breathing, and had grunting. The midwife then referred
him to Moh Hoesin Hospital.
a. Apa saja kemungkinan penyebab neonatus susah nafas?
- Sindrom aspirasi mekoneum
- Penyakit membrane hialin/ PMH (Hyaline membrane disease)
- Transient tachypnea of the newbown TTN (wet lung syndrome)
- Pneumonia
- Displasia bronkopulmoner (PPOK neonatarum)
b. Bagaimana mekanisme sulit bernafas dan grunting?

Sumber : Nelson’s pediatric


c. Bagaimana tatalaksana awal pasien sebelum dirujuk?
Bayi dirawat di incubator dan suhu tubuh aksilar dipertahankan 36.5-37.50C
1) Oksigenasi dengan target saturasi O2 88-92% berikan terapi oksigen
2) Cairan rumatan secara parenteral sesuai usia gestasi, usia kronologis, berat lahir
dan kondisi klinis (60-150 mL/KgBB/hari). Bila terjadi hipoperfusi diberikan
cairan NaCl 0.9% 10mL/KgBB dalam 30 menit, dapat diulang samapi 2 kali
3) Antibiotik diberikan sampai tidak lagi dicurigai sepsis
2. Mrs.Siti, the baby’s mother had premature ruptured membrane since 4 days ago. The
liquor was thick, smelly, and greenish. She had fever since one day before delivery.
She also had history of hypertension during the last trimester of pregnancy. The
pregnancy was full term, 39 weeks.
a. Apa saja kemungkianan penyebab premature ruptured membrane?
- Idiopatik
- Infeksi traktus genitalis
- Perdarahan antepartum
- Polihidroamnion
- Inkompetensi serviks
- Abnormalitas uterus
- Amniocentesis
- Trauma
- Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
b. Apa makna klinis dari The liquor was thick, smelly, and greenish ?
Kemungkinan telah terjadi infeksi
c. Apa makna klinis dari demam satu hari sebelum persalinan?
Merupakan tanda terjadinya infeksi maternal
d. Apa makna klinis riwayat hipertensi pada maternal di akhir trimester 3?
Hipertensi pada kehamilan trimester 3 meningkatkan resiko terjadinya ketuban pecah
dini dan sindrom aspirasi mekoneum
e. Apa makna klinis kehamilan full term?
Yang dimaksud kehamilan full-term ialah usia kehamilan di antara 39 minggu, 0 hari
dan 40 minggu, 6 hari, atau 1 minggu sebelum dan sesudah tanggal perkiraan
persalinan. ( www1.nichd.nih.gov)

3. A male newborn was delivered at private clinic, assisted by midwife. He was


delivered from a 36 years old woman, primigravida. The baby was not cried
spontanously after birth. The midwife cleared the baby’s airway using manual
suction and stimulate the baby by patting his feet. The midwife said Apgar score 1 for
1st minute and 2 for 5th minutes and 5 at 10th minutes.
a. Apa hubungan usia, dan status maternal lainnya terhadap kasus?
Usia ibu saat hamil diatas 30 tahun meningkatkan resiko terjadinya ketuban pecah
dini. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3628203/)
b. Apa saja kemungkinan penyebab bayi tidak menangis saat kelahiran? (makna klinis)
c. Apa tujuan dilakukannya using manual suction and stimulate the baby by patting his
feet dan bagaimana mekanismenya?
Rangsangan taktil diperlukan untuk merangsang bayi menangis. Menangis
menunjukkan bayi dapat bernapas dengan baik. Rangsangan taktil dapat dilakukan
dengan menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok punggung, perut, dada
atau tungkai bayi dengan telapak tangan. Upaya ini merupakan cara untuk
mengaktifkan berbagai refleks protektif pada tubuh bayi baru lahir. Mengeringkan
tubuh bayi juga merupakan tindakan stimulasi. Untuk bayi yang sehat, hal ini
biasanya cukup untuk merangsang terjadinya pernapasan spontan.
Bagaimana interpretasi dari apgar score pada kasus dan cara melakukan penilaian
terhadap apgar score?

Interpretasi nilai:
0-3: Asfiksia berat
4-6: Asfiksia ringan-sedang
7-10: Normal

Kasus Keterangan
1 menit pertama, Score : 1 Menunjukkan terdapat asfiksia Berat
5 menit pertama, Score: 2 Menunjukkan tidak terjadi perbaikan pada
asfiksia berat yang dialami
10 menit pertama, Score: 5 Menunjukan asfiksia ringan

4. Physical examination revealed body weight was 2300 grams. Body length 48cms,
head circumference 34 cms. His temperature was 36 degreeC. He looked hypoactive
and tacypnoe, RR 72 breaths perminute, there were chest indrawing, grunting could
be heard using stethoscope, breathing sound was normal, he still looked cyanotic even
after been giving nasal oxygen. Sucking reflex was weak. HR was 174 beats per
minute. Abdomen was tender with normal bowel sound. There were meconeum
staining at umbilical cord and skin. Other examination within normal.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan mekanisme hasil pemeriksaan
yang abnormal?
Hasil pemeriksaan Interpretasi Nilai normal Mekanisme
body weight 2300 BBLR 2500-4000 gram
grams
Body length 48cms normal 31.7 – 36.9 cm -
head circumference normal 31-38 cm -
34 cms
Temperatur :360C Sedikit hipotermia 36.6 – 37 0C
Hipoaktif abnormal Perfusi oksigen ke
otak yang
berkurang bayi
hipoaktif
RR : 72x/ min takipneu 40-60x/ min Respon kompensasi
untuk mingkatkan
ventilasi terhadap
volume tidal yang
menurun
Retraksi dada (+) Abnormal Sebagai usaha
menciptakan
tekanan intratorakal
yang tinggi untuk
mengembangkan
paru-paru dengan
komplian rendah
Merintih (+) Abnormal Merupakan efek dari
penutupan glottis
sebagian saat
ekspirasi maksimal
untuk
mempertahankan
kapasitas residual
fungsional paru
Cyanotic Abnormal
Refleks hisap lemah Abnormal
HR : 174x/ min takikaridia 120- 160x/ min Respon kompensasi
untuk memenuhi
kebutuhan perfusi
ajringan terhadap
kadar oksigenasi
rendah

b. Bagaimana terapi oksigenasi neonatus pada pasien ini?

Template (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

a) Diagnosis
Diagnosis mencangkup anamnesis riwayat antenatal dan perinatal, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan rontgen, dan pemeriksaan laboratorium berupa analisis gas darah,
elektrolit, dan kadar gula darah.
Down’s score

Score < 4 Tidak respiratory distress


Score 4 -7 Respiratory distress
Score > 7 Impending respiratory failure (Blood gases should be obtained)

b) Definisi
Merupakan suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai dengan nafas
cuping hidung, retraksi dada, takipnea (frekuensi napas >60 kali/ menit), cyanosis
sentral dan merintih
c) Etiologi
Secara praktis penyebab gangguan napas pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi
kelainan paru dan ekstra paru
1) Penyakit paru
 Sindrom aspirasi mekoneum
Terjadi karena mekoneum masuk ke saluran nafas sehingga menyumbat
bronkus perifer dan menyebabkan pneumonitis kimiawi.
- Pada penghisapan mulut dan alan napas (suction) didapati adanya
mekoneum
- Pemeriksaan rontgen: gambaran hiperinflasi dada, infiltrate kasar yang
menyebar di lapangan paru, efusi pleura minimal, hingga atelectasis paru.
- Komplikasi: Pneumothoraks, pnemo-mediastinum, hipertensi pulmonal,
dan bronkospasme
 Penyakit membrane hialin/ PMH (Hyaline membrane disease)
Terjadi akibat paru bayi yang belum matang dan defisiensi surfaktan. Kondisi
ini biasanya terjadi pada neonates premature (usia gestasi <34 minggu).
- Gangguan napas terjadi segera setelah lahir dan semakin memburuk dalam
48-72 jam (kecurigaan PMH dieksklusi jika gejala timbul >8 jam pertama
kehidupan)
- Selain distress pernafasan, ditemukan juga adanya edema perifer dan bayi
tampak letargi
- Pemeriksaan rontgen: tampak adanya ground glass appearance yang tampak
retikulogranuler menyeluruh, gambaran air bronchogram
- Komplikasi: Perdarahan intracranial, perdarahan paru, gagal jantung
kongestif
 Transient tachypnea of the newbown TTN (wet lung syndrome)
Merupakan gangguan pernapasan yang terutama terjadi pada bayi yang lahir
dengan seksio sesaria, bayi premature, partus presipitus dan polihidroamnion
- Gejala klinis tampak segera setelah lahir dan membaik dalam beberapa jam
(umumnya <24 jam), kemudian hilang dalam 5-7 hari.
- Pemeriksaan rontgen: gambaran hiperinflasi dada, gambaran fisura
interlobaris opak, efusi pleura, dan peningkatan corak vaskuler parahiler
 Pneumonia
Merupakan gangguan yang terjadi karena infeksi yang terjadi intra uterin atau
selama proses persalinan umumnya bacterial (utamanya E.coli dan sering pada
bayi premature)
- Gejala klinis tampak pada 12-24 jam pertama kehidupan
- Pemeriksaan rontgen: tampak infiltrate pada lapang paru
- Komplikasi: sepsis
 Displasia bronkopulmoner (PPOK neonatarum)
Gangguan pernapasan pada bayi yang membutuhkan bantuan oksigen untuk
mempertahankan PaO2>50 mmHg, dan sebagian besar disebabkan pemberian
oksigen dengan tekanan positif. Bayi tetap butuh oksigen hingga 28 hari.
- Pemeriksaan rontgen: ditemukan gambaran paru hiperaerasi dengan
densitas berbentuk garis atau tali yang kasar dan irregular, serta daerah
lusen menyerupai kista.
 Penyebab lainnya: emfisema paru interstitial, pneumothoraks,
pneumomediastinum, pneumoperikardium, pneumoperitoneum, tumor
intratorakal, efusi serta hypoplasia paru.
2) Penyakit ekstra paru
Antara lain syok, instabilitas suhu tubuh, sumbatan jalan napas atas, hernia
diafragmatika, gagal jantung kongestif, kelainan metabolic seperti asidosis, dan
kelainan SSP
d) Epidemiologi
e) Faktor risiko

f) Patofisiologi
1) Sindrom aspirasi mekoneum
a. Pathogenesis: aspirasi mekoneum dapat menyebabkan
 Obstruksi jalan nafas
 Inflamasi
 Hipertensi pulmoner
 Aktivasi platlet
b. Faktor resiko
 Post-term pregnancy
 Maternal hypertension
 Abnormal fetal heart rate
 Biophysical profile  6
 Pre-eclampsia
 Maternal diabetes mellitus
 SGA
 Chorioamnionitis
c. Clinical presentation of MAS
 Meconium staining of amniotic fluid before birth.
 Meconium staining of neonate after birth.
 Respiratory distress leading to increased anteroposterior diameter of the chest.
 Persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN).
d. Investigations for MAS
 Laboratory studies
 Blood gas analysis
 Blood culture and CBC
 Radiologic studies
Chest X-ray: findings include patchy infiltrates, coarse streaking of both lung
fields, hyperinflation of the lung and flattening of the diaphragm

e. Tatalaksana
Delivery room management: (if amniotic fluid is
meconium stained)
 Obstetrical: Suction of the oropharynx by obstetrician before delivery of
shoulders.
 Pediatric: Visualization of vocal cords and tracheal suction if infant is not
breathing.

General Management of Neonate with MAS


 Empty the stomach contents to avoid further aspiration.
 Correction of metabolic abnormalities e.g. hypoxia, acidosis, hypoglycemia,
hypocalcemia and hypothermia.
 Surveillance for end organ hypoxic/ischemic damage (brain, kidney, heart and
liver).
Respiratory Management of Neonate with MAS
 Frequent suction and chest vibration.
 Pulmonary toilet to remove residual meconium if intubated.
 Antibiotic coverage (ampicillin and gentamicin).
 Use CPAP.
f. Prognosis
- Persentase mortalitas 50%
- Dapat terjadi displasisa bronkopulmoner dan sequallea neurologik

g) Klasifikasi
h) Manifestasi klinis
i) Pemeriksaan penunjang
 Chest X-ray
 Arterial blood gas
 CBC (anemia, polycythemia, sepsis)
 Glucose check (hypoglycemia)
 Blood culture (sepsis, pneumonia)
j) Tatalaksana
Tatalaksana umum
4) Bayi dirawat di incubator dan suhu tubuh aksilar dipertahankan 36.5-37.50C
5) Oksigenasi dengan target saturasi O2 88-92% berikan terapi oksigen
6) Cairan rumatan secara parenteral sesuai usia gestasi, usia kronologis, berat lahir
dan kondisi klinis (60-150 mL/KgBB/hari). Bila terjadi hipoperfusi diberikan
cairan NaCl 0.9% 10mL/KgBB dalam 30 menit, dapat diulang samapi 2 kali
7) Antibiotik diberikan sampai tidak lagi dicurigai sepsis
k) Edukasi dan pencegahan
l) Algoritma penegakan diagnosis
m) Diagnosis banding

n) Komplikasi
o) Prognosis
p) SKDI 3B
Learning Issues

1. Infeksi dalam kehamilan


2. Asfiksia
3. BBLR
a) Definisi
Adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500gram
Dibagi kedalam 2 kategori yaitu:
1. The preterm infant ( prematurity )
2. The small for gestational age infant
( small for dates, light for dates )
 Birthweight
 # < 2500 g : Low birthweight (LBW)
 # < 1500 g : Very low birthweight (VLBW)
 # < 1000 g : Extremely low birthweight (ELBW)
 Gestational age
 # < 37 weeks : Preterm
 # ≥ 42 weeks : Post term
 Size for gestasional age
 # Weight beween 90th & 10th centile for gestation
 # Weight < 10th centile for gestation
 # Weight > 90th centile for gestation

4. KPD (Ketuban Pecah Dini) Risiko KPD dengan keadaan sudah mengalami infeksi
a) Diagnosis
Diagnosis KPD dapat diketahui dengan :
 Menanyakan adanya tanda keluar air air dari vagina atau tanda persalinan
lain.
 Pemeriksaan inspekulo, memeriksa adanya cairan ketuban keluar dari
kavum uteri (meminta pasien mengedan, batuk atau menggerakan sedikit
bagian bawah janin), atau terdapat cairan di forniks posterior
 Vaginal toucher (VT) tidak dianjurkan kecuali pasien diduga inpartu.
Karena VT dapat meningkatkan insidensi korioamnionitis, postpartum
endometritis, infeksi neonates, selain itu juga memperpendek periode
laten.
 pH vagina – menggunakan kertas lakmus (Nitazin test), jika ada cairan
ketuban warna merah kertas lakmus berubah menjadi biru. pH normal
vagina selama hamil ialah 4.5 -6.0, pH caira amnion normal 7.1-7.3.
 Dengan USG dapat terlihat adanya oligohidroamnion. Volume cairan
amnion normal ialah 250-1200 cc
 Singkirkan adanya kemungkinan infeksi, suhu ibu >380C atau ketuban
keruh dan berbau, leukosit > 15000, janin takikardia
b) Definisi
Ketuban pecah dini (PROM, premature rupture of membrane) adalah kondisi
dimana ketuban pecah sebelum proses persalinan dan usia gestasi >37 minggu. Jika
ketuban pecah pada usia gestasi <37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan premature (PPROM, preterm premature rupture of membrane).

Terdapat istilah periode laten, yaitu waktu dari ruptur hingga terjadinya proses
persalinan. Makin muda usia gestasi ketika ketuban pecah, periode laten semakin
panjang. Ketuban pecah pada usia kehamilan cukup bulan 75% proses bersalin terjadi
dalam 24 jam. Jika ketuban pecah di usia 26 minggu sebagian ibu hamil akan terjadi
persalinan dalam 1 minggu, sedangkan usia gestasi 32 minggu, persalinan terjadi
dalam 24-48 jam.

Ketuban dapat pecah karena kontraksi uterus dan peregangan berulang yang
menyebabkan membrane inferior rapuh sehingga pecah.

c) Faktor resiko

Salah satu factor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah kurangnya asam
askorbat, yang merupakan komponen dari kolagen. Pada kehamilan trimester awal,
selaput ketuban sangat kuat, namun pada trimester ketiga menjadi mudah pecah
berkaitan dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan gerakan janin. Sedangkan
pada kehamilan premature penyebabnya dapat berupa infeksi vagina,
polihidroamnion, inkopeten serviks.

Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan abnormal


karena salah satunya merokok

d) Etiologi
 Idiopatik
 Infeksi traktus genitalis
 Perdarahan antepartum
 Polihidroamnion
 Inkompetensi serviks
 Abnormalitas uterus
 Amniocentesis
 Trauma
 Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya

e) Patofisiologi
Ketuban pecah dini secara umum disebabkan oleh kontraksi utrerus dan
pergeangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan bagian inferior menjadi rapuh, bukan
karena seluruh selaput menjadi rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstravaskular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yng
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan MMP dan TMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membrane janin. Aktivitas
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit peridonitis terjadi
peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, namun pada trimester
ketiga menjadi mudah pecah berkaitan dengan pembesaran uterus, kontraksi
Rahim, dan gerakan janin. Pecahnya selaput ketuban pada periode aterm
merupakan fisiologis. Ketuban pecah pada kehamilan premature dapat terjadi
karena factor eksternal.

f) Komplikasi
 Persalinan premature
 Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi
korioamnonitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, omfalitis. Umumnya
terjadi korioamnitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini
kehamilan premature resiko terjadi infeksi meningkat. Resiko infeksi
meningkat sebanding dengan peningkatan periode laten.
 Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali
pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
 Sindrom deformitas janin

g) Tatalaksana
 Pastikan diagnosis
 Tentukan usia kehamilan
 Evaluasi ada tidaknnya infeksi maternal atau infeksi janin
 Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatdaruratan janin

Konservatif

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotic (ampisillin 4x500 mg) atau


eritromisisn jika tidak tahan ampicillin dan metronidazole2x500 mg selama 7
hari).

 Jika usia kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketubam tidak lagi keluar.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa negative, beri dexamethasone, observasi tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin, teriminasi pada usia 37 minggu
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
beri tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan
induksi, nilai tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda infeksi intauterin).
Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan jika mungkin periksa kadar lesitin dan
spingomielin setiap minggu. Dosis desametason 12mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.

Aktif

Kehamilan 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio


secaria. Dapat pula diberi misoprostol 25-50mikrogram intravaginal setiap
6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda infeksi berikan antibiotic dosis
tinggi dan persalinan diakhiri.

 Bila skor pelvik >5, lakukan pematangan serviks, kemudian


induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesaria
 Bila skor pelvik >5, induksi persalinan

SUMBER :

ILMU KEBIDANAN SARWONO

1. Kliegman RM, Stoll BJ. Respiratory tract disorders. Dalam: Kliegman RM. Stanton
BM. Geme J. Schor N. Behrman RE. Nelson’s Textbook of Pediatric. Edisi ke -19.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011

Potrebbero piacerti anche