Sei sulla pagina 1di 48

SMF/BAGIAN SYARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2018

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

PARKINSON

Disusun Oleh :

Christine Dupe (1408010065)

Pembimbing :

dr. Candida Isabel, Sp. S

dr. Tersila A. D. Dedang, M.Biomed, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD DR. T.C. HILLERS
MAUMERE
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus ini diajukan oleh

Nama : Christine Dupe

NIM : 1408010065

Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di bagian penyakit saraf

RSUD.Dr. TC. Hillers Maumere

Pembimbing Klinik

Pembimbing Klinik I

1. dr. Candida Isabel L. Sam, Sp.S 1. ………………….

Pembimbing Klinik II

2. dr. Tersila A.D. Dedang, M.Biomed, Sp.S 2. ………………….

Ditetapkan di : Maumere

Tanggal : November 2018

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2

2.1 Definisi ..................................................................................................... 2

2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 2

2.3 Etiologi..................................................................................................... 2

2.4 Patofisiologi ............................................................................................. 6

2.5 Klasifikasi Tetanus ................................................................................. 8

2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................... 9

2.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 16

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................... 16

BAB 3 LAPORAN KASUS........................................................................ 23

3.1 Identitas ................................................................................................. 23

3.2 Anamnesis ............................................................................................. 23

3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 24

3.4 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 34

3.5. Diagnosis .............................................................................................. 34

3
3.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 35

3.7 Follow Up .............................................................................................. 35

4.1 Resume .................................................................................................. 37

4.2 Diagnosis ............................................................................................... 37

4.3 Penatalaksanaan ................................................................................... 37

BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 38

4
BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif terbanyak kedua yang diderita


manusia setelah penyakit Alzheimer. Penyakit tersebut menyebabkan penderitanya mengalami
beberapa gejala diantaranya gangguan intelek dan tingkah laku, demensia, penurunan daya
ingat, kelemahan otot, katalepsi (gerakan jadi lambat dan kaku) dan tremor. Katalepsi
adalah kekakuan otot yang ditandai jika lengan bawah ditekuk atau diluruskan oleh orang
lain maka akan terasa kaku. Demensia adalah menurunnya fungsi otak yang disebabkan oleh
kelainan yang terjadi pada otak. Penderita parkinson juga akan mengalami tremor, yaitu suatu
gerakan gemetar yang berirama dan tidak terkendali yang terjadi karena otot berkontraksi
dan berelaksasi secara berulang – ulang.1
Walaupun penyebab penyakit Parkinson belum diketahui, tetapi penyakit sindrom
rigiditas-akinetik lainnya, walaupun jarang, telah diketahui penyebabnya, seperti trauma
serebelar, inflamasi (ensefalitis), neoplasia (tumor ganglia basalis), infark lakunar multipel,
penggunaan obat-obatan (neuroleptik, antiemetik, amiodaron) dan toksin. Diketahui bahwa
toksin eksogen yang tidak umum dapat meneyebabkan kerusakan Sistem Saraf Pusat (SSP)
tertentu dan Parkinsonism, menunjukkan bahwa penyakit Parkinson idiopatik mungkin
disebabkan oleh pajanan faktor lingkungan yang lebih sering, namun belum
teridentifikasi.2
Pengobatan penyakit parkinson saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala motorik
dan memperlambat progresivitas penyakit. Tetapi selain gangguan motorik penyakit parkinson
juga mengakibatkan gejala non motorik seperti depresi dan penurunan kognitif, disamping
terdapat efek terapi obat jangka panjang. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi kualitas hidup
penderita penyakit parkinson. Oleh karena itu, peningkatan kualitas hidup adalah penting
sebagai tujuan pengobatan.3

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat,
rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan
berbagai macam sebab.
Penyakit parkinson merupakan proses degeneratif yang melibatkan neuron
dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia basalis yang memproduksi dan
menyimpan neurotransmitter dopamin). Daerah ini memainkan peran yang penting
dalam sistem ekstrapiramidal yang mengendalikan postur tubuh dan koordinasi gerakan
motorik volunter, sehingga penyakit ini karakteristiknya adalah gejala yang terdiri dari
bradikinesia, rigiditas, tremor dan ketidakstabilan postur tubuh (kehilangan keseimbangan).3,4
2.2 Epidemiologi
Penyakit parkinson merupakan salah satu kelumpuhan yang paling umum di Amerika
Serikat. Penyakit tersebut terjadi pada satu dari setiap seratus orang yang berusia lebih dari 60
tahun dan lebih mempengaruhi pria daripada wanita. Secara kasar 60.000 kasus baru
didiagnosis tiap tahun di Amerika Serikat, dan insidensnya diprediksikan akan meningkat
seiring pertambahan usia populasi.4
Penyakit parkinson menyerang penduduk dari berbagai etnis dan status sosial ekonomi.
Penyakit parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah
penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit parkinson di Indonesia
menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia dengan prevalensi mencapai
1100 kematian pada tahun 2002.1
2.3 Etiologi

Etiologi penyakit parkinson belum diketahui atau idiopatik. Terdapat beberapa dugaan,
diantaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.2

Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansia nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).

6
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa
menyebabkan timbulnya penyakit parkinson adalah sebagai berikut:2

7
1. Usia
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang paling lazim setelah penyakit
Alzheimer, dengan insidens di Inggris kira-kira 20/100.000 dan prevalensinya 100-
160/100.000. Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5% pada usia
85 tahun.2,3
2. Genetik

Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan, karena kebanyakan
pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal pada orang kembar
memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari concordance pada kembar monozigot dan
dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk penyakit Parkinson telah
diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian bahwa kembar monozigot dengan onset penyakit
sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari
kembar dizigot dengan penyakit early-onset.

Lebih jauh, tanpa memperhatikan usia onset, hal yang nyata terlihat antara kembar
monozigot dapat ditingkatkan secara signifikan jika uptake dopaminergik striatal abnormal
pada kembar tanpa gejala dari pasangan yang tidak harmonis, sebagai pernyataan oleh
tomografi emisi positron dengan fluorodopa F18, digunakan sebagai tanda penyakit Parkinson
presimtomatik. Peningkatan risiko penyakit Parkinson juga dapat dilihat pada hubungan
tingkat-pertama pasien, biasanya ketika hasil tomografi emisi positron hubungan asimtomatik
diambil untuk dihitung, memenuhi bukti lebih lanjut dari adanya komponen genetik terhadap
penyakit.5
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
Parkinson. Yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK
1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK 2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. 6
Adanya riwayat penyakit Parkinson pada keluarga meningkatkan faktor resiko menderita
penyakit Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih
dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonism
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetik di USA sangat sedikit, belum ditemukan
kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di
8
Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika
ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46
tahun.
3. Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit Parkinson tiap periode mungkin berhubungan dengan
hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupun
gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka
morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan
secara relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit Parkinson.

4. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan
mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predisposisi penyakit
parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya
kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif.
e. Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
hitam.
f. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih
belum jelas benar.
g. Stress dan Depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi
dan stres dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stres dan depresi terjadi
9
peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres oksidatif.7
2.4 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-
50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies) dengan
penyebab multifaktor.3,6

Substansia nigra adalah suatu region kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit
diatas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan.
Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk
mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf
pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran
komunikasi (bicara). Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis.
Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis menurun,
menyebabkan gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan eksitatorik. Akibatnya
kehilangan kontrol sirkuit neuron di ganglion basalis untuk mengatur jenis gerak dalam hal
inhibisi terhadap jaras langsung dan eksitasi terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam
jenis motorik ataupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di
SSP menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), tremor, kekakuan
10
(rigiditas) dan hilangnya refleks postural.3,6,8
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan
dense cores. Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas,
akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson, karena terdapat juga pada beberapa
kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui
lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal.6

Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada dibawah
kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang otak.
Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan yang tidak
langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan. Komplementasi
kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi
halus, terarah dan terprogram.6

Ganglia Basalis (GB)tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:6


1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)
Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
2. Globus Palidus (GP)
11
3. Substansia Nigra (SN)
4. Nucleus Subthalami (STN)
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB dalam sirkuit
motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis. Terdapat jalur saraf
aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan supplementary motor area
menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi (Globus Palidus internus)
lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) melalui GPe (Globus Palidus
eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti- inti talamus (antara lain: VLO:
Ventralis lateralis pars oralis, VAPC: Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM:
centromedian). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebut berasal. Masukan
dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis (traktus piramidalis).6
Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia basalis
oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti disitu sangat kompleks dan saraf
penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam-macam. Namun ada dua
kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat mengerti perannya dalam patofisiologi
kelainan ganglia basalis.6
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan cara kerja obat
menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik, dan
perubahan keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur indirek (eksitasi).6

Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stres
oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamin
quinon yang dapat bereaksi dengan α-sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini
menumpuk, tidak dapat digradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway sehingga menyebabkan
kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:6
 Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan
nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
 Kerusakan mitokondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan
peningkatan apoptosis dan kematian sel.

12
 Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu
apoptosis sel-sel SNc.
Dua hipotesis yang disebut juga mekanisme degenerasi neuronal pada penyakit Parkinson ialah
hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1. Hipotesis Radikal Bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamin dapat merusak neuron nigrostriatal,
karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun
ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stres oksidatif, namun pada
usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis Neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses neurodegenerasi
pada Parkinson. Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam
menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan
bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat
sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya
adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi sewaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah
gerakan involunter.
2.5 Manifestasi Klinis
A. Klasifikasi penyakit Parkinson
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan
menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan
penatalaksanaannya.
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini. Etiologi masih belum diketahui.
Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional

13
(belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin,
tetrabenazin dan lain-lain yang merupakan obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin
dan menurunkan cadangan dopamin misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma
yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan
kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson ( Parkinson plus )
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple system
atrophy, degenerasi kortikobasal ganglionik, sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif,
dan Kelainan herediter (Penyakit Wilson, Penyakit Huntington, Perkinsonisme familial
dengan neuropati peripheral). Klinis khas yang dapat dinilai dari jenis ini pada penyakit Wilson
(degenerasi hepato- lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi
striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).

14
B. Gejala Klinis
1. Gejala Motorik2,4,6

a. Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai
suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson
adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta
melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang
hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-
kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi
tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi
atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang
waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/alternating tremor).

Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang).
Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-
goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor
tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin
15
berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Pada stadium dini, rigiditas otot terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya
terdeteksi pada gerakan pasif. Biasanya lebih jelas bila pergelangan difleksi dan ekstensi
pasif dan pronasi serta supinasi lengan bawah secara pasif. Pada stadium lanjut rigiditas
menjadi menyeluruh dan berat sehingga memberikan tahanan bila persendian-persendian
digerakkan secara pasif. Rigiditas merupakan peningkatan terhadap regangan otot pada otot
antagonis dan agonis.
Salah satu gejala dini dari rigiditas ialah hilangnya gerak asosiasi lengan bila
berjalan. Peningkatan tonus otot pada sindrom prakinson disebabkan oleh meningkatnya
aktifitas neuron motorik alfa. Kombinasi dengan resting tremor mengakibatkan bunyi
seperti gigi roda yang disebut dengan cogwheel phenomenon muncul jika pada gerakan pasif.
c. Akinesia/bradikinesia
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi pada impuls optik,
labirin, propioseptif dan impuls sensoris di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan perubahan
aktivitas refleks yang mempengaruhi motorneuron gamma dan alfa.
Kedua gejala diatas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan
sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit
mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.
Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga
sering keluar air liur.

Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit
untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara
gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka
serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata
berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.

16
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang
berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah.
Bisa juga terjadi sering kencing dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi.
Keadaan tersebut juga berimplikasi pada hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan
integrasi dari saraf proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level
talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
f. Langkah dan Gaya Jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit
pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan.
g. Bicara Monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus
(suara bisikan) yang lambat.

i. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia)
biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
j. Gejala lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
(tanda Myerson positif).

17
2. Gejala Non-Motorik
a.Disfungsi otonom
 Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia
dan hipotensi ortostatik.
 Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
 Pengeluaran urin yang banyak
 Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual,
perilaku orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
 Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna.
 Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan system saraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan
darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan.
 Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).
2.6 Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada


setiap kunjungan penderita :
1. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi
hipotensi ortostatik.
2. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan
diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang
sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis
kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan
kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up
18
berikutnya.
4. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan EEG dapat menunjukkan perlambatan yang
progresif dengan memburuknya penyakit. CT-scan otak menunjukkan atrofi kortikal difus
dengan melebarnya sulsi dan hidrosefalus eks vakuo pada kasus lanjut.
Selain dengan metode tersebut, untuk mendiagnosis penyakit parkinson, dapat dilakukan
berdasar pada beberapa kriteria, yakni:
1. Secara klinis
 Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia,
atau
 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
 Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari:
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Kriteria diagnosis yang dipakai di indonesia adalah kriteria Hughes(1992):
 Diagnosis “possible”: terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana
salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala
kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap
levodopa atau dopamin agonis.
 Diagnosis “probable”: terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan
tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan
respon jelas terhadap levodopa atau dopamin agonis.
 Diagnosis “pasti”: memenuhi semua keriteria probable dan pemeriksaan
histopatologis yang positif.
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam
hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :
 Stadium 1 : Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala

19
yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu
anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
 Stadium 2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu
 Stadium 3 : Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
 Stadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu,
rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang
dibandingkan stadium sebelumnya
 Stadium 5 : Stadium kakhetik, kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan
walaupun dibantu.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
A. EEG (Elektroensefalografi)
Melalui pemeriksaan EEG, diharapkan akan didapatkan perlambatan dari
gelombang listrik otak yang bersifat progresif.
B. CT Scan Kepala
Melalui pemeriksaan CT Scan kepala, diharapkan akan didapatkan gambaran
terjadinya atropi kortikal difus, dengan sulki melebar, dan hidrosefalus eks vakuo.6,9
2.8 Penatalaksanaan
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan
penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah :
1) Terapi simtomatik
2) Neuroproteksi
3) Neurorestorasi
Neuroproteksi dan neurorestorasi keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit
Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya. Penyakit
Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi
berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi

20
pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Pengobatan penyakit parkinson
bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan
penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas,
dan slowness.6,9
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan
menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian
obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap
melakukan kegiatan sehari-hari.
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan sebagai berikut :
A. Terapi Famakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
2. Bekerja pada sistem kolinergik
3. Bekerja pada Glutamatergik
4. Bekerja sebagai pelindung neuron
5. Lain-lain
B. Terapi Pembedahan
1.Deep-Brain Stimulation (DBS)

2. Transplantasi

C. Non Farmakologik

1. Edukasi

2. Terapi rehabilitasi
I. Terapi Farmakologik
A. Bekerja pada sistem dopaminergik
1. Obat pengganti dopamin (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamin. L-dopa akan diubah menjadi dopamin pada neuron
dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopadekarboksilase). Walaupun
demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
21
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan
terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron
dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat
ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek
sampingnya. Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi
dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan
dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar- darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan enzimatik menjadi dopamin. Dopamin
menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.

Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu


gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang
mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan
efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga
dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti
dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor. 2,4,6,9
2. Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol
(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan
tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang
berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi
gejala motorik. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki,

22
mual dan muntah.4,6,9

3. Penghambat Monoamine Oxidase (MAO Inhibitor)


Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit
Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah
perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan
demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.

Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan menginhibisi monoamine oksidase B


(MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron
dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin dan L-methamphetamin. Biasa
dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga
berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan
darah dan aritmia.6
B. Bekerja pada sistem kolinergik (Antikolinergik)
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi neurotransmitter
otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara
dopamin dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat
antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl
(artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek samping obat
ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada
penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya
ingat

23
C. Bekerja pada Glutamatergik (Amantadin)
Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini
dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan
gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue
pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-
off) dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau
sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.6
D. Bekerja sebagai pelindung neuron
 Neuroproteksi6
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat
nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap kerusakan
dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron. Termasuk dalam kelompok ini adalah
BDNF (brain derived neurotrophic factor), NT 4/5 (Neurotrophin 4/5) , GDNT (glia cell
line-derived neurotrophic factorm artemin) dan sebagainya. Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan neurotoksis
(MPTP, Glutamate). Termasuk disini antagonis reseptor NMDA, MK801, CPP
remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.
c. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat serangan
radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole, nitroarginine methyl- ester,
methylthiocitrulline, 101033E dan 104067F, termasuk didalamnya. Bahan ini bekerja
menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas. Dalam penelitian ditunjukkan
vitamin E (tocopherol) tidak menunjukkan efek anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi di
mitokondria . Coenzym Q10 ( Co Q10 ), nikotinamide termasuk dalam golongan ini dan
menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada hewan model dari penyakit
parkinson.
e. Rotigotine, rotigotine transdermal yang disampaikan adalah tambahan yang secara
klinis inovatif dan berguna untuk kelas agonis dopamin reseptor. Rotigotine transdermal
patch mewakili pilihan efektif dan aman untuk pengobatan pasien dengan awal untuk maju
24
penyakit Parkinson. Kemungkinan non-invasif dan mudah digunakan formulasi yang
memberikan stimulasi terus-menerus dopaminergik dan merupakan langkah untuk
meminimalkan komplikasi yang timbul dari stimulasi pulsatil dopaminergik. Karena
pasien penyakit Parkinson biasanya harus mengambil banyak dosis obat setiap hari.10
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline),
dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.

25
II. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis
yang mendasari (neurorestorasi). Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson
dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan yaitu
masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas,
bradi/akinesia, gait/postural instability), fluktuasi motorik, fenomena on-off,
diskinesia.2,4,11
 Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu
jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman.
Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan
diskinesia.

III. Terapi Non-Farmakologik


a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati
dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka
menjadi maksimal.
b. Terapi Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah,
Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan
Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan
fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.4

26
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Tn. Y. M.
Tanggal lahir : 23/03/1946
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bangkoor/Talibura
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Khatolik
Suku : Flores
Ruangan : Flamboyan
No MR : 231916
Tanggal Masuk : 14 Oktober 2018

3.2 Anamnesis
Alloanamnesis dengan pasien dan heteroanamnesis dari istri pasien di lakukan pada
tanggal 17 Oktober 2018 pada pukul 17.00 WITA di ruang Flamboyan.
1. Keluhan Utama:
Lemah seluruh tubuh cenderung tidur ± 1 bulan.
2. Keluhan Penyerta:
Mual tidak muntah, sesak napas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien laki-laki usia 72 tahun datang dalam keadaan penurunan kesadaran
(cenderung tidur) diantar keluarga dengan keluhan lemah seluruh tubuh yang
dirasakan sejak ± 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mual tapi
tidak muntah sejak ± 1 minggu yang lalu hingga membuat pasien sulit makan,

27
nyeri kepala tidak ada dan sesak napas ± 1 hari SMRS. Demam sejak pagi hari
sebelum MRS.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pada bulan lalu (18/8/2018) pasien pernah mengalami stroke ringan sehingga
aktivitas pasien menjadi terbatas dan lebih banyak terbaring di tempat tidur
saja. Pada saat itu pasien juga sudah mengeluhkan sering gemetar pada tangan
kiri yang tidak terkontrol secara tiba-tiba terutama saat tidak melakukan
aktivitas. Gejala dirasakan sampai ke kaki serta menurut keluarga, pasien
mulai lambat dalam bergerak. Gemetar yang dirasakan bertambah berat saat
pasien dalam keadaan diam dan makin ringan saat pasien beraktifitas. Selain
itu pasien juga memiliki riwayat hipertensi rutin minum obat captopril 2 x
25mg dan riwayat DM.
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengaku dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat keluhan
yang sama. Hipertensi, Diabetes Melitus, Kolesterol disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
 Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E=4, V=5, M=6)
 Tanda Vital
o Tekanan Darah : 150/90 mmHg
o Nadi : 84 x/menit reguler kuat angkat
o Pernapasan : 20x/menit
o Suhu : 36˚C
 Kepala : dalam batas normal, deformitas (-)
 Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera anemis (-/-)

28
 Hidung : dalam batas normal, deviasi septum (-)
 Mulut : dalam batas normal
 Leher : KGB (-)

 Thoraks/Pulmo :
o Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan, gerakan
dada simetris, tipe pernapasan
torakoabdominal
o Palpasi : massa (-), taktil fremitus kiri dan kanan kesan
normal
o Perkusi : sonor pada paru kiri dan kanan
o Auskultasi : vesikuler +/+. Ronkhi -/-, Wheezing -/-
 Jantung
o Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
o Palpasi : tidak terdapat kelainan, dalam batas normal
o Auskultasi : S1-S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop
(-)
o Perkusi : pekak (+), tidak tampak pembesaran jantung
 Abdomen
o Inspeksi : perut tampak datar, sesuai gerak pernapasan
o Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
o Superior
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Akral : hangat
Sensorik : +/+

29
o Inferior
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Akral : hangat
Sensorik : +/+
3.3.2 Status Neurologis
1. Tanda Rangsang Menings
Kaku Kuduk :-
Kernig’s Sign :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II :-
Brudzinski III :-
Brudzinski IV :-
2. Saraf Cranialis
 N. Olfaktorius
Subyektif : normal/normal
Obyektif : tidak dievaluasi
 N. Opticus
Visus : tidak dievaluasi
Kampus : normal/normal
Hemiapnosia : -/-
Melihat Warna : tidak dievaluasi
Skotom : tidak dievaluasi
Funduskopi : tidak dievaluasi
 N. Occulomotirius, N.Trochlearis, N. Abducens
Kedudukan Bola Mata : posisi bola mata ditengah, setangkup
Pergerakan bola mata ke:
Nasal : dalam batas normal

30
Temporal : dalam batas normal
Atas : dalam batas normal
Bawah : dalam batas normal
Temporal Bawah : dalam batas normal
Nistagmus :-/-
Celah mata (Ptosis) :-/-
Pupil :
Bentuk : bulat, tepi reguler
Lebar : 3mm, 3mm
Perbedaan lebar : isokor
Reaksi pupil :
Reaksi cahaya langsung : (+)/(+)
Reaksi cahaya konsensuil : (+)/(+)
 N. Trigeminus
Motorik : normal/normal
Sensibilitas : normal/normal
Refleks kornea
Langsung : +/+
Konsensuil : +/+
Refleks kornea-mandibuler : -/-
Refleks bersin : +/+
Refleks Nasal Bechterew : +/+
Refleks Maseter :-
Trismus :-
Refleks menetek :-
Refleks snout :-
Nyeri tekan :-

31
 N. Facialis
Waktu Diam
Kerutan Dahi : simetris
Tinggi alis : simetris
Sudut mata : simetris
Lipatan nasolabial : simetris
Waktu Gerak
Mengerutkan dahi : dalam batas normal
Menutup Mata : dalam batas nomal
Bersiul/mencucu : simetris
Meringis : simetris
Gerakan involunter
Tic :-
Spasmus :-
Pengecapan 2/3 depan lidah : tidak dievaluasi
Refleks glabella :+
Sekresi air mata : tidak dievaluasi
Hiperakusis : -/-
Chvosteks’s sign :-
 N. Vestibulocochlearis
Mendengar suara bisik/gerakan jari tangan : +/+
Tes Garpu Tala
Rinne : tidak dievaluasi
Swabach : tidak dievaluasi
Weber : tidak dievaluasi
Tinitus : -/-
Keseimbangan : tidak dievaluasi
Vertigo :-

32
 N. Glossopharyngeus dan N. Vagus
Langit – langit lunak : tidak dievaluasi
Menelan :+
Disfoni :-
Refleks muntah :+
Mengangkat bahu : +/+
Tahanan sternocleidomaastoideus : +/+
Disartri :-
Lidah
Tremor :-
Atropi :-
Fasikulasi :-
Ujung lidah saat istrirahat : di tengah
Ujung lidah saat dijulurkan : di tengah
Innervasi simpatetik : tidak dievaluasi
Innervasi parasimpatetik : tidak dievaluasi
3. Ekstremitas Atas
Simetris : simetris
Tenaga
M. Deltoid : 4/2
M. Biceps : 4/2
M. Triceps : 4/2
Fleksi sendi pergelangan tangan : 4/2
Ekstensi sendi pergelangan tangan : 4/2
Membuka jari-jari tangan : 4/2
Menutup jari-jari tangan : 4/2
Tonus Otot
Spastic : +/+

33
Rigid : +/+
Trofik : normotrofik/normotrofik
Refleks Fisiologis
Biseps : +2/+2
Triseps : +2/+2
Radius : +2/+2
Ulna : +2/+2
Refleks Patologis
Leri : -/-
Grewel : -/-
Mayer : -/-
Hoffmann-Tromner : -/-
Sistem Sensorik
Perasa raba : +/+
Perasa nyeri : +/+
Perasa suhu : tidak dievaluasi
Perasa proprioseptik : tidak dievaluasi
Perasa vibrasi : tidak dievaluasi
Stereognosis : +/+
Barognosis : +/+
Diskriminasi 2 titik : +/+
Grafestesia : +/+
Topognosis : +/+
Parestesia : -/-
Koordinasi
Tes telunjuk-telunjuk : +/+
Tes telunjuk hidung : +/+
Tes hidung telunjuk hidung : +/+
Tes pronasi supinasi (disdiadokinesia) : +/+

34
Tepuk lutut : tidak dievaluasi
Dismetri : -/-
Fenomena lajak stewart-holmes) :-
Gerakan Involunter
Tremor : +/+
Chorea : -/-
Athetose : -/-
Balismus : -/-
Mioklonus : -/-
Distonia : -/-
Spasmus : -/-
Trousseau sign :-
Phalent’s test : tidak dievaluasi
Nyeri tekan saraf :-
4. Badan
Kelaianan Kolumna Vertebralis
Kelainan Lokal
Skoliosis : tidak ada
Khypose : tidak ada
Khyposkoliosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Nyeri tekan/ketuk :-
Gerakan
Fleksi : sulit dievaluasi
Ekstensi : sulit dievaluasi
Lateral deviation : sulit dievaluasi
Rotasi : sulit dievaluasi
Keadaan otot : dalam batas normal
Refleks kulit dinding perut atas : -/-

35
Refleks kulit dinding perut bawah : -/-
Refleks kremaster : tidak dievaluasi
Refleks anal : tidak dievaluasi
Sensibilitas :
Perasa raba : +/+
Perasa nyeri : +/+
Perasa suhu : tidak dievaluasi
Vegetatif : tidak dievaluasi
Gerakan involunter :-
5.Ekstremitas Bawah :
Simetris : simetris
Kekuatan Otot
Flexi panggul : 4/2
Ekstensi panggul : 4/2
Fleksi sendi lutut : 4/2
Ekstensi sendi lutut : 4/2
Fleksi Plantar Kaki : 4/2
Ekstensi dorsal kaki : 4/2
Gerakan jari-jari kaki : 4/2
Tonus Otot :
Spastik` : +/+
Rigid : +/+
Trofik : normotrofik/normotrofik
Refleks
Lutut (KPR) : +2 / +2
Achilles (APR) : +2 / +2
Grewel : -/ -
Plantar : +/+
Babinski : -/-

36
Oppenheim :-/-
Chaddock :-/-
Gordon : -/-
Scaeffer :-/-
Stransky : -/-
Mendel-bechterew : -/-
Gonda : -/-
Rosolimo : -/-
Klonus
Paha : -/-
Kaki : -/-
Sensibilitas
Perasa raba : +/+
Perasa nyeri : +/+
Perasa suhu : tidak dievaluasi
Perasa proprioseptik : +/+
Perasa vibrasi : tidak dievaluasi
Diskriminasi 2 titik : +/+
Grafestesia : +/+
Topognosis : +/+
Parestesia : -/-
Koordinasi
Tes tumit-lutut : +/+
Berjalan menuruti garis lurus : tidak dievaluasi
Berjalan memutar : tidak dievaluasi
Berjalan maju-mundur : tidak dievaluasi
Lari ditempat : tidak dievaluasi
Langkah/gaya jalan : shuffling gait

37
Vegetatif
Sensorik : tidak dievaluasi
Motorik : tidak dievaluasi
Piloerektor : tidak dievaluasi
Gerakan Involunter
Tremor : +/+
Chorea : -/-
Athetose : -/-
Balismus : -/-
Mioklonus : -/-
Distonia : -/-
Spasmus : -/-
Tes rhomberg :-
Nyeri tekan pada saraf : -/-
5. Fungsi Luhur
Afasia motorik :-
Afasia sensorik :-
Afasia global :-
Afasia amnestik :-
Afasia konduksi :-
Agrafia :-
Aleksia :-
Apraksia :-
Agnosia :-
Akalkulia :-
6. Pemeriksaan Lain
Tanda Meyerson :+
Bradikinesia :+

38
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : lekositosis (WBC: 15,06), anemia (Hb: 9,9)
EKG : Tidak ada data
3.5 Diagnosis
Klinis : Refleks glabella ,Resting tremor, Tonus Spastik dan Rigid,
Tanda Myerson, Bradikinesia,
Topis : substansia nigra
Etiologi : Parkinson + Hipertensi + anemia + lekositosis

3.6 Penatalaksanaan
Saat di IGD (14 Oktober 2018) :
1. IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
2. Neurobat 2x1 amp IV
3. Citicolin 2x500mg IV
4. Ranitidine 2 x 1 amp IV
5. Paracetamol 3 x 500 mg P.O
6. Observasi Keadaan Umum dan Tanda Tanda Vital

3.7 Follow Up
a. 18 Oktober 2018
S: lemah tubuh sebelah kiri, nyeri pinggang
O: Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : E4V5M6
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit Reguler, Kuat Angkat
RR : 20x/menit
Suhu : 37oC
Pupil : Bulat isokor (3mm/3mm)
Parese N. Cranialis :-

39
Refleks Fisiologis : dalam batas normal
Refleks Patologis : dalam batas normal
A: Diagnosa Klinis : Tremor, Tonus Spastik dan Rigid,
bradikinesia
Diagnosis Topis : substansia nigra dextra dan sinistra
Diagnosis Etiologi : Parkinson + Hipertensi + anemia +
lekositosis
P:
o Nacl 0,9% 20 tpm
o Leparson 3 x 1 tab
o Trihexyphenidil 2 x 1 tab
o Captopril 3 x 25 mg
o Cefotaxime 3 x 1 gr IV

b. 19 Oktober 2018
S: lemah tubuh sebelah kiri berkurang, nyeri pinggang berkurang
O: Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : E4V5M6
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit Reguler, Kuat Angkat
RR : 20x/menit
Suhu : 36oC
Pupil : Bulat isokor (3mm/3mm)
Parese N. Cranialis :-
Refleks Fisiologis : dalam batas normal
Refleks Patologis : dalam batas normal
A: Diagnosa Klinis : Refleks glabella ,Tremor, Tonus
Spastik dan Rigid, Tanda Myerson, Bradikinesia,
Diagnosis Topis : substansia nigra dextra dan sinistra

40
Diagnosis Etiologi : Parkinson + Hipertensi + anemia +
lekositosis
P:
o Aff infus
o Leparson 4 x 1 tab
o Trihexyphenidil 2 x 1 tab
o Captopril 2 x 25 mg
o Cefotaxim stop
o Cefadroxil 2 x 500 mg

3.8 Resume
Pasien laki-laki usia 72 tahun datang dengan dikeluhkan pasien cenderung tidur sejak
1 hari SMRS serta mual tapi tidak muntah yang dirasakan sejak ± 1 minggu lalu.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas ± 1 hari SMRS. Pada bulan lalu (18/8/2018)
pasien pernah mengalami stroke ringan sehingga aktivitas pasien menjadi terbatas
dan lebih banyak terbaring di tempat tidur saja. Pada saat itu pasien juga sudah
mengeluhkan sering gemetar pada tangan kiri yang tidak terkontrol secara tiba-tiba
terutama pada saat tidak melakukan aktifitas. Gejala dirasakan sampai ke kaki dan
pasien mulai lambat dalam bergerak. Gemetar yang dirasakan makin berat saat
istirahat dan ringan saat beraktifitas. Riwayat hipertensi rutin minum obat captopril 2
x 25mg dan riwayat DM. Didapatkan Tekanan Darah 140/80 mmHg, Nadi 84 x/menit
reguler kuat angkat, Pernapasan 20x/menit, Suhu 36oC. Refleks glabella (+), tremor,
spastic dan rigid pada extremitas atas dan bawah, disdiadokinesia(+), bradikinesia,
tanda Meyerson (+). Hasil Laboratorium terdapat lekositosis (WBC: 15,06), anemia
(Hb: 9,9) .

41
1. Diagnosa Klinik : Refleks glabella (+), tremor, spastic dan rigid pada
extremitas atas dan bawah, bradikinesia, tanda Meyerson (+).
2. Diagnosa Topis : Substansia Nigra Dextra dan Sinistra
3. Diagnosis etiologi : Parkinson + Hipertensi + anemia + lekositosis
4. Penatalaksanaan
o Nacl 0,9% 20 tpm
o Leparson 3 x 1 tab
o Trihexyphenidil 2 x 1 tab
o Captopril 3 x 25 mg
o Cefotaxime 3 x 1 gr IV

42
BAB 4

PEMBAHASAN

Pada pasien ini dari anamnesia didapatkan gejala tangan gemetar terus
menerus hingga mengganggu aktivitas. Tremor yang terdapat pada penyakit pakinson
ialah resting tremor 3-5 hz/detik. Namun, jika pasien diminta melakukan sesuatu,
getaran tersebu tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga
sewaktu tidur. Tremor biasanya terdapat pada jari, tangan, dagu, bibir, dan lidah.
Tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang – kadang tremor seperti
menghitung uang logam atau memulung – mulung (pill rolling). Tremor ini
menghilang waktu istirat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/alternating
tremor). Tremor ini dimulai dari anggota tubuh bagian atas dan diikuti oleh anggota
gerak tubuh bagian bawah. Pada pasien ini ditemukan adanya tremor pada tangan dan
menurut pengakuan pasin tremor berlangsung terus menerus dan menghilang saat
tidur.
Pasien juga merasakan kaki dan tangannya terasa kaku. Karena terlalu kaku
pasien sulit untuk bergerak. Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot
antagonis dan otot protagnis dan terdapat kegagalan inhibisi aktivitaas motorneuron
otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas
alfamototrneuron pada otot protagonis dan otot antagonis menghasilkan rigiditas
yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat. Kekakuan ini
bisa teradi selain ditangan contohnya dileher. Pasien juga merasa pegal sekitar leher.
Maka dari itu jalannya menjadi membungkuk. Pada pasien ini terjadi kekauan pada
sendi-sendi tangan dan kaki, selain itu pasien juga merasa badannya condong ke
depan saat berdiri dan berjalan.

Keluarga pasien mengatakan ketika pasien berbicara suaranya menjadi lebih


kecil dan lambat. Penyakit Parkinson ditandai dengan gerakan yang serba melambat
yang disebut dengan bradikinesia. Bradikinesia memiliki banyak bentuk tergantung

43
dari baigan tubuh yang terkena. Biasaanya penderita Parkinson menjadi sulit juga
melakukan gerakan halus, mikrografia, shuffling gait, kesulitan menelan secara
spontan, ayunan angan yang berkurang dan kesulitan melakukan kegiatan sehari –
hari. Wajah pasien juga mendatar tanpa ekspresi.

Pada kasus pasien laki-laki usia 72 tahun didiagnosa dengan Parkinson


Juvenile. Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan fisik mulai dari tanda vital sampai head to toe. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan wajah datar, ekstremitas atas dan bawah tremor dan kaku. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan tanda dari gejala utama Parkinson yaitu tremor,
rigiditas, akinesia/bradikinesia, pada pemeriksaan status neurologis didapatkan tanda
glabella dan tanda mayerson positif. Sehingga hasil pemeriksaan didapatkan 3 gejala
utama dari penyakit Parkinson. Hal ini memperkuat diagnosis Parkinson Juveile.
Parkinson Juvenile
Penyakit Parkinson (PD) adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua
setelah penyakit Alzheimer. Pada penyakit Parkinson terjadi penurunan jumlah
dopamine di otak yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan
sel saraf di substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit ini berlangsung
kronik dan progresif, dan belum ditemukan obat untuk menghentikan
progresifitasnya. Progresifitas penyakit bervariaai dari satu orang ke orang lain.
Penyakit Parkinson biasanya dimulai pada individu setengah baya, dengan
prevalensi sekitar dua persen setelah 65 tahun, tetapi empat hingga dua belas persen
kasus PD dimulai sebelum usia 40 tahun, disebut sebagai PD onset dini yang terdiri
atas dua kelompok yaitu onset sebelum 20 tahun adalah disebut Juvenile
Parkinsonism (JP) sementara pasien dengan onset antara 20 dan 40 tahun disebut
penyakit Parkinson onset muda. Pada kasus pasien terdiagnosa Parkinson yaitu pada
usia 72 tahun. Hampir semua pasien JP memiliki riwayat keluarga positif penyakit
Parkinson. Namun pada kasus, pasien menyakal ada riwayat Parkinson pada

44
keluarganya. Dari beberapa pasien Parkinson yang datang ke Poli Saraf Rumah Sakit
X, didapatkan Parkinson lebih banyak pada usia diatas 50 tahun.
Pada pasien ini diberikan levodopa karena levodopa akan masuk ke blood
brain barrier, masuk ke otak dan akan berubah menjadi dopamin, dimana dopamin
pada kasus parkinson kadarnya rendah. Diharapkan dengan terapi ini akan
meningkatkan kadar dopamin sehingga gejala ekstrapiramidal berkurang. Pemberian
antikolinergik juga dimaksudkan untuk mengurangi gejala tremornya karena pada
kasus pasien ini gejala tremor paling dominan. Tremor ini terjadi karena ketidak
seimbangan antara Dopamin yang berkurang dengan asetilkolin yang lebih dominan.
Sehingga pemberian antikolinergik ini akan menurunkan asetilkolin yang berfungsi
membangkitkan dan membuat kadar dopamin dan asetilkolin lebih seimbang.
Leparson mengandung levodopa. Levodopa merupakan obat yang mengganti
dopamin. Dipakai sebagai pengobatan utama untuk parkinson. Di dalam tubuh
leparson akan diubah sebagai dopamin. Obat ini efektif untuk menghilangkan gejala
karena dapat langsung menggantikan dopamin yang produksinya menurun karena
degenerasi substansia nigra. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis,
eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.
Trihexyphenidil merupakan antikolinergik yang menghambat sistem
kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut
asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamin
dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Pasien diberi terapi
levodopa dan antikolinergik dan dilihat perkembangannya apakah gejala berkurang
atau tidak. Pada parkinson gejala akan sangat berkurang setelah diberi kedua terapi
tersebut.

Perlu diketahui bahwa obat – obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala
– gejala Parkinson, sedangkan perjalanan penyakit belum bisa dihentikan sampai saat
ini. Sekali terkena Parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total

45
disablitas sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general dan dapat
menyebabkan kematian. dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda –
beda. Kebanyakan pasien berespoon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang,
dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi
berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson
pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada
tahap akhir, Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni,
dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.
Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat
untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan
pengobatan yang tepat, kebanyakn pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa
tahun setelah diagnosis.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanifah M. Pengaruh Ekstrak Biji Korobenguk Hasil Soxhletasi


Terhadap Gejala Penyakit Parkinson. 2013.
2. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. 9 ed. Jakarta: Erlangga; 2010.
3. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup
Penderita penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2007.
4. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
5. P. Laksono SQea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit Yang
Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang. 2011;3:5.
6. Baehr MF, Michael. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed.
Jakarta: EGC; 2015.
7. A B. Manajemen dari Penyakit Parkinson yang Lanjut.1-3,.
8. Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
9. H. Ropper AHB, Robert. Adams and Victor's Principles of Neurology.
8th ed. United States of America: McGraw-Hill; 2005.
10. Gupta Rea. Rotigotine in Early and Advanced Parkinson's Disease. Delhi
Psychiatry 2013;16.
11. Mumenthaler MM, Heinrich, et al. Neurology. 4th reviewed and enlarged
edition ed.Germany: Thieme; 2004.
12. Choi HJG, C Ewing et al. Therapeutic Effects of Tai Chi in Patients with
Parkinson’s Disease. 2013;2013:7.

47
48

Potrebbero piacerti anche