Sei sulla pagina 1di 19

Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol.

14 (1)
ISSN 1907-1760

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu


di Kabupaten Lima Puluh Kota – Sumatera Barat

The Sustainability Status of Integrated Livestock Area in Lima Puluh Kota - West Sumatra
Suyitman1, S.H. Sutjahjo2, dan A. Djulardi1
1
Fakultas Peternakan Universitas Andalas
Kampus Limau Manis Padang, 25163
2
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor
e-mail: suyitman_psl@yahoo.co.id
(Diterima: 12 Juli 2011; Disetujui: 1 Desember 2011)

ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the sustainability status by measuring sustainability index of
Kabupaten Lima Puluh Kota area in five dimensions of sustainability. The research methods was
Multidimensional Scaling (MDS) that called Rap-BANGKAPET. Rap-BANGKAPET supported with
Leverage and Monte Carlo analysis to determine attributes that affects the index and status of
sustainability. Sustainability analysis resulted ecological dimension was less sustained (46.50%),
economical dimension was sustained (69.53%), social and cultural dimension was sustained enough
(55.14%), infrastructure and technology dimension was less sustained (45.48%), legal and institutional
dimension less sustained (47.46%). From 73 attributes which analysed, only 24 attributes will need to settle
immediately because could affects sustainability index sensitively, proven with minimum error at 95%
confidence level. Prospective analysis is needed to build scenarios to increase sustainability index and
sustainability status in future. There is progressive-optimistic scenarios with overall improvement at
sensitive attributes could increase sustainability status of area.

Keywords: Sustainability status ecological, social and cultural, infrastructure and technology, legal and
institutional dimension, Kabupaten Lima Puluh Kota Region

PENDAHULUAN Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan


salah satu sentra produksi sapi potong di
Untuk mendapatkan manfaat yang op-
Sumatera Barat yang memiliki potensi pe-
timal, pengembangan pengelolaan peternakan
ngembangan di masa akan datang. Populasi
perlu memenuhi kriteria pembangunan berke-
sapi potong pada tahun 2010 sebanyak 57.236
lanjutan (sustainable development) yang
ekor; mata pencaharian utama masyarakat di
mempersekutukan antara kepentingan eko-
bidang pertanian (62%); yang mendukung
nomi, sosial budaya, dan kelestarian ekologi
dalam penyediaan pakan baik berupa hijauan
(Suyitman dkk., 2009). Diharapkan dengan
maupun limbah peranian; terdapat Balai
menerapkan pengembangan kawasan berbasis
Pembibitan Ternak – Hijauan Makanan
peternakan sapi potong secara berkelanjutan,
Ternak (BPT-HMT) Padang Mengatas sebagai
dapat meningkatkan pendapatan petani/peter-
tranformasi teknologi; dan letak wilayah yang
nak dan meningkatkan kontribusi terhadap
strategis karena berbatasan dengan Propinsi
Pendapatan Asli Daerah (PAD), menyerap
Riau sebagai konsumen terbesar produk sapi
tenaga kerja dan memeratakan pendapatan,
potong asal Sumatera Barat. Rata-rata per-
mengaplikasikan teknologi untuk meningkat-
tumbuhan ternak sapi potong di Kabupaten
kan produktivitas, patuh hukum serta ber-
Lima Puluh Kota dalam periode 5 (lima) tahun
fungsinya kelembagaan peternakan (Suyit-
terakhir (2005-2010) adalah sebesar 9,36% per
man, 2010). Dengan demikian, diperlukan
tahun. Pemda Sumatera Barat telah mene-
penelitian yang komprehensif untuk merumus-
tapkan peternakan sapi potong di Kabupaten
kan kebijakan dan skenario pengembangan
Lima Puluh Kota merupakan komoditas
kawasan berbasis peternakan sapi potong
terpadu secara berkelanjutan.

318 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

unggulan dan dikenal sebagai lumbung ternak Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas
sapi potong di Sumbar (BPS, 2011). pertimbangan Kabupaten Lima Puluh Kota
Di Kabupaten Lima Puluh Kota Suma- mempunyai potensi yang memungkinkan
tera Barat peternakan sapi potong mempunyai untuk pengembangan kawasan berbasis peter-
potensi yang sangat baik untuk dikembangkan nakan sapi potong terpadu dan didukung
dan telah ditetapkan sebagai komoditas ung- dengan sarana dan prasarana umum yang
gulan daerah. Kebijakan ini sangat direspon memadai. Penetapan lokasi penelitian dipilih
oleh masyarakat berdasarkan 6 (enam) fakta di secara sengaja (purposive sampling) sebanyak
lapangan. Pertama, permintaan pasar ter- 3 (tiga) kecamatan, yaitu: Kecamatan Luhak,
hadap komoditas peternakan sapi potong Situjuah Limo Nagari, dan Lareh Sago
cukup tinggi. Kedua, potensi lahan yang Halaban - Kabupaten Lima Puluh Kota
tersedia dan ketersediaan sumber pakan sangat Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilak-
mendukung untuk pengembangan usaha peter- sanakan mulai Bulan Juli sampai Desember
nakan sapi potong. Ketiga, kesesuaian kondisi 2011. Lokasi penelitian dapat dilihat pada
agroklimat. Keempat, budaya masyarakat dan Gambar 1.
tenaga kerja yang terdapat di daerah ini cukup
mendukung pengembangan usaha peternakan Jenis dan Sumber Data
sapi potong. Kelima, dukungan pemerintah
daerah terhadap sektor peternakan sapi potong Jenis data yang diperlukan dalam
cukup baik. Keenam, pasar produk peter- analisis keberlanjutan pengembangan kawasan
nakan memberikan peluang pasar yang sangat berbasis peternakan sapi potong terpadu
baik. Selain produk peternakan untuk men- adalah data primer berupa atribut-atribut yang
cukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten terkait dengan lima dimensi keberlanjutan
Lima Puluh Kota, juga untuk melayani per- pembangunan, yaitu: dimensi ekologi, eko-
mintaan dari kota-kota lain. Hal ini ditun- nomi, sosial, teknologi/infrastruktur, serta
jukkan oleh banyaknya ternak sapi potong hukum/kelembagaan. Data primer dapat ber-
yang dipotong serta ternak yang keluar setiap sumber dari para responden dan pakar yang
tahunnya (BPS, 2011). terpilih, serta hasil pengamatan langsung di
Penelitian ini bertujuan untuk menge- lokasi penelitian.
tahui status keberlanjutan wilayah berbasis Teknik penentuan responden dalam
peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten rangka menggali informasi dan pengeta-
Lima Puluh Kota dari lima dimensi keber- huannya ditentukan/dipilih secara sengaja
lanjutan yaitu: dimensi ekologi, dimensi (purposive sampling) dari aspek jumlah ternak
ekonomi, dimensi sosial dan budaya, dimensi yang dimiliki. Pemilihan responden dise-
infrastruktur dan teknologi, serta dimensi suaikan dengan kondisi lingkungan dan
hukum dan kelembagaan. Dengan mengetahui jumlah responden yang akan diambil yaitu
status keberlanjutan wilayah dari lima dimen- responden yang dapat dianggap mewakili dan
si, akan memudahkan dalam melakukan memahami permasalahan yang diteliti.
perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut Penentuan responden dilakukan dua cara:
yang sensitif berpengaruh terhadap pening-
katan status keberlanjutan wilayah terutama Pertama, responden dari peternak untuk
pada dimensi keberlanjutan dengan status survei sosial ekonomi di lokasi penelitian
yang lebih rendah guna mendukung pengem- dilakukan dengan menggunakan metode
bangan kawasan. purposive random sampling. Data sosial eko-
nomi tersebut digunakan untuk analisis
METODE perilaku peternak dan menentukan status serta
indeks tingkat perkembangan kawasan ber-
Tempat dan Waktu Penelitian basis peternakan sapi potong. Jumlah res-
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten ponden (n) dapat ditentukan dengan meng-
Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat.

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 319
Vol. 14 (1)

gunakan rumus sebagai berikut: (Kavanagh, sapi), peternak skala usaha sedang (4-10 ekor
2001). sapi), dan peternak skala usaha besar (> 10
N ekor) sapi.
n = ----------------
1 + Ne2 Kedua, responden dari kalangan pakar.
Responden pakar sebanyak 15 (lima belas)
Keterangan: orang dipilih secara sengaja (purposive samp-
n = Jumlah responden. ling). Responden yang terpilih memiliki
N = Jumlah populasi (kepala keluarga kepakaran sesuai dengan bidang yang dikaji.
peternak). Syarat-syarat responden pakar antara lain: (a)
e = Galat yang dapat diterima (10 %). Mempunyai pengalaman yang kompeten se-
Responden sebanyak 150 (seratus lima suai bidang yang dikaji. (b) Memiliki reputasi,
puluh) orang diambil dari 3 (lima) kecamatan kedudukan/jabatan dalam kompetensinya de-
yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota, ngan bidang yang dikaji dan telah menun-
yaitu: Kecamatan Luhak, Situjuah Limo jukkan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar
Nagari, dan Lareh Sago Halaban - Kabupaten pada bidang yang diteliti. (c) Mempunyai
Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat. komitmen terhadap permasalahan yang dikaji.
Penentuan responden ditentukan secara acak (d) Bersifat netral dan bersedia menerima
untuk masing-masing kecamatan. Responden pendapat responden lain. (e) Memiliki kredi-
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) skala usaha, bilitas yang tinggi dan bersedia dimintai
yaitu: peternak skala usaha kecil (1-3 ekor pendapat.

Gambar 1. Lokasi penelitian wilayah berbasis peternakan sapi potong terpadu di Kecamatan
Luhak, Situjuah Limo Nagari, dan Lareh Sago Halaban - Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi
Sumatera Barat

320 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

Kerangka Analisis hukum/kelembagaan (Barlas, 1996 dan Gao et


al., 2003). Adapun atribut (elemen) dari
Analisis tingkat perkembangan kawasan masing-masing dimensi dapat dilihat pada
berbasis peternakan sapi potong dilakukan Tabel 1.
dengan pendekatan Multidimensional Scaling Nilai skor dari masing-masing atribut
(MDS) yang disebut dengan pendekatan Rap- dianalisis secara multidimensional untuk me-
BANGKAPET (Rapid Appraisal Pengem- nentukan satu atau beberapa titik yang men-
bangan Kawasan Peternakan) yang merupakan cerminkan posisi keberlanjutan pengembang-
pengembangan dari metode Rapfish yang an kawasan yang dikaji relatif terhadap dua
digunakan untuk menilai status keberlanjutan titik acuan yaitu titik baik (good) dan titik
perikanan tangkap (Kavanagh, 2001). Analisis buruk (bad). Adapun nilai skor yang meru-
tingkat perkembangan ini, dinyatakan dalam pakan nilai indeks keberlanjutan setiap
Indeks Keberlanjutan Pengembangan Kawa- dimensi terdapat pada Tabel 2.
san Berbasis Peternakan Sapi Potong. Melalui metode MDS, maka posisi titik
Analisis dilakukan melalui beberapa ta- keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui
hapan yaitu: (a) penentuan atribut tingkat sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Dengan
perkembangan kawasan berbasis peternakan proses rotasi, maka posisi titik dapat divisua-
yang mencakup lima dimensi yaitu: ekonomi, lisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai
ekologi, sosial dan budaya, teknologi/- indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0 %
infrastruktur, dan hukum/kelembagaan; (b) (buruk) dan 100 % (baik). Jika sistem yang
penilaian setiap atribut dalam skala ordinal dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan
berdasarkan kriteria tingkat perkembangan lebih besar atau sama dengan 50 % (> 50 %),
setiap dimensi; dan (c) penyusunan indeks maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustai-
dan status keberlanjutan kawasan berbasis nable) dan tidak berkelanjutan jika nilai
peternakan sapi potong (Dubrovsky, 2004). indeks kurang dari 50 % (<50 %). Ilustrasi
Analisis MDS ditujukan untuk menilai hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan dapat
tingkat perkembangan kawasan berdasarkan dilihat pada Gambar 2. Nilai indeks keber-
pada ukuran-ukuran ideal dimensi kawasan lanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan
yang meliputi: dimensi ekonomi, ekologi, dalam bentuk diagram layang-layang (kite
sosial dan budaya, teknologi/infrastruktur, dan diagram) seperti pada Gambar 3.

Tabel 2. Kategori status keberlanjutan pengembangan kawasan berdasarkan nilai indeks hasil
analisis Rap-BANGKAPET

Nilai Indeks Kategori


0-25 Buruk
26-50 Kurang
51-74 Cukup
75-100 Baik

Buruk Baik

0% 50% 100%

Gambar 2. Ilustrasi indeks keberlanjutan pengembangan kawasan berbasis peternakan sapi


potong terpadu sebesar 50 % (berkelanjutan)

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 321
Vol. 14 (1)

Dimensi Ekologi

Dimensi Hukum Dimensi


dan Kelembagaan Ekonomi

Dimensi Dimensi Sosbud


Infrastruktur/Teknologi

Gambar 3. Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi pengembangan kawasan berbasis


peternakan sapi potong terpadu
Untuk melihat atribut yang paling Kabupaten Lima Puluh Kota untuk masa yang
sensitif memberikan kontribusi terhadap akan datang dengan menentukan faktor
indeks keberlanjutan pengembangan kawasan dominan yang berpengaruh terhadap kinerja
dilakukan analisis sensivitas dengan melihat sistem.
bentuk perubahan root mean square (RMS) Pengaruh antar faktor diberikan skor
ordinasi pada sumbu X. Semakin besar peru- oleh pakar dengan menggunakan pedoman
bahan nilai RMS, maka semakin sensitif penilaian analisis prospektif, yaitu: 0 (tidak
atribut tersebut dalam pengembangan ka- ada pengaruh); 1 (berpengaruh kecil); 2
wasan. (berpengaruh sedang); dan 3 (berpengaruh
Dalam analisis tersebut di atas akan sangat kuat). Kemungkinan – kemungkinan
terdapat pengaruh galat yang dapat disebabkan masa depan yang terbaik dapat ditentukan
oleh berbagai hal seperti kesalahan dalam berdasarkan hasil penentuan elemen kunci
pembuatan skor karena kesalahan pemahaman masa depan dari beberapa faktor-faktor yang
terhadap atribut atau kondisi lokasi penelitian sangat berpengaruh terhadap pengembangan
yang belum sempurna, variasi skor akibat kawasan tersebut (Evans, 2006).
perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti,
proses analisis MDS yang berulang-ulang, Jenis dan Sumber data
kesalahan pemasukan data atau ada data yang
hilang, dan tingginya nilai stress, yaitu nilai Jenis data yang diperlukan dalam pene-
stress dapat diterima jika nilai < 25 % litian ini adalah data primer dan data sekunder.
(Kavanagh, 2001). Untuk mengevaluasi Data primer berupa atribut-atribut yang terkait
pengaruh galat pada pendugaan nilai ordinasi dengan tingkat perkembangan kawasan ber-
pengembangan kawasan digunakan analisis basis peternakan sapi potong pada lima
Monte Carlo. dimensi yaitu: dimensi ekonomi, ekologi,
Analisis prospektif dilakukan dalam sosial dan budaya, teknologi/infrastruktur, dan
rangka menghasilkan skenario pengembangan hukum/kelembagaan. Data primer bersumber
kawasan secara berkelanjutan berbasis peter- dari para responden dan pakar yang terpilih,
nakan sapi potong terpadu di Kabupaten serta hasil pengamatan langsung di lokasi

322 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

penelitian. Data sekunder seperti data pro- studi yang terdiri atas berbagai pakar dan
duksi peternakan, komoditas unggulan, jumlah stakeholder yang terkait dengan topik pene-
penduduk, kegiatan utama masyarakat di litian ini.
sektor peternakan, aksesibilitas kawasan ke
kawasan/daerah lainnya, kedekatan dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
pasar, kelengkapan sarana dan prasarana
pendukung, potensi lahan untuk mendukung Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis
pengembangan kawasan, dan perolehan Peternakan Sapi Potong Terpadu di
PDRB, fasilitas pendidikan latihan dan Kabupaten Kabupaten Lima Puluh Kota
penyuluhan, fasilitas kesehatan hewan dan IB,
fasilitas ibadah, fasilitas olah raga, fasilitas Dalam penelitian pengembangan
keamanan, fasilitas ekonomi seperti keter- kawasan berbasis peternakan sapi potong
sediaan pasar dan koperasi unit desa (KUD). terpadu di wilayah Kabupaten Lima Puluh
Data sekunder ini diperoleh dari instansi- Kota, penentuan indeks keberlanjutan kawa-
instansi terkait di Kabupaten Lima Puluh san ditetapkan pada lima dimensi keber-
Kota, seperti: Bappekab, Dinas Peternakan, lanjutan, yaitu: dimensi ekologi, ekonomi,
Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), sosial dan budaya, infrastruktur/ teknologi,
Kecamatan dan Desa dalam wilayah Keca- serta hukum/kelembagaan dengan atribut dan
matan Luhak, Situjuah Limo Nagari, dan nilai skoring hasil pendapat pakar. Berda-
Lareh Sago Halaban - Kabupaten Lima Puluh sarkan hasil analisis dengan menggunakan
Kota Provinsi Sumatera Barat. Rap-BANGKAPET (MDS) diperoleh nilai
indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi:
Metode Pengumpulan Data 46,50 % (status kurang berkelanjutan),
dimensi hukum/kelembagaan: 47,46 % (status
Metode pengumpulan data dalam anali- kurang berkelanjutan), dimensi infrastruktur/
sis keberlanjutan pengembangan kawasan teknologi: 45,48% (status kurang berkelan-
berbasis peternakan sapi potong terpadu di jutan), dimensi sosial budaya: 55,14 % (status
Kabupaten Lima Puluh Kota dilakukan me- cukup berkelanjutan), dan dimensi ekonomi:
lalui wawancara, diskusi, kuisioner, dan 69,53 % (status cukup berkelanjutan).
survey lapangan dengan responden di wilayah

Dimensi Ekologi (46,50 %)


80

60

40
Dimensi Kelembagaan (47,46 %) Dimensi Ekonomi (69,53 %)
20

Dimensi Teknologi (45,48 %) Dimensi Sosial-Budaya (55,14 %)

Gambar 4. Diagram layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan wilayah berbasis peternakan
sapi potong terpadu diKabupaten Kabupaten Lima Puluh Kota

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 323
Vol. 14 (1)

Tabel 3 Faktor-faktor kunci yang berpengaruh dalam pengembangan kawasan berbasis


peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten Lima Puluh Kota

No. Faktor Analisis Keberlanjutan


Dimensi Ekologi (7 faktor kunci)
1. Ketersediaan instalasi pengelolaan limbah Rumah Potong Hewan (RPH).
2. Ketersediaan Rumah Potong Hewan (RPH).
3. Kebersihan kandang.
4. Ketersediaan IPAL agroindustri hasil ternak.
5. Kuantitas limbah peternakan.
6. Dayadukung pakan.
7. Jarak lokasi usaha peternakan dengan permukiman.

Dimensi Ekonomi (4 faktor kunci)


8. Ketersediaan agroindustri peternakan.
9. Pasar produk agroindustri peternakan.
10. Ketersediaan industri pakan.
11. Ketersediaan pasar ternak/sub terminal agribisnis.

Dimensi Sosial Budaya (5 faktor kunci)


12. Tingkat penyerapan tenaga kerja agroindustri peternakan.
13. Peran masyarakat dalam usaha agroindustri peternakan.
14. Jumlah penduduk yang bekerja di bidang agroindustri peternakan.
15. Alokasi waktu yang digunakan untuk usaha agroindustri peternakan.
16. Partisipasi keluarga dalam usaha agroindustri peternakan.

Dimensi Infrastruktur - Teknologi (4 faktor kunci)


17. Teknologi pengolahan hasil produk peternakan.
18. Teknologi pengolahan limbah peternakan/agroindustri ternak.
19. Ketersediaan bangunan agroindustri peternakan.
20. Ketersediaan infrastruktur dan sarana prasarana umum.

Dimensi Hukum-Kelembagaan (4 faktor kunci)


21. Lembaga penyuluhan pertanian/Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).
22. Ketersediaan lembaga keuangan mikro (Bank/Kredit).
23. Badan pengelola kawasan.
24. Koperasi tani ternak.

Agar nilai indeks ini di masa yang akan Skenario Strategi Pengembangan Wilayah
datang dapat terus meningkat sampai men- untuk Pengembangan Kawasan Berbasis
capai status berkelanjutan, perlu perbaikan- Peternakan Sapi Potong Terpadu yang
perbaikan terhadap atribut yang sensitif Berkelanjutan di Kabupaten Kabupaten
berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi Lima Puluh Kota
ekologi, infrastruktur/teknologi, dan hukum/
kelembagaan pada atribut-atribut yang dinilai Strategi pengembangan wilayah Kabu-
oleh para pakar didasarkan pada kondisi paten Lima Puluh Kota untuk pengembangan
existing wilayah. Adapun nilai indeks lima kawasan berkelanjutan berbasis peternakan
dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap- sapipotong terpadu dilakukan menggunakan
BANGKAPET seperti pada Gambar 4. analisis prospektif yang bertujuan untuk

324 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

memprediksi kemungkinan yang akan terjadi faktor kunci/penentu yang mempunyai penga-
di masa yang akan datang sesuai dengan ruh kuat dan ketergantungan antar faktor tidak
tujuan yang ingin dicapai. terlalu kuat, yaitu: (1) Ketersediaan agro-
Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan industri peternakan, (2) Ketersediaan rumah
(MDS) diperoleh 24 (dua puluh empat) faktor potong hewan (RPH), (3) Jumlah penduduk
atau atribut yang sensitif (Gambar 5, 6, 7, 8, yang bekerja di bidang agroindustri
dan 9) dari 73 (tujuh puluh tiga) atribut yang peternakan, (4) Koperasi tani ternak, (5)
diteliti dan selanjutnya diajukan kepada pakar Pasar produk agroindustri peternakan, (6)
untuk dianalisis Prospektif (Tabel 3). Ketersediaan bangunan agroindustri peter-
Berdasarkan hasil analisis tingkat nakan, dan (7) Ketersediaan industri pakan.
kepentingan antar faktor diperoleh 7 (tujuh)

Gambar 5. Peran masing-masing atribut aspek ekologi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root
mean square (RMS)

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 325
Vol. 14 (1)

Gambar 6. Peran masing-masing atribut aspek ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root
mean square (RMS)

326 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

Gambar 7. Peran masing-masing atribut aspek sosial budaya yang dinyatakan dalam bentuk nilai
root mean square (RMS)

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 327
Vol. 14 (1)

Gambar 8. Peran masing-masing atribut aspek teknologi dan infrastruktur yang dinyatakan dalam
bentuk nilai root mean square (RMS)

328 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

Gambar 9. Peran masing-masing atribut aspek hukum dan kelembagaan yang dinyatakan dalam
bentuk nilai root mean square (RMS)

Dengan demikian ketujuh faktor tersebut hewan yang memadai serta industri pakan
perlu dikelola dengan baik dan dibuat ber- ternak. Keberadaan industri hasil ternak ini
bagai keadaan (state) yang mungkin terjadi di juga akan mempengaruhi pasar produk hasil
masa yang akan datang agar terwujud peternakan dan berdampak banyak (multiplier
pengembangan kawasan berkelanjutan ber- effects) terhadap perkembangan kawasan dan
basis peternakan sapi potong terpadu di yang pada akhirnya akan meningkatkan
Kabupaten Lima Puluh Kota untuk men- Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
dukung pelaksanaan otonomi daerah. Oleh sebab itu, ketersediaan industri pengo-
Ketersediaan industri pengolahan hasil lahan hasil ternak sangat membantu kawasan
ternak, seperti: industri pengolahan daging ini dalam rangka memajukan pertumbuhan
sapi, industri pengolahan kulit, dan industri kawasan dan meningkatkan PDRB daerah ini.
pupuk organik akan membutuhkan bahan baku Keberadaan industri pengolahan hasil ternak
ternak sapi potong yang cukup banyak, selain juga akan meningkatkan agribisnis komoditas
itu juga akan membutuhkan dan menyerap unggulan lokalita, yang saling mendukung dan
tenaga kerja yang cukup banyak di kawasan menguatkan termasuk industri kecil, peng-
ini, membutuhkan ketersediaan rumah potong olahan hasil, jasa pemasaran dan agrowisata

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 329
Vol. 14 (1)

dengan mengoptimalkan manfaat sumberdaya berapa daerah, dan selain itu dapat menyerap
alam, secara efisien dan ekonomis, sehingga tenaga kerja setempat serta memberikan
tidak ada limbah yang terbuang atau yang multiplier effects terhadap wilayah ini,
yang tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan sehingga industri pakan dapat memberikan
masyarakat (usaha pertanian terpadu tanpa sumbangan pendapatan kepada masyarakat
limbah). maupun daerah.
Peternak dalam memberikan pakan Dalam rangka membangun kawasan
pada umumnya sudah menanam rumput berbasis peternakan sapi potong terpadu yang
unggul di sekitar tempat tinggal dan meman- maju, kehadiran koperasi sangat dibutuhkan
faatkan rumput alam yang banyak tumbuh di untuk memudahkan masyarakat mencari sun-
padang penggembalaan, kebun, hutan, serta tikan dana/modal, menampung produk agro-
memanfaatkan limbah pertanian dan limbah industri peternakan dan memasarkannya, serta
agroindustri pertanian yang cukup tersedia di lebih mempermudah dalam pelayanan pem-
wilayah ini. Dalam rangka menjamin keter- biayaan kegiatan ekonomi mikro masyarakat
sediaan pakan dan kecukupan gizi ternak, setempat. Koperasi yang terbentuk sebaiknya
pembangunan industri pakan sangat dibu- merupakan upaya kesadaran dan partisipasi
tuhkan di daerah ini, apalagi ketersediaan dari masyarakat dalam menjalankan program
produk pertanian (jagung) dan limbah per- pengembangan untuk kepentingannya sendiri.
tanian (jerami padi, daun jagung, daun ketela Pada pola ini masyarakatlah yang memiliki
pohon, dan daun kacang tanah) serta limbah inisiatif dan berperan penuh pada kegiatan-
industri pertanian (dedak padi, ampas tahu, kegiatan mereka, sehingga keberhasilannya
ampas kecap, dan tongkol jagung) yang bisa sangat ditentukan dari rasa tanggungjawab
dimanfaatkan untuk pakan ternak cukup dari masyarakat itu sendiri. Langkah awal dari
banyak tersedia. Dengan adanya industri pembentukan koperasi ini harus ada pen-
pakan ternak di wilayah ini, selain untuk dampingan, pengorganisasian, dan pember-
memenuhi kebutuhan pakan ternak di daerah dayaan masyarakat (Warner, 2002 dan Moe,
sendiri, selebihnya bisa dipasarkan ke be- 2004).

Gambar 7. Hasil analisis tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem yang
dikaji

330 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

KESIMPULAN Evans, P. 2006. Government action, social


capital and development: Reviewing the
Berdasarkan kondisi eksisting lokasi evidance of synergy. World
penelitian berbasis peternakan di Kabupaten Development 24 (6): 1119-1132.
Lima Puluh Kota, dimensi ekologi,
infrastruktur-teknologi, serta hukum dan Gao, F., M. Li and Y. Nakamori. 2003.
kelembagaan kurang berkelanjutan, sedangkan Critical systems thinking as a way to
dimensi ekonomi dan sosial budaya cukup manage knowladge. System Dynamics
berkelanjutan. Untuk meningkatkan status Review. 20(1): 3-19.
keberlanjutan kawasan di wilayah basis
peternakan di Kabupaten Lima Puluh Kota Kavanagh, P. 2001. Rapid Appraisal of
adalah skenario progesif-optimistik dengan Fisheries (Rapfish) Project. Rapfish
melakukan perbaikan secara menyeluruh ter- Software Description (for Microsoft
hadap semua atribut yang sensitif, minimal 7 Exel). University of British Columbia,
atribut faktor kunci yang dihasilkan dalam Fishries Centre. Vancouver.
analisis prospektif, sehingga semua dimensi
menjadi berkelanjutan untuk pengembangan Moe, T.M. 2004. The news economics of
kawasan berbasis peternakan sapi potong organizations. American Journal of
terpadu. Political Science. 28 (4):739-777.

DAFTAR PUSTAKA Suyitman. 2010. Model pengembangan


kawasan berkelanjutan berbasis
Barlas, Y. 1996. Multiple test for validation of peternakan sapi potong terpadu di
system dynamics type of simulation Kabupaten Situbondo. Disertasi. Sekolah
models. European Journal of Pascasarjana IPB. Bogor.
Operational Research 42 (1): 59-87.
Suyitman, Surjono Hadi Sutjahjo, Catur
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Herison, dan Muladno. 2009. Status
Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam keberlanjutan wilayah berbasis
Angka: Kerjasama Bappeda dan BPS peternakan di Kabupaten Situbondo
Kabupaten Lima Puluh Kota. untuk pengembangan kawasan
Payakumbuh. agropolitan. Jurnal Agroekonomi (JAE),
Vol. 27 (2): 165-191.
Dubrovsky, V. 2004. Toward System
Principles: General system theory and Warner, M. 2002. Social capital construction
the alternative approach. J. System and the role of the local state. Rural
Research. Vol 21 (2): 109-123. Sociology 64 (3): 373-393.

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 331
Vol. 14 (1)

Lampiran 1. Atribut-atribut yang dikaji dalam dimensi keberlanjutan wilayah berbasis peternakan
sapi potong terpadu di Kabupaten Lima Puluh Kota

Dimensi dan Atribut Skor Baik Buruk Keterangan


Dimensi Ekologi
Pemanfaatan limbah (0) tidak dimanfaatkan; (1) sebagian kecil
peternakan untuk pupuk 3 0 dimanfaatkan; (2) sebagian besar
organik. dimanfaatkan; (3) seluruhnya dimanfaatkan.
Pemanfaatan limbah limbah pertanian: jerami padi, jerami
pertanian untuk pakan jagung, jerami kacang tanah, dan pucuk
ternak. tebu. (0) tidak dimanfaatkan; (1) sebagian
3 0
kecil dimanfaatkan; (2) sebagian besar
dimanfaatkan; (3) seluruhnya
dimanfaatkan.
Sistem pemeliharaan ternak Sistem pemeliharaan ternak tradisional
sapi potong. adalah ternak dipelihara dalam kandang dan
3 0 hanya diberi pakan rumput saja.
(0) > 50% tradisional; (1) 25 - 50 %;
(2) 10 - < 25 %; (3) < 10 % tradisional.
Lahan (kesuburan tanah). Kesuburan tanah berdasarkan sifat kimia
tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983)
(0) tanah tidak subur: %N < 0,20% dan pH
2 0
<6,5; (1) tanah kesuburan sedang: %N:
0,21- 0,50% dan pH: 6,6-7,0; (2) tanah
subur: %N: >0,51% dan pH: 7,1-7,5.
Tingkat pemanfaatan (0) melebihi kapasitas;
lahan untuk pertanian dan 2 0 (1) sedang;
peternakan. (2) rendah.
Agroklimat. Mengacu pada type iklim di Indonesia
berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson:
3 0
(0) agoklimat kering; (1) agroklimat
sedang; (3) agroklimat basah.
Daya dukung pakan. Mengacu pada Dinas Peternakan:
3 0 (0) sangat kritis; (1) kritis; (2) rawan;
(3) aman.
Ketersediaan IPAL (0) tidak ada; (1) ada tetapi sederhana (2) ada
agroindustri hasil ternak. 3 0 dan kondisinya baik; (3) ada kondisinya
sangat baik
Kebersihan kandang 1 0 (0) kotor; (1) bersih
Ketersediaan Rumah Mengacu pada Dirjen Peternakan:
2 0
Potong Hewan (RPH). (0) type C; (1) type B; (2) type A.
Ketersediaan instalasi (0) tidak ada; (1) ada tetapi sederhana;
pengelolaan limbah RPH. 3 0 (2) ada dan kondisinya baik;
(3) ada kondisinya sangat baik.
Jenis pakan ternak. (0) seadanya/hijauan alami;
(1) hijauan + limbah pertanian/agroindustri;
2 0
(2) hijauan + limbah pertanian/agroindustri
+ konsentrat.
Ketersediaan lahan untuk 3 0 (0) tidak ada; (1) ada tetapi sedikit;

332 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

pakan ternak (rumput raja (2) ada dan cukup; (3) Ada dan cukup luas.
dan rumput gajah).
Kuantitas limbah
2 0 (0) ada banyak; (1) sedikit; (2) tidak ada.
peternakan.
Jarak lokasi usaha (0) di lokasi permukiman; (1) dekat: 50 – 100
peternakan dengan 2 0 m dari permukiman; (2) jauh: >100 m dari
permukiman penduduk. permukiman.
Kejadian kekeringan. (0) sering; (1) kadang-kadang; (2) tidak
2 0
pernah terjadi.
Frekuensi kejadian banjir. (0) sering; (1) kadang-kadang; 2) tidak
2 0
pernah terjadi.
Curah hujan. 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi.
Kondisi prasarana jalan (0) Sangat jelek, (1) jelek, (2) agak baik
3 0
usahatani. (3) baik.
Kondisi prasarana jalan (0) sangat jelek, (1) jelek, (2) agak baik
3 0
desa. (3) baik.
Dimensi Ekonomi
Keuntungan (profit) dalam mengacu pada analisis usaha: Revenue Cost
budidaya peternakan sapi Ratio (R/C):
potong. (0) rugi besar (R/C<0,75); (1) rugi sedikit
4 0 (R/C:0,75-1,0) ; (2) kembali modal
(R/C:1,0); (3) menguntungkan (R/C:1,0-
1,25) ; (4) sangat menguntungkan
(R/C:>1,25).
Kontribusi terhadap (0) rendah: < 10 %; (1) sedang: 10 -20 %;
2 0
PDRB. (2) tinggi: >20 %.
Kontribusi terhadap
Pendapatan Asli Daerah (0) rendah: < 30 %; (1) sedang: 30 -50 %;
2 0
(PAD) untuk bidang (2) tinggi: >50 %.
pertanian.
Rataan penghasilan (0) di bawah; (1) sama; (2)) lebih tinggi
peternak relatif terhadap 2 0 dari upah minimum regional (UMR).
UMR Provinsi Sumbar.
Rataan penghasilan
peternak relatif terhadap 2 0 (0) < 30 %; (1) 30 - 70%; (2) > 70 % UMR
total pendapatan.
Transfer keuntungan. (0) lebih banyak di penduduk luar daerah;
2 0 (1) seimbang antara lokal dan luar daerah;
(2) terutama berada di penduduk lokal.
Pasar produk agroindustri (0) pasar lokal; (1) pasar nasional;
2 0
peternakan. (2) pasar internasional.
Ketersediaan pasar
(0) tidak ada; (1) ada pada desa tertentu;
ternak/sub terminal 2 0
(2) tersedia pada setiap desa.
agribisnis.
Tempat peternak menjual (0) lewat perantara; (1) pasar ternak;
ternaknya. 2 0 (2) pengusaha industri pemotongan ternak
sapi potong.
Ketersediaan industri (0) tidak ada; (1) ada pada desa tertentu;
2 0
pakan. (2) tersedia pada setiap desa.

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 333
Vol. 14 (1)

Perubahan nilai APBD


bidang peternakan (5 2 0 (0) berkurang; (1) tetap; (2) bertambah.
tahun terakhir).
Kelayakan finansial usaha Kelayakan finansial diukur berdasarkan
ternak sapi potong. Revenue Cost Ratio (R/C):
2 0
(0) tidak layak (R/C;<1); (1) break event
point (R/C=1); (2) layak (R/C>1).
Besarnya subsidi. (0) keharusan mutlak; (1) sangat tergantung;
4 0
(2) besar; (3) sedikit; (4) tidak ada.
Persentase penduduk Penduduk miskin adalah penduduk yang
miskin. berpenghasilan di bawah UMR:
3 0
(0) sangat tinggi; (1) tinggi; (2) sedang;
(3) rendah.
Harga komoditas ternak. (0) sangat tinggi; (1) tinggi; (2) sedang;
3 0
(3) rendah.
Jumlah tenaga kerja Tenaga kerja pertanian adalah orang yang
pertanian. bekerja di bidang pertanian tanaman
3 0 pangan, perkebunan, dan peternakan
(0) sedikit; (1) sedang; (2) tinggi; (3)
sangat tinggi.
Jenis komoditas unggulan. Komoditas unggulan adalah memiliki
prospek pasar, menguntungkan secara
ekonomi, potensinya besar, komoditas
2 0
dominan, dan digemari masyarakat
(0) hanya satu; (1) lebih dari satu;
(2) banyak.
Kelayakan usaha
1 0 (0) tidak layak; (1) layak.
agroindustri.
Tingkat ketergantungan
2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi.
konsumen.
Dimensi Sosial Budaya
Pekerjaan dilakukan (0) pekerjaan secara individual;
secara individual atau 2 0 (1) kerjasama satu keluarga;
kelompok. (2) kerjasama kelompok.
Jumlah rumah tangga (0) < 1/3; (1) 1/3 - 2/3; (2) > 2/3 dari total
2 0
peternakan. jumlah rumah tangga rencana kawasan.
Pertumbuhan rumah (0) < 10 %; (1) 10 - 20 %; (2) 20 - 30 %;
tangga peternakan per 3 0 (3) > 30 %.
tahun (2006-2011)
Pengetahuan terhadap (0) sangat minim < 1/3; (1) cukup: 1/3 –
2 0
lingkungan. 2/3; (2) banyak/luas: >2/3.
Tingkat penyerapan
renaga kerja agroindustri 2 0 (0) tidak ada; (1) sedikit; 2) banyak.
peternakan.
Frekuensi konflik yang
berkaitan dengan 2 0 (0) banyak; (1) sedikit; (2) tidak ada.
peternakan
Partisipasi keluarga dalam (0) tidak ada; (1) 1 - 2 anggota keluarga;
3 0
usaha agribisnis (2) 3-4 anggota keluarga; (3) > 5 anggota

334 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)
Vol. 14 (1)

peternakan. keluarga.
Peran masyarakat dalam
2 0 (0) tidak ada; (1) sedikit; (2) banyak.
usaha peternakan.
Frekuensi penyuluhan dan (0) tidak pernah ada; (1) sekali dalam
pelatihan. setahun; (2) dua kali dalam setahun;
3 0
(3) minimal tiga kali dalam setahun.

Tingkat penyerapan
3 0 (0) rendah; (1) sedang; (3) tinggi.
tenaga kerja pertanian.
Alternatif usaha selain
usaha agribisnis 2 0 (0) banyak; (1) sedikit; (2) tidak ada.
peternakan.
Jumlah penduduk yang
bekerja di bidang 2 0 (0) tidak ada; (1) sedikit; (2) banyak.
agroindustri peternakan.
Alokasi waktu yang (0) hanya hobby; (1) paruh waktu;
digunakan untuk usaha 3 0 (2) musiman; (3) penuh waktu.
agribisnis peternakan.
Jumlah desa dengan
(0) tidak ada; (1) desa tertentu saja;
penduduk bekerja di 2 0
(2) semua desa.
sektor peternakan.
Dimensi Teknologi dan
Infrastruktur
Penyebaran tempat (0) tidak dilakukan; (1) terpusat; (2) agak
3 0
Poskeswan. terpusat; (3) tersebar.
Penyebaran pos (0) tidak dilakukan; (1) terpusat; (2) agak
pelayanan inseminasi 3 0 terpusat; (3) tersebar.
buatan (IB).
Penggunaan vitamin dan (0) tidak pernah; (1) kadang-kadang;
probiotik untuk memacu 2 0 (2) rutin.
pertumbuhan ternak.
Teknologi pakan. 2 0 (0) tradisional; (1) sederhana; (2) modern.
Teknologi pengolahan
limbah peternakan/ 2 0 (0) tidak ada; (1) sederhana; (2) modern.
agroindustri peternakan .
Teknologi pengolahan
2 0 (0) tidak ada; (1) sederhana; (2) modern.
hasil produk peternakan.
Teknologi informasi dan
2 0 (0) sangat minim; (1) cukup; (2) baik.
transportasi.
Ketersediaan sarana dan
2 0 (0) sangat minim; (1) cukup; (2) lengkap.
prasarana agribisnis.
Ketersediaan infrastruktur/
sarana dan prasarana 2 0 (0) sangat minim; (1) cukup; (2) lengkap.
umum.
Tingkat penguasaan
teknologi budidaya (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi.
2 0
peternakan.
Ketersediaan teknologi (0) tidak tersedia; (1) tersedia tetapi tidak
2 0
informasi peternakan. optimal; (2) tersedia optimal.

Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.) 335
Vol. 14 (1)

Standarisasi mutu produk (0) belum diterapkan; (1) diterapkan pada


peternakan. produk tertentu; (2) diterapkan untuk semua
2 0
produk.

Dimensi Hukum dan


Kelembagaan
Pusat pelatihan dan (0) belum ada; (1) ada tapi tidak berjalan
2 0
konsultasi milik petani. optimal; (2) ada dan berjalan optimal.
Perjanjian kerjasama (0) belum ada; (1) ada tapi kurang berjalan
dengan daerah lain soal 2 0 optimal; (2) ada dan berjalan optimal.
peternakan.
Sinkronisasi kebijakan (0) tidak sinkron; (1) kurang sinkron;
2 0
pusat dan daerah. (2) sinkron.
Kelompok tani ternak. (0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan;
2 0
(2) ada dan berjalan.
Ketersediaan lembaga (0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan;
2 0
sosial. (2) ada dan berjalan.
Lembaga keuangan mikro (0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan;
2 0
(bank/kredit). (2) ada dan berjalan.
Lembaga penyuluhan (0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan;
2 0
pertanian/BPP. (2) ada dan berjalan.
Badan pengelola kawasan. (0) tidak ada; (1) ada tetapi tidak berjalan;
2 0
(2) ada dan berjalan.

336 Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu (Suyitman et al.)

Potrebbero piacerti anche