Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Disajikan
oleh
Diselenggarakan oleh:
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
TAHUN 2017
ABSTRACT
Indonesia faces the challenge of the nation's competition in the globalization era of the 21st
century, demanding improved quality and productivity of educated people. Competitiveness
can only be realized by an independent nation, a nation capable of implementing policies and
development programs by relying on its own strength. Independence of the nation comes from
a nation's ability to survive in a changing environment, whether the natural environment,
society or the environment between nations without sacrificing identity. Therefore, all the
professions are competing to make science and technology as the basis of their profession.
Challenges, expectations, promises, and continuous competition as a reality faced by human
beings in various settings of life, namely family, school, youth and community organizations,
the potential for the emergence of various problems. This condition makes focus, attention
and the field of counseling services wider, not only limited to the school environment, but
also enter the wider community environment. Counseling as part of the education program in
schools, so counseling as a life process has a very strategic role in the effort to help the
quality of human life related to personal life, social, learning, career, family, and
religious.Future counseling, is a future-looking counseling, counseling that anticipates the
future, that is looking far ahead and ready to navigate the future of life so that will still exist
in the running profession counseling. The anticipation of far ahead is very important given
that in this modern age the changes in economic, social, and political life are happening very
quickly. This is due to the rapid development in science and technology. The 21st century
professional counselors in running the aid profession must be able to become effective
counselors. An effective counselor is a counselor who in performing his duties produces
benefits and earns trust for the people he serves. The effectiveness of the counselor in
carrying out his profession because it has a convincing accountability with the support of
personality ownership, formal education obtained by counselors, and the ability of the
counselor is convincing through practice of evidence-based counseling and action research.
21st century professional counselors are counselors who have professional identity identity)
counselor is obtained through education in the counseling profession, and has competence in
the theory and practice of counseling. Through a process of professional acculturation,
students and graduates adopt an identity that supports the philosophy, views, and value of the
counseling profession they choose. Therefore the professionalism of the counselor is very
important, because it is an absolute requirement in global life of the 21st century.
Globalization alters the nature of amateurism's work towards professionalism whose
performance is based on the mastery of science, cultural transformation into dynamic
culture, creativity, innovation, high productivity, and quality of performance and competitive
work
A. PENGANTAR
Dunia abad ke-21 milenium ketiga merupakan era kemajuan teknologi luar biasa yang
akan mengubah cara berpikir dan visi mengenai kehidupan manusia serta mengalami
akselerasi perubahan yang sangat besar. Kemajuan teknologi komunikasi akan melahirkan
suatu dunia terbuka tanpa sekat, baik di dalam arti harfiah maupun dalam arti yang luas.
Kemajuan teknologi begitu pesat sehingga teknologi dengan aplikasinya akan mengubah
bentuk dan cara hidup manusia yang sama sekali berlainan dibandingkan dengan kehidupan
manusia dewasa ini. Jarak dan waktu menjadi sangat pendek atau dapat dikatakan tidak
merupakan penghalang bagi komunikasi antarmanusia.
Perubahan global yang terjadi dimulai pada abad ke-20 begitu besar, dahsyat, dan
mengglobal. Indonesia adalah bagian dari perubahan global itu. Manusia yang hidup di
dalam abad ke-21 milenium ketiga berada di dalam dunia yang jauh berbeda dengan masa
sebelumnya, memasuki fase baru dalam kehidupan umat manusia, dimana kepesatan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi, telah terjadi perubahan
dalam berbagai kehidupan. Teknologi dan kecanggihan serta kedinamisan akal pikiran
manusia perlu bagi membuat penduduk dunia melihat keberadaan di muka bumi ini dalam
bentuk yang berbeda, namun merayakan perbedaan dan memanfaatkan persamaannya. Sudah
tentu perubahan-perubahan saat memberi kesan kepada posisi dan kekukuhan ekonomi,
politik, teknologi dan budaya. Tantangan yang dihadapi dunia sama dengan yang dihadapi
negara ini, mengingat Indonesia tidak akan dapat hidup dalam isolisasi.
Indonesia menghadapi tantangan persaingan bangsa di era global di abad ke-21 menuntut
peningkatan mutu dan produktivitas manusia terdidik. Daya saing hanya dapat diwujudkan
oleh sebuah bangsa yang mandiri, yaitu bangsa yang mampu melaksanakan kebijakan dan
program pembangunan dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Perwujudan kemandirian
bangsa hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan bermutu, relevan,dan berkeadilan.
Pendidikan harus dapat berfungsi sebagai katalisator pembangunan nasional di berbagai
bidang. Sebagai bagian integral dari suatu sistem perekonimian negara,pendidikan harus
dapat menghasilkan tenaga terdidik yang cakap,kreatif,dan profesional agar menjadi pelaku
ekonomi yang produktif dan berkelanjutan.Sebagai manusia produktif, tenaga terdidik harus
memiliki bekal kemampuan yang memadai baik untuk bekerja maupun berusaha sendiri.
Kita sebagai bangsa, warga negara dan masyarakat Indonesia, sekarang hidup dalam
dunia yang kompleks, sibuk, terus berubah, dan penuh tantangan dalam upaya untuk
mencapai perkembangan diri yang optimal, kemandirian, dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Di dunia ini, ada banyak pengalaman yang sulit dihadapi oleh seseorang dalam
kehidupannya, namun terus menjalani hidup ini, meskipun ada saatnya terhenti oleh sebuah
peristiwa atau situasi yang tidak dapat dipecahkan pada saat itu.. Pada saat itulah, profesi
konselor merupakan pilihan yang tepat dan sangat berguna dalam memenuhi kebutuhan
individu dalam mencapai perkembangan optimal, kemandirian, dan kebahagiaan dalam
kehidupan, sehingga dapat diwujudkan kehidupan efektif dan normatif dalam keseharian.
Konselor berada di banyak tempat baik dalam setting pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal yang murah biayanya, bahkan terkadang gratis.
Pelayanan bimbingan dan konseling di satuan pendidikan akan dapat diwujudkan oleh
Kinerja Guru bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor profesional, bermartabat dan
berwawasan masa depan sehingga akan mampu memberdayakan dan membudayakan
manusia memasuki sebuah wilayah kesatuan pasar bebas dan basis produksi dengan
kompetisi di semua sektor yang sangat tinggi yaitu globalisasi di abad ke-21. Guru BK atau
Konselor dalam kinerjanya harus dapat menjamin tumbuh suburnya profesi dan menjadikan
profesi konseling menjadi profesi yang bermartabat, yaitu pelayanan yang diberikan benar-
benar bermanfaat, pelaksana bermandat, dan diakui secara sehat oleh pemerintah dan
masyarakat. Guru BK atau konselor harus berusaha memenuhi standar profesi guru BK atau
konselor agar pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh Guru BK atau
konselor dapat merebut kepercayaan publik (public trust) melalui peningkatan kinerja Guru
BK atau konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling bermartabat. Hasil yang
diharapkan dari pelayanan konseling adalah kemandirian dan kemampuan manusia Indonesia
untuk mampu berkompetisi dalam masyarakat global di abad ke-21 sehingga akan tetap eksis
dalam kehidupannya sepanjang masa. Masa depan yang selalu berkembang menuntut
pelayanan konseling untuk selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan, keinginan,
permasalahan pihak yang dilayani dan juga tuntutan lingkungan dalam berbagai kehidupan
baik di kawasan masyarakat Indonesia, masyarakat modern, dan masyarakat abad ke-21 serta
menjadi lokomotif dari proses pemberdayaan dan pembudayaan bangsa Indonesia.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berkembang, yaitu berada dalam masa
transisi dari masyarakat tradisional menuju ke masyarakat modern. Masyarakat Indonesia
dipengaruhi oleh arus globalisasi dan perkembangan teknologi dan informasi, serta arus pasar
bebas di kawasan Asia tenggara, sehingga kemungkinan bertemunya orang-orang dari
berbagai belahan dunia semakin besar pula. Pertemuan yang bukan hanya antar orang-
perorang semata, melainkan sesungguhnya juga antar budaya dengan berbagai
keragamannya. Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat multikultural yang kesadaran akan
kehidupan sangat terbatas dan oleh sebab itu pula dunia kehidupannya bergerak dengan
sangat lambat. Dengan pengaruh arus globalisasi masyarakat Indonesia menjadi masyarakat
modern yang dapat menembus kehidupan tanpa batas, tanpa waktu, dan tanpa batas
geografis. Namun, ketermelekan masyarakat modern atas kehidupan yang berubah cepat juga
membawanya pada rasa keterasingan, dan mungkin kegelisahan menghadapi perubahan-
perubahan yang begitu cepat. Keberadaan manusia modern ialah keberadaan di dalam suatu
masyarakat yang penuh risiko, masyarakat yang berubah dengan cepat meminta manusia
mengambil sikap, mengadakan pilihan yang tepat untuk hidupnya atau dia hanyut bersama-
sama dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya konselor yang mampu
memberikan pelayanan konseling dalam menyiapkan manusia Indonesia berkualitas untuk
menghadapi masa depan.
Masa depan yang dibawa oleh proses globalisasi di abad ke-21 adalah masyarakat yang
berdasarkan ilmu pengetahuan (knowledge based society). Masyarakat masa depan tersebut
adalah masyarakat yang berubah dan didasarkan pada penemuan-penemuan yang
meningkatkan taraf hidup manusia. Sikap inovatif merupakan syarat yang perlu
dikembangkan dalam pendidikan termasuk juga dalam konseling. Sikap inovatif memerlukan
manajemen waktu (time management) dalam bekerja, kualitas terkontrol dalam pekerjaan,
serta sikap keterbukaan untuk mencari yang lebih baik. Suatu masyarakat berdasarkan ilmu
pengetahuan adalah suatu masyarakat komunikatif. Oleh karena itu penguasaan bahasa dunia
serta bahasa komputer merupakan syarat mutlak dalam kemajuan suatu masyarakat.
Menghadapi perubahan kehidupan yang begitu cepat di era globalisasi abad 21 di masa
depan, manusia dituntut untuk mampu melakukan kompetisi dan bahkan mega-kompetisi di
dalam seluruh kehidupan manusia. Mega-kompetisi tersebut adalah dorongan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia, dengan kualitas tersebut orang saling bersaing
satu dengan yang lain. Manusia modern yang hidup dalam masyarakat yang penuh risiko,
harus cepat mengambil sikap, mengadakan pilihan yang tepat untuk hidupnya atau dia hanyut
bersama-sama dengan perubahan tersebut. Suatu masyarakat yang berisiko adalah ciri utama
masyarakat masa depan. Dalam menghadapi masyarakat yang penuh risiko tersebut kita dapat
mengambil sikap yang ragu-ragu atau pesimis atau sikap optimisme untuk menghadapi
perubahan.
Masyarakat masa depan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi belum cukup untuk
membangun masyarakat yang sejahtera dan damai. Masyarakat itu adalah masyarakat madani
yang berkembang berdasarkan kehidupan yang mengakui akan hak asasi manusia dan
partisipasi setiap anggotanya di dalam membangun masyarakatnya. Inilah masyarakat
demokratis yang mengakui akan hak-hak asasi manusia, hidup penuh toleransi dan saling
menghargai. Dengan demikian penguasaan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi tidak
diarahkan kepada pemusnahan peradaban manusia tetapi terarah kepada kehidupan dunia
yang lebih baik, aman, saling pengertian,dan saling menghargai.
Ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah diarahkan kepada kehidupan bermoral
manusia. Oleh karena itu esensi nilai dalam masyarakat global di abad ke-21 menjadi amat
penting, dalam kondisi manusia menghadapi ketidakpastian (uncertainty) dan bahkan
kesemrawutan (chaos) yang bisa membuat nilai-nilai rujukan yang ada menjadi amat rentan
terhadap pengaruh nilai-nilai baru yang dangkal dan instrumental. Di sinilah manusia perlu
belajar memahami dan memaknai nilai agar nilai rujukan yang diikutinya tidak semata-mata
nilai transformasi kultural tetapi dimaknai secara kontekstual. Dikatakan oleh Frankl (1985)
bahwa pencarian makna pada diri manusia merupakan motivasi primer di dalam
kehidupannya dan bukan rasionalisasi sekunder dari dorongan instinktif. Makna ini unik dan
spesifik yang harus dan hanya bisa dipenuhi oleh dirinya sendiri; dan terjadi dalam semua
aspek kehidupan (Zohar & Marshall,2000).
Pada abad ke 21 Indonesia menghadapi berbagai tantangan dari dalam dan dari luar
akibat dampak globalisasi, liberalisasi dan tantangan perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK). Indonesia menghadapi pelbagai tantangan internal dan eksternal akibat
dampak globalisasi, liberasisasi dan tantangan teknologi, informasi dan komunikasi.Implikasi
dari tantangan ini memicu kebutuhan negara untuk membangun sumber daya yang berciri
produktif, cerdas, terampil TIK, mantap spiritual dan emosional, mampu bersaing diperingkat
lokal,global serta memiliki jati diri bangsa yang tinggi.
Perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin mendunia yang diiringi berbagai
perubahan dan kemajuan serta masalah-masalah yang melekat di dalamnya menimbulkan
berbagai tantangan dan sekaligus menumbuhkan harapan bagi seluruh warga masyarakat.
Tantangan,harapan,kesenjanjangan, dan persaingan yang terus menerus sebagai suatu
kenyataan yang dihadapi manusia dalam berbagai setting kehidupan,yaitu keluarga, sekolah,
organisasi pemuda dan kemasyarakatan, menjadi potensi timbulnya berbagai permasalahan.
Kondisi semacam ini menjadikan fokus,perhatian serta medan pelayanan konseling semakin
lebar,tidak hanya terbatas pada lingkungan persekolahan,melainkan juga memasuki
lingkungan masyarakat luas.
Dalam upaya untuk memperkokoh eksistensi profesi konselor dan kepercayaan publik di
era MEA dan masyarakat terbuka di era globalisasi abad ke-21, profesi konselor sebagai
profesi bantuan kemanusiaan harus selalu mengembangkan diri dan melakukan inovasi-
inovasi dalam upaya untuk membantu kehidupan individu yang dilayani menjadi lebih baik.
Kehidupan manusia adalah amanah Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa yang
tidak boleh dibiarkan berjalan apa adanya, berlalu begitu saja, atau sia-sia saja. Kehidupan
manusia yang penuh fitrah harus diperkembangan, dipelihara, dan diberdayakan untuk
memberikan manfaat bagi kemuliaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan manusia. Keimanan
dan ketakwaannya kepada Tuhan yang Maha Esa ditunaikan melalui kepribadian yang tulus
dan ikhlas; citra kesempurnaan dan keindahannya diwujudkan melalui penampilan budaya
dan peradaban yang terus berkembang; ketinggian derajatnya ditampilkan melalui upaya
menjaga kehormatan dan menolak hal-hal yang merendahkan nilai-nilai kemanusiaannya;
kekhalifahan diselenggarakan melalui penguasaan dan pengelolaan atas sumber daya alam
dan sumber daya manusia untuk kehidupan yang damai dan sejahtera dalam alam yang
nyaman dan tentram; dan hak asasi manusia dipenuhi melalui saling pengertian, saling
memberi dan saling menerima serta saling melindungi, mensejahterakan dan
membahagiakan. Manusia selalu dalam proses “menjadi”, ia tidak hanya “being”, tetapi
“becoming”, suatu gerak, proses, transisi, yang tidak selesai. Kemanusiaan yang dicapai
manusia sampai tahap ini belum merupakan kemanusiaan yang sudah selesai atau definitif
sebagaimana sekarang ini.
Konseling identik dengan kehidupan. Konseling adalah kehidupan itu sendiri. Konseling
adalah proses kehidupan dan bukan proses untuk mempersiapkan hidup. Hidup yang
sewajarnya adalah hidup di mana manusia dapat mengembangkan diri dan mewujudkan diri
sebagai mahluk individu, sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk beragama. Pendidikan
adalah perwujudan diri (Wilds & Lottich,1961:246) ini berarti bahwa konseling sebagai
bagian pendidikan juga berusaha untuk membantu manusia untuk dapat memberdayakan
dirinya dalam melakukan perwujudan diri sehingga akan menjadi eksis dalam kehidupan.
Konseling adalah upaya untuk membantu individu-individu yang sedang dalam proses
perkembangan untuk mencapai tugas perkembangannya sehingga akan menjadi manusia
yang berdaya dan berbudaya bangsa Indonesia. Tugas perkembangan adalah suatu tugas yang
muncul pada atau kira-kira pada saat tertentu dalam jalan hidup individu, yang apabila tugas
itu dapat dilaksanakan dengan berhasil akan membawa kebahagiaan dan keberhasilan dalam
melaksanakan tugas selanjutnya; sedangkan kegagalan melaksanakannya menyebabkan
ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, membawakan penolakan masyarakat
pada dirinya, dan kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan tugas berikutnya
(Havighurst,1961:2).
Konseling adalah pembudayaan, tanpa kebudayaan manusia tidak memiliki wujud dan
tidak memiliki arah. Konseling merupakan kegiatan yang esensial di dalam setiap kehidupan
manusia dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, dan konseling tidak mungkin terjadi
dan terlepas dari kehidupan manusia dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu setiap
masyarakat mempunyai kebudayaannnya, maka konseling merupakan suatu kegiatan budaya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiki bersama oleh sekelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Konseling sebagai proses belajar menjadi
manusia berkebudayaan berorientasi ganda :memahami diri sendiri dan memahami
lingkungannya. Konseling harus memberi wahana kepada individu (klien) untuk mengenali
siapa dirinya sebagai “perwujudan khusus” (“diferensial”) dari alam. Sebagai perwujudan
khusus dari alam, setiap orang memiliki keistimewaan kecerdasan masing-masing. Proses
konseling harus membantu peserta didik menemukenali kekhasan potensi diri tersebut,
sekaligus kemampuan untuk menempatkan keistimewaan diri itu dalam konteks
keseimbangan dari keberlangsungan jagat besar.
Konseling harus memberi wahana kepada individu sasaran layanan sebagai generasi
muda penerus bangsa untuk mengenali dan mengembangkan kebudayaan sebagai sistem
nilai, sistem pengetahuan, dan sistem perilaku bersama melalui olahpikir, olahrasa, olahkarsa,
dan olahraga. Kebudayaan sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan, dan sistem perilaku ini
secara keseluruhan membentuk lingkungan sosial yang dapat menentukan apakah disposisi
karakter seseorang berkembang menjadi lebih baik atau lebih buruk. Konseling harus
dirancang dengan tetap mengunggulkan derajat dan martabat manusiawi generasi muda
penerus bangsa agar menjadi bangsa yang bermartabat dan mampu beradaptasi dalam
perkembangan zaman yang penuh risiko.
Konseling membantu individu (klien) membangun sistem nilai budaya bangsa Indonesia
untuk dapat menjadi manusia yang bermartabat sehingga mampu bersaing dan bersanding
dalam era masyarakat modern di abad ke-21. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-
konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal
yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, sistem nilai budaya
biasanya berfungsi sebagai pedoman bagi kelakukan manusia. (Koentjaraningrat,2002:27).
Meskipun masyarakat Indonesia memasuki masyarakat modern di abad ke-21, harus
berpegang teguh dengan sistem nilai budaya bangsa Indonesia yang telah berakar dalam alam
jiwa manusia yaitu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Sistem nilai budaya masyarakat Indonesia yang harus dibangun juga melalui konseling
yaitu sistem nilai gotong royong, ini mempunyai nilai tinggi apabila manusia suka bekerja
sama dengan sesamanya berdasarkan rasa solidaritas yang besar. Sistem nilai budaya gotong
royong mempunyai ruang lingkup yang amat luas karena hampir semua karya manusia itu
biasanya dilakukannya dalam rangka kerja sama dengan orang lain. Koentjaraningrat
(2015:69) menyatakan bahwa sistem nilai budaya orang Indonesia mengandung empat
konsep, ialah: (1) manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dikelilingi oleh
komunitasnya, masyarakatnya dan alam sekitarnya; (2) dalam segala aspek kehidupannya,
manusia pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya; (3) manusia selalu berusaha untuk
memelihara hubungan dengan sesamanya, terdorong oleh jiwa sama-rata,sama rasa,dan (4)
selalu berusaha untuk bersifat konform, berbuat sama dan bersama dengan sesamanya dalam
komunitas, terdorong oleh jiwa sama-tinggi-sama-rendah.
Konseling berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini
dan masa mendatang. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Proses
konseling adalah proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan
akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari
dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai
dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Oleh karena itu
konseling selain mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam
akademik, mengembangkan dirinya secara optimal, juga memposisikan keunggulan budaya
tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan
dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam
kehidupan berbangsa masa kini.
Konseling untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari
masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial,
kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang
lebih baik. Oleh karena itu konseling harus mengembangkan kehidupan individu peserta
didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi inteligensi
yang sesuai dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan ummat
manusia.
Dari sudut pandang profesi bantuan pelayanan konseling diabdikan bagi peningkatan
harkat dan martabat kemanusiaan dengan cara-cara menfasilitasi perkembangan individu atau
kelompok individu sesuai dengan kekuatan, kemampuan potensial dan aktual serta peluang-
peluang yang dimilikinya, dan membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta kendala
yang dihadapi dalam perkembangan dirinya. Tujuan konseling terfokus kepada memberikan
kemudahan berkembang bagi peserta didik. Sosok perkembangan manusia diharapkan
menjadi arah dan tonggak sasaran bagi perwujudan misi dan pencapaian tujuan. Tujuan akhir
pelayanan konseling adalah kemandirian, perkembangan optimal, dan kebahagiaan dalam
kehidupan.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berkembang, yaitu berada dalam masa
transisi dari masyarakat tradisional menuju ke masyarakat modern. Masyarakat Indonesia
dipengaruhi oleh arus globalisasi dan perkembangan teknologi dan informasi, sehingga
kemungkinan bertemunya orang-orang dari berbagai belahan dunia semakin besar pula.
Pertemuan yang bukan hanya antar orang-perorang semata, melainkan sesungguhnya juga
antar budaya dengan berbagai keragamannya. Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat
multikultural yang kesadaran akan kehidupan sangat terbatas dan oleh sebab itu pula dunia
kehidupannya bergerak dengan sangat lambat. Dengan pengaruh arus globalisasi masyarakat
Indonesia menjadi masyarakat modern yang dapat menembus kehidupan tanpa batas, tanpa
waktu, dan tanpa batas geografis. Namun, ketermelekan masyarakat modern atas kehidupan
yang berubah cepat juga membawanya pada rasa keterasingan, dan mungkin kegelisahan
menghadapi perubahan-perubahan yang begitu cepat. Keberadaan manusia modern ialah
keberadaan di dalam suatu masyarakat yang penuh risiko, masyarakat yang berubah dengan
cepat meminta manusia mengambil sikap, mengadakan pilihan yang tepat untuk hidupnya
atau dia hanyut bersama-sama dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya
konselor masa depan yang bermartabat.
Masa depan ialah suatu masa atau kondisi yang berada di depan manusia, akan tetapi
kondisi tersebut biasanya digunakan untuk waktu yang panjang, mungkin juga tidak terbatas
dan kadang-kadang masih bersifat abstrak. Masa depan untuk jangka pendek biasanya
digunakan istilah besok, besok lusa, bulan depan atau tahun depan. Masa depan adalah masa
yang penuh perubahan, penuh risiko, sangat kompleks, penuh tantangan, dan penuh peluang
yang harus kita hadapi dengan kualitas dirinya dan mampu berkompetisi.
Konseling masa depan, adalah konseling yang menatap masa depan, konseling yang
mampu mengantisipasi masa depan, yaitu melihat jauh kedepan dan siap mengarungi
kehidupan masa depan sehingga akan tetap eksis di dalam menjalankan profesi konseling.
Antisipasi jauh ke depan sangat penting mengingat bahwa dalam zaman modern ini
perubahan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik terjadi dengan sangat cepat. Ini akibat dari
cepatnya perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Konseling masa depan yang bermartabat sangat dibutuhkan untuk dapat melaksanakan
pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang
tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang berlaku. Kekuatan
eksistensi profesi konseling muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja
konselor bermartabat dengan kepercayaan publik (public trust). Masyarakat percaya bahwa
pelayanan konseling yang diperlukan itu hanya dapat diperoleh dari konselor yang
dipersepsikan sebagai seorang yang kompeten dan bermartabat untuk memberikan pelayanan
konseling yang bermartabat
Persaingan antarprofesi dalam MEA dan globalisasi di abad ke-21 menuntut penguasaan
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menjalankan profesi. Oleh sebab
itu, semua profesi berlomba-lomba untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai dasar profesinya. Profesi konseling menjadi pilihan yang sangat menarik karena
akan membantu kehidupan manusia menjadi lebih efektif dalam kehidupan keseharian
berdasarkan norma-norma yang berlaku. Hal ini tentunya profesi konseling atau profesi
konselor akan menarik putra-putra terbaik dari bangsa untuk menjadi konselor masa depan.
Apabila salah satu syarat suatu profesi dalam MEA relatif telah dapat dipenuhi, tugas dan
tanggung jawab pembinaan akademik merupakan tugas selanjutnya yang tidak kurang berat
tanggung jawabnya, bahkan yang paling menentukan. Pembinaan profesi konselor dalam
rangka untuk meningkatkan keunggulan dan daya saing dalam MEA merupakan keniscayaan
untuk meningkatkan mutu konseling, sehingga profesi konselor tetap terhormat dan
bermartabat dalam persaingan antarprofesi dan persaingan antar bangsa.
Dalam konteks globalisasi abad ke-21, konseling perlu membantu individu-indiivdu yang
dilayani (klien) untuk memahami eksistensi bangsa dalam kaitannya dengan eksistensi
bangsa-bangsa lain dan segala persoalan dunia. Indonesia tidak bisa lagi menutup diri dan
menghalangi masuknya pengaruh masyarakat dunia dan masyarakat kawasan asia tenggara
terkait dengan pasar bebas. Ini tidak berarti, kita membiarkan diri hanyut dalam arus dunia
dan menerima segala pengaruh asing. Seperti yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi, “Saya
tidak ingin rumah saya ditemboki pada semua bagian dan jendela saya tutup. Saya ingin
budaya-budaya dari semua tempat berembus di seputar rumah saya sebebas mungkin. Tetapi
saya menolak untuk terbawa dan terhempaskan” (seperti dikutip dalam Kachru,1983).
Masyarakat Indonesia tidak dapat meninggalkan tradisi, tetapi terbuka untuk transformasi
dirinya dan kebudayaannya melalui proses akulturasi dan enkulturasi dalam kebudayaannya
sendiri.
Konseling sebagai proses pemberdayaan, yaitu berbagai kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan oleh konselor terhadap klien untuk membantu membangun berbagai daya kekuatan
berikut ini.
d. Daya kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu. Ini
merupakan aspek individual dari pemberdayaan, yaitu membantu seseorang agar
memiliki kemampuan berpikir, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
mengambil keputusan, memecahkan masalah dan membangun berbagai keterampilan.
e. Daya kekuatan bersama, solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian
yang sama, untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna menciptakan
kesejahteraan bersama. Dengan kata lain, konseling juga membangun komunitas,
memperkuat hubungan antarmanusia. Pestalozzi sebagai ahli pendidikan
mengatakan,”hakikat pelatihan kodrat manusia adalah mendidik bangsa manusia untuk
memahami cinta kasih... Cinta kasih adalah satu-satunya dasar yang abadi untuk
melatih kodrat manusias menjadi manusia”. Dapat dikatakan konseling bertujuan
menciptakan suatu caring society, suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan
kepentingan semua pihak.
f. Daya kekuatan batin dalam diri klien, khususnya harga diri, kepercayaan diri dan
harapan akan masa depan. Tanpa adanya harga diri, tidak mungkin manusia
membangun kemampuan kreativitasnya dalam berbagai bidang. Perkembangan
intelektual, moral, dan emosional dalam pendidikan hanya mungkin atas dasar harga
diri, kepercayaan, dan harapan masa depan yang harus ditanamkan sejak dini.
Konseling adalah pembudayaan, tanpa kebudayaan manusia tidak memiliki wujud dan
tidak memiliki arah. Konseling merupakan kegiatan yang esensial di dalam setiap kehidupan
manusia dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, dan konseling tidak mungkin terjadi
dan terlepas dari kehidupan manusia dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu setiap
masyarakat mempunyai kebudayaannnya, maka konseling merupakan suatu kegiatan budaya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiki bersama oleh sekelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Konseling sebagai proses belajar menjadi
manusia berkebudayaan berorientasi ganda :memahami diri sendiri dan memahami
lingkungannya. Konseling harus memberi wahana kepada individu (klien) untuk mengenali
siapa dirinya sebagai “perwujudan khusus” (“diferensial”) dari alam. Sebagai perwujudan
khusus dari alam, setiap orang memiliki keistimewaan kecerdasan masing-masing. Proses
konseling harus membantu peserta didik menemukenali kekhasan potensi diri tersebut,
sekaligus kemampuan untuk menempatkan keistimewaan diri itu dalam konteks
keseimbangan dari keberlangsungan jagat besar.
Konseling identik dengan kehidupan. Konseling adalah kehidupan itu sendiri. Konseling
adalah proses kehidupan dan bukan proses untuk mempersiapkan hidup. Hidup yang
sewajarnya adalah hidup di mana manusia dapat mengembangkan diri dan mewujudkan diri
sebagai mahluk individu, sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk beragama. Pendidikan
adalah perwujudan diri (Wilds & Lottich,1961:246) ini berarti bahwa konseling sebagai
bagian pendidikan juga berusaha untuk membantu manusia untuk dapat memberdayakan
dirinya dalam melakukan perwujudan diri sehingga akan menjadi eksis dalam kehidupan.
Konseling adalah upaya untuk membantu individu-individu yang sedang dalam proses
perkembangan untuk mencapai tugas perkembangannya sehingga akan menjadi manusia
yang berdaya dan berbudaya bangsa Indonesia. Tugas perkembangan adalah suatu tugas yang
muncul pada atau kira-kira pada saat tertentu dalam jalan hidup individu, yang apabila tugas
itu dapat dilaksanakan dengan berhasil akan membawa kebahagiaan dan keberhasilan dalam
melaksanakan tugas selanjutnya; sedangkan kegagalan melaksanakannya menyebabkan
ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, membawakan penolakan masyarakat
pada dirinya, dan kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan tugas berikutnya
(Havighurst,1961:2).
Wibowo (2015) menyatakan bahwa dalam masyarakat modern di abad ke-21, konseling
mempunyai peranan penting untuk membantu individu (klien) membangun budaya baru yang
didasarkan pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu:
1. Budaya berpikir bebas. Bagi generasi tua terdapat banyak sekali rambu, apakah
rambu yang diberikan oleh tradisi, agama, adat istiadat, cara hidup yang feodal, yang
keseluruhannnya dapat merupakan penghalang bagi kemerdekaan berpikir. Dengan teknologi
informasi, seseorang mempunyai akses untuk mengembara (roaming) mencari sebaya atau
ahli ilmu pengetahuan dalam mendiskusikan sesuatu. Dengan teknologi informasi, seseorang
dengan bebas dapat mengakses berbagai jenis informasi sehingga kemungkinan untuk
memperkaya, membandingkan, dan menarik kesimpulan menjadi terbuka lebar. Konseling
akan membantu individu (klien) untuk berpikir bebas atau merdeka akan membawa pada
terbentuknya pribadi-pribadi yang independen,sehingga dapat mengembangkan kemampuan
untuk kreatif dan produktif.
2. Budaya keterbukaan emosional dan intelektual. Dengan akses tanpa batas terhadap
jalan raya informasi dan teknologi, seseorang tidak dapat lagi menutup diri dari dunia luar
tanpa batas. Pintu informasi terbuka lebar, sehingga pandangan seseorang menjadi tidak
terbatas. Hal ini akan mendorong untuk membuka diri bagi sumber-sumber ilmu pengetahuan
yang lain dan seterusnya melatih emosinya untuk lebih berpandangan luas. Kebenaran yang
selama ini dianggap satu-satunya kini dipercaya dengan berbagai jenis pandangan dariu
berbagai jenis dimensi sehingga membuat seseorang menjadi matang secara emosional dan
intelektual. Konselor membantu individu (klien) membangun kedewasaan dengan cara
meningkatkan kemampuan untuk menganalisis serta menyintesikan berbagai jenis informasi,
dan mengambil keputusan serta sikap sendiri, baik secara intelektual maupun emosional.
3. Budaya inklusivisme. Dengan terbukanya dunia tanpa batas tidak mungkin seseorang
menutup diri dan beranggapan dirinya yang paling pintar. Konselor akan membantu dalam
memperoleh pengalaman bahwa apa yang diketahuinya hanya apabila dia bekerja sama
dalam membagikan informasi dengan yang lain dan mengembangkan apa yang disebut
kerjasama. Budaya eksklusivisme akan mendorong ke arah toleransi dan kerja sama yang
lebih baik antara manusia serta antarkebudayaan dan peradaban.
4. Budaya kebebasan untuk menyatakan sesuatu. Dengan teknologi informasi akan
lahir kesadaran yang dapat membentuk suatu pemikiran bersama yang lebih kuat karena
didukung oleh kemerdekaan berpendapat dan kases terhadap berbagai jenis informasi.
Konseling akan membantu individu (klien) untuk melakukan hubungan interaktif yang
dimungkinkan oleh teknologi informasi modern, akan terbuka kesempatan untuk kebebasan
menyatakan sesuatu melalui diskursus yang begitu kaya karena ditopang oleh sikap individu
(klien) yang semakin matang, baik secara emosional maupun intelektual.
5. Budaya Inovasi dan pengambilan risiko. Dengan kekebasan untuk mengakses
berbagai jenis informasi yang terus menerus terbuka karena adanya kebebasan berpikir dan
menyatakan pendapat, akan didorong oleh suatu sikap untuk terus menerus mencari sesuatu
yang baru. Konseling akan membantu individu (klien) mengembangkan budaya inovasi dan
pengambilan risiko dengan cara mendorong untuk kreatif dan membangkitkan gagasan baru
serta berani mengambil risiko dari hasil inovasinya.
6. Budaya kematangan. Kematangan seseorang, kemandirian seseorang baik secara
emosional maupun intelektual ditentukan oleh seberapa jauh konstribusinya terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk bertindak. Konseling membantu
individu (klien) untuk menjadi matang dan mandiri dalam mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemampuan untuk bertindak dalam menjalani suatu kehidupan sehingga
akan mampu berkompetisi dan eksis dalam masyarakat ekonomi asean di abad ke-21.
7. Budaya investigasi. Kebenaran dalam era informasi bukanlah kebenaran yang
mutlak. Ilmu pengetahuan akan terus menerus mencari sesuatu yang baru. Konseling akan
membantu invdu (klien) untuk membangun sikap investigasi dan mencari yang lebih baru
sehingga tidak akan ketinggalan dan akan tetap eksis dalam kehidupan masyarakat modern
dan masyarakat ekonomi asean di abad ke-21..
8. Budaya unggul. Membangun keunggulan dalam menghadapi masyarakat modern dan
masyarakat ekonomi asean di abad ke-21 adalah penting bagi manusia yang ingin hidup eksis
dan mampu bersaing dengan bangsa lain. Setiap manusia harus mampu meningkatkan daya
saingnya apabila tidak ingin digilas oleh persaingan yang semakin ketat. Untuk dapat
mempunyai daya saing,maka setiap manusia harus memiliki kelebihan dibanding dengan
pesaingnya. Atau dengan kata lain, untuk dapat memenangkan persaingan, maka manusia
harus mampu membangun keunggulan. Konseling akan membantu individu (klien) untuk
mengembangkan dirinya mencapai keunggulan secara optimal, yaitu dengan berusaha keras
secara berkelanjutan untuk menjadi yang terbaik (the best), menjadi yang pertama (the first),
dan menjadi berbeda (being different) di dalam menghadapi masyarakat modern dan
masyarakat ekonomi asean di abad ke-21.
9. Budaya Berprestasi. Membangun budaya berprestasi dalam menghadapi masyarakat
modern dan masyarakat ekonomi asean di abad ke-21 adalah penting agar tetap eksis dan
mampu bersaing dengan bangsa lain. Konseling membantu individu (klien) untuk
membangun budaya berprestasi dengan memberdayakan individu terpercaya untuk cocok
dengan apa yang sedang dipelajari atau dikerjakan. Untuk membangun budaya berprestasi
diperlukan adanya delapan core values atau nilai inti yang kuat (Victor
S.L,Tan,2002:31),yaitu (1) orientasi pada hasil (result oriented); (2) pelayanan unggul
(superior customer service); (3) inovasi (innovation); (4) kejujuran (fairness); (5) rasa hormat
(respect); (6) responsif terhadap perubahan(change responsive); (7) akuntabilitas
(accountability); dan (8) keinginan besar (passion).
10. Budaya entrepreneur. Membangun budaya entrepreneurship sangat penting
untuk melahirkan ide-ide, teori-teori yang baru untuk mengubah cara berpikir dan bertindak
di dalam masyarakat modern dan masyarakat ekonomi asean di abad ke-21. Manusia
berbudaya entrepreneur, yaitu manusia yang menginginkan perubahan, berpikir kritis yang
tidak puas dengan keadaan yang berlaku. Mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik
dan lebih maju. Konseling membantu individu (klien) untuk membangun dirinya menjadi
manusia entrepreneur yaitu menjadi pribadi yang berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan berani
mengambil keputusan sehingga perbuatannya melahirkan berbagai jenis kemungkinan yang
apabila dilaksanakan akan menghasilkan suatu perubahan, sikap berani mengambil risiko
untuk suatu perubahan, serta gandrung akan perubahan. Kreativitas dapat meningkatkan daya
saing produk Indonesia karena kreativitas merupakan faktor utama dalam proses
pengembangan yang dapat menghasilkan inovasi. Kreativitas dan inovasi berperan dalam
memberdayakan dirinya menjadi manusia berbudaya mutu, budaya unggul dan budaya
berprestasi.
Persaingan antarprofesi dalam era globalisasi di abad ke-21 menuntut penguasaan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menjalankan profesi. Oleh sebab itu,
semua profesi berlomba-lomba untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
dasar profesinya. Profesi konseling menjadi pilihan yang sangat menarik karena akan
membantu kehidupan manusia menjadi lebih efektif dalam kehidupan keseharian berdasarkan
norma-norma yang berlaku. Hal ini tentunya profesi konseling atau profesi konselor akan
menarik putra-putra terbaik dari bangsa untuk menjadi konselor masa depan. Apabila salah
satu syarat suatu profesi dalam abad ke-21 relatif telah dapat dipenuhi, tugas dan tanggung
jawab pembinaan akademik merupakan tugas selanjutnya yang tidak kurang berat tanggung
jawabnya, bahkan yang paling menentukan. Pembinaan profesi konselor dalam rangka untuk
meningkatkan keunggulan dan daya saing dalam abad ke-21 merupakan keniscayaan untuk
meningkatkan mutu konseling, sehingga profesi konselor tetap terhormat dan bermartabat
dalam persaingan antarprofesi dan persaingan antar bangsa.
Berbagai upaya pengembangan profesi konseling yang mengarah pada terwujudnya
standarisasi profesi konseling. Kegiatan-kegiatan itu dapat berupa program-program
pengembangan yang secara langsung diimplementasikan berdasarkan otoritas dan kebijakan
yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berwenang, kolaborasi dengan stakeholders dan pihak-
pihak pengguna layanan profesi konseling, validasi standarisasi profesi yang berbasis
kebutuhan lapangan baik secara nasional maupun internasional, dan kredensial. Upaya dan
tindak lanjut tersebut dilakukan baik oleh LPTK, Ditjen Kemenristekdikti, Kemendikbud,
maupun asosiasi profesi konseling (ABKIN) dalam porsi kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing.
Pengembangan dan inovasi-inovasi dalam rangka mengokohkan dan mempromosikan
identitas, kelayakan dan akuntabilitas profesi konseling secara nasional maupun internasional
sangat penting dan harus dilakukan oleh konselor dalam menjalankan profesi konseling.
Mengapa harus dilakukan? Karena konseling merupakan profesi yang dinamis, selalu
berkembang, dan menyenangkan, yang berhubungan dengan tragedi manusia dan
kemungkinan dalam cara yang intensif, personal dan perhatian. Profesi konseling merupakan
profesi yang didedikasikan terhadap pencegahan, perkembangan, eskplorasi, pemberdayaan,
perubahan dan remediasi di dunia yang semakin kompleks. Menjadi konselor adalah sebuah
proses seumur hidup (Gladding,2002). Proses ini terus berlangsung melampaui pendidikan
pendidikan formal tingkat master maupun doktoral dan termasuk mengikuti kegiatan-
kegiatan yang terkait dengan bidang konseling profesional. Konselor harus terus belajar
dengan mendapatkan Continuing Education Units agar terus mendapatkan pembaharuan
informasi mengenai bidang konseling, mendapatkan supervisi untuk memastikan pelayanan
yang sempurna, dan advokasi untuk klien mereka dan profesi konseling itu sendiri. Selain itu,
konselor harus belajar dan terus berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai peraturan
pemerintah terkait dengan profesi konseling dan pendidikan.
Pelayanan konseling yang mendunia di abad ke-21 menuntut standar profesi yang
memenuhi persyaratan nasional dan internasional. Dalam hal ini,pelayanan dan program-
program pendidikan tenaga profesi konseling harus didasarkan pada standar profesi konseling
yang tidak hanya memperoleh pengakuan nasional tetapi juga internasional. Di Indonesia
“internasionalisasi” profesi konseling memiliki dua arah,yaitu kemampuan membawa profesi
konseling Indonesia ke kancah percaturan profesi konseling internasional pada satu arah, dan
kemampuan merespon secara proporsional-profesional rangsangan dan pengaruh yang datang
dari luar negeri terhadap profesi konseling di tanah air . Profesi konseling di Indonesia
dituntut untuk memenuhi standar persyaratan konseling internasional, dan para tenaga
profesionalnya dapat bersaing dengan tenaga profesional konseling dari negara-negara lain.
Konselor profesional abad ke-21 adalah konselor yang menyadari bahwa di Indonesia,
juga pada tingkat global, konseling dan penyadaran paham multikultural amat urgen
dilakukan bersamaan dengan derasnya arus globalisasi informasi dan mobilitas penduduk
sehingga perjumpaan dengan orang lain (encounter with the others) semakin intens. Untuk
bisa menghargai semua keragaman etnis,budaya, dan agama tentu diperlukan beberapa
prasyarat. Pertama, secara teologis-filosofis diperlukan kesadaran dan keyakinan bahwa
setiap individu dan kelompok etnis itu unik,namun dalam keunikannya,masing-masing
memiliki kebenaran dan kebaikan universal, hanya saja terbungkus dalam wadah
budaya,bahasa,dan agama yang beragam dan bersifat lokal. Kedua,secara psikologis
memerlukan pengkondisian terhadap orang lain atau kelompok berbeda. Cara paling mudah
untuk menumbuhkan sikap demikian adalah melalui contoh keseharian yang ditampilkan
orang tua, guru,konselor di sekolah dan pengajaran agama. Ketiga,desain kurikulum
pendidikan,program konseling, dan kultur sekolah harus dirancang sedemikian rupa sehingga
peserta didik mengalami secara langsung makna multikultural dengan panduan guru dan
konselor yang memang sudah disiapkan secara matang. Keempat,pada tahap awal hendaknya
diutamakan untuk mencari persamaan dan nilai-nilai universal dari keragaman budaya dan
agama yang ada sehingga aspek-aspek yang dianggap sensitif dan mudah menimbulkan
konflik tidak menjadi isu dominan. Kelima, dengan berbagai metode yang kreatif dan inovatif
hendaknya nilai-nilai luhur Pancasila ditegakkan kembali dan ditanamkanpada peserta didik
khususnya konseli agar sense of citizenship dari sebuah negara,bangsa semakin kuat.
Konselor profesional abad ke-21 dalam melaksanakan konseling lintas budaya penting
untuk memahami pengaruh nilai budaya, keyakinan, perilaku dan hal-hal lain terhadap klien
dari latar belakang budaya yang berbeda dalam upaya membangun hubungan dan memahami
sa tu sama lain (Gibson & Mitchel,2011). Di sini klien tidak hanya dipahami dalam
terminologi psikologis murni tapi juga dipahami sebagai anggota aktif dari sebuah budaya.
Perasaan ,pengalaman,dan identitas dari klien dipandang dibentuk oleh lingkungan budaya.
Ramirez (1991) berpendapat bahwa tema umum yang terdapat dalam semua konseling
beragam budaya adalah tantangan untuk hidup dalam masyarakat beragam budaya. Dia
menyatakan bahwa tujuan utama dalam menghadapi konseli dari berbagai kelompok etnis
adalah mengembangkan “fleksibelitas kultural”.Ramirez (1991) menekankan bahwa bahkan
anggota kelompok kultur yang dominan atau mayoritas merasakan ketidaksesuaian antara
siapa diri kita dan apa yang diharapkan orang lain dari kita. Pendekatan yang diambil oleh
Ramirez (1991) menggunakan penyesuaian gaya dan pemahaman kultural konseli oleh
konselor di pertemuan awal,kemudian mendorong untuk mencoba berbagai bentuk perilaku
kultural. Jelas pendekatan ini menuntut fleksibelitas kultural dan kesadaran diri tingkat tinggi
dalam diri konselor.
Dalam menghadapi tantangan global di abad ke-21 dan dalam masyarakat Indonesia
yang multikultural, konselor harus melihat peluang bagi profesi konseling untuk menjadi
profesi bantuan sesungguhnya, yang harus mampu merespon kebutuhan masyarakat
multikultural dan masyarakat masa depan serta mengantisipasi masa depan. Oleh karena itu,
profesi konseling harus berupaya untuk mengokohkan dan mempromosikan identitas,
kelayakan,dan akuntabilitas konselor profesional secara nasional maupun internasional,serta
menegaskan identitas profesi konseling dan masyarakat konselor yang secara nasional telah
memenuhi standar profesi konseling, sehingga dapat memenuhi tuntutan dinamika
perkembangan masyarakat global.
Konselor profesional abad ke-21 dalam melaksanakan konseling lintas budaya penting
untuk memahami pengaruh nilai budaya, keyakinan, perilaku dan hal-hal lain terhadap klien
dari latar belakang budaya yang berbeda dalam upaya membangun hubungan dan memahami
sa tu sama lain (Gibson & Mitchel,2011). Di sini klien tidak hanya dipahami dalam
terminologi psikologis murni tapi juga dipahami sebagai anggota aktif dari sebuah budaya.
Perasaan ,pengalaman,dan identitas dari klien dipandang dibentuk oleh lingkungan budaya.
Ramirez (1991) berpendapat bahwa tema umum yang terdapat dalam semua konseling
beragam budaya adalah tantangan untuk hidup dalam masyarakat beragam budaya. Dia
menyatakan bahwa tujuan utama dalam menghadapi konseli dari berbagai kelompok etnis
adalah mengembangkan “fleksibelitas kultural”.Ramirez (1991) menekankan bahwa bahkan
anggota kelompok kultur yang dominan atau mayoritas merasakan ketidaksesuaian antara
siapa diri kita dan apa yang diharapkan orang lain dari kita. Pendekatan yang diambil oleh
Ramirez (1991) menggunakan penyesuaian gaya dan pemahaman kultural konseli oleh
konselor di pertemuan awal,kemudian mendorong untuk mencoba berbagai bentuk perilaku
kultural. Jelas pendekatan ini menuntut fleksibelitas kultural dan kesadaran diri tingkat tinggi
dalam diri konselor.
E. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Alexander,A. & kempe,R. (1984). The role of the lay therapist in long term treatment.
Child Abuse and Neglect, 6: 329-334.
Baker, S. B., & Gerler, E. R. (2004). School Counseling for the Twenty-firstCentury. Upper
Saddle River, NJ:Merrill/Prentice Hall.
Baker,S.B. (2012). A New View of Evidence-Based Practice. Counseling Today. 55(6),42-43.
Belkin, G.S. (1975). Practical Counseling in The School. Dubuque, Iowa:W.C.Brown
Company Publishers.
Blocher,Donald H. (1974). Developmental Counseling. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Blocher,Donald H (1987) The Profession Counselor. New York: Macmillan Publishing
Company.
Corey, Gerald & Corey, M. Schneider. (1984) Issues & Ethics in the Helping Profession.
Menterey. California: Brooks/Cole Publishing Co.
Foxx,S.P, Baker,S.B,& Berler E.R. Jr. (2017). School Counseling in the 21st Century. New-
York: Routledge
Gibson R.L & Mitchell M.H. (2008). Introduction to Counceling and Guidance. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Kachru, B. (1983). Instroduction : The Other Side of English. Dalam Braj Kachru (Ed).
The Other Tongue: English Across Cultures. Oxford: Pergamon Press.
McLeod,J & McLeod,J (2011). Counselling Skills: A Practical Guide for Counsellor and
Helping Professionals. Maidenhead: Open University Press.
Myrick,R.D., & Witner., J. (1972). School Counseling: Problems and Methods. California:
Goodyear Publ.Coy.
Myers,J.E.,Sweeney,T.J., 7 White, V.E. (2002). Advocacy for counseling and counselor: A
professional imperative. Journal of Counseling and Development; 80, 394-402.
Nelson R. & Jones. (2010). Practical Counseling and Helping Skills.London: SAGE
Publications.Ltd.
Nelson R. & Jones (2016). Theory and Parctice of Counselling and Therapy. London:
SAGE Publications.Ltd
Parker, Clyde A. et.al eds. (1978). New Direcitiona for Student Service. San Francisco:
Joseey-Bass.
Ron Kraus,George Stricker,and Cedric Speyer (2011). Online Counseling: A handbook for
Mental Health Professionals. London: Elsevier Inc.
Whiteley, John M. & Fretz, Bruce R. (1980). The Present and Future of Counseling
Psychology. Monterey,California: Brooks/Cole Publishing Co.