Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
keterampilan (skills), dan sikap (attitudes). Dalam rangka mengembangkan tiga hal tersebut terdapat
berbagai macam metode active learning, yaitu:
Metode ini merupakan aktifitas kolaboratif yang mengajak siswa untuk terlibat ke dalam materi
secara langsung. Metode ini meminta kepada siswa untuk menyatakan benar atau salah atas
pernyataan yang ditulis oleh guru pada masing-masing kartu.
1) Guru membuat list pernyataan yang berhubungan dengan materi pelajaran, separohnya
benar dan separohnya lagi salah. Masing-masing pernyataan ditulis pada selembar kertas yang
berbeda. Jumlah lembar pernyataan disesuaikan dengan jumlah siswa.
2) Guru memberi setiap siswa satu kertas kemudian mereka diminta untuk menentukan benar
atau salah pernyataan tersebut. Selanjutnya guru menjelaskan bahwa masing-masing dari mereka
bebas menggunakan cara apa saja untuk menentukan jawaban.
3) Setelah selesai, guru meminta siswa membaca masing-masing pernyataan dan meminta
jawaban dari mereka benar atau salah.
4) Guru memberi masukan untuk setiap jawaban dan menegaskan bahwa yang dilakukan oleh
siswa adalah bekerja bersama.
5) Guru menekankan kepada siswa bahwa kerja sama dalam kelompok akan membantu kelas
Metode ini merupakan aktifitas untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa atau untuk
memperoleh hipotesa. Metode ini meminta kepada siswa untuk membandingkan antara jawaban
mereka dengan materi yang telah disampaikan oleh guru.
1) Guru menyampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui pikiran dan
kemampuan yang mereka miliki.
2) Guru memberi kesempatan beberapa menit kepada siswa untuk menjawab pertanyaan
dengan meminta mereka untuk bekerja berdua atau dalam kelompok kecil.
3) Guru meminta siswa menyampaikan hasil jawaban mereka, kemudian guru mencatat
jawaban-jawaban mereka.
4) Guru menyampaikan poin-poin utama dari materi, kemudian meminta siswa untuk
membandingkan jawaban mereka dengan poin-poin yang telah disampaikan. Setelah itu, guru
mencatat poin-poin yang dapat memperluas bahasan materi
Metode ini merupakan aktifitas kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep,
karakteristik klasifikasi, fakta tentang objek atau mereview informasi. Metode ini meminta kepada
masing-masing kelompok siswa untuk mempresentasikan isi kartu yang ada di kelompoknya.
2) Guru meminta siswa untuk bergerak dan berkeliling di dalam kelas untuk menemukan kartu
yang kategorinya sama.
Metode ini merupakan aktifitas pembelajaran yang digunakan untuk mendorong pembelajaran
kooperatif dan memperkuat pentingnya serta manfaat sinergi. Metode ini meminta kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan dari guru secara individual, kemudian melakukan sharing bersama
seorang siswa di sebelahnya.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1) Guru mengajukan satu atau dua pertanyaan kepada siswa yang menuntut perenungan dan
pemikiran.
3) Setelah selesai, guru meminta mereka untuk berpasangan dan saling bertukar jawaban dan
membahasnya.
4) Guru meminta pasangan-pasangan tersebut membuat jawaban baru atas pertanyaan dan
memperbaiki jawaban indiviual mereka.
Metode ini merupakan aktifitas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
kecakapan dalam bermain peran terhadap situasi kehidupan nyata. Metode ini meminta kepada
siswa untuk membuat skenario kehidupan yang nyata berkaitan dengan materi yang sedang
didiskusikan.
1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari tiga
siswa.
2) Guru memerintahkan setiap kelompok membuat tiga skenario kehidupan nyata yang
berkaitan dengan topik diskusi.
3) Kemudian guru meminta satu anggota dari setiap kelompok untuk menyampaikan skenario
kepada kelompok lain. Selanjutnya, setiap tim mempunyai kesempatan untuk latihan peran utama,
dan dalam skenario tersebut guru konsentrasi pada identifikasi pelaku utama dalam penggunaan
konsep dan kecakapan serta bagaimana pengembangannya.
4) Setelah selesai, guru mengumpulkan seluruh kelompok untuk diskusi umum dari poin-poin
belajar skenario dan nilai aktifitas di dalamnya
FGD adalah metode penelitian sosial kualitatif, yang coba diterapkan dalam pembelajaran di kelas
dengan menyederhanakan langkah-langkahnya dan disesuaikan dengan prinsip pembelajaran.
KELOMPOK TERFOKUS
Focus Group Discussion atau dikenal dengan diskusi kelompok terfokus pada dasarnya adalah salah
satu metode penelitian dalam ilmu sosial yang bersifat kualitatif. Dalam mana peneliti membentuk
suatu kelompok (form a group) dari responden untuk menggali berbagai informasi dari topik
penelitian baik berupa persepsi, pendapat, pemahaman, keyakinan, sikap, konsep dan ide dari
anggota kelompok.
Kegiatan ini dirintis pertama kali oleh Ernest Dichter (Psikolog dan pakar pemasaran) secara
informal dalam salah satu ruangan di atas garasi rumahnya. Melihat metode ini cukup menarik,
maka pada tahun 1940, Robert K. Merton mengembangkannya di Biro Riset Sosial Terapan, Amerika
Serikat dengan memasukkan berbagai pendekatan sosiologis dalam metode ini (Alberts, 2006).
Dengan tetap mempertahankan model diskusi, akan dicoba menerapkan model ini dalam
pembelajaran Sosiologi di kelas. Adapun alasan menerapkan model ini :
2. Jumlah peserta ideal 4 -6 orang dan maksimal 8 – 12 orang, cocok bila diterapkan dalam kelas
dengan membagi siswa kepada beberapa kelompok
3. Dalam penelitian, peneliti bertindak sebagai moderator mengarahkan dan mengatur lalu lintas
diskusi. Pada pembelajaran peran ini boleh dilakukan oleh guru atau bahkan siswa yang dinilai cakap
dan mampu.
4. Boleh, bahkan dianjurkan menggunakan notulis atau sekretaris bahkan juru rekam dalam proses
diskusi. Pada pembelajaran dapat dilakukan dengan pola kolaboratif (tim dengan beberapa orang
guru).
5. Setiap percakapan atau pembicaraan harus dicatat, boleh direkam (baik visual maupun audio).
6. Topik diskusi adalah masalah yang menuntut pemahaman dan menggali persepsi individu
(siswa) akan topic atau materi yang dibahas.
7. Disamping persepsi anggota diskusi, penekanannya juga pada interaksi antar siswa, antar siswa
dan moderator (guru) antar siswa dan bahan atau media pembelajaran.
8. Tujan utama model ini sebagaimana secara metodologis adalah disamping persepsi, juga
peserta merenungkan (asosiasi) topic diskusi, menyampaikan pendapat mereka dan menanggapi
komentar dari anggota atau peserta diskusi yang lain. Akan terjadi pemahaman yang sama
(penguatan) bagi masing-masing mereka.
9. Dalam Focus Group Discussion (FGD), diskusi selalu dibatasi untuk tidak membicarakan rahasia
individu, pada pembelajaran; yang perlu dibatasi adalah pembelajaran berjalan dalam kaidah
paedagogik, moral dan pembentukan sikap mental siswa yang baik.
10. Penilaian dimensi afektif (sikap) dapat dilakukan selama proses diskusi.
12. Waktu ideal sesuai ketentuan metodologis sekitar 90-120 menit. Hal ini dapat disesuaikan
dengan konversi 2 atau 3 kali 45 menit pembelajaran di kelas.
13. Prinsip menyenangkan bagi peserta diskusi secara metodologis, berhubungan deng
PAIKEM secara paedagogis.
2. Moderator memulai diskusi dengan menyampaikan masalah umum, bersifat deduktif dan
memberi pertanyan terbuka.
7. Moderator tidak terpancing dalam perdebatan antar peserta, segera menengahi diskusi yang
mengarah pada perdebatan apa lagi penghujatan.
9. Moderator menjadi pendengar yang baik, penengah yang bijak, tidak menghakimi dan mudah
beradaftasi.
10. Jika menggunakan sekretaris, juru rekam (kolaboratif), pastikan bahwa setiap pendapat
dan aktivitas peserta terdata dengan baik. (disederhanakan dari : Kreuger, 1988).
ETHIKA
Merupakan bagian penting dari proses disukusi adalah masalah ethika. Menurut Homans (1991),
bahwa hal penting diperhatikan yaitu :
a. Secara jujur memberitahu peserta / siswa akan tujuan pembelajaran dengan indikatornya.
b. Tidak pressure (menekan) siswa untuk berpendapat atau menyalahkan pendapat mereka.
c. Tidak membicarakan hal yang rahasia dan bersifat SARA, apalagi memojokkan peserta
(Stereotype dan prototype).
Untuk 2 x 45 ‘
Pendahuluan
Inti
Penutup
1. Siswa dibagi kedalam kelompok secara heterogen (gender dan kompetensi) dengan jumlah
anggota 6 orang, ditunjuk satu orang ketua dan satu orang sekretaris pada masing-masing
kelompok.
2. Setelah informasi awal (apersepsi, eksplorasi) melalui penjelasan guru atau “slide powerpoint”,
masing-masing kelompok membahas materi pelajaran sesuai dengan kelompoknya.
3. Selama masa ini masing-masing kelompok dipimpin ketuanya membuat rangkuman materi
pelajaran mereka.
4. Setelah memastikan siswa telah menggali informasi awal tentang meteri pelajaran dan telah
membahasnya dalam masing-masing kelompok, Guru mengkondisikan pembelajaran dan bertindak
sebagai moderator serta meminta dua orang siswa sebagai “volunteer” menjadi sekretaris dan juru
rekam (kamera; jika ada). Jika tidak, minimal harus ada sekretaris.
5. Moderator membuka diskusi dengan menyampaikan hal yang bersifat umum kemudian
memancing diskusi dengan hal-hal khusus (boleh dengan gambar atau narasi).
9. Moderator boleh membuat selingan dengan permainan ringan antar sesi diskusi.
10. Ketika proses diskusi berlangsung, moderator dapat mengisi rubrik penilaian sikap.
12. Setiap peserta diupayakan untuk mengemukakan pendapatnya. Tetapi guru sebagai
moderator menghindari kesan memaksa atau menekan siswa untuk berpendapat.
1. Monopoli pembicaraan dari peserta diskusi yang memilki kemampuan orasi baik. Hal ini
disiasati dengan mengatur persebaran peserta diskusi secara heterogen (kemampuan dan gender)
2. Menyadari pembelajaran direkam dan dicatat, beberapa siswa melakukan tingkah yang
“menarik” perhatian. Moderator dapat menetralisir keadaan ini dengan pendekatan
interpersonalnya.
3. Pembicaran (diskusi) cenderung meluas ke luar topic utama, oleh itu moderator harus
membawa pembicaraan ke focus diskusi.
4. Waktu yang terpakai bisa melebihi batas yang ditetapkan , untuk itu moderator (guru) harus
benar-benar mampu “mengajak” siswa fokus kepada materi pelajaran.
5. Pemahaman siswa yang dangkal akan materi pelajaran dapat diatasi dengan cara mengingatkan
dan meminta masing-masing mereka menuliskan ringkasan pemahaman mereka akan materi diskusi.
6. Kesimpulan diskusi harus dilakukan dengan lebih mengutamakan pendapat siswa atas dasar
pemahaman mereka terhadap materi diskusi.
Sumber :
a. Labspace.open.ac.uk/mod/oucontent: 2013
b. Burgess J. 1996