Sei sulla pagina 1di 202

European Union

Development Co-
Co-operation
in Indonesia

2006

August 2007
Foreword  Kata Pengantar

Acronyms  Singkatan

The European Union at a Glance  Sekilas Uni Eropa

European Union Overall Cooperation Policies  Kebijakan Kerjasama Uni Eropa

European Union Cooperation Activities in Indonesia  Kegiatan Kerjasama Uni


Eropa di Indonesia

European Union Support to Education Development in Indonesia  Dukungan Uni


Eropa terhadap Pendidikan di Indonesia

European Union Bilateral Cooperation in Indonesia  Kerjasama Bilateral Uni Eropa


di Indonesia

Belgium  Belgia Austria  Austria


Czech Republic  Republik Ceko Poland  Polandia
Germany  Jerman Portugal  Portugal
Greece  Yunani Romania  Romania
Spain  Spanyol Slovakia  Slovakia
France *  Perancis Finland  Finlandia
Italy  Italia Sweden  Swedia
Hungary  Hongaria United Kingdom  Inggris Raya
Netherlands  Belanda European Commission  Komisi Eropa

Annex 1 Tables of European Union Grant Assistance (by sector)


Tabel-tabel Bantuan Hibah Uni Eropa (berdasarkan sektor) **

Annex 2 Tables of European Union Loan (by sector)


Tabel-tabel Bantuan Pinjaman Uni Eropa (berdasarkan sektor) **

Annex 3 Table of European Union Aid in Aceh


Tabel Bantuan Uni Eropa di Aceh **

Annex 4 Table of Scholarships offered by the European Union


Tabel Beasiswa yang tersedia dari Uni Eropa **

* in French

** dalam bahasa Inggris


Foreword
This is the third report on European Union (EU) cooperation activities in Indonesia. The objective of the this document
is to provide an overview, as well as specific details of EU – Member States and the European Commission (EC) – official
development assistance (ODA) to Indonesia. It gives also general and updated information about the EU institutional
system and EU overall development policies. This third edition covers the year 2006 for the narrative part, while the
figures relate to 2005 (since some statistics for 2006 are not available as of the date of publication).

One of the key events in 2006 was the holding of free and fair local elections in Aceh on 11 December 2006, and the
democratic victory of Yusuf Irwandi. This election result confirms that political channels can offer the best chance for
durable peace.

The EU is proud to have actively supported all phases of the peace process in Aceh: facilitating the negotiations leading
up to the peace agreement, monitoring the decommissioning and demobilisation of former Free Aceh Movement (GAM)
combatants through the Aceh Monitoring Mission (AMM), and supporting the long-term consolidation of peace and
democracy in Aceh.

The AMM’s 15-month civilian crisis management mission, which was tasked to monitor the decommissioning and
demobilisation of former GAM combatants, was successfully concluded in December 20061.

The EU will continue to support the Aceh peace process beyond the key demobilisation and disarmament phases into
2009 through the EC’s Aceh Peace Process Support (APPS) programme in order to ensure tangible ‘peace-dividends’
reach the citizens of Aceh, namely, better public services and reliable institutions, in order to sustain a long-term
prosperous and peaceful future for Aceh.

The contribution democratic and pluralistic societies can make to conflict resolution was underlined by European
Commissioner for External Relations and European Neighbourhood Policy, Benita Ferrero-Waldner, in her speech delivered
in Brussels on occasion of the EU-Indonesia Day 2006:

“It has long been recognised that democracies are less likely to engage in international conflicts than non-
democratic regimes. Similarly, at the national level, democracies provide a political channel for tensions and
disputes which might otherwise end up in violent conflict.

It is surely no coincidence that the dramatic breakthrough in the Aceh conflict has come as Indonesia's democracy
has grown stronger. Aceh proves that a serious and genuine commitment to addressing conflict by all parties
can achieve indeed peace even after decades of distrust and violence.

I am delighted that on 11 December 2006 the people of Aceh have elected their local leaders – it is a triumph
for democracy and peace. The Indonesian government and people should be proud of their achievement. We
are proud to have been helping you in this process and in suppor ting Mar tti Ahtissari.

We know that peace is sustained more effectively by better public services and reliable institutions than by robust
responses from the military. So even after the Aceh Monitoring Mission departs, the European Commission will
continue its support to the peace process with assistance for governance, elections support, reintegration and
police and justice reform. Our commitment to Aceh is as strong as ever.”

The EU sees the recent elections of 11 December 2006 as marking a new beginning for Aceh and considers it essential
that the newly elected administration be supported to become the point of reference for re-building a strong and peaceful
future for the province.

It is to this effect that the EU will continue to work, through significant EC and EU Member States cooperation programmes,
in close partnership with the Indonesian local and national authorities in Aceh, with other stakeholders and international
donors, in order to provide technical and policy-driven support into 2009.

Jean Bretéché
Ambassador/ Head of Delegation
European Commission
1 The AMM successfully concluded its civilian crisis management mission on 15 December 2006. Through the AMM, the EU embarked upon its first
European Security and Defence Policy (ESDP) mission in Asia. AMM efforts at helping solve the conflict in Aceh were part of the EU's broader policy
goal of strengthening security and stability in the region. The EU-led AMM was a concrete expression of the EU's commitment, not only to the peace
process in Aceh, but also to peace and long-term development in Indonesia.
Kata Pengantar
Laporan ini merupakan laporan yang ketiga kalinya diterbitkan tentang kegiatan kerjasama Uni Eropa di Indonesia.
Tujuan dari laporan ini adalah memberikan suatu tinjauan singkat, serta rincian tertentu tentang bantuan pembangunan
resmi (ODA) dari Uni Eropa (baik dari para Negara Anggota maupun Komisi Eropa) yang diberikan kepada Indonesia.
Laporan ini juga memberikan informasi umum dan terkini tentang sistem kelembagaan Uni Eropa dan kebijakan-
kebijakan pembangunan Uni Eropa secara keseluruhan. Bagian naratif dari edisi ketiga ini mencakup kegiatan-kegiatan
pada tahun 2006, sedangkan angka-angka yang disajikan mengacu kepada keadaan pada tahun 2005 (karena data
statistik untuk tahun 2006 belum tersedia pada tanggal laporan ini dipublikasikan).

Salah satu peristiwa penting pada tahun 2006 adalah diselenggarakannya pemilihan umum yang bebas dan adil di
Aceh pada tangal 11 Desember 2006, dan kemenangan demokratis yang diraih oleh Yusuf Irwandi. Hasil pemilihan
umum tersebut menegaskan bahwa saluran-saluran politik dapat memberikan peluang terbaik untuk perdamaian yang
berkesinambungan.

Uni Eropa merasa bangga karena telah secara aktif mendukung semua tahapan dari proses perdamaian di Aceh:
memfasilitasi perundingan-perundingan yang berujung dengan tercapainya kesepakatan perdamaian, memantau
perlucutan senjata dan demobilisasi mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui Misi Pemantauan Aceh
(AMM), dan mendukung konsolidasi perdamaian dan demokrasi di Aceh untuk jangka panjang.

Misi manajemen krisis sipil AMM yang berlangsung selama 15 bulan, yang ditugasi untuk memantau perlucutan senjata
dan demobilisasi mantan pejuang GAM, telah berakhir dengan sukses pada bulan Desember 20061.

Uni Eropa akan terus mendukung proses perdamaian Aceh bukan hanya pada tahap-tahap penting demobilisasi dan
perlucutan senjata, tetapi sampai dengan tahun 2009 melalui program Dukungan Proses Perdamaian Aceh (APPS)
yang diluncurkan oleh Komisi Eropa untuk memastikan bahwa ‘manfaat perdamaian’ yang nyata akan menjangkau
rakyat Aceh, yaitu layanan publik yang lebih baik dan lembaga-lembaga yang dapat diandalkan, untuk menjamin masa
depan yang sejahtera dan damai bagi Aceh dalam jangka panjang.

Kontribusi yang dapat diberikan oleh masyarakat yang demokratis dan pluralistik terhadap penyelesaian konflik
ditegaskan oleh Komisioner Eropa untuk Urusan Luar Negeri, Benita Ferrero-Waldner, dalam pidato beliau yang
disampaikan di Brussels dalam acara EU-Indonesia Day 2006:

"Telah lama diakui bahwa negara-negara demokrasi memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terlibat dalam
konflik-konflik internasional dibandingkan negara-negara non-demokratis. Sama halnya, di tingkat nasional,
demokrasi merupakan suatu upaya politik untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan dan menyelesaikan
sengketa-sengketa yang mungkin dengan cara lain mengakibatkan konflik dengan kekerasan.

Sesungguhnya, bukan suatu kebetulan bahwa telah terjadi terobosan yang dramatis dalam konflik yang terjadi
di Aceh ketika demokrasi Indonesia berkembang menjadi semakin kuat. Aceh membuktikan bahwa komitmen
yang serius dan tulus oleh semua pihak untuk mengatasi konflik memang dapat menciptakan perdamaian
sekalipun setelah adanya rasa tidak percaya dan kekerasan selama beberapa dekade.

Saya sangat senang karena pada tanggal 11 Desember 2006 masyarakat Aceh telah memilih kepala-kepala
daerah mereka – hal tersebut merupakan kemenangan bagi demokrasi dan perdamaian. Pemerintah dan
masyarakat Indonesia patut merasa bangga atas prestasi tersebut. Kami bangga karena kami telah membantu
proses ini dan memberi dukungan kepada Martti Ahtissari.

Kami sadar bahwa perdamaian akan ditopang dengan lebih baik oleh pelayanan publik yang lebih baik dan
lembaga-lembaga yang dapat diandalkan, daripada oleh tindakan yang tegas oleh pihak militer. Jadi, bahkan
setelah perginya Aceh Monitoring Mission, Komisi Eropa akan terus memberikan dukungan untuk proses
perdamaian dengan bantuan untuk tata pemerintahan, kegiatan pilkada, reintegrasi dan reformasi kepolisian
dan peradilan. Komitmen kami terhadap Aceh akan senantiasa kuat."
1 AMM dengan sukses mengakhiri misi manajemen krisis sipil pada tanggal 15 Desember 2006. Melalui AMM, Uni Eropa menjalankan misi pelaksanaan Kebijakan
Keamanan dan Pertahanan Eropa (ESDP) pertamanya di Asia. Upaya-upaya AMM untuk membantu menyelesaikan konflik di Aceh merupakan bagian dari
tujuan kebijakan Uni Eropa yang lebih besar untuk memperkuat keamanan dan stabilitas di kawasan ini. AMM yang dipimpin oleh Uni Eropa merupakan ekspresi
nyata dari komitmen Uni Eropa, bukan hanya kepada proses perdamaian di Aceh, tetapi juga kepada perdamaian dan pembangunan jangka panjang di Indonesia..
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Uni Eropa menganggap pilkada yang baru saja diselenggarakan pada tanggal 11 Desember 2006 sebagai peristiwa
yang menandai awal baru bagi Aceh dan beranggapan bahwa pemerintahan yang baru saja terpilih perlu didukung
untuk menjadi titik acuan untuk membangun kembali masa depan yang baik dan damai di provinsi ini.

Untuk tujuan tersebut, Uni Eropa akan terus bekerja, melalui program-program kerjasama yang sangat penting dari
Komisi Eropa dan para Negara Anggota Uni Eropa, dengan kemitraan yang erat dengan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah di Aceh, serta para pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dan donor-donor internasional, untuk memberikan
dukungan tehnis dan dukungan berdasarkan kebijakan hingga tahun 2009.

Jean Bretéché
Duta Besar/ Kepala Delegasi
Komisi Eropa
European Union Development Co-operation in Indonesia

Acronyms
A
ADB Asian Development Bank
ADC Austrian Development Cooperation
ADRA Agencia Adventista para el Desarollo y Recursos Asistenciales/ Adventist Development
and Relief Agency
AECI Spanish Agency for International Cooperation
AIDS Acquired Immune Difficiency Syndrome
AHIF Avian and Human Influenza Facility
AIT Asian Institute of Technology
ALA Asia and Latin America
ALGAP Aceh Local Governance Programme
ALIAC Friendship and Cooperation Association Portugal Indonesia
AMM Aceh Monitoring Mission
APPS Aceh Peace Process Support
ASEAN Association of South East Asian Nations
ASEA UNINET ASEAN-European University Network
Ausaid Australian Agency for International Development
AVS Spanish Association of Housing and Land

B
BAPPENAS National Development Planning Agency
BEC-TF Basic Education Capacity Trust Fund
BE-SCSP Basic Education Sector Capacity Support Programme
BESP Basic Education Sector Programme
BFAST Belgium First Aid and Support Team
BGR Federal Institute for Geosciences and Natural Resources
BKPM Indonesian Investment Coordinating Board
BMZ Ministry for Economic Cooperation and Development
BRR Aceh and Nias Rehabilitation and Reconstruction Agency
BSN National Standardisation Agency
BTC Belgian Technical Cooperation

C
CBO Community-based Organisation
CCC Coordination, Coherence and Complementarity
CCM Country Co-ordination Mechanism
CGI Consultative Group on Indonesia
CHF Cooperative Housing Foundation
CIFOR Center for International Forestry Research
CIS Commonwealth of Independent States
COE Council of Europe
CSO Civil Society Organisations
CSP Country Strategy Paper
CSRRP Community Based Settlement Reconstruction and Rehabilitation Project
CZK Czech Crown

D
DAAD Deutscher Akademischer Austauschdienst
DAC Development Assistance Committee
DCD Development Cooperation Department
DED German Development Service
DEMOS Centre for Democracy and Human Rights Studies
DFID Department for International Development
DGCS Direzione Generale per la Cooperazione allo Sviluppo/ Directorate General for
Development Cooperation
DSF Decentralisation Support Facility
European Union Development Co-operation in Indonesia

E
EAST Education and Skills Training for Youth Employment
EC European Commission
ECED Early Childhood Education and Development
ECHO European Commission’s Humanitarian Aid Department
ECIFP EC-Indonesia Forestry Programme
EFA Education for All
EHEF European Higher Education Fair
EIDHR European Initiative for Democracy and Human Rights
EITI Extractive Industries Transparency Initiatives
EMMC Erasmus Mundus Master Course
ENP European Neighbourhood Policy
EOA Environment Organisation of Asia
EOM Election Observation Mission
EP European Parliament
ESDP European Security and Defence Policy
ESWG Education Sector Working Group
EU European Union
EUR Euro

F
FAO Food and Agriculture Organisation
FCO Foreign and Commonwealth Office
FLEGT Forest Law Enforcement, Governance and Trade
FYROM Former Yugoslav Republic of Macedonia

G
GAM Gerakan Aceh Merdeka/ Free Aceh Movement
GBP British Poundsterling
GCPP Global Conflict Prevention Pool
GDP Gross Domestic Product
GENE Global Education Network Europe
GFATM Global Fund for HIV/ AIDS, Tuberculosis and Malaria
GFMRAP Government Financial Management and Revenue Administration Programme
GHD Principles and Good Practice of Humanitarian Donorship
GNI Gross National Income
GNP Gross National Product
GTZ Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit/ German Technical Cooperation

H
HIC Highly Indebted Country
HIMPSI Himpunan Psikologi Indonesia/ Psychology Association of Indonesia
HIPC Heavily Indebted Poor Country
HIV Human Immunodeficiency Virus
HUF Hungarian Forint

I
ICP Indicative Cooperation Programme
ICT Information and Communication Technology
ICW Indonesia Corruption Watch
IDC International Development Cooperation
IFRC International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies
IGI Indonesian-German Institute
IICT Institute for Scientific Tropical Research
ILO International Labour Organisation
IMF International Monetary Fund
INFID International NGO Forum on Indonesian Development
European Union Development Co-operation in Indonesia

InWEnt Internationale Weiterbildung und Entwicklung gemeinnützige GmbH/ Capacity Building


International, Germany
IOM International Organisation for Migration
IPAD Portuguese Institute for Development
IT Information Technology

J
JCLEC Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation
JICA Japan International Cooperation Agency
JRF Java Reconstruction Fund

K
KFW Kfw Entwicklungsbank/ German Development Bank
KIP Independent Election Commission
KM Kilometers

L
LBH Legal Aid Institute
LCF Local Cooperation Fund
LDC Least Developed Country
LoGA Law of the Governing of Aceh

M
MDF Multi Donor Fund for Aceh and Nias
MDG Millennium Development Goal
MEP Member of the European Parliament
MFA Ministry of Foreign Affairs
MFP Multi-stakeholder Forestry Programme
MOD Ministry of Defence
MoU Memorandum of Understanding
MP Member of Parliament
MSF Médecins sans Frontières/ Doctors Without Borders

N
NAD Naggroe Aceh Darussalam (Province of Aceh)
NCOS National Centre for Development Cooperation
NEC Netherlands Education Centre
NFP Netherlands Fellowship Programme
NGO Non-Governmental Organisation
NIP National Indicative Programme
NTB West Nusa Tenggara
NTT East Nusa Tenggara

O
ODA Official Development Assistance
OCHA Office for Coordination of Humanitarian Affairs
OECD Organisation for Economic Cooperation and Development
OOF Other Official Flow

P
PACI Annual Plan
PAE Special Attention Plan
PDR Participatory diseases response
PDS Participatory diseases surveillance
PLN Polish Zloty
PNM Permodalan Nasional Madani (state-owned investment firm)
PPATK Indonesian Financial Transaction Reports Analysis Centre
PTB Federal Institute of Physics and Metrology
European Union Development Co-operation in Indonesia

R
RAN-HAM National Human Rights Plan of Action
RAN-PK National Plan for the Eradication of Corruption
RANTF Recovery Aceh-Nias Trust Fund
Renstra Rencana dan Strategi / Stategic Plan
RNE Royal Netherlands Embassy
RRI Radio Republik Indonesia (state-owned radio station)
RRM Rapid Reaction Mechanism

S
SC Security Council
SCHS Support to Community Health Services
SDIABKA Sustainable Development of Irrigated Agriculture in Buleleng and Karang Asem
SEQIP Science Education Quality Improvement Project
Sida Swedish International Development Agency
SKK Slovakian Koruna
SME Small- and Medium-scale Enterprise
SPADA Support to the Poor and Disadvantages Area
SPF Small Projects Facility
SSFFMP South Sumatra Forest Fire Management Project
StuNed Studeren in Netherlands
SWAP Sector Wide Approach

T
TAC TechnicalAssistance Cooperation
THW Technisches Hilfswerk
TRA Trade-Related Assistance
TSP Trade Support Programme

U
UK United Kingdom
UN United Nations
UNDP UN Development Programme
UNESCO UN Educational, Scientific and Cultural Organisation
UNICEF UN Children’s Fund
UNIDO UN Industrial Development Organisation
US(A) United States (of America)
USAID US Agency for International Development
USD US Dollar
UTL Local Technical Unit

V
VDM Vueus D Un Monde
VLIR Vlaamse Interuniversitaire Raad / Flemish Interuniversity Council
VPA Voluntary Partnership Agreement

W
WALHI Wahana Lingkungan Hidup / Friends of the Earth Indonesia
WFP World Food Programme
WHO World Health Organisation
WRMP Water Resources Management Project
WSP Water and Sanitation Programme
WTO World Trade Organisation

Y
YDAS Hellenic International Development Cooperation Department
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Singkatan
A
ADB Bank Pembangunan Asia
ADRA Agencia Adventista para el Desarollo y Recursos Asistenciales
AECI Lembaga Kerjasama Internasional Spanyol
AFD Badan Perancis bagi Pembangunan
AIDS Acquired Immune Difficiency Syndrome
AHIF Fasilitas Flu Burung dan Manusia
AIT Institut Tehnologi Asia
ALGAP Program Pemerintahan Daerah Aceh
ALIAC Asosiasi Persahabatan dan Kerjasama Portugal Indonesia
AMM Misi Pemantauan Aceh
APPS Dukungan Proses Perdamaian Aceh
ASEA UNINET Jaringan Universitas ASEAN-Eropa
ASEAN Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara
Ausaid Australian Agency for International Development
AVS Asosiasi Perumahan dan Pertanahan Spanyol

B
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BEC-TF Dana Perwalian Kapasitas Pendidikan Dasar
BE-SCSP Program Dukungan Kapasitas Sektor Pendidikan Dasar
BESP Program Sektor Pendidikan Dasar
BFAST Belgian First Aid and Support Team
BGR Institut Federal untuk Ilmu Bumi dan Sumber Daya Alam
BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal
BMZ Kementrian Federal untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi
BRR Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias
BSN Badan Standardisasi Nasional
BTC Kerjasama Tehnis Belgia

C
CCC Koordinasi, Kesesuaian dan Saling Melengkapi
CCM Mekanisme Koordinasi Negara
CGI Kelompok Konsultatif untuk Indonesia
CHF Yayasan Koperasi Perumahan
CICID Panitia Antar-Kementerian bagi Kerjasama Internasional dan Pembangunan
CIS Persemakmuran Negara-negara Merdeka
CSP Kebijakan Strategi Negara
CSRRP Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Pemukiman Berbasis Komunitas
CZK Koruna Ceko

D
DAAD Deutscher Akademischer Austauschdienst
DAC Komite Bantuan Pembangunan
DCD Departemen Kerjasama Pembangunan
DED Dinas Pembangunan Jerman
DEMOS Pusat Studi Demokrasi dan Hak-hak Azasi Manusia
DFID Departemen Pembangunan Internasional
DGCID Direktorat Jenderal Kerjasama Internasional bagi Pembangunan
DGCS Direktorat Jenderal Kerjasama Pembangunan
DGTPE Direktorat Jenderal Keuangan dan Politik Ekonomi
DSF Fasilitas Pendukung Desentralisasi
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

E
EAST Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan untuk Karyawan Muda
ECED Program Pendidikan dan Pengembangan Usia Dini
ECHO Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa
ECIFP Program Kehutanan Komisi Eropa-Indonesia
EFA Pendidikan untuk Semua Orang
EHEF Pameran Pendidikan Tinggi Eropa
EIDHR Prakarsa Eropa untuk Demokrasi dan Hak-hak Azasi Manusia
EITI Dukungan untuk Prakarsa Transparansi Industri Pertambangan
EMMC Program S2 Erasmus Mundus
ENP Kebijakan Lingkungan Eropa
EOA Environment Organisation of Asia/ Organisasi Lingkungan Asia
EOM Misi Pemantauan Pemilu
ESDP Kebijakan Keamanan dan Pertahanan Eropa
ESWG Kelompok Kerja Sektor Pendidikan
EUR Euro

F
FAO Badan Pangan Dunia
FASEP Dana Pengkajian dan Bantuan bagi Sektor Swasta
FIAM Fasilitas Internasional Pembelian Obat-obatan
FLEGT Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan
FSP Dana Solidaritas Utama

G
GAM Gerakan Aceh Merdeka
GBP Poundsterling Inggris
GCPP Kelompok Pencegahan Konflik Global
GENE Jaringan Pendidikan Global Eropa
GFATM Dana Global untuk HIV/AIDS, Tuberkulosa dan Malaria
GFMRAP Program Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Pemerintah
GHD Praktek yang Baik untuk Bantuan Kemanusiaan
GTZ Kerjasama Tehnis Jerman

H
HAM Hak azasi manusia
HCII Majelis Tinggi Kerjasama Internasional
HIMPSI Himpunan Psikologi Indonesia
HIPC Negara miskin yang berutang banyak
HIV Human Immunodeficiency Virus
HUF Forint Hongaria

I
ICP Program-program Kerjasama Indikatif
ICT Tehnologi informasi dan komunikasi
ICW Indonesian Corruption Watch
IDC Kerjasama pembangunan internasional
IFRC Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
IGI Institut Indonesia-Jerman
IICT Lembaga Riset Keilmuan Tropik
ILO Organisasi Buruh Internasional
IMF Dana Moneter Internasional
INFID International NGO Forum on Indonesian Development
InWEnt Pengembangan Kapasitas Internasional, Jerman
IOM Organisasi Internasional untuk Migrasi
IPAD Badan Pembangunan Portugal
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

J
JCLEC Pusat Kerjasama Penegakan Hukum Jakarta
JICA Japan International Cooperation Agency
JRF Dana Rekonstruksi Jawa

K
KfW Bank Pembangunan Jerman
KIP Komite Independen Pemilihan
Km Kilometer
KTT Konferensi Tingkat Tinggi

L
LCF Dana Kerjasama Lokal
LDC Negara Terbelakang
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

M
MDG Tujuan Pembangunan Milenium
MDF Dana Multi Donor
MFA Departemen Luar Negeri
MFP Program Kehutanan bagi Multi-Pemangku Kepentingan
MoU Nota Kesepahaman
MP Anggota Parlemen
MSF Médecin sans Frontières/ Dokter tanpa Batas

N
NAD Naggroe Aceh Darussalam
NCOS National Centre for Development Cooperation
NEC Pusat Pendidikan Belanda
NFP Program Fellowship Belanda
NIP Program Indikasi Nasional
NTB-WRMP Proyek Pengelolaan Sumber Daya Air di Nusa Tenggara Barat
NTT Nusa Tenggara Timur

O
ODA Bantuan Pembangunan Resmi
OCHA Kantor Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB
OECD Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan
OOF Arus Resmi Lainnya

P
PACI Rencana Tahunan
PAE Rencana Perhatian Khusus
PBB Perserikatan Bangsa-bangsa
PDB Produk Domestik Bruto
PDR Tanggap penyakit secara partisipatif
PDS Pengawasan penyakit secara partisipatif
Pemilu Pemilihan Umum
Pilkada Pemilihan Kepala Daerah
PLN Zloty Polandia
PNB Produk Nasional Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto
PNM Permodalan Nasional Madani
Polda Kepolisian Daerah
PTB Institut Fisika dan Metrologi Federal
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

R
RAN-HAM Rencana Aksi Nasional Hak Azasi Manusia
RAN-PK Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi
RANTF Dana Perwalian Pemulihan Aceh dan Nias
RPE Cadangan bagi Negara-negara yang Sedang Berkembang
RRI Radio Republik Indonesia
RRM Mekanisme Reaksi Cepat

S
SCHS Dukungan bagi Pelayanan Kesehatan Masyarakat
SD Sekolah Dasar
SDIABKA Pengembangan Pertanian Beririgasi yang berkesinambungan di Buleleng dan Karang Asem
SEQIP Proyek Peningkatan Kualitas Pendidikan Sains
Sida Badan Pembangunan Internasional Swedia
SKK Koruna Slovakia
SMP Sekolah Menegah Pertama
SMA Sekolah Menegah Atas
SPADA Dukungan untuk Masyarakat miskin dan Wilayah Tertinggal
SPF Fasilitas Proyek Kecil
SSFFMP Proyek Pengendalian Kebakaran Hutan Sumatra Selatan
StuNed Studeren di Belanda
SWAP Pendekatan yang mencakup seluruh sektor

T
TAC Kerjasama bantuan tehnis
TRA Bantuan yang terkait Perdagangan
TSP Program Dukungan Perdagangan

U
UKM Usaha Kecil dan Menengah
UNDP Program Pembangunan PBB
UNESCO Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB
UNICEF Dana Anak-anak PBB
UNIDO Organisasi Pembangunan Industri PBB
USAID United States Agency for International Development
USD Dolar Amerika Serikat
UTL Unit Tehnis Lokal
UU-PA Undang-undang Pemerintahan Aceh

V
VDM Vueus D Un Monde
VLIR Dewan Antar Universitas Vlaam
VPA Kesepakatan Kemitraan Sukarela

W
WALHI Wahana Lingkungan Hidup
WFP Program Pangan Dunia
WHO Organisasi Kesehatan Dunia
WSP Program Air dan Sanitasi
WTO Organisasi Perdagangan Dunia

Y
YDAS Departemen Kerjasama Pembangunan Internasional Yunani

Z
ZSP Zona Solidaritas Utama
What is the European Union?

The European Union (EU) is a unique grouping of 27 independent countries with over 492 million citizens living within
its boundaries.

Its origin can be traced back to the end of the Second World War when its founding
members decided the best way to prevent further conflict was to jointly manage coal The 27 EU Member States:
and steel production, two of the most important materials needed to wage a war.
Belgium, Bulgaria, Czech
The Member States are bound to the EU by a series of treaties that they have signed Republic, Denmark, Germany,
up to over the years. All of these treaties must be agreed by each Member State Estonia, Greece, Spain,
and then ratified either by the national parliament or through a referendum. France, Ireland, Italy, Cyprus,
Latvia, Lithuania,
The forerunner to the EU was made up of six founding states: Belgium, Germany, Luxembourg, Hungary, Malta,
France, Italy, Luxembourg and the Netherlands. Since then the EU has grown to the Netherlands, Austria,
become 27 members with a series of enlargements. Denmark, Ireland and the United Poland, Portugal, Romania,
Kingdom joined in 1973, Greece in 1981, Spain and Portugal in 1986. Reunification Slovenia, Slovakia, Finland,
of Germany in 1990 brought in the East German states. The EU was enlarged in 1995 Sweden and the United
to include Austria, Finland and Sweden. The 2004 enlargement brought in the Czech Kingdom.
Republic, Estonia, Cyprus, Latvia, Lithuania, Hungary, Malta, Poland, Slovenia and
Slovakia. Bulgaria and Romania joined the EU in 2007.

In order to become a member of the EU, a country must have a stable democracy that guarantees the rule of law, human
rights and protection of minorities. It must also have a functioning market economy as well as a public administration
that is able to apply and manage EU laws.

Croatia, the Former Yugoslav Republic of Macedonia (FYROM) and Turkey have also applied for membership of the EU.

Who runs the European Union?

The EU is neither a federal state nor an


international organisation in the traditional
sense but rather an autonomous entity
somewhere in between the two. In legal
circles, the term 'supranational organisation'
is now used.

The EU is unique as its Member States


remain independent sovereign nations, but
they pool their sovereignty — and thus gain
much greater collective strength and
influence. Pooling sovereignty means, in
practice, that the Member States delegate
some of their decision-making powers to
shared institutions they have created, so
that decisions on specific matters of joint
interest can be made democratically at
European level.
European Union Development Co-operation in Indonesia

appoints oversees

European
Commission

proposes law proposes law


European
Council of the EU
Parliament

passes laws

Committee Economic Ombudsman


Court of Court of of the and Social
Justice Auditors Regions Committee

There are three main EU institutions:


• the European Parliament (EP), which represents the EU’s citizens and is directly elected by them;
• the Council of the EU, which represents the individual Member States;
• the European Commission (EC), which seeks to uphold the interests of the EU as a whole.
This ‘institutional triangle’ produces the policies and laws that apply throughout the EU.

The three main institutions are supported by the European Court of Auditors which oversees how the EU budget is spent
and the European Court of Justice which helps to ensure that Member States are abiding by the EU laws to which they
have signed up. In addition to its institutions, the EU has a number of other bodies which have key roles in making the
EU work. Specialised agencies have also been set up to handle certain technical, scientific or management tasks.

European Parliament

President: Hans-Gert Pöttering (Germany)

What is it? The EP is elected every five years by the people of Europe to represent their
interests. The present EP has 785 members from all 27 EU Member States. Nearly one
third of them are women. Members of the EP (MEPs) do not sit in national blocks, but in
seven Europe-wide political groups. Between them, MEPs represent all views on European
integration, from the strongly pro-federalist to the openly Eurosceptic.

Where is it? The administrative base of the EP (the ‘General Secretariat’) is in Luxembourg.
Meetings of the whole EP, known as ‘plenary sessions’, take place in Strasbourg (France)
and sometimes in Brussels (Belgium). Committee meetings are also held in Brussels.

What does it do? The main job of Parliament is to pass European laws. It shares this responsibility with the Council of
the EU, and the proposals for new laws come from the EC. EP and the Council of the EU also share joint responsibility
for approving the EU’s EUR 100 billion annual budget. The EP has the power to dismiss the EC. The EP also elects the
European Ombudsman, who investigates citizens’ complaints about maladministration by the EU institutions.

More info: http://www.europarl.europa.eu/


European Union Development Co-operation in Indonesia

Council of the European Union

Secretary General: Javier Solana (Spain)

What is it? The Council of the EU – formerly known as the Council of Ministers – consists
of ministers from the national governments of all the EU Member States. Meetings are
attended by whichever ministers are responsible for the items to be discussed: foreign
ministers, ministers of the economy and finance, ministers for agriculture and so on, as
appropriate. Each Member States has a number of votes in the Council of the EU, broadly
reflecting the size of their population, but weighted in favour
of smaller Member States. Most decisions are taken by Presidency of the EU:
majority vote, although sensitive issues in areas like taxation,
The Council of the EU is presided
asylum and immigration, or foreign and security policy, require
over for a period of six months by
unanimity. Up to four times a year the presidents and/or each Member States in turn, in
prime ministers of the Member States meet as the European Council. These ‘summit’ accordance with a pre-established
meetings set overall EU policy. rota.

Where is it? Its headquarters are in Brussels and Luxembourg but meetings are also Jan - Jun 2006 Austria
held in the country hosting the Presidency. Jul - Dec 2006 Finland
Jan - Jun 2007 Germany
Jul - Dec 2007 Portugal
What does it do? The Council of the EU shares with EP the responsibility for passing
Jan - Jun 2008 Slovenia
laws and taking policy decisions. It also bears the main responsibility for what the EU Jul - Dec 2008 France
does in the field of the common foreign and security policy and for EU action on some
justice and freedom issues.

More info: http://www.consilium.europa.eu/

European Commission
President: José Manuel Barroso (Portugal)

What is it? The EC - the executive arm of the EU – represents and upholds the interests of
Europe as a whole. It is independent of national governments. The college of Commissioners,
appointed every five years, currently consists of 27 women and men — one from each EU
Member State. The EC President is chosen by EU governments and endorsed by the EP. The
other 26 European Commissioners are nominated by their national governments in consultation
with the in-coming EC President, and must be approved by the EP. Each of the Commissioners
has responsibility for a particular EU policy area. The day-to-day running of the EC is managed
by about 25,000 civil servants, most of whom work in Brussels.

Where is it? The ‘seat’ of the EC is in Brussels, but it also has offices in Luxembourg, plus
representations in all EU Member States and delegations in many capital cities around the world.

What does it do? It drafts proposals for new European laws, which it presents to the EP and the Council of the EU. It
manages the day-to-day business of implementing EU policies and spending EU funds. The EC also keeps an eye out
to see that everyone abides by the European treaties and laws. It can act against rule-breakers, taking them to the Court
of Justice if necessary.

More info: http://ec.europa.eu/


Apa itu Uni Eropa?

Uni Eropa merupakan kelompok 27 negara-negara independen yang unik dengan lebih dari 492 juta warga negara yang
tinggal dalam batas wilayahnya.

Awal mula berdirinya dapat ditelusuri ke akhir masa Perang Dunia Kedua ketika
para anggota pendirinya memutuskan bahwa cara terbaik untuk mencegah konflik
27 Negara Anggota Uni Eropa:
adalah dengan mengelola secara bersama produksi batu bara dan baja, dua bahan
utama yang diperlukan untuk berperang.
Belgia, Bulgaria,Republik Ceko,
Negara-Negara Anggota terikat di dalam Uni Eropa dengan serangkaian traktat yang Denmark, Jerman, Estonia, Yunani,
telah mereka tandatangani seiring dengan perkembangannya. Semua traktat itu Spanyol, Perancis, Irlandia, Italia,
harus disepakati oleh masing-masing Negara Anggota dan kemudian diratifikasi Siprus, Latvia, Lithuania,
baik oleh parlemen nasional atau melalui referendum. Luksemburg, Hongaria, Malta,
Belanda, Austria, Polandia, Portugal,
Pemrakarsa Uni Eropa terdiri atas enam negara, yaitu: Belgia, Jerman, Perancis, Rumania, Slovenia, Slowakia,
Italia, Luksemburg dan Belanda. Sejak itu Uni Eropa telah berkembang menjadi Finlandia, Swedia dan Inggris Raya.
27 anggota dengan serangkaian perluasan. Denmark, Irlandia dan Inggris Raya
bergabung pada tahun 1973, Yunani pada tahun 1981, Spanyol dan Portugal pada
tahun 1986. Reunifikasi Jerman pada tahun 1990 membawa masuk wilayah Jerman
Timur. Uni Eropa semakin berkembang pada tahun 1995 dengan masuknya Austria,
Finlandia dan Swedia. Perluasan pada tahun 2004 membawa masuk Republik Ceko, Estonia, Siprus, Latvia, Lithuania,
Hongaria, Malta, Polandia, Slovenia, dan Slowakia. Bulgaria dan Rumania bergabung dengan Uni Eropa pada tahun
2007.

Untuk menjadi anggota Uni Eropa, suatu negara harus memiliki demokrasi yang stabil yang menjamin supremasi hukum,
hak-hak azasi manusia dan perlindungan kaum minoritas. Negara tersebut juga harus memiliki ekonomi pasar yang
berfungsi serta administrasi publik yang dapat menerapkan dan mengelola undang-undang Uni Eropa.

Adapun Kroasia, Republik Makedonia Bekas


Yugoslavia dan Turki merupakan negara-
negara kandidat Uni Eropa.

Siapa yang menjalankan Uni Eropa?

Uni Eropa bukanlah sebuah negara federal


atau organisasi internasional dalam
pengertian tradisional, akan tetapi merupakan
sebuah badan otonom di antara keduanya.
Dalam bidang hukum, istilah yang digunakan
adalah ‘organisasi supranasional’.

Uni Eropa bersifat unik karena Negara-Negara


Anggotanya tetap menjadi negara-negara
berdaulat yang independen, akan tetapi
mereka menggabungkan kedaulatan mereka
– dan dengan demikian memperoleh
kekuatan dan pengaruh kolektif yang lebih
besar. Dalam praktiknya, penggabungan
kedaulatan berarti bahwa Negara-Negara
Anggota mendelegasikan sebagian kuasa
mereka dalam hal pengambilan keputusan
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

mengangkat mengawasi

Komisi Eropa
mengajukan rancangan UU mengajukan rancangan UU
Dewan Parlemen
Uni Eropa Eropa
menyetujui UU

Mahkamah Badan Komite Komite Ombudsman


Eropa Pemeriksa Regional Ekonomi
Keuangan dan Sosial
Eropa

kepada lembaga yang telah didirikan bersama sehingga keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah tertentu
yang melibatkan kepentingan bersama dapat diambil secara demokratis pada tingkat Eropa.

Uni Eropa memiliki tiga lembaga utama, yaitu:


• Parlemen Eropa, yang mewakili warga negara Uni Eropa dan dipilih langsung oleh mereka;
• Dewan Uni Eropa, yang mewakili masing-masing Negara Anggota;
• Komisi Eropa, yang berupaya untuk menegakkan kepentingan Uni Eropa secara keseluruhan.
‘Segitiga kelembagaan’ tersebut adalah yang menghasilkan kebijakan dan undang-undang yang berlaku di seluruh Uni
Eropa.

Ketiga lembaga utama tersebut didukung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Eropa yang mengawasi penggunaan anggaran
Uni Eropa dan Mahkamah Eropa yang membantu memastikan bahwa Negara-Negara Anggota mematuhi undang-undang
Uni Eropa yang telah mereka sepakati. Selain lembaga-lembaga tersebut, Uni Eropa memiliki sejumlah badan lain yang
memiliki peran penting untuk dapat berfungsinya Uni Eropa. Instansi-instansi khusus juga dibentuk untuk menangani
tugas-tugas teknis, ilmiah, atau manajemen tertentu.

Parlemen Eropa

Presiden: Hans-Gert Pöttering (Jerman)

Apa itu Parlemen Eropa? Parlemen Eropa dipilih setiap lima tahun oleh masyarakat
Eropa untuk mewakili kepentingan mereka. Parlemen Eropa saat ini memiliki 785 anggota
yang berasal dari ke-27 Negara Anggota Uni Eropa. Hampir sepertiganya adalah perempuan.
Para anggota Parlemen Eropa tidak duduk dalam blok nasional, akan tetapi di tujuh
kelompok politik Eropa. Semua pandangan mengenai integrasi Eropa terwakili dalam
Parlemen Eropa, mulai dari pro-federalis sampai ke ‘Euroskeptis’.

Dimana lokasinya? Kantor administrasi Parlemen Eropa (‘Sekretariat Umum’) terletak


di Luksemburg. Pertemuan seluruh Parlemen Eropa, yang dikenal dengan sebutan ‘sidang
pleno’, berlangsung di Strasbourg (Perancis) dan terkadang di Brusel (Belgia). Rapat-
rapat komite juga berlangsung di Brusel.

Apa tugasnya? Pekerjaan utama Parlemen adalah untuk menyetujui perundang-undangan Eropa. Parlemen Eropa
berbagi tanggung jawab dengan Dewan Uni Eropa, dan rancangan undang-undang baru diajukan oleh Komisi Eropa.
Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa juga berbagi tanggung jawab dalam memberikan persetujuan atas anggaran
tahunan Uni Eropa senilai EUR 100 miliar. Parlemen Eropa memiliki kuasa untuk membubarkan Komisi Eropa. Parlement
Eropa juga mengangkat Ombudsman Eropa, yang menyelidiki keluhan warga negara mengenai keburukan administrasi
lembaga-lembaga Uni Eropa.

Informasi lebih lanjut: http://www.europarl.europa.eu/


Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Dewan Uni Eropa


Kepresidenan Uni Eropa :

Sekretaris Jenderal: Javier Solana (Spanyol) Dewan Uni Eropa dipimpin


untuk jangka waktu enam bulan
Apa itu Dewan Uni Eropa? Dewan Uni Eropa – sebelumnya oleh salah satu Negara Anggota
secara bergantian, sesuai
dikenal sebagai Dewan Menteri – terdiri atas menteri-menteri
dengan rotasi yang telah
dari pemerintahan nasional semua Negara Anggota Uni ditentukan terlebih dahulu.
Eropa. Rapat-rapat dihadiri oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab atas hal-hal yang akan dibahas: menteri Jan - Jun 2006 Austria
Jul - Des 2006 Finlandia
urusan luar negeri, menteri ekonomi dan keuangan, menteri
Jan - Jun 2007 J e r m a n
pertanian, dan lain-lain, sebagaimana sesuai. Masing-masing Jul - Des 2007 P o r t u g a l
Negara Anggota memiliki sejumlah suara dalam Dewan Uni Jan - Jun 2008 Slovenia
Eropa, yang secara umum mencerminkan jumlah populasinya, akan tetapi bersifat Jul - Des 2008 Perancis
imbang untuk mendukung Negara-Negara Anggota yang lebih kecil. Sebagian besar
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak, meskipun masalah-masalah sensitif dalam bidang seperti perpajakan,
suaka, dan imigrasi, atau kebijakan luar negeri dan keamanan, mensyaratkan adanya suara bulat. Presiden dan/atau
perdana menteri Negara-Negara Anggota bertemu sebagai Dewan Eropa sampai empat kali setahun. Pertemuan ‘tingkat
tinggi’ tersebut menetapkan kebijakan Uni Eropa secara umum.

Dimana lokasinya? Kantor pusatnya terletak di Brusel dan Luksemburg akan tetapi rapatnya juga diadakan di negara
yang sedang memegang Kepresidenan.

Apa tugasnya? Dewan Uni Eropa berbagi tanggung jawab dengan Parlemen Eropa dalam menyetujui undang-undang
dan mengambil keputusan mengenai kebijakan. Dewan Uni Eropa juga memegang tanggung jawab utama untuk apa
yang dilakukan Uni Eropa dalam bidang kebijakan luar negeri dan keamanan bersama, serta untuk tindakan Uni Eropa
dalam beberapa masalah peradilan dan kebebasan.

Informasi lebih lanjut: http://www.consilium.europa.eu/

Komisi Eropa

Presiden: José Manuel Barroso (Portugal)

Apa itu Komisi Eropa? Komisi Eropa – badan eksekutif Uni Eropa – mewakili dan menegakkan
kepentingan Eropa secara keseluruhan. Komisi Eropa bersifat independen dari pemerintah-
pemerintah nasional. Para Komisioner, yang ditunjuk setiap lima tahun, saat ini terdiri atas
27 perempuan dan laki-laki – satu dari masing-masing Negara Anggota Uni Eropa. Presiden
Komisi Eropa dipilih oleh pemerintah-pemerintah Uni Eropa dan disetujui oleh Parlemen
Eropa. Ke-26 Komisioner Eropa lainnya dicalonkan oleh pemerintah nasional mereka masing-
masing dalam konsultasi dengan calon Presiden Komisi Eropa, dan harus disetujui oleh
Parlemen Eropa. Masing-masing Komisioner bertanggung jawab atas bidang kebijakan Uni Eropa tertentu. Pelaksanaan
harian Komisi Eropa dikelola oleh sekitar 25.000 pegawai negeri, yang sebagian besar bekerja di Brusel.

Dimana lokasinya? Komisi Eropa berkedudukan di Brusel, akan tetapi juga memiliki kantor-kantor di Luksemburg, serta
perwakilan di semua Negara Anggota Uni Eropa dan delegasi-delegasi di banyak kota-kota besar di seluruh dunia.

Apa tugasnya? Komisi Eropa membuat rancangan undang-undang Eropa baru, yang disampaikannya kepada Parlemen
Eropa dan Dewan Uni Eropa. Komisi Eropa mengelola pelaksanaan harian kebijakan Uni Eropa dan pembelanjaan dana
Uni Eropa. Komisi Eropa juga mengawasi agar semua pihak menaati traktat dan undang-undang Eropa. Komisi Eropa
dapat menindak para pelanggar peraturan, serta menuntutnya ke Mahkamah Eropa apabila diperlukan.

Informasi lebih lanjut: http://ec.europa.eu/


Organisation of European Union Development Assistance

Developing countries have prime responsibility for their own development. Developed countries have a responsibility
too. The European Union (EU), both at Member State and European level, is committed to meeting its responsibilities.
Working together, the EU is an important force for positive change. The EU provides over half of the world’s aid and has
committed to increase this assistance, together with its quality and effectiveness. The EU is also the most important
economic and trade partner for developing countries, offering specific trading benefits to developing countries, mainly
to the Least Developed Countries (LDCs) among them.

Development cooperation is a shared competency between the European Commission (EC) and the Member States 1.
EC policy in the sphere of development cooperation is complementary to the policies pursued by EU Member States.

Based on the principle of shared competency, the EU Official Development Assistance (ODA) is either channelled through
or managed by the EC and its Delegations or directly by each Member State and related Embassy. The EC Development
Assistance portfolio includes grant programmes only, whereas the Member States portfolio comprises both grants and
soft loans. Depending on the objectives, aid can target either Government Agencies, or civil society.

EU Member States
EU Member States without
with own bilateral development
specific bilateral development
assistance policy,
assistance policy
managing 71% of EU grants

European Commission,
channelling 29% of
EU grants

Beneficiary country - Indonesia

In most cases, EU Member States Development Cooperation policy is part of their foreign policy and is therefore managed
by their Ministries of Foreign Affairs and Embassies. In a few cases however, such as for Germany, Sweden and the
United Kingdom (UK), development cooperation is entirely managed by special agencies: Department for International
Development (DFID) for UK, Sweden International Development Agency (Sida) for Sweden, Ministry for Economic
Cooperation and Development (BMZ) for Germany, with various implementing agencies such as German Development
Bank (KfW) and German Technical Cooperation (GTZ).

The EC Delegations are local arms of the EC, and are responsible for the management of cooperation activities of the
EU in non-EU countries.

The EC Delegation shares with the EU Presidency a leading role in the overall coordination of development actions with
the Member States.

Global Policies and Priorities

As stated in the EC Treaty, the EU policy for development cooperation2 fosters:


• Sustainable economic and social development of developing countries
• Smooth and gradual integration of developing countries into the world economy
• Campaign against poverty in developing countries.

1 Article 181A of the Treaty Establishing the European Community


2 Article 177 of the Treaty Establishing the European Community
European Union Development Co-operation in Indonesia

The EU’s development policy contributes to the general objective of developing and consolidating democracy and the
rule of law, and encouraging respect for human rights and fundamental freedoms. Development cooperation is a
multidimensional process covering broad-based equitable growth, capacity and institution building, private sector
development, social services, environment, good governance and human rights.

In July 2005, the EC adopted a new development policy strategy paper called the ‘The European Consensus’ (see box).

The European Consensus

This strategy, approved by the European Council in December 2005, provides the EU, Member States and the EC
with a common framework for development cooperation. The strategy formulates a European vision of values,
objectives, and principles for development. This strategy responds to new challenges to European development
cooperation such as the enlargement of the EU and the need to do more to combat poverty effectively and achieve
the United Nations (UN) Millennium Development Goals (MDGs). It also responds to a new background for
development where issues such as migration and international terrorism have become more important.

The key ideas of the European Consensus on development policy include: firstly, to reduce poverty, and to better
target aid, while integrating good governance and respect for human rights in a long-term development policy,
owned by developing countries themselves. Secondly, to better coordinate development policy with other EU
external policies and to extend European development aid to more countries. The third and most important aspect
is the agreement to establish a common strategic framework for development cooperation binding together Member
States and the EC alike.

This European Consensus sets development as a key element of the EU’s external action along with the common
foreign and security policy and trade policy. It also establishes links between development policy and other related
policy areas such as migration, environment and employment. It recognises that the EU’s relations with its
developing partners require and ad-hoc ‘policy mix’ of aid, trade and other policies tailored to the needs of each
partnership.

Global Level of Development Cooperation

In the run-up to the UN Millennium Review Summit in September 2005, the EU took historic new commitments to
accelerate progress to achieve the MDGs, building on the earlier Barcelona Commitments taken prior to the Monterey
Conference on Financing for Development in 2002. These decisions were essential to trigger commitments by others;
they were widely acclaimed by our developing country partners, particularly because the results of the Summit itself
remained below EU ambitions, notably as regards the financing for development segment. Subsequently, the UN General
Assembly agreed on a follow-up conference to take place between 2008 and 2009 to review further progress on the
Monterey consensus.

The EU maintains its key role in the world's development assistance. The combined ODA of the 15 members of the
Development Assistance Committee (DAC) that are EU Member States rose 27.9% in real terms to USD 55.7 billion.
Among the various multilateral channels, the EC has also become more significant as a channel of aid. Aid provided
by the EC rose by 6% in 2005 to USD 9.4 billion (EUR 7.56 billion), primarily due to improved disbursement capacity
and substantial aid for tsunami hit countries.

The EU is also the main trade partner of poorest countries: 40% of EU imports come from developing countries. The
EU is the main importer of developing countries’ agricultural products, more than the United States, Japan and Canada
combined.
European Union Development Co-operation in Indonesia

The new commitments will further reinforce the EU’s position as the world's biggest aid donor, and constitute fundamental
elements of the European Consensus Development. They comprise new targets for ODA. Through progressive ODA
increases, the EU will collectively provide 0.56% of its GNI by 2010, as an intermediate step to achieving the UN target
of 0.7% by 2015. Concretely, the decision of the EU will translate into an additional of EUR 20 billion annually for aid
by 2010. By 2015, EU aid will reach EUR 90 billion per year. In addition, increased Trade-Related Assistance (TRA) was
confirmed at the December 2005 World Trade Organisation (WTO) conference in Hong Kong. EU committed to provide
EUR 1 billion a year from 2010 – meaning that the total EU TRA will rise to EUR 2 billion from 2010. Finally, the EU has
also gone further in its existing commitment to eliminate its export subsidies in agriculture, marking a genuine advance
for the development goals of the Doha Round.

Aid Effectiveness

In the run-up to the UN Summit of September 2005, the donor community committed, at the High Level Forum in Paris
in March 2005, to radically change its practices and thereby improve the impact of its activities and help realise the
qualitative jump needed to achieve the MDGs. As a result, the EU (Member States and EC, including new Member States
as emerging donors) signed up to ambitious objectives, both as individual donors and as a collective group. Determined
to move the international agenda forward and to assume its share of the effort, the EU gave increased aid effectiveness
a central role in its own development strategy, and concretely committed itself to deliver better coordinated and more
effective aid. It includes more predictable aid mechanisms, notably budget support, mitigation of exogenous shocks,
aid untying and reform of the international financial institutions.

This set of decisions is known as the Paris Declaration on Aid Effectiveness, and it presents an exhaustive list of detailed
and concrete measures to be developed and implemented by 2010. Based on lessons learnt from the field – and these
include good practices and expectations, ownership, alignment and management by results – these commitments now
need to be translated into concrete actions, and the EU has to focus on their implementation on the ground.

In December 2005, the EC adopted new regulations that opened access to all EC external assistance. More than two
thirds of EC aid delivered through geographical or thematic instruments is now to a large extent untied. The remaining
part of aid will be untied to developing countries and to all donors as and when they untie their own aid.

All EU Member States have agreed to further extend the scope of the Organisation for Economic Cooperation and
Development (OECD)/DAC recommendation on aid untying to the LDCs, and have called for full untying of food aid and
food aid transport. In this regard the EC regrets that progress is still obstructed by negative commercial approaches
sponsored by other donors.

In Indonesia, monthly ‘Donor Roundtable’ meetings bring together development partners to enhance coordination,
alignment, and information exchange, based on the commitments of the Paris Declaration on Aid Effectiveness. Various
sector groups have an important coordination role on forestry, education, poverty reduction, investment climate and
decentralisation, and many of these groups include government and civil society representatives. In this context, the
EC and the EU Member States are ready to adjust to the Government's new approach to discussion with donors –
following the abolition of the Consultative Group on Indonesia (CGI) in early 2007 – and to work in partnership with the
Government towards improved aid effectiveness in the Indonesian context.
Pengelolaan Bantuan Pembangunan Uni Eropa

Negara-negara berkembang memiliki tanggung jawab utama atas pembangunan di negara mereka. Negara-negara
maju juga mempunyai sebuah tanggung jawab. Uni Eropa, baik pada tingkat Negara Anggota maupun tingkat Eropa,
berkomitmen untuk memenuhi tanggung jawab-tanggung jawabnya. Dengan bekerja bersama, Uni Eropa merupakan
sebuah kekuatan penting untuk menimbulkan perubahan positif. Uni Eropa menyediakan lebih dari separuh jumlah
bantuan di seluruh dunia dan telah berkomitmen untuk meningkatkan bantuan jumlah tersebut, serta mutu dan
efektifitasnya. Uni Eropa juga merupakan mitra ekonomi dan perdagangan yang terpenting bagi negara-negara
berkembang, yang menawarkan keuntungan-keuntungan perdagangan khusus bagi negara-negara berkembang, terutama
bagi negara-negara yang paling terbelakang (LDC).

Kerjasama pembangunan adalah sebuah kompetensi yang dimiliki bersama antara Komisi Eropa dan Negara-Negara
Anggota1. Kebijakan Komisi Eropa dalam bidang kerjasama pembangunan melengkapi kebijakan-kebijakan yang
diterapkan oleh Negara-Negara Anggota Uni Eropa.

Berdasarkan prinsip kompetensi bersama tersebut, Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Uni Eropa disalurkan melalui
atau dikelola oleh Komisi Eropa dan Delegasinya atau secara langsung oleh setiap Negara Anggota beserta kedutaan
yang bersangkutan. Portofolio ODA Uni Eropa terdiri dari hibah, sedangkan portofolio Negara Anggota terdiri dari hibah
dan pinjaman lunak. Tergantung pada tujuannya, bantuan dapat ditujukan kepada instansi-instansi pemerintah atau
masyarakat madani.

Negara-Negara Anggota Uni Eropa


dengan kebijakan bantuan Negara-Negara Anggota UE
pembangunan bilateral mereka tanpa kebijakan bantuan
masing-masing, menyalurkan pembangunan bilateral
71% dari hibah Uni Eropa
Komisi Eropa,
menyalurkan 29%
dari hibah
Uni Eropa

Negara penerima - Indonesia

Pada umumnya, kebijakan Kerjasama Pembangunan Negara-Negara Anggota Uni Eropa merupakan bagian dari kebijakan
luar negeri mereka dan dengan demikian kerjasama pembangunan ditangani oleh Departemen Luar Negeri dan
Kedutaan mereka. Namun demikian, dalam beberapa kasus, seperti Jerman, Swedia dan Inggris, kerjasama pembangunan
dikelola secara keseluruhan oleh instansi-instansi khusus: Departemen Pembangunan Internasional (DFID) Inggris,
Badan Pembangunan Internasional Swedia (Sida), Kementrian Federal untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi
(BMZ) Jerman, dengan berbagai instansi pelaksana seperti Bank Pembangunan Jerman (KfW) dan Kerjasama Tehnis
Jerman (GTZ).

Delegasi-delegasi Komisi Eropa merupakan perpanjangan tangan Komisi Eropa di negara-negara setempat dan
bertanggung jawab atas pengelolaan kegiatan-kegiatan kerjasama Uni Eropa di negara-negara non-Uni Eropa.

Delegasi Komisi Eropa bersama dengan Kepresidenan Uni Eropa memegang peran utama dalam koordinasi secara
keseluruhan atas kegiatan-kegiatan pembangunan dengan Negara-Negara Anggota.

1 Pasal 181A Traktat pembentukan Masyarakat Eropa


Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kebijakan-Kebijakan dan Prioritas-Prioritas Global

Sebagaimana dinyatakan dalam Traktat pembentukan Masyarakat Eropa, kebijakan Uni Eropa tentang kerjasama
pembangunan2 menekankan:
• Pembangunan ekonomi dan sosial yang berkesinambungan di negara-negara berkembang
• Integrasi negara-negara berkembang ke dalam ekonomi dunia secara lancar dan bertahap
• Kampanye melawan kemiskinan di negara-negara berkembang.

Kebijakan pembangunan Uni Eropa turut mendukung tujuan umum untuk mengembangkan dan mengukuhkan demokrasi
dan supremasi hukum, serta mendorong kepekaan terhadap hak-hak azasi manusia dan kebebasan-kebebasan
mendasar. Kerjasama pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup pertumbuhan yang
merata dan berbasis luas, pengembangan kapasitas dan kelembagaan, pengembangan sektor swasta, pelayanan-
pelayanan sosial, lingkungan, tata pemerintahan yang baik dan hak-hak azasi manusia.

Pada bulan Juli 2005, Komisi Eropa mengadopsi sebuah dokumen strategi kebijakan pembangunan yang baru berjudul
‘Konsensus Eropa’ (lihat boks).

Konsensus Eropa

Strategi tersebut, yang telah disetujui oleh Dewan Eropa pada bulan Desember 2005, memberikan kepada Uni
Eropa, Negara-Negara Anggota dan Komisi Eropa kerangka kerja yang seragam untuk kerjasama pembangunan.
Strategi tersebut merumuskan sebuah visi Eropa tentang nilai-nilai, sasaran-sasaran dan prinsip-prinsip
pembangunan. Strategi tersebut merupakan tanggapan atas tantangan-tantangan baru bagi kerjasama pembangunan
Eropa seperti perluasan Uni Eropa dan perlunya untuk berbuat lebih banyak untuk memerangi kemiskinan secara
efektif dan mencapai Tujuan-Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Strategi
tersebut juga memberikan tanggapan atas latar belakang pembangunan yang baru di mana masalah-masalah
seperti migrasi dan terorisme internasional semakin menjadi lebih penting.

Gagasan-gagasan kunci dari Konsensus Eropa atas kebijakan pembangunan mencakup: pertama, untuk mengurangi
kemiskinan, dan untuk menentukan target bantuan secara lebih baik, sambil mengintegrasikan tata pemerintahan
yang baik dan penghargaan atas hak-hak azasi manusia dalam sebuah kebijakan pembangunan jangka panjang,
yang dimiliki oleh negara-negara berkembang sendiri. Kedua, untuk mengkoordinasikan kebijakan pembangunan
dengan kebijakan-kebijakan eksternal Uni Eropa lainnya secara lebih baik dan untuk memberikan bantuan
pembangunan Uni Eropa ke lebih banyak negara. Aspek yang ketiga dan terpenting adalah persetujuan untuk
menetapkan suatu kerangka kerja strategis bersama untuk kerjasama pembangunan yang mengikat Negara-
Negara Anggota dan Komisi Eropa.

Konsensus Eropa tersebut menetapkan pembangunan sebagai sebuah unsur kunci dalam kegiatan eksternal Uni
Eropa sejajar dengan kebijakan luar negeri dan keamanan bersama dan kebijakan perdagangan. Konsensus tersebut
juga menciptakan keterkaitan antara kebijakan pembangunan dan bidang kebijakan yang relevan lainnya seperti
migrasi, lingkungan dan penciptaan lapangan kerja. Konsensus tersebut juga mengakui bahwa hubungan Uni
Eropa dengan negara-negara berkembang yang menjadi mitranya memerlukan ‘percampuran kebijakan’ yang
bersifat ad hoc tentang bantuan, perdagangan dan kebijakan-kebijakan lain yang disesuaikan pada kebutuhan-
kebutuhan dari setiap kemitraan.

Kerjasama Pembangunan pada tingkat Global

Menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tinjauan Ulang Milenium PBB pada bulan September 2005, Uni Eropa
memberi komitmen-komitmen baru yang bersejarah untuk mempercepat kemajuan dalam pencapaian MDG, yang
dikembangkan berdasarkan Komitmen-Komitmen Barcelona terdahulu yang diambil sebelum Konferensi Monterey

2 Pasal 177 Traktat pembentukan Masyarakat Eropa


Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

tentang Pembiayaan Pembangunan pada tahun 2002. Keputusan-keputusan ini penting untuk memicu komitmen-
komitmen dari pihak-pihak lain; komitmen-komitmen tersebut disambut hangat oleh mitra-mitra negara berkembang
kami, khususnya karena hasil-hasil KTT tersebut tetap lebih rendah dari ambisi Uni Eropa, terutama berkaitan dengan
segmen pembiayaan untuk pembangunan. Kemudian, Sidang Umum PBB menyetujui sebuah konferensi tindak lanjut
untuk diadakan antara tahun 2008 dan 2009 untuk meninjau kembali kemajuan lebih lanjut dari konsensus Monterey.

Uni Eropa mempertahankan peran kuncinya dalam bantuan pembangunan dunia. Gabungan ODA dari 15 anggota
Komite Bantuan Pembangunan (DAC) yang merupakan Negara-negara Anggota Uni Eropa meningkat sebesar 27,9%
menjadi USD 55,7 milyar. Di antara berbagai saluran-saluran multilateral, Komisi Eropa juga telah mengambil peran
yang lebih besar sebagai penyalur bantuan. Bantuan yang diberikan Komisi Eropa meningkat sebesar 6% pada tahun
2005 menjadi USD 9,4 milyar (EUR 7,56 milyar), terutama disebabkan oleh peningkatan kapasitas pembayaran dan
bantuan yang substansial untuk negara-negara yang terkena tsunami.

Uni Eropa juga merupakan mitra dagang utama dari negara-negara termiskin: 40% dari impor Uni Eropa berasal dari
negara-negara berkembang. Uni Eropa merupakan importir utama atas produk-produk pertanian, melebihi angka impor
gabungan Amerika Serikat, Jepang dan Kanada.

Komitmen-komitmen baru tersebut akan semakin mengukuhkan posisi Uni Eropa sebagai donor bantuan terbesar di
dunia dan merupakan unsur-unsur fundamental dari Pembangunan Konsensus Eropa. Komitmen-komitmen tersebut
terdiri atas target-target baru untuk ODA. Melalui peningkatan-peningkatan ODA secara progresif Uni Eropa secara
kolektif akan menyediakan 0,56% dari PNB paling lambat tahun 2010, sebagai langkah jangka menengah untuk
mencapai target PBB sebesar 0,7% pada akhir tahun 2015. Secara konkret, keputusan Uni Eropa akan direalisasikan
sebagai tambahan bantuan sebesar EUR 20 milyar tiap tahunnya hingga tahun 2010. Pada tahun 2015, bantuan Uni
Eropa akan mencapai EUR 90 milyar per tahun. Selain itu, peningkatan Bantuan yang terkait Perdagangan (TRA) telah
ditegaskan dalam konferensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada bulan Desember 2005 di Hong Kong. Uni
Eropa berkomitmen untuk menyediakan EUR 1 milyar per tahun sejak tahun 2010 – yang berarti bahwa total TRA Uni
Eropa akan meningkat menjadi EUR 2 milyar dari tahun 2010. Akhirnya, Uni Eropa juga telah melangkah lebih jauh
berkaitan dengan komitmennya yang telah ada untuk menghapus subsidi ekspor pertaniannya, yang merupakan
kemajuan yang nyata untuk pencapaian tujuan-tujuan pembangunan berdasarkan Putaran Doha.

Efektifitas Bantuan

Menjelang KTT PBB pada bulan September 2005, komunitas donor berkomitmen, pada Forum Tingkat Tinggi di Paris
pada bulan Maret 2005, untuk mengubah secara radikal praktek-prakteknya dan dengan demikian meningkatkan
dampak dari kegiatan-kegiatannya dan membantu mewujudkan peningkatan kualitatif yang diperlukan untuk mencapai
MDG. Sebagai akibatnya, Uni Eropa (Negara-Negara Anggota dan Komisi Eropa, termasuk Negara-Negara Anggota baru
sebagai donor baru) menyepakati tujuan-tujuan ambisius, baik sebagai donor individual maupun sebagai kelompok
kolektif. Dengan tekad untuk memajukan agenda nasional dan untuk turut berperan dalam upaya tersebut, Uni Eropa
menempatkan peningkatan efektifitas bantuan sebagai tujuan utama dalam strategi pembangunannya sendiri, dan
secara konkret berkomitmen untuk memberikan bantuan yang lebih terkoordinasi dan efektif. Hal tersebut mencakup
mekanisme bantuan yang pasti, terutama, dukungan anggaran, penanggulangan guncangan-guncangan eksternal,
penghapusan ketentuan-ketentuan yang mengikat dalam penyaluran bantuan dan reformasi lembaga-lembaga keuangan
internasional.

Serangkaian keputusan tersebut dikenal sebagai Deklarasi Paris tentang Efektifitas Bantuan dan deklarasi tersebut
berisi daftar panjang mengenai langkah-langkah konkret yang mendetil yang harus dikembangkan dan diimplementasikan
paling lambat tahun 2010. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari lapangan – yang mencakup praktik-praktik
yang baik dan harapan-harapan, kepemilikan, kesesuaian dan pengelolaan berdasarkan hasil – komitmen-komitmen
tersebut saat ini perlu dijabarkan menjadi tindakan-tindakan yang nyata, dan Uni Eropa harus fokus pada pelaksanaannya
di lapangan.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pada bulan Desember 2005, Komisi Eropa menetapkan peraturan-peraturan baru yang membuka akses kepada semua
bantuan eksternal Komisi Eropa. Lebih dari sepertiga bantuan Komisi Eropa yang diberikan melalui instrumen-instrumen
geografis atau tematis saat ini telah dilepaskan dari ketentuan-ketentuan yang mengikat. Bagian lain dari bantuan
tersebut akan dilepaskan dari ketentuan-ketentuan yang mengikat bagi negara-negara berkembang dan bagi semua
donor ketika dan pada saat negara-negara dan lembaga-lembaga tersebut telah melakukan hal yang serupa terhadap
bantuan mereka.

Semua Negara Anggota Uni Eropa telah sepakat untuk semakin memperluas cakupan dari rekomendasi Organisasi
Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)/ DAC tentang pelepasan bantuan dari ketentuan-ketentuan yang
mengikat bagi LDC dan telah menghimbau penghapusan ketentuan-ketentuan yang mengikat tersebut bagi bantuan
pangan dan transportasi bantuan pangan. Dalam hal ini, Komisi Eropa menyesalkan bahwa kemajuan masih terhalang
oleh pendekatan-pendekatan komersial negatif yang disponsori oleh donor-donor lain.

Di Indonesia, rapat-rapat bersama para donor telah menyatukan mitra-mitra pembangunan untuk meningkatkan
koordinasi, keselarasan dan pertukaran informasi, berdasarkan komitmen-komitmen dalam Deklarasi Paris tentang
Efektifitas Bantuan. Berbagai kelompok sektoral memiliki peran koordinasi yang penting dalam bidang kehutanan,
pendidikan, pengentasan kemiskinan, iklim investasi dan desentralisasi, dan sebagian besar dari kelompok-kelompok
tersebut terdiri atas unsur-unsur pemerintah dan masyarakat madani. Dalam konteks ini, Komisi Eropa dan Negara-
negara Anggota Uni Eropa siap menyesuaikan diri dengan pendekatan baru Pemerintah Indonesia tentang pelaksanaan
dan bentuk dialog antara Pemerintah dan para donor, setelah dibubarkannya Kelompok Konsultatif mengenai Indonesia
(CGI) pada awal tahun 2007.
Background

Relations between the European Union (EU) and Indonesia are now more than three decades old and have been
influenced by the EU’s partnership with the Association of South East Asian Nations (ASEAN). As a founding member
of ASEAN, Indonesia was involved in the ASEAN-EU dialogue launched at the first ministerial meeting between the two
sides in 1978 and was also a signatory of the EU-ASEAN cooperation agreement of 1980, which covers trade, economic
cooperation and development as a basis for institutionalised dialogue.

The EU attaches great importance3 to the promotion of human rights, support for the process of democratisation, good
governance, environmental protection, trade liberalisation and strengthening the cultural dimension, by means of an
increasing dialogue on political, economic and social issues conducted in mutual interest.

The far reaching changes that took place in Indonesia at the end of the 1990s with the transition from authoritarian
rule to democracy led to a deepened relationship between the EU and Indonesia. In February 2000, bilateral political
and economic dialogue was reinvigorated when the European Commission (EC) launched a formal policy communication
entitled ‘Developing closer relations between Indonesia and the EU’. Dialogue at Ministerial level is undertaken in
meetings between the EU troika and its Indonesian counterpart, at least once a year, but generally more often. The EU
troika comprises the sitting Presidency of the Council of the EU, the EU Member State assuming the future Presidency,
and the EC.

The launching of the 2003 EC Communication on a ‘New Partnership with South East Asia’, attributes further importance
to the South East Asian region, setting out a comprehensive strategy for future EU relations with the region. The initiative
recognises that the countries of Europe and Southeast Asia, notably the newly democratic Indonesia, share many
common features, values and political and economic interests. This includes deep respect for cultural, religious and
linguistic diversity and a commitment to regional integration. The strategic priorities identified in the Communication
include supporting regional stability and the fight against terrorism; human rights, democratic principles and good
governance; mainstreaming justice and home affairs issues; new dynamism into regional trade and investment relations;
development of less prosperous countries; and finally intensifying dialogue and cooperation in specific policy areas,
such as economic and trade issues, justice and home affairs matters, science and technology, higher education and
culture, transport, energy, environment, and information society.

Economically, Southeast Asia, with Indonesia at its core, is set to become one of the most dynamic growth areas in the
world economy. The EU is keen to become an ever closer partner in this process, on the basis of mutual benefit.

Based on ongoing needs, the EU provides assistance to Indonesia through an array of programmes. The overall
development cooperation activities implemented by the EU (EC and Member States) in Indonesia during the recent years
have been focusing on the Millennium Development Goals (MDGs) with poverty alleviation, health and education being
key priorities. Another important part of the aid focuses on support to good governance, sustainable management of
natural resources and economic reform.

EU-Indonesia Trade and Investment Relations


Europe has proven to be among the most stable and reliable partners of Indonesia, both in trade and investment. The
recent figures also confirm the deep-rooted economic and other historic ties that exist between Europe and Indonesia.
In its trade relations with the EU, Indonesia has recorded a trade surplus of more than EUR 5 billion per year on average
since the crisis, which has supported Indonesia’s recovery in strengthening its external accounts.

Being the first destination of Indonesian non-oil and gas exports (15% of total), EU imports reached EUR 8.86 billion
in 2006. Indonesia exports are mainly agro-products, textiles, heavy equipment, leather and chemicals. Meanwhile,
imports from the EU, mainly high-end products, amounted to EUR 4.43 billion (14.2% of total), placing the EU as the
second largest sources of imports after ASEAN.

European companies also continue to show a strong interest in investing in Indonesia. With a total foreign direct

3 The Council Regulation (EEC) 443/92, 25 February 1992 (ALA Regulation) applies to Indonesia
European Union Development Co-operation in Indonesia

investment of EUR 1.28 billion in 2006, the EU is the third largest investor in Indonesia after Malaysia and Singapore,
according to the Indonesian Investment Coordinating Board (BKPM). Most of EU investments in Indonesia focus on the
domestic market as final destination for products and services. The EU also has a strong interest in investing in Indonesia’s
infrastructure needs. For this purpose, a manual ‘Investing in Indonesian Infrastructure - A guidebook for European
companies‘ was published and updated in 2006.

Commitments and Disbursements in 2005

In 2005, the EU (EC and Member States) had committed EUR 2.08 billion to cooperation activities with Indonesia. About
29% of the overall amount is channelled by the EC Delegation whereas 71% is managed by the EU Member States’
embassies/ agencies. Grants remain the major form of EU assistance with a total share of 90.5%, a significant increase
compared to 58% in 2004, and focus mainly on three key sectors: emergency aid and reconstruction, education and
good governance. The increasing amount of EU grants in 2005 was due to the massive support provided for tsunami
hit areas, refugees in conflict or post-conflict areas, plus assistance given following natural catastrophes in other parts
of the archipelago.

The significant amount of assistance for social sectors reflects the EU's willingness to concentrate all efforts on
achievement of MDGs. The sectors covered include education, health and water and sanitation. The programmes
financed are supporting reforms and targeting the poorest so as to contribute to poverty alleviation. The EU also continues
to assist development of key economic sectors in Indonesia such as transport, trade and investment, agriculture, fishery
and forestry.

The governance sector is focusing on strengthening the rule of law. It includes anti-corruption programmes, institutional
strengthening of key agencies at the policy level to rationalise the decision making process and strengthening the
judiciary to improve law enforcement mechanisms.

Aid taking the form of soft loans is delivered through several Member States, reflecting the priorities of the Government
of Indonesia. The loans contracted are mainly used to finance the improvement of transport and basic health services.
The rest of the soft loans are directed to enhance capacity in the power sector and trade.

Further details on level of commitments taken by the EU (EC and Member States), the amount of disbursement as per
31 December 2005 and actual disbursements made in 2005 are presented in Annex I and II of this report.

EU assistance to Indonesia – Grant (2005)


(in thousand EUR)

50,958
Others
28,495
Support to NGOs
639,920
Emergency Aid & Reconstruction
33,549
Environment Protection
12,933
Trade & Tourism
131,923
Agriculture, Forestry, Fishery
64,515
Business
55,623
Decentralisation
4,942
Transport
226,773
Governance
89,356
Water & Sanitation 197,887
Health
246,876
Education

Sources: EU Member States, 2006 (processed)


European Union Development Co-operation in Indonesia

EU assistance to Indonesia – Loan (2005)


(in thousand EUR)

250,000
206,390

200,000

150,000

100,000

34,837
50,000 27,000 27,362
7,187

0
Health Transport Decentralisation Business Energy
Sources: EU Member States, 2006 (processed)

Future Directions of Development Cooperation with Indonesia

In 2005, the EU and Indonesia initiated negotiations for a new Framework Agreement on Partnership and Cooperation.
This agreement aims at establishing a relationship based upon a modern policy agenda, with an appropriate institutional
framework and enabling a policy dialogue on a wider range of issues, including political issues such as human rights,
the fight against corruption and organised crime and legal cooperation. The future direction of development cooperation
will be closely linked and contribute to the implementation of this Agreement which is expected to be signed in 2007.

There is a global consensus at EU level to continue focusing on programmes supporting poverty alleviation. To reach
this goal, and in line with the Government of Indonesia’s Medium Term Development plan, the EU Member States and
the EC will continue supporting a broad category of sectors as requested by the Government of Indonesia. This includes
the education, health and agricultural sectors as well as economic reforms and good governance.
Latar Belakang

Hubungan antara Uni Eropa dan Indonesia sekarang telah terjalin selama lebih dari tiga dekade dan telah dipengaruhi
oleh kemitraan Uni Eropa dengan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Sebagai anggota pendiri ASEAN,
Indonesia terlibat dalam dialog ASEAN-Uni Eropa yang diselenggarakan dalam pertemuan tingkat menteri pertama
diantara kedua pihak pada tahun 1978 dan juga merupakan salah satu penandatangan persetujuan kerjasama ASEAN-
Uni Eropa pada tahun 1980, yang mencakup bidang perdagangan, kerjasama ekonomi dan pembangunan sebagai
dasar untuk dialog kelembagaan.

UE memberikan arti penting yang sangat besar3 untuk peningkatan hak-hak azasi manusia, dukungan pada proses
demokratisasi, tata pemerintahan yang baik, perlindungan lingkungan, liberalisasi perdagangan dan penguatan dimensi
kultural, dengan cara meningkatkan dialog tentang masalah politik, ekonomi dan sosial yang dilaksanakan untuk
kepentingan bersama.

Perubahan-perubahan dengan cakupan yang luas yang terjadi di Indonesia pada akhir tahun 1990an dengan peralihan
dari pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang demokratis telah memperdalam hubungan antara Uni Eropa
dengan Indonesia. Pada bulan Februari 2000, dialog politik dan ekonomi bilateral disegarkan kembali ketika Komisi
Eropa mengeluarkan sebuah komunikasi kebijakan formal berjudul ‘Membina hubungan yang lebih erat antara Indonesia
dan Uni Eropa’. Dialog tingkat menteri berlangsung dalam pertemuan-pertemuan antara troika Uni Eropa dengan pihak
Indonesia, sedikitnya setahun sekali, akan tetapi pada umumnya lebih sering. Troika Uni Eropa terdiri atas tiga pihak
yaitu Negara Anggota Uni Eropa yang tengah memangku jabatan sebagai Kepresidenan Dewan Uni Eropa, Negara
Anggota Uni Eropa yang akan mendapat giliran Kepresidenan berikutnya dan Komisi Eropa.

Uni Eropa memberikan arti penting yang lebih besar lagi kepada kawasan Asia Tenggara dengan dikeluarkannya
dokumen Komisi Eropa tahun 2003 tentang sebuah ‘Kemitraan Baru dengan Asia Tenggara’, yang menetapkan sebuah
strategi yang menyeluruh untuk hubungan Uni Eropa dengan kawasan tersebut di masa depan. Inisiatif tersebut
mengakui bahwa negara-negara Eropa dan Asia Tenggara, khususnya Indonesia sebagai negara demokrasi baru,
memiliki banyak persamaan ciri, nilai dan kepentingan politik dan ekonomi. Persamaan tersebut mencakup penghormatan
yang tinggi terhadap ragam budaya, agama dan bahasa serta komitmen untuk integrasi regional. Prioritas-prioritas
strategis yang diidentifikasi dalam dokumen tersebut antara lain mendukung stabilitas regional dan perjuangan melawan
terorisme; hak azasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi dan tata pemerintahan yang baik; pengarusutamaan masalah
keadilan dan dalam negeri; dinamisme baru untuk hubungan perdagangan dan investasi regional; pembangunan negara-
negara miskin, dan yang terakhir mengintensifkan dialog dan kerjasama dalam bidang-bidang kebijakan spesifik,
seperti masalah ekonomi dan perdagangan, hal-hal yang berkaitan dengan keadilan dan urusan dalam negeri, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan tinggi dan budaya, transportasi, energi dan masyarakat informasi.

Secara ekonomis, Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai intinya, siap untuk menjadi salah satu kawasan pertumbuhan
yang paling dinamis dalam perekonomian dunia. Uni Eropa antusias untuk menjadi mitra yang erat dalam proses ini,
berdasarkan manfaat bersama.

Sesuai kebutuhan, Uni Eropa memberikan bantuan kepada Indonesia melalui serangkaian program dalam berbagai
bidang. Perkembangan kegiatan-kegiatan kerjasama secara keseluruhan yang dilaksanakan oleh Uni Eropa (Komisi
Eropa dan Negara-Negara Anggota) di Indonesia pada tahun-tahun terakhir telah berfokus pada Tujuan-Tujuan
Pembangunan Milenium (MDG) di mana pengentasan kemiskinan, kesehatan dan pendidikan merupakan prioritas-
prioritas utama. Bagian penting lainnya dari bantuan tersebut juga diberikan untuk mendukung tata pemerintahan yang
baik, pengelolaan sumber daya alam secara berkesinambungan dan reformasi ekonomi.

Hubungan Perdagangan dan Investasi Uni Eropa-Indonesia

Eropa telah terbukti sebagai salah satu mitra Indonesia yang paling stabil, baik dalam bidang perdagangan maupun
investasi. Data-data terkini juga menegaskan adanya ikatan ekonomi dan sejarah yang mendalam antara Eropa dan
Indonesia. Dalam hubungan perdagangannya dengan Uni Eropa, Indonesia telah mencatat suatu surplus perdagangan

3 Regulasi Dewan (EEC) 443/92, 25 Februari 1992 (Regulasi ALA) berlaku untuk Indonesia
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

sebesar lebih dari EUR 5 milyar per tahun secara rata-rata sejak terjadinya krisis, yang telah mendukung pemulihan
Indonesia dalam memperkuat finansial luar negerinya.

Sebagai tujuan pertama ekspor non-migas Indonesia (15,2% dari keseluruhan), impor Uni Eropa mencapai EUR 8,86
milyar pada tahun 2006. Produk-produk ekspor Indonesia yang terutama adalah produk-produk pertanian, tekstil, alat-
alat berat, kulit dan bahan kimia. Sementara itu, impor dari Uni Eropa, utamanya adalah produk-produk teknologi tinggi,
sebesar EUR 4,43 milyar (14,2% dari total), sehingga menempatkan Uni Eropa pada urutan kedua di antara sumber
impor Indonesia, setelah ASEAN.

Perusahaan-perusahaan Eropa juga terus menunjukkan minat yang besar untuk berinvestasi di Indonesia. Uni Eropa
adalah investor terbesar ketiga di Indonesia dengan investasi asing langsung sebesar EUR 1,28 milyar, setelah Malaysia
dan Singapura berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebagian besar dari investasi Uni Eropa
di Indonesia berfokus pada pasar domestik sebagai tujuan akhir barang dan jasa. Uni Eropa juga mempunyai minat
yang besar untuk berinvestasi pada kebutuhan prasarana Indonesia. Untuk tujuan tersebut, sebuah pedoman berjudul
‘Berinvestasi dalam Infrastruktur Indonesia – Sebuah buku panduan untuk perusahaan-perusahaan Eropa’ telah
diterbitkan dan diperbaharui pada tahun 2006.

Komitmen dan Pencairan di tahun 2005

Pada tahun 2005, UE dan Indonesia memulai negosiasi-negosiasi untuk menyepakati sebuah Persetujuan Kerangka
Kerja Bilateral tentang Kemitraan dan Kerjasama. Persetujuan ini bertujuan untuk menjalin hubungan berdasarkan
sebuah agenda kebijakan moderen, dengan sebuah kerangka kerja kelembagaan yang tepat dan memungkinkan
dilakukannya sebuah dialog kebijakan tentang berbagai masalah, termasuk masalah politik seperti hak-hak asasi
manusia, perjuangan melawan korupsi dan kerjasama hukum. Arah masa depan dari kerjasama pembangunan akan
berkaitan dengan erat dan turut mendukung pelaksanaan Persetujuan ini yang akan ditandatangani dalam waktu dekat.

Namun demikian, ada sebuah konsensus global pada tingkat UE untuk terus berfokus pada program-program pengurangan
kemiskinan. Untuk mencapai tujuan ini, dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah
Indonesia, Negara-Negara Anggota dan KE akan terus mendukung sektor pendidikan dan ekonomi, sambil tetap
mengarusutamakan tata pemerintahan yang baik di semua tingkat.

Proyek-Proyek dan Program-Program tahun 2005

Pada tahun 2005, Uni Eropa (Komisi Eropa) memberi komitmen sebesar EUR 2,08 milyar untuk kegiatan kerjasama
di Indonesia. Sekitar 29% dari jumlah tersebut disalurkan oleh Delegasi Komisi Eropa sedangkan 71% dikelola oleh
kedutaan-kedutaan/ instansi-instansi para Negara Anggota Uni Eropa. Hibah tetap merupakan bentuk bantuan utama
yaitu sebesar 90,5%, suatu peningkatan yang signifikan jika dibanding 58% pada tahun 2004. Fokus bantuan ini adalah
pada tiga sektor utama: bantuan darurat dan rekonstruksi, pendidikan dan tata pemerintahan yang baik. Peningkatan
jumlah hibah Uni Eropa pada tahun 2005 khususnya disebabkan oleh dukungan besar yang diberikan bagi wilayah-
wilayah yang terkena dampak tsunami, pengungsi di wilayah konflik atau wilayah pasca-konflik, serta bantuan yang
diberikan menyusul adanya bencana alam yang terjadi di wilayah-wilayah lain di nusantara.

Besarnya bantuan untuk sektor sosial mencerminkan tekad Uni Eropa untuk mengerahkan semua upaya untuk
pencapaian MDG. Sektor yang menjadi cakupan termasuk pendidikan, kesehatan, serta air dan sanitasi. Program yang
mendapat pembiayaan adalah program-program yang mendukung reformasi dan ditujukan pada kelompok termiskin,
sehingga memberi kontribusi pada pengentasan kemiskinan. Uni Eropa tetap pula mendukung pengembangan sektor-
sektor ekonomi utama di Indonesia, misalnya transportasi, perdagangan dan investasi, pertanian, perikanan dan
kehutanan.

Sektor tata pemerintahan berfokus pada penguatan supremasi hukum. Hal ini mencakup program-program pemberantasan
korupsi, penguatan kelembagaan instansi-instansi utama pada tingkat pembuat kebijakan untuk merasionalisasi proses
pengambilan keputusan dan penguatan sektor peradilan untuk perbaikan mekanisme-mekanisme penegakan hukum.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan yang berbentuk pinjaman lunak diberikan melalui beberapa Negara-Negara Anggota, yang mencerminkan
prioritas-prioritas Pemerintah Indonesia. Pinjaman-pinjaman tersebut utamanya digunakan untuk membiayai perbaikan
sektor transportasi dan pelayanan dasar kesehatan. Bagian lain dari pinjaman lunak tersebut diarahkan untuk
meningkatkan kapasitas di sektor kelistrikan dan perdagangan.

Rincian lebih lanjut mengenai tingkat komitmen Uni Eropa (Komisi Eropa dan Negara-negara Anggota), tingkat pencairan
per tanggal 31 Desember 2005 dan pencairan yang dilakukan pada tahun 2005 disajikan pada Lampiran I dan II dari
laporan ini.

Bantuan Uni Eropa untuk Indonesia – Hibah (2005)


(dalam ribuan EUR)

50,958
Lain-lain
28,495
Dukungan bagi LSM
639,920
Bantuan Darurat & Rekonstruksi
33,549
Perlindungan Lingkungan
12,933
Perdagangan & Pariwisata
131,923
Pertanian, Kehutanan, Perikanan
64,515
Bisnis
55,623
Desentralisasi
4,942
Transportasi
226,773
Tata Pemerintahan
89,356
Air & Sanitasi
197,887
Kesehatan
246,876
Pendidikan

Sumber: Negara-negara Anggota Uni Eropa, 2006 (proses)


Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan Uni Eropa untuk Indonesia - Pinjaman (2005)


(dalam ribuan EUR)

250,000
206,390

200,000

150,000

100,000
34,837
27,000 27,362
50,000 7,187

0
Kesehatan Transportasi Desentralisasi Bisnis Energi
Sumber: Negara-negara Anggota Uni Eropa, 2006 (proses)

Arah Masa Depan Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia

Pada tahun 2005, Uni Eropa dan Indonesia memulai negosiasi-negosiasi sebuah Kesepakatan Kerangka Kerja tentang
Kemitraan dan Kerjasama. Tujuan dari kesepakatan ini adalah untuk menjalin hubungan berdasarkan sebuah agenda
kebijakan moderen, dengan sebuah kerangka kerja kelembagaan yang tepat dan memungkinkan dilakukannya sebuah
dialog kebijakan tentang berbagai masalah, termasuk masalah politik seperti hak-hak azasi manusia, perjuangan
melawan korupsi dan kerjasama hukum. Arah masa depan dari kerjasama pembangunan akan berkaitan erat dan turut
mendukung pelaksanaan kesepakatan ini yang akan ditandatangani pada tahun 2007.

Ada konsensus umum pada tingkat Uni Eropa untuk terus berfokus pada program-program pengentasan kemiskinan.
Untuk mencapai tujuan ini dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Indonesia, para
Negara Anggota Uni Eropa dan Komisi Eropa akan terus memberi dukungan pada berbagai sektor sesuai permintaan
Pemerintah Indonesia. Hal ini termasuk pendidikan, kesehatan dan pertanian, maupun reformasi perekonomian dan
tata pemerintahan yang baik.
The education sector has become a major focus of attention amongst development
partners in the last two years, driven primarily by the desire to assist Indonesia in
achieving the United Nations (UN) Millennium Development Goals (MDGs) for
education. This chapter aims to show how Indonesia is striving to achieve these
goals, and how the development partners are providing assistance. This chapter
describes the context of education development in Indonesia, support provided by
the European Union (EU) in all sub-sectors of education and highlights the possibility
of moving towards a sector wide approach (SWAP).

The Government of Indonesia aims to improve national competitiveness and reduce poverty through its Medium Term
Strategic Plan. It is committed to the achievement of the MDGs and the Education for All (EFA) goals, and if current
efforts are sustained, these key education goals are set to be reached by 2015.

Key challenges for the Government include widening access to education without compromising quality, improving quality
in a newly decentralised environment, and ensuring that the newly increased funds for education are well spent. To
address this, the Ministry of Education is working through its strategic plan for 2005-2009, known as the Renstra, which
has three pillars to its strategy, including (1) Improving access, (2) Increasing quality, and (3) Improving the governance
and management of education.

Globally, the European Commission (EC), along with a number of development partners, seeks where possible to provide
support to partner governments through SWAPs and budget support. This approach is based on two key principles: one,
that programmes are led by partner governments, and two, that they have the common goal of improving the efficiency
and effectiveness with which internal and external resources are used. This reflects a mutual concern to improve results
of government and donor spending both by focusing resources on the priorities stated in national planning documents
and by improving the quality of spending.

A number of development partners are currently supporting programmes in basic education in Indonesia, including:
Australian Agency for International Development (Ausaid), United States Agency for International Development (USAID),
Asian Development Bank (ADB), Japan International Cooperation Agency (JICA), UN Children’s Fund (UNICEF) and UN
Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO). Large amounts of development assistance funds are being
made available to support education reform and development in line with the Renstra. There is growing interest in
moving towards a SWAP among this group, which formalised inter-donor coordination in 2005 with the establishment
of the Education Sector Working Group (ESWG), currently co-chaired by the EC and the Netherlands for one year. This
group is taking forward the Paris Declaration on Aid Effectiveness, and is seeking to work with the Government in support
of achievement of MDGs. World Bank support to basic education is moving into a new phase towards teacher quality
support and district level SWAPs, joining forces with the Netherlands and the EC, meanwhile both the ADB and Ausaid
have developed major programmes aimed at working towards a SWAP in Indonesia.

For development assistance through a SWAP to become effective, the Government needs to take full ownership of the
process, to take a lead in donor coordination and harmonisation, and establish a platform for policy dialogue at sector
level which will allow development partners to monitor developments in education and to engage productively with the
Government. Alongside this, a medium term expenditure framework will allow development partners' assistance to fill
financing gaps, and will give the Government much clearer information than it has at present on how development
assistance is being used and can be used in the future.

Basic Education (Primary and Junior Secondary)

European Commission

EC intends to help build towards a basic education sector programme by 2009 through a series of steps.
• A first four-year programme, the EUR 20 million Basic Education Sector Capacity Support Programme
(BE-SCSP 1), which started in 2006, focuses on managing the decentralisation process and improving
service delivery through the mainstreaming of good practices in basic education.
European Union Development Co-operation in Indonesia

• A second five-year programme, EUR 17.5 million, BE-SCSP 2, planned to start in 2007, is intended to complement
BE-SCSP 1 in order to support the Government of Indonesia in the achievement of MDGs and EFA goals
through good governance in education and to prepare for an education sector support programme
focusing on district-level needs. The programme aims to address systems capacity issues in the areas
of financial management, information systems, and to support the work of the Policy Dialogue Board for
the education sector under the leadership of the Government. The Netherlands is to co-finance this programme,
contributing an additional EUR 22.5 million, and the programme is to be managed by the World Bank as the
Basic Education Capacity Trust Fund (BEC-TF).
• A follow-on Basic Education Sector Programme (BESP) to be prepared in 2008 (amount to be decided),
will build upon the results of the ongoing capacity building BE-SCSP1 and BE-SCSP2 programs, with the
aim of supporting achievement of the MDGs and EFA goals through SWAP, providing budget support to districts/cities,
tracked by the Policy Dialogue Board through the use of agreed indicators.

Germany

In the primary education sector, efforts are aimed at strengthening teaching and learning skills mainly in science
education (Science Education Quality Improvement Project/ SEQIP), which is a bilateral cooperation between the
Government of Indonesia and the Federal Republic of Germany. A multi-level intervention strategy is used with a number
of interventions applied simultaneously in schools and in the school environment. The interventions include training
activities targeting supervisors, headmasters, advisory teachers and teachers, university lecturers and administrative
staff, provision of experimental equipment, handbooks and textbooks. The project is implemented on big scale and
involves currently around 35,000 schools.

An extensive monitoring system was developed to measure training results on different levels in order to determine the
utilisation of materials provided, the change in teaching methodology, and most importantly to measure learning
achievements of the children. The innovations introduced in the learning process are followed-up in the achievement
evaluation system, which was changed to measure understanding rather than factual knowledge. A classroom activity
observation scheme was introduced to verify the extent of innovations in the classroom.

The implementation of the reform approach results in a change of teachers’ behaviour with changing teaching methods
from traditionally teacher-centred to child-focused and activity-oriented.

To ensure sustainability of the changes and improvements achieved, a training program for teacher training institutions,
both pre-service and in-service, was developed and an Education Management Information System is currently established
on district level.

The Netherlands

In view of the fact that the Netherlands targets 15% of its development assistance to basic education, it was decided
to aim at a quick, substantial and multi-annual increase of budget allocation for basic education within the framework
of the multi-annual strategic objectives of the Royal Netherlands Embassy (RNE) of economic growth/ improvement of
the investment climate and political stability. Therefore, technical and vocational education and training, as well as
involvement of Islamic institutions and organisations, were explicitly included in
the Plan of Action. At the same time, the first drafts of the Renstra of Ministry of
National Education – prepared with Dutch support – became available in the second
half of 2005. This Strategic Plan for Education Development is the framework for
consultation with the Government of Indonesia on priorities and directions for
external support by the donor agencies, including the RNE.

At the national level, the Dutch support programme aims at policy development
and strengthening governance and management; at the provincial and district level,
support is focused on capacity building, accountability and making a difference
at school and class-room level. The geographical focus is Eastern Indonesia: Sulawesi, Maluku, Papua and West Timor.
European Union Development Co-operation in Indonesia

The following activities started in 2006:


• Early Childhood Education and Development (ECED) program aimed at developing a public and sustainable system
of ECED in the country. Coverage: national. The Dutch grant money is used for technical assistance.
The loan money is used for infrastructure and equipment. The programme is Government executed, and
managed by the World Bank.
• Trust Fund for Basic Education. This Trust Fund is a facility to finance and to execute a series of
pre-determined pilot initiatives within the framework of preparing and designing schemes on scale,
such as teacher training and certification, Information and Communication Technology (ICT), local funding
options for rehabilitation and construction, and local governance and accountability. It is executed by
the World Bank and Government.
• District Basic Education Program in six districts of the province of West Timor. It is executed by the
Ministry of National Education with technical assistance from contractors of the ADB. It has a focus
on local capacity building for school based management.

In preparation are two new initiatives. The first is a joint initiative with the EC and the World Bank. Modality: pooled
funding in a World Bank-managed Trust Fund. Part of the budget will be Government executed, and part of it will be
World Bank executed. It has a focus on governance, public finance management, monitoring and evaluation and financing
systems and modalities, both at the national and the local level. This programme is to start in early 2007.

The second initiative is a follow-up on support to the Teacher Management and Training/ Certification program. With a
budget from the Education Trust Fund, preparatory studies and pilot are financed for the design of a multi-annual and
comprehensive support program for which the Government of Indonesia will commit USD 60 million, the World Bank
will provide a loan of USD 100 million and the RNE might contribute USD 40 million. This programme is to start in late
2007/ early 2008.

Higher Education

European Commission

Erasmus Mundus programme

The Erasmus Mundus scholarship programme, financed by the EC, aims at


encouraging and enabling highly qualified graduates and scholars from third-
countries to obtain qualifications and experience in the EU.

Erasmus Mundus Master Courses (EMMC) are top-quality courses taking place in some of the best European universities.
There are currently 80 courses to choose from, covering areas ranging from engineering and technology, natural sciences,
life sciences, social sciences, business, economics, to law and the humanities. The scholarships are not only provided
to graduate students to follow the EMMC but also to scholars to carry out teaching and research assignments and
scholarly work in the institutions participating in EMMC.

Erasmus Mundus students undertake their Master courses from one up to two years, in at least two universities located
in two different EU Member States. In addition to obtaining a top class education they also gain experience of European
lifestyles, cultures and languages. Students are admitted onto the courses only after a highly competitive process,
ensuring that the Erasmus Mundus programme draws the world’s best talents.

Apart from the scholarship scheme, Erasmus Mundus also offers a Partnerships programme in order to encourage
European universities to open themselves up to the world and to reinforce their world-wide presence. EMMC also have
the possibility of establishing partnerships with third-country higher education institutions allowing for outgoing mobility
of graduate EU students and scholars involved in the EMMC.

Since 2004, 54 Indonesian students and three scholars have benefited from the Erasmus Mundus scholarship scheme.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Further information on Erasmus Mundus including application process for the forthcoming academic year can be
found at:
http://www.delidn.ec.europa.eu
or directly by visiting:
http://ec.europa.eu/education/programmes/mundus/projects/index_en.html

Asia-Link programme

A programme for higher education networking between Europe and Asia

The Asia-Link programme was set up by the EC to promote regional and multilateral networking between higher education
institutions in Europe and those in developing countries in Asia. The programme aims to promote the creation of new
partnerships, to reinforce existing partnerships between European and Asian universities, and to create new sustainable
links.

Partnership Projects

The major share of the programme’s budget provides co-funding for partnership projects. Four Calls for Proposals for
partnership projects have been completed over the first four years of operation (2002-2005). Projects are designed
and operated through a partnership that involves two or more European institutions and two or more from Asia.

Under these four Calls, a total of 155 partnership projects have been selected for co-funding with a total of 707 institutions
participating. The total EC contribution to the 155 projects selected so far amounts to EUR 53 million. In general, the
EC contributes 75% of costs of the project. Funding of 90% is possible where Asian partners are exclusively from least
developed countries.

The EC Delegation in Indonesia monitors 17 Asia-Link projects amounting to a total of EUR 5.6 million covering wide
variety of sectors including natural resources, health, small and medium enterprises, transportation, etc. Currently 22
Indonesian universities are participating in these projects, with two Indonesian universities acting as lead partner.

Asia-Link projects are characterised by one of or a combination of the following main actions:
• Human Resource Development – Activities aim to upgrade the skills of university teaching staff, in particular young
faculty and future teachers (i.e. postgraduate students), and administrators, and provide mobility of nationals from
both Europe and the eligible Asian countries
• Curriculum Development – Activities aim to develop curricula, by producing new/ improved/ innovative
courses, modules or teaching / training materials
• Institutions and Systems Development – Activities aim to enhance the overall management of institutions
of higher education through the sharing of experience between Asian and European institutions
(or groups/ associations of institutions).

Further information on Asia Link programmes can be obtained from:


http://ec.europa.eu/europeaid/projects/asia-link/index_en.htm

European Higher Education Fairs

In addition to cooperation projects, Asia-Link is also financing a series of seven European Higher Education Fairs (EHEFs)
to take place over the 2006-2008 period, in China, Indonesia, India, Malaysia, the Philippines, Thailand and Vietnam.
The Fairs are providing a forum for European higher education institutions and associations to promote the European
higher education sector to Asian students and academics, and to exchange good practice on Asia-Link and other higher
education cooperation initiatives.

Further information on EHEF is available at: http://www.ehefs.org/


European Union Development Co-operation in Indonesia

Austria

The principal Austrian scholarship programmes for Indonesian students/ researchers are as follows:
• Southeast Asian Technology doctorate scholarships: four grants awarded in 2005
• North-South Dialogue doctorate scholarships (sectoral priorities: water and sanitation, rural development, energy,
small- and medium-scale enterprises, education, science and research, good governance): five grants
awarded in 2005
• ASEAN-European University Network (ASEA-UNINET) one-month post-doctorate training: one grant
awarded per year
• On-place scholarships for doctorate studies at Indonesian universities: 12 grants awarded 2005.

The total amount of disbursements for Austrian scholarships to Indonesian students in 2005 was EUR 497,000 (45.5%
of total Official Development Assistance/ ODA grants).

Belgium

Every year Belgium awards scholarships to students from developing countries, with the support of the Directorate
General for International Cooperation, under the auspices of the Federal Public Service Foreign Affairs, Foreign Trade
and Development Cooperation, and through the Flemish Interuniversity Council (VLIR) and the Inter- University Council
of the French speaking universities.

Since 1998, Indonesia has also benefited from this government-to-government scholarship programme although the
number of scholarships is limited to the International Trainings and Courses (for master degrees and trainings only).
In 2005, a total of 10 students received scholarships.

Furthermore, there are several Belgian religious institutions distributing scholarships for Indonesian students, including
Broeders van de Liefde (Brothers of Love).

Germany

The Deutscher Akademischer Austauschdienst (DAAD) is a joint organisation of German institutions of higher education
and it supports projects that promote the exchange of students and academics. DAAD programmes are open to all
disciplines, countries and students.

As of February 2007, around 2,300 Indonesians (in the year 2005 around 347) have received a long-term scholarship
from DAAD for a university degree or a doctorate.

During the last years university partnership programmes between German and Indonesian universities have been set
up to promote cooperative projects on the faculty or departmental level.

Cooperation between universities and science institutions in Germany and Indonesia is also incorporated in the bilateral,
scientific cooperation. Funded by the Federal Ministry of Education and Research in Germany, two successive scholarship
programmes for marine science and coastal management were run in Indonesia, a special programme for environment
technology with selected countries (Asia – including Indonesia –, Latin America and others) as well as the country
programme ‘engineering and sciences’ for Indonesia. These programmes were complemented by the scholarship
programme for special university courses in biotechnology in the framework of the so-called
‘South-South cooperation’, financed the German Government. The last selection process was held in December 2006.

In the last 50 years, more than 23,000 Indonesians have studied in Germany. Since 1998, the number of Indonesians
studying in Germany has been growing continuously.

In 2005, the DAAD assisted countries affected by the 2004 Tsunami by facilitating programmes whereby graduates and
scientists from Indonesia and Germany participated in study and research visits, seminars, and conferences dealing
European Union Development Co-operation in Indonesia

with the humanitarian crisis. DAAD-alumni in Aceh were supported to promote activities leading to reconstruction and
rehabilitation. In view of the need for disaster preparedness and prevention in Indonesia, the DAAD offered a broad
range of long-term scholarships for Masters and Doctorate studies in Germany. Post doctorates often participate in
short-term research projects with their German counterparts.

Cooperating with 12 Indonesian institutions of higher education, DAAD granted 1,291 Sur-Place Scholarships to students
and graduates from the disaster areas. The purpose of the scholarships was to enable students to continue and complete
their studies. Most of the scholarships were granted for one year. The scholarships were funded by the German Federal
Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ), the Donor’s Association for the Promotion of Science and
Humanities in Germany (Stifterverband für die deutsche Wissenschaft) and by private sponsors.

Italy

A specific Cultural Cooperation Agreement links Italy and Indonesia since 1997.

On that basis, Italy provides – inter alia – contributions to several Indonesian universities (Udayana University in Bali,
Gadjah Mada University in Yogyakarta, National University in Jakarta, Bandung Institute of Technology, Indonesian
Tourism Academy in Jakarta, University of Indonesia in Depok) for the teaching of Italian language and culture.

In 2006, 28 Indonesian nationals were selected for studying the Italian language and culture in Italy, as well as
specialisation studies indicated as a priority by the Indonesian authorities.

In addition, various Italian universities provided their scholarships in favour of Indonesian students. As many as 25
Indonesian nationals were selected for attending post-graduate specialisation studies in Italy. These scholarships were
provided also on the basis of specific cooperation agreements those Italian universities have established in specific
fields with Indonesian university counterparts.

The Netherlands

The Netherlands works with the University of Leiden in a programme entitled Training of Young Islamic Leaders. This
is a fellowship programme (Masters, PhD and short courses) in the Netherlands/ Europe, not only in Islamic Studies
but also in other disciplines. This programme is executed by the Ministry of Religious Affairs, Leiden University and
Netherlands Education Centre (NEC) in Jakarta as sub-contractor for fellowship management.

The Netherlands provides scholarships for the Masters Degree, Short Courses and PhD through its Studeren in Netherlands
(StuNed) and Netherlands Fellowship Programme (NFP) scholarship schemes. A total of 190 Indonesian students were
selected in 2005 to receive these scholarships.

Vocational and non-formal education and language training

Germany

German assistance is provided for vocational training and is facilitated by the Indonesian-German Institute (IGI). IGI
provides education on labour skills needed by small- and medium-sized enterprises.

Through the German cultural institute in Jakarta, Goethe-Institut, projects have been implemented to improve the
teaching conditions of the German language. At present more than 60,000 pupils are taught German as their second
obligatory foreign language.

Between 2000 and 2006, Goethe-Institut supported the Indonesia education sector in the following areas:
• Seminars for German language teachers with 10,000 participants
• 162 scholarships for Indonesian teachers to attend German language courses in Germany
European Union Development Co-operation in Indonesia

• 115 scholarships for Indonesian teachers to attend German language courses at the Goethe-Institut in Jakarta
• Cultural events for German language students with 1,350 participants.

For the implementation of the above language programmes a total of EUR 900,000 was made available by the German
Federal Foreign Office.

The Netherlands

In 2006, the Netherlands funded UNICEF to manage the second phase of the HIV/AIDS Life Skills Education for in- and
out-of-school youth. In the second phase the number of districts in Papua/ Jaya Barat provinces has been increased.
Execution is through the Ministry of National Education, non-governmental organisations and other local organisations.

Additionally, the Netherlands supports the International Labour Organisation (ILO) Education and Skills Training for Youth
Employment (EAST) in Sulawesi, Maluku, Papua and East Nusa Tenggara (which also has some focus on Aceh
reconstruction). This programme works at junior secondary general and vocational level; non-formal training programmes;
child labour, HIV/AIDS and gender, with the Ministry of National Education, Ministry of Manpower and Transmigration,
and ILO.

Portugal

Education is a key sector for Portuguese development cooperation.

The dissemination of the Portuguese language, as an instrument of education and training, is one of the strategic
guidelines of the new vision of the role of Portuguese development cooperation. Portugal uses language teaching and
training as key instruments for building institutional and human capacities in its priority countries. It makes considerable
efforts to train teachers in order to expand the teaching, in Portuguese, of the various disciplines at all stages of the
education cycle, from primary school through higher education. Through the promotion of Portuguese, articulating a
language policy with a cultural one, Portugal supports basic schooling including adult literacy activities, thereby promoting
the attainment of the second MDG.

In 2004, Portugal signed an agreement with the University of Indonesia, through its Faculty of Humanities, with the
objective of promoting the Portuguese language and culture in Indonesia, providing books, audio-visual and multimedia
materials, and scholarships for university students and teaching staff of the University to attend courses of Portuguese
language and culture in Portugal, and finances a full-time lecturer of Portuguese language. The agreement includes
the joint organisation of cultural activities and exchange programme of academic staff and of publications.

Currently more than 120 students attend the Portuguese language and culture courses in the Faculty of Humanities
and in the Faculty of Post-Graduate Studies, Department of European Studies, of the University of Indonesia.

Students of other schools and universities as well as professional individuals can also join, at the Embassy of Portugal
in Jakarta, the Portuguese language and culture courses offered for beginners and intermediate level.

In the area of cross-cultural diversified cooperation between Portugal and Indonesia, several academic research projects
have started especially concentrated in the provinces of East Nusa Tenggara, North Maluku and Maluku, in recognition
of the historical connections between Indonesia and Portugal.
Sektor pendidikan telah menjadi fokus perhatian yang penting di antara para mitra pembangunan dalam dua tahun
terakhir, didorong terutama oleh keinginan membantu Indonesia mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG)
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk pendidikan. Bab ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana upaya Indonesia
mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan bagaimana para mitra pembangunan memberikan bantuan. Bab ini menjelaskan
konteks pembangunan pendidikan di Indonesia, dukungan yang diberikan oleh Uni Eropa dalam semua subsektor
pendidikan, dan menyoroti kemungkinan menuju pendekatan yang mencakup seluruh sektor (SWAP).

Pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan mengurangi kemiskinan melalui Rencana
Strategis Jangka Menengah. Pemerintah berkomitmen terhadap pencapaian MDG dan Pendidikan untuk Semua Orang
(EFA), dan apabila upaya-upaya saat ini dapat dipertahankan, tujuan-tujuan utama dalam bidang pendidikan tersebut
diperkirakan tercapai pada tahun 2015.

Tantangan-tantangan utama yang dihadapi Pemerintah mencakup perluasan akses ke pendidikan tanpa mengorbankan
kualitas, meningkatkan kualitas dalam kondisi sistim desentralisasi, dan memastikan bahwa dana pendidikan yang
baru saja ditingkatkan dipergunakan dengan baik. Untuk mengatasi hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasional
bekerja berdasarkan rencana strategisnya untuk tahun 2005-2009, yang dikenal sebagai Renstra, yang terdiri dari tiga
pilar strategi, termasuk (1) Memperbaiki akses, (2) Meningkatkan kualitas, dan (3) Meningkatkan penataan dan
pengelolaan pendidikan.

Secara global, Komisi Eropa, dengan sejumlah mitra pembangunan, berupaya sedapat mungkin untuk memberikan
dukungan kepada pemerintah-pemerintah mitra melalui SWAP dan dukungan anggaran. Pendekatan ini didasarkan
pada dua prinsip utama: satu, bahwa pelaksanaan program-program dipimpin oleh para pemerintah mitra dan, kedua,
bahwa mereka memiliki tujuan bersama untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya
internal dan eksternal. Hal ini mencerminkan kepentingan bersama untuk meningkatkan hasil dari pengeluaran
pemerintah dan donor baik dengan memfokuskan sumber daya pada prioritas-prioritas yang dinyatakan dalam dokumen-
dokumen perencanaan nasional, maupun dengan meningkatkan kualitas pengeluaran.

Sejumlah mitra pembangunan saat ini sedang mendukung program-program pendidikan dasar di Indonesia, termasuk
Australian Agency for International Development (Ausaid), United States Agency for International Development (USAID),
Bank Pembangunan Asia (ADB), Japan International Cooperation Agency (JICA), Dana Anak-anak PBB (UNICEF) dan
Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Sejumlah besar dana bantuan pembangunan
disediakan untuk mendukung reformasi pendidikan dan pembangunan sejalan dengan Renstra. Keinginan untuk
menerapkan SWAP semakin besar diantara kelompok tersebut, yang meresmikan koordinasi antar donor pada tahun
2005 dengan membentuk Kelompok Kerja Sektor Pendidikan (ESWG), yang saat ini diketuai oleh Komisi Eropa bersama
Belanda untuk masa satu tahun. Kelompok ini berusaha mewujudkan Deklarasi Paris mengenai Efektivitas Bantuan,
dan berupaya untuk bekerja dengan Pemerintah dalam mendukung pencapaian MDG. Dukungan Bank Dunia bagi
pendidikan dasar bergerak ke tahap baru yaitu menuju dukungan kualitas guru dan SWAP tingkat kabupaten/ kota,
menggabungkan kekuatan dengan Belanda dan Komisi Eropa, sementara ADB dan Ausaid telah mengembangkan
program-program besar yang ditujukan untuk mewujudkan SWAP di Indonesia.

Agar bantuan pembangunan melalui SWAP dapat efektif, Pemerintah perlu mengambil kepemilikan penuh atas proses
tersebut, untuk menjadi pimpinan koordinasi dan penyelarasan donor, serta menetapkan dasar untuk dialog kebijakan
tingkat sektoral yang akan memungkinkan para mitra pembangunan untuk memantau perkembangan dalam pendidikan
dan untuk terlibat secara produktif dengan Pemerintah. Bersamaan dengan hal tersebut, kerangka pengeluaran jangka
menengah akan memungkinkan bantuan dari para mitra pembangunan mengisi celah-celah yang kekurangan dana,
dan akan memberikan Pemerintah informasi yang lebih jelas daripada yang dimiliki saat ini mengenai bagaimana
bantuan pembangunan digunakan dan dapat dimanfaatkan di masa yang akan datang.

Pendidikan Dasar (SD dan SMP)

Komisi Eropa

Komisi Eropa bermaksud untuk membantu membangun program sektor pendidikan dasar sampai dengan tahun 2009
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

melalui serangkaian langkah-langkah.


• Program empat tahun pertama, Program Dukungan Kapasitas Sektor Pendidikan Dasar (BE-SCSP 1) senilai EUR
20 juta, yang dimulai pada tahun 2006, berfokus pada pengelolaan proses desentralisasi dan peningkatan
pemberian layanan melalui pengarusutamaan praktik-praktik terbaik dalam pendidikan dasar.
• Program lima tahun kedua, BE-SCSP 2 senilai EUR 17,5 juta, rencananya akan dimulai pada tahun 2007 dan
dimaksudkan untuk melengkapi BE-SCSP 1 guna mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai MDG dan
EFA melalui tata kelola pendidikan yang baik, dan untuk mempersiapkan program dukungan sektor pendidikan
yang berfokus pada kebutuhan-kebutuhan tingkat kabupaten/ kota. Program tersebut bertujuan untuk mengatasi
permasalahan kapasitas sistem dalam bidang manajemen keuangan, sistem informasi, dan untuk mendukung
pekerjaan Badan Dialog Kebijakan untuk sektor pendidikan di bawah kepemimpinan Pemerintah. Belanda akan
turut membiayai program ini, memberikan tambahan sebesar EUR 22,5 juta, dan program tersebut akan dikelola
oleh Bank Dunia sebagai Dana Perwalian Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC-TF).
• Program Sektor Pendidikan Dasar (BESP) lanjutan yang akan disusun pada tahun 2008 (nilainya akan diputuskan
kemudian) akan mengembangkan hasil-hasil dari BE-SCSP1 dan BE-SCSP2 yang sedang berlangsung, dengan
tujuan untuk mendukung pencapaian MDG dan EFA melalui SWAP, memberikan dukungan anggaran kepada
kabupaten/ kota, yang ditelusuri oleh Badan Dialog Kebijakan melalui penggunaan indikator-indikator yang
disepakati.

Jerman

Dalam sektor pendidikan dasar, upaya-upaya ditujukan untuk memperkuat


keterampilan belajar mengajar, terutama dalam pendidikan sains (Proyek
Peningkatan Kualitas Pendidikan Sains/ SEQIP), yang adalah kerjasama bilateral
antara Pemerintah Indonesia dan Republik Federal Jerman. Sebuah strategi
keterlibatan multi-tingkat diterapkan dengan sejumlah kegiatan yang dilakukan
secara bersamaan dalam sekolah-sekolah dan dalam lingkungan sekolah.
Kegiatan tersebut mencakup pelatihan dengan sasaran para penyelia, kepala
sekolah, guru penasihat, guru, dosen dan staf administratif, pemberian peralatan
eksperimen, buku pedoman, dan buku pelajaran. Proyek ini dilaksanakan dalam
skala besar dan saat ini melibatkan sekitar 35.000 sekolah.

Sistem pemantauan luas dikembangkan untuk mengukur hasil pelatihan di berbagai tingkat guna menentukan
penggunaan bahan-bahan yang disediakan, perubahan metodologi pengajaran, dan yang paling penting adalah untuk
mengukur prestasi belajar anak-anak. Inovasi-inovasi yang diterapkan dalam proses belajar ditindaklanjuti dalam sistem
evaluasi prestasi, yang diubah untuk mengukur pemahaman dan bukan pengetahuan faktual. Skema pengamatan
kegiatan di kelas diterapkan untuk membuktikan tingkat inovasi dalam kelas.

Penerapan pendekatan reformasi menghasilkan perubahan perilaku guru dengan perubahan metode mengajar dari
metode tradisional yang berpusat pada guru menjadi terpusat pada anak dan berorientasi pada kegiatan.

Untuk menjamin kesinambungan dari perubahan dan perbaikan yang dicapai, sebuah program pelatihan untuk lembaga-
lembaga pelatihan guru, baik sebelum maupun setelah mulai mengajar, dikembangkan dan Sistem Informasi Manajemen
Pendidikan saat ini dibentuk pada tingkat kabupaten/ kota.

Belanda

Melihat fakta bahwa Belanda menetapkan sasaran sebesar 15% dari bantuan pembangunannya untuk pendidikan
dasar, diputuskan untuk menetapkan sasaran pada peningkatan alokasi anggaran pendidikan dasar yang cepat, dengan
jumlah yang besar, dan multi-tahunan dalam kerangka tujuan strategis multi-tahunan Kedutaan Besar Belanda dalam
pertumbuhan ekonomi/ peningkatan iklim investasi dan stabilitas politik. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan
tehnis serta kejuruan, serta keterlibatan lembaga-lembaga serta organisasi Islam, secara tegas dimasukkan ke dalam
Rencana Aksi. Pada saat yang sama, rancangan-rancangan pertama Renstra Departemen Pendidikan Nasional – yang
disusun dengan bantuan Belanda – tersedia di semester kedua tahun 2005. Rencana Strategis untuk Pembangunan
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pendidikan adalah kerangka konsultasi dengan Pemerintah Indonesia mengenai prioritas dan arahan dukungan eksternal
oleh para donor, termasuk Kedutaan Besar Belanda.

Pada tingkat nasional, program dukungan Belanda menetapkan sasaran pada pengembangan kebijakan dan penguatan
tata kelola dan manajemen; pada tingkat provinsi dan kabupaten/ kota, dukungan difokuskan pada pengembangan
kapasitas, akuntabilitas dan membuat perubahan pada tingkat sekolah dan kelas. Fokus geografis adalah Indonesia
bagian timur: Sulawesi, Maluku, Papua dan Timor Barat.

Kegiatan-kegiatan berikut dimulai pada tahun 2006:


• Program Pendidikan dan Pengembangan Usia Dini (ECED) yang ditujukan untuk mengembangkan sistem ECED
publik yang berkesinambungan di negara ini. Cakupannya nasional, dan dana yang dihibahkan oleh Belanda
digunakan untuk bantuan tehnis. Dana pinjaman digunakan untuk prasarana dan peralatan. Program dilaksanakan
oleh Pemerintah dan dikelola oleh Bank Dunia.
• Dana Perwalian untuk Pendidikan Dasar. Dana Perwalian ini adalah fasilitas untuk membiayai dan melaksanakan
serangkaian prakarsa perintisan yang ditentukan sebelumnya dalam kerangka untuk menyusun dan merancang
skema-skema berskala, seperti pelatihan dan sertifikasi guru, tehnologi informasi dan komunikasi, pilihan
pendanaan lokal untuk rehabilitasi dan konstruksi, serta tata kelola lokal dan akuntabilitas. Hal tersebut
dilaksanakan oleh Bank Dunia dan Pemerintah.
• Program Pendidikan Dasar Kabupaten/ Kota di enam kabupaten/ kota propinsi Timor Barat. Program ini
dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan bantuan tehnis dari kontraktor-kontraktor ADB.
Program ini berfokus pada pembangunan kapasitas lokal untuk manajemen berbasis sekolah.

Dua prakarsa baru sedang dipersiapkan. Yang pertama adalah prakarsa bersama dengan Komisi Eropa dan Bank Dunia
melalui pengumpulan dana dalam Dana Perwalian yang dikelola oleh Bank Dunia. Sebagian dari anggaran akan dikelola
oleh Pemerintah dan sebagian lainnya dikelola oleh Bank Dunia. Prakarsa ini berfokus pada pemerintahan, manajemen
keuangan publik, pemantauan dan evaluasi, sistem keuangan dan modalitas, baik pada tingkat nasional maupun lokal.
Program ini dimulai awal tahun 2007.

Prakarsa kedua adalah tindak lanjut terhadap dukungan untuk Program Manajemen dan Pelatihan/ Sertifikasi Guru.
Dengan anggaran dari Dana Perwalian Pendidikan Dasar, studi persiapan dan perintisan dibiayai untuk perancangan
program dukungan multi-tahunan dan menyeluruh dan Pemerintah berkomitmen untuk memberikan USD 60 juta. Bank
Dunia akan memberikan pinjaman sebesar USD 100 juta dan Kedutaan Besar Belanda kemungkinan memberi kontribusi
USD 40 juta. Program ini akan dimulai pada akhir tahun 2007/ awal tahun 2008.

Pendidikan Tinggi

Komisi Eropa

Program Erasmus Mundus

Program beasiswa Erasmus Mundus, dibiayai oleh Komisi Eropa, bertujuan


untuk mendorong dan memungkinkan lulusan-lulusan dan sarjana yang
memenuhi syarat dari negara-negara diluar Uni Eropa mendapatkan kualifikasi
dan pengalaman di Uni Eropa.

Program S2 Erasmus Mundus (EMMC) adalah program berkualitas tinggi yang diadakan di beberapa universitas terbaik
Eropa. Saat ini terdapat 80 program yang tengah ditawarkan, mencakup bidang-bidang mulai dari tehnik dan tehnologi,
ilmu alam, ilmu hayati, ilmu sosial, bisnis, ilmu ekonomi, sampai hukum dan humaniora. Beasiswa tersebut tidak hanya
diberikan untuk lulusan S1 untuk studi EMMC, akan tetapi juga bagi para dosen untuk melaksanakan tugas mengajar
dan penelitian serta pekerjaan ilmiah di lembaga-lembaga yang berpartisipasi dalam EMMC.

Para mahasiswa Erasmus Mundus mengambil program S2 mereka mulai dari satu sampai dengan dua tahun, di
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

sedikitnya dua universitas yang berada di dua Negara Anggota Uni Eropa. Selain mendapatkan pendidikan mutu tinggi,
mereka juga mendapatkan pengalaman dalam gaya hidup, budaya, dan bahasa yang dipergunakan di negara-negara
Eropa. Mahasiswa-mahasiswa diterima di dalam program setelah proses yang sangat kompetitif guna menjamin bahwa
program Erasmus Mundus mendapatkan bakat-bakat terbaik.

Selain skema beasiswa, Erasmus Mundus juga menawarkan program Kemitraan untuk mendorong universitas-universitas
di Eropa membuka diri terhadap dunia dan untuk menekankan keberadaan mereka di dunia. EMMC juga dapat
mengadakan kemitraan dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi di negara-negara non-Uni Eropa sehingga
memungkinkan mobilitas ke luar negeri bagi para mahasiswa dan sarjana lulusan Uni Eropa yang terlibat dalam EMMC.

Sejak tahun 2004, 54 mahasiswa dan tiga dosen Indonesia telah mendapatkan manfaat dari skema beasiswa Erasmus
Mundus.

Informasi lebih lanjut mengenai Erasmus Mundus, termasuk proses aplikasi untuk tahun akademik yang akan datang
dapat ditemukan di situs:
http://www.delidn.ec.europa.eu
atau dapat langsung mengunjungi situs:
http://ec.europa.eu/education/programmes/mundus/projects/index_en.html

Program Asia-Link

Program untuk pembentukan jaringan pendidikan tinggi antara Eropa dan Asia

Program Asia-Link dibentuk oleh Komisi Eropa untuk meningkatkan jaringan regional dan multilateral antara lembaga-
lembaga pendidikan tinggi di Eropa dan di negara-negara berkembang Asia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
penciptaan kemitraan-kemitraan baru, untuk memperkuat kemitraan yang sudah ada antara universitas-universitas
di Eropa dan Asia, dan untuk menciptakan hubungan-hubungan baru yang berkesinambungan.

Proyek-Proyek Kemitraan

Sebagian besar anggaran program dialokasikan untuk pendanaan proyek-proyek kemitraan. Empat periode peluang
mengajukan proposal proyek-proyek kemitraan telah dilaksanakan dalam empat tahun pertama operasi (2002-2005).
Proyek-proyek dirancang dan dilaksanakan melalui kemitraan yang melibatkan dua atau lebih lembaga Eropa dan dua
atau lebih lembaga Asia.

Dalam empat periode peluang mengajukan proposal tersebut, sejumlah 155 proyek kemitraan telah dipilih untuk
mendapat dukungan dana dan telah melibatkan partisipasi dari sejumlah 707 lembaga. Kontribusi keseluruhan Komisi
Eropa untuk 155 proyek yang dipilih sampai saat ini berjumlah EUR 53 juta. Secara umum, kontribusi Komisi Eropa
adalah sebesar 75% dari biaya proyek. Pendanaan sebesar 90% dimungkinkan apabila para mitra dari Asia adalah dari
negara-negara yang terbelakang.

Delegasi Komisi Eropa di Indonesia memantau 17 proyek Asia-Link yang mencapai sejumlah EUR 5,6 juta, mencakup
berbagai sektor termasuk sumber daya alam, kesehatan, usaha skala kecil dan menengah, transportasi, dan sebagainya.
Saat ini 22 universitas di Indonesia berpartisipasi dalam proyek-proyek ini, dengan dua universitas di Indonesia bertindak
sebagai mitra utama.

Proyek-proyek Asia Link berfokus pada salah satu atau gabungan dari hal-hal berikut ini:
• Pengembangan Sumber Daya Manusia – Kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
staf pengajar universitas, khususnya dosen baru dan calon dosen (misalnya mahasiswa S2), dan para administrator,
serta memberikan kesempatan pertukaran bagi dosen-dosen dari Eropa maupun negara-negara Asia yang
memenuhi syarat.
• Pengembangan Kurikulum – Kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan kurikulum dengan
menghasilkan program, modul atau materi pengajaran/ pelatihan yang baru/ disempurnakan/ inovatif.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

• Pengembangan Lembaga dan Sistem – Kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan keseluruhan
manajemen lembaga-lembaga pendidikan tinggi melalui upaya berbagi pengalaman antara lembaga-lembaga
Asia dan Eropa (atau kelompok/ asosiasi lembaga).

Informasi lebih lanjut mengenai program-program Asia-Link dapat diperoleh dari:


http://europa.eu.int/comm/europeaid/projects/asia-link/index_en.htm

Pameran Pendidikan Tinggi Eropa

Selain proyek-proyek kerjasama, Asia Link juga membiayai tujuh Pameran Pendidikan Tinggi Eropa (EHEF) yang
diselenggarakan selama tahun 2006-2008 di Cina, Indonesia, India, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Pameran-
pameran tersebut menjadi forum bagi lembaga dan asosiasi pendidikan tinggi Eropa untuk mempromosikan sektor
pendidikan tinggi Eropa kepada para pelajar dan akademisi, dan untuk saling bertukar praktik terbaik mengenai Asia-
Link dan prakarsa kerjasama pendidikan tinggi lainnya.

Informasi lebih lanjut mengenai EHEF tersedia di: http://www.ehefs.org/

Austria

Program beasiswa Austria utama untuk pelajar/ peneliti dari Indonesia adalah sebagai berikut:
• Beasiswa doktoral Tehnologi Asia Tenggara: empat hibah diberikan pada tahun 2005
• Beasiswa doktoral Dialog Utara-Selatan (sektor prioritas: air dan sanitasi, pembangunan desa, energi, usaha
skala kecil dan menengah, pendidikan, ilmu pengetahuan dan penelitian, tata pemerintahan yang baik): lima
hibah diberikan pada tahun 2005
• Pelatihan doktoral Jaringan Universitas ASEAN-Eropa (ASEA-UNINET) selama satu bulan: satu hibah diberikan
setiap tahun
• Beasiswa studi doktoral di universitas yang berada di Indonesia: 12 hibah diberikan pada tahun 2005.

Total pencairan dana untuk beasiswa Austria bagi pelajar Indonesia adalah EUR 497.000 (45,5% dari total hibah Bantuan
Pembangunan Resmi/ ODA).

Belgia

Setiap tahun Belgia memberikan beasiswa untuk para pelajar dari negara-negara berkembang, dengan dukungan dari
Direktorat Jenderal Kerjasama Internasional, di bawah naungan Layanan Publik Federal urusan Luar Negeri, Kerjasama
Perdagangan dan Pembangunan Luar Negeri, dan melalui Dewan Antar Universitas Vlaam (VLIR) dan Badan Antar
Universitas dari universitas-universitas Wallon.

Sejak tahun 1998, Indonesia juga telah mendapatkan manfaat program beasiswa antar pemerintah ini meskipun
beasiswa tersebut hanya terbatas untuk pelatihan dan program internasional (program S2 dan pelatihan saja). Di tahun
2005, terdapat 10 pelajar yang menerima beasiswa.

Selanjutnya, terdapat beberapa lembaga keagamaan Belgia yang memberikan beasiswa untuk para pelajar Indonesia,
termasuk Broeders van de Liefde.

Jerman

DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst) adalah organisasi gabungan lembaga-lembaga pendidikan tinggi
Jerman dan organisasi tersebut mendukung proyek-proyek yang mempromosikan pertukaran pelajar dan akademisi.
Program-program DAAD terbuka untuk semua disiplin, negara dan pelajar.

Sampai dengan bulan Februari 2007, sekitar 2.300 warga Indonesia (pada tahun 2005 terdapat 347 orang) telah
menerima beasiswa jangka panjang dari DAAD untuk gelar S1, S2 atau doktoral.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Selama tahun-tahun belakangan, program kemitraan universitas antara universitas-universitas Jerman dan Indonesia
telah dibentuk untuk meningkatkan proyek-proyek kerjasama di tingkat fakultas atau departemen.

Kerjasama antara universitas dan lembaga ilmu pengetahuan di Jerman dan Indonesia juga menjadi bagian dari
kerjasama ilmiah bilateral. Didanai oleh Kementrian Federal Pendidikan dan Penelitian di Jerman, dua program beasiswa
berturut-turut untuk ilmu kelautan dan manajemen diadakan di Indonesia, program khusus untuk tehnologi lingkungan
dengan negara-negara tertentu (Asia – termasuk Indonesia –, Amerika Latin, dan lainnya) serta program negara ’tehnik
dan ilmu pengetahuan’ untuk Indonesia. Program-program ini dilengkapi dengan program beasiswa untuk program-
program universitas khusus bidang biotehnologi dalam kerangka yang dikenal dengan sebutan ’kerjasama Selatan-
Selatan’, dibiayai oleh pemerintah Jerman. Proses seleksi terakhir diadakan pada bulan Desember 2006.

Dalam lima puluh tahun belakangan, lebih dari 23,000 warga Indonesia telah belajar di Jerman. Sejak tahun 1998,
jumlah warga Indonesia yang belajar di Jerman terus meningkat.

Pada tahun 2005, DAAD membantu negara-negara yang terkena dampak tsunami tahun 2004 dengan memfasilitasi
program-program dimana lulusan dan para peneliti dari Indonesia dan Jerman dapat berpartisipasi dalam kunjungan
studi dan penelitian, seminar dan konferensi untuk mengatasi krisis kemanusiaan. Alumni DAAD di Aceh didukung
untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada rekonstruksi dan rehabilitasi. Mengingat kebutuhan akan
kesiagaan menghadapi dan mencegah bencana di Indonesia, DAAD menawarkan serangkaian beasiswa jangka panjang
untuk studi S2 dan doktoral di Jerman. Lulusan doktoral seringkali berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian jangka
pendek dengan rekan mereka dari Jerman.

Bekerjasama dengan 12 lembaga pendidikan tinggi di Indonesia, DAAD memberikan 1.291 Beasiswa Sur-Place kepada
para pelajar dan lulusan dari wilayah bencana. Tujuan dari beasiswa tersebut adalah untuk memungkinkan para pelajar
untuk melanjutkan dan menyelesaikan studi mereka. Sebagian besar beasiswa diberikan untuk satu tahun. Beasiswa
tersebut didanai oleh Kementrian Federal untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (BMZ), Asosiasi Donor untuk
Peningkatan Ilmu Pengetahuan dan Humaniora di Jerman (Stifterverband für die deutsche Wissenschaft) dan oleh
sponsor-sponsor swasta.

Italia

Sebuah Kesepakatan Kerjasama Budaya khusus menghubungkan Italia dan Indonesia sejak tahun 1997.

Berdasarkan hal tersebut, Italia menyediakan – antara lain – bantuan untuk beberapa universitas di Indonesia (Universitas
Udayana di Bali, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Universitas Nasional di Jakarta, Institut Tehnologi di Bandung,
Akademi Pariwisata Indonesia di Jakarta, Universitas Indonesia di Depok) untuk pengajaran bahasa dan kebudayaan
Italia.

Pada tahun 2006, 28 warga Indonesia dipilih untuk belajar bahasa dan kebudayaan Itali di Italia, serta studi-studi
spesialisasi yang oleh Pemerintah di Indonesia dinyatakan sebagai prioritas.

Selain itu, berbagai universitas di Italia memberikan beasiswa mereka dengan mengutamakan pelajar-pelajar dari
Indonesia. Sebanyak 25 warga Indonesia dipilih untuk mengikuti studi spesialisasi pasca-sarjana di Italia. Beasiswa
ini diberikan juga berdasarkan kesepakatan kerjasama khusus di bidang-bidang tertentu yang telah diadakan antara
universitas-universitas di Italia tersebut dengan universitas-universitas rekanan di Indonesia.

Belanda

Belanda bekerjasama dengan Universitas Leiden dalam sebuah program berjudul Melatih Pemimpin-Pemimpin Islam
Muda. Ini adalah program fellowship (S2, S3 dan kursus singkat) di Belanda/ Eropa, bukan hanya dalam Studi Islam
tetapi juga dalam disiplin ilmu lainnya. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Agama, Universitas Leiden dan
Pusat Pendidikan Belanda (NEC) di Jakarta sebagai subkontraktor untuk manajemen program fellowship tersebut.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Belanda memberikan beasiswa untuk S2, kursus singkat dan S3 melalui skema beasiswa Studeren di Belanda (StuNed)
dan Program Fellowship Belanda (NFP). Sejumlah 190 pelajar Indonesia telah dipilih pada tahun 2005 untuk menerima
beasiswa tersebut.

Pendidikan kejuruan dan non-formal serta pelatihan bahasa

Jerman

Bantuan Jerman diberikan untuk pelatihan kejuruan dan difasilitasi oleh Institut Indonesia-Jerman (IGI). IGI memberikan
pendidikan mengenai keterampilan kerja yang diperlukan oleh usaha skala kecil dan menengah.

Melalui Institut Kebudayaan Jerman di Jakarta, Goethe-Institut, proyek-proyek telah dilaksanakan untuk meningkatkan
kondisi pengajaran bahasa Jerman. Saat ini lebih dari 60.000 murid diajari bahasa Jerman sebagai bahasa asing wajib
kedua.

Antara tahun 2000 dan 2006, Goethe-Institut mendukung sektor pendidikan Indonesia dalam hal-hal berikut ini:
• Seminar untuk guru-guru bahasa Jerman dengan 10.000 peserta
• 162 beasiswa bagi guru-guru Indonesia untuk mengikuti kursus bahasa Jerman di Jerman
• 115 beasiswa bagi guru-guru Indonesia untuk mengikuti kursus bahasa Jerman di Goethe-Institut
• Acara-acara budaya untuk pelajar bahasa Jerman dengan 1.350 peserta.

Untuk pelaksanaan program-program bahasa tersebut, EUR 900.000 telah disediakan oleh Kantor Luar Negeri Federal
Jerman.

Belanda

Pada tahun 2006, Belanda mendanai UNICEF untuk mengelola tahapan kedua Pendidikan Keterampilan Hidup mengenai
HIV/ AIDS untuk kaum muda dalam dan luar sekolah. Pada tahap kedua ini, jumlah kabupaten/ kota di propinsi Papua/
Irian Jaya Barat telah ditingkatkan. Penyelenggaraannya dilakukan melalui Departemen Pendidikan Nasional, lembaga-
lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi lokal lainnya.

Selain itu, Belanda mendukung Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam program Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan
untuk Karyawan Muda (EAST) di Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur (dan juga memiliki fokus pada
rekonstruksi Aceh). Program ini dilaksanakan pada tingkat SMP dan kejuruan; program pelatihan non-formal; mengenai
pekerja anak, HIV/AIDS dan gender, dengan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
serta ILO.

Portugal

Pendidikan adalah sektor penting untuk kerjasama pembangunan Portugal.

Sosialisasi bahasa Portugis, sebagai instrumen pendidikan dan pelatihan, adalah salah satu pedoman strategis dari
visi baru tentang peran kerjasama pembangunan Portugal. Portugal menggunakan pengajaran dan pelatihan bahasa
sebagai instrumen penting untuk membangun kapasitas kelembagaan dan manusia di negara-negara yang menjadi
prioritasnya. Portugal berupaya keras untuk melatih guru-guru guna mengembangkan pengajaran, dalam bahasa
Portugis, berbagai disiplin ilmu di semua tingkat siklus pendidikan, dari SD sampai pendidikan tinggi. Melalui promosi
bahasa Portugis, dengan mengartikulasikan kebijakan bahasa dengan kebijakan budaya, Portugal mendukung pendidikan
dasar di sekolah termasuk kegiatan melek huruf bagi orang dewasa, dengan demikian meningkatkan pencapaian tujuan
kedua dari MDG.

Pada tahun 2004, Portugal menandatangani perjanjian dengan Universitas Indonesia, melalui Fakultas Ilmu Budaya,
dengan tujuan untuk mempromosikan bahasa dan budaya Portugal di Indonesia, yaitu melalui penyediaan buku-buku,
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

bahan-bahan audio-visual dan multimedia, serta beasiswa untuk para mahasiswa dan staf pengajar dari Universitas
Indonesia untuk mengikuti kursus mengenai bahasa dan kebudayaan Portugis di Portugal, serta membiayai dosen
bahasa Portugis penuh waktu. Kesepakatan tersebut mencakup penyelenggaraan bersama kegiatan-kegiatan kebudayaan
serta program pertukaran staf akademik dan publikasi.

Saat ini lebih dari 120 mahasiswa mengikuti kursus bahasa dan kebudayaan Portugis di Fakultas Ilmu Budaya dan
Program Studi Pasca Sarjana, Kajian Wilayah Eropa, Universitas Indonesia.

Selain itu, di Kedutaan Besar Portugal di Jakarta, para pelajar dari sekolah dan universitas lain serta para profesional
dapat mengikuti kursus bahasa dan budaya Portugis yang ditawarkan untuk tingkat pemula dan lanjut.

Dalam bidang kerjasama diversifikasi lintas budaya antara Portugal dan Indonesia, beberapa proyek penelitian akademik
telah dimulai, khususnya dengan konsentrasi pada propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara dan Maluku, sehubungan
dengan hubungan historis antara Indonesia dan Portugal.
This chapter provides the following information about the European Commission (EC) and each of the European Union
(EU) Member States which have development cooperation programmes in Indonesia:

• Organisation of Development Assistance


• Global Policies and Priorities
• Global Level of Development Cooperation
• Objectives, Priorities and Level of Development Cooperation with Indonesia
• Future Directions of the Development Cooperation with Indonesia
• Completed, On-going and Pipeline Projects and Programmes

Note: Some Member States do not have specific programmes in Indonesia. Their organisation of development assistance
and global priorities are described, but logically, no project tables are included in their profile.
Bab ini memberikan informasi berikut tentang Komisi Eropa dan setiap Negara Anggota Uni Eropa yang memiliki program-
program kerjasama pembangunan di Indonesia:
• Pengelolaan Bantuan Pembangunan
• Kebijakan dan Prioritas Global
• Tingkat Kerjasama Pembangunan secara Global
• Tujuan, Prioritas dan Tingkat Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia
• Arah Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia di masa yang akan datang
• Proyek-proyek dan program-program yang telah selesai, sedang berlangsung maupun masih dalam perencanaan.

Catatan: Beberapa Negara Anggota Uni Eropa tidak memiliki program-program khusus di Indonesia. Pengelolaan
bantuan pembangunan dan prioritas global negara-negara tersebut dijelaskan pada bagian ini, namun demikian
penjelasan ini tidak disertai dengan tabel bantuan untuk Indonesia.
Organisation of Development Assistance

Belgian Official Development Assistance (ODA) is 95% funded by two Ministries (Foreign Affairs and Finance) and 5%
by Belgium’s Regions, provinces and local authorities. Most assistance takes the form of non-repayable donations. Since
2001, the Belgian Technical Cooperation (BTC) is responsible for implementing governmental cooperation programmes
(www.dgos.be/en/).

Global Policies and Priorities

Belgian international cooperation aims to foster sustainable human development. This is to be achieved by reducing
poverty and based on a partnership between developing and donor countries. The number of privileged partner countries
is limited to 18. Sustainable development is concentrated in five key areas: basic education and training, basic healthcare
and reproductive health, agriculture and food security, basic infrastructure, and community building and conflict
prevention. Every development area must take into account four topics: gender equality and empowerment of women,
protection of the environment and promoting of a social economy. Since 2005 children’s rights have became a mandatory
focus of interest.

Global Level of Assistance

In 2005, Belgian ODA totaled EUR 1.58 billion, or 0.53% of the country’s GDP (increase of 17,2% compared with 2004
where ODA was EUR 1.17 billion or 0.41% of GDP). This places Belgium sixth in the world rankings of donor countries.

Type of Assistance and Programming

More than 90% of Belgium's ODA consists of grants, for which the principle of untied aid is applied. The remaining part
of ODA, channeled through the Ministry of Finance, consists mainly of State-to-State loans and Super Subsidies. Super
Subsidies are granted in order to reduce the interest rate on commercial credits. Both State-to-State loans and Super
Subsidies are tied aid.

Priorities in Indonesia

Belgium has been for thirty years (1968-1997) a significant partner of Indonesia for its development. During those years,
Belgium spent on average EUR 7 million in aid to Indonesia. From then on, Belgium decided to concentrate its aid to a
limited number of countries, all of them belonging to the group of Least Developed Countries (LDC). However, other
forms of support to Indonesia remains and Belgian support to Indonesia reach high level again with the tsunami crisis
(December 2004).

A EUR 2.651 million State-to-State loans was disbursed in November 2005 allowing the rehabilitation and improvement
of transmission lines and power substation in North Sulawesi.

Non-governmental Belgian aid to Indonesia has been active for several decades. Various Belgian non-governmental
organisations (NGOs) have currently programs in Indonesia: Médecins sans Frontières (MSF/ Doctors Without Borders)
– Belgium, the Flemish Red Cross, the Belgian francophone Red Cross, Vredeseilanden, World Solidarity Movement and
National Centre for Development Cooperation (NCOS). MSF-Belgium has health programs in Aceh, Maluku and Papua.
The Belgian francophone Red Cross had until summer 2006 a project in Aceh whilst the Flemish Red Cross has a
program in Nias. Vredeseilanden has a series of integrated rural development programmes, mainly in Eastern Indonesia;
World Solidarity Movement supports the development projects of local trade unions; NCOS supports advocacy NGOs
like the International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Friends of the Earth Indonesia (WALHI) and
Indonesian Corruption Watch (ICW).
European Union Development Co-operation in Indonesia

Belgium also supports international projects in Indonesia. The Center for International Forestry Research (CIFOR) in
Bogor gets a yearly Belgian contribution since 1999. The Inland Waterways and Ferries Training Center in Palembang
is also supported by Belgium since its creation in 1979 and this support has continued when it became an Association
of South East Asian Nations (ASEAN) project in 1997.

Each year, the Belgian government offers scholarships to student for post-graduate studies in Belgium. In 2006, 11
Indonesian students (including one Erasmus Mundus scholarship) left for studies in Belgium (10 in 2005).

Level and Type of of Assistance (in EUR million)


2002 2003 2004 2005 2006
Grant Disbursements 1.035 0.915 1.602 6.265 3.000
Loan Disbursements - - - 6.651 4.364

Aceh: post-tsunami aid and contribution to the peace process

Following the earthquake and tsunami that hit Aceh and North Sumatra in December 2004, the Belgian government
has provided relief and recovery to a series of channels. It has also contributed significantly to supporting the peace
process.

• Belgium First Aid and Support Team (BFAST): The Belgian government spent a total of EUR 830,975 for post-
tsunami interventions in Aceh (Meulaboh) and Sri Lanka.
• Belgian contribution to the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias: An amount of EUR 10 million has been
earmarked for the reconstruction of Aceh to be disbursed over 3 years: EUR 3 million in 2005, EUR 3 million in
2006 and EUR 4 million in 2007.
• Food and Agricultural Organisation (FAO): A first subvention of EUR 1.5 million has been transferred for immediate
support to the fishermen; a second subvention of EUR 1 million has been transferred to FAO for the "Support to
farmers in Tsunami-affected areas through the provision of agricultural and livestock inputs" project.
• United Nations Development Programme (UNDP): A subvention of EUR 1.2 million has been transferred to UNDP
for the project "Recovery of Small Industries and Trades in the districts of Banda Aceh and Aceh Besar".
• MSF-Belgium: The Belgian government contributed EUR 450,000 to the first intervention of the NGO on 27
December 2004.
• Peace Brigades International: An amount of EUR 50,000 has been allocated as a Belgian governmental contribution
for the "Protective Accompaniment, Conflict Transformation and International Presence: Safeguarding Human
Security in Indonesia" programme. Half of this has been disbursed.
• Aceh Monitoring Mission (AMM): The Belgian government dispatched five observers, and an additional amount
of EUR 150,000 to the mission.

These figures do not include support from the Belgian government to initiatives covering several tsunami affected
countries, for instance a EUR 100,000 contribution to the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation
(UNESCO) tsunami early warning system, nor private Belgian initiatives.

Contact

Embassy of Belgium
Deutsche Bank Building, 16th floor
Jl Imam Bonjol No 80
Jakarta Pusat 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 316 2030
Fax (+62 21) 316 2035
e-mail: jakarta@diplobel.org
www.diplomatie.be/jakarta
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Sebesar 95% dari Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Belgia dikelola oleh dua Kementrian (Departemen Luar Negeri
dan Departemen Keuangan), dan 5% oleh Wilayah-wilayah Regional, Propinsi dan Pemerintahan Daerah. Kebanyakan
bantuan tersebut berbentuk bantuan penuh. Sejak 2001, Kerjasama Tehnis Belgia (BTC) menjadi penanggung jawab
dalam mengimplementasikan program kerjasama pemerintah (www.dgos.be/en/).

Kebijaksanaan dan Prioritas Global

Kerjasama international Belgia bertujuan untuk membantu perkembangan berkesinambungan pembangunan manusia.
Hal ini guna mengentaskan kemiskinan dan didasari oleh kemitraan antara negara berkembang dan negara donor.
Jumlah negara-negara yang mempunyai kerjasama antar pemerintah, dibatasi sampai 18 negara saja. Pembangunan
berkesinambungan dipusatkan pada lima sector: pendidikan dasar dan pelatihan, pelayanan kesehatan, pertanian dan
ketahanan pangan, infrastuktur dasar, lingkungan hidup dan pencegahan konflik. Disetiap area pembangunan juga
mencakup empat topik: gender dan pemberdayaan perempuan, perlindungan lingkungan hidup dan peningkatan sosial
ekonomi. Sejak tahun 2005, masalah hak-hak anak telah menjadi sebuah kewajiban untuk diperhatikan.

Tingkat Bantuan secara Global

Pada tahun 2005, Belgia telah mengeluarkan dana sebesar EUR 1,58 milyar atau 0,53% dari PNB Belgia sebagai
(kenaikan mencapai 17,2% dibandingkan tahun 2004 dimana ODA adalah EUR 1,17 milyar atau 0,41% dari PNB). Hal
ini telah menempatkan Belgia diurutan ke-enam negara donor di dunia.

Jenis Bantuan dan Program

Lebih dari 90% dari ODA Belgia terdiri dari hibah, dengan menerapkan prinsip bantuan tanpa ikatan. Bagian lain dari
ODA, disalurkan melalui Departemen Keuangan, terutama terdiri dari pinjaman antar negara (State-to-State Loans)
dan subsidi super. Subsidi super diberikan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat suku bunga terhadap kredit
perdagangan. Baik pinjaman antar negara maupun subsidi super, keduanya merupakan bantuan mengikat.

Prioritas di Indonesia

Selama 30 tahun (1968–1997) negara Belgia merupakan mitra yang penting bagi Indonesia di bidang pembangunan.
Sepanjang tahun-tahun tersebut, negara Belgia telah mengeluarkan dana sejumlah rata-rata EUR 7 juta untuk membantu
Indonesia. Akhir-akhir ini, Belgia memutuskan untuk mengkonsentrasikan bantuannya kepada beberapa negara dalam
jumlah terbatas yang termasuk dalam kelompok negara-negara yang paling terbelakang (LDC). Namun demikian,
dukungan-dukungan dalam bentuk lain kepada Indonesia masih tetap ada dan bantuan Belgia kepada Indonesia
mencapai tingkat yang tinggi lagi dengan adanya krisis tsunami (Desember 2004).

Pinjaman antar negara sejumlah EUR 2,651 juta telah dicairkan pada bulan November 2005. Dana tersebut dapat
mendukung rehabilitasi serta perbaikan jaringan transmisi dan stasiun-stasiun tenaga listrik di Sulawesi Utara.

Bantuan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Belgia untuk Indonesia sudah aktif sejak beberapa dekade. Sekarang
ini, berbagai LSM Belgia mempunyai program-program di Indonesia: Médecin sans Frontières (MSF) – Belgia, Palang
Merah Vlaam – Belgia, Palang Merah Wallon – Belgia, Vredeseilanden, World Solidarity Movement dan National Centre
for Development Cooperation (NCOS). MSF – Belgia mempunyai program-program kesehatan di Aceh, Maluku dan
Papua; Palang Merah Wallon – Belgia menjalankan program di Aceh hingga musim panas 2006, sementara Palang
Merah Vlaam – Belgia melaksanakan program di Nias; Vredeseilanden memiliki serangkaian program pertanian terpadu
terutama di wilayah Indonesia bagian timur; World Solidarity Movement mendukung proyek-proyek pengembangan
serikat-serikat dagang lokal; dan NCOS mendukung kegiatan advokasi beberapa LSM seperti International NGO
Forum on Indonesian Development (INFID), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Belgia juga mendukung proyek-proyek internasional yang berlokasi di Indonesia. Sejak tahun 1999, setiap tahunnya
Center for International Forestry Research (CIFOR) di Bogor menerima sumbangan dari Belgia. Sejak didirikan pada
tahun 1979, Inland Waterways and Ferries Training Center di Palembang didukung oleh pemerintah Belgia dan dukungan
ini masih terus diberikan ketika pusat pelatihan ini berubah menjadi proyek ASEAN pada tahun 1997.

Setiap tahunnya, pemerintah Belgia memberikan beasiswa dalam jumlah terbatas untuk studi pasca sarjana di Belgia.
Pada tahun 2006, sebanyak 11 mahasiswa Indonesia (termasuk satu orang penerima beasiswa Erasmus Mundus)
menuntut pendidikan di Belgia (pada tahun 2005 sebanyak 10 orang).

Tingkat dan Jenis Bantuan (dalam EUR juta)


2002 2003 2004 2005 2006
Pencairan Hibah 1.035 0.915 1.602 6.265 3.000
Pencairan Pinjaman - - - 6.651 4.364

Aceh : Bantuan pasca tsunami dan kontribusi terhadap proses perdamaian

Setelah gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan Sumatra Utara pada bulan Desember 2004, pemerintah
Belgia telah memberikan bantuan darurat dan pemulihan kepada sejumlah saluran resmi. Belgia juga memberikan
sumbangan yang sangat berarti untuk mendukung proses perdamaian:
• Belgian First Aid and Support Team (BFAST): Pemerintah Belgia telah menyalurkan sejumlah EUR 830.975 untuk
bantuan pasca tsunami mereka di Aceh (Meulaboh) dan Sri Lanka.
• Kontribusi Belgia kepada Dana Multi Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias: Dana sejumlah EUR 10 juta untuk
rekonstruksi Aceh akan disalurkan dalam tiga tahun: EUR 3 juta di tahun 2005, EUR 3 juta pada tahun 2006 dan
EUR 4 juta pada tahun 2007.
• Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO): Bantuan pertama sejumlah EUR 1,5 juta telah ditransfer untuk bantuan
segera kepada para nelayan; bantuan kedua sebesar EUR 1 juta telah ditransfer kepada FAO untuk proyek
‘Mendukung para peternak di daerah yang dilanda bencana tsunami melalui proyek-proyek penyediaan hasil
bumi dan peternakan’.
• Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNDP): Bantuan sejumlah EUR 1,2 juta telah disalurkan
kepada UNDP untuk proyek ‘Pemulihan Industri-industri Kecil dan Perdagangan di wilayah Banda Aceh dan Aceh
Besar’.
• MSF – Belgia: Pemerintah Belgia memberi kontribusi sebesar EUR 450.000 untuk intervensi pertama LSM
tersebut pada tanggal 27 December 2004.
• Peace Brigades Internasional: Dana sebesar EUR 50.000 telah disetujui sebagai kontribusi pemerintah Belgia
untuk program ‘Perlindungan Pendampingan, Transformasi Konflik dan Kehadiran Internasional: program Melindungi
Keamanan Manusia Indonesia’. Setengah dari jumlah dana tersebut sudah dicairkan.
• Misi Pemantauan Aceh (AMM): Pemerintah Belgia telah menyediakan lima pengamat dan tambahan dana sebesar
EUR 150.000 kepada misi tersebut.

Jumlah bantuan tersebut belum termasuk dukungan pemerintah Belgia terhadap kegiatan-kegiatan yang sekaligus
mencakup beberapa negara yang dilanda bencana tsunami, misalnya kontribusi sebesar EUR 100.000 kepada Badan
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) untuk proyek sistim peringatan dini bahaya tsunami,
juga belum termasuk inisiatif-inisiatif LSM dan pihak swasta Belgia.

Kontak

Kedutaan Besar Belgia


Deutsche Bank Building, Lantai 16
Jl Imam Bonjol No 80
Jakarta Pusat 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 316 2030
Fax (+62 21) 316 2035
e-mail: jakarta@diplobel.org
www.diplomatie.be/jakarta
Organisation of Development Assistance

The Ministry of Foreign Affairs (MFA) is responsible for the coordination of the development cooperation policy formulation.
The projects are proposed and carried out by the various departments/ ministries, depending on their purpose.

The Czech aid programme is approved annually by the Government and is coordinated by the MFA, which is authorised
to make decisions on emergency humanitarian assistance not exceeding CZK 5 million (approximately USD 220,000),
emergency humanitarian assistance exceeding CZK 5 million must be approved by the Government.

Global Policies and Priorities

In 2005, the Czech Republic has made further efforts at strengthening efficiency and transparency of the Czech
development assistance, including new Principles for Tender Procedures of Development Assistance Projects.

The Czech Official Development Assistance (ODA) in 2005 compromised technical assistance (11% of the total),
investment projects (5%), special programmes in the Middle East and the Balkans (7%), humanitarian aid and assistance
to refugees (14%), debt relief (7%) and administrative costs including public awareness (3%).

In geographical terms, bilateral aid was focused on the Balkans (Serbia and Montenegro), South and East Asia
(Mongolia, Pakistan) and the Middle East (Iraq). The main thematic focus was on good governance, post conflict
situation, education and environmental projects.

Global Level of Assistance

In 2005, the Czech Republic ODA increased by 16% in real terms and reached USD 135 million that represents 0.11%
of GNI. The increase was due primarily to the Czech contribution to the European Union (EU) development budget (USD
62 million) and partly due to humanitarian operations in Asia after the tsunami disaster.

Year ODA (CZK) ODA/GDP (%)


2001 1,007,250,000 0.05
2002 1,485,890,000 0.07
2003 2,556,000,000 0.10
2004 2,780,100,000 0.11
2005 3,235,100,000 0.11
2005: USD 1 = CZK 23.9

The Czech Republic ODA has been increasing continuously during the last 5 years. This will continue in upcoming years
in connection to the Czech Republic membership in the EU when new member countries should reach in short-term
the level of 0.17% ODA/GDP, and in long-term the level 0.33% ODA/GDP (EU should average in about 0.33% ODA/GDP).

Types of Assistance and Programming

In 2005, the amount of the Czech Republic contribution for bilateral activities was USD 64.39 million (48%) while the
amount multilateral assistance (including EU) was USD 70.74 million (52%). All assistance was provided in the form
of grants.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

At present the priority areas of Czech ODA in Indonesia are the programmes of technical assistances in the field of
agriculture, environment protection and regional transport infrastructure.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Future Directions

While Czech ODA programmes all over the world are currently facing budgetary constrains, the Czech Republic will
continue its development assistance to Indonesia. Brand-new projects in the fields of regional infrastructure were
launched just recently.

Level and Type of Assistance (in EUR million) *


2002 2003 2004 2005 2006**
Grant Disbursements 0 0.025 0.065 0.541 2.097
Loan Disbursements 0 0 0 0 0
Total 0 0.025 0.065 0.541 2.097
* including the Czech Republic governmental aid to Aceh
** disbursement of the Czech governmental aid for rehabilitation and reconstruction assistance to Aceh

Distribution of Assistance

Sectoral focus in 2005: Emergency Assistance 92%


Agriculture 4%
Environment Protection 4%

Geographical focus in 2005: Aceh 92%


North Sumatra 4%
North Sulawesi 4%

Czech Republic Aid to Aceh

The Czech Republic allocated in 2005 aid of a total of EUR 6.361 million for the humanitarian emergency, rehabilitation
and reconstruction assistance to Aceh. The Czech aid to Aceh composed of the governmental humanitarian emergency
aid (EUR 496,000), the governmental aid for rehabilitation and reconstruction (EUR 3.003 million) and the non-
governmental aid (EUR 2.862 million). These contributions were provided through direct bilateral aid from Czech
government, Czech non-governmental organisations and through United Nations agencies.

Czech Assistance to the Educational Sector in Indonesia

In 2005, the Czech Republic offered three governmental scholarships for bachelor or master study courses and this
number will be increased gradually in the next years.

Contact

Embassy of the Czech Republic


Jl Gereja Theresia No 20
Jakarta 10350 Indonesia
Tel (+62 21) 390 4075, 390 4076, 390 4077
Fax (+62 21) 390 4078
e-mail: jakarta@embassy.mzv.cz
www.mfa.cz/jakarta
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Departemen Luar Negeri (MFA) bertanggungjawab mengkoordinasikan perumusan kebijakan kerjasama pembangunan.
Proyek-proyek diusulkan dan dilaksanakan oleh berbagai departemen/ kementerian, tergantung pada tujuannya.

Program bantuan Ceko disahkan setiap tahun oleh pemerintah dan dikoordinasikan oleh MFA, yang berwenang untuk
membuat keputusan tentang bantuan kemanusiaan darurat yang nilainya tidak melebihi CZK 5 juta (lebih kurang USD
220.000), sementara bantuan kemanusian yang nilainya lebih dari CZK 5 juta harus mendapatkan persetujuan dari
pemerintah.

Kebijakan dan Prioritas Global

Pada tahun 2005, Republik Ceko melakukan upaya lebih lanjut dalam memperkuat efisiensi dan transparansi bantuan
pembangunan Ceko, termasuk Prinsip-prinsip baru untuk Prosedur Tender Proyek Bantuan Pembangunan.

Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Ceko pada tahun 2005 terdiri dari bantuan tehnis (11% dari keseluruhan), proyek-
proyek investasi (5%), program-program khusus di Timur Tengah dan Balkan (7%), bantuan kemanusiaan dan bantuan
untuk pengungsi (14%), pembebasan utang (7%) dan biaya-biaya administrasi termasuk pemahaman publik (3%).

Secara geografis, bantuan bilateral difokuskan pada Daerah Balkan (Serbia dan Montenegro), Asia Selatan dan Timur
(Mongolia, Pakistan) dan Timur Tengah (Irak). Fokus tematis utama adalah tentang tata pemerintahan yang baik, situasi
pasca konflik, proyek-proyek pendidikan dan lingkungan hidup.

Tingkat Bantuan Global

Pada tahun 2005, nilai riil ODA Republik Ceko meningkat sebesar 16% dan mencapai USD 135 juta yaitu 0,11% dari
PNB. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh sumbangan Ceko pada anggaran pembangunan Uni Eropa
(USD 62 juta) dan sebagian karena operasi-operasi kemanusiaan di Asia setelah bencana tsunami.

Tahun ODA (CZK) ODA/PDB (%)


2001 1.007.250.000 0,05
2002 1.485.890.000 0,07
2003 2.556.000.000 0,10
2004 2.780.100.000 0,11
2005 3.235.100.000 0,11
2005: USD 1 = CZK 23,9
ODA Republik Ceko terus meningkat selama lima tahun terakhir. Kondisi ini akan berlanjut di tahun-tahun mendatang
berkaitan dengan keanggotaan Republik Ceko di Uni Eropa ketika Negara-negara anggota Uni Eropa harus dalam jangka
pendek mencapai tingkat ODA/PDB sebesar 0,17%, dan dalam jangka panjang tingkat ODA/PDB sebesar 0,33% (tingkat
ODA/GDP Uni Eropa harus rata-rata 0,33%).

Jenis Bantuan dan Program

Pada tahun 2005 jumlah sumbangan Republik Ceko untuk kegiatan-kegiatan bilateral adalah sebesar USD 64,39 juta
(48%) sementara jumlah bantuan multilateral (termasuk Uni Eropa) adalah USD 70,74 juta (52%). Semua bantuan
diberikan dalam bentuk hibah.

Tujuan dan Prioritas Program di Indonesia

Pada saat ini bidang prioritas ODA Ceko di Indonesia adalah program-program bantuan tehnis dalam bidang pertanian,
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

perlindungan lingkungan hidup dan prasarana perhubungan daerah.

Arahan Masa Datang

Walaupun program-program ODA Ceko di seluruh dunia saat ini sedang menghadapi masalah keterbatasan anggaran,
Republik Ceko akan meneruskan bantuan pembangunannya untuk Indonesia. Proyek-proyek baru dalam bidang-bidang
prasarana wilayah baru-baru ini telah diluncurkan.

Tingkat dan Jenis Bantuan (dalam EUR juta) *

2002 2003 2004 2005 2006 **


Hibah 0 0,025 0,065 0,541 2,097
Pinjaman 0 0 0 0 0
Total 0 0,025 0,065 0,541 2,097
* termasuk Bantuan Pemerintah Republik Ceko untuk Aceh
** Pencarian bantuan Pemerintah Ceko untuk bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk Aceh

Distribusi Bantuan

Fokus sektoral tahun 2005: Bantuan Darurat 92%


Pertanian 4%
Perlindungan Lingkungan 4%

Fokus geografis tahun 2005: Aceh 92%


Sumatra Utara 4%
Sulawesi Utara 4%

Bantuan Republik Ceko untuk Aceh

Pada tahun 2005 Republik Ceko mengalokasikan dana bantuan sebesar total EUR 6,361 juta untuk bantuan darurat
kemanusiaan, dan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk Aceh. Bantuan Ceko tersebut terdiri dari bantuan darurat
kemanusiaan pemerintah (EUR 496.000), bantuan pemerintah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi (EUR 3,003 juta)
dan bantuan non pemerintah (EUR 2,862 juta). Sumbangan-sumbangan ini diberikan melalui bantuan bilateral langsung
dari pemerintah Ceko, lembaga-lembaga swadaya masyarakat Ceko dan melalui badan-badan Perserikatan Bangsa-
bangsa.

Bantuan Ceko untuk Sektor Pendidikan di Indonesia

Pada tahun 2005 Republik Ceko menawarkan tiga beasiswa pemerintah untuk belajar di tingkat S1 atau S2 dan jumlah
ini akan bertambah secara bertahap pada tahun-tahun mendatang.

Kontak

Kedutaan Besar Republik Ceko


Jl Gereja Theresia No 20
Menteng, Jakarta 10350 Indonesia
Tel (+62 21) 390 4075, 390 4076, 390 4077
Fax (+62 21) 390 4078
e-mail: jakarta@embassy.mzv.cz
www.mfa.cz/jakarta
Aims of German Development Policy

The development policy of the Federal Republic of Germany is an independent area of German foreign policy. It is
formulated by the Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, BMZ (www.bmz.de). The Federal Foreign
Office (www.auswaertiges-amt.de) also has wide-ranging competencies in issues of development cooperation.

German embassies coordinate Germany’s development policy activities in their respective host countries, working closely
with the implementing organisations.

The German government sees development policy as a joint responsibility of the international community, with Germany
making effective and high-profile contributions. Through a clear international division of labour and sound consultation
and coordination with other donors, the German government aims to enhance the effectiveness of German development
policy in line with the tenets of the Paris Declaration on Aid Effectiveness.

The Federal Republic of Germany has undertaken to play an active part in helping to achieve the goals laid out in the
Millennium Declaration, the Monterrey Consensus and the Johannesburg Plan of Implementation. The inter-ministerial
Program of Action 2015 is the central instrument used by the German government to translate this commitment into
practice.

The Program of Action provides a political framework and points the way forward for German development policy. In it,
the German government lays out the form its contribution should take within the overarching international framework
for action, and how this is to be further developed. It gears its action to the imperatives of the vision of global sustainable
development and the following four objectives:
• Reducing poverty worldwide
• Building peace and bringing about democracy
• Promoting equitable forms of globalisation
• Protecting the natural environment.

In each of these fields, the German government aims to promote development that corresponds to the principles of
sustainability. This is only possible if development cooperation is based on a holistic approach: it must be ascertained
that all development interventions have a positive impact on social, economic, ecological and political development.

The Program of Action 2015 lays out the framework within which Germany makes its contribution to achieving the goals
of the Millennium Declaration and the Millennium Development Goals (MDGs) derived from it. The ten priority areas
for action embrace the economy and agriculture, commerce, indebtedness, social systems, environmental protection
and conservation of natural resources, human rights, gender equality, participation, disarmament, and security.

Implementing Organisations

The BMZ commissions the implementing organisations with the concrete realisation of the development-policy projects
of the German government. The tasks of these organisations include :
• The implementation of financial and technical cooperation projects
• The preparation and secondment of German experts and volunteers
• The professional upgrading of specialists and executives from partner countries.

The German Development Bank (KfW) is responsible for financial cooperation, while technical cooperation with partner
countries is the responsibility of the German Technical Cooperation (GTZ). The German Development Service (DED)
prepares and seconds volunteers, and further training and upgrading is the specialty of Capacity Building International,
Germany (InWEnt). There are also a number of specialised implementing organisations such as the Federal Institute
for Geosciences and Natural Resources (BGR) or the Federal Institute of Physics and Metrology (PTB).
European Union Development Co-operation in Indonesia

The large number of implementing organisations or front-line organisations is a unique characteristic of German
development cooperation. The individual organisations have highly specialised skills and cooperate closely in their work
in partner countries.

Global Level of Assistance

Germany is the fourth largest donor among member states of the Organisation for Economic Cooperation and Development
(OECD). In 2005, Germany’s net Official Development Assistance (ODA) was EUR 8 billion. The largest portion of that
amount was allocated to Asia (40%), followed by Subsaharan-Africa ((33%), the Near and Middle East (23%), Latin
America (7%) and Europe (5.3%). The share of least developed countries in German ODA was 18.7%.

As development assistance must be considered against the background of a globalising world, more than 25% of German
ODA was channelled through international institutions, such as the World Bank group, the Asian Development Bank
(ADB) and the United Nations system to complement bilateral development efforts. About one quarter of the European
Union (EU) funding for development assistance are contributed by Germany.

Type of Assistance and Programming

German bilateral development assistance is mainly implemented through project and programme aid. In order to achieve
greater efficiency and significance, Germany aims for closer coordination between its own development programmes
and is committed to the harmonisation agenda with other donors.

Indonesia is eligible for the debt swap scheme. Accordingly, Germany may cancel claims from bilateral financial
cooperation, if Indonesia as a debtor nation uses part of the funds from the Debt Swap for development initiatives in
the areas of environmental conservation (Agenda 21), poverty alleviation or education. The debt will be written off the
moment the debtor country spends 50% of the debt amount to support activities in the mentioned sectors. In accordance
with the swaps agreed so far, Germany shall cancel official debt up to EUR 73.6 million.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Indonesia and Germany have agreed upon the following three priority areas for development cooperation:
• Support to economic reform policies, the promotion of small and medium enterprises and vocational training
• Health including HIV/ AIDS prevention
• Transport, in particular maritime and railway.

Decentralisation is a cross cutting issue for the cooperation. Strategy Papers on health, economic reform, transport and
decentralisation have been prepared and agreed upon with the Indonesian Government. In order to increase the
effectiveness and efficiency of development cooperation, Germany is shifting its activities towards a focused programmatic
approach in each of the priority areas. It is also exploring possibilities of closer cooperation with other donors.

Future Directions

The Indonesian and German Governments held biannual negotiations in 2005 and agreed that the volume of assistance
for 2005/ 2006 will be EUR 76 million. The directions of future cooperation are set by the Indonesian national policy
outlined.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Level and Type of Assistance (in EUR million)

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005


Grant
Disbursements 60.155 58.570 53.660 62.629 53.432 67.501 61.642 101.646
Loan
Disbursements 131.270 -76.845 -46.740 -29.223 29.750 -148.151 82.159 59.554
Total 191.425 -18.270 6.920 -33.406 83.182 -80.633 143.801 161.200

Tsunami Response

Soon after the tsunami disaster, the German Government pledged a total funding of EUR 500 million for humanitarian
relief, emergency aid and rehabilitation/ reconstruction efforts. Funds will be available until the end of 2009, half of
the committed funds have been already disbursed.

German reconstruction aid is primarily targeted towards the two worst-affected countries Indonesia and Sri Lanka. These
measures are supplemented by the assistance provided by projects run by multilateral organisations, and by projects
undertaken by German non-governmental organisations within the ‘Indian Ocean Regional Programme’. In addition,
EUR 45 million is earmarked for the establishment of a Tsunami Early Warning System.

Until now, Germany has committed about EUR 186 million for the reconstruction of Aceh and Nias Islands. Projects are
implemented mainly through Financial Cooperation (provided through KfW) and Technical Cooperation (provided mainly
through GTZ). In addition, Germany participates in the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and North Sumatra with an
amount of more than EUR 11 million. Reconstruction efforts in the former conflict-affected region are progressing rapidly.
To support the peace-process in Aceh, German-assisted projects contribute to efforts aimed to reintegration of former
Free Aceh Movement (GAM) members and expand efforts to conflict-affected areas in the province.

Contact

German Embassy
Development Cooperation Unit
Jl MH Thamrin 1
Jakarta 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 3985 5000
Fax (+62 21) 390 1757
www.jakarta.diplo.de
Tujuan dari Kebijakan Pembangunan Jerman

Kebijakan pembangunan dari Republik Federal Jerman adalah bidang yang independen dari kebijakan luar negeri
Jerman. Kebijakan pembangunan tersebut dirumuskan oleh Kementrian Federal untuk Kerjasama dan Pembangunan
Ekonomi, BMZ (www.bmz.de). Kantor Luar Negeri Federal (www.auswaertiges-amt.de) juga memiliki kompetensi yang
luas dalam hal kerjasama pembangunan.

Kedutaan-kedutaan besar Jerman mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan berdasarkan kebijakan pembangunan
Jerman di masing-masing negara di mana mereka berada, bekerjasama erat dengan organisasi-organisasi pelaksana.
Pemerintah Jerman melihat kebijakan pembangunan sebagai tanggung jawab bersama masyarakat internasional,
dengan Jerman memberikan kontribusi yang efektif dan berprofil tinggi. Melalui pembagian tenaga kerja yang jelas di
tingkat internasional serta konsultasi dan koordinasi yang sehat dengan para donor lainnya, Pemerintah Jerman
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan pembangunan Jerman sejalan dengan prinsip Deklarasi Paris
mengenai Efektivitas Bantuan.

Republik Federal Jerman telah memainkan peran yang aktif dalam membantu mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan
dalam Deklarasi Milenium, Konsensus Monterrey, dan Rencana Implementasi Johannesburg. Program Aksi Antar-
Kementrian tahun 2015 merupakan instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah Jerman untuk menerjemahkan
komitmennya menjadi praktik yang nyata.

Program Aksi tersebut menetapkan kerangka politik dan hal-hal yang harus dicapai melalui kebijakan pembangunan
Jerman. Dalam program tersebut, Pemerintah Jerman memaparkan bentuk kontribusi yang harus diberikan olehnya
dalam kerangka aksi internasional yang menyeluruh, dan bagaimana hal tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut.
Pemerintah Jerman melaksanakan aksinya berdasarkan hal-hal yang penting dari visi pembangunan global yang
berkesinambungan dan empat tujuan berikut ini:
• Mengurangi kemiskinan di seluruh dunia
• Membangun kedamaian dan mewujudkan demokrasi
• Meningkatkan bentuk-bentuk globalisasi yang adil
• Melindungi lingkungan hidup.

Dalam masing-masing bidang tersebut, pemerintah Jerman bertujuan untuk meningkatkan pembangunan yang memenuhi
prinsip-prinsip kesinambungan. Hal ini hanya mungkin apabila kerjasama pembangunan didasarkan pada pendekatan
holistik: perlu dipastikan bahwa semua intervensi pembangunan memiliki dampak positif terhadap pembangunan
sosial, ekonomi, ekologi, dan politik.

Program Aksi tahun 2015 menentukan kerangka yang digunakan oleh Jerman dalam memberikan kontribusinya untuk
mencapai tujuan-tujuan Deklarasi Milenium dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang dibuat berdasarkan
deklarasi tersebut. Sepuluh bidang prioritas aksi tersebut mencakup ekonomi dan pertanian, perdagangan, utang,
sistem sosial, perlindungan lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam, hak-hak azasi manusia, kesetaraan
gender, partisipasi, pelucutan senjata, dan keamanan.

Organisasi-Organisasi Pelaksana

BMZ memberi kuasa kepada organisasi-organisasi pelaksana dengan realisasi konkrit proyek-proyek berdasarkan
kebijakan pembangunan pemerintah Jerman. Tugas dari organisasi-organisasi tersebut mencakup:
• Pelaksanaan proyek-proyek kerjasama keuangan dan tehnis
• Persiapan dan penugasan para ahli dan sukarelawan Jerman
• Pembinaan profesional untuk para spesialis dan eksekutif dari negara-negara mitra.

Bank Pembangunan Jerman (KfW) bertanggung jawab untuk kerjasama keuangan, sementara kerjasama tehnis dengan
negara-negara mitra adalah tanggung jawab dari Kerjasama Tehnis Jerman (GTZ). Dinas Pembangunan Jerman (DED)
mempersiapkan dan menugaskan para sukarelawan, dan pelatihan serta pembinaan lebih lanjut merupakan bidang
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

spesialisasi Pengembangan Kapasitas Internasional, Jerman (InWEnt). Selain itu terdapat pula sejumlah organisasi
pelaksanaan khusus seperti Institut Federal untuk Ilmu Bumi dan Sumber Daya Alam (BGR) atau Institut Fisika dan
Metrologi Federal (PTB).

Banyaknya organisasi pelaksana dan organisasi garis depan merupakan ciri khusus kerjasama pembangunan Jerman.
Organisasi-organisasi individual memiliki keterampilan yang sangat khusus dan bekerjasama erat dalam melakukan
pekerjaan mereka di negara-negara mitra.

Bantuan Tingkat Global

Jerman adalah donor terbesar keempat di antara para anggota Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi
(OECD). Pada tahun 2005, ODA bersih Jerman adalah sebesar EUR 8 miliar. Bagian terbesar dari jumlah tersebut
dialokasikan ke Asia (40%), diikuti dengan Subsaharan-Afrika (33%), Timur Tengah dan sekitarnya (23%), Amerika Latin
(7%) dan Eropa (5.3%). Persentase negara-negara terbelakang yang tercakup dalam ODA Jerman adalah sebesar 18.7%.

Karena latar belakang globalisasi dunia perlu dipertimbangkan dalam bantuan pembangunan, lebih dari 25% ODA
Jerman disalurkan melalui institusi internasional, seperti kelompok Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan
badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk melengkapi upaya pembangunan bilateral. Jerman memberikan
kontribusi hampir seperempat dari jumlah pendanaan Uni Eropa untuk bantuan pembangunan.

Jenis Bantuan dan Program

Bantuan pembangunan bilateral Jerman dilaksanakan terutama melalui bantuan proyek dan program. Untuk mencapai
efisiensi dan signifikansi yang lebih besar, Jerman bertujuan untuk mewujudkan koordinasi yang lebih erat antara
program-program pembangunannya dan berkomitment terhadap agenda penyelarasan dengan donor lainnya.

Indonesia berhak atas skema pertukaran utang (debt swap scheme). Dengan demikian, Jerman dapat menghapuskan
klaim dari kerjasama keuangan bilateral apabila Indonesia sebagai negara yang berhutang menggunakan sebagian
dari dana dari Pertukaran Utang tersebut untuk inisiatif pembangunan di bidang pelestarian lingkungan hidup (Agenda
21), pemberantasan kemiskinan, atau pendidikan. Utang tersebut akan dihapus ketika negara yang berhutang
menggunakan 50% dari jumlah utang tersebut untuk mendukung kegiatan di bidang-bidang tersebut. Sesuai dengan
pertukaran yang disepakati sampai saat ini, Jerman akan menghapuskan utang resmi sampai sejumlah EUR 73,6 juta.

Tujuan dan Prioritas Program di Indonesia

Indonesia dan Jerman telah menyepakati tiga bidang prioritas untuk kerjasama pembangunan sebagai berikut:
• Mendukung kebijakan reformasi ekonomi, peningkatan perusahaan kecil dan menengah serta pelatihan kejuruan
• Kesehatan mencakup pencegahan HIV/AIDS
• Transportasi, khususnya transportasi laut dan rel kereta api.

Desentralisasi merupakan permasalahan lintas sektor dalam kerjasama tersebut. Rencana Strategi (Strategy Papers)
dalam bidang kesehatan, reformasi ekonomi, transportasi, dan desentralisasi telah disusun dan disepakati dengan
Pemerintah Indonesia. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerjasama pembangunan, Jerman mengalihkan
kegiatannya menuju pendekatan programatik yang terfokus dalam masing-masing bidang prioritas tersebut. Jerman
juga sedang mencari peluang untuk mengadakan kerjasama yang lebih erat dengan para donor.

Arah Masa Depan

Pemerintah Indonesia dan Jerman mengadakan negosiasi (dua kali setahun) pada tahun 2005 dan sepakat bahwa
volume bantuan untuk tahun 2005/2006 akan berjumlah sebesar EUR 76 juta. Arah kerja sama di masa depan
ditetapkan berdasarkan kebijakan nasional Indonesia yang digariskan.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Tingkat ODA Bilateral (dalam EUR juta)

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005


Pencarian 60,155 58,570 53,660 62,629 53,432 67,501 61,642 101,646
hibah
Pencarian 131,270 -76,845 -46,740 -29,223 29,750 -148,151 82,159 59,554
pinjaman
Total 191,425 -18,270 6,920 33,406 83,182 -80,633 143,801 161,200

Tanggapan terhadap Tsunami

Segera setelah bencana Tsunami, Pemerintah Jerman menjanjikan pendanaan dengan jumlah sebesar EUR 500 juta
sebagai bantuan kemanusiaan, bantuan darurat, dan upaya rehabilitasi/ rekonstruksi. Dana akan tersedia sampai
dengan akhir tahun 2009, yang mana setengah dari komitmen tersebut telah diberikan.

Bantuan rekonstruksi Jerman ditujukan terutama untuk dua negara yang menderita dampak terbesar, yaitu Indonesia
dan Sri Lanka. Ukuran tersebut ditambah oleh bantuan yang diberikan oleh proyek-proyek yang dijalankan oleh organisasi-
organisasi multilateral, dan proyek-proyek yang dijalankan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat Jerman dalam
‘Program Regional Laut Hindia’. Selain itu, EUR 45 juta juga disediakan untuk pengadaan Sistem Peringatan Dini
Tsunami.

Sampai saat ini, Jerman telah berkomitmen untuk memberikan sekitar EUR 186 juta untuk rekonstruksi Aceh dan Nias.
Proyek-proyek dilaksanakan terutama melalui Kerjasama Keuangan (yang diberikan melalui KfW) dan Kerjasama Tehnis
(yang diberikan terutama melalui GTZ). Selain itu, Jerman berpartisipasi dalam Dana Multi Donor (MDF) untuk Aceh
dan Sumatera Utara dengan jumlah lebih dari EUR 11 juta. Upaya-upaya rekonstruksi di bekas daerah konflik berjalan
dengan cepat. Untuk mendukung proses perdamaian di Aceh, proyek-proyek yang dibantu oleh Jerman memberikan
kontribusi terhadap upaya-upaya yang bertujuan untuk mewujudkan reintegrasi bekas anggota Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) dan memperluas upaya-upaya yang dilakukan ke daerah-daerah yang terkena dampak konflik di propinsi tersebut.

Kontak

Kedutaan Besar Jerman


Unit Kerjasama Pembangunan
Jl MH Thamrin 1
Jakarta 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 3985 5000
Fax (+62 21) 390 1757
www.jakarta.diplo.de
The Hellenic International Development Cooperation Department (YDAS)/ Hellenic Aid was established in 1999, on the
basis of article 18, paragraph 1 of L. 2731/1999. In 2000, Presidential Decree 224/2000 (Government Gazette
193/A/6-9-2000) came into force, on the organisation, staffing and operation of the International Development
Cooperation Department of the Foreign Ministry. This is the most recently established Directorate General of the Foreign
Ministry, and is mainly responsible for the supervision, coordination, monitoring and promotion of emergency humanitarian
and food aid actions, as well as aid for the reorganisation and restoration of the infrastructures of developing countries
conducted by ministries, universities, non-governmental organisations (NGOs) or other players.

The main responsibilities of the International Development Cooperation Department, within the framework of development
diplomacy, include:
• Handling of all development assistance funding provided by the state budget, as well as all the funding from
ministries, organisations, and public and private agencies within the country and abroad
• Monitoring and facilitating development programmes/ projects carried out by public agencies, universities, NGOs
and other civil society organisations
• Collecting, processing and sending to the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)
Development Assistance Committee (DAC) statistical data on the provision of development assistance
• Monitoring meetings of the Working Groups and Networks of the DAC and the European Union (EU)
• Submitting proposals to the Committee for the Organisation and Coordination of International Economic Relations
with regard to the future planning of development policy for priority countries, with the objective of maximising
the positive results from the implementation of viable programmes
• Funding emergency humanitarian aid actions and programmes, restructuring and development programmes/
projects, as well as development education and information regarding the promotion of voluntary work in Greece
and developing countries.
• Supporting Greek participation in European Commission’s Humanitarian Aid Department (ECHO) and EuropeAid
programmes, as well as in programmes of the EU and other United Nations (UN) international development
organisations.

International Cooperation Framework

International humanitarian and development cooperation aims at bridging the gap between developed and developing
countries by means of enhancing the development efforts of developing countries. This is achieved mainly through:
• Ensuring food supply for populations
• Providing urgent aid in emergency situations
• Enhancing the civil society and institutional capabilities of developing countries
• Providing resources in departments of viable growth.

The Fundamental Principles

The strategy and the need to achieve effective and efficient international development cooperation programs require
that certain fundamental principles be observed, such as:
• Entering partnerships with reliable civil society agencies, as well as participation of the benefiting authorities and
agencies in those programmes they are directly involved in
• Combating poverty, which constitutes the most essential target of development programmes of international
donors in developing countries for the current decade
• Co-financing: International agencies co-finance only part of the budget pertaining to selected activities of bilateral
development cooperation. NGOs undertake part, at least 15%, of the total budget for the project (own participation)
• Coordination, Coherence and Complementarity (CCC): The development cooperation programmes per recipient
country must:
a) provide a minimum degree coordination between activities of multilateral and other donors
b) be consistent with the targeted objectives
c) provide interventions that are complementary to each other and do not produce gaps, contradictions or overlaps
European Union Development Co-operation in Indonesia

• Ownership by local populations of financial, social and development benefits deriving from programme implementation.
• Viability of the activity or programme: It is this criterion that establishes whether maintenance of the objective
targets can be secured after the program has been implemented.

The Greek contribution to the humanitarian crisis caused by the tsunami in South East Asia

Greece was one of the first countries to mobilise immediately following the news of the earthquake and tidal wave in
South East Asia, initially sending a special Olympic Airlines flight to Phuket Island to pick up the tourists trapped there.
This received highly positive coverage in the international press. Additionally, four humanitarian aid missions were flown
to the area, along with a large shipping operation to transport humanitarian and medical aid to Sri Lanka, where a Greek-
owned ship carried over 500 tonnes of humanitarian and food aid. Following delivery of the aid, the ship remained in
the area from 5 February to 28 March 2005 as a floating medical unit, staffed by volunteers, with over 50 specialised
doctors and health-care workers, in four specially equipped clinics (pathology, gynaecology, paediatrics, and minor
surgery) examining 80-100 patients per day.

An additional shipment of over 2,000 tonnes about EUR 8 million worth of humanitarian aid, including pharmaceuticals,
clothing and foodstuffs collected by civil society and coordinated by the NGO Solidarity with the support of the Foreign
Ministry, was sent directly by merchant marine ships to Banda Aceh, Indonesia, in March and April.

The aid collected and delivered in the form of equipment, services and money is estimated to have amounted to over
EUR 24 million. Included in this sum is the EUR 10 million provided via the UN Office for Coordination of Humanitarian
Affairs (OCHA) for the specific programmes of specialised UN organisations in the affected areas.

The exceptionally moving reaction of the entire Greek population to the unprecedented catastrophe of 26 December
2004 should also be stressed. The special telethon organised by state television in cooperation with the Foreign Ministry/
YDAS, collected a total of EUR 14,924,486, while the volunteer services offered by citizens particularly in the health-
care sector was also without precedent. It is estimated that through the various initiatives, each Greek gave approximately
EUR 2 for their fellow human beings in the stricken areas in South East Asia. It is thus estimated that the total aid from
state agencies, NGOs and private individuals came to over EUR 30 million.

Additionally, Greece intends to send further bilateral aid to the countries of the region through the realisation of
development programmes by Greek NGOs. Greece has committed to providing EUR 11.5 million for rehabilitation and
reconstruction projects in the region, of which EUR 10 million will go for long-term reconstruction actions through Greek
NGOs in all the regions struck by the tidal wave, and EUR 1.5 million (of which EUR 200,000 has already gone to
Indonesia) will go for rehabilitation actions in all the stricken areas. Of the total sum of EUR 11.5 million, EUR 8.6 million
have already been sent for development and rehabilitation programmes in Sri Lanka.

Hellenic Aid of the Ministry of Foreign Affairs and the Greek church NGO ‘Solidarity’ provided support for the construction
of training school for secondary education in Tanjung Sari area, Medan, North Sumatera with an estimated cost of EUR
400,000. This training school is targeted to educate young people, between 17-24 years old, in marketing, management,
finance and computer knowledge.

Contact

Embassy of the Hellenic Republic


Plaza 89, 12th floor
Jl HR Rasuna Said Kav X-7 No 6
Jakarta 12940 Indonesia
Tel (+62 21) 520 7776
Fax (+62 21) 520 7753
e-mail: grembas@cbn.net.id
Departemen Kerjasama Pembangunan Internasional Yunani (YDAS)/ Hellenic Aid dibentuk pada tahun 1999, berdasarkan
pasal 18, ayat 1 dari L. 2731/1999. Pada tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 224/2000 (Lembaran Negara
Nomor 193/A/6-9-2000) mengenai organisasi, kepegawaian dan tata kerja Departemen Kerjasama Pembangunan
Internasional dalam Kementrian Luar Negeri diberlakukan. Departemen ini merupakan Direktorat Jenderal Kementrian
yang baru saja dibentuk dan memiliki tanggung jawab terutama atas pengawasan, koordinasi, pemantauan, dan
peningkatan tindakan bantuan kemanusiaan dan makanan, serta bantuan untuk reorganisasi dan restorasi prasarana
negara-negara berkembang yang dilaksanakan melalui kementrian-kementrian, universitas-universitas, lembaga-lembaga
swadaya masyarakat (LSM) atau pihak-pihak terkait lainnya.

Tanggung jawab utama Departemen Kerjasama Pembangunan Internasional, dalam kerangka diplomasi pembangunan,
mencakup:
• Penanganan semua dana bantuan pembangunan yang diberikan melalui anggaran negara, serta semua pendanaan
dari kementrian, organisasi, lembaga pemerintah dan swasta di dalam dan luar negeri
• Memantau dan memfasilitasi program/ proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah,
masyarakat, universitas, LSM dan organisasi masyarakat madani lainnya
• Mengumpulkan, mengelola, dan mengirimkan kepada Komite Bantuan Pembangunan (DAC) dari Organisasi
Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) data statistik mengenai pemberian bantuan pembangunan
• Memantau rapat-rapat Kelompok Kerja dan Jaringan DAC dan Uni Eropa
• Mengajukan proposal kepada Komite untuk Organisasi dan Koordinasi Hubungan Ekonomi Internasional terkait
dengan perencanaan kebijakan pembangunan di masa depan untuk negara-negara yang diprioritaskan, dengan
tujuan untuk memaksimalkan hasil-hasil positif dari pelaksanaan program-program yang berkesinambungan
• Tindakan dan program-program bantuan, program/ proyek restrukturisasi dan pembangunan, serta pendidikan
dan informasi pembangunan mengenai peningkatan pekerjaan sukarela di Yunani dan negara-negara berkembang.
• Mendukung partisipasi Yunani dalam Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa (ECHO) atau program-
program EuropeAid, serta dalam program-program Uni Eropa dan organisasi pembangunan internasional
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) lainnya.

Kerangka Kerjasama Internasional

Kerjasama kemanusiaan dan pembangunan bertujuan untuk menjembatani celah antara negara-negara maju dan
negara-negara berkembang dengan cara meningkatkan upaya-upaya pembangunan negara-negara berkembang.
Hal ini dicapai terutama melalui:
• Menjamin pasokan makanan yang cukup untuk penduduk
• Memberikan bantuan yang mendesak dalam keadaan darurat
• Meningkatkan kemampuan masyarakat madani dan kelembagaan negara-negara berkembang
• Menyediakan sumber daya di departemen-departemen dengan pertumbuhan yang berkesinambungan.

Prinsip-Prinsip Mendasar

Strategi dan kebutuhan untuk mencapai program kerjasama pembangunan internasional yang efektif dan efisien
mengharuskan pemenuhan prinsip-prinsip dasar tertentu, seperti:
• Bermitra dengan lembaga masyarakat madani yang dapat diandalkan, serta partisipasi otoritas dan instansi yang
menerima manfaat dalam program-program yang di dalamnya mereka terlibat secara langsung.
• Memberantas kemiskinan, yang merupakan sasaran terpenting dari program-program pembangunan donor-donor
internasional di negara-negara berkembang dalam dekade ini.
• Pembiayaan bersama: Badan-badan internasional hanya turut membiayai sebagian dari anggaran yang terkait
dengan kegiatan kerjasama pembangunan bilateral tertentu. LSM mengambil bagian, sedikitnya 15%, dari total
anggaran untuk proyek tersebut (partisipasi sendiri).
• Koordinasi, Kesesuaian dan Saling Melengkapi (CCC): Program kerjasama pembangunan per negara penerima
harus:
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

a) melakukan koordinasi dengan tingkat minimum antara kegiatan-kegiatan koordinasi dan donor lainnya
b) konsisten dengan tujuan-tujuan yang menjadi sasaran
c) melakukan intervensi yang saling melengkapi dan tidak menimbulkan celah, kontradiksi, atau tumpang tindih
• Penduduk lokal memperoleh manfaat keuangan, sosial, dan pembangunan dari pelaksanaan program
• Kesinambungan kegiatan atau program: Kriteria ini menentukan apakah pemeliharaan sasaran dapat dicapai
setelah program dilaksanakan.

Kontribusi Yunani terhadap krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh tsunami di Asia Tenggara

Yunani merupakan satu dari negara-negara yang pertama kali melakukan mobilisasi segera setelah berita tentang
terjadinya gempa bumi dan ombak pasang di Asia Tenggara, awalnya dengan mengirimkan Penerbangan Olympic khusus
ke pulau Phuket untuk mengangkut turis-turis yang terjebak disana. Hal ini mendapatkan ulasan yang sangat positif
di media masa internasional. Selain itu, empat misi bantuan kemanusiaan diterbangkan ke wilayah tersebut beserta
operasi pengangkutan yang besar untuk mengangkut bantuan kemanusiaan dan medis ke Sri Lanka, yang mana sebuah
kapal Yunani membawa lebih dari 500 ton bantuan kemanusiaan dan makanan. Setelah pengiriman bantuan tersebut,
kapal tersebut tetap berada di daerah itu dari tanggal 5 Februari hingga 28 Maret 2005 sebagai unit medis terapung
dengan sukarelawan sebagai stafnya, dengan lebih dari 50 dokter spesialis dan petugas kesehatan, dalam empat klinik
dengan perlengkapan khusus (patologi, ginekologi, kesehatan anak, dan bedah minor) yang memeriksa 80-100 pasien
per hari.

Tambahan lebih dari 2.000 ton bantuan kemanusiaan senilai EUR 8 juta, termasuk obat-obatan, pakaian, dan makanan
yang dikumpulkan oleh masyarakat madani dan dikoordinasi oleh LSM Solidarity dengan dukungan dari Kementrian
Luar Negeri, dikirimkan langsung dengan kapal dagang ke Banda Aceh, Indonesia, pada bulan Maret dan April.

Bantuan yang dikumpulkan dan dikirimkan dalam bentuk peralatan, jasa dan uang diperkirakan mencapai lebih dari
EUR 24 juta. Jumlah tersebut mencakup jumlah sebesar EUR 10 juta yang diberikan melalui PBB kepada Kantor
Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB (OCHA) untuk program-program tertentu dari organisasi-organisasi PBB khusus
di daerah-daerah yang terkena dampak.

Reaksi seluruh masyarakat Yunani yang sangat mengharukan terhadap bencana yang terjadi tanggal 26 Desember
2004 juga perlu ditekankan. Telethon khusus diadakan oleh televisi negara bekerjasama dengan Kementrian Luar
Negeri/YDAS, mengumpulkan dana sebesar EUR 14.924.486, sementara para warga juga menawarkan layanan sukarela,
khususnya dalam sektor pelayanan kesehatan, tanpa diminta sebelumnya. Diperkirakan bahwa melalui berbagai inisiatif,
masing-masing orang Yunani memberikan sekitar 2 untuk sesamanya di daerah-daerah bencana di Asia Tenggara.
Dengan demikian, diperkirakan jumlah bantuan dari instansi-instansi negara, LSM, dan individu mencapai lebih dari
EUR 30 juta.

Selain itu, Yunani bermaksud untuk mengirimkan bantuan bilateral selanjutnya ke negara-negara di wilayah yang terkena
dampak tsunami melalui realisasi program-program pembangunan oleh LSM-LSM Yunani. Yunani telah berkomitmen
untuk memberikan EUR 11,5 juta untuk Proyek-Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi di wilayah tersebut, EUR 10 juta
di antaranya akan digunakan untuk kegiatan rekonstruksi jangka panjang melalui LSM-LSM Yunani di semua wilayah
yang dilanda ombak pasang tersebut, dan EUR 1,5 juta (EUR 200.000 di antaranya telah diberikan kepada Indonesia)
akan digunakan untuk kegiatan rehabilitasi di semua daerah yang terkena dampak. Dari EUR 11,5 juta, sejumlah EUR
8,6 juta telah dikirimkan untuk program pembangunan dan rehabilitasi di Sri Lanka.

Hellenic Aid dari Kementrian Luar Negeri dan LSM gereja Yunani ‘Solidarity’ memberikan dukungan untuk pembangunan
sekolah pelatihan pendidikan sekunder di daerah Tanjung Sari, Medan, Sumatera Utara, dengan perkiraan sebesar
EUR 400.000. Sekolah pelatihan ini ditujukan untuk mendidik orang-orang muda, antara 17 sampai 24 tahun, dalam
bidang pemasaran, manajemen, keuangan, dan pegetahuan komputer.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kontak

Kedutaan Besar Republik Yunani


Plaza 89, Lantai 12
Jl HR Rasuna Said Kav X-7 No 6
Jakarta 12940 Indonesia
Tel (+62 21) 520 7776
Fax (+62 21) 520 7753
e-mail: grembas@cbn.net.id
The Ministry of Foreign Affairs and Cooperation and the Ministry of Industry, Tourism and Trade conduct in Spain the
bulk of the Official Development Assistance (ODA). According to the Law for International Cooperation approved in 1998,
Foreign Aid Policy is controlled by the Council of Ministers, advised by the Cooperation Council. A Master Plan for the
Spanish Cooperation 2005-2008, approved by the Spanish Government, contains the geographical, sectorial and
horizontal guidelines, as well as the instruments and actors for its implementation. Within this framework, aid is assigned
in accordance to Annual Plans (PACIs).

Administrative cooperation is entrusted to the Ministry of Foreign Affairs and Cooperation. The Spanish Agency for
International Cooperation (AECI), attached to it, is responsible for ODA follow-up and evaluation and runs most of the
non-refundable cooperation.

The Ministry of Industry, Tourism and Trade manages bilateral loans, project-related technical assistance, Spain’s
membership of the multilateral financial institutions and the country’s contributions to the development programs
of the European Union (EU).

Targets and Policies

Non-refundable Cooperation

Spanish official aid is defined according to a Master Plan, which includes targets and directives in general, or specific
to each region and country. As far as the Asia and Pacific Region is concerned, Spanish cooperation is focused mainly
in promoting, in accordance with the Millennium Development Goals (MDGs) defined by United Nations (UN), the following
lines:
• Fight against poverty, better education, gender equality, water and sanitation supply, population empowerment
• Sustainable productive systems: rural development, fisheries, tourism, support to small- and medium-enterprises
• Health: family planning, fight against tropical and lethal diseases, AIDS, Avian flu
• Democracy, the rule of law, institution building
• Peace processes, dialogue between parties in conflict, support for local populations
• Environmental awareness.

There is a special interest from the Government of Spain, who has launched the Asia Plan and several approaching
initiatives, of increasing the attention and presence of Spain in the region. AECI is contributing along this strategy by
consolidating its development support in Indonesia. Latin America stills receives the bulk of the Spanish ODA, while Sub
Saharan Africa, Mediterranean area and the Middle East also receive a great deal of attention from the Spanish aid.

Among South East Asian nations, the Spanish cooperation effort is mainly focused on ‘priority countries’ (like Philippines
and Vietnam) and ‘countries for especial attention’ (like Indonesia).

Actions in Indonesia include, after the tsunami disaster, earthquakes and other crisis, humanitarian aid and early rapid
response interventions, through support to proposals from non-governmental organisations, both Spanish and international
organisations, and cooperation with multilateral agencies and donors, including also national and regional Indonesian
authorities and institutions.

The Spanish cooperation projects approved during 2006 have included:


• EUR 3.5 million by AECI
o Humanitarian Assistance (Food and Agricultural Organisation/ FAO and Yogyakarta response): EUR 1.7 million
o Good Governance (UN Development Programme/ UNDP): EUR 500,000
o Eco-Tourism in Nias (UN Educational, Scientific and Cultural Organisation/ UNESCO): EUR 291,000
o Mental Health support (Kanaivasu): EUR 255,998
o Cultural cooperation (Government of Indonesia): EUR 152,863
o Primary health promotion (Spanish Red Cross): EUR 121,200
European Union Development Co-operation in Indonesia

o Livelihood in Aceh (Psychology Association of Indonesia/ HIMPSI): EUR 100,000


o Overheads: EUR 67,320
o Women cooperatives (Environment Organisation of Asia/ EOA): EUR 44,000
o Cultural project in Aceh (Vueus D Un Monde/ VDM): EUR 9,000
o Quick response for the floods in Aceh (World Food Programme/ WFP): EUR 250,000
• EUR 15 million in microcredits with Permodalan Nasional Madani (PNM).

According to these figures, the total amount approved by AECI of ODA in 2006 is EUR 18.5 million.

In addition, it is important to have a picture of the Spanish projects ongoing in 2006 in Indonesia:
• EUR 18 million from Spanish Red Cross (this a long term comprehensive programme that started in 2005 and
will last until 2008)
• EUR 1.5 million from the AECI for fisheries project with FAO
• EUR 900,000 from the Spanish Association of Housing and Land (AVS)
• EUR 790,000 from Spanish Doctors of the World (Médicos del Mundo)
• EUR 523,000 from the Spanish Ministry of Environment for UNESCO
• EUR 442,313 from AECI for Flora Fauna International
• EUR 150,000 from the Cooperation Agency of Andalusia
• EUR 134,546 from the AECI for Adventist Development and Relief Agency (ADRA)
• EUR 90,000 from Queen Sofia Foundation for ADRA

Infrastructure Loan and Technical Assistance

One key chapter of Spanish assistance to Indonesia is focused on infrastructures. Currently there is a financial program
of up to EUR 210 million in mixed credits, including a pledge of EUR 110 million made in the 2005 Consultative Group
on Indonesia (CGI). It covers projects in various areas following the Indonesian demand, such as bridges, hospital
equipment, transportation and others.

The Ministry of Industry, Tourism and Trade also offers technical assistance on a grant basis for selective projects of
mutual interest.

Others

Other types of cooperation include the organisation of a consolidated programme of advanced seminars on several
topics. These seminars are aimed at Indonesian professionals, who are given the chance to participate (all expenses
included) in two-week seminars in Spain. In 2006, seminars on tourism and fisheries have been organised with the
attendance of Indonesian experts.

These seminars started in 2001, and so far 173 Indonesian citizens have already enrolled in them. The experience
seems to be a success, since the participants have the chance to enhance their qualifications and to interact with their
Spanish colleagues, as well as with other Asian participants.

Educational and cultural cooperation is also included in the Spanish ODA, as it is felt this helps to increase educational
levels and as a way to support local efforts in that field. The whole chapter of cultural and educational cooperation
encompasses scholarships for Indonesian students in Spain (post-graduates or intensive courses), lecturers for universities
and cultural exchanges and workshops.

Future Directions

Infrastructure Loans and Technical Assistance

On infrastructures and technical assistance, the Ministry of Industry, Tourism, and Trade shall continue to cooperate
European Union Development Co-operation in Indonesia

with the Indonesian authorities (in particular the National Development Planning Agency/ BAPPENAS and the Ministry
of Finance) in projects of mutual interest, and in sectors or areas proposed accordingly with special attention to
environmental and energy sectors among others.

Non-refundable cooperation

As it is stated in the recently approved Special Attention Plan (PAE) for Indonesia, the strategy of the Spanish Development
Cooperation in the country has evolved from pure post-disaster and relief assistance towards support to national and
international institutions in poverty fight and MDGs achievements. AECI will try to focus its cooperation in two main
geographical areas : Nias Island and Nusa Tenggara Timur province. There are several sectors where the Spanish
expertise could be of special interest.

In the fishery sector, Spain has contributed to the rehabilitation of infrastructures and small scale activities and will
make special emphasis in fisheries planning and integrated coastal management as well as processing and marketing.

Other priority sector for the Spanish Cooperation is Tourism in which Indonesia in general and some of the poorest zones
in particular present a great potential. The working plan foresees the promotion of sustainable resources management
and environmental protection as well as promoting a comprehensive strategic plan for the sector in the pilot. These
initiatives will always be orientated to improve the living standards of the most vulnerable groups.

Environmental protection is meant to be a fundamental pillar for all interventions of the Spanish Cooperation. Indonesia,
which is the second country in the world after Brazil in having a major biodiversity on the planet, presents a rich
environmental aspect that needs political and proper support for its protection. All the fishery and tourism projects
mentioned earlier include this cross cutting input.

Taking into account that the main goal of the Spanish Cooperation is fighting poverty, projects will target the poorest
areas through an integrated rural development approach.

For the microfinance sector, Indonesia has experienced a great progress. After the exploration mission by a team from
AECI, a microcredit program of EUR 15 million has been approved in December 2006. This initiative aims to facilitate
credits access for small entrepreneurs and will start in 2007.

Emergency Response

As a contribution to overcoming major disasters following the tsunami of 2004, the Spanish Government established
in December 2004 a special tsunami line assistance based on full scale soft loan and some grant. In 2007, as a result
of discussion between the Spanish Ministry of Industry, Tourism and Trade with the Aceh and Nias Rehabilitation and
Reconstruction Agency (BRR) and BAPPENAS authorities it is expected to start implementation of two health projects
in the tsunami-affected area of Aceh and Nias, as well as one study as technical assistance.

The Spanish Government has supported the national and international institutions in disasters mitigation right after
the several crises that during 2006 affected Indonesia.

After the earthquake in Yogyakarta, two planes loaded with first aid medicines and supplies were flown from Spain and
three field hospitals with 20 medical staff, including doctors and nurses, were deployed in the district of Klaten providing
emergency services and care for the victims. The total cost of the operation is estimated at EUR 700,000.

During the floods that affected the province of Aceh in December 2006, AECI contributed to the response organised
by WFP with a EUR 250,000 donation.

In the coming years, AECI intends to include disaster prevention and mitigation activities in its working plan.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Contact

Embassy of Spain
Economic and Commercial Counsellor (Ministry of Industry, Tourism and Trade)
Jl H Agus Salim 61
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 391 7543
Fax (+62 21) 3193 0164
e-mail: yakarta@mcx.es

Embassy of Spain
Development Attaché (AECI) or Economic Counsellor (ICO)
Jl H Agus Salim 61
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 314 2355
Fax (+62 21) 3193 5134
e-mail: emb.yakarta@mae.es
www.aeci.es
www.ico.es
Kementerian Kerjasama Luar Negeri dan Kementerian bidang Industri, Pariwisata dan Perdagangan Spanyol menangani
keseluruhan dari Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Spanyol. Menurut Hukum Internasional di bidang Kerjasama
tahun 1988, Kebijakan Bantuan Luar Negeri dikendalikan oleh Dewan Menteri, dibawah bimbingan Dewan Kerjasama.
Rencana Utama untuk kerjasama Spanyol 2005-2008, yang telah disetujui oleh pemerintah Spanyol, mengandung
panduan geografis, wilayah dan juga instrumen beserta pendukung implementasi. Di dalam kerangka kerja ini, bantuan
ditetapkan menurut Rencana Tahunan (PACIs).

Secara administratif, kerjasama ini dipercayakan kepada Kementrian Kerjasama Luar Negeri. Lembaga Kerjasama
Internasional Spanyol (AECI), bertanggung jawab untuk menindak lanjuti dan mengevaluasi ODA dan menjalankan
hampir semua jenis kerjasama tanpa pengembalian modal.

Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan mengatur pinjaman bilateral, bantuan tehnis yang berkaitan dengan
proyek, keanggotaan Spanyol dalam institusi finansial multilateral dan kontribusi negara terhadap program pembangunan
Uni Eropa.

Sasaran dan Kebijakan

Kerjasama dengan Dana yang tidak perlu dikembalikan

Bantuan resmi Spanyol di definisikan berdasarkan Rencana Utama, dimana termasuk di dalamnya target dan aturan
secara umum maupun terhadap daerah atau negara secara lebih spesifik. Berkaitan dengan Asia Pasifik, kerjasama
Spanyol terfokus pada hal-hal berikut dan yang mana sesuai dengan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dari
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) :
• Pengentasan kemiskinan, memajukan pendidikan, persamaan gender, suplai air dan sanitasi, pemberdayaan
populasi
• Menopang sistem produksi : pengembangan pedesaan, perikanan, pariwisata, mendukung usaha kecil dan
menengah
• Kesehatan: Keluarga berencana, memberantas penyakit tropis, AIDS, Flu Burung
• Demokrasi, supremasi hukum, pembangunan institusi
• Proses perdamaian, dialog antar pihak bertikai, menopang populasi lokal
• Kesadaran akan lingkungan.

Pemerintah Spanyol, yang telah meluncurkan Rencana Asia dan beberapa inisiatif pendekatan, bertekad untuk
meningkatkan perhatian dan keberadaan Spanyol di wilayak Asia Pasifik. AECI memberikan andil dalam strategi ini
dengan mendukung pembangunan di Indonesia. Amerika Latin sampai sekarang masih memperoleh sebagian besar
bantuan ODA Spanyol, sementara daerah Sub-Sahara Afrika, daerah Mediterania dan Timur Tengah juga mendapatkan
perhatian yang cukup besar dari bantuan Spanyol.

Di antara para negara ASEAN, upaya kerjasama Spanyol lebih fokus terhadap negara yang dianggap ‘negara prioritas’
(Filipina dan Vietnam) dan juga ‘negara dalam perhatian khusus’ (seperti Indonesia).

Selain bantuan untuk bencana tsunami, gempa bumi dan beberapa krisis lainnya, upaya yang dilakukan di Indonesia
adalah dengan bantuan kemanusiaan dan kegiatan-kegiatan reaksi cepat melalui dukungan yang diberikan atas proposal
yang diajukan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) Spanyol dan internasional, dan kerjasama dengan
lembaga dan donor multilateral, serta pemerintah dan institusi nasional maupun lokal.

Proyek kerjasama Spanyol yang disetujui pada tahun 2006 mencakup:


• EUR 3,5 juta dari AECI:
o Bantuan Kemanusiaan (Badan Pangan dan Pertanian/ FAO dan respons untuk bencana Yogyakarta):
EUR 1,7 juta
o Tata Pemerintahan (Program Pembangunan PBB/ UNDP): EUR 500.000
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

o Eco-Tourism di Nias (Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB/ UNESCO): EUR 291.000
o Dukungan di bidang Kesehatan Mental (Kanaivasu) : EUR 255.998
o Kerjasama kultural (Pemerintah Indonesia): EUR152.863
o Kesehatan dasar (Palang Merah Spanyol): EUR 121.200
o Mata pencaharian di Aceh (Himpunan Psikologi Indonesia): EUR 100.000
o Biaya operasi: EUR 67.320
o Lembaga Wanita (Environment Organisation of Asia/ EOA): EUR 44.000
o Proyek kultural di Aceh (Vueus D Un Monde/ VDM): EUR 9.000
o Bantuan reaksi cepat untuk banjir di Aceh (Program Pangan Dunia/ WFP): EUR 250.000
• EUR 15 juta untuk kredit mikro dengan Permodalan Nasional Madani (PNM).

Menurut perhitungan diatas, jumlah total dana ODA yang disetujui AECI di tahun 2006 adalah EUR 18.5 juta.

Selain itu, juga penting untuk melihat gambaran proyek-proyek bantuan Spanyol di Indonesia yang masih berjalan di
tahun 2006:
• EUR 18 juta dari Palang Merah Spanyol (ini merupakan program jangka panjang yang dimulai pada tahun 2005
hingga 2008)
• EUR 1,5 juta dari AECI untuk proyek perikanan yang bekerjasama dengan FAO
• EUR 900.000 dari Asosiasi Perumahan dan Pertanahan Spanyol (AVS)
• EUR 790.000 dari Dokter Dunia Spanyol (Médicos del Mundo)
• EUR 523.000 dari Kementerian Lingkungan Hidup Spanyol untuk UNESCO
• EUR 442.313 dari AECI untuk Flora dan Fauna Internasional
• EUR 150.000 dari Badan Kerjasama Andalusia
• EUR 134.546 dari AECI untuk ADRA
• EUR 90.000 dari Yayasan Ratu Sofia untuk ADRA

Pinjaman Infrastruktur dan Bantuan Tehnis

Salah satu bantuan terpenting dari Spanyol untuk Indonesia adalah pada bidang infrastuktur. Saat ini sedang berlangsung
program finansial yang mencapai EUR 210 juta untuk kredit campuran (termasuk EUR 110 juta yang dijanjikan pada
pertemuan Kelompok Konsultatif untuk Indonesia (CGI) tahun 2005. Dana ini meliputi proyek di berbagai bidang
berdasarkan kebutuhan Indonesia, seperti jembatan, peralatan rumah sakit, transportasi dan lain-lain.

Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan juga menawarkan bantuan tehnis atas dasar hibah untuk proyek-
proyek tertentu yang menguntungkan kedua belah pihak.

Lain-lain

Bentuk kerjasama lain adalah penyelenggaraan seminar dengan program lengkap untuk topik-topik tertentu. Seminar
ini ditujukan kepada para profesional Indonesia yang diberikan kesempatan untuk berpartisipasi (dengan seluruh biaya
ditanggung) untuk mengikuti seminar selama dua minggu di Spanyol. Pada tahun 2006 telah dilaksanakan seminar
di bidang pariwisata dan perikanan yang juga diikuti oleh beberapa ahli dari Indonesia.

Kegiatan ini dimulai pada tahun 2001 dan sampai saat ini telah diikuti oleh 173 warga Indonesia. Pengalaman ini
terlihat sukses karena para peserta memiliki kesempatan untuk dapat menambah ilmu mereka dan juga berinteraksi
secara langsung dengan para kolega asal Spanyol ataupun juga dari negara Asia lainnya.

Pendidikan dan Kebudayaan juga termasuk di dalam ODA Spanyol, karena dilihat bahwa ini dapat membantu meningkatkan
tingkat pendidikan dan juga sebagai salah satu cara untuk mendukung upaya lokal yang bergerak di bidang tersebut.
Kerjasama di bidang pendidikan dan pertukaran kebudayaan meliputi beasiswa bagi pelajar Indonesia untuk studi di
Spanyol (pasca sarjana atau kursus intensif), dosen untuk universitas, pertukaran kebudayaan dan lokakarya.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Arah Masa Depan

Pinjaman Infrastruktur dan Bantuan Tehnis

Dalam bidang infrastruktur dan bantuan tehnis, Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan tetap terus menjalin
hubungan dengan pemerintah Indonesia (terutama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS dan
Departemen Keuangan) dalam menjalankan proyek-proyek yang diminati oleh kedua negara serta pada bidang yang
menjadi usulan, dengan perhatian khusus terhadap sektor lingkungan dan energi.

Kerjasama dengan Dana yang tidak perlu dikembalikan

Seperti yang disebutkan dalam Rencana Perhatian Khusus (PAE) untuk Indonesia, strategi dari kerjasama pembangunan
Spanyol di Indonesia telah mengalami evolusi dari memberi bantuan pasca bencana menjadi mendukung lembaga-
lembaga nasional dan internasional dalam pengentasan kemiskinan dan pencapaian MDG. AECI akan mencoba untuk
lebih fokus di dua daerah: Kepulauan Nias dan Nusa Tenggara Timur, dimana ada beberapa sektor yang keahlian dari
Spanyol dapat turut memberi kontribusi.

Di bidang perikanan, Spanyol telah memberikan kontribusi terhadap rehabilitasi infrastruktur beserta aktifitas dalam
skala kecil dan akan menekankan secara khusus pada perencanaan perikanan dan manajemen pesisir secara
terintegrasi, serta pengelolaan dan pemasaran.

Prioritas lain bagi kerjasama Spanyol adalah sektor pariwisata dimana Indonesia secara umum dan juga di beberapa
daerah termiskin memiliki potensi yang sangat besar. Rencana kerja untuk masa mendatang adalah proyek percobaan
untuk mempromosikan manajemen sumber daya yang berkesinambungan dan perlindungan lingkungan, serta
mempromosikan rencana strategi pada sektor ini. Inisiatif ini akan selalu berorientasi kepada kemajuan standar
kehidupan dari kelompok yang paling rentan.

Perlindungan lingkungan akan menjadi pilar dasar dari semua kegiatan yang melibatkan kerjasama Spanyol. Indonesia,
sebagai negara kedua di dunia setelah Brasil yang memiliki keanekaragaman hayati utama di bumi, memiliki aspek
kekayaan alam yang perlu mendapat dukungan politis dan selayaknya untuk dilindungi. Seluruh proyek perikanan dan
pariwisata yang disebut diatas mengintegrasikan masukan lintas sektoral ini.

Mengingat pengentasan kemiskinan adalah tujuan utama kerjasama Spanyol, maka proyek-proyek akan ditujukan ke
daerah termiskin melaui pendekatan pengembangan daerah secara terpadu.

Di sektor keuangan mikro, Indonesia telah mengalami banyak kemajuan. Program kredit mikro sebesar EUR 15 juta
telah disetujui pada bulan Desember 2006. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk memberikan fasilitas kredit kepada
para pengusaha kecil dan akan dimulai pada tahun 2007.

Tanggapan Darurat

Sebagai kontribusi terhadap penanggulangan bencana besar setelah tsunami tahun 2004, pemerintah Spanyol
membentuk dana bantuan tsunami pada bulan Desember 2004 berupa dana pinjaman lunak dan hibah. Sebagai hasil
dari pembicaraan antara wakil dari Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan Spanyol dengan perwakilan dari
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) dan BAPPENAS pada tahun 2007, dua proyek kesehatan
diharapkan segera beroperasi di daerah yang terkena dampak tsunami di Aceh dan Nias, diikuti juga dengan studi
sebagai suatu bantuan tehnis.

Pemerintah Spanyol telah mendukung lembaga-lembaga nasional maupun internasional untuk penanggulangan bencana
yang dialami oleh Indonesia pada tahun 2006.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Setelah gempa bumi di Yogyakarta, dua pesawat terbang berisikan obat-obatan diterbangkan dari Spanyol dan tiga
rumah sakit darurat, dengan 20 staf medis termasuk dokter dan perawat, didirikan di Klaten agar dapat memberikan
pertolongan pertama kepada para korban. Total biaya diperkirakan sekitar EUR 700.000.

Ketika banjir melanda Aceh di bulan Desember 2006, AECI memberikan kontribusi bagi upaya tanggap darurat yang
dikoordinir WFP dengan menyumbang sebesar EUR 250.000.

Pada masa yang akan datang, AECI merencanakan untuk memasukan kegiatan pencegahan dan penanggulangan
bencana ke dalam rencana kerjanya.

Kontak

Kedutaan Besar Spanyol


Economic and Commercial Counsellor (Ministry of Industry, Tourism and Trade)
Jl H Agus Salim 61
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 391 7543
Fax (+62 21) 3193 0164
e-mail: yakarta@mcx.es

Kedutaan Besar Spanyol


Development Attaché (AECI) atau Economic Counsellor (ICO)
Jl H Agus Salim 61
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 314 2355
Fax (+62 21) 3193 5134
e-mail: emb.yakarta@mae.es
www.aeci.es
www.ico.es
Organisation de l’Aide Publique au Développement/ Type d’aide et de programmes

Depuis 1998, le dispositif de coopération et de développement est organisé autour d’un ensemble d’institutions
complémentaires:
• Le Comité Interministériel de la Coopération Internationale et du Développement (CICID) qui fixe les orientations
de la politique de coopération internationale
• Le Haut Conseil de la Coopération Internationale (HCCI), qui permet d’associer la société civile (associations,
collectivités territoriales, universitaires…) à la définition de la politique d’aide au développement
• Le ministère des Affaires étrangères, au travers de la Direction Générale de la Coopération Internationale au
Développement (DGCID), et le ministère de l’Economie et des Finances, qui assurent la mise en oeuvre de l’aide.
Sur le terrain, les services et les outils financiers en charge de la mise en oeuvre de la coopération sont les
suivants:
• Le Service de Coopération et d’Action culturelle est le correspondant du ministère des Affaires étrangères pour
les questions de coopération. Il utilise des crédits annuels et les crédits projet du Fonds de solidarité prioritaire
(FSP) pour un certain nombre de pays dit de la « zone de solidarité prioritaire » (ZSP). Le FSP est l’instrument de
coopération avec les pays de la ZSP et a vocation à être mobilisé en faveur du développement institutionnel,
social, culturel et de la recherche: les projets, pluriannuels, sont sélectionnés selon leur mérites propres, sans
règle d’attribution automatique par pays
• La Mission Economique est le correspondant de la Direction Générale du Trésor et de la Politique Economique
(DGTPE), en charge des programmes de coopération du ministère de l’Economie, des Finances et de l’Industrie.
Elle intervient, selon les pays, avec des instruments de coopération économique sous forme de dons ou de prêts
que sont le Fonds d’Etudes et d’Aide au secteur privé (FASEP) et les protocoles financiers (Réserve Pays Emergents
– RPE). L’action de la Mission Economique se concentre plus particulièrement sur les travaux d’infrastructures
et d’équipements exigeant des investissements importants, tout en s’ouvrant de plus en plus vers les secteurs
technologiques. Depuis 1998, ses contributions ont représenté en moyenne 38% des décaissements de l’aide
publique française
• L’Agence Française de Développement (AFD), placée sous la double tutelle du ministère des Affaires étrangères
et du ministère de l’Economie, des Finances et de l’Industrie est l’opérateur pivot de l’aide bilatérale française
au développement, son champ d’activité comprenant l’ensemble des secteurs de compétence des banques de
développement. L’AFD intervient sous la forme de prêts concessionnels, en contribuant au financement de projets
d’infrastructure et d’accompagnement social dans les secteurs de l’agriculture, de la gestion de l’eau et des
finances. Elle intervient souvent en cofinancement avec d’autres banques de développement. Depuis 1998, les
concours de l’AFD ont représenté 36% des décaissements de l’aide publique française. Traditionnellement
présente dans la ZSP, elle étend maintenant son action à d’autres pays (Chine, Thaïlande etc.)
• De nombreux organismes spécialisés interviennent enfin en coopération sur fonds propres (ministères techniques,
Groupements d’intérêt public, organismes de recherche, universités, hôpitaux…). L’Ambassadeur coordonne
l’action de ces différents acteurs gouvernementaux de l’aide au développement. Enfin, la société civile développe
d’importantes relations de coopération, le Service de Coopération et d’action culturelle de l’Ambassade lui servant
d’interface. L’ensemble de ces concours a représenté en moyenne depuis 7 ans 15% des décaissement de l’APD
française.

Politques et priorités au niveau mondial

L’aide au développement française est concentrée vers les pays les plus pauvres ou émergents, formant une Zone de
Solidarité Prioritaire. L’aide publique au développement de la France vise à lutter contre la pauvreté et à promouvoir
un développement durable et équilibré de l’économie, de la société et des institutions. Elle repose sur sept axes :
ouverture démocratique et Etat de droit, croissance économique durable, équité sociale, intégration régionale, diversité
culturelle, utilisation rationnelle des ressources naturelles, solidarité internationale.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Volume de l’aide au niveau mondial

En 2005 l’aide au développement française s’est élevée à 8,1 milliards d’euros,étape vers l’objectif de 0,7% du PIB
en 2012. En outre la France mène une action diplomatique forte pour promouvoir des mécanismes internationaux
innovants susceptibles d’apporter des ressources additionnelles pour le développement : la taxe sur les billets d’avion,
adoptée par quatorze pays, financera la nouvelle Facilité Internationale d’Achat des Médicaments (FIAM).

Objectifs et priorités en Indonésie

La coopération franco-indonésienne se fonde principalement sur la recherche de synergies, dans une approche dynamique
pour les deux partenaires.

L’ensemble des projets sont mis en place par le Service de Coopération et d’Action culturelle de l’Ambassade de France
avec l’aide de partenaires divers: universités, centre de recherches, centres culturels…

Six axes principaux sous-tendent cette coopération:


• coopération universitaire: fondée sur des partenariats, elle associe bourses d’études, mise en place
de double-diplômes, projets de recherche ou échanges d’étudiants
• coopération administrative et bonne gouvernance: au travers d’actions de formations des fonctionnaires territoriaux,de
sensibilisation aux droits de l’homme et d’appui à la police indonésienne, cette coopération appuie les réformes
des lois de décentralisation et encourage la bonne gouvernance
• recherche: les actions programmées associent recherche appliquée aux grandes problématiques
indonésiennes avec transfert de compétences et mise à disposition de l’expertise française
• enseignement de la langue française
• action culturelle: une saison culturelle, appelée le Printemps français, symbolise chaque année la création culturelle
française et sa diffusion dans les principales villes de l’archipel. Mise en œuvre avec l’aide des entreprises
françaises, elle associe les jeunes artistes indonésiens par le biais d’ateliers ou de séminaires
• audio-visuel: le moment phare de la coopération audio-visuelle est le festival du cinéma français,
instrument privilégié de la diffusion de la diversité culturelle. Cette coopération s’appuie également
sur la mise en place de master cinéma à l’institut des arts de Jakarta.

Contact

Embassy of France
Jl Panarukan No 35
Jakarta 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 3193 1795
Fax (+62 21) 310 3747
e-mail : cultujkt@uninet.net.id
www.ambafrance-id.org
Pengelolaan Bantuan Umum bagi Pembangunan/ Jenis Bantuan dan Program

Sejak 1998, sistem kerjasama dan pembangunan berkisar pada segenap lembaga pelengkap ini:
• Panitia Antar-Kementerian bagi Kerjasama Internasional dan Pembangunan/ Comité Interministériel de la
Coopération Internationale et du Développement (CICID) yang menetapkan orientasi-orientasi kebijakan kerjasama
internasional
• Majelis Tinggi Kerjasama Internasional/ Haut Conseil de la Coopération Internationale (HCCI), yang memungkinkan
masyarakat madani (perhimpunan, masyarakat daerah, kalangan universitas…) ikut serta dalam perumusan
kebijakan bantuan bagi pembangunan
• Kementerian Luar Negeri, melalui Direktorat Jenderal Kerjasama Internasional bagi Pembangunan/ Direction
Générale de la Coopération Internationale au Développement (DGCID), dan Kementerian Ekonomi dan Keuangan,
yang mengurus pelaksanaan bantuan. Di lapangan, bagian-bagian dan perangkat keuangan yang bertugas untuk
melaksanakan kerjasama tersebut adalah sebagai berikut:
• Bagian Kerjasama dan Kebudayaan yang merupakan penghubung Kementerian Luar Negeri bagi soal-soal
kerjasama. Bagian ini menggunakan anggaran tahunan dan anggaran proyek Dana solidaritas utama/ Fonds de
solidarité prioritaire (FSP) untuk sejumlah negara tertentu yang disebut sebagai « zona solidaritas utama »/ zone
de solidarité prioritaire (ZSP). FSP merupakan sarana kerjasama dengan negara-negara ZSP dan bertujuan untuk
dikerahkan bagi pembangunan kelembagaan, sosial, budaya dan penelitian: proyek-proyek, dengan jangka waktu
beberapa tahun, diseleksi menurut kelayakan mereka sendiri, tanpa mengikuti aturan pemberian otomatis per
negara
• Misi Ekonomi adalah penghubung Direktorat Jenderal Keuangan dan Politik Ekonomi/ Direction Générale du
Trésor et de la Politique Economique (DGTPE), yang menangani program-program kerjasama Kementerian Ekonomi,
Keuangan dan Industri. Misi ini, sesuai dengan masing-masing negara, berpartisipasi melalui sarana-sarana
kerjasama ekonomi dalam bentuk hibah atau pinjaman yaitu Dana Pengkajian dan Bantuan bagi Sektor Swasta/
Fonds d’Etudes et d’Aide au secteur privé (FASEP) dan protokol-protokol keuangan (Cadangan bagi Negara-negara
yang Sedang Berkembang/Réserve Pays Emergents–RPE). Kegiatan Misi Ekonomi lebih ditujukan bagi pekerjaan-
pekerjaan infrastruktur dan perlengkapan-perlengkapan yang menuntut investasi-investasi besar, seraya semakin
membuka diri bagi sektor-sektor teknologi. Sejak 1998, bantuan yang diberikannya rata-rata meliputi 38%
pengeluaran bantuan umum Perancis
• Badan Perancis bagi Pembangunan/Agence Française de Développement (AFD), yang ditempatkan di bawah
naungan ganda Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Ekonomi, Keuangan dan Industri, merupakan operator
poros bantuan bilateral Perancis bagi pembangunan, dan wilayah kegiatannya mencakup segenap sektor wewenang
bank-bank pembangunan. AFD berpartisipasi dalam bentuk pinjaman-pinjaman yang bersifat konsesi, dengan
turut membantu pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan pendampingan sosial di sektor-sektor pertanian,
pengelolaan air dan keuangan. Badan ini sering berpartisipasi dalam pembiayaan bersama dengan bank-bank
pembangunan lainnya. Sejak tahun 1998, bantuan AFD meliputi 36% pengeluaran bantuan umum Perancis.
Badan ini, yang secara tradisi hadir di ZSP, kini memperluas kegiatannya di negara-negara lain (Cina, Thailand,
dsb.)
• Akhirnya ada banyak badan khusus yang berpartisipasi dalam kerjasama dengan dana mereka sendiri (Kementerian-
kementerian teknik, himpunan-himpunan kepentingan umum, badan-badan penelitian, universitas-universitas,
rumah-rumah sakit…). Duta Besar mengkoordinasikan kegiatan bermacam-macam pelaku pemerintah bagi
pembangunan ini. Akhirnya, masyarakat madani mengembangkan hubungan-hubungan kerjasama yang penting,
dengan Bagian Kerjasama dan Kebudayaan Kedutaan sebagai perantaranya. Segenap bantuan ini, sejak tujuh
tahun lalu, rata-rata meliputi 15% pengeluaran APD Perancis.

Kebijakan-Kebijakan dan Prioritas-Prioritas di Tingkat Dunia

Bantuan Perancis bagi pembangunan dipusatkan pada negara-negara yang paling miskin atau yang sedang berkembang,
yang membentuk ZSP. Bantuan umum Perancis bagi pembangunan bertujuan untuk memerangi kemiskinan dan
menggiatkan pembangunan yang lestari dan seimbang dalam bidang ekonomi, masyarakat dan institusi-institusi.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan ini bertumpu pada tujuh poros: keterbukaan demokratis dan negara hukum, peningkatan ekonomi yang lestari,
keadilan sosial, integrasi regional, keanekaragaman budaya, penggunaan rasional sumber-sumber alam, solidaritas
internasional.

Volume Bantuan di Tingkat Dunia

Pada tahun 2005, bantuan Perancis bagi pembangunan mencapai EUR 8,1 milyar, yaitu tahap mencapai sasaran 0,7%
hasil bruto dalam negeri pada tahun 2012. Selain itu Perancis melakukan kegiatan diplomatik kuat untuk menggalakkan
mekanisme-mekanisme internasional yang inovatif, yang dapat memberikan sumber-sumber tambahan bagi pembangunan:
pajak tiket pesawat terbang, yang diikuti oleh empat belas negara, membiayai Fasilitas Internasional Pembelian Obat-
obatan/ Facilité Internationale d’Achat des Médicaments (FIAM) yang baru.

Tujuan-Tujuan dan Prioritas-Prioritas di Indonesia

Kerjasama Perancis-Indonesia terutama bertumpu pada pencarian sinergi, pada pendekatan dinamis bagi kedua belah
pihak.

Segenap proyek diatur oleh Bagian Kerjasama dan Kebudayaan Kedutaan Besar Perancis dengan dukungan berbagai
mitra: universitas-universitas, pusat-pusat penelitian, pusat-pusat kebudayaan…

Enam poros utama melandasi kerjasama ini:


• kerjasama universitas: dengan bertumpu pada kemitraan-kemitraan, kerjasama ini memadukan beasiswa-
beasiswa pendidikan, pengaturan ijazah-ijazah ganda, proyek-proyek penelitian atau pertukaran-pertukaran
mahasiswa
• kerjasama dalam bidang administrasi dan pemerintahan yang baik: melalui kegiatan dan pendidikan pegawai-
pegawai pemerintah daerah, kepekaan terhadap hak azasi manusia dan dukungan bagi polisi Indonesia, kerjasama
ini mendukung reformasi undang-undang desentralisasi dan mendorong pemerintahan yang baik
• penelitian: kegiatan-kegiatan yang diprogram memadukan penelitian yang diterapkan pada permasalahan-
permasalahan besar Indonesia dengan alih-kemampuan dan penyediaan keahlian Perancis
• kegiatan budaya: sebuah musim kegiatan budaya, yang disebut Printemps français, setiap tahun melambangkan
kreasi budaya Perancis dan penyebarluasannya di kota-kota utama Nusantara. Dilaksanakan dengan bantuan
perusahaan-perusahaan Perancis, kegiatan ini menghimpun artis-artis muda Indonesia melalui pelatihan-pelatihan
atau seminar-seminar
• audiovisual: saat puncak dalam kerjasama audiovisual adalah Festival Sinema Perancis, yang merupakan sarana
istimewa bagi penyebarluasan keanekaragaman budaya. Kerjasama ini juga bertumpu pada pengaturan pendidikan
master sinema di Institut Kesenian Jakarta.

Kontak

Kedutaan Besar Perancis


Jl Panarukan No 35
Jakarta 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 3193 1795
Fax (+62 21) 310 3747
e-mail: cultujkt@uninet.net.id
www.ambafrance-id.org
Organisation of Development Assistance

The policy of the Italian Development Cooperation (‘Diplomacy for Development’) is managed by the Ministry of Foreign
Affairs. It is strictly linked, as an integral part of Italian foreign policy, to ‘economic diplomacy’ and to ‘cultural diplomacy’.
It is implemented mainly through the provisions of Law 49/1987 that allocates funds managed by the Directorate
General for Development Cooperation (DGCS/ Direzione Generale per la Cooperazione allo Sviluppo) for the promotion
and implementation of bilateral and multilateral initiatives.

Other funds are available through ad hoc laws such as Law 209/2000 on Debt Cancellation and Relief to Developing
Countries. The DGCS also acts as a coordinator and co-financing agency for development cooperation initiatives funded
by local regional administrations and the Italian civil society and non-governmental organisations.

The DGCS manages approximately one third of the Italian Official Development Assistance (ODA), one third is managed
by the Ministry of Economy (mainly through the Italian contribution to international banks and development funds) and
the rest consists in transfers to the European Union (EU) – approximately 13% of the EU aid budget. Local Technical
Units (UTLs) of the DGCS are set up in Italian Embassies in major partner countries and manage the relative cooperation
programs. Currently 20 UTLs are operational around the world, while four new UTLs will soon be opened.

Global Policies and Priorities

Italian Diplomacy for Development pursues the ideals of solidarity among peoples, respect for human rights, good
governance and debt sustainability in developing countries. The guidelines of the DGCS activities are set within the
framework of the international development goals expressed in the Millennium Declaration of the United Nations (UN),
adopted by the General Assembly in September 2000.

While poverty alleviation is the main priority of the Italian aid program, priorities include providing basic social services,
safeguarding human life, encouraging food self-sufficiency, enhancing the quality of human resources, providing
environmental conservation, promoting self-reliant economies, social and cultural development and improvement of
women's living conditions.

Geographic Distribution and Type of Assistance

The Italian ODA is channeled through bilateral, multi-bilateral and multilateral aid, which
include food aid and voluntary and mandatory contributions to UN agencies and all relevant
international organisations. Bilateral aid is composed of soft loans (aid financing) and
grants (donations). According to the Organisation for Economic Cooperation and Development
(OECD) Development Assistance Committee (DAC), in 2005, the total Italian aid disbursement
was USD 5,090,900, corresponding to 0.29% of the GNP of Italy. This placed Italy in the
seventh place (in absolute terms) among global donors after the USA, Japan, the United
Kingdom, France, Germany, the Netherlands and Sweden.

In 2005, the intervention of the DGCS, as far as grants are concerned, was directed to Africa (38%), Asia (23%), the
Mediterranean and Middle East (20%), the Americas (11%) and Europe (8%). While Africa remains the largest recipient
of DGCS grants, there is an increase in disbursements in favor of Asia.

Objectives and Priorities of Cooperation in Indonesia

Italy has long been engaged in supporting the economic development of Indonesia. During the 1990s, the Italian
Government provided Indonesia with a total assistance of approximately EUR 90 million in grants and soft loans. In
2001, 2002 and 2003 Italy supported Indonesia by providing an approximate amount of EUR 4 million in grants for
different initiatives, mainly through the multilateral channel. Those initiatives were both in the field of post-conflict
European Union Development Co-operation in Indonesia

recovery, such as the Recovery Program in North Maluku for which a contribution of USD 1 million was granted to the
UN Development Programme (UNDP), and in the field of emergency recovery in the aftermath of natural disasters, such
as three different post-earthquake interventions in Sumatra. Special attention was also given to child protection programs
within a regional initiative with the UN Children’s Fund (UNICEF) to carry out actions in the field of prevention against
sexual exploitation and trade of children in Indonesia (2002). Two different contributions were granted to this effect,
within a still ongoing regional initiative. This is a sign of the high attention paid by the Italian Authorities to Child Protection.

Among the priorities of the Italian development cooperation in Indonesia is the support to the private sector and small-
and medium-scale enterprises (SMEs), which is a vital sector of Indonesian economy. Furthermore, with the objective
of contributing to fiscal consolidation and to the support of economic recovery in Indonesia, Italy committed herself to
the reduction of foreign debt resulting from prior soft loans. A debt swap agreement for development was signed in
2005 making available an amount of approximately EUR 25 million. The agreement is currently under implementation.

Future Direction

Italy reaffirmed, among its cooperation priorities in Indonesia, its commitment to assisting
the country’s private sector and especially SMEs. The establishment of a Training and
Service Center in Sidoarjo (Surabaya), supporting SMEs operating in leather footwear
production, remains the milestone of this commitment. To this end, a soft loan of EUR
5.5 million has being granted to the Indonesian Authorities in order to supply goods and
services for the operation of the center.

Furthermore, with the aim of helping Indonesian economic and financial recovery, especially as a response of the
tsunami of 26 December 2004, it has been agreed with the Indonesian Government to assign the resources made
available by the Agreement of Debt Swap resulting from soft loans (approximately EUR 25 million) to the areas affected
by the disaster. This is a significant contribution to the development of Indonesia and – in line with Italy’s general policy
towards debt relief, which recently led to the total cancellation of the debts for Highly Indebted Countries (HICs) – it
represents a concrete sign of the attention Italy pays to the welfare of Indonesia and to its inhabitants, especially to
the most vulnerable ones.

Besides its bilateral engagement, it is worth mentioning the support Italy provides to supporting Indonesian development
through its membership in the EU. The EU is present in Indonesia with a comprehensive and coherent package of
programs of development in the fields of law enforcement, good governance, education, health and environmental
conservation, which remain of paramount importance for the consolidation of the democratic process Indonesia is
involved in.

With the positive experiences recorded by the Emergency Program for the Province of Aceh, the Italian Authorities feel
compelled to continue their support for the Indonesian economy and in particular to economically vulnerable sectors
of the country. In fact, the Italian Government has already undertaken a number of projects within the Bilateral Agreement
of Debt Swap (signed in Jakarta in March 2005). These actions are the natural follow up to the efforts made by Italy
on a bilateral level in the aftermath of the tsunami. Under this framework, since February 2006 reconstruction programs
worth around EUR 5 million have started. In the near future, further action in agreement with the Indonesian Authorities
in Jakarta and at the request of the recipient communities in the affected areas, will be launched.

Italy remains committed in providing a positive contribution to reconstruction through constant dialogue with communities
and working towards Indonesian debt relief, a particularly sensitive issue for the country's civil society.
At the same time, as demonstrated by the actions undertaken in the aftermath of the Yogyakarta earthquake of May
2006, Italy is highly committed to providing immediate solidarity in response to natural disasters and their prevention.
In the immediate aftermath of the May 2006 earthquake in Central Java, Italy sent two humanitarian flights with first
aid needs (distributed in the affected areas through the support of an Italian non-governmental organisation) and two
different teams of experts (in emergency medicine, vulcanology and population alert preparedness) to assist the
population hit by the earthquake.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Emergency Program in the Province of Aceh

The tsunami that hit the coasts of Aceh in 2004 resulted in a rare response in the history of
humanitarian aid. The Italian Government and its people generously responded to the disaster. On
the purely bilateral field, an emergency contribution of around EUR 10 million was promptly approved
and in May 2005 the ‘Emergency Program for Aceh’ started its activities in the sector of health,
education, support to vulnerable groups, agriculture, fisheries, housing and infrastructure. The
Program concluded its activities in February 2007.

The Cooperation Office of the Italian Embassy adopted a strategy of integrated multisector approach that, with strong
community participation, assured the recipient communities ownership of the projects, transparency and an efficient
selection of the programs recipients. Through the employment of labor selected from among the recipient communities,
it was possible to contribute to the recovery of the local economy. Not only reconstruction of infrastructure but also
professional training was provided, along with appropriate material and equipment.

The ‘lessons learned’ within the various activities of the Italian Emergency Program in Aceh Province can be summarised
as follows:
• Sharing the decision-making process both with Local Authorities and with the recipient communities in
the different operation phases (identification of projects, enacting regulations)
• Active partnership and co-responsibility of the local communities in the project implementation.
This practice favoured administrative and decisional transparency at a district level in a ‘good governance’
perspective
• Continuous monitoring of the activities through the presence of sector experts from the DGCS in the field (opening
of three Cooperation Offices and setting up of a procedure based on midterm and final financial reports)
• Adoption of flexible administrative instruments capable of promptly responding to changing needs in the field
• Continuous dialogue on the activities both with the DGCS and the Indonesian central and
district authorities (Agency for the Reconstruction and Rehabilitation of Aceh and Nias/ BRR and Governors).

In October 2006, the Director of the BRR, Dr Kuntoro Mangkusubroto, sent a letter of deep appreciation to the Italian
Ambassador in Jakarta for the activities undertaken by the Italian Cooperation in Aceh. He expressed special appreciation
for the largely shared way by which the Program was enacted.

Education

A specific Cultural Cooperation Agreement links Italy and Indonesia since 1997. On that basis, Italy provides – inter alia
– contributions to several Indonesian Universities (Udayana University in Bali, Gadjah Mada University in Yogyakarta,
National University in Jakarta, Bandung Institute of Technology, Indonesia Tourism Academy in Jakarta, University of
Indonesia in Depok) for the teaching of Italian language and culture. In 2006, 28 Indonesian nationals were selected
for studying the Italian language and culture in Italy, and specialisation studies indicated as a priority by the Indonesian
authorities.

Besides that, various Italian universities provided their scholarships in favour of Indonesian students. Twenty-five
Indonesian nationals were selected for attending post-graduate specialisation studies in Italy. These scholarships were
provided also on the basis of specific cooperation agreements those Italian universities have established in specific
fields with Indonesian university counterparts.

Contact
Embassy of Italy
Jl Diponegoro No 45, Jakarta 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 3193 7445 (hunting), Fax (+62 21) 3193 7422
e-mail: embitaly@italambjkt.or.id
www.italambjkt.or.id
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Kebijakan dari kerjasama pembangunan Italia (Diplomasi untuk Pembangunan) diatur oleh Departemen Luar Negeri.
Kebijakan tersebut, sebagai bagian dari Kebijakan Politik Luar Negeri Italia, berhubungan erat dengan ‘diplomasi
ekonomi’ dan ‘diplomasi kebudayaan’. Kebijakan tersebut diimplementasikan terutama berdasarkan ketentuan-ketentuan
dalam Undang-undang No 49/1987 yang mengalokasikan aliran dana bantuan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Kerjasama Pembangunan (DGCS) untuk promosi dan implementasi usaha bilateral dan multilateral. Dana lainnya
tersedia melalui undang-undang ad hoc seperti undang-undang No 209/2000 tentang penghapusan dan pengurangan
tanggungan hutang bagi negara-negara berkembang. DGCS juga bertindak selaku koordinator dan donor pembiayaan
bersama untuk prakarsa kerjasama untuk pembangunan yang didanai oleh pemerintah daerah setempat, masyarakat
sipil dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Italia.

DGCS mengelola sekitar sepertiga dana dari Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Italia, yang sepertiga lainnya dikelola
oleh Departemen Perekonomian (terutama melalui bantuan Italia kepada bank-bank dan dana pembangunan internasional),
dan dana lainnya bernilai setara dengan nilai transfer yang diberikan oleh Italia untuk Uni Eropa (sekitar 13% dari
anggaran bantuan Uni Eropa). Unit-unit Tehnis Lokal (UTL) dari DGCS didirikan di Kedutaan Besar Italia di sebagian
besar negara-negara mitra untuk menangani masalah-masalah kerjasama dan memantau pelaksanaan proyek. Saat
ini, terdapat 20 UTL yang beroperasi di seluruh dunia dan empat UTL lainnya akan segera didirikan.

Kebijakan Dan Prioritas Global

Diplomasi Italia untuk Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan solidaritas di antara


masyarakat, menegakkan hak azasi manusia, tata pemerintahan yang baik dan debt
sustainability pada negara-negara berkembang. Garis-garis pedoman DGCS ditetapkan dalam
kerangka kerja tujuan pembangunan internasional yang dikemukakan dalam Deklarasi
Milenium Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang kemudian diadopsi oleh sidang Majelis
Umum PBB bulan September 2000.

Sementara pengentasan kemiskinan merupakan prioritas utama program bantuan Italia,


prioritas lainnya adalah penyediaan pelayanan sosial dasar, melindungi kehidupan manusia, mendorong swasembada
pangan, meningkatkan sumber daya manusia, pelestarian lingkungan, meningkatkan kemandirian pembangunan
ekonomi, sosial dan budaya, dan perbaikan harkat kehidupan kaum perempuan.

Distribusi secara Geografis dan Jenis Bantuan

ODA Italia disalurkan melalui bantuan bilateral, multibilateral dan multilateral, yang meliputi bantuan pangan dan
sumbangan sukarela dan wajib kepada badan-badan PBB dan seluruh organisasi internasional terkait. Bantuan bilateral
terdiri dari pinjaman-pinjaman lunak (pinjaman bantuan) dan hibah (sumbangan). Menurut Komite Bantuan Pembangunan
(DAC) dari Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OCDE), pada tahun 2005, total pencairan dana ODA Italia
adalah sebesar USD 5.090.900 atau setara dengan 0,29% dari PDB. Hal tersebut menempatkan negara Italia pada
peringkat ketujuh di antara donor-donor global ODA setelah Amerika Serikat, Jepang, Inggris Raya, Perancis, Jerman,
Belanda dan Swedia.

Pada tahun 2005, bantuan-bantuan DGCS sejauh menyangkut dana hibah, diperuntukkan bagi Afrika (38%), Asia (23%)
Mediterania dan Timur Tengah (20%), Amerika (11%) dan Eropa (8%). Saat ini Afrika tetap sebagai penerima hibah
terbesar dari DGCS, walau demikian, telah terjadi peningkatan alokasi dana untuk beberapa wilayah Asia.

Tujuan dan Prioritas Program Kerjasama Italia di Indonesia

Italia telah lama berperan dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Sepanjang tahun 1990an, Pemerintah
Italia telah memberikan total bantuan sekitar EUR 90 juta kepada Indonesia dalam bentuk hibah dan pinjaman lunak,
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

sedangkan pada tahun 2001, 2002 dan 2003 Italia telah mendukung Indonesia dengan
menyediakan dana bantuan sekitar EUR 4 juta untuk berbagai jenis program, terutama
melalui jalur multilateral. Program-program tersebut diberikan untuk pemulihan pasca-
konflik, seperti Program Pemulihan di Maluku Utara yang besar sumbangannya sekitar
USD 1 juta telah disalurkan melalui Program Pembangunan PBB (UNDP), maupun pemulihan
darurat setelah bencana alam, seperti tiga bantuan pasca-gempa bumi di Sumatra. Perhatian
khusus juga diberikan kepada program perlindungan anak, dimana bantuan tersebut
berjumlah lebih dari USD 830.000 dan telah diberikan kepada Dana Anak-anak PBB
(UNICEF) di dalam kerangka program regional untuk melaksanakan program-program
pencegahan melawan eksploitasi seksual dan perdagangan anak-anak di Indonesia (tahun
2002). Dua jenis bantuan diberikan dalam kerangka program regional tersebut yang kini
masih berlangsung. Hal ini merupakan sebuah tanda besarnya perhatian yang diberikan
Pemerintah Italia terhadap masalah perlindungan anak.

Fokus utama kerjasama pembangunan Italia di Indonesia adalah mendukung sektor swasta dan usaha kecil dan
menengah (UKM), yang merupakan sektor vital dalam perekonomian Indonesia. Sebagai bentuk perhatian khusus
terhadap konsolidasi fiskal dan pemulihan perekonomian di Indonesia secara umum, Italia berkomitmen untuk
mengurangi tanggungan hutang akibat pinjaman-pinjaman lunak yang terjadi sebelumnya.

Arah Masa Depan Kerjasama Italia di Indonesia

Italia menegaskan kembali bahwa prioritas utamanya antara lain membantu sektor swasta Indonesia, khususnya UKM.
Pendirian Balai Latihan Kerja dan Pelayanan di Sidoarjo (Surabaya) yang memberi dukungan kepada UKM di sektor
produksi sepatu kulit merupakan tonggak dari komitmen ini. Untuk tujuan tersebut pinjaman lunak sebesar EUR 5,5
juta tersedia bagi Pemerintah Indonesia untuk penyediaan barang dan jasa bagi pengoperasian Balai tersebut.

Lebih lanjut, dengan tujuan membantu pemulihan ekonomi dan keuangan Indonesia, terutama dalam menanggapi
bencana tsunami 26 Desember 2004, melalui keputusan bersama dengan Pemerintah Indonesia, dana hasil dari
pengalihan utang tersebut (kurang lebih EUR 25 juta) dikirim langsung untuk keperluan daerah yang telah dihantam
tsunami. Ini adalah sumbangan penting pada pembangunan Indonesia – sejalan dengan kebijakan umum Italia dalam
pengurangan tanggungan hutang, yang akhir-akhir ini mengarah kepada penghapusan hutang negara-negara miskin
kepada Italia – dan ini merupakan tanda nyata akan perhatian yang diberikan Italia untuk kesejahteraan Indonesia dan
penduduknya terutama kelompok masyarakat yang paling rentan.

Disamping komitmen bilateral perlu disebutkan dukungan yang diberikan tehadap pembangunan di Indonesia melalui
keanggotaannya di Uni Eropa. Uni Eropa hadir di Indonesia dengan paket program pembangunan yang komprehensif
dan koheren di bidang penegakan hukum, tata pemerintahan yang baik, pendidikan, kesehatan dan pelestarian
lingkungan hidup (yang tetap merupakan hal utama untuk konsolidasi proses demokrasi) yang sedang dilaksanakan
oleh Indonesia.

Dengan pengalaman-pengalaman yang positif dari Kantor Kerjasama Italia di Aceh, Pemerintah Italia merasa berkewajiban
untuk tetap memberi dukungannya kepada perekonomian Indonesia, secara lebih spesifik kepada sektor-sektor
perekonomian yang lebih rentan. Pemerintah Italia telah menyetujui beberapa proyek melalui kesepakatan bersama
dengan Pemerintah Indonesia dengan pengalihan hutang (yang telah ditandatangani pada bulan Maret 2005). Tindakan-
tindakan ini adalah kelanjutan dari semua kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Italia pada tingkat kerjasama
bilateral setelah bencana tsunami. Di bawah perencanaan tersebut, program-program rekonstruksi yang bernilai sekitar
EUR 5 juta telah dimulai sejak Februari 2006. Dalam waktu yang dekat ini, beberapa proyek lainnya yang telah disepakati
bersama Pemerintah Indonesia akan dimulai.

Italia tetap berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang positif melalui dialog yang berkelanjutan dan bekerjasama
untuk pengurangan hutang-hutang Indonesia, suatu masalah yang sensitif khususnya bagi masyarakat madani di
Indonesia. Pada waktu yang sama, Italia telah berkomitmen untuk langsung memberikan respon terhadap bencana
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

alam dan pencegahannya, seperti tindakan-tindakan yang telah diambil setelah gempa bumi di Yogyakarta pada bulan
Mei 2006. Setelah terjadinya gempa bumi di Yogyakarta, Pemerintah Italia telah mengirimkan dua pesawat untuk
bantuan darurat (yang telah didistribusikan melalui LSM Italia yang berada di tempat) dan dua tim ahli (dalam bidang
kedokteran dan vulkanologi) untuk membantu masyarakat korban gempa bumi.

Program Darurat di Propinsi Aceh

Tsunami yang telah menghantam Aceh pada tahun 2004 membawa tanggapan yang luar biasa dalam catatan bantuan
kemanusiaan. Pemerintah dan penduduk Italia menanggapi bencana alam tersebut. Pada tingkat bilateral saja, bantuan
darurat senilai sekitar EUR 10 juta segera disetujui dan pada bulan Mei 2005 ‘Program Darurat untuk Aceh’ memulai
kegiatannya pada bidang kesehatan, pendidikan, dukungan pada kelompok-kelompok rentan, pertanian, perikanan,
perumahan dan infrastruktur. Program tersebut akhirnya selesai pada bulan Februari 2007.

Kantor Kerjasama Italia di Kedutaan Besar Italia mengambil strategi pendekatan multi sektoral yang berkesinambungan,
dengan partisipasi yang kuat dari berbagai pihak.

Tidak hanya pembangunan infrastruktur tetapi juga pelatihan profesional telah diberikan bersamaan dengan peralatan
yang baik dan sesuai.

‘Materi pembelajaran’ dalam berbagai kegiatan Program Darurat Italia di Propinsi Aceh dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Saling berbagi dalam mengambil keputusan dengan pihak otoritas daerah dan komunitas penerima bantuan
dalam setiap tahap pelaksanaan yang berbeda (identifikasi proyek, penerapan aturan-aturan)
• Hubungan kerjasama yang aktif dan rasa saling bertanggung jawab dari komunitas setempat dalam penerapan
proyek. Dalam perspektif ‘tata pemerintahan yang baik’ cara ini telah mendorong transparansi administratif dan
proses pengambilan keputusan pada tingkat daerah
• Pengawasan kegiatan yang berkelanjutan atas kegiatan melalui kehadiran para ahli di bidangnya dari DGCS
(dibukanya tiga Kantor Kerjasama dan penyusunan prosedur berdasarkan laporan keuangan tengah dan akhir
semester)
• Adopsi terhadap instrumen administrasi yang fleksibel yang dapat segera menjawab kebutuhan yang diperlukan
di lapangan yang berubah-ubah
• Dialog terus menerus tentang kegiatan-kegiatan baik dengan DCGS maupun dengan Pemerintah Pusat dan
otoritas daerah (Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias/ BRR dan Pemerintah Daerah).

Pada bulan Oktober 2006, Direktur BRR, Dr Kuntoro Mangkusubroto, mengirim surat penghargaan kepada Duta Besar
Italia di Jakarta atas kegiatan bantuan kerjasama Italia di Aceh. Beliau menyatakan penghargaan khusus atas cara
penanganan yang menekankan partisipasi bersama dalam menerapkan program kegiatan bantuan.

Pendidikan

Perjanjian Kerjasama Budaya khusus mengikat Italia dan Indonesia sejak 1997. Berdasarkan hal tersebut, Italia
memberikan – inter alia – kontribusinya pada beberapa universitas di Indonesia (Universitas Udayana di Bali, Universitas
Gadjah Mada di Yogyakarta, Universitas Nasional di Jakarta, Institut Tehnologi Bandung, Akademi Pariwisata Indonesia
di Jakarta, Universitas Indonesia di Depok) untuk pengajaran bahasa dan budaya Italia. Pada tahun 2006, 28 warga
negara Indonesia telah terpilih untuk belajar di Italia, untuk mempelajari bahasa dan budaya serta untuk spesialisasi
di bidang khusus yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia.

Selain itu, berbagai universitas Italia memberikan beasiswa kepada pelajar Indonesia. Sebanyak 25 warga negara
Indonesia telah diseleksi untuk mengambil sekolah spesialisasi pasca sarjana di Italia. Beasiswa ini juga diberikan
berdasarkan perjanjian kerjasama khusus yang ditetapkan di universitas-universitas Italia tersebut di bidang-bidang
khusus dengan pihak universitas di Indonesia.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kontak

Kedutaan Besar Italia


Jl Diponegoro No 45
Jakarta 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 3193 7445 (hunting)
Fax (+62 21) 3193 7422
e-mail: embitaly@italambjkt.or.id
www.italambjkt.or.id
Organisation of Development Assistance

International development cooperation and aid coordination is overseen by the Ministry of Foreign Affairs (MFA).

International Development Cooperation Activities

Introduction

Hungary, while acceding to the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) and the European
Union (EU), assumed the responsibility to work out and implement an international development cooperation (IDC) policy
conforming to OECD and EU principles and practices. It agreed to fulfil the commitments and the targets set in the
United Nations (UN) Millennium Declaration and the Millennium Development Goals (MDGs).

The Hungarian IDC policy is consistent with her foreign policy and the moral goals set out in the Government programme.
It is a great challenge to a small country with limited resources like Hungary to pursue an efficient IDC policy and catch
up with developed donors. Nevertheless, certain achievements have already been attained. By now, the institutional,
legal and financial frameworks of Hungarian IDC policy have been laid down. The implementation of development projects
financed from the IDC allocation of the national budget, coordination of the activities by line ministries so far carrying
out separate IDC projects, and the involvement of the private and civil sector into IDC have started and made certain
progress.

In order to use the limited resources in the most efficient way, clear targets and preferences have been set when deciding
on partner countries and IDC sectors. To be able to fully utilise the comparative advantages and to ensure maximum
added value to the EU common IDC, Hungary mainly focus on Western Balkan and Commonwealth of Independent
States (CIS) countries and would like to share her experiences gained in the course of political and economic transition
and EU accession.

Hungary, as an aid recipient country up to the recent past, has also rich experiences of receiving and best utilising aid,
which can be conveyed to her partner countries as well. Hopefully a well-targeted knowledge-transfer project of modest
financial value can have a significant development impact. It is also important for Hungary to cooperate closely with
the new EU Member States of Central Europe sharing many similarities to ensure complementarity and cohesion in IDC
policies.

Priority Regions and Countries

Special priority is accorded to neighbouring countries, since Hungary has a vital interest in the stability and development
of the region. The geographical span of Hungary’s IDC policy, however, is wider than that, as it also reflects the main
objectives of the European Community in this area such as sustainable development, poverty reduction in partner
countries, their integration into the world economy and promoting democracy, the rule of law and good governance.
Official Development Assistance (ODA) partners therefore have also been chosen from the Least Developed Countries
(LDCs) group, whereas some Far Eastern countries were included on the list due to the traditions of our bilateral relations
and previous personal contacts, and the experiences accumulated in the course of the cooperation of the past decades.

Based on the above consideration, there are four groups of countries targeted by the Hungarian development
activities:
1) Strategic partners: Serbia and Montenegro, Bosnia-Herzegovina, Vietnam, Palestine Authority
2) Other partner countries: Former Yugoslav Republic of Macedonia (FYROM), Moldova, China, Mongolia,
Kyrgyzstan, Ukraine
3) LDCs: Ethiopia, Yemen, Cambodia, Laos
4) International commitments: Afghanistan, Iraq.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Sectoral Priorities

Obviously, Hungary concentrates its development assistance activities primarily on those sectors and areas where
Hungary has comparative advantages. Without observing an order of importance, the following fields of activities are
given greater emphasis:
1) Sharing Hungarian experiences associated with the political-economic transition (establishment and operation
of democratic structures, creating conditions for the transition to a free-market economy, privatisation, providing
assistance to small-and medium-sized enterprises, the application of the criteria of good governance)
2) Knowledge transfer, knowledge-based assistance (methodological procedures, know-how, software, transfer of
organisational and planning methods, etc)
3) Promoting education (university and postgraduate), training of experts and technicians, developing curriculum,
organising distance learning
4) Developing health services (planning, equipping, and running of hospitals and polyclinics, birth control, combating
epidemics, etc
5) Agriculture (dissemination of state-of-the-art plant and animal breeding methods, seed improvement, plant hygiene,
plant protection, freshwater fish breeding, forestation programmes, farm development plans, biotechnology, agro-
meteorology training of specialists and engineers in farming-related areas), food industry (planning of slaughterhouses)
6) Contributing to water management and water resources development, planning and providing technical advice
(reservoirs and barrages, water purification plants, planning of dikes, inland drainage, exploration and assessment
of water stocks, etc)
7) Developing general infrastructure
8) Helping general and transport engineering activity, cartography
9) Providing technical advice on environmental protection.

Financial Background

Hungary’s development assistance programmes are mainly financed from the central budget. In accordance with
international practice, it is the responsibility of the Finance Minister to make a proposal to the National Assembly on
the development assistance budget, in the annual budget bill. For 2004, HUF 1.1 million (around USD 6 million) was
earmarked for the MFA budget whereas resources were also earmarked for the activities of the ministries and institutions
taking part in the implementation of bilateral and multilateral international development cooperation.

All in all, HUF 13.5 million (close to USD 70 million) was spent on ODA in Hungary last year which corresponds almost
to 0.07% of GNI. This year’s projection is an ODA/ GNI ratio between 0.08% and 0.1%. Hungary was part of the Conclusions
of the EU Council of 24 May 2005 to reach a new collective EU target of 0.56% ODA/ GNI by 2010 in such a way that
old EU Member States undertake to reach a minimum of 0.51% ODA/ GNI while new Member States will strive to increase
their ODA to reach – within their respective budget allocation processes – 0.17% ODA/ GNI level by 2010. In the year
2006, the volume of the Hungarian ODA/ GNI was 0.1157%.

Priorities in Indonesia

Hungary and Indonesia enjoy friendly, cooperative relations underpinned by high level governmental exchanges. These
exchanges has been focused on the cooperation on the trade and economic fields, with particular emphasis to the
small and medium scale enterprises and the information and communication technology (ICT). The Hungarian experiences
gained in the political-economic transition period after 1989/ 1990 in many fields (i.e. local government, judicary,
banking, privatisation, etc) were offered to the Indonesian counterparts and a number of programmes has already been
realised.

Hungary has not had fully-fledged bilateral development assistance programmes in Indonesia. However, the Hungarian
Government pays special attention to enhance the economic cooperation among the business sectors of the two country.
The Joint Commission on Trade and Economic Cooperation between Indonesia and Hungary restarted its functioning
in January 2004 and held its latest Session in October 2005 in Budapest. The next session is to be organised in
European Union Development Co-operation in Indonesia

Indonesia, perhaps in the second part of 2007.

In the course of the Hungarian Prime Minister’s visit in July 2005 to Indonesia the new Economic Cooperation Agreement
was signed, opening new vistas for an enhanced cooperation among the business circles of the two countries in the
field of ICT, banking and business sectors, as well as other fields such as science and technology (including biotechnology).
Hungarian companies with an interest in the Indonesia market are focusing now on IT related areas (e-education, e-
government e-business, e-training, e-health, etc) and extend commercial activity in certain government related services,
infrastructure and agriculture.

Contact

Embassy of the Republic of Hungary


Jl HR Rasuna Said Kav X/3, Kuningan
Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21) 520 3459
Fax (+62 21) 520 3461, 573 7525
e-mail: hukgszjkt@cbn.net.id or huembjkt@cbn.net.id
www.hembjkt.or.id
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Masalah-masalah kerjasama pembangunan internasional dan pengkordinasian bantuan berada di bawah pengawasan
Departemen Luar Negeri (MFA).

Rangkuman singkat tentang Kegiatan-kegiatan Kerjasama Pembangunan


Internasional Hongaria

Pendahuluan

Sebagai anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan Uni Eropa, Hongaria bertanggung jawab
melaksanakan dan menjalankan kebijakan kerjasama pembangunan internasional (IDC) yang sesuai dengan prinsip-
prinsip dan praktek-praktek OECD dan Uni Eropa. Hongaria setuju untuk memenuhi komitmen-komitmen dan sasaran-
sasaran yang ditetapkan dalam Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG).

Kebijakan pembangunan internasional Hongaria tersebut sesuai dengan kebijakan luar negerinya serta tujuan-tujuan
moral yang dijabarkan dalam program Pemerintah. Bagi sebuah negara kecil yang memiliki sumber daya terbatas
seperti Hongaria merupakan sebuah tantangan besar untuk melaksanakan kebijakan IDC secara efisien dan mengejar
ketertingalan dari negara-negar donor yang telah maju. Meskipun demikian, negara ini telah mencapai keberhasilan
tertentu. Saat ini telah dibuat kerangka institusional, hukum dan keuangan untuk kebijakan IDC Hongaria.

Proyek-proyek pembangunan yang dibiayai dari alokasi IDC dalam anggaran nasional, pengkordinasian kegiatan-kegiatan
oleh kementrian terkait yang sejauh ini melaksanakan proyek-proyek IDC yang terpisah, serta keterlibatan sektor swasta
dan sipil dalam IDC telah dimulai dan mencapai kemajuan tertentu. Sumber-sumber daya yang terbatas tersebut harus
digunakan secara efisien, dan untuk itu telah ditetapkan sasaran-sasaran dan preferensi yang jelas ketika memutuskan
mengenai negara-negara mitra dan sektor-sektor IDC.

Untuk dapat secara penuh memanfaatkan keuntungan-keuntungan komparatifnya dan memastikan diperolehnya nilai
tambah yang maksimal untuk IDC Uni Eropa, Hongaria memfokuskan perhatiannya pada negara-negara Balkan Barat
dan Persemakmuran Negara-negara Merdeka (CIS) dan bermaksud untuk membagi pengalaman yang diperolehnya
dalam hal transisi politik dan ekonomi dan bergabungnya negara ini dengan Uni Eropa.

Sebagai sebuah negara penerima bantuan sampai beberapa tahun belakangan, Hongaria juga memiliki pengalaman
yang luas dalam hal penerimaan dan penggunaan bantuan tersebut dengan baik, yang juga dapat dibagikan kepada
negara-negara mitranya. Diharapkan proyek pengalihan ilmu pengetahuan yang nilai keuangannya tidak terlalu besar
yang telah direncanakan dengan baik dapat memberikan dampak yang besar terhadap pembangunan. Hongaria juga
perlu menjalin kerjasama yang erat dengan negara-negara anggota baru dari Eropa Tengah yang memiliki banyak
kesamaan untuk memastikan kesesuaian dan kesatuan dalam kebijakan-kebjiakan IDC.

Wilayah-wilayah dan Negara-negara Prioritas

Prioritas khusus diberikan pada negara-negara tetangga, karena Hongaria memiliki kepentingan yang sangat besar
dalam hal kestabilan dan pembangunan di wilayah tersebut. Akan tetapi, cakupan geografis kebijakan IDC Hongaria
lebih luas dari itu, karena hal tersebut juga mencerminkan tujuan-tujuan utama Masyarakat Eropa di walayah ini seperti
pembangunan yang berkelanjutan, pengurangan kemiskinan di negara-negara mitra, integrasi mereka ke dalam
perekonomian dunia dan peningkatan demokrasi, supremasi hukum dan pemerintahan yang baik. Oleh karena itu,
mitra-mitra bantuan pembangunan resmi (ODA) juga dipilih dari negara-negara terbelakang (LDCs), di mana beberapa
Negara-negara Timur Jauh telah dimasukkan dalam daftar tersebut karena tradisi-tradisi hubungan bilateral kami dan
hubungan-hubungan pribadi sebelumnya, serta pengalaman-pengalaman yang terakumulasi dalam kerjasama pada
dekade-dekade lalu.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, terdapat empat kelompok negara yang menjadi sasaran dalam kegiatan-
kegiatan pembangunan Hongaria, yaitu:
1) Mitra-mitra strategis: Serbia dan Montenegro, Bosnia-Herzegovina, Vietnam, Otoritas Palestina
2) Negara-negara mitra lain: Makedonia, Moldova, Cina, Mongolia, Kyrgyzstan, Ukraina
3) LDC: Ethiopia, Yaman, Kamboja, Laos
4) Komitmen-komitmen internasional: Afghanistan, Irak.

Prioritas-prioritas Sektoral

Hongaria, secara jelas menempatkan fokus kegiatan-kegiatan bantuan pembangunannya pada sektor-sektor dan bidang-
bidang di mana Hongaria memiliki keuntungan komparatif. Tanpa melihat tingkat kepentingannya, bidang-bidang
kegiatan berikut ini diberikan penekanan yang lebih besar:
1) Membagi pengalaman Hongaria dalam hal transisi politik dan ekonomi (pembangunan dan pelaksanaan struktur-
struktur demokrasi, penciptaan kondisi untuk transisi ke perekonomian pasar bebas, swastanisasi, bantuan untuk
badan-badan usaha kecil dan menengah, penerapan kriteria pemerintah yang baik)
2) Pengalihan ilmu pengetahuan, bantuan berbasis pengetahuan (prosedur-prosedur metodologi, kecakapan tehnis,
perangkat lunak, pengalihan metode organisasi dan perencanaan, dll)
3) Promosi pendidikan (universitas dan pasca sarjana), pelatihan untuk para ahli dan tehnisi, pengembangan
kurikulum, penyelenggaraan belajar jarak jauh
4) Pengembangan layanan-layanan kesehatan (perencanaan, perlengkapan, dan pengelolaan rumah sakit dan
poliklinik, keluarga berencana, pemberantasan penyakit epidemik, dll)
5) Pertanian (sosialisasi metode terbaru perkembang biakan tanaman dan hewan, peningkatan bibit, kesehatan
tanaman - perlindungan tanaman, pengembang biakan ikan air tawar, program-program reboisasi, rencana
pengembangan pertanian, bioteknologi, agro-meteorologi, pelatihan untuk tenaga spesialis dan insinyur dalam
bidang-bidang yang berkaitan dengan pertanian), industri makanan (rencana pembangunan rumah potong)
6) Sumbangan untuk pengelolaan air dan pembangunan sumber daya air, perencanaan dan penyediaan konsultasi
tehnis (waduk air dan bendungan, sarana pembersihan air, perencanaan tanggul, pengairan darat, eksplorasi
dan pengkajian cadangan air, dll)
7) Pengembangan prasarana umum
8) Bantuan kegiatan rekayasa umum dan transportasi, pemetaan
9) Pemberian nasehat tehnis tentang perlindungan lingkungan hidup.

Latar belakang Keuangan

Program-program bantuan pembangunan Hongaria sebagian besar dibiayai dari anggaran pusat. Sesuai dengan praktek
internasional, Departemen Keuangan bertanggung jawab mengajukan usulan kepada Majelis Nasional tentang anggaran
bantuan pembangunan, dalam Undang-undang Anggaran tahunan. Untuk tahun 2004, dana sebesar HUF 1,1 juta
(sekitar USD 6 juta) dialokasikan untuk anggaran MFA sementara sumber daya juga dialokasikan untuk kegiatan-
kegiatan departemen-departemen dan lembaga-lembaga yang ikut serta dalam pelaksanaan kerjasama pembangunan
bilateral dan multilateral.

Secara keseluruhan, dana sebesar HUF 13,5 juta (hampir USD 70 juta) digunakan untuk ODA di Hongaria tahun lalu
atau 0,07% dari PNB. Proyeksi tahun ini adalah rasio ODA/PNB antara 0,08% dan 0,1%. Berdasarkan kesimpulan Dewan
Uni Eropa tanggal 24 Mei 2005, Hongaria akan mencapai sasaran bersama baru Uni Eropa sebesar 0,56% ODA/PNB
pada tahun 2010 dalam mana negara-negara anggota lama harus mencapai paling sedikit 0,51% ODA/PNB sementara
negara-negara anggota baru berupaya untuk meningkatkan ODA mereka untuk mencapai – dalam proses alokasi
anggaran mereka masing-masing – sebesar 0,17% ODA/PNB pada tahun 2010. Tahun 2006, volume ODA/PNB Hongaria
adalah 0,1157%.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Prioritas-prioritas di Indonesia

Hongaria dan Indonesia menjalin hubungan kerjasama yang bersahabat yang diperkuat dengan kunjungan pemerintah
tingkat tinggi.

Kunjungan-kunjungan tersebut difokuskan pada kerjasama dalam bidang perdagangan dan perekonomian dengan
penekanan khusus pada usaha-usaha kecil dan menengah serta tehnologi informasi dan komunikasi (ICT). Pengalaman
yang didapatkan Hongaria dalam jangka waktu transisi politik dan ekonomi setelah tahun 1989/90 dalam banyak
bidang (seperti pemerintah daerah, peradilan, perbankan, swastanisasi, dll), ditawarkan kepada pihak Indonesia dan
sejumlah program telah terealisasi.

Hongaria belum memiliki program-program bantuan pembangunan bilateral yang mantap di Indonesia, akan tetapi,
Pemerintah Hongaria memberikan perhatian pada peningkatan kerjasama ekonomi antara sektor-sektor usaha kedua
negara. Komisi Bersama Kerjasama Perdagangan dan Ekonomi antara Indonesia dan Hongaria mulai bekerja pada
bulan Januari 2004 dan mengadakan sidang terakhir pada bulan Oktober 2005 di Budapest. Sidang berikutnya akan
diadakan di Indonesia, kemungkinan pada pertengahan kedua tahun 2007.

Pada kunjungan Perdana Menteri Hongaria bulan Juli 2005 ke Indonesia, dilakukan penandatanganan Perjanjian
Kerjasama Ekonomi, yang membuka peluang baru untuk kerjasama lebih lanjut antara dunia usaha dari kedua negara
dalam bidang ICT, sektor-sektor perbankan dan usaha, dan bidang-bidang seperti ilmu pengetahuan dan tehnologi
(termasuk biotehnologi). Perusahaan-perusahaan Hongaria yang memiliki kepentingan di pasar Indonesia sekarang
terfokuskan pada bidang-bidang yang berkaitan dengan tehnologi informasi (e-pendidikan, e-pemerintah, e-usaha, e-
pelatihan, e-kesehatan dll) dan memperluas kegiatan perdagangan dalam layanan-layanan terkait pemerintah, prasarana
dan pertanian tertentu.

Kontak

Kedutaan Besar Republik Hongaria


Jl HR Rasuna Said Kav X/3, Kuningan
Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21) 520 3459
Fax (+62 21) 520 3461, 573 7525
e-mail: hukgszjkt@cbn.net.id atau huembjkt@cbn.net.id
www.hembjkt.or.id
Organisation of Development Assistance

Within the Ministry of Foreign Affairs, development assistance is the responsibility of the Minister for Development
Cooperation. Responsibility for bilateral assistance at the country level has been delegated to the Dutch embassies.
The Ministry of Finance has the task to deal with the International Monetary Fund (IMF) and shares responsibility with
the Ministry of Foreign Affairs for the World Bank Group and the Regional Development Banks.

Global Policies and Priorities

The principle objective of the Netherlands development assistance is sustainable poverty reduction. Dutch cooperation
focuses on helping countries to achieve the Millennium Development Goals (MDGs). Key areas in Dutch development
policy world wide are education (15% of the development budget), environment and water (0.1% of GNP), AIDS prevention
and reproductive health care. The budget for Official Development Assistance (ODA) increases or decreases in line with
GNP (0.8%). Sustainable poverty reduction is considered only possible if the wide-ranging yet interlinked causes of
poverty are tackled simultaneously.

Global Level of Assistance

Also in 2005 and 2006, the Netherlands continued to allocate 0.8% of its GNP to development cooperation. Almost all
ODA is provided in the form of untied grants.

Type of Assistance and Programming

The Netherlands has selected 36 countries for international development cooperation partnerships. Indonesia was in
the past few years the biggest recipient of Dutch aid. To enhance aid effectiveness, the Netherlands limits its aid activities
in each country to a few sectors only. Besides that, cross-cutting issues related to gender, governance and human rights
are supported.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Two strategic priorities are leading for the development cooperation programme of the Netherlands in Indonesia:
1) improvement of the investment climate
2) security and stability, with particular focus on the cross-cutting theme good (economic) governance and human
rights.
Gender and environmental issues are mainstreamed in all programmes. The programme further focuses on two sectors:
education and water/ sanitation/ environment (biodiversity).

The majority of Dutch funds are being allocated to programmes of the


Indonesian Government and are also executed by the Government. These
funds, however, are channelled through multilateral agencies, which are
responsible for the supervision, monitoring and coordination. Therefore
Dutch funds are not being used to finance stand-alone projects, but – on
the contrary – are always mainstreamed in Indonesian sector-policies and
in multilateral financing. This way Dutch contributions are supposed to have
more leverage. As a result, the Dutch interventions will be more effective
and their impact more sustainable.

To further increase aid effectiveness, the Netherlands will actively pursue possibilities for further donor coordination
as such and in particular in the sectors where it executes programs and activities. Sector-wide approaches and in that
context basket financing are preferred, but hitherto impossible given Indonesia’s track record.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Overview of Dutch Cooperation with Indonesia

2005-2006 (EUR 100 million per year)

19%

Good Governance

11% Water & Sanitation


44%
Education

Investment Climate &


Investment Promotion
15% Aceh/ Nias & Yogyakarta

11%

Contact

Embassy of the Kingdom of the Netherlands


Jl HR Rasuna Said Kav S3
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 524 8200, 524 1059
Fax (+62 21) 527 5976
e-mail: jak-ea@minbuza.nl or jak-pa@minbuza.nl
www.mfa.nl/jak
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Dalam Departemen Luar Negeri, bantuan pembangunan merupakan tanggung jawab Menteri Kerjasama Pembangunan.
Tanggung jawab atas bantuan bilateral pada tingkat negara telah didelegasikan kepada Kedutaan-Kedutaan Besar
Negeri Belanda. Departemen Keuangan bertugas untuk berurusan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan
berbagi tanggung jawab dengan Departemen Luar Negeri untuk kelompok Bank Dunia dan bank-bank pembangunan
regional.

Kebijakan Global dan Prioritas

Tujuan pokok dari bantuan pembangunan Belanda adalah pengentasan kemiskinan yang berkesinambungan/
berkelanjutan. Kerjasama dengan Belanda berfokus pada pemberian bantuan kepada negara-negara untuk mencapai
Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Bidang-bidang pokok dalam kebijakan pembangunan oleh Belanda di seluruh
dunia adalah pendidikan (15% dari anggaran pembangunan), lingkungan hidup dan air (0,1% dari PNB), pencegahan
AIDS dan pelayanan kesehatan reproduksi. Anggaran untuk Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) meningkat atau
menurun sejalan dengan PNB (0,8%). Pengentasan kemiskinan yang berkesinambungan/ berkelanjutan hanya mungkin
apabila penyebab-penyebab kemiskinan yang luas dan saling terkait ditangani secara serentak.

Bantuan Tingkat Global

Di tahun 2005 dan 2006, Belanda terus mengalokasikan 0,8% dari PNB-nya untuk kerjasama pembangunan. Hampir
semua ODA diberikan dalam bentuk hibah tak terikat.

Jenis Bantuan dan Program

Belanda telah memilih 36 negara untuk kemitraan kerjasama pembangunan internasional. Dalam tahun-tahun terakhir
ini, Indonesia merupakan penerima bantuan dari Belanda yang terbesar. Untuk meningkatkan efektifitas bantuan,
Belanda membatasi kegiatan bantuannya di setiap negara hanya untuk beberapa sektor saja. Selain itu, permasalahan
lintas sektor yang terkait dengan gender, tata pemerintahan, dan hak azasi manusia (HAM) juga didukung.

Tujuan dan Prioritas Program di Indonesia

Dua prioritas strategis merupakan pengarah untuk program kerjasama pembangunan Belanda di Indonesia:
1) perbaikan iklim investasi
2) keamanan dan stabilitas, dengan fokus khusus pada tema lintas sektor pemerintahan (ekonomi) yang baik dan
HAM. Permasalahan gender dan lingkungan hidup diarusutamakan di semua program. Program tersebut lebih
lanjut berfokus pada dua sektor: pendidikan dan air/ sanitasi/ lingkungan hidup (keanekaragaman hayati).

Sebagian besar dana Belanda dialokasikan untuk program-program Pemerintah Indonesia dan juga dilaksanakan oleh
Pemerintah. Akan tetapi, dana tersebut disalurkan melalui badan-badan multilateral, yang bertanggung jawab atas
pengawasan, pemantauan dan koordinasinya. Oleh karena itu, dana dari Belanda tidak digunakan untuk membiayai
proyek-proyek yang berdiri sendiri, akan tetapi – sebaliknya – selalu diarusutamakan dalam kebijakan sektoral Indonesia
dan dalam pembiayaan multilateral. Dengan cara tersebut, kontribusi Belanda diharapkan memberi pengaruh lebih
kuat. Sehingga, keterlibatan Belanda akan lebih efektif dan dampaknya lebih berkesinambungan/ berkelanjutan.

Untuk lebih meningkatkan efektifitas bantuan, Belanda akan secara aktif mencari kemungkinan-kemungkinan untuk
koordinasi donor lebih lanjut khususnya dalam sektor-sektor di mana program dan kegiatan yang menjadi fokus Belanda.
Pendekatan sektoral dan, dalam konteks tersebut, pembiayaan dari berbagai sumber disatukan (basket financing) lebih
diutamakan tetapi sampai saat ini hal tersebut tidak dimungkinkan mengingat catatan riwayat (track record) Indonesia.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Gambaran Umum Kerjasama Belanda dengan Indonesia

2005-2006 (EUR 100 juta per tahun)

19 %

Tata Pemerintahan

11 % Air & Sanitasi


44 %
Pendidikan

Iklim Investasi &


Peningkatan Investasi
15 % Aceh/ Nias & Yogyakarta

11 %

Kontak

Kedutaan Besar Kerajaan Belanda


Jl HR Rasuna Said Kav S3
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 524 8200, 524 1059
Fax (+62 21) 527 5976
e-mail: jak-ea@minbuza.nl atau jak-pa@minbuza.nl
www.mfa.nl/jak
Organisation of Development Assistance

Funds for the Austrian-Indonesian development cooperation are mainly provided by the Austrian Development Cooperation
(ADC) through the Austrian Development Agency (the operational unit of the ADC), as well as the Federal Ministry for
Education, Science and Culture, and to some extent also by provincial governments (especially the provincial government
of Tyrol).

Global Policies and Priorities

The aim of the ADC is to promote sustainable economic development by combating poverty, safeguarding peace and
protecting the environment. Ownership of the local stakeholders, integration of all measures into the social and cultural
environment, equality between men and women and the needs of children and of people with disabilities are principles
that are taken into account in all activities of ADC. Austria’s development assistance primarily focuses on the following
key regions: Central America, West Africa, East Africa, Southern Africa, and the Himalaya/ Hindukush region, as well
as South Eastern Europe. Given the overall aims and the geographical concentration, the ADC focuses on the following
sectoral priorities: water and sanitation, rural development, energy, investment and employment, small- and medium-
scale enterprises development, education, democratisation and good governance.

Type of Assistance and Programming

Austria‘s Official Development Assistance (ODA) is predominantly given on a grant basis. Disbursements are based on
the above-mentioned priorities. On the global level Austria‘s ODA amounted to EUR 1,265,890,000 (0.52% of GNI) in
2005.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Activities in South East Asia are part of the ADC’s global programmes, with capacity building at the centre. Austria's
assistance is provided by means of established instruments such as postgraduate scholarships, as well as contributions
to relevant research projects in the area of academic cooperation both within the region and in Austria. Examples are
the North-South Scholarship-Programme, ASEAN-European University Network (ASEA UNINET), Asian Institute of Technology
(AIT) and the Scholarships for Technological Education for South East Asia.

Level and Type of Assistance (in EUR million)

2002 2003 2004 2005


Grant Disbursements 0.55 0.33 0.44* 1.092*
Loan Disbursements - - - -
Total 0.55 0.33 0.44 1.092

* These figures do not include export credits, since these are no longer reported as ODA loans. Only interest subsidies paid from
official funds to soften these loans, if any, are reported as an ODA grant. The loan component is reported as Other Official Flow
(OOF).
European Union Development Co-operation in Indonesia

Distribution of Assistance

Net Disbursements In % total


Sectoral Distribution
EUR ODA
Education, level unspecified 8,963 0.8
Post-secondary education 488,039 44.7
Conflict prevention and resolution,peace and security 18,330 1.7
Other emergency and distress relief 3,327 0.3
Reconstruction relief 574,000 52.5
Total Bilateral ODA 1,092,659 100

Education

The principal Austrian scholarship programs for Indonesian students/researchers are the following:
• Southeast Asian Technology doctorate scholarships: four grants awarded in 2005
• North-South Dialogue doctorate scholarships (sectoral priorities: water and sanitation, rural development, energy,
small- and medium-scale enterprises, education, science and research, good governance): five grants awarded
in 2005
• ASEA UNINET one-month post-doctorate training: one grant awarded per year
• On-place scholarships for doctorate studies at Indonesian universities: 12 grants awarded 2005.

The total amount of disbursements for Austrian scholarships to Indonesian students in 2005 was EUR 497,000
(45.5% of total ODA grants).

Contact

Austrian Embassy
Jl Diponegoro No 44, Menteng
Jakarta 10027 Indonesia, PO Box 2746
Tel (+62 21) 3193 8090, 3193 8101
Fax (+62 21) 390 4927
e-mail: jakarta-ob@bmeia.gv.at
www.austrian-embassy.or.id
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Dana-dana kerjasama pembangunan Austria-Indonesia terutama diberikan oleh Kerjasama Pembangunan Austria (ADC)
melalui Badan Pembangunan Austria (unit operasional dari ADC), serta Kementrian Federal urusan Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan dan juga oleh pemerintah propinsi-propinsi (khususnya pemerintah propinsi Tyrol).

Kebijakan dan Prioritas Global

Tujuan utama dari ADC adalah untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan melalui pengentasan
kemiskinan, menjaga perdamaian dan perlindungan lingkungan. Prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam
setiap kegiatan ADC antara lain kepemilikan oleh pihak-pihak yang terlibat, integrasi semua kegiatan ke dalam lingkungan
sosial dan budaya, kesetaraan antara pria dan wanita serta kebutuhan anak-anak dan para penyandang cacat.

Bantuan pembangunan Austria terutama difokuskan untuk wilayah-wilayah berikut ini: Amerika Tengah, Afrika Barat,
Afrika Timur, Afrika bagian selatan dan wilayah Himalaya/ Hindukush, serta Eropa Selatan dan bagian Timur. Berdasarkan
tujuan umum dan konsentrasi geografis ini, ADC terfokus pada sector-sektor prioritas sebagai berikut: air dan sanitasi,
pembangunan desa, energi, investasi dan lapangan pekerjaan, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM),
pendidikan, demokratisasi dan tata pemerintahan yang baik.

Jenis Bantuan dan Program

Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Austria pada umumnya diberikan dalam bentuk hibah. Pencairan bantuan dilakukan
berdasarkan prioritas tersebut di atas. Di tingkat global, ODA Austria berjumlah EUR 1.265.890.000 (0,52% dari PNB)
pada tahun 2005.

Sasaran dan Prioritas Program di Indonesia

Kegiatan-kegiatan di Asia Tenggara merupakan bagian dari program global ADC, dengan penguatan kapasitas sebagai
intinya. Bantuan Austria diberikan melalui instrumen yang sudah ada seperti beasiswa pasca sarjana, serta kontribusi-
kontribusi untuk proyek-proyek penelitian di bidang kerjasama akademis baik di Asia Tenggara maupun di Austria.
Sebagai contohnya Program Beasiswa Utara-Selatan, Jaringan Universitas ASEAN-Eropa (ASEA UNINET), Institut Tehnologi
Asia (AIT) dan Beasiswa Pendidikan Teknologi untuk Asia Tenggara.

Tingkat dan Jenis Bantuan (dalam juta EUR)

2002 2003 2004 2005


Pencairan Hibah 0,55 0,33 0,44* 1,092*
Pencairan Pinjaman - - - -
Total 0,55 0,33 0,44 1,092

* Angka-angka di atas tidak termasuk kredit ekspor, karena angka-angka ini tidak lagi dilaporkan sebagai pinjaman ODA.
Hanya bunga subsidi yang dibayarkan dari dana-dana resmi untuk pinjaman lunak, apabila ada, dilaporkan sebagai hibah
ODA. Komponen pinjamannya dilaporkan sebagai Arus Resmi Lainnnya (OOF).
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Distribusi Bantuan

Pencairan Netto Dalam % total


Distribusi Sektoral
EUR ODA
Pendidikan, tingkat tidak dispesifikasi 8,963 0.8%
Pasca Pendidikan Menengah 488,039 44.7%
Pencegahan & Penyelesaian Pasca Konflik, perdamaian 18,330 1.7%
dan keamanan
Bantuan kemanusiaan dan darurat lainnya 3,327 0.3%
Bantuan Rekonstruksi 574,000 52.5%
Total Bantuan Bilateral ODA 1,092,659 100%

Pendidikan

Beasiswa Pemerintah Austria untuk pelajar/ peneliti yang berasal dari Indonesia terdiri dari beasiswa berikut ini:
• Beasiswa Pendidikan Tehnologi untuk Asia Tenggara pada tingkat doktoral: empat beasiswa diberikan pada tahun
2005
• Beasiswa tingkat doktoral Dialog Utara-Selatan (sektor prioritas: pengairan dan sanitasi, pembangunan desa,
energi, UKM, pendidikan, pengetahuan dan penelitian, tata pemerintahan): lima beasiswa diberikan pada tahun
2005
• ASEA-UNINET satu bulan pelatihan pasca-doktoral: satu beasiswa per tahun
• Beasiswa ‘On-Place’ untuk studi doktoral pada universitas di Indonesia: 12 beasiswa diberikan pada tahun 2005.

Jumlah total bantuan untuk beasiswa Austria bagi pelajar Indonesia pada tahun 2005 adalah EUR 497.000 (45,5%
dari total hibah ODA).

Kontak

Kedutaan Besar Austria


Jl Diponegoro No 44, Menteng
Jakarta 10027 Indonesia
PO Box 2746
Tel (+62 21) 3193 8090, 3193 8101
Fax (+62 21) 390 4927
e-mail: jakarta-ob@bmeia.gv.at
www.austrian-embassy.or.id
Global Policies and Priorities

‘The Strategy for Poland’s Development Cooperation’ adopted by the Council of Ministers of the Republic of Poland in
2003 defines major goals, rules and mechanisms of providing development assistance by Poland. Facilitating the
achievement of sustainable development in the countries benefiting from Polish assistance is the overriding purpose
of Polish development cooperation. This requires poverty reduction, ensuring sustainable economic growth and respecting
human rights and basic freedoms. Efficient democracy, rule of law and good governance are equally important. Promoting
the rules of good governance and the development of central and local administration is the best way to achieve these
purposes. Sharing the experience of the Polish political and economic transformation has a special position in development
assistance.

The Polish development assistance is an integral part of the country’s foreign policy and serves the achievement of its
major goals. Preventing the growing tensions between the North and the South, an increased involvement of developing
countries and countries in transition in the global economy and combating environmental threats all contribute to
increased security of Poland.

According to the Strategy, the Polish development assistance covers:


• developing countries with which Poland has strong political, economic and cultural relations
• countries undergoing political transformation, including in particular Eastern and South Eastern European countries
• developing countries and countries in transition where groups of people of Polish origin live.

Poland will provide foreign assistance in the domains where recipients’ needs are the largest and Polish public agencies
and non-governmental organisations (NGOs) have a comparative advantage over other donors of foreign assistance.

In 2005, the list of priority countries for the Polish development cooperation included:
• Afghanistan
• Angola
• Georgia
• Iraq
• Moldova
• Palestinian Autonomy
• Vietnam.

Type of Assistance and Programming

In January 2005, the Development Cooperation Section was set up in the Ministry of Foreign Affairs (MFA) – in the
structure of the United Nations (UN) System and Global Problems Department. It became a separate department –
Development Cooperation Department (DCD) – in September 2005. The department is responsible for planning and
providing Polish foreign assistance and coordinates the process of planning and providing development assistance.

Poland will provide foreign assistance in the domains where recipients’ needs are the largest and Polish public agencies
and NGOs have a comparative advantage over other donors of foreign assistance. This means focusing on several key
issues:
• Education and science
• Supporting democratic institutions
• Consolidation of local structures
• Health care
• Access to potable water
• Protection of the environment
• Development of cross-border cooperation.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Global Level of Assistance

Poland was a development assistance recipient in the toughest period of transformation into a democracy and market
economy after the period of communism. Now, Poland assumes the role of a donor country for countries undergoing a
similar political and economic transformation and for developing countries.

As a result of the membership in the European Union (EU), Poland assumed international obligations concerning the
volume and the quality of development assistance. Funds allocated to development assistance will increase regularly
so that the Official Development Assistance (ODA)/ GDP ratio of Poland reaches 0.17% in 2010 and 0.33% by 2015.

2005 was an important year in the activity of Poland for the international development cooperation. The development
assistance provided by Poland increased considerably compared to preceding years. In 2005, Poland allocated PLN
663 million (USD 204.98 million) to the support for less developed countries.

Another edition of calls for proposals for NGOs and the increased number of projects funded by the Small Grants Fund
can be considered a success without a doubt. A number of government agencies began cooperation with the MFA and
commenced implementing development assistance tasks. The increase in the Polish involvement in the international
development cooperation is also evidenced by changes in the structure of the MFA.

Main Recipients of Polish Bilateral Development Assistance in 2005

Volume of subventions for assistance projects granted


to government agencies and NGOs in 2005
(PLN million)
1.05
0.05

0.29 Ukraine
0.38 Georgia
0.49 Moldova
Afghanistan
0.88 Iraq
7.41 Angola
Vietnam
1.13
Palestinian Autonomy
0.43 Belarus

This graph does not include projects covering more than one country
Source : MFA calculations

Humanitarian Aid

In 2005, Poland focused its humanitarian activities on assistance for the victims of the earthquake and the tsunami
that took place in South East Asia in December 2004. Humanitarian aid was also provided for Niger and Sudan. Moreover,
the government of the Republic of Poland supported the people of Pakistan after the October 2005 earthquake.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Humanitarian Aid to South East Asia after the Earthquake


and the Tsunami in December 2004 and ‘The Second
Tsunami’ in March 2005

In reply to the international appeal of the UN Office for Coordination


of Humanitarian Affairs (OCHA), Poland made payments to:
• UN Children’s Fund (UNICEF)
• International Organisation for Migration (IOM)
• World Health Organisation (WHO)

The assistance was devoted to the region affected by humanitarian crisis. A secondary earthquake (‘the second tsunami’)
occurred on the Indonesian coast in March 2005. The Polish government allocated USD 50,000 to the Indonesian Red
Cross for the humanitarian aid to the earthquake victims.

Activities in the field of Global and Development Education

Poland has been involved in the programme of supporting global education in the Vysehrad Group member countries
since 2004 upon invitation from the North-South Centre of the Council of Europe (COE) and the Kingdom of the
Netherlands. Representatives of government agencies, educational institutions and NGOs as well as guests from
European countries highly experienced in global education participated in the seminar and discussed the concept of
global education, examples of good practice and global education strategies.

Since 2005, Poland has also been involved in Global


Education Network Europe (GENE) – a European network
made up of representatives of ministries and national
agencies in charge of defining the global education policy
and supporting, coordinating and financing the related
activities. In 2005, the MFA and the North-South Centre
of the COE set up a fund for projects devoted to global
education. As a result of a call for proposals, the Education
for Democracy Foundation was given the task of fund
administrator. The purpose of the project named ‘Global
Education Aimed at Raising Awareness of the Needs of
Developing Countries and Development Aid among Polish
Society’ implemented by the Foundation was to raise awareness of the needs of developing countries in the Polish
society and supporting the activities of civil society organisations implementing global education projects.

Contact

Embassy of Poland
Jl HR Rasuna Said Kav X Blok IV/3
Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21) 252 5938, 252 5939, 252 5940
Fax (+62 21) 252 5958, 252 5960
e-mail: consulpoljak@cbn.net.id
Kebijakan dan Prioritas Global

‘Strategi untuk Kerjasama Pembangunan Polandia’ yang disetujui oleh Dewan Menteri Republik Polandia pada tahun
2003 menguraikan tujuan-tujuan utama, aturan, dan mekanisme pemberian bantuan pembangunan oleh Polandia.
Memfasilitasi pencapaian pembangunan berkesinambungan di negara-negara yang mendapatkan manfaat dari bantuan
Polandia merupakan tujuan utama kerjasama pembangunan Polandia. Hal tersebut memerlukan pengentasan kemiskinan,
kepastian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dan kepekaan terhadap hak azasi manusia dan kebebasan
dasar. Demokrasi yang efisien, supremasi hukum, dan tata pemerintahan yang baik merupakan hal-hal yang sama
penting. Peningkatan aturan pemerintahan yang baik dan pengembangan administrasi pusat dan lokal merupakan cara
terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berbagi pengalaman tentang transformasi politik dan ekonomi Polandia
memiliki tempat khusus dalam bantuan pembangunan.

Bantuan pembangunan Polandia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan luar negeri negara tersebut
dan merupakan pencapaian dari sasaran-sasaran utamanya. Mencegah berkembangnya ketegangan antara Utara dan
Selatan, keterlibatan negara-negara berkembang dan negara-negara dalam masa peralihan yang semakin meningkat
di ekonomi global dan dalam memerangi ancaman lingkungan semuanya merupakan kontribusi untuk peningkatan
keamanan Polandia.

Sesuai dengan Strategi, bantuan pembangunan Polandia mencakup:


• negara-negara berkembang yang memiliki hubungan politik, ekonomi dan budaya yang kuat dengan Polandia
• negara-negara yang mengalami transformasi politik, secara khusus termasuk negara-negara Eropa Timur dan
Tenggara
• negara-negara berkembang dan negara-negara dalam masa transisi di mana terdapat kelompok-kelompok
masyarakat Polandia.

Polandia akan memberikan bantuan asing untuk bidang-bidang yang penerimanya memiliki kebutuhan terbesar dan
di mana badan publik dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) Polandia memiliki kelebihan komparatif
dibandingkan donor-donor bantuan asing lainnya.

Pada tahun 2005, daftar negara-negara yang diprioritaskan untuk kerjasama pembangunan Polandia mencakup:
• Afghanistan
• Angola
• Georgia
• Irak
• Moldova
• Otonomi Palestina
• Vietnam.

Jenis Bantuan dan Program

Di bulan Januari 2005, Bagian Kerjasama Pembangunan dibentuk dalam Kementrian Luar Negeri – dalam struktur
Departemen urusan Sistem Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Permasalahan Global. Bagian tersebut menjadi
departemen yang terpisah – Departemen Kerjasama Pembangunan (DCD) – pada bulan September 2005. Departemen
tersebut bertanggung jawab untuk merencanakan dan menyalurkan bantuan asing Polandia dan mengkoordinasi proses
perencanaan dan pemberian bantuan pembangunan.

Polandia akan memberikan bantuan asing untuk bidang-bidang yang penerimanya memiliki kebutuhan terbesar dan
di mana badan publik dan LSM Polandia memiliki kelebihan komparatif dibandingkan donor bantuan asing lainnya.
Hal ini berarti fokus pada beberapa masalah penting:
• Pendidikan dan ilmu pengetahuan
• Mendukung lembaga-lembaga demokratis
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

• Konsolidasi struktur lokal


• Pelayanan kesehatan
• Akses air bersih
• Perlindungan lingkungan
• Pengembangan kerjasama lintas batas.

Bantuan Tingkat Global

Polandia merupakan penerima bantuan pembangunan di saat periode terberat transformasi menuju demokrasi dan
ekonomi pasar setelah era komunisme. Saat ini Polandia memainkan peran sebagai negara donor untuk negara-negara
yang mengalami transformasi politik dan ekonomi serupa dan untuk negara-negara berkembang.

Sebagai hasil dari keanggotaannya dalam Uni Eropa, Polandia berusaha mengambil kewajiban internasional terkait
dengan volume dan kualitas bantuan pembangunan. Dana yang dialokasikan untuk bantuan pembangunan akan
meningkat secara berkala sehingga rasio ODA/PDB Polandia mencapai 0,17% pada tahun 2010 dan 0,33% pada tahun
2015.

2005 adalah tahun yang penting dalam kegiatan Polandia untuk kerjasama pembangunan internasional. Bantuan
pembangunan yang diberikan oleh Polandia meningkat jauh dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada
tahun 2005, Polandia mengalokasikan PLN 663 juta (USD 204,98 juta) untuk mendukung negara-negara yang
terbelakang.

Dibukanya peluang pengajuan proposal oleh LSM dan meningkatnya jumlah proyek yang didanai oleh Dana Hibah Kecil
(Small Grants Fund) dapat dianggap sebagai sebuah keberhasilan. Sejumlah instansi pemerintah memulai kerjasama
dengan Kementrian Luar negeri dan mulai melaksanakan tugas bantuan pembangunan. Meningkatnya keterlibatan
Polandia dalam kerjasama pembangunan internasional juga terbukti dengan adanya perubahan-perubahan dalam
struktur Kementrian Luar Negeri.

Penerima Utama Bantuan Pembangunan Bilateral Polandia pada tahun 2005

Volume tunjangan untuk proyek bantuan yang diberikan kepada


instansi-instansi pemerintah dan LSM pada tahun 2005
(dalam PLN juta)
1.05
0.05

0.29 Ukraina
0.38 Georgia
0.49 Moldova
Afghanistan
0.88 Irak
7.41 Angola
Vietnam
1.13
Otonomi Palestina
0.43 Belarusia

Grafik ini tidak menyertakan proyek-proyek yang mencakup lebih dari satu negara
Sumber: Kalkulasi Kementrian Luar Negeri
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan Kemanusiaan

Pada tahun 2005, Polandia memfokuskan kegiatan kemanusiaannya pada bantuan untuk korban gempa bumi dan
tsunami yang terjadi di Asia Tenggara pada bulan Desember 2004. Bantuan kemanusiaan juga diberikan untuk Nigeria
dan Sudan. Selain itu, pemerintah Republik Polandia mendukung masyarakat Pakistan setelah terjadinya gempa bumi
pada bulan Oktober 2005.

Bantuan Kemanusiaan untuk Asia Tenggara setelah Gempa Bumi dan Tsunami pada bulan
Desember 2004 dan “Tsunami Kedua” pada bulan Maret 2005

Menanggapi permohonan internasional dari Kantor Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB (OCHA), Polandia melakukan
pembayaran kepada:
• Dana Anak-anak PBB (UNICEF)
• Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM)
• Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Bantuan tersebut dikhususkan untuk daerah-daerah yang terkena dampak krisis kemanusiaan. Gempa kedua
(‘tsunami kedua’) terjadi di pesisir Indonesia pada bulan Maret 2005. Pemerintah Polandia mengalokasikan
USD 50.000 untuk Palang Merah Indonesia sebagai bantuan kemanusiaan untuk para korban gempa bumi.

Kegiatan di bidang Pendidikan Global dan Pembangunan

Sebagai negara anggota Kelompok Vysehrad sejak tahun 2004, Polandia telah terlibat dalam program dukungan
pendidikan global berdasarkan undangan dari Pusat Utara-Selatan dari Dewan Eropa dan Kerajaan Belanda. Perwakilan
dari instansi-instansi pemerintah, lembaga pendidikan dan LSM serta para tamu dari negara-negara Eropa yang sangat
berpengalaman dalam pendidikan global berpartisipasi dalam seminar dan mendiskusikan konsep pendidikan global,
contoh praktik yang baik serta strategi pendidikan global.

Sejak tahun 2005, Polandia juga telah terlibat dalam Jaringan Pendidikan Global Eropa (GENE) – sebuah jaringan Eropa
yang terdiri atas perwakilan kementerian dan lembaga-lemaga nasional yang bertanggung jawab untuk menentukan
kebijakan pendidikan global dan mendukung, mengkoordinasi, dan membiayai kegiatan-kegiatan terkait. Pada tahun
2005, Kementerian Luar Negeri dan Pusat Utara-Selatan dari Dewan Eropa membentuk dana untuk proyek-proyek yang
dikhususkan untuk pendidikan global. Sebagai hasil peluang pengajuan proposal, Yayasan Pendidikan untuk Demokrasi
diberi tugas sebagai pengelola dana. Tujuan dari proyek, yang bernama ‘Pendidikan Global yang ditujukan untuk
Meningkatkan Perhatian diantara Masyarakat Polandia terhadap Kebutuhan Negara-Negara Berkembang dan Bantuan
Pembangunan‘ dan yang dilaksanakan oleh Yayasan tersebut, adalah untuk meingkatkan perhatian terhadap kebutuhan
negara-negara berkembang dalam masyarakat Polandia dan mendukung kegiatan organisasi-organisasi masyarakat
madani yang melaksanakan proyek-proyek pendidikan global.

Kontak

Kedutaan Besar Polandia


Jl HR Rasuna Said Kav X Blok IV/3
Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21) 252 5938, 252 5939, 252 5940
Fax (+62 21) 252 5958, 252 5960
e-mail: consulpoljak@cbn.net.id
Organisation of Development Assistance

The Portuguese Institute for Development (IPAD) was created in 2003 as the central planning, supervisory and coordinating
body for Portuguese Aid. Being part of the Portuguese Ministry of Foreign Affairs, IPAD coordinates Portugal’s aid
programme, which involves multiple actors including all the different ministries, municipal governments as well as
universities and other public institutions. The formulation of guidelines on the priorities and objectives of the development
policy is a responsibility of the Portuguese Ministry of Foreign Affairs.

To coordinate the various entities involved in Portugal’s development cooperation, IPAD set up a planning system that
centralises and processes the financial information provided by all public entities and private bodies. The system
reconciles Portugal’s policy orientations with the triennial country programming cycle leading to the elaboration of
country-specific Indicative Cooperation Programmes (ICPs) which constitute the strategic document for Portuguese
cooperation in each priority country. ICPs are prepared every three years by IPAD in collaboration with the Portuguese
embassies in the recipient countries. Specific projects for each priority country are identified and entered into annual
cooperation plans which are negotiated yearly at different levels within the Portuguese administration.

Global policies and priorities

Development Cooperation is a priority area for Portugal’s external policy which attaches importance to the values of
solidarity and respect for human rights.

In November 2005, the Council of Ministers in Portugal approved the new


strategy for development cooperation entitled ‘A Strategic Vision for Portuguese
Cooperation’. The strategy reaffirms the commitment of Portuguese development
cooperation to the Millennium Development Goals (MDGs) as one of the five
guiding principles of its policy, while maintaining the geographic focus on the
Portuguese speaking countries, in particular in Africa (‘the PALOPs’) and Asia,
namely in Timor Leste.

Reinforcement of human security, promoting the Portuguese language as an instrument of education and training,
contributing to international development debates and promoting sustainable economic development are the other four
guiding principles of Portugal’s development policy. Priority sectors encompass education, good governance, participation
and democracy; sustainable development and the fight against poverty.

Type of Assistance

The Portuguese Government has associated itself with the European Union (EU) collective undertaking to attain a 0.33%
ODA/GNI target in 2006, 0.51% by 2010 and 0.7% by 2015. The preliminary report on Portugal’s ODA for 2005 gives
an ODA/GNI of 0.21% (USD 367 million).

Portugal bilateral ODA is concentrated on very low income countries. In terms of aid modalities, debt relief and technical
assistance cooperation (TAC) dominate Portuguese development cooperation, with TAC representing approximately 32%
of total gross disbursements on average between 2000 and 2004.

Allocations to governance related projects show the relative weight given to this priority topic, with average gross
disbursements representing USD 37 million or 20% of bilateral disbursements (discounting debt forgiveness in 2004),
a considerable increase compared to levels recorded throughout the 1990s.

Education is a key sector for Portuguese development cooperation. Education absorbs a major share of technical
cooperation in the form of imputed student costs and scholarships. In 2003, imputed student costs represented 32%
of technical cooperation disbursements and scholarships 5%.
European Union Development Co-operation in Indonesia

A welcome feature of Portugal’s new strategy for development cooperation is to make education for development a key
priority and to include it in school curricula.

Portugal endorsed the Principles and Good Practice of Humanitarian Donorship (GHD) in 2006. At present, Portuguese
humanitarian aid is provided mainly in kind or via civil society organisations. For some emergencies contributions are
channelled through international non-governmental organisations (NGOs) and multilateral organisations.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Portugal has been focusing its efforts to conceive a better and more efficient development cooperation policy and has
been including more countries on its planning assistance.

The recently adopted document on Cooperation Policy Strategic Orientation has, for the first time, considered Indonesia
a geographical priority for Portugal’s development cooperation policy taking into consideration, among other aspects,
the importance of the historical ties between the two countries.

In Indonesia, the Portuguese Embassy is establishing contacts with the provinces of East Nusa Tenggara/ NTT (mainly
Flores), North Maluku and Maluku with the view to identify – in articulation with the central government, regional
government and the districts (kabupatens) – projects that may have a direct impact in the development and quality of
life of the populations.

Additionally, the Embassy is also contributing to intensify the bilateral relations through the promotion of sister city
cooperation with Portuguese cities.

In response to the tsunami tragedy, Portugal is contributing to the reconstruction of all the affected countries through
multilateral channels and bilateral aid in a total amount of EUR 8 million.

As for direct relief assistance for Aceh and North Sumatra, the Portuguese Government made available one airplane
with medical teams, field hospital and medical supplies. This humanitarian aid was evaluated in EUR 905,000.

On a bilateral basis, Portugal has pledged EUR 1.5 million to rehabilitation and reconstruction projects in the regions
affected by the tsunami in Indonesia.

Presently, the Portuguese Embassy is working with the Reconstruction and Rehabilitation Agency of Aceh and Nias
(BRR), through the Recovery Aceh-Nias Trust Fund (RANTF-BRR), in the reconstruction of the Junior High School and in
the construction of a new Senior High School in the subdistrict of Lamno where the inhabitants consider themselves
‘the Portuguese of Aceh’.

Portugal’s contribution to the RANTF-BRR will also be used to build a Puskesmas ‘Plus’, a primary health care centre
with limited impatient facilities serving urban, sub-urban and rural communities in the subdistrict of Lamno.

Education sector-related contributions

Education is a key sector for Portuguese development cooperation.

The dissemination of the Portuguese language, as an instrument of education and training, is one of the strategic
guidelines of the newly vision of the role of Portuguese development cooperation. Portugal uses language teaching and
training as key instruments for building institutional and human capacities in its priority countries. It makes considerable
efforts to train teachers in order to expand the teaching, in Portuguese, of the various disciplines at all stages of the
education cycle, from primary school through higher education. Through the promotion of Portuguese, articulating a
European Union Development Co-operation in Indonesia

language policy with a cultural one, Portugal supports basic schooling including adult literacy activities, thereby promoting
the attainment of the second MDG.

In 2004, Portugal signed an agreement with the University of Indonesia, through its Faculty of Humanities, with the
objective of promoting the Portuguese language and culture in Indonesia. In the framework of this agreement, the
Government of Portugal, through its cultural institutions, provides books, audio-visual and multimedia materials,
scholarships for university students and teaching staff of the University of Indonesia to attend annual or summer courses
of Portuguese language and culture in Portugal and finances a full-time lecturer of Portuguese language. The agreement
in force also establishes the joint organisation of cultural activities and exchange programme of academic staff and
publications.

Presently more than 120 students attend the Portuguese language and culture courses in the University of Indonesia’s
Faculty of Humanities and Faculty of Post-Graduate Studies, Department of European Studies.

Students of other schools and universities as well as professional individuals can also join the Portuguese language
and culture courses offered, at the Embassy of Portugal in Jakarta, for beginners and intermediate level.

The Embassy of Portugal, through its Language Attaché and lecturer at the University of Indonesia, is actively participating
and engaged in the ‘Teaching Europe to Teachers’ project with the support of the Delegation of the European Commission
in Jakarta.

According to the Strategic Vision for Portuguese development cooperation, “Education should interact with Culture,
which is a relevant and important area to build multicultural societies with the ability to promote and make the best
use of their cultural diversities in a globalised world”. Development cooperation aimed at improving the cultural heritage
is included in this context.

In the area of cross-cultural diversified cooperation between Portugal and Indonesia, there are presently some relevant
initiatives. These activities mainly take into consideration the long history of the relations between Portugal and Indonesia
and the importance of preserving the Indonesian heritage of Portuguese influence. In this context, several academic
research projects have been started especially concentrated in the province of NTT, North Maluku and Maluku.

The aim of these expert missions is to identify, date and characterise objects and social expressions, like dance and
music, taking into account their possible Portuguese influence. Some of the ongoing projects are an inventory of
Indonesian military architecture (16th and 17th centuries) with Portuguese influence, a description of the main Portuguese
sources for Indonesia history, both by a researcher of the Institute for Scientific Tropical Research (IICT) in Lisbon, a
study on Portuguese influence in Indonesian music and dance by a ethomusicologist of the Lisbon Nova University and
a history, ethnic and cultural study of the ‘Portuguese’ community in Tugu (North Jakarta) by a Portuguese researcher.
Other themes are for the moment under preparation.

These inventories and missions are supported by two foundations, Gulbenkian and Oriente, by a Portuguese bank and
a Portuguese investor in Indonesia, the regional governments and districts, as well as the Friendship and Cooperation
Association Portugal Indonesia (ALIAC) in Lisbon.

Contact

Embassy of Portugal
Jl Indramayu No 2A
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 3190 8030
Fax (+62 21) 3190 8031
e-mail: porembjak@cbn.net.id
www.embassyportugaljakarta.or.id
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Badan Pembangunan Portugal (IPAD) didirikan pada tahun 2003 sebagai sebuah badan pusat perencanaan, pengawasan
dan pengkoordinasian bantuan Portugal. Sebagai bagian dari Kementerian Luar Negeri, IPAD mengkoordinasikan
program bantuan Portugal yang melibatkan banyak pihak termasuk semua kementerian, pemerintah daerah serta
perguruan tinggi dan lembaga-lembaga publik lainnya. Perumusan pedoman tentang prioritas dan tujuan Kebijakan
pembangunan merupakan tanggung jawab Kementerian Luar Negeri Portugal.

Untuk mengkoordinasikan berbagai lembaga yang terlibat dalam kerjasama pembangunan Portugal, IPAD membuat
suatu sistem perencanaan yang memusatkan dan mengolah informasi keuangan yang diberikan oleh seluruh lembaga
publik dan swasta. Sistem tersebut menyelaraskan orientasi-orientasi kebijakan Portugal dengan siklus penyusunan
program negara tiga tahunan yang mengarah kepada penjabaran Program-program Kerjasama Indikatif (ICP) khusus
negara yang merupakan dokumen strategis tentang kerjasama Portugal di setiap negara prioritas. ICP disusun setiap
tiga tahun oleh IPAD bekerjasama dengan kedutaan-kedutaan besar Portugal di negara-negara penerima bantuan.
Proyek-proyek khusus untuk tiap-tiap negara prioritas diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam rencana-rencana
kerjasama tahunan yang dibahas tiap tahun pada berbagai tingkatan dalam Pemerintahan Portugal.

Kebijakan dan Prioritas Global

Kerjasama pembangunan merupakan bidang prioritas bagi kebijakan luar negeri Portugal yang menekankan pada
pentingnya nilai solidaritas dan kepekaan terhadap hak azasi manusia.

Pada bulan November 2005, Dewan Menteri Portugal mengesahkan strategi kerjasama pembangunan baru yang disebut
‘Visi Strategis Kerjasama Portugal’. Strategi ini menegaskan kembali komitmen kerjasama pembangunan Portugal
terhadap Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) sebagai salah satu dari lima prinsip yang mendasari kebijakannya,
namun tetap memberikan fokus geografis pada negara-negara yang menggunakan bahasa Portugis, khususnya di Afrika
(‘PALOP’) dan Asia, khususnya Timor Leste.

Peningkatan keamanan manusia, promosi bahasa Portugis sebagai bahasa pengantar pendidikan dan pelatihan, peran
serta dalam pembahasan pembangunan internasional dan peningkatan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
merupakan empat prinsip lainnya yang mendasari kebijakan pembangunan Portugal. Sektor-sektor yang menjadi prioritas
antara lain adalah pendidikan, tata pemerintahan yang baik, partisipasi dan demokrasi, pembangunan berkelanjutan
dan pengentasan kemiskinan.

Jenis Bantuan

Pemerintah Portugal turut mendukung kesepakatan bersama Uni Eropa untuk mencapai target Bantuan Pembangunan
Resmi (ODA)/PNB sebesar 0,33% pada tahun 2006, 0,51% pada tahun 2010 dan 0,7% pada tahun 2015. Laporan-
laporan pendahuluan tentang ODA Portugal untuk tahun 2005 menunjukkan tingkat ODA/PNBI sebesar 0,21% (USD
367 juta).

ODA bilateral Portugal dikonsentrasikan pada negara-negara yang memiliki pendapatan sangat rendah. Dalam hal
modalitas bantuan, bantuan utang dan kerjasama bantuan tehnis (TAC) mendominasi kerjasama pembangunan Portugal,
di mana nilai TAC kira-kira sebesar 32% dari total penyaluran dana bruto rata-rata antara tahun 2000 dan 2004.

Alokasi untuk proyek-proyek yang terkait dengan pemerintahan memperlihatkan bobot yang cukup besar yang diberikan
untuk topik prioritas ini, dengan rata-rata penyaluran dana bruto sebesar USD 37 juta atau 20% dari penyaluran dana
bilateral (tidak termasuk penghapusan utang pada tahun 2004), yang menunjukkan peningkatan yang cukup besar
dibandingkan dengan tingkat-tingkat yang dicatat sepanjang tahun 1990an.

Pendidikan merupakan sektor kunci dalam kerjasama pembangunan Portugal. Pendidikan menyerap bagian terbesar
dari kerjasama tehnis dalam bentuk biaya belajar dan beasiswa. Pada tahun 2003, biaya belajar mencapai jumlah 32%
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

dari penyaluran dana kerjasama tehnis dan beasiswa sebesar 5%.

Hal yang menarik dari strategi kerjasama pembangunan Portugal yang baru adalah menjadikan pendidikan untuk
pembangunan sebagai prioritas utama dan memasukannya ke dalam kurikulum sekolah.

Portugal menerapkan Prinsip-prinsip dan Praktek yang Baik untuk Bantuan Kemanusiaan (GHD) tahun 2006. Saat ini,
sebagian besar bantuan kemanusiaan Portugal disediakan dalam bentuk natura atau melalui organisasi-organisasi
masyarakat madani. Beberapa sumbangan darurat disalurkan melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM)
internasional dan organisasi-organisasi multilateral.

Tujuan dan Pioritas Program di Indonesia

Portugal memfokuskan upaya-upayanya pada penyusunan kebijakan kerjasama pembangunan yang lebih baik dan
lebih efisien dan telah memasukkan lebih banyak negara ke dalam daftar perencanaan bantuannya.

Dokumen tentang Orientasi Strategis Kebijakan Kerjasama, yang baru-baru ini disahkan, telah untuk pertama kali,
mempertimbangkan Indonesia sebagai negara prioritas untuk kebijakan kerjasama pembangunan Portugal, yang
mempertimbangkan, antara lain, kepentingan ikatan sejarah antara kedua negara.

Di Indonesia, Kedutaan Besar Portugal membina hubungan dengan propinsi Nusa Tenggara Timur/ NTT (terutama
Flores), Maluku Utara dan Maluku dengan tujuan untuk mengidentifikasi – melalui kerjasama dengan pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan kabupaten – proyek-proyek yang mungkin memiliki dampak langsung terhadap pembangunan
dan kualitas kehidupan masyarakat.

Selain itu, Kedutaan Besar juga memberikan sumbangan untuk mengintensifkan hubungan bilateral melalui promosi
kerjasama kota kembar dengan kota-kota Portugal.

Menanggapi bencana tsunami, Portugal turut memberikan sumbangan untuk rekonstruksi di semua negara yang terkena
dampak melalui saluran-saluran multilateral dan bantuan bilateral dengan jumlah dana keseluruhan EUR 8 juta.

Untuk bantuan langsung Aceh dan Sumatra Utara, Pemerintah Portugal menyediakan satu pesawat udara dengan tim-
tim medis, rumah sakit lapangan dan pasokan obat. Bantuan kemanusiaan ini senilai EUR 905.000.

Secara bilateral, Portugal telah menjanjikan EUR 1,5 juta untuk proyek-proyek rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah-
daerah yang terkena tsunami di Indonesia.

Saat ini, Kedutaan Besar Portugal bekerjasama dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR),
melalui Dana Perwalian Pemulihan Aceh dan Nias (RANTF-BRR), untuk pembangunan kembali Sekolah Menengah
Pertama dan pembangunan Sekolah Menengah Atas baru di kecamatan Lamno di mana penduduknya mengganggap
diri mereka sebagai ‘Orang Aceh Portugis’.

Sumbangan Portugal kepada RANTF-BRR juga akan digunakan untuk membangun Puskesmas ‘Plus’, yaitu pusat
kesehatan utama dengan sarana rawat inap terbatas yang melayani masyarakat perkotaaan, pinggiran kota dan
pedesaan, di kecamatan Lamno.

Sumbangan yang Terkait dengan Sektor Pendidikan

Pendidikan merupakan sektor yang paling penting untuk kerjasama pembangunan Portugal.

Penyebarluasan bahasa Portugis, sebagai bahasa pengantar pendidikan dan pelatihan, merupakan salah satu dari
pedoman strategis dari visi baru peranan kerjasama pembangunan Portugal. Portugal menggunakan pengajaran dan
pelatihan bahasa sebagai instrumen utama untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan dan manusia di negara-
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

negara prioritasnya. Diperlukan upaya yang cukup besar untuk melatih para guru untuk mengembangkan pengajaran,
dalam bahasa Portugis, berbagai mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan, dari pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi. Melalui promosi bahasa Portugis, yang menyatukan kebijakan bahasa dengan kebijakan budaya,
Portugal mendukung pendidikan dasar termasuk kegiatan peningkatan melek baca tulis dewasa, sehingga meningkatkan
pencapaian tujuan MDG yang kedua.

Pada tahun 2004, Portugal menandatangani suatu perjanjian dengan Universitas Indonesia, yang diwakili oleh Fakultas
Ilmu Budaya, dengan tujuan mempromosikan bahasa dan budaya Portugis di Indonesia. Dalam kerangka perjanjian
tersebut, Pemerintah Portugal, melalui lembaga-lembaga budayanya, menyediakan buku, peralatan audio-visual dan
multimedia, beasiswa untuk mahasiswa dan staf pengajar Universitas Indonesia untuk mengikuti kursus tahunan atau
musim panas tentang bahasa dan budaya Portugis di Portugal, dan membiayai satu orang dosen tetap bahasa Portugis.
Perjanjian tersebut juga mengatur tentang pengelolaan bersama kegiatan-kegiatan budaya dan program pertukaran
staf akademis dan publikasi.

Saat ini lebih dari 120 mahasiswa mengikuti kursus bahasa dan budaya Portugis di Fakultas Ilmu Budaya dan Program
Pasca Sarjana Kajian Wilayah Eropa, Universitas Indonesia.

Pelajar dan mahasiswa serta profesional dapat mengikuti juga kursus bahasa dan budaya Portugis yang ditawarkan
untuk tingkat pemula dan menengah di Kedutaan Besar Portugal di Jakarta.

Kedutaan Besar Portugal, melalui Atase Bahasa-nya dan Dosen Universitas Indonesia, secara aktif berpartisipasi dan
ikut dalam proyek Teaching Europe to Teachers yang didukung oleh Delegasi Komisi Eropa di Jakarta.

Sesuai dengan Visi Strategis kerjasama pembangunan Portugal, “Pendidikan harus berintegrasi dengan budaya, yang
merupakan bidang yang relevan dan penting untuk membangun masyarakat yang multikultur yang dapat mempromosikan
dan memanfaatkan sebaik-baiknya keberagaman budaya mereka dalam dunia global”. Kerjasama pembangunan yang
ditujukan untuk mengembangkan warisan budaya tercakup dalam konteks ini.

Dalam bidang kerjasama lintas budaya antara Portugal dan Indonesia, saat ini terdapat beberapa prakarsa yang relevan.
Kegiatan-kegiatan ini terutama mempertimbangkan sejarah panjang hubungan Portugal dan Indonesia dan pentingnya
menjaga warisan dan pengaruh Portugal di Indonesia. Dalam konteks ini, beberapa proyek riset akademis telah dimulai
terutama terkonsentrasi di propinsi NTT, Maluku Utara dan Maluku.

Tujuan dari misi-misi keahlian ini adalah untuk mengidentifikasi, mengetahui tanggal dan mencirikan obyek-obyek dan
ungkapan-ungkapan sosial, seperti tarian dan musik, dengan memperhitungkan kemungkinan pengaruh Portugal.
Beberapa proyek yang sedang berlangsung adalah inventarisasi Arsitektur Militer Indonesia (abad 16 dan 17) yang
memiliki pengaruh Portugal, uraian tentang Sumber Portugal utama untuk Sejarah Indonesia, baik oleh peneliti dari
Lembaga Riset Keilmuan Tropik (IICT) di Lisbon, suatu studi tentang pengaruh Portugal pada musik dan tarian Indonesia
oleh ahli etnomusikologi dari Lisbon Nova University dan kajian sejarah, etnik dan budaya masyarakat ‘Portugis’ di Tugu
(Jakarta Utara) oleh seorang peneliti Portugal. Pada saat ini sedang disiapkan tema-tema lainnya.

Kegiatan inventarisasi dan misi tersebut didukung oleh dua Yayasan, yaitu Gulbenkian dan Oriente, Bank Portugal dan
investor Portugal di Indonesia, pemerintah daerah dan kabupaten, serta Asosiasi Persahabatan dan Kerjasama Portugal
Indonesia (ALIAC) di Lisbon.

Kontak

Kedutaan Besar Portugal


Jl Indramayu No 2A, Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 3190 8030
Fax (+62 21) 3190 8031
e-mail: porembjak@cbn.net.id
www.embassyportugaljakarta.or.id
General Overview of Romanian Development Priorities

As a new member of the European Union (EU), since 1 January 2007, Romania’s assistance development programmes
are mainly integrated in the framework of the European Neighborhood Policy (ENP).

Romania’s development assistance significantly addresses its foreign policy priorities, pursued within the
EU framework:
• creating an area of stability, security, prosperity and democracy in the Black Sea region
• long term democratic stability and fostering the integration of the Western Balkans in the Euro-Atlantic system
• supporting the countries of the Southern Caucasus in implementing the individual Action Plans related
to the ENP.

Romanian Assistance in the field of Education in Indonesia

In the aftermath of the earthquake and tsunami which have hit the province of Aceh, Romania has decided to implement
its only development assistance program to Indonesia in the educational sector.

With a contribution of USD 115,000, Romania has built an elementary school in Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam
during the first half of 2006 and has donated several computers as well as other educational materials.

The school was inaugurated on 5 June 2006 and the Romanian Embassy in Jakarta has pledged to continue the
established connection with the Singkil regency and further provide educational assistance.

Contact

Embassy of Romania
Jl Teuku Cik Ditiro 42, Menteng
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 390 0489, 310 6240
Fax (+62 21) 310 6241
e-mail: romind@indosat.net.id
Gambaran Umum mengenai Prioritas Pembangunan Romania

Sebagai anggota baru dari Uni Eropa, yaitu sejak 1 Januari 2007, sebagian besar program bantuan pembangunan
Romania terintegrasi dengan kerangka Kebijakan Lingkungan Eropa (ENP).

Bantuan pembangunan Romania secara signifikan berusaha mencapai prioritas kebijakan luar negerinya, yang dilakukan
dalam kerangka Uni Eropa:
• menciptakan stabilitas, kemanan, kesejahteraan, dan demokrasi di wilayah Laut Hitam
• stabilitas demokrasi jangka panjang dan memberi dukungan atas integrasi Balkan Barat ke dalam sistem Euro-
Atlantik
• mendukung negara-negara Kaukasus Selatan dalam melaksanakan Rencana Aksi masing-masing terkait dengan
ENP.

Bantuan Romania dalam bidang Pendidikan di Indonesia

Setelah gempa bumi dan tsunami melanda propinsi Aceh, Romania telah memutuskan untuk melaksanakan program
bantuan pembangunannya hanya untuk Indonesia di bidang pendidikan.

Dengan kontribusi sebesar USD 115.000, Romania telah membangun sekolah dasar di Singkil, Nanggroe Aceh
Darussalam, selama semester pertama tahun 2006 dan telah menyumbangkan beberapa komputer serta bahan-bahan
pendidikan lainnya.

Sekolah tersebut diresmikan pada tanggal 5 Juni 2006 dan Kedutaan Besar Romania di Jakarta telah berkomitmen
untuk meneruskan hubungan yang sudah dibentuk dengan kabupaten Singkil dan untuk terus memberikan bantuan
pendidikan.

Kontak

Kedutaan Besar Romania


Jl Teuku Cik Ditiro 42A, Menteng
Jakarta, Indonesia
Tel (+62 21) 390 0489, 310 6240
Fax (+62 21) 310 6241
e-mail: romind@indosat.net.id
Slovakia and Implementation of the Millennium Development Goals

The Slovak development cooperation comprises a wide array of political, programme and project activities carried out
by with the participation of Slovakia and international community. It is an inseparable part of Slovakia’s foreign policy
and has grown in importance; in 2006, its scope has become much broader.

Slovakia, currently as a non-permanent member of the Security Council (SC) of the United Nations (UN), is more intensively
involved in addressing global issues, which are often connected with the provision of support to the developing world.

After the September 2005 UN summit in New York, the topic of the attainment of Millennium Development Goals (MDGs)
has come again to the fore and got into the centre of attention of the international community. Through its top
representatives Slovakia has declared its unambiguous adherence to the pursuit of these goals. This verbal support
has also been reflected in the practical foreign policy of the Slovak Republic.

Slovakia has used a two-year membership of the SC which has started in 2006 and its position in specialised UN
agencies and in other international groupings to contribute to the international development. Key multilateral partners
of the Slovak Republic in the area of the provision of development assistance continue to be the UN Development
Programme (UNDP), World Food Programme (WFP), Food and Agricultural Organisation (FAO) and UN Industrial
Development Organisation (UNIDO), approved by the Slovak Government in the Medium-Term Official Development
Assistance (ODA) Concept for 2003-2008.

The Slovak Republic is working towards the attainment of millennium goals by gradually increasing the amount of its
development assistance, trade liberalisation and debt relief. In connection with relieving the debt of the countries
included in the category of heavily indebted poor countries (HIPCs), the Slovak Government has positively responded
to the International Monetary Fund (IMF) appeal and has gradually written off the debt of all the countries in this category.

The attainment of MDGs is also translated in direct bilateral assistance to developing countries.

Development Financing

The European Council decided that new EU Member States must strive to reach the share of 0.17% of the GDP in 2010
and/or 0.33% in 2015. The 0.17% share of ODA in the GDP of Slovakia would, in absolute terms, amount to approximately
SKK 3.2 billion (EUR 91 million) in 2010 and the 0.33% share in Slovakia’s GDP would represent SKK 7.8 billion (EUR
222 million) in 2015.

An important element is also the structure of financing of Slovak ODA. While there has been a year-on-year increase in
the overall level of assistance, the share of bilateral projects through projects carried out by Slovak entities represents
less than 15%. Yet, bilateral project assistance represents a direct foreign policy instrument, drawing on Slovakia’s
know-how and experience, increasing her visibility and deepening relations with developing coutries. Therefore, Slovakia
is gradually changing the proportions of the resources devoted to bilateral projects in the total volume of assistance,
as in the case of most standard donors.

Establishment of Institution for Slovak Development Assistance

On 1 January 2007 the Agency for International Development Cooperation – Slovak Aid – was established with the aim
to improve effectiveness of the assistance provision and to support implementation of the Slovak Republic’s international
commitments in the field of official development. The new system will enhance efficiency and flexibility of cooperation
with non-governmental organisations, academic sector, entrepreneurs, state and local authorities in the framework of
programmes and projects of the Slovak ODA.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Humanitarian Aid

Humanitarian aid is the key component of the system of the official development aid. Throughout 2006 Slovakia
continued to participate in the humanitarian assistance to Indonesia, particularly in Aceh. The Slovak Red Cross in
coordination with the German and the Swiss Red Cross contributed to the construction of two schools and a dormitory
for 350 orphans which are to be completed in 2007. Furthermore, in the aftermath of the May 2006 Yogyakarta
earthquake, Slovakia has provided to survivors a humanitarian relief aid consisting of moveable assets as tents, covers
and clothes in total value of SKK 4 million (EUR 110,000).

Contact

Embassy of the Slovak Republic


Jl Prof Mohammad Yamin, SH No 29
Jakarta Pusat 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 310 1068
Fax (+ 62 21) 310 1180
Slovakia dan Implementasi Tujuan Pembangunan Milenium

Kerjasama pembangunan Slovakia mencakup berbagai kegiatan politik, rencana aksi dan proyek yang dilaksanakan
dengan partisipasi Slovakia dan masyarakat internasional. Hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari politik
luar negeri Slovakia dan ini menjadi sangat penting: tahun 2006, cakupannya makin diperluas.

Slovakia yang dewasa ini anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) makin intensif
terlibat dalam menangani isu-isu global yang sering kali berkaitan dengan ketentuan membantu pembangunan dunia.

Setelah Pertemuan Puncak PBB pada bulan September 2005 di New York, topik untuk mencapai Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) mengemuka kembali dan menjadi pusat perhatian masyarakat internasional. Melalui wakil-wakilnya,
Slovakia menyatakan dengan gamblang kesediaannya untuk mencapai tujuan tersebut. Dukungan lisan ini juga tercermin
dari politik luar negeri praktis Republik Slovakia.

Slovakia menggunakan masa dua tahun keanggotaannya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sejak
2006 dan posisinya di badan-badan khusus PBB serta grup-grup internasional lainnya untuk memberikan sumbangsihnya
guna pembangunan dunia. Mitra-mitra multilateral penting Republik Slovakia dalam bidang bantuan pembangunan
masih tetap: Program Pembangunan PBB (UNDP), Program Pangan Dunia (WFP), Badan Pangan dan Pertanian (FAO)
dan Organisasi Pembangunan Industri PBB (UNIDO) yang disetujui oleh Pemerintah Slovakia seperti tertera dalam
Konsep Jangka Menengah Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) 2003-2008.

Republik Slovakia sedang berupaya mencapai MDG dengan berangsur-angsur meningkatkan jumlah bantuan pembangunan,
liberalisasi perdagangan dan pengurangan utang. Sehubungan dengan upaya membantu negara-negara yang tergolong
negara miskin yang berutang banyak (HIPC) pemerintah Slovakia telah secara positif merespons seruan Dana Moneter
Internasional (IMF) dan secara bertahap menghapus hutang negara-negara yang masuk dalam golongan ini.

Mencapai MDG adalah juga dalam bentuk bantuan bilateral langsung kepada negara-negara berkembang.

Pembiayaan Pembangunan

Dewan Eropa memutuskan negara-negara anggota baru Uni Eropa harus berusaha mencapai angka 0,17% dari PDB
mereka untuk ODA pada tahun 2010 dan atau 0,33% pada tahun 2015. Sumbangan 0,17% dari PDB Slovakia tahun
2010 akan berjumlah kira-kira SKK 3,2 juta (EUR 91 juta) sedangkan untuk tahun 2015 mencapai SKK 7,8 juta
(EUR 222 juta).

Juga merupakan unsur penting adalah struktur ODA Slovakia. Sementara ada peningkatan jumlah bantuan secara
keseluruhan dari tahun ke tahun, bantuan proyek bilateral pada kenyataannya adalah kurang dari 15%. Namun bantuan
proyek bilateral merupakan alat politik luar negeri langsung yang menggambarkan ketrampilan dan pengalaman Slovakia,
meningkatnya wawasan dan dipereratnya hubungan dengan negara-negara berkembang. Karenanya, Slovakia secara
bertahap merubah proporsi sumber untuk proyek-proyek bilateral dalam volume keseluruhan bantuan seperti kebanyakan
negara-negara donor.

Pembentukan Institusi untuk Bantuan Pembangunan Slovakia

Pada tanggal 1 Januari 2007 Badan untuk Kerjasama Pembangunan Internasional – Slovak Aid – dibentuk dengan
tujuan memperbaiki efektifitas penyediaan bantuan dan mendukung implementasi komitmen internasional Republik
Slovakia di bidang pembangunan resmi. Sistem baru ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas
kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat, pihak akademisi, pengusaha, pemerintah pusat dan daerah dalam
rangka program dan proyek ODA Slovakia.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan Kemanusiaan

Bantuan kemanusiaan merupakan komponen penting dari sistem dana pembangunan resmi. Selama tahun 2006
Slovakia melanjutkan peran sertanya dalam memberi bantuan kemanusiaan kepada Indonesia, terutama di Aceh.
Palang Merah Slovakia berkoordinasi dengan Palang Merah Jerman dan Palang Merah Swiss dalam memberi sumbangan
bagi pendirian dua gedung sekolah dan satu rumah yatim piatu untuk 350 anak, yang akan selesai tahun 2007 ini.
Selanjutnya, untuk pasca gempa Mei 2006 di Yogyakarta, Slovakia telah memberi bantuan kemanusiaan kepada para
korban berupa aset bergerak seperti tenda, selimut dan pakaian yang bernilai SKK 4 juta ( EUR 11 juta).

Kontak

Kedutaan Besar Republik Slovakia


Jl Prof Mohammad Yamin, SH No 29
Jakarta Pusat 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 310 1068
Fax (+ 62 21) 310 1180
Organisation of Development Assistance

International development cooperation is as an integral element of Finland's foreign policy, and it is administered by
the Ministry for Foreign Affairs. The Finnish Parliament and Government decide on the development cooperation budget
on an annual basis. Finland's development policy is steered by the government resolution on development policy from
February 2004. In the resolution, Finland decided to direct the majority of aid to bilateral development cooperation and
will raise the share of countries that are Finland's long-term cooperation partners (i.e. Mozambique, Tanzania, Ethiopia,
Zambia, Kenya, Nicaragua, Vietnam and Nepal) to 60% of all country and regional support. The Government also aims
to increase non-governmental organisations (NGOs) share of development cooperation gradually to 14% of development
cooperation volume.

Global Policies and Priorities

The development cooperation policy adopted by the Government of Finland is firmly based on the United Nations (UN)
Millennium Development Goals (MDGs). Its primary development objective is the eradication of extreme poverty.

The goals of Finnish development policy are: promotion of global security, cooperation and welfare, reduction of
widespread poverty, promotion of human rights, democracy, prevention of global environmental problems and
encouragement of sustainable development, and promotion of economic dialogue.

Global Level Assistance

The actual disbursements for Finland's international development cooperation for 2005 totalled USD 902 million – a
29.9% rise from the previous year – and equivalent to 0.46% of GNP. There has been a constant rising trend in Finnish
development cooperation volume since 1996.

Priorities in Indonesia

Indonesia is not one of the above-mentioned long term development cooperation partners of Finland, and is thus not
a recipient of major bilateral assistance from Finland. However, Finland supports the promotion of human rights, gender
equality and good governance through a specific Local Cooperation Fund (LCF), administered by the Finnish Embassy.
Through the LCF, Finland also supports the Aceh peace process as well as some cultural initiatives. In the year 2006,
the Embassy allocated EUR 350,000 to local Indonesian NGOs and community-based organisations (CBOs). In addition
to the LCF, Finland supports the post-tsunami transition and reconstruction efforts in Aceh with two on-going projects
as well as by contributing to the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias. In total, Finland's contribution to the Aceh
reconstruction effort (including humanitarian aid) in the years 2005-2007 is approximately EUR 13 million. Finland also
contributed EUR 1.5 million to the Java Reconstruction Fund (JRF) as a response to the Yogyakarta earthquake.

Future Directions

Committing to international development objectives requires that Finland increases its funding to international development
cooperation. The government's goal is to reach the UN target of 0.7% of GNP as by the year 2010, economic conditions
permitting.

Contact

Embassy of Finland
Menara Rajawali, 9th floor, Jl Mega Kuningan Lot # 5.1
Kawasan Mega Kuningan, Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21) 576 1650, Fax (+62 21) 576 1631
www.finland.or.id
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Kerjasama pembangunan internasional merupakan unsur yang tidak terlepaskan dari kebijakan luar negeri Finlandia,
dan dikelola oleh Departemen Luar Negeri. Parlemen dan Pemerintah Finlandia menetapkan anggaran kerjasama
pembangunan setiap tahun. Kebijakan pembangunan Finlandia ditetapkan dengan keputusan pemerintah tentang
kebijakan pembangunan sejak Februari 2004. Berdasarkan keputusan tersebut, Pemerintah Finlandia memutuskan
untuk mengalokasikan sebagian besar bantuan untuk kerjasama pembangunan bilateral dan menambah porsi untuk
negara-negara yang merupakan mitra kerjasama pembangunan jangka panjang Finlandia (seperti Mozambik, Tanzania,
Ethiopia, Zambia, Kenya, Nikaragua, Vietnam dan Nepal) menjadi 60% dari seluruh dukungan negara dan wilayah.
Pemerintah juga bermaksud untuk meningkatkan porsi kerjasama pembangunan bagi lembaga swadaya masyarakat
(LSM) secara bertahap menjadi 14% dari volume kerjasama pembangunan.

Kebijakan dan Prioritas Global

Kebijakan kerjasama pembangunan yang dianut oleh Pemerintah Finlandia dibuat berdasarkan Tujuan Pembangunan
Milenium (MDG) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Tujuan pembangunan utamanya adalah penghapusan kemiskinan
yang parah.

Sasaran-sasaran kebijakan pembangunan Finlandia adalah: peningkatan keamanan, kerjasama dan kesejahteraan
dunia, pengentasan kemiskinan, penghargaan atas hak-hak asasi manusia, demokrasi, pencegahan masalah-masalah
lingkungan global dan dukungan untuk pembangunan yang berkelanjutan, serta peningkatan dialog ekonomi.

Bantuan Tingkat Global

Jumlah aktual penyaluran dana untuk kerjasama pembangunan internasional Finlandia untuk tahun 2005 adalah
sebesar USD 902 juta – yaitu meningkat sebesar 29,9% dibandingkan angka tahun sebelumnya – dan setara dengan
0,46% dari PNB. Volume kerjasama pembangunan Finlandia menunjukkan kecenderungan peningkatan sejak tahun
1996.

Prioritas di Indonesia
Indonesia bukan merupakan salah satu dari mitra kerjasama pembangunan jangka panjang Finlandia yang disebutkan
di atas, dan oleh karena itu bukan merupakan penerima bantuan bilateral utama dari Finlandia. Akan tetapi, Finlandia
mendukung upaya peningkatan hak-hak asasi manusia, kesetaraan jender dan tata pemerintahan yang baik yaitu
melalui Dana Kerjasama Lokal (LCF) khusus, yang dikelola oleh Kedutaan Besar Finlandia. Melalui LCF, Finlandia juga
mendukung proses perdamaian Aceh serta beberapa kegiatan budaya. Pada tahun 2006, Kedutaan Besar mengalokasikan
dana sebesar EUR 350.000 untuk LSM Indonesia di daerah dan organisasi kemasyarakatan. Selain LCF, Finlandia
mendukung upaya transisi dan rekonstruksi pasca tsunami di Aceh dengan dua proyek yang saat ini sedang berlangsung
serta memberikan sumbangan kepada Dana Multi Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias. Secara keseluruhan, kontribusi
Finlandia untuk upaya rekonstruksi Aceh (termasuk bantuan kemanusiaan) pada tahun 2005-2007 adalah sekitar EUR
13 juta. Finlandia juga menyumbang dana sebesar EUR 1,5 juta untuk Dana Rekonstruksi Jawa (JRF) sebagai tangapan
atas gempa bumi Yogyakarta.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Arah di Masa Datang

Komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan internasional mengharuskan Finlandia untuk meningkatkan jumlah
pendanaannya untuk kerjasama pembangunan internasional. Sasaran pemerintah adalah untuk mencapai target yang
ditetapkan PBB yaitu 0,7% dari GNP pada tahun 2010, apabila kondisi perekenomian memungkinkan.

Kontak

Kedutaan Besar Finlandia


Menara Rajawali, Lantai 9
Jl Mega Kuningan Lot # 5.1
Kawasan Mega Kuningan
Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21)576 1650
Fax (+62 21) 576 1631
www.finland.or.id
Organisation of Development Assistance

Reporting to the Ministry for Foreign Affairs, Swedish International Development Cooperation Agency (Sida) is the Swedish
government agency responsible for international development cooperation. The Swedish Parliament and Government
decide on the development cooperation budget, the countries with which Sweden shall have programmes of development
cooperation, and the focus of Swedish cooperation. Country strategies are produced jointly by the Ministry for Foreign
Affairs and Sida.

Global Policies and Priorities

The government bill on Sweden's Policy for Global Development was adopted by the Parliament in December 2003.
Development cooperation was given one single goal: to help create conditions that enable poor people to improve their
lives. In addition, two perspectives – the rights perspective and the perspective of the poor – shall permeate all work.

The policy is based on the right of all people to live in dignity, free from poverty. Democracy, gender equality and the
rights of the child are fundamental principles. This policy is aiming at contributing to the achievement of the United
Nations (UN) Millennium Development Goals (MDGs) to halve poverty by the year 2015.

Global Level of Assistance

In 2005, a total of EUR 2.6 billion was allocated to international development cooperation. This corresponds to EUR 270 per
year and person in Sweden. Most of these funds, EUR 1.5 billion or 55%, have been placed at the disposal of Sida.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Swedish support to Indonesia began in 1986. Sweden is supporting democratic development in Indonesia and initiatives
that contribute to increased respect for human rights and environmentally sustainable development. The current regional
strategy for co-operation with South East Asia, including Indonesia applies to the period 2005-2009.

The scale of Swedish development cooperation will remain small in comparison with that of many other donors, even
after a sizable boost in support volumes to approximately EUR 10 million per year. Efforts will therefore be focused on
few areas where reform processes need support.

At present (February 2007), Sida is cooperating with the following organisations, agencies and ministries in Indonesia:
• Directorate General of Taxation of the Ministry of Finance
• Centre for Democracy and Human Rights Studies (DEMOS)
• Ministry for Marine and Fisheries
• Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias
• Radio Republik Indonesia (RRI)
• Raoul Wallenberg Institute
• Directorate General of Air Communications of the Ministry of Transportation
• Tifa Foundation/ Legal Aid Institute (LBH)
• UN Development Programme (UNDP)/ Partnership for Governance Reform
• Water and Sanitation Programme (WSP)

Contact

Embassy of Sweden
Menara Rajawali, 9th floor, Jl Mega Kuningan Lot # 5.1
Kawasan Mega Kuningan, Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21) 2553 5900, Fax (+62 21) 576 2691
e-mail: ambassaden.jakarta@foreign.ministry.se
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (Sida) yang bertanggung jawab kepada Kementerian Luar Negeri
adalah instansi pemerintah Swedia yang bertanggung jawab atas kerjasama pembangunan internasional. Parlemen
dan Pemerintah Swedia membuat keputusan tentang anggaran kerjasama pembangunan, negara-negara yang akan
digandeng Swedia dalam program-program kerjasama pembangunan, serta fokus kerjasama Swedia. Strategi negara
dibuat oleh Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Sida.

Kebijakan dan Prioritas Global

Rancangan undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah tentang Kebijakan Swedia untuk Pembangunan Global
telah disahkan oleh Parlemen pada bulan Desember 2004. Kerjasama pembangunan diberikan dengan satu tujuan
semata: membantu penciptaan keadaan yang membuka peluang bagi kaum miskin untuk meningkatkan taraf hidup
mereka. Selain itu, seluruh pekerjaan harus diwarnai oleh dua persepktif, yaitu perspektif tentang hak dan perspektif
tentang rakyat miskin.

Kebijakannya didasari oleh hak seluruh rakyat untuk hidup secara terhormat, bebas dari kemiskinan. Demokrasi,
kesetaraan gender dan hak-hak anak merupakan prinsip-prinsip mendasar. Kebijakan tersebut bertujuan untuk
memberikan kontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
untuk mengurangi jumlah kaum miskin hingga separuhnya pada tahun 2015.

Tingkat Bantuan Global

Pada tahun 2005, dana sebesar EUR 2,6 milyar dialokasikan untuk kerjasama pembangunan internasional. Hal tersebut
setara dengan EUR 270 per tahun per orang di Swedia. Sebagian besar dana tersebut, EUR 1,5 milyar atau 55%, telah
disalurkan melalui Sida.

Sasaran dan Prioritas Program di Indonesia

Bantuan Swedia untuk Indonesia dimulai pada tahun 1986. Swedia memberikan dukungan untuk pembangunan
demokrasi di Indonesia dan upaya-upaya yang memberikan kontribusi kepada penghargaan atas hak azasi manusia
dan pembangunan yang berkesinambungan. Strategi yang saat ini diterapkan untuk kerjasama dengan Asia Tenggara,
termasuk Indonesia berlaku untuk periode 2005-2009.

Skala kerjasama pembangunan dari Swedia akan tetap kecil dibandingkan dengan donor-donor lainnya bahkan setelah
tambahan volume bantuan yang cukup besar yaitu sekitar EUR 10 milyar per tahun. Karena itu upaya-upaya akan
difokuskan pada beberapa daerah dimana proses reformasi memerlukan bantuan.

Saat ini (Februari 2007), Sida bekerjasama dengan organisasi, badan dan departemen berikut ini di Indonesia:
• Direktorat Jenderal Perpajakan
• Pusat Studi Demokrasi dan Hak-hak Azasi Manusia (DEMOS)
• Departemen Kelautan dan Perikanan
• Dana Multi Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias
• Radio Republik Indonesia (RRI)
• Raoul Wallenberg Institute
• Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
• Yayasan Tifa / Lembaga Bantuan Hukum
• Program Pembangunan PBB (UNDP)/ Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan
• Program Air dan Sanitasi (WSP)
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kontak

Kedutaan Besar Swedia


Menara Rajawali, Lantai 9
Jl Mega Kuningan Lot # 5.1
Kawasan Mega Kuningan
Jakarta 12950 Indonesia
Tel (+62 21) 2553 5900
Fax (+62 21) 576 2691
e-mail: ambassaden.jakarta@foreign.ministry.se
Background on Development Assistance

The Department for International Development (DFID) is the United Kingdom (UK) Government department responsible
for promoting sustainable development and reducing poverty. The central focus of the Government’s policy, based on
the 1997 and 2000 White Papers on International Development is a commitment to the internationally agreed Millennium
Development Goals (MDGs), to be achieved by 2015.

These seek to:


• Eradicate extreme poverty and hunger
• Achieve universal primary education
• Promote gender equality and empower women
• Reduce child mortality
• Improve maternal health
• Combat HIV/AIDS, malaria and other diseases
• Ensure environmental sustainability
• Develop a global partnership for development.

DFID’s assistance is concentrated in the poorest countries of Sub-Saharan Africa and Asia, but also contributes to
poverty reduction and sustainable development in middle-income countries, including those in Latin America and Eastern
Europe. The untied UK aid policy commenced since April 2001 means better value for money and has a greater impact
on poverty reduction. DFID works in partnership with governments committed to the MDGs, civil society, private sector
and the research community. DFID also works with multilateral institutions, including the World Bank, United Nations
(UN) agencies, and the European Commission (EC).

DFID is represented in Cabinet by the Secretary of State for International Development, The Rt Hon Hilary Benn MP, and
by a Minister of State and a Parliamentary Under Secretary of State, Mr Gareth R. Thomas MP.

DFID’s Programme in Indonesia

DFID focuses on the following areas:


• Pro-poor policy formulation
• Governance Reform, including Conflict Prevention and Reduction
• Promoting forest management reforms that would benefit poor people who depend upon forest resources
• Under-performing MDGs, including HIV and AIDS, tuberculosis and maternal mortality

In 2006, DFID’s development programme has continued to push the harmonisation and development effectiveness
agenda by working closely with partners in two key areas:
i) Making decentralisation work for the poor – providing support to local governments and civil society through a
Decentralisation Support Facility (DSF) joint office, in cooperation with the World Bank and other donors
ii) Support to off-track MDGs in the health sector, including a Partnership Programme of GBP 25 million for HIV/AIDS
in Indonesia, safer motherhood programmes of over GBP 13.2 million with the UN Children’s Fund (UNICEF) and
German Technical Cooperation (GTZ), and GBP 2 million through World Health Organisation (WHO) for Tuberculosis
Control in Indonesia.

Current Portfolio of Programmes

• Multi-stakeholder Forestry Programme (MFP): 2000-2007 (GBP 25.15 million)


Aims to empower a wide group of stakeholders and to help promote an environment in which the poor can earn
improved livelihoods from and gain a greater role in the management of forest resources.
• Decentralisation Support Facility (DSF) Phase 2: 2005-2009 (GBP 30 million)
The DSF aims to put the Government of Indonesia firmly in the lead in setting the strategic framework for
decentralisation, and will facilitate the Government of Indonesia’s efforts to bring donors together around
European Union Development Co-operation in Indonesia

a common strategy. The DSF is a real and virtual office, which offers a range of common services and incentives
to government, civil society, and other donors. Through a mix of technical assistance and programmes, the DSF
works to increase support to local level government officials and civil society organisations.
• Partnership to Support Governance Reform: 2003-2007 (GBP 4.7 million)
Aims to improve government systems to be more transparent, accountable and reflect wider civil society participation
in governance processes.
• Poverty Reduction Partnership Programme: 2002-2008 (GBP 19.4 million)
To strengthen the capability of central and local government in Indonesia to understand and address the causes
of poverty and vulnerability. Funds channeled through the World Bank and Asian Development Bank (ADB), Oxfam
and the Asia Foundation. The intended beneficiaries are Indonesia’s poor.
• Initiatives for Local Governance Reform: 2005-2009 (GBP 6.84 million)
Co-financing with World Bank of support for piloting governance reform in 40 districts (kabupatens) in five clusters
across nine provinces aimed at enhancing citizen participation, expanding pro-poor policies, budgetary and
regulatory transparency, strengthened fiscal accountability and better service delivery.
• Support for Conflict Reduction: 2004-2008 (Annual allocation from centrally controlled Global Conflict Prevention
Pool (GCPP fund)
The Global Conflict Prevention Pool is strategy of three UK governmental departments (DFID, Foreign and
Commonwealth Office (FCO) and Ministry of Defence (MOD) to improve conditions and reduce conflict and its
causes.
• Support for Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI): 2007-2008
DFID supports EITI to help Indonesia strengthen transparency and accountability as well as reduce the considerable
government risks associated with extractive industry revenues.
• HIV/AIDS: 2005-2008 (GBP 25 million)
DFID is the first donor to contribute to the Indonesian Partnership Fund for HIV/AIDS, which will provide other
potential donors with a low transaction cost vehicle for fund management. This demonstrates DFID’s commitment
to principles of alignment under a Government of Indonesia National Strategy. It will make a major contribution
to a harmonised response, by working with and through UN agencies, other donors and Indonesian civil society
(as implementing partners).
• Improving Maternal Health in Indonesia: 2006-2009 (GBP 13 million)
To improve health services, systems and behaviours that influence pregnancy and birth outcomes in 23 selected
districts in the province of West, Central and East Java, Banten, South Sulawesi, Maluku, North Maluku, East Nusa
Tenggara (NTT) and West Nusa Tenggara (NTB) through UNICEF and GTZ.
• Tuberculosis Control: 2005-2008 (GBP 2 million)
To provide effective diagnosis and treatment for all patients with tuberculosis within existing health care systems
in Indonesia, and measures progress toward achievement of the MDG targets.
• Conflict Prevention and Recovery Unit, Phase II: 2006-2009 (GBP 2 million)
DFID works with the UN Development Programme (UNDP) to assist Government and civil society to design and
implement crisis sensitive policies, mechanism and programmes to reduce vulnerability of communities in
target areas.
• Support for Yogyakarta and Java Earthquake: 2006-2007 (GBP 5 million)
Reconstruction of earthquake affected areas of Yogyakarta, Central Java and West Java through contribution
channeled through Java Reconstruction Fund (JRF) which is administered by the World Bank.

Tsunami Response

Following the GBP 55 million in immediate emergency relief for the earthquake and tsunami that hit Aceh and North
Sumatra in December 2004, the UK is also committed a further GBP 58 million to longer term reconstruction.

Significant resources are now being allocated to restoring damaged infrastructure, procurement’s capacity building to
support the reconstruction projects as well as promoting accountability in the use of reconstruction fund through
several organisations:
• Support through the Multi Donor Fund (MDF): 2005-2009 (GBP 38.5 million)
European Union Development Co-operation in Indonesia

The MDF supports an intergrated approach to community recovery including the provision of housing, land titling
and community infrastructure, district and provincial level infrastructure and transport, capacity building for local
actors and projects which supports the sustainable management of the environment.
• Emergency Response and Transitional Recovery: 2005-2007 (GBP 10 million)
The project is intended to support the livelihoods component of the Emergency Response and Transitional Recovery
programme which has helped people get back to work, reactivation of home industries and small trades and
improving economic infrastructure.
• Support to the Poor and Disadvantages Area (SPADA): 2006-2009 (GBP 6 million)
SPADA programme is working through district governments to provide procurement and financial management
services in the first six months of the project that will help to deliver improved economic infrastructure and social
services to areas recovering from the earthquake, tsunami and conflict.
• Transparency International Indonesia: 2006-2007 (GBP 560,000)
In order to increase the participation of the Acehnese people and to reform local governance practices to prevent
corruption and to promote good governance in the process of reconstruction of Aceh, DFID is supporting Transparency
International Indonesia to implement a community-based monitoring system.
• Decentralisation Support Facility (DSF) – Aceh Window: 2006-2008 (GBP 3 million)
DFID is working with DSF to support Government and implementing partners' ability to assist tsunami-affected
communities to rebuild their lives.
• Procurement Technical Assistance to Reconstruction and Rehabilitation Agency and the World Bank’s SPADA
Programme: 2006-2008 (GBP 500,000)
To provide procurement advisory services to the Aceh and Nias Rehabilitation and Reconstruction Agency (BRR)
and Capacity Building Support on Procurement and Financial Management to Local Government of Aceh through
the World Bank's SPADA Programme.

Levels of Assistance – Disbursements and Projected Forecasts

Financial Year (UK) – Spend (excluding tsunami response funding)

01/02 - GBP 7.42 million


02/03 - GBP 11.17 million
03/04 - GBP 10.79 million
04/05 - GBP 17.9 million
05/06 - GBP 32.5 million
06/07 - GBP 35.2 million

Contact

Embassy of the United Kingdom


Jl MH Thamrin No 75
Jakarta Pusat 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 315 6264, 314 4229
Fax (+62 21) 314 1824
Latar Belakang Bantuan Pembangunan

Departemen Pembangunan Internasional (DFID) adalah sebuah departemen dalam Pemerintah Inggris yang
bertanggungjawab untuk mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan. Fokus
utama kebijakan Pemerintah, berdasarkan pada White Paper tahun 1997 dan 2000 tentang Pembangunan Internasional
adalah komitmen pemerintah terhadap Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang telah disepakati secara
internasional, yang akan dicapai pada tahun 2015. Sasaran-sasaran tersebut merupakan upaya untuk:
• Penghapusan kemiskinan
• Pendidikan dasar untuk semua
• Persamaan gender
• Penurunan angka kematian anak
• Peningkatan kesehatan ibu
• Perlawanan terhadap penyakit
• Memastikan kesinambungan lingkungan hidup
• Kerjasama global.

Bantuan DFID terkonsentrasi pada negara-negara paling miskin di Afrika Sub-Sahara dan Asia, tetapi juga memberikan
sumbangan untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan di negara-negara yang memiliki pendapatan
menengah, seperti di Amerika Latin dan Eropa Timur. Kebijakan bantuan Inggris yang tidak mengikat yang dimulai sejak
bulan April 2001 telah meningkat jumlahnya dan memiliki dampak yang lebih besar terhadap upaya pengentasan
kemiskinan. DFID menjalin kerjasama dalam bentuk kemitraan dengan pemerintah-pemerintah yang memiliki komitmen
terhadap MDG, masyarakat madani, sektor swasta dan komunitas ilmiah. DFID juga bekerjasama dengan lembaga-
lembaga multilateral, seperti Bank Dunia, badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Komisi Eropa.

Dalam kabinet pemerintahan, DFID diwakili oleh Menteri Pembangunan Internasional, Hilary Benn MP, dan oleh seorang
Menteri Muda Gareth R Thomas MP.

Program DFID di Indonesia

Fokus DFID diarahkan pada bidang-bidang berikut ini:


• Perumusan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin
• Reformasi Pemerintahan, termasuk Pencegahan dan Pengurangan Konflik
• Mempromosikan reformasi pengelolaan hutan yang menguntungkan masyarakat miskin berdasarkan sumber
daya hutan yang ada
• MDG yang tidak tertangani dengan baik, seperti HIV/AIDS, tuberkulosis dan kematian ibu

Pada tahun 2006, program pembangunan DFID terus mendorong penyelarasan dan pengembangan agenda efektifitas
melalui kerjasama yang erat dengan para mitra dalam dua bidang utama:
i) Membuat desentralisasi menjadi bermanfaat untuk masyarakat miskin – memberikan dukungan kepada
pemerintah-pemerintah daerah dan masyarakat madani melalui pembentukan kantor bersama Fasilitas Pendukung
Desentralisasi (DSF), bekerjasama dengan Bank Dunia dan para donor lainnya
ii) Dukungan terhadap sektor kesehatan yang kurang berhasil untuk mencapai MDG, termasuk Program Kemitraan
senilai GBP 25 juta untuk HIV/AIDS di Indonesia, program-program keselamatan ibu senilai lebih dari GBP 13,2
juta dengan Dana Anak-anak PBB (UNICEF) dan Kerjasama Tehnis Jerman (GTZ), dan program senilai GBP 2 juta
melalui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pengendalian tuberkulosis di Indonesia.

Daftar Program yang Sedang Berjalan

• Program Kehutanan bagi Multi-Pemangku Kepentingan (MFP): 2000-2007 (GBP 25,15 juta)
Bertujuan untuk memberdayakan berbagai kelompok pemangku kepentingan dan membantu mempromosikan
lingkungan hidup di mana masyarakat miskin dapat meningkatkan perolehan pendapatan dan memiliki peranan
yang lebih besar dalam pengelolaan sumber daya kehutanan.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

• Fasilitas Pendukung Desentralisasi (DSF) Tahap 2: 2005-2009 (GBP 30 juta)


DSF bertujuan untuk memastikan bahwa Pemerintah Indonesia menjadi pemimpin dalam penetapan kerangka
strategis desentralisasi, dan memfasilitasi upaya-upaya Pemerintah Indonesia untuk melibatkan para donor dalam
strategi bersama. DSF adalah kantor yang nyata yang menawarkan berbagai layanan umum dan insentif kepada
pemerintah, masyarakat madani, dan donor lain. Melalui campuran antara Bantuan Tehnis dan program-program
yang ada, DSF bekerja meningkatkan dukungan kepada pejabat-pejabat pemerintah tingkat daerah dan organisasi-
organisasi masyarakat madani.
• Kemitraan untuk Mendukung Reformasi Pemerintahan: 2003-2007 (GBP 4,7 juta)
Bertujuan untuk meningkatkan sistem-sistem Pemerintahan agar lebih transparan, bertanggungjawab dan
mencerminkan partisipasi masyarakat madani yang lebih luas dalam proses-proses pemerintahan.
• Program Kemitraan untuk Pengentasan Kemiskinan: 2002-2008 (GBP 19,4 juta)
Untuk memperkuat kemampuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia untuk memahami dan
menangani penyebab-penyebab kemiskinan dan kerentanan. Dana disalurkan melalui Bank Dunia dan Bank
Pembangunan Asia (ADB), Oxfam dan Asia Foundation. Penerima manfaat dari program ini adalah masyarakat
miskin Indonesia.
• Prakarsa Reformasi Pemerintahan Daerah: 2005-2009 (GBP 6,84 juta)
Mendanai secara bersama-sama dengan Bank Dunia dukungan rancangan reformasi pemerintahan di 40
kabupaten di lima kelompok di sembilan propinsi yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi warga,
menyebarkan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin, transparansi anggaran dan peraturan,
peningkatkan akuntabilitas fiskal, dan pelayanan yang lebih baik.
• Dukungan untuk Pengurangan Konflik: 2004-2008 (Alokasi tahunan dari Kelompok Pencegahan Konflik Global
yang dikendalikan secara terpusat (dana GCPP)
Kelompok Pencegahan Konflik Global adalah strategi tiga departemen pemerintah Inggris (DFID, Departemen
Luar Negeri dan Departemen Pertahanan Inggris) untuk memperbaiki kondisi dan mengurangi konflik dan
penyebab-penyebabnya.
• Dukungan untuk Prakarsa Transparansi Industri Pertambangan (EITI): 2007-2008
DFID mendukung EITI dalam membantu Indonesia untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta
mengurangi risiko-risiko pemerintahan yang besar yang berkaitan dengan pendapatan dari industri pertambangan.
• HIV/AIDS: 2005-2008 (£25 juta)
DFID adalah donor pertama yang memberi sumbangan untuk Dana Kemitraan Indonesia untuk HIV/AIDS, yang
menyediakan sarana biaya transaksi yang rendah untuk pengelolaan dana untuk calon donor lainnya. Ini
menunjukkan komitmen DFID terhadap prinsip-prinsip kesatuan berdasarkan Strategi Nasional Pemerintah
Indonesia. Ini memberikan sumbangan besar terhadap keselarasan upaya penanggulangan, melalui kerjasama
dengan dan melalui badan-badan PBB, donor lain dan masyarakat madani Indonesia (sebagai mitra pelaksana).
• Peningkatan Kesehatan Ibu di Indonesia: 2006-2009 (GBP 13 juta)
Untuk meningkatkan layanan, sistem dan perilaku kesehatan yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran di
23 kabupaten/ kota terpilih di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan,
Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui UNICEF dan GTZ.
• Pengendalian Tuberkulosis: 2005-2008 (GBP 2 juta)
Untuk memberikan diagnosis dan perawatan yang efektif untuk semua pasien Tuberkulosa menurut sistem-sistem
perawatan kesehatan yang ada di Indonesia, dan kemajuan langkah-langkah pencapaian target-target MDG.
• Unit Pencegahan Konflik dan Pemulihan, Tahap II: 2006-2009 (GBP 2 juta)
DFID bekerjasama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) membantu Pemerintah dan masyarakat madani
untuk merancang dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang peka krisis, mekanisme dan program-program
untuk mengurangi kerentanan masyarakat di daerah-daerah sasaran.
• Bantuan untuk Bencana Gempa Bumi Yogyakarta dan Jawa: 2006-2007 (GBP 5 juta)
Rekonstruksi daerah-daerah terkena gempa bumi yaitu Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat melalui sumbangan
yang disalurkan melalui Dana Rekonstruksi Jawa (JRF) yang dikelola oleh Bank Dunia.

Penanggulangan Bencana Tsunami

Di samping bantuan darurat segera senilai GBP 55 juta untuk gempa bumi dan tsunami yang menimpa Aceh dan
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Sumatra Utara bulan Desember 2004, Inggris juga memiliki komitmen lanjutan bantuan sebesar GBP 58 juta untuk
rekonstruksi jangka panjang.

Sumber daya yang cukup besar sekarang juga dialokasikan untuk pemulihan prasarana-prasarana yang rusak,
pengembangan kapasitas pengadaan untuk mendukung proyek-proyek rekontruksi serta peningkatan akuntabilitas
dalam penggunaan dana rekonstruksi melalui beberapa organisasi :
• Dukungan melalui Dana Multi Donor (MDF): 2005-2009 (GBP 38,5 juta)
MDF mendukung pendekatan yang utuh terhadap pemulihan masyarakat termasuk penyediaan perumahan, hak
tanah dan prasarana masyarakat, prasarana dan transportasi tingkat kabupaten dan propinsi, pengembangan
kapasitas untuk pelaku-pelaku di daerah dan proyek-proyek yang mendukung pengelolaan lingkungan secara
berkelanjutan.
• Tanggap Darurat dan Pemulihan Transisi: 2005-2007 (GBP 10 juta)
Proyek ini dimaksudkan untuk mendukung komponen mata pencaharian dari program Tanggap Darurat dan
Pemulihan Transisi yang telah membantu masyarakat untuk kembali bekerja, pengaktifan kembali industri-
industri rumah tangga dan usaha kecil dan memperbaiki prasarana ekonomi.
• Dukungan untuk Masyarakat Miskin dan Wilayah Tertinggal (SPADA): 2006-2009 (GBP 6 juta)
Program SPADA bekerja melalui pemerintah kabupaten/ kota memberikan layanan pengadaan dan pengelolaan
keuangan dalam enam bulan pertama dari proyek yang akan membantu menyediakan prasarana ekonomi dan
layanan sosial yang meningkat untuk daerah-daerah yang sedang pulih dari gempa bumi, tsunami dan konflik.
• Transparency International Indonesia: 2006-2007 (GBP 560.000)
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Aceh dan mereformasi praktek-praktek pemerintah daerah untuk
mencegah korupsi dan meningkatkan pemerintahan yang baik dalam proses rekonstruksi Aceh, DFID mendukung
Transparency International Indonesia untuk sistem pengawasan yang berbasis masyarakat.
• Fasilitas Pendukung Desentralisasi – Aceh Window: 2006-2008 (GBP 3 juta)
DFID bekerjasama dengan DSF mendukung Pemerintah dan bekerjasama dengan para mitra membantu masyarakat
yang terkena tsunami untuk membangun kembali hidup mereka.
• Bantuan Tehnis Tata Cara Pengadaan untuk Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias dan program
SPADA Bank Dunia: 2006-2008 (GBP 500.000)
Untuk memberikan layanan konsultasi dan tata cara pengadaan untuk Badan Rekonstruksi dan Rrehabilitasi
Aceh dan Nias (BRR) serta Dukungan Pengembangan Kapasitas terhadap tata cara Pengadaan dan Tata Kelola
Keuangan untuk Pemerintah Daerah Aceh melalui program SPADA dari Bank Dunia.

Jumlah Bantuan – Dana yang telah disalurkan dan Prakiraan

Tahun Keuangan (Inggris) – Pengeluaran (diluar dana bantuan darurat tsunami)

01/02 - GBP 7,42 juta


02/03 - GBP 11,17 juta
03/04 - GBP 10,79 juta
04/05 - GBP 17,9 juta
05/06 - GBP 32,5 juta
06/07 - GBP 35,2 juta

Kontak

Kedutaan Besar Inggris Raya


Jl MH Thamrin No 75
Jakarta Pusat 10310 Indonesia
Tel (+62 21) 315 6264, 314 4229
Fax (+62 21) 314 1824
Organisation of Development Assistance

European Commission (EC) development assistance to Indonesia is provided in two ways or two main streams. The first
is through programmable aid which is defined in Country Strategy Papers (CSPs), developed in consultation with the
Government of Indonesia in line with the Government's Medium Term Development Plans.

The second stream is through non-programmable aid, which is offered on a global or regional basis through horizontal
or thematic budget lines covering specific sectors such as forestry, higher education and governance (essentially in the
fields of human rights and non-state actors). In the future the EC will seek to enhance synergy and complementarities
between projects financed under these instruments and the programmes of the CSP.

In addition, the EC provides global assistance to respond to humanitarian disasters through ECHO (EC’s Humanitarian
Aid Department). Beyond all the above, it has also offered considerable additional funds to support reconstruction
efforts in Aceh and in Central Java in 2005-2006 following the devastating series of earthquakes and tsunamis and is
also providing support to the peace process in Aceh.

In 2005, the European Union (EU) and Indonesia initiated negotiations for a new Bilateral Framework Agreement on
Partnership and Cooperation, as mentioned in Chapter 3.

EC Development Programmes 2005-2006

In 2002, the Council of the EU approved the EC’s 2002-2006 Indonesia CSP, which outlined a five year programme of
cooperation with Indonesia with an indicative budget of EUR 216 million. The overarching objective of EC cooperation
under the CSP 2002-2006 focused its assistance on two sectors :
• good governance, including economic liberalisation, democratisation, and public administration with a particular
accent on provision of basic health and education services to the poor to enhance poverty reduction
• the preservation and sustainable management of natural resources (forests, water, communities and environmental)
in rural areas.

The National Indicative Programme (NIP) 2002-2004 included in the CSP 2002-2006, focused on the sustainable
management of natural resources (forestry, water and environmental) and also included significant emphasis on
promoting good governance covering democratisation, economic liberalisation and the enhancement of the rule of law
and public administration as well as assistance to basic health and education services.

The NIP 2005-2006 prioritised three policy areas for EC-Indonesia cooperation:
(1) Education sector, with the overall objective to achieve sustained poverty reduction as a result of improved access
to quality education, within the context of Indonesia’s Basic Education Strategic Plan
(2) Strengthening the rule of law and security, rebuild trust of the general public in the law enforcement agencies
through improved quality of services in the relevant public institutions
(3) Support to public finance management that aims at contributing to a sustainable development of the Indonesian
economy through the improvement of the Government’s ability to manage its public finances.

In addition to the above key priorities, economic cooperation and trade-related technical assistance are important
aspects of EC cooperation, and regional economic cooperation programmes have also channelled support to Indonesia
in the sectors of environment, higher education and research.

Under its non-programmable assistance, the EC provided support to international organisations, international and
national non-governmental organisations (NGOs) for activities in the fields of democracy and human rights, conflict
prevention, aid to displaced populations (Aid to Uprooted People), and the environment. Indonesia is one of the focus
countries for the European Initiative for Democracy and Human Rights (EIDHR) and has also benefited from financing
from the EU Rapid Reaction Mechanism (RRM) for Conflict Prevention, and through ECHO.
European Union Development Co-operation in Indonesia

The EC has also responded to the major disasters that took place during 2004-2006 through various aid and support
programmes with additional funds which have been contributed to multi-donor efforts, in order to improve donor
coordination and aid harmonisation. As the major contributor to the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias, the EC
acts as Co-chair to assist the coordination of funds for the reconstruction of Aceh and Nias in various sectors following
the earthquake and tsunami. As of December 2006, the MDF has received over USD 600 million in pledges, including
the EC contributions of EUR 202.5 million. At the request of the Government of Indonesia, a similar model of governance
for donor coordination has also been established for the Java Reconstruction Fund (JRF). The JRF aims to support
reconstruction of housing and restoration of livelihoods in the earthquake and tsunami affected areas in Yogyakarta,
Central and West Java. In addition, the JRF is planning to provide assistance for small and medium-scaled businesses
to re-start productive and income generating activities on a sustainable basis. The JRF donors include the EU, Netherlands,
United Kingdom, Canada, Denmark and Finland, with total commitments of approximately EUR 57 million.

In addition to the aforementioned activities, joint efforts for aid harmonisation are dedicated to advances towards sector-
wide approaches in education, law enforcement and public finance management, with the EC in a leading role on
education.

The total amount of the EC assistance in 2005 reached EUR 270.31 million. Around 77% of assistance was directed
to the Government of Indonesia through Technical Assistance, while 23% was allocated for direct cooperation with civil
society supporting the ongoing reform process in various fields. In addition, the total amount disbursed for support to
Aceh and Nias reached EUR 293.65 million (see table: Distribution of EC ODA 2005 – bilateral and other instruments).

EC ODA by focal sector (in %)

Water Supply & Governance


Sanitation 11% Business/
7% Private Sector
Health 3%
14%

Agriculture, Forestry,
Education Fishing
10% 39%

Emergency Assistance
(Aid to Uprooted)
9%
Trade & Tourism
4%
Support to NGOs
2%
Environment Protection
1%
Distribution of EC ODA 2005 (bilateral & other instruments)*
Disbursements up to
Commitments 31/12/05 Disbursements in 2005
Project title Total Total Total
EUR (thousands) EUR (thousands) EUR (thousands)

Other Other Other


Bilateral % Bilateral Bilateral
Instruments Instruments Instruments

Education 20,000 6,410 26,410 10% 0 2,656 2,656 0 1,550 1,550


Health 35,000 4,137 39,137 14% 4,206 962 5,168 1,434 0 1,434
Water Supply and Sanitation 20,025 0 20,025 7% 12,043 0 12,043 6,983 0 6,983
Governance 24,075 6,395 30,470 11% 8,052 4,023 12,075 3,007 2,735 5,742
Business/ Private Sector 6,180 1,093 7,273 3% 3,457 660 4,117 1,114 652 1,766
Agriculture, Forestry and Fishing 91,257 11,184 102,441 39% 53,905 3,683 57,588 10,914 2,361 13,275
Trade and Tourism 12,000 0 12,000 4% 858 0 858 0 0 0
Environment Protection 0 2,348 2,348 1% 0 778 778 0 475 475
Support to NGOs 0 6,082 6,082 2% 0 3,823 3,823 0 1,393 1,393
Emergency Assistance (Aid to Uprooted People) 0 24,127 24,127 9% 0 14,038 14,038 0 2,478 2,478
Sub- total 208,537 61,776 270,313 100% 82,521 16,585 99,106 23,452 9,166 32,618
% of total 77% 23% 40% 27%

Support to Aceh and Nias 293,654 0 293,654 105,050 0 105,050 105,050 0 105,050
Emergency Aid 62,000 0 62,000 52,000 0 52,000 52,000 0 52,000
Reconstruction 206,960 0 206,960 47,710 0 47,710 47,710 0 47,710
Peace process 24,694 0 24,694 5,340 0 5,340 5,340 0 5,340

GRAND TOTAL 502,191 85,903 588,094 187,571 30,623 218,194 218,194 11,644 140,146

* Figures up to 2005 (Processed)


European Union Development Co-operation in Indonesia

Focal Sectors

The following sub-chapters present an overview on EC cooperation in Indonesia in focal sectors comprising economic
and trade reforms, good governance, natural resource management, health, as well as other thematic budgetary
instruments. EC assistance in the education sector has been described separately under Chapter 4. The distribution
of assistance, cross-cutting themes and important achievements of programmes will also be highlighted.

ECONOMIC AND TRADE REFORMS

The primary objectives of the EU-Indonesia Economic Cooperation within the period 2002-2006 have been support to
economic liberalisation, more intensive economic cooperation and to achieve a higher visibility of the EU as an economic
and political partner for Indonesia – commensurate with the scale of EU trade and finance for Indonesia. The different
economic cooperation programmes corresponding to the CSP 2002-2006 include the broad sector of public and private
governance as well as support to the international business cooperation with total budget of EUR 28 million for period
of five years.

The Trade Support Programme (TSP) is designed to help foster a business environment favourable to enhancing EU-
Indonesia economic relations and support Indonesia's integration into the world trade. In particular, the programme
addresses technical and regulatory issues that have an impact on EU-Indonesia trade flows. In order to accomplish this,
the programme has four different components, including World Trade Organisation (WTO) Capacity Building with the
Ministry of Trade; Harmonisation of EU standards, with the Indonesia’s National Standardisation Agency (BSN); Research
and Development Institutes of the Ministry of Industry which are in charge of testing and improving the quality of
Indonesian exports; and Fisheries Laboratories of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries, which test the quality
of Indonesian fish and seafood exports to the EU.

Additional technical assistance for the Fisheries component was included in the 2007 Annual Work Programme in order
to address the continuous difficulties experienced by Indonesian seafood exporters to the EU. The total EC contribution
to this project is EUR 8.5 million.

Support for the improvement of the Indonesian Customs Administration is also a


priority of the EC Strategy in Indonesia. The EC Delegation is supporting the
Indonesian customs administration through a technical assistance project, the
EU-Indonesia Customs Improvement Project. The project aims at improving the
capacity to generate revenue and facilitate trade, and focuses on technical issues
such as: post release auditing, customs intelligence and risk analysis, customs
investigation, integrity and human resources. The EC contribution amounts to EUR
3.5 million.

The contribution to sustainable development of the Indonesian economy through the improvement of the Government’s
ability to manage its public finances is one of the main objectives of the EC-Indonesia NIP 2005-2006. To this end, the
EC has established a multi-donor trust fund managed by the World Bank and with the Dutch Government as partner
contributors. This Fund aims to improve the effectiveness of public finance management in Indonesia through the
support to the Government Financial Management and Revenue Administration Programme (GFMRAP). The Trust Fund
finances projects in such areas as: budget management and execution, tax and customs administration, public
procurement and public auditing. Within the same initiative, an additional component will, in collaboration with the
International Monetary Fund (IMF), seek to increase transparency in the Indonesian financial sector by reducing the
risks of money laundering and preventing the financing of terrorism. The contribution of the EC is EUR 9.3 million for
the Trust Fund and EUR 600,000 for the Anti-Money Laundering Component.

The Small Projects Facility (SPF) is another key instrument of the EC's economic cooperation. The SPF supports small
and innovative projects in areas of mutual interest that aim at facilitating enhanced interaction of European and
Indonesian civil society, the networking of its policy makers and opinion formers as well as the linkage of Indonesia and
EU operators in business and the media.
European Union Development Co-operation in Indonesia

During 2003-2006 the SPF has financed 40 projects for a total funding of EUR 5.77 million. Beneficiaries of the SPF
are spread amongst target groups from local NGOs, European chambers of commerce, universities, central government
agencies, local authorities, to Indonesian business associations and international NGOs. The topics covered by the SPF
projects include: trade and investment, export promotion/ marketing, decentralisation/ good governance, small and
medium-scale enterprises capacity building, EU-Indonesia business networking, innovation and technology management
etc.

EC economic cooperation in Indonesia also includes a number of projects financed under regional initiatives to promote
and support business cooperation between the EU and Asia.

For the period 2007-2013, the strategic specific objectives of EU-Indonesia economic cooperation will address the
integration of Indonesia into the international trade system and improvement of the investment climate, technical
assistances and improved dialogues on EU-Indonesia trade and investment, as well as promotion of the interaction
between the EU and Indonesian business communities in key economic sectors.

NATURAL RESOURCE MANAGEMENT

The broad Natural Resources Management sector has been a key focus of the EC development cooperation in the last
years. Water management and forestry have been the main priorities of this sector between 2002-2006 and large
projects are still implemented accordingly. Smaller scale actions – looking at various environmental issues, including
climate change – are also supported by the EC in Indonesia.

The Forestry sector has been supported in the context of the EC-Indonesia Forestry Programme (ECIFP) and more recently
the EU Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) Action Plan, which includes a set of measures designed
to tackle the problem of illegal logging both in consumer and producer countries. One of the key measures of the Action
Plan is the negotiation of Voluntary Partnership Agreements (VPAs) with timber producing countries. Indonesia is one
of the countries where a VPA is being negotiated.

Through the VPA process, the EC plays an increasing role in promoting policy dialogue on illegal logging and forest
administration in Indonesia. The VPA process presents key opportunities to achieve results: the trade element provides
an incentive, and the global perspective of the FLEGT Action Plan and the growing interest of consumer countries for
legal timber give space for harmonisation and more coordinated efforts. Support activities are implemented by the EC-
Indonesia FLEGT support project (EUR 15 million) and by a range of smaller size projects managed by NGOs.

Besides projects related to the FLEGT Action Plan, the EC current portfolio in the forestry sector includes the South
Sumatra Forest Fire Management Project (SSFFMP) and a series of NGO projects funded through thematic programmes.
While Natural Resources will no longer be the main priority of EC cooperation for the period 2007-2013, actions supporting
the FLEGT Action Plan will be decided and implemented in accordance with the results of the ongoing FLEGT Support
Project and the outcomes of the FLEGT VPA negotiations.

In the water sector, the Sustainable Development of Irrigated Agriculture in Buleleng and Karang Asem (SDIABKA) in
North Bali was implemented until the end of 2006. Another key project of EUR 10 million, the West Nusa Tenggara Water
Resources Management Project (NTB-WRMP), supporting decentralisation in the water sector, will run until 2011.

Environmental issues are also key to the EC programme. Through the thematic programmes indicated above, various
environmental activities, related to air quality or waste management for example, are supported by the EC. Considering
the growing importance of climate change as a political and development issue, it is likely that these thematic programmes
will support an increasing number of climate change projects in the near future.

GOOD GOVERNANCE

The EC supports the ongoing Law Enforcement and Judicial reform agenda of the Government of Indonesia through
different cooperation programmes corresponding to the CSP 2002-2006 that represent a total commitment of EUR
European Union Development Co-operation in Indonesia

30.3 million. The main objectives of the EC cooperation in these particular sectors are:
(1) To promote democracy and good governance in Indonesia through the development of transparent and accountable
systems
(2) Provide specific support for the electoral process in 2004 by building a sustainable institutional capacity within
relevant institutions to ensure successful elections in the future
(3) Support the democratisation process by supporting good governance actions and the rule of law, through a more
professional, transparent and responsible judiciary
(4) Focus on training, capacity building as well as the review of laws, regulations and procedures
(5) Support developing justice and a democratic environment through strengthening the legal system and ensuring
respect for Human Rights, reducing corruption through increasing public input in the policy making process.

Among key programmes in 2005-2006 is the EC continued support to the Indonesia Governance Fund (Trust Fund) of
the ‘Partnership for Governance Reform’ in Indonesia, administered by the United Nations Development Programme
(UNDP). The Partnership aims to promote democracy and good governance in Indonesia through the development of
transparent and accountable systems and operations required in Indonesia's social institutions to ensure that the
democratic process becomes irreversibly anchored in the fabric of Indonesian society.

Projects supported under the Partnership have succeeded in articulating new approaches to enhancing local democratic
accountability, prioritising gender in governance, particularly in the context of the 2004 elections and supporting the
public fight against corruption. A total of 68 projects were supported under this programme, of which 16 projects (EUR
2 million) are in support of anti-corruption programmes.

In the judiciary sector, the EC programmes include strengthening institutional capacity (training for judges and court
staff, improving case management, management and dissemination of legal materials) and increasing public awareness
and access to justice. This project started in 2005 for a duration of three years. Furthermore, EC supports the civil
judicial system with a particular focus on training for the judiciary on human rights issues and support for the establishment
of a Human Rights court in Aceh through EC’s Aceh Peace Process Support (APPS) programme.

To strengthen the anti-money laundering regime in Indonesia, technical assistance under the RRM was provided to the
Indonesian Financial Transaction Reports Analysis Centre (PPATK). An Anti-money laundering component is also included
in the support for strengthening Public Finance Management.

EC support to the tackling of transnational crime activities recognises the importance of identifying and overcoming
vulnerability to transnational crime, and seeks to assist the Government of Indonesia to deal with serious and organised
crime by strengthening capacity to conduct comprehensive investigations into planned and actual attacks and to
guarantee prosecution and extradition. Short and mid-term assistance programmes were provided under the RRM to
enhance management capacity of law enforcement agencies and police academies, and to improve knowledge of
modern criminal investigation practices based on best EU experience.

For the period 2007-2013, the overall objective of EC assistance on Law Enforcement and Judicial Reform will be an
improved governance and law enforcement as key to the proper functioning of the financial and corporate sectors and
public administration. Key activities over the next coming years include support to Indonesia’s efforts to tackle corruption
in line with the National Plan for the Eradication of Corruption (RAN-PK), promoting the emergence of a strong public
human rights culture along international norms, in line with the National Human Rights Plan of Action (RAN-HAM), and
further assistance for the improvement of the capacity of the Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC),
amongst others.

HUMAN RIGHTS AND DEMOCRATISATION

Issues of democracy and human rights have become a key feature of EU foreign policy and external action through
political dialogue and have been mainstreamed into cooperation programmes. Tools for implementation of EU policy
on democracy and human rights range from political dialogue and diplomatic démarches to various instruments as part
of financial and technical cooperation.
European Union Development Co-operation in Indonesia

The EIDHR is the main dedicated EU instrument for promoting democracy and human rights. EIDHR is a practical and
valuable means for promoting democracy and greater human rights protection in Indonesia. Modest EIDHR support to
NGOs/ civil society organisations contributes significantly to improving knowledge and awareness of human rights as
well as drawing public attention to the relationship between improved human rights protection and good governance.
Since it started in 2003, the EC has contributed to 25 EIDHR Micro projects in Indonesia (with a maximum budget of
EUR 100,000) amounting to EUR 2.3 million, with the priority given to strengthening the rule of law and legal systems,
conflict prevention and resolution, and freedom of expression, press freedom and independent media as well as equality,
tolerance and peace. Furthermore, six EIDHR Macro projects (with a maximum budget of EUR 1.5 million) have been
implemented in Indonesia with total grants of some EUR 4.1 million over 2002-2006.

In addition to EIDHR projects, the EC continued to provide support in 2006 for the 'Partnership for Governance Reform'
and judicial reform (see also sub-chapter "Governance"). With a commitment to development of the media seen as a
key to building better governance, stronger democracy and increased protection of human rights, the EC also supported
the establishment of the School for Broadcast Media through the UNDP-managed Indonesia Governance Fund (Partnership
Trust Fund for Governance Reform). This project started in early 2005 and was fully funded by the EC to the value of
EUR 1.847 million, with the aim to train media professional (television and radio) to better fulfil their role as watchdog
on government and society, thereby ensuring more objective reporting and improved political public accountability within
an informed democratic society.

ACEH PEACE PROCESS SUPPORT

Stability and peace are indispensable conditions for future social and economic development in Aceh following the
signature of Helsinki Peace Agreement in 2005. The EC is providing approximately EUR 25 million in support to the
consolidation of peace and democracy in Aceh, including support to reintegration of ex-combatants into society.

The APPS takes an integrated approach to supporting the peace process. The integrated design of the APPS programme
is based on the understanding that long-term stability in Aceh will depend on a number of inter-related aspects including
the need for timely implementation of the Helsinki Memorandum of Understanding (MoU) in its entirety. This is essential
in order to guarantee the credibility of the peace process to the people of Aceh. It will also try to offer immediate and
tangible ‘peace dividends’ to the Acehnese people, along with better public services and reliable institutions, more
responsive to the needs and aspirations of the citizens, in order to sustain a long-term prosperous and peaceful future
for Aceh. It will also seek to contribute to support for the legitimacy of the mandate of the newly elected administration
in order to help it to become the point of reference for re-building a better future for Aceh.

The APPS programme assists in the implementation of the Helsinki MoU in four key areas:
(1) Support to the Local Elections (Aceh Pilkada)
This project is helping to support election officials (KIP) to prepare for the local elections in Aceh. It also seeks
to promote civic awareness and commitment to actively participate in the local elections through voter information
and education activities. The EU also deployed an Election Observation Mission (EU EOM) for the 11 December
2006 Aceh local elections.
(2) Support for reform of the Local Police (Polda NAD)
The development of the concept and practice of community
policing among police officers and management staff is the
focus of this programme. It will seek to integrate international
human rights standards into Polda NAD policies and daily
practice and to improve Polda NAD’s quality of training and
recruitment in the context of the implementation of the MoU. The
project will run parallel to a EUR 5 million support programme
for the reform of Aceh Police, funded by the Royal Netherlands
Embassy.
(3) Support for Justice Reform
Intending to improve citizens’ access to justice and to support the evolution of a more responsive justice system,
European Union Development Co-operation in Indonesia

this programme will enhance the administration of justice; increase legal awareness and ability to access justice
amongst the vulnerable, conflict- and tsunami-affected population in Aceh; strengthen institutional capacity of
the formal and informal justice systems to provide access to justice, uphold the rule of law, protect human rights
and promote an integrated justice system; and increase the capacity of civil society to monitor and advocate for
the rights of the disadvantaged, to disseminate information to promote citizens’ rights and to perform an oversight
function of the justice system and act as a force for public accountability.
(4) Support to Local Governance
The Aceh Local Governance Programme (ALGAP II) aims to support local governance reform in Aceh within the
framework of the new Law on the Governing of Aceh (LoGA), and to enhance the capacity of province and district/
city authorities to provide leadership and management in accordance with good governance principles.

APPS Implementing Amount Period


Main Components Organisation
Support to the Local Elections UNDP EUR 750,000 Dec 2005 – Jun 2007
Support for reform of the Local Police IOM EUR 6,000 ,000 Jul 2006 – Jun 2009
Support to Justice Reform UNDP EUR 4,400, 000 Aug 2006 – Jul 2009
Support to Local Governance GTZ EUR 4,400 ,000 Jan 2007 – Dec 2009

EDUCATION

For full information on EC's support to education in Indonesia, see Chapter 4.

HEALTH

The EC's programme of assistance in the health sector uses a range of instruments to address issues of governance
and health service provision and poverty related diseases, and has widened its scope to help address the threat of avian
influenza.

The Support to Community Health Services (SCHS) is EC’s cooperation programme to contribute to improved accessibility
and quality of community health services in the poorest regions of Indonesia. Being implemented in the provinces of
Papua, South Sumatra and Jambi, the EUR 35 million project is a complementary to the work of the German Technical
Cooperation (GTZ) and German Development Bank (KfW), the prime EU donors in the sector. The overall objective of
these programmes is to improve population health and nutrition status, particularly in relation to the socially deprived
and those living in poverty, through community health system development at the district and sub-district levels.

Through the Animal Health Project administered under the World Bank's Avian and Human Influenza Facility (AHIF), the
EC Delegation contributes to the South East Asia regional initiatives for Avian Flu pandemic prevention and preparedness.
The EUR 7.8 million project is addressing key issues in participatory diseases surveillance and response (PDS/PDR),
community based preventive vaccination of poultry, monitoring of impact of control strategy and restructuring of the
poultry industry. AHIF coordinates regularly donor meetings and related meetings on Avian Influenza preparedness and
response, involving also in particular the recently set up National Committee on Avian Influenza Control and Preparedness
under the leadership of the Coordinating Ministry of People’s Welfare, as well as the Ministries of Health and Agriculture.
In addition, the Human Health Project will support the Government of Indonesia in the Avian Influenza outbreak prevention
and control, and the preparedness of Human Avian Influenza pandemic. Implemented by the World Health Organisation
(WHO), it will utilise EUR 13.5 million from the ongoing SCHS project and focus on strengthening Avian Influenza case
management in public health services, disease surveillance, outbreak communication and essential research activities.

The EC Delegation, on behalf of the EU, is also an active member and among major contributors of the Country Co-
ordination Mechanism (CCM) of the Global Fund for HIV/AIDS, Tuberculosis and Malaria (GFATM). The EC is contributing
through a global commitment totalling EUR 522.5 million in 2005-2006, which in part goes to five grants for Indonesia.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Further EC support for the health sector is channelled through ‘poverty related diseases’ thematic budget lines, with a
total value of EUR 7.7 million, including Mitigation of Malaria for the Most Affected Groups in Timor Island; Integrated
management for prevention, control and treatment of HIV/AIDS in West Java; and Primary Health and Infectious Disease
Prevention in Puncak Jaya, Papua.

HUMANITARIAN AID

The mandate of ECHO is to provide emergency assistance and relief to the victims of natural disasters and armed
conflicts. In Indonesia, ECHO is constantly following up the humanitarian situation of the most vulnerable groups of the
population. It responds swiftly to support emergency operations when a natural disaster strikes. Since the tsunami
operation – the largest humanitarian operation in history – ECHO has also intervened to alleviate the humanitarian
consequences of: the prolonged drought causing a deterioration of the food security situation in East Nusa Tenggara
in 2005, a cholera outbreak in Papua in May 2006, the Yogyakarta earthquake in May 2006, and the floods and
landslides in Aceh/ Northwest Sumatra in December 2006.

An earthquake with a magnitude of 6.2 on the Richter Scale that hit a densely populated area in the provinces of
Yogyakarta and Central Java on 27 May had huge humanitarian consequences, claiming the lives of nearly 6,000 people,
and making more than 1.1 million people homeless. A Primary Emergency Decision of EUR 3 million was immediately
adopted to provide life saving support. It was followed by an Emergency Decision of EUR 6.5 million to ensure support
for the wounded people and those made homeless by the earthquake and therefore focused on providing shelter, non-
food items, health, water, sanitation and logistics.

The final set of ECHO programmes addressing the humanitarian needs of the tsunami-affected population in Aceh and
Nias targeted at several tsunami-affected countries will finish in September 2007. Several projects under a EUR 2 million
funding decision adopted in 2005 are also still on going until March 2007,
responding to food insecurity and malnutrition in the eastern provinces of
Indonesia and the water and sanitation needs of earthquakes that affected
Alor and East Nusa Tenggara provinces.

A cholera outbreak threatening more than 130,000 people in the central


highland region of West Papua prompted a EUR 367,000 Emergency
Decision of ECHO in April 2006 to support an emergency water and sanitation
intervention in order to prevent the spreading of the disease. The intervention
proved to be beneficial in stopping the outbreak, and in July 2006, the
district administration lifted the status of emergency.

Linking Relief, Reconstruction and Development

In Aceh and Nias, rehabilitation and recovery programmes funded under the MDF, co-chaired by the EC, are ongoing.
In Yogyakarta, the humanitarian aid provided by ECHO has been linked to rehabilitation through the JRF, which is also
co-chaired by the EC Delegation as one of the main contributors.

Partners

The major ECHO partners in Indonesia during 2006 were: United Nations agencies, Oxfam – Great Britain, International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), German Red Cross, Médecins du Monde, International
Organisation for Migration (IOM), German Agro Action, Atlas Logistique, Cordaid, Danish Church Aid, Action contre la
Faim – France, Technisches Hilfswerk (THW), International Catholic Migration Commission, Save the Children, Solidarités,
World Vision and International Rescue Committee.
European Union Development Co-operation in Indonesia

Humanitarian Crisis Amount of latest


Funding Decisions
Papua Cholera Outbreak, May 2006 EUR 367,000
Yogyakarta Earthquake, Primary Emergency EUR 3,000,000
Yogyakarta Earthquake, Emergency, Rehabilitation EUR 6,500,000
Aceh and North Sumatra Floods, December 2006 EUR 1,000,000
Jakarta Floods, February 2007 EUR 600,000

RECONSTRUCTION

Response to disaster in Aceh and Nias

After the earthquakes and tsunami hit Aceh and Nias in December 2004 and March 2005, the MDF was established
by the Government of Indonesia together with 15 donors in order to ensure that funds made available for the reconstruction
of the region were well coordinated. The EC contributes more than EUR 200 million.

The MDF is governed by a Steering Committee co-chaired by the Indonesian Government's Coordinating Agency for the
Rehabilitation and Reconstruction of Aceh and Nias (BRR), the Head of EC Delegation (as the largest donor) and the
Country Director of the World Bank (as Trustee). This forum endorses decisions on funding and also acts as a forum
for donor coordination and dialogue between the Government and the international community.

By the end of 2006, the MDF had committed USD 482 million to 17 projects across four broad sectors and had made
significant progress:
(1) Recovery of communities
• 1,212 new houses and 1,873 repaired houses
• 6,419 new houses under construction and 2,513 rehabilitations ongoing
• 1,960 km roads, 723 bridges, 242 schools, 1,147 irrigation and drainage units, 40 health posts
• Over 7,000 scholarships and over 3,600 micro credits allocated
• Over 27,000 land titles registered, 17,435 titles distributed
• Over 10 million person-days of employment generated
(2) Infrastructure and transport
• Transported 88,000 metric ton of reconstruction materials
• Designed four ports
• Installed 11 flood valves and designed further 105 flood valves and three pumping stations for Banda Aceh
• Maintained a 52 km stretch of road between Lamno and Calang
• Identification of the first batch of infrastructure investments to be funded by MDF
(3) Sustainable management of the environment
• Removed 1,079,000 cubic metres of tsunami waste and 97,000 cubic metres of municipal waste in eight
districts
• Cleared 705 hectares of land
• Ongoing recycling of tsunami wood
• Monitoring of illegal logging
• Long term institutional framework for conservation
• Mainstreaming of conservation concerns in spatial planning
• Alternative economic activities
(4) Capacity building for governance
• 18 months of technical assistance to BRR
• Training of local government and road contractors
• Awarding of small grants to 16 NGOs
European Union Development Co-operation in Indonesia

The MDF has proved itself to be a strong tool for coordination, harmonisation and policy dialogue. Critical success factors
include the pivotal role of the BRR, the high level of donor engagement, and the strong focus on transparency, results
and monitoring for quality. The EC's active role as Co-Chair on the Steering Committee has helped maintain this focus.

Response to disaster in Java

In May 2006, an earthquake that affected Yogyakarta and Central Java provinces caused damage and losses assessed
at USD 3.1 billion. Of this, 51%, 31% and 14% was assessed in the housing, productive and social sectors respectively.
The earthquake, measured at 6.2 on the Richter Scale, totally destroyed and heavily damaged more than 300,000
houses. In July, 2006, another earthquake and tsunami hit the southern coast of West Java and killed at least 660
people, and displaced more than 51,500 people.

At the request of the Government, six donors pooled their funds and pledged USD 76 million to establish the JRF to
support reconstruction of housing and restoration of livelihoods in the earthquake and tsunami affected areas. The
donors include EU, Netherlands, United Kingdom, Canada, Denmark and Finland. The World Bank acts as Trustee for
the JRF. The EC's initial contribution to this fund is EUR 6 million, and this is likely to be increased by a further contribution
of EUR 30 million.

By the end of 2006, three projects totaling USD 66.7 million had been approved and launched in Yogyakarta, Central
and West Java:
• Under the USD 60 million, Community Based Settlement Reconstruction and Rehabilitation Project (CSRRP)
communities will receive block grants to rebuild 18,000 earthquake resistant, permanent houses and village
infrastructure. A total of 8,000 beneficiaries received first funding tranches for permanent housing, 2,344
transitional houses/ roof structures were completed in 156 villages, 55 km foot path/ village roads restored better
than before, 30 km of retaining walls were restored, 6,000 water supply facilities restored, 200 sanitation facilities
restored, 200 community centers rehabilitated.
• Under two projects to be implemented by the IOM and Cooperative Housing Foundation (CHF), 24,000 families
will receive safe and durable transitional housing. More than 1,500 beneficiaries have received roof structures
that transition into permanent housing.

Contact

Delegation of the European Commission


Wisma Dharmala Sakti, 16th floor
Jl Jend Sudirman 32
Jakarta 10220 Indonesia
Tel (+62 21) 2554 6200
Fax (+62 21) 2554 6201
e-mail: delegation-indonesia@ec.europa.eu
www.delidn.ec.europa.eu
Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Bantuan pembangunan yang diberikan Komisi Eropa kepada Indonesia adalah melalui dua jalur. Pertama adalah
bantuan terprogram yaitu berdasarkan Kebijakan Strategi Negara (CSP) Komisi Eropa untuk Indonesia. Dokumen ini
disusun berdasarkan konsultasi dengan Pemerintah Indonesia dan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Pemerintah Indonesia.

Jalur kedua adalah bantuan tidak terprogram yaitu bantuan yang tersedia secara global atau regional melalui anggaran
horizontal atau tematis yang mencakup sektor-sektor spesifik seperti kehutanan, pendidikan tinggi dan tata pemerintahan
yang baik (khususnya di bidang hak-hak azasi manusia dan untuk lembaga-lembaga non-pemerintah). Untuk masa
depan, Komisi Eropa akan berupaya untuk meningkatkan sinergi dan sifat saling melengkapi antara proyek-proyek yang
didanai oleh fasilitas ini dan program-program yang berdasarkan CSP.

Selain itu, Komisi Eropa memberikan bantuan secara global untuk menanggapi bencana kemanusiaan, yaitu melalui
Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa (ECHO). Selain semua hal diatas, Komisi Eropa memberikan juga
dana tambahan yang signifikan untuk mendukung upaya rekonstruksi Aceh dan Jawa Tengah pada tahun 2005-2006
menyusul adanya serangkaian bencana gempa bumi dan tsunami, serta memberikan pula dukungan bagi proses
perdamaian di Aceh.

Pada tahun 2005, Uni Eropa dan Indonesia memulai negosiasi untuk menbentuk suatu Kesepakatan Kerangka Kerja
Bilateral mengenai Kemitraan dan Kerjasama baru, sebagaimana telah dijabarkan pada Bab 3.

Program Pembangunan Komisi Eropa 2005-2006

Pada tahun 2002, Dewan Uni Eropa menyetujui CSP Komisi Eropa 2002-2006 untuk Indonesia, yang mana menggariskan
program kerjasama lima tahun dengan Indonesia, dengan anggaran indikatif sebesar EUR 216 juta. Tujuan utama
kerjasama Komisi Eropa sebagaimana disebut dalam CSP 2002-2006 adalah berfokus pada dua sektor:
• tata pemerintahan yang baik, termasuk liberalisasi ekonomi, demokratisasi dan administrasi publik dengan
penekanan khusus pada pemberian pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan bagi kaum miskin untuk
meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan
• perlindungan dan kesinambungan manajemen sumber-sumber alam (kehutanan, air, komunitas dan lingkungan)
di daerah-daerah.

Program Indikasi Nasional (NIP) 2005-2006 memprioritaskan pada tiga bidang kebijakan untuk kerjasama Komisi Eropa
dengan Indonesia :
(1) Sektor pendidikan, dengan tujuan mencapai pengurangan kemiskinan sebagai hasil meningkatnya akses terhadap
pendidikan berkualitas, dalam konteks Rencana Strategis Pendidikan Dasar Pemerintah Indonesia
(2) Penguatan supremasi hukum dan keamanan, membangun kembali kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga
penegak hukum melalui peningkatan kualitas pelayanan dari lembaga-lembaga umum yang relevan
(3) Dukungan untuk manajemen keuangan publik yang bertujuan untuk memberi kontribusi bagi pengembangan
perekonomian Indonesia yang berkesinambungan melalui perbaikan kemampuan Pemerintah mengelola keuangan
publik.

Selain prioritas utama diatas, kerjasama ekonomi dan bantuan tehnis yang terkait perdagangan merupakan aspek
penting dari kerjasama Komisi Eropa, dan program-program kerjasama ekonomi regional dari Komisi Eropa turut
mendukung pula Indonesia pada sektor lingkungan, pendidikan tinggi dan penelitian.

Dibawah bantuan tidak terprogram, Komisi Eropa mendukung organisasi internasional, lembaga-lembaga swadaya
masyarakat (LSM) internasional dan nasional untuk kegiatan-kegiatan dibidang demokrasi dan hak-hak azasi manusia,
pencegahan konflik, bantuan untuk pengungsi dan lingkungan. Indonesia merupakan salah satu negara yang diutamakan
untuk program Prakarsa Eropa untuk Demokrasi dan Hak-hak Azasi Manusia (EIDHR), dan telah memperoleh manfaat
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

pendanaan dari program Mekanisme Reaksi Cepat (RRM) Uni Eropa untuk Pencegahan Konflik, serta pendanaan
melalui ECHO.

Komisi Eropa telah pula memberi tanggapan atas bencana-bencana besar yang terjadi selama 2004-2006 melalui
berbagai program pendanaan dan dukungan, dengan memberikan juga dana tambahan yang disalurkan melalui upaya
multi-donor agar meningkatkan koordinasi antar donor dan penyelarasan bantuan. Sebagai kontributor utama Dana
Multi Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias, Komisi Eropa bertindak sebagai salah satu ketua untuk membantu koordinasi
pendanaan bagi rekonstruksi Aceh dan Nias di berbagai sektor menyusul terjadinya gempa bumi dan tsunami. Hingga
Desember 2006, MDF telah dijanjikan dana sebesar USD 600 juta, termasuk didalamnya kontribusi dari Komisi Eropa
sebesar EUR 202,5 juta. Atas permintaan Pemerintah Indonesia, model tata kelola serupa untuk koordinasi donor
dibentuk pula untuk Dana Rekonstruksi Jawa (JRF). JRF bertujuan mendukung rekonstruksi perumahan dan restorasi
kehidupan di wilayah-wilayah yang terkena gempa bumi dan tsunami di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selain
itu, JRF berencana untuk memberi bantuan bagi usaha-usaha skala kecil dan menengah untuk memulai kembali
kegiatan-kegiatan yang produktif dan memberikan pendapatan secara berkesinambungan. Termasuk sebagai donor-
donor JRF adalah Uni Eropa, Belanda, Inggris, Kanada, Denmark dan Finlandia, dengan komitmen sejumlah EUR 57
juta.

Selain kegiatan-kegiatan diatas, upaya bersama demi penyelarasan bantuan diarahkan pada pendekatan yang mencakup
seluruh sektor yaitu untuk bidang pendidikan, penegakan hukum dan manajemen keuangan publik. Untuk bidang
pendidikan, Komisi Eropa memainkan peran utama.

Jumlah bantuan Komisi Eropa untuk tahun 2005 mencapai EUR 270,31 juta. Sekitar 77% ditujukan bagi Pemerintah
Indonesia melalui Bantuan Tehnis, sementara 23% dialokasikan bagi kerjasama langsung dengan masyarakat madani
untuk mendukung proses reformasi diberbagai bidang. Sedangkan jumlah dana yang telah dicairkan untuk mendukung
Aceh dan Nias mencapai EUR 293,65 juta (lihat tabel: Distribusi ODA Komisi Eropa tahun 2005 – bilateral dan instrumen
lainnya).

Sektor-sektor penting dari ODA Komisi Eropa (dalam %)

Pasokan Air & Sanitasi Tata Pemerintahan


7% 11% Bisnis/ Sektor Swasta
3%
Kesehatan
14%

Pertanian, Kehutanan,
Pendidikan Perikanan
10% 39%

Bantuan Darat
(Bantuan Pengungsi)
9% Perdagangan & Pariwisata
4%
Dukungan bagi LSM
2%
Perlindungan Lingkungan
1%
Distribusi ODA Komisi Eropa tahun 2005 (bilateral & instruments lainnya)*
Pencairan hingga
Komitmen Pencairan pada 2005
Sektor 31/12/05 Total Total
Total
EUR (ribu) EUR (ribu) EUR (ribu)

Instrumen Instrumen Instrumen


Bilateral % Bilateral Bilateral
lainnya lainnya lainnya

Pendidikan 20,000 6,410 26,410 10% 0 2,656 2,656 0 1,550 1,550


Kesehatan 35,000 4,137 39,137 14% 4,206 962 5,168 1,434 0 1,434
Pasokan Air & Sanitasi 20,025 0 20,025 7% 12,043 0 12,043 6,983 0 6,983
Tata Pemerintahan yang baik 24,075 6,395 30,470 11% 8,052 4,023 12,075 3,007 2,735 5,742
Bisnis / Sektor Wisata 6,180 1,093 7,273 3% 3,457 660 4,117 1,114 652 1,766
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 91,257 11,184 102,441 39% 53,905 3,683 57,588 10,914 2,361 13,275
Perdagangan dan Pariwisata 12,000 0 12,000 4% 858 0 858 0 0 0
Perlindungan Lingkungan 0 2,348 2,348 1% 0 778 778 0 475 475
Dukungan bagi LSM 0 6,082 6,082 2% 0 3,823 3,823 0 1,393 1,393
Bantuan Darurat (Bantuan bagi pengungsi) 0 24,127 24,127 9% 0 14,038 14,038 0 2,478 2,478
Sub- total 208,537 61,776 270,313 100% 82,521 16,585 99,106 23,452 9,166 32,618
% of total 77% 23% 40% 27%

Dukungan bagi Aceh dan Nias 293,654 0 293,654 105,050 0 105,050 105,050 0 105,050
Bantuan Darurat 62,000 0 62,000 52,000 0 52,000 52,000 0 52,000
Rekonstruksi 206,960 0 206,960 47,710 0 47,710 47,710 0 47,710
Proses Perdamaian 24,694 0 24,694 5,340 0 5,340 5,340 0 5,340

GRAND TOTAL 502,191 85,903 588,094 187,571 30,623 218,194 218,194 11,644 140,146

* Angka-angka hingga 2005 (diolah)


Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Sektor-sektor Penting

Bagian berikut memberi gambaran singkat mengenai kerjasama Komisi Eropa berdasarkan sektor-sektor penting yang
terdiri dari reformasi ekonomi dan perdagangan, tata pemerintahan yang baik, manajemen sumber daya alam, kesehatan,
serta program-program tematis lainnya. Distribusi bantuan, tema-tema lintas sektoral dan keberhasilan dari program-
program ini menjadi pembahasan pula.

REFORMASI EKONOMI DAN PERDAGANGAN

Tujuan utama dari kerjasama Ekonomi Uni Eropa dan Indonesia pada periode 2002-2006 adalah untuk mendukung
liberalisasi ekonomi, kerjasama ekonomi yang lebih intensif dan meningkatkan citra Uni Eropa sebagai mitra ekonomi
dan politik untuk Indonesia – sesuai dengan skala perdagangan dan keuangan Uni Eropa di Indonesia. Program-program
kerjasama ekonomi yang berkaitan dengan CSP 2002-2006 termasuk sektor luas tata kelola publik dan swasta serta
dukungan terhadap kerjasama bisnis internasional dengan total anggaran EUR 28 juta untuk jangka waktu lima tahun.

Program Dukungan Perdagangan (TSP) dirancang untuk membantu penciptaan lingkungan usaha yang menguntungkan
bagi peningkatan hubungan ekonomi Uni Eropa dan Indonesia dan mendukung integrasi Indonesia ke dalam perdagangan
dunia. Secara khusus, program ini mencakup masalah teknis dan peraturan yang mempengaruhi arus perdagangan
Uni Eropa dan Indonesia. Untuk mencapai itu, program ini terdiri dari empat komponen:
• Peningkatan kapasitas Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang dilaksanakan dengan melibatkan Departemen
Pedagangan
• Penyelarasan standar-standar Uni Eropa, yang dilaksanakan dengan melibatkan Badan Standardisasi Indonesia
(BSN)
• Lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan dari Departemen Industri yang bertanggungjawab untuk menguji
dan meningkatkan mutu ekspor Indonesia
• Laboratorium-laboratorium perikanan dari Departemen Kelautan dan Perikanan, yang menguji mutu ekspor ikan
dan makanan laut Indonesia ke Uni Eropa.

Bantuan tehnis tambahan untuk komponen perikanan tercakup dalam Program Kerja Tahunan 2007 sehubungan
dengan berlanjutnya kesulitan-kesulitan yang dialami eksportir makanan laut dari Indonesia ke Uni Eropa. Total bantuan
Komisi Eropa untuk proyek ini adalah sebesar EUR 8,5 juta.

Dukungan untuk perbaikan Dinas Bea Cukai Indonesia juga merupakan prioritas dari Strategi Komisi Eropa di Indonesia.
Delegasi Komisi Eropa mendukung administrasi bea cukai Indonesia melalui proyek bantuan tehnis, Proyek Peningkatan
Bea Cukai Uni Eropa-Indonesia. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mendatangkan pendapatan dan
memfasilitasi perdagangan, dan menitikberatkan pada masalah-masalah tehnis seperti: audit setelah pelepasan,
analisis intelijen dan resiko bea cukai, penyelidikan bea cukai, integritas dan sumber daya manusia. Bantuan Komisi
Eropa untuk bidang ini sebesar EUR 3,5 juta.

Kontribusi bagi pembangunan yang berkelanjutan dari perekonomian Indonesia melalui peningkatan kemampuan
Pemerintah untuk mengelola keuangan publiknya merupakan salah satu dari tujuan utama NIP 2005-2006 untuk
Indonesia. Berkaitan dengan tujuan tersebut, Komisi Eropa telah membentuk dana perwalian multi donor yang dikelola
oleh Bank Dunia dan dengan Pemerintah Belanda sebagai mitra penyumbang. Dana ini bertujuan untuk meningkatkan
efektifitas pengelolaan keuangan publik di Indonesia yaitu melalui dukungan terhadap Program Pengelolaan Keuangan
dan Pendapatan Pemerintah (GFMRAP). Dana Perwalian ini membiayai proyek-proyek antara lain di bidang: pengelolaan
dan pelaksanaan anggaran, pengelolaan pajak dan bea cukai, pengadaan publik dan audit publik. Dalam prakarsa
yang sama, komponen tambahan, bekerjasama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), berupaya untuk meningkatkan
transparansi dalam sektor keuangan Indonesia dengan cara mengurangi risiko praktek-praktek pencucian uang dan
mencegah pembiayaan terorisme. Komisi Eropa memberi kontribusi sebesar EUR 9,3 juta untuk Dana Perwalian dan
EUR 600,000 untuk komponen Anti Pencucian Uang.

Fasilitas Proyek Kecil (SPF) merupakan instrumen penting lain dari kerjasama ekonomi Komisi Eropa. SPF mendukung
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

proyek-proyek berskala kecil dan inovatif dalam bidang-bidang yang merupakan kepentingan bersama yang bertujuan
untuk memfasilitasi peningkatan interaksi masyarakat madani Eropa dan Indonesia, pembentukan jaringan para
pembuat kebijakan dan pembentuk opini serta menciptakan hubungan antara pelaku-pelaku bisnis Indonesia dan
Uni Eropa.

Selama tahun 2003-2006, SPF telah membiayai 40 proyek dengan total dana EUR
5,77 juta. Penerima manfaat dari SPF tersebar di antara kelompok-kelompok sasaran
mulai LSM lokal, Kamar Dagang Eropa, perguruan tinggi, instansi-instansi pemerintah
pusat, otoritas daerah, sampai asosiasi-asosiasi bisnis Indonesia serta LSM
internasional. Topik-topik yang dicakup oleh proyek-proyek SPF bervariasi: perdagangan
dan investasi, promosi ekspor/ pemasaran, desentralisasi/ tata pemerintahan yang
baik, peningkatan kapasitas usaha skala kecil dan menengah, jaringan bisnis Uni
Eropa dan Indonesia, inovasi dan pengelolaan tehnologi dan lain-lain.

Kerjasama ekonomi Komisi Eropa di Indonesia juga mencakup sejumlah proyek yang dibiayai berdasarkan prakarsa
regional untuk meningkatkan dan mendukung kerjasama bisnis antara Uni Eropa dan Asia.

Untuk jangka waktu 2007-2013, tujuan strategis dari kerjasama ekonomi Uni Eropa dan Indonesia mencakup integrasi
Indonesia ke dalam sistem perdagangan internasional dan perbaikan iklim investasi, bantuan tehnis dan peningkatan
dialog mengenai perdagangan dan investasi Uni Eropa dan Indonesia, serta peningkatan interaksi antara masyarakat
bisnis Uni Eropa dan Indonesia dalam sektor-sektor ekonomi utama.

MANAJEMEN SUMBER DAYA ALAM

Sektor manajemen sumber daya alam merupakan sektor penting dari kerjasama pembangunan Komisi Eropa selama
beberapa tahun terakhir. Pengelolaan air dan kehutanan merupakan prioritas utama dalam sektor ini selama periode
2002-2006 dan proyek-proyek besar kini masih berjalan. Proyek-proyek berskala kecil di Indonesia – yang berupaya
menjawab permasalahan lingkungan, termasuk perubahan iklim – memperoleh dukungan pula dari Komisi Eropa.

Dukungan untuk bidang kehutanan telah dilaksanakan dalam konteks Program Kehutanan Komisi Eropa-Indonesia
(ECIFP) dan dilanjutkan dengan Rencana Tindak Uni Eropa untuk Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan
Sektor Kehutanan (FLEGT), yang mencakup serangkaian upaya yang dirancang untuk mengatasi masalah pembalakan
liar baik di negara konsumen maupun negara produsen. Salah satu upaya utama dari Rencana Tindak tersebut adalah
perundingan Kesepakatan Kemitraan Sukarela (VPA) dengan negara-negara penghasil kayu. Indonesia merupakan
salah satu negara di mana VPA sedang dirundingkan.

Melalui proses VPA, Komisi Eropa memainkan peranan yang semakin meningkat dalam mempromosikan dialog kebijakan
tentang pembalakan liar dan pengelolaan hutan di Indonesia. Proses VPA memberikan semakin banyak peluang untuk
mencapai hasil: elemen perdagangan memberikan insentif, dan perspektif global tentang Rencana Tindak FLEGT dan
meningkatnya minat negara-negara konsumen terhadap kayu legal memberi ruang terhadap harmonisasi dan upaya-
upaya yang lebih terkoordinasi. Kegiatan-kegiatan yang mendukung dilaksanakan oleh Proyek Dukungan Uni Eropa-
Indonesia untuk FLEGT (EUR 15 juta) dan proyek-proyek berskala kecil yang dikelola oleh LSM.

Disamping tindakan-tindakan yang berkaitan dengan Rencana Tindak FLEGT, portfolio Komisi Eropa saat ini dalam
bidang kehutanan juga mencakup Proyek Pengendalian Kebakaran Hutan Sumatra Selatan (SSFFMP) dan serangkaian
proyek-proyek dengan skala yang lebih kecil yang dijalankan oleh LSM dan didanai melalui program-program tematis.
Walaupun sektor sumber daya alam tidak lagi menjadi prioritas utama kerjasama Komisi Eropa untuk periode 2007-
2013, kegiatan-kegiatan yang mendukung Rencana Tindak FLEGT akan ditentukan dan dilaksanakan berdasarkan hasil
Proyek Dukungan Uni Eropa-Indonesia untuk FLEGT serta negosiasi VPA untuk FLEGT.

Dibidang pengelolaan air, proyek Pengembangan Pertanian Beririgasi yang Berkesinambungan di Buleleng dan Karang
Asem (SDIABKA) di Bali Utara telah dilaksanakan hingga akhir 2006. Proyek utama lain senilai EUR 10 juta, yaitu Proyek
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pengelolaan Sumber Daya Air di Nusa Tenggara Barat (NTB-WRMP), yang mendukung desentralisasi sektor pengairan,
akan berlangsung hingga 2011.

Masalah lingkungan merupakan pula hal yang utama dari program Komisi Eropa. Melalui program-program tematis
sebagaimana disebut diatas, berbagai kegiatan lingkungan, misalnya yang berkaitan dengan kualitas air atau pengelolaan
limbah, memperoleh dukungan dari Komisi Eropa. Mengingat semakin pentingnya masalah perubahan iklim secara
politis maupun pembangunan, kemungkinan besar program-program tematis Komisi Eropa di masa mendatang akan
meningkatkan jumlah bantuan untuk proyek-proyek perubahan iklim.

TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Komisi Eropa mendukung agenda reformasi Penegakan Hukum dan Peradilan dari Pemerintah Indonesia melalui
berbagai program kerjasama sesuai dengan CSP 2002-2006 dengan nilai EUR 30,3 juta. Tujuan utama kerjasama
Komisi Eropa pada sektor ini adalah:
(1) Mensosialisasikan demokrasi dan tata pemerintahan yang baik di Indonesia melalui pengembangan sistim-sistim
yang transparan dan dapat dipertanggung-jawabkan
(2) Memberi dukungan khusus bagi proses pemilihan umum (pemilu) tahun 2004 dengan mengembangkan kapasitas
kelembagaan yang berkelanjutan dalam lembaga-lembaga terkait untuk menjamin pemilu yang sukses di kemudian
hari
(3) Mendukung proses demokratisasi melalui dengan mendukung tindakan-tindakan tata pemerintahan yang baik
dan supremasi hukum, melalui peadilan yang lebih profesional, transparan dan bertanggung-jawab
(4) Memberi fokus pada pelatihan, pengembangan kapasitas serta peninjauan kembali undang-undang, peraturan
dan prosedur
(5) Mendukung pengembangan peradilan dan lingkungan demokratis dengan memperkokoh sistem hukum,
memastikan penghargaan terhadap hak-hak azasi manusia, memberantas korupsi dengan meningkatkan masukan
dari masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.

Salah satu program utama tahun 2005-2006 adalah kelanjutan dukungan Komisi Eropa terhadap dana tata pemerintahan
Indonesia dari ’Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan’ di Indonesia, yang dikelola oleh Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-bangsa (UNDP). Kemitraan ini bertujuan untuk mensosialisasikan demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik di Indonesia melalui pengembangan sistem-sistem dan kegiatan-kegiatan yang transparan dan bertanggung-
jawab yang diperlukan dalam lembaga-lembaga umum untuk memastikan bahwa proses demokrasi mengakar dalam
masyarakat Indonesia.

Proyek-proyek yang berada dibawah naungan Kemitraan telah berhasil menciptakan pendekatan-pendekatan baru
untuk meningkatkan akuntabilitas demokrasi lokal, memprioritaskan kesetaraan gender dalam tata pemerintahan,
khususnya dalam rangka pemilu 2004 dan mendukung upaya masyarakat memberantas korupsi. Sebanyak 68 proyek
didukung oleh program ini, 16 diantaranya (senilai EUR 2 juta) mendukung program anti-korupsi.

Dalam sektor peradilan, program-program Komisi Eropa mencakup pengembangan kapasitas kelembagaan (pelatihan
bagi para hakim dan staf pengadilan, perbaikan penanganan perkara, pengelolaan dan sosialisasi bahan-bahan hukum)
dan peningkatan kesadaran dan akses terhadap keadilan. Proyek ini dimulai pada tahun 2005 untuk jangka waktu tiga
tahun. Selanjutnya Komisi Eropa mendukung sistem peradilan perdata dengan fokus khusus pada pelatihan peradilan
untuk masalah hak azasi manusia dan dukungan bagi pembentukan Pengadilan Hak Azasi Manusia di Aceh melalui
program Dukungan Proses Perdamaian Aceh (APPS).

Untuk memperkuat rezim anti pencucian uang di Indonesia, bantuan tehnis di bawah RRM diberikan kepada Pusat
Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Komponen anti pencucian uang juga disertakan dalam dukungan
untuk memperkuat Pengelolaan Keuangan Publik.

Dukungan Komisi Eropa dalam penanganan tindak-tindak kejahatan lintas negara mengenali pentingnya mengidentifikasi
dan mengatasi kerentanan terhadap tindak-tindak kejahatan lintas negara. Komisi Eropa berusaha untuk membantu
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pemerintah Indonesia dalam menangani tindak-tindak kejahatan yang serius dan terorganisir dengan mengembangkan
kapasitas melaksanakan penyidikan yang komprehensif terhadap serangan-serangan terencana dan benar-benar terjadi,
serta memastikan dilakukannya pengusutan dan ekstradisi. Program-program bantuan jangka pendek dan menengah
telah dilaksanakan dibawah pendanaan RRM untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan dari badan-badan penegakan
hukum dan akademi-akademi polisi, serta untuk mengembangkan pengetahuan akan praktik-praktik penyidikan tindak
kejahatan modern berdasarkan pengalaman terbaik Uni Eropa.

Untuk periode 2007-2013, tujuan menyeluruh bantuan Komisi Eropa dalam hal reformasi Penegakan Hukum dan
Peradilan adalah meningkatkan tata pemerintahan dan penegakan hukum sebagai dasar berfungsinya dengan baik
sektor-sektor keuangan, korporasi dan administrasi publik. Kegiatan-kegiatan utama dalam tahun-tahun mendatang
meliputi, antara lain, dukungan bagi upaya Indonesia mengatasi korupsi sesuai dengan Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi (RAN-PK), dukungan terhadap peningkatan budaya hak azasi manusia diantara masyarakat
sesuai norma-norma internasional dan Rencana Aksi Nasional Hak Azasi Manusia (RAN-HAM), serta bantuan lebih
lanjut terhadap peningkatan kapasitas Pusat Kerjasama Penegakan Hukum Jakarta (JCLEC).

HAK-HAK AZASI MANUSIA DAN DEMOKRATISASI

Masalah-masalah demokrasi dan hak-hak azasi manusia telah menjadi fitur utama dari kebijakan luar negeri dan
tindakan eksternal Uni Eropa melalui dialog politik dan telah diwujudkan dalam program-program kerjasama. Perangkat-
perangkat pelaksana kebijakan Uni Eropa tentang demokrasi dan hak-hak azasi manusia berkisar dari dialog politik
dan démarche diplomatik hingga berbagai instrumen sebagai bagian dari kerjasama finansial dan tehnis.

EIDHR adalah instrumen utama Uni Eropa untuk peningkatan demokrasi dan hak-hak azasi manusia. EIDHR adalah
sebuah sarana yang praktis dan bernilai untuk peningkatan demokrasi dan perlindungan hak-hak azasi manusia di
Indonesia. Dukungan EIDHR untuk LSM/ masyarakat madani memberikan sumbangan yang besar terhadap peningkatan
pengetahuan dan pemahaman mengenai hak-hak azasi manusia dan menciptakan kesadaran publik mengenai hubungan
antara peningkatan perlindungan hak-hak azasi manusia dan tata pemerintahan yang baik. Sejak dimulai tahun 2003,
Komisi Eropa di Indonesia telah mendanai 25 proyek mikro EIDHR (anggaran maksimal EUR 100,000 per proyek) senilai
EUR 2,3 juta, dengan prioritas pada penguatan supremasi hukum dan sistem hukum, pencegahan dan penyelesaian
konflik, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers dan media yang independen serta persamaan, toleransi
dan perdamaian. Selain itu, enam proyek makro EIDHR (anggaran maksimal EUR 1,5 juta per proyek) telah dilaksanakan
di Indonesia dengan total hibah sekitar EUR 4,1 juta pada periode 2002-2006.

Selain proyek-proyek EIDHR, Komisi Eropa melanjutkan dukungannya pada tahun 2006 bagi program 'Kemitraan bagi
Pembaruan Tata Pemerintahan' serta reformasi peradilan (lihat juga bagian tentang ’Tata Pemerintahan yang baik’).
Dengan komitmen terhadap pengembangan media yang dipandang sebagai kunci untuk membangun tata pemerintahan
yang lebih baik, demokrasi yang lebih kuat dan peningkatan perlindungan hak-hak azasi manusia, Komisi Eropa juga
mendukung pendirian Sekolah Media Penyiaran melalui Dana Perwalian Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan
yang dikelola oleh UNDP. Proyek ini dimulai awal tahun 2005 dan didanai secara penuh oleh Komisi Eropa senilai EUR
1,847 juta, dengan tujuan untuk melatih profesional media (televisi dan radio) agar dapat lebih baik menjalankan peran
mereka sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat, sehingga memastikan pemberitaan yang lebih obyektif dan
peningkatan akuntabilitas politik publik dalam masyarakat demokrasi yang terinformasi.

DUKUNGAN PROSES PERDAMAIAN ACEH

Stabilitas dan perdamaian adalah prasyarat yang paling penting untuk


pembangunan sosial dan ekonomi di Aceh di masa mendatang setelah
penandatanganan perjanjian damai di Helsinki tahun 2005. Komisi Eropa
menyediakan dana sekitar EUR 25 juta untuk mendukung konsolidasi perdamaian
dan demokrasi di Aceh, termasuk dukungan terhadap reintegrasi para mantan
pemberontak ke dalam masyarakat.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

APPS menggunakan pendekatan terintegrasi untuk mendukung proses perdamaian. Rancangan utuh dari program
APPS berdasarkan pada pemahaman bahwa stabilitas jangka panjang di Aceh akan bergantung pada berbagai aspek
yang saling terkait termasuk perlunya pelaksanaan yang tepat waktu dari Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki secara
keseluruhan. Hal ini penting untuk menjamin kredibilitas dari proses perdamaian bagi rakyat Aceh. Upaya dilaksanakan
pula untuk memberikan ’manfaat perdamaian’ yang segera dan nyata kepada rakyat Aceh, bersamaan dengan layanan
masyarakat yang lebih baik dan lembaga-lembaga yang lebih andal, yang lebih tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
warga, agar mana masa depan yang lebih sejahtera dan damai secara jangka-panjang dapat dipertahankan di Aceh.
Upaya dilaksanakan pula untuk memberi dukungan atas legitimasi dari mandat gubernur yang baru terpilih agar dapat
menjadi titik acuan untuk membangun kembali masa depan yang lebih baik bagi Aceh.

APPS mendukung pelaksanaan MoU Helsinki dalam empat bidang utama:


(1) Dukungan bagi Pemilu Daerah (Pilkada Aceh)
Proyek ini adalah untuk mendukung petugas-petugas pemilu (KIP) untuk menyiapkan pilkada di Aceh. Proyek ini
juga berupaya untuk meningkatkan kepedulian dan komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam
pilkada melalui kegiatan-kegiatan informasi dan pendidikan bagi pemberi suara. Uni Eropa juga mengirim Misi
Pemantauan Pemilu (EU EOM) untuk Pilkada Aceh tanggal 11 Desember 2006.
(2) Dukungan reformasi Kepolisian Daerah (Polda NAD)
Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan konsep dan praktek polisi masyarakat di antara petugas-petugas
polisi dan staf manajamen. Upaya akan dilaksanakan untuk mengintegrasikan standar-standar hak-hak asasi
internasional dalam kebijakan dan praktek-praktek sehari-hari Polda NAD, serta meningkatkan mutu pelatihan
dan rekruitmen Polda NAD dalam rangka pelaksanaan ketentuan yang sesuai dari MoU. Proyek ini akan dilaksanakan
sejalan dengan program dukungan reformasi Kepolisian Aceh senilai EUR 5 juta, yang didanai oleh Kedutaan
Besar Belanda.
(3) Dukungan untuk sektor Peradilan
Dengan tujuan untuk meningkatkan akses warga terhadap keadilan dan mendukung perubahan sistem peradilan
sehingga menjadi lebih tanggap, proyek ini akan memperbaiki administasi peradilan; meningkatkan kesadaran
hukum dan kemampuan untuk mengakses peradilan bagi warga yang rentan, serta yang terkena dampak konflik
dan tsunami di Aceh; memperkuat kapasitas kelembagaan dari sistem-sistem peradilan formal dan informal untuk
meningkatkan akses terhadap peradilan, menegakkan supremasi hukum, melindungi hak-hak azasi manusia dan
mempromosikan sistem peradilan yang terintegrasi; serta meningkatkan kapasitas masyarakat madani untuk
memantau dan mensosialisasikan hak-hak warga-warga yang kurang beruntung, menyebarkan informasi untuk
mensosialisasikan hak-hak warga dan melaksanakan fungsi pengawasan atas sistem peradilan dan bertindak
sebagai pendorong akuntabilitas publik.
(4) Dukungan terhadap Pemerintah Daerah
Tujuan dari Program Pemerintahan Daerah Aceh (ALGAP II) adalah untuk mendukung reformasi pemerintahan
daerah di Aceh dalam kerangka Undang-undang Pemerintahan Aceh (UU-PA) dan meningkatkan kapasitas otoritas
propinsi dan kabupaten/ kota untuk memimpin dan mengelola sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang
baik.

Komponen Utama Organisasi Jumlah Periode


APPS Pelaksana
Dukungan bagi Pemilu Daerah UNDP EUR 750,000 Des 2005 – Jun 2007
Dukungan Reformasi Polda NAD IOM EUR 6,000,000 Jul 2006 – Jun 2009
Dukungan untuk Sektor Peradilan UNDP EUR 4,400,000 Agu 2006 – Jul 2009
Dukungan terhadap Pemerintah Daerah GTZ EUR 4,400,000 Jan 2007 – Des 2009

PENDIDIKAN

Untuk informasi mengenai bantuan Komisi Eropa di sektor pendidikan di Indonesia, lihat Bab 4.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

KESEHATAN

Program bantuan Komisi Eropa untuk sektor kesehatan menggunakan berbagai instrumen untuk menjawab permasalahan
tata kelola, pemberian layanan kesehatan dan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan, serta telah pula memperluas
cakupannya untuk membantu menjawab ancaman flu burung.

Proyek Dukungan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (SCHS) merupakan program kerjasama Komisi Eropa untuk
meningkatkan akses dan mutu dari kesehatan masyarakat di daerah-daerah termiskin Indonesia. SCHS yang dilaksanakan
di propinsi Papua, Sumatra Selatan dan Jambi dengan dana EUR 35 juta, merupakan pelengkap dari upaya yang
dilakukan Kerjasama Tehnis Jerman (GTZ) dan Bank Pembangunan Jerman (KfW), yaitu donor Uni Eropa yang utama
dalam sektor tersebut. Tujuan keseluruhan dari program-program ini adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan
gizi penduduk, khususnya berkaitan dengan kelompok masyarakat tuna sosial dan yang hidup dalam kemiskinan,
melalui pembangunan sistem kesehatan masyarakat di tingkat kabupaten dan kecamatan.

Melalui Proyek Kesehatan Hewan yang dikelola melalui Fasilitas Flu Burung dan Manusia (AHIF) dari Bank Dunia,
Delegasi Komisi Eropa memberi kontribusi untuk prakarsa wilayah Asia Tenggara untuk pencegahan dan kesiapan
menghadapi pandemik flu burung. Proyek senilai EUR 7,8 juta ini berupaya menjawab permasalahan utama dalam
pengawasan dan tanggap penyakit secara partisipatif (PDS/ PDR), vaksinasi pencegahan pada unggas berbasis
masyarakat, pemantauan dampak strategi pengendalian dan restrukturisasi industri unggas. AHIF secara teratur
mengkoordinasikan rapat-rapat donor dan rapat-rapat terkait, tentang kesiapan dan tanggap flu burung yang juga
melibatkan secara khusus Komite Nasional Pengendalian dan Kesiapan Flu Burung yang baru-baru ini dibentuk, di
bawah kepemimpinan Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, maupun Departemen Kesehatan dan
Departemen Pertanian. Selain itu, Proyek Kesehatan Manusia akan mendukung Pemerintah Indonesia dalam pencegahan
dan pengendalian penyebaran flu burung, dan kesiapan pandemik flu burung pada manusia. Proyek yang dilaksanakan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dana EUR 13,5 juta dari proyek SCHS akan dimanfaatkan dan akan berfokus
pada penguatan tata kelola kasus flu burung dalam layanan kesehatan masyarakat, pengawasan penyakit, komunikasi
saat penyebaran dan kegiatan-kegiatan penelitian yang penting.

Delegasi Komisi Eropa, atas nama Uni Eropa, juga merupakan anggota aktif dan salah satu penyumbang utama
Mekanisme Koordinasi Negara (CCM) dari Dana Global untuk HIV/AIDS, Tuberkulosa dan Malaria (GFATM).

Dukungan lanjutan Komisi Eropa untuk sektor kesehatan disalurkan melalui jalur anggaran tematis untuk penyakit yang
terkait kemiskinan, senilai EUR 7,7 juta, termasuk Mitigasi Malaria bagi Kelompok yang Paling Terpengaruh di pulau
Timor; Manajemen Terpadu untuk pencegahan, pengendalian dan pengobatan HIV/AIDS di Jawa Barat; dan Kesehatan
Dasar dan Pencegahan Penyakit Menular di Puncak Jaya, Papua.

BANTUAN KEMANUSIAAN

Mandat ECHO adalah untuk memberikan bantuan darurat kepada para


korban bencana alam dan konflik bersenjata. Di Indonesia, ECHO
senantiasa mengikuti perkembangan situasi kemanusiaan dari kelompok-
kelompok penduduk yang paling rentan. ECHO memberikan tanggapan
cepat untuk mendukung operasi-operasi darurat saat terjadi bencana
alam. Setelah operasi tsunami – yang merupakan operasi kemanusiaan
terbesar dalam sejarah – ECHO ikut serta meringankan konsekuensi-
konsekuensi kemanusiaan dari: kekeringan yang panjang yang
menyebabkan memburuknya situasi ketahanan pangan di Nusa Tenggara
Timur pada tahun 2005, wabah penyakit kolera di Papua pada bulan
Mei 2006, gempa bumi Yogyakarta pada bulan Mei 2006, serta banjir
dan tanah longsor di Aceh/ bagian barat-laut Sumatra pada bulan
Desember 2006.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Gempa bumi dengan kekuatan 6,2 pada Skala Richter yang mengguncang daerah yang berpenduduk padat di propinsi
Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei memiliki konsekuensi-konsekuensi kemanusiaan yang besar, yang
menewaskan hampir 6.000 jiwa dan mengakibatkan lebih dari 1,1 juta warga kehilangan tempat tinggal. Bantuan
senilai EUR 3 juta segera disetujui sebagai dukungan bagi penyelamatan jiwa. Keputusan ini disusul dengan keputusan
bantuan senilai EUR 6,5 juta untuk memastikan dukungan bagi orang-orang yang terluka dan kehilangan tempat tinggal
karena gempa bumi tersebut, dan oleh karena itu difokuskan pada penyediaan tempat penampungan, barang-barang
non-pangan, kesehatan, air bersih, sanitasi dan logistik.

Program-program ECHO untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan dari warga yang tertimpa tsunami di Aceh dan Nias
akan berakhir bulan September 2007. Beberapa proyek berdasarkan keputusan pendanaan tahun 2005 sebesar EUR
2 juta juga masih berlangsung sampai Maret 2007, yang menanggapi masalah ketahanan pangan dan kekurangan gizi
di propinsi-propinsi Indonesia bagian timur dan kebutuhan air dan sanitasi dari daerah-daerah di Alor and Nusa Tenggara
Timur yang terkena dampak gempa bumi.

Menjangkitnya wabah kolera yang mengancam lebih dari 130.000 jiwa di daerah pegunungan bagian tengah Papua
Barat mendorong diambilnya keputusan pemberian bantuan darurat ECHO sebesar EUR 367.000 pada bulan April
2006 yaitu untuk membantu penyediaan air dan sanitasi untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut. Keputusan
tersebut terbukti bermanfaat dalam menghentikan penyebaran wabah tersebut, dan pada bulan Juli 2006, pemerintah
kabupaten mencabut status darurat.

Keterkaitan antara Bantuan Darurat, Rekonstruksi dan Pembangunan

Di Aceh dan Nias, program-program rehabilitasi dan pemulihan yang didanai melalui MDF, dimana Komisi Eropa
merupakan salah satu ketua, sedang berlangsung. Di Yogyakarta, bantuan kemanusiaan yang diberikan ECHO dikaitkan
dengan rehabilitasi melalui JRF, dimana Komisi Eropa merupakan pula salah satu ketua dan penyumbang utama.

Kemitraan

Mitra-mitra utama ECHO di Indonesia selama tahun 2006 adalah : badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa, Oxfam
– Inggris, Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), Palang Merah Jerman, Médecins du
Monde, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), German Agro Action, Atlas Logistique, Cordaid, Danish Church
Aid, Action contre la Faim - Perancis, Technisches Hilfswerk, International Catholic Migration Commission, Save the
Children, Solidarités, World Vision dan International Rescue Committee.

Rangkuman Dukungan ECHO

Krisis Kemanusiaan Nilai Bantuan


Wabah Kolera di Papua, Mei 2006 EUR 367,000
Gempa Bumi Yogyakarta, Bantuan Darurat Primer EUR 3,000,000
Gempa Bumi Yogyakarta, Bantuan Darurat dan Rehabilitasi EUR 6,500,000
Banjir Aceh dan Sumatra Utara, Desember 2006 EUR 1,000,000
Banjir Jakarta, Februari 2007 EUR 600,000

REKONSTRUKSI

Tanggapan terhadap bencana di Aceh dan Nias

Setelah gempa bumi dan tsunami menghantam Aceh dan Nias pada bulan Desember 2004 dan Maret 2005, MDF
dibentuk oleh Pemerintah Indonesia bersama dengan 15 donor untuk memastikan bahwa dana yang disediakan untuk
rekonstruksi wilayah-wilayah ini dikoordinir dengan baik. Komisi Eropa memberi kontribusi lebih dari EUR 200 juta.
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

MDF dikendalikan oleh Komite Pengarah yang dipimpin oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias,
Delegasi Komisi Eropa (sebagai donor terbesar) dan Bank Dunia (sebagai perwalian). Forum ini adalah yang mengambil
keputusan mengenai pendanaan dan berfungsi sebagai forum koordinasi donor dan dialog antara pemerintah dan
komunitas internasional.

Hingga akhir 2006, MDF telah menyalurkan USD 482 juta untuk 17 proyek yang mencakup empat sektor dan telah
mencapai kemajuan yang signifikan:
(1) Pemulihan masyarakat
• 1.212 rumah baru telah dibangun dan 1.873 rumah telah diperbaiki
• 6.419 rumah baru sedang dibangun dan 2.513 sedang direhabilitasi
• Jalan sepanjang 1.960 km, 723 jembatan, 242 sekolah, 1.147 unit irigasi dan drainase, 40 pos kesehatan
telah dibangun
• Lebih dari 7.000 beasiswa dan lebih dari 3.600 kredit mikro telah dialokasikan
• Lebih dari 27.000 hak tanah telah didaftarkan, 17.435 sertifikat tanah telah didistribusikan
• Penciptaan lapangan kerja sebanyak 10 juta hari kerja orang
(2) Infrastruktur dan transportasi
• 88.000 ton metrik bahan bangunan telah dikirim
• Empat pelabuhan telah dirancang
• 11 katup banjir telah dipasang dan 105 katup banjir dan tiga stasiun pompa telah dirancang untuk Banda
Aceh
• Jalan sepanjang 52 km antara Lamno dan Calang diperbaiki
• Kelompok pertama untuk investasi prasarana telah di-identifikasi untuk pendanaan MDF
(3) Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan
• Limbah tsunami sebanyak 1.079.000 meter kubik dan 97.000 sampah kota dari delapan kabupaten/ kota
telah disingkirkan
• 750 hektar tanah telah dibuka
• Daur ulang kayu bekas tsunami
• Pemantauan pembalakan liar
• Pembentukan kerangka kerja kelembagaan jangka panjang untuk konservasi
• Pengarusutamaan masalah-masalah konservasi dalam perencanaan ruang
• Kegiatan perekonomian alternatif
(4) Pengembangan kapasitas tata kelola
• Bantuan tehnis selama 18 bulan bagi BRR
• Pelatihan pemerintah daerah dan kontraktor jalanan
• Pemberian hibah skala kecil kepada 16 LSM.

MDF telah membuktikan diri sebagai perangkat yang kuat untuk koordinasi, harmonisasi dan dialog kebijakan. Faktor-
faktor keberhasilan yang utama mencakup peran penting BRR, tingkat keterlibatan donor yang tinggi dan penekanan
yang diberikan pada transparansi, hasil dan pemantauan kualitas. Peran aktif Komisi Eropa sebagai salah satu pimpinan
Komite Pengarah telah membantu mempertahankan hal ini.

Tanggapan terhadap bencana di Jawa

Pada bulan Mei 2006, gempa bumi yang menghantam Yogyakarta dan Jawa Tengah mengakibatkan kerusakan dan
kerugian senilai USD 3,1 milyar, yaitu 51% dialami sektor perumahan, 31% sektor produksi dan 14% sektor sosial.
Gempa bumi yang berukuran 6,2 Skala Richter ini menyebabkan kehancuran total dan kerusakan serius bagi lebih dari
300.000 rumah. Pada bulan Juli 2006, gempa bumi dan tsunami kembali menghantam pantai selatan Jawa Barat dan
menewaskan sedikitnya 660 warga dan menyebabkan 51.000 orang mengungsi.

Atas permintaan Pemerintah, enam donor mengumpulkan dana mereka melalui pembentukan JRF dan memberi
komitmen untuk menyalurkan dana USD 76 juta guna membantu rekonstruksi dan pemulihan maya pencarian di
wilayah-wilayah yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami. Para donor tersebut adalah Uni Eropa, Belanda, Inggris,
Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kanada, Denmark dan Finlandia. Bank Dunia bertindak sebagai perwalian JRF. Kontribusi awal Komisi Eropa adalah
sebesar EUR 6 juta dan jumlah ini akan ditingkatkan dengan tambahan hibah sebesar EUR 30 juta.

Sampai akhir 2006, tiga proyek senilai EUR 66,7 juta telah disetujui dan diluncurkan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan
Jawa Barat:
• Melalui Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Pemukiman Berbasis Komunitas (CSRRP) senilai USD 60 juta,
masyarakat akan menerima hibah secara blok untuk membangun kembali rumah-rumah permanen dan prasarana
desa yang tahan gempa. Sebanyak 8.000 penerima bantuan telah memperoleh pendanaan perdana untuk
perumahan permanen, 2.344 rumah transisi/ kerangka atap telah selesai dibangun di 156 desa, jalan tapak/
jalan desa sepanjang 55 km telah diperbaiki sehingga lebih baik dari sebelumnya, tembok penajan sepanjang
40 km telah diperbaiki, 6.000 fasilitas pasokan air telah diperbaiki, 200 fasilitas kebersihan telah diperbaiki,
200 pusat masyarakat telah direhabilitasi.
• Melalui dua proyek yang akan dilaksanakan IOM dan Yayasan Koperasi Perumahan (CHF), 24.000 keluarga akan
memperoleh perumahan sementara yang aman dan tahan lama. Lebih dari 1.500 penerima bantuan telah
memperoleh kerangka atap yang kemudian dapat diubah dari penampungan sementara menjadi perumahan
permanen.

Kontak

Delegasi Komisi Eropa


Wisma Dharmala Sakti, Lantai 16
Jl Jend Sudirman 32
Jakarta 10220 Indonesia
Tel (+62 21) 2554 6200
Fax (+62 21) 2554 6201
e-mail: delegation-indonesia@ec.europa.eu
www.delidn.ec.europa.eu

Potrebbero piacerti anche