Sei sulla pagina 1di 5

JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.

1 AGUSTUS 2016 ISSN PRINT : 2502-0900


ISSN ONLINE : 2502-2032

PENGELOLAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DENGAN SEGALA


PERMASALAHANNYA
Asnedi1)
1)
Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan
Jl. Jend. Sudirman KM. 3 Palembang Kode Pos 30126
Email : asnedi.rosyidi@gmail.com1)

ABSTRACT

Indonesia based on Pancasila, Thinking About functions of criminalization no longer just deterrent punishment but is
also an attempt rehabilitation and social reintegration with public system. With Constitution of public can make
strengthen efforts to realize the vision of a review public system, as a guide for the purpose,limit, and how coaching.
Problem of Institution Public in Indonesia as between the occupant and commotion occurred with Officer Dan
defection number of inmates. Good management starts from the shelter capacity Occupancy attention. The human
treatment lawbreaker and less off skill of officers. Officers don’t have professional expertise for resolve convictand and
less equipment. The deficts seen include human resources, budget and infrastructure, compensated with cultural
creation Prison of prioritizes balance shows harmony. Operating concept, the harmony its also supporting
reintegration process occupants can later be back to society. public activities require monitoring is not just functional
and attached, but also subscription process monitoring and control activities correctional commonly called prison
(prison supervision). Prison management solution patterns in addition to revamping the handling of prisoners,
discourse management is in the lower direct president, singer is expected that the funding allocation of its own so more
flexible. Improved integrity officer and training subscription technical capability as well as their good standard
operating procedures.

Keywords : Management, Penitentiary, Prison.

1. Pendahuluan Pemasyarakatan dalam konferensi ini dinyatakan


sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar
Memahami eksistensi Lapas bagi masyarakat luas
hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan
sangat diperlukan media untuk dapat menyampaikan
yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau
informasinya, apalagi keberadaan Lapas yang bergerak
pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan
dan menjadi bagian dalam proses peradilan pidana yang
penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan di dalam
diawali dengan proses penyelidikan dan penyidikan yang
masyarakat.
dilakukan oleh lingkungan Polri, penuntutan yang
Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan
dilakukan oleh lingkungan Kejaksaan dan pemeriksaan
sistem pemasyarakatan semakin mantap dengan
pengadilan yang dilakukan dilingkungan Mahkamah
diundangkannya Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995
Agung, dan pelaksanaan pembinaan pelanggar hukum
tentang Pemasyarakatan. Dengan adanya Undang
dilakukan oleh lingkungan Pemasyarakatan melalui
Undang Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha-
institusi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
usaha untuk mewujudkan visi Sistem Pemasyarakatan,
Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila,
sebagai tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pemikiran pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan
Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk
Pemasyarakatan yang telah ditetapkan dengan suatu
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan
sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di
agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
Indonesia yang dinamakan dengan Sistem
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
Pemasyarakatan.
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
Istilah pemasyarakatan untuk pertama kali
berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara
disampaikan oleh Almarhum Bapak Sahardjo, SH
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.
(Menteri Kehakiman pada saat itu) pada tanggal 5 Juli
Lembaga Pemasyarakatan yang disingkat LP atau
1963 dalam pidato penganugerahan gelar Doctor
Lapas, adalah tempat untuk melakukan pembinaan
Honoris Causa oleh Universitas Indonesia.
terhadap narapidana di Indonesia. Lembaga
Pemasyarakatan oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan
Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di
dari pidana penjara. Satu tahun kemudian, pada tanggal
bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
yang dilaksanakan di Lembang Bandung, istilah
(dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lapas bisa
pemasyarakatan dibakukan sebagai pengganti
narapidana atau napi atau Warga Binaan Pemasyarakatan
kepenjaraan. [1].

23
JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 ISSN PRINT : 2502-0900
ISSN ONLINE : 2502-2032

disingkat WBP, bisa juga yang statusnya masih tahanan, Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
yakni Tersangka atau Terdakwa pelaku kejahatan yang Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas
masih berada dalam proses peradilan dan belum KemenkumHAM) menunjukkan hingga kini Indonesia
ditentukan bersalah atau tidak oleh Hakim. baru memiliki 262 Lembaga Pemasyarakatan, 158
Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Rutan, dan 57 Cabang Rutan. Total keseluruhan
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa, Pembinaan Lapas/Rutan/Cabang Rutan sebanyak 477 unit dan harus
dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan menampung sebanyak 192.256 orang. Untuk data di
diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM, dan Sumatera Selatan memiliki 12 Lembaga
dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan.[2]. Pemasyarakatan, 3 Rutan, dan 5 Cabang Rutan, kapasitas
Ketentuan mengenai pembinaan Warga Binaan hunian sebanyak 6.446 orang dan isi saat ini berjumlah
Pemasyarakatan di LAPAS dan pembimbingan Warga 9.107 orang terjadi kelebihan kapasitas hingga 141
Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS diatur dengan persen. Padahal, dengan jumlah 477 Lembaga
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2009. Kemudian Pemasyarakatan dan Rutan, seharusnya maksimal
pada Pasal 8 ayat (1) Petugas Pemasyarakatan menampung (Kapasitas) sebanyak 118.660 orang
merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang narapidana dan tahanan. Indonesia saat ini darurat
melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, Lembaga Pemasyarakatan dan Rutan sebab terjadi
dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. kelebihan kapasitas hingga 162 persen. [3].
Masalah tidak tertampungnya napi dan tahanan di
2. Pembahasan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara
diperparah dengan minimnya keterampilan petugas.
Problema LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan) di Petugas Lembaga Pemasyarakatan/Rutan belum
Indonesia yang belum memadai menjadi penyebab dilengkapi keahlian profesional untuk menangani
berbagai masalah yang acap kali muncul, antara lain
narapidana. Bahkan ada kecenderungan petugas
terjadi keributan antar napi, napi dengan petugas
Lembaga Pemasyarakatan/Rutan di Indonesia kurang
pengamanan Lembaga Pemasyarakatan/Rutan dan
berhati-hati dan waspada dalam menghadapi tahanan.
kaburnya sejumlah napi/tahanan dari Lembaga Secara kualitas sebagian besar belum mempunyai
Pemasyarakatan/Rutan. kompetensi, misalnya kemampuan mengatasi huru-hara,
Paradigma atas Lembaga Pemasyarakatan harus
keahlian intelijen, psikologi menghadapi tahanan dan
dibenahi. Bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah
sebagainya.
tempat pembinaan, tempat membuat orang menjadi lebih
Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah
baik, lebih siap utuk kembali bergaul di tengah
kurangnya peralatan yang memadai untuk menangani
masyarakat dan memiliki keterampilan untuk hidup Lembaga Pemasyarakatan. Sebagai perbandingan di
normal. negara Australia, Lembaga Pemasyarakatan dan bahkan
Kejadian-kejadian yang sangat meresahkan
personel penjaganya dilengkapi dengan alat pelontar gas
masyarakat tersebut tadi seringkali terlalu didramatisir
air mata, semprotan merica, hingga alarm tanda bahaya
sebagai bahan pembicaraan untuk selalu meletakan
yang siap siaga. Paling tidak dengan peralatan tersebut
kesalahan kepada institusi Lapas, tanpa memahami
langsung dapat menghalau napi yang berusaha berbuat
kompleksitas kejadian interaksi sosial manusia onar yang berpotensi membuat gangguan kamtib di
(narapidana) yang terjadi didalamnya. Lapas/Rutan.
Berbicara soal kerusuhan di Lembaga
Namun, di Indonesia petugas Lembaga
Pemasyarakatan/Rutan tidak bisa dilepaskan dari fungsi
Pemasyarakatan belum dilengkapi alat yang memadai
Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri. Apakah Lembaga
sehingga jika ada kerusuhan cenderung membesar dan
Pemasyarakatan akhirnya berfungsi “menobatkan” meluas ke blok-blok lain dalam Lapas. Soal minimnya
penjahat setelah menjalani masa penahanan atau pidana keterampilan bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan,
penjara?. Pengelolaan yang baik dimulai dari
diperparah dengan minimnya jumlah petugas
memperhatikan kapasitas penampungan untuk napi dan
pengamanan Lembaga Pemasyarakatan/Rutan. Data
tahanan.
petugas saat ini hanya ada 11.800 petugas Lembaga
Perlakuan narapidana di Lapas juga mendapat
Pemasyarakatan/Rutan yang menangani 192.256 orang
perhatian negara, karena dalam Undang-undang Nomor napi dan tahanan. Artinya, satu petugas harus
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dinyatakan mendampingi sekitar 55 orang narapidana dan/atau
bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan,
tahanan. Padahal, idealnya, satu orang petugas Lembaga
penghukuman dan perlakuan yang kejam, tidak
Pemasyarakatan hanya boleh mendampingi 5 (lima)
manusiawi, merendahkan derajat dan martabat
orang napi dan/atau tahanan.
kemanusiaannya.
Kekurangan paling mencolok terkait dengan Rumah
Perlakuan yang manusiawi terhadap pelanggar Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di
hukum tercermin pada terpenuhinya hak-hak mereka Indonesia mencakup sumber daya manusia, anggaran,
selama menjalani pidana. Undang-undang Nomor 12
dan sarana-prasarana. Jika belakangan ini berkali-kali
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan
muncul berita tak sedap tentang lembaga tersebut,
jaminan kepada pelanggar hukum untuk mendapatkan
sebenarnya berawal dari kekurangan tersebut.
hak-haknya selama menjalani pidana.
Namun, pemenuhan ketiganya tanpa diimbangi

24
JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 ISSN PRINT : 2502-0900
ISSN ONLINE : 2502-2032

pengawasan yang memadai hanya akan menimbulkan Padahal, jika dilihat secara format dan kegiatan, BPP
permasalahan baru. Untuk itu, Rumah Tahanan Negara sama sekali tidak bisa disebut sebagai suatu komisi
(Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (LP) ataupun negara yang secara rutin menjalankan kegiatan
lembaga terkait dengan rumpun pemasyarakatan, seperti pengawasan.
Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Keanggotaan BPP terdiri atas beberapa mantan
Barang Sitaan Negara (Rupbasan), perlu punya lembaga Dirjen Pemasyarakatan, anggota parlemen, beberapa
pengawasan sendiri. akademisi, dan aktivis LSM. Mereka sesekali
Keterbatasan menyangkut tiga hal di atas, oleh berkunjung ke beberapa UPT serta 1-2 bulan sekali
manajemen Rutan dan LP dikompensasi dengan bertemu guna membahas sejumlah isu dan
penciptaan budaya penjara yang mengutamakan mengajukannya dalam bentuk saran kepada
keseimbangan. Kehidupan penjara diciptakan MenkumHAM atau Dirjen Pemasyarakatan. [4]
sedemikian rupa sehingga memperlihatkan harmoni.
Secara konsep, harmoni itu juga menunjang proses 3. Kesimpulan
reintegrasi penghuni untuk, pada saatnya kelak, dapat
kembali ke masyarakat. Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai
Guna merealisasi harmoni, pada satu sisi para berikut :
1. Pola penanganan napi, adalah langkah solutif saat ini
petugas Lapas "meminta" para penghuni agar tidak lari,
yang perlu dikerjakan pemerintah bersama dengan
tak berkelahi, tak melawan petugas, dan, yang paling
Dewan Perwakilan Rakyat. Langkah ini, Menurut
ditakuti, tidak menciptakan kerusuhan. Mengapa
MenkumHAM salah satunya dengan merevisi
demikian? Karena jika terjadi, Petugas Lapas dapat
dipastikan akan tunggang langgang karena tak akan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
mampu menahan para penghuni apabila mengamuk. Narkotika. Seberapa banyak pun Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang di
Terkait dengan itu, sistem pengawasan internal
sediakan, kalau pola penanganan napi narkotika tidak
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak bisa
dilakukan perubahan, maka problem over-kapasitas
menjangkaunya. Seperti juga sejumlah Inspektorat
Jenderal, Inspektorat Jenderal Kemenkumham juga tidak akan tertangani dengan baik. Keseluruhan napi
terkena tiga halangan. Pertama, ewuh pakewuh saat dan tahanan yang berada dalam Lapas/Rutan, 50
persennya terlibat kasus narkotika. Ketika undang-
memeriksa sesama teman. Kedua, pengawasan dianggap
undang Narkotika dibuat, semangat pemberantasan
lebih pada aspek administratif. Ketiga, pelaksanaan
narkotika sangat menggebu-gebu. Namun, dampak
pengawasan dilakukan secara protokoler (diberitahukan
atas undang-undang tersebut tidak dipikirkan secara
terlebih dahulu, dll) sehingga yang dilihat di
Rutan/Lapas pada dasarnya tidaklah apa adanya. matang. Kini, Lembaga Pemasyarakatan kewalahan
Untuk itu, perlu menghargai upaya dari para petinggi menampung banyaknya orang yang harus mendekam
di dalam Lembaga Pemasyarakatan karena
di Kementerian Hukum dan HAM khususnya jajaran
dinyatakan bersalah.Undang-undang itu belum secara
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Direktur Bina
baik memisahkan mereka selaku pengguna berada di
Kamtib) yang rajin melakukan inspeksi mendadak ke
panti rehabilitasi. Para pemilik, pengedar, produsen,
sejumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) jajaran
Pemasyarakatan KemenkumHAM. Upayanya menekan dan para pelaku transaksi jual beli narkotika masih
kehadiran telepon seluler, pungli, dan narkoba memang tercampur baur di Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara. Seharusnya hukuman untuk
tak akan menyelesaikan masalah, tetapi minimal bisa
pengguna dan penjahat (Bandar) narkotika lainnya
menekan kemungkinan berkembangnya penyimpangan
dibedakan. Pengguna sebaiknya tidak dihukum,
ke arah yang lebih serius dan ekstrem.
Namun, itu tidak cukup. Kasus "pabrik narkoba" di melainkan direhabilitasi.
Lapas Narkotika Cipinang dan ulah terpidana mati 2. Masalah Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara dikelola dibawah Direktorat
Freddy yang memperoleh akses luar biasa di Lapas
Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian
tersebut pada dasarnya adalah tamparan bagi kita semua.
Hukum dan HAM. Namun, tampaknya belum
Namun, jika mengambil hikmahnya, kasus itu kembali
optimal untuk menyelesaikan masalah hingga tuntas.
memperlihatkan bahwa kegiatan pemasyarakatan
memerlukan pengawasan yang bukan hanya fungsional Karena itu ada wacana sebaiknya pengelolaan
dan melekat, melainkan juga pengawasan terkait proses Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
Negara/Cabang Rutan berada di bawah langsung
dan aktivitas pemasyarakatan. Di mancanegara, hal itu
Presiden, ini diharapkan agar alokasi pendanaannya
dikenal dengan sebutan pengawasan penjara (prison
tersendiri sehingga lebih fleksibel. Selama ini
oversight).
anggaran untuk Lembaga Pemasyarakatan memang
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, disebutkan tentang lembaga sangat terbatas. Dalam hal perumusan kebijakan di
Balai Pertimbangan Pemasyarakatan (BPP) yang Lembaga Pemasyarakatan diharapkan dapat
sepenuhnya melibatkan pihak Ditjenpas karena lebih
diposisikan sebagai pemberi saran dan pertimbangan
mengetahui kondisi nyata di lapangan. Perlu langkah
kepada MenkumHAM mengenai pelaksanaan sistem
kongkrit untuk mengelola Lembaga Pemasyarakatan.
pemasyarakatan. Oleh banyak kalangan, BPP digadang-
Persoalan Lembaga Pemasyarakatan bakal ada terus-
gadang sebagai KY-nya jajaran pemasyarakatan.

25
JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 ISSN PRINT : 2502-0900
ISSN ONLINE : 2502-2032

menerus. Sudah banyak kebijakan dibuat pemerintah Saran


melalui Menteri Hukum dan HAM.
1. Upaya yang dilakukan saat ini, selain telah
3. Peningkatan integritas petugas Lapas dan pelatihan melakukan pembangunan Gedung Lapas baru dengan
terkait kemampuan teknis serta adanya standar segala sarana dan prasarananya, seperti CCTV,
operating procedure yang jelas mutlak diperlukan jammer detector, juga pelaksanaan program Getting
dalam mereformasi sistem di Lapas Indonesia. to Zero HALINAR (Handphone, Pungli dan
Sehingga, dengan adanya pedoman yang jelas dalam Narkoba), sebuah program dimana pegawai Lapas
pengelolaan seluruh aspek dalam sistem harus bersih dari HP (handphone), pungli dan
Pemasyarakatan, dapat dilakukan monitoring dan narkotika, bahkan Indonesia saat ini Darurat Narkoba
upgrading secara berkala. Selain itu, permasalahan dan menyatakan perang terhadap-nya. Pengawasan
kapasitas yang menjadi akar kepadatan penghuni atau ini dilakukan lewat sistem yang sudah dibuat dan
masalah over crowded juga harus diatasi dengan untuk di Lapas/Rutan dibawah pengawasan langsung
baik. Kepala Lapas/Rutan masing-masing. Jika ditemukan
4. Ada beberapa titik kelemahan yang membuat proses masih ada yang meminjamkan HP, atau pegawai
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan belum Lapas memberikan WBP menggunakan HP akan
berjalan secara optimal, antara lain jumlah personil ditindak dengan tegas.
dan kualitas dan integritas petugas, sarana dan 2. Optimalkan Getting to Zero HALINAR yaitu suatu
prasarana, pemenuhan kebutuhan pokok seperti air langkah menuju ketitik nol atau bersih dari adanya
bersih dan penerangan listrik, kebersihan lingkungan penggunaan Handphone dalam Lapas bagi Warga
dan sanitasi, indeks bahan makanan penghuni, Binaan Pemasyarakatan, penghapusan praktek
kesejahteraan PNS, dan penyediaan rumah dinas atau pungutan liar, dan pencegahan penggunaan dan
mess untuk petugas pengamanan Lapas dan Rutan, peredaran gelap Narkoba dalam Lapas. Kantor
anggaran yang minim untuk pelaksanaan program Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
bengkel kerja produktif, bengkel kerja di sejumlah Manusia Sumatera Selatan telah membentuk Satuan
Lembaga Pemasyarakatan bertujuan sangat positif. Tugas Keamanan dan Ketertiban (Satgas Kamtib)
Selain bisa menghasilkan penghasilan bagi WBP atau melakukan tugas razia secara berkala/rutin maupun
napi, bengkel kerja itu bisa memberi keterampilan insidentil di Lapas/Rutan serta bertugas
ketika kelak sang napi kembali ke dalam kehidupan melaksanakan program P4GN, Satuan Tugas
masyarakat. Hal lainnya tentu saja untuk memberi Pengawasan Internal Pemasyarakatan (Satgas Was
kesibukan kepada WBP atau napi ketimbang Internalpas) yang bertugas melakukan pengawasan
merenungi nasib dan menyesali perbuatan sampai intern pemasyarakatan yang meliputi
menunggu usainya masa pemidanaan. Konsekuensi penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang
pelaksanaan pembinaan narapidana yang dilakukan pemasyarakatan, penerapan sistem pengendalian
di Lapas pada dasarnya diselenggarakan melalui 3 intern, penyelenggaraan pelayanan publik, penerapan
(tiga) jenis kegiatan, yaitu : reformasi birokrasi, dan indikasi penyimpangan atau
a. Pembinaan Kepribadian, yang meliputi kasus tertentu, pembinaan mental rohani, dan
pembinaan kesadaran beragama, pembinaan memberi bekal keterampilan melalui Bengkel Kerja
kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan Produktif dan Industri.
kemampuan intelektual (kecerdasan), pembinaan 3. Lakukan penguatan integritas SDM, dengan
kesadaran hukum, dsb nya; pelatihan dan pendidikan, pemberian reward and
b. Pembinaan Kemandirian, yang meliputi punishment terhadap petugas Lapas/Rutan,
pembinaan keterampilan untuk mendukung usaha dipenuhinya kuantitas dan kualitas SDM yang
mandiri, misalnya kerajinan tangan, industri memadai. Perlunya pemisahan Lapas untuk
rumah tangga dan lain sebagainya, pembinaan narapidana perkara tindak pidana tertentu dengan
keterampilan untuk mendukung usaha industri tindak pidana umum, seperti teroris, narkotika dan
kecil, misalnya pengolahan rotan menjadi perabot tindak pidana korupsi (tipikor). Peningkatan
rumah tangga, membuat batako, pertukangan, dll; koordinasi dengan lembaga terkait, untuk kasus
pembinaan keterampilan yang dikembangkan terorisme dengan BNPT, kasus narkoba dengan
sesuai minat dan bakatnya masing-masing, seperti Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Badan
seni olahraga, dsb nya, serta pembinaan Nasional Narkotika Provinsi Sumatera Selatan/Badan
keterampilan untuk mendukung usaha industri Nasional Narkotika Kabupaten/Kota dan tindak
seperti, kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, pidana korupsi.
industri sepatu, tekstil, dsb nya.
c. Pembinaan Sosial, yaitu pembinaan
mengintegrasikan diri dengan masyarakat melalui
kegiatan program asimilasi (ke dalam dan keluar)
dan pembebasan bersyarat narapidana.

26
JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK VOLUME 2 No.1 AGUSTUS 2016 ISSN PRINT : 2502-0900
ISSN ONLINE : 2502-2032

Daftar Pustaka

[1] Dwidja,priyanto.2006. Sistem Pelaksanaan Pidana


Penjara di Indonesia, Bandung: Refika Adaitama
[2] Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, [online].
Tersedia:
www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt51
497b670ed21/parent/3969/ [diakses : 21 Juni 2016].
[3] Sistem Database Pemasyarakatan, jumlah penghuni,
http://smslap.ditjenpas.go.id/, diakses, 6 Juni 2016
[4] Adrianus Meliala, “Komisi Pemasyarakatan”,
Kompas, 20 Agustus 2013, [online]. Tersedia :
https://lautanopini.com/2013/08/20/komisi-
pemasyarakatan/ [diakses : 21 Juni 2016].

27

Potrebbero piacerti anche