Sei sulla pagina 1di 198

PENGADAAN, PENYIMPANAN

DAN PEMUSNAHAN

TIM PENYELENGGARA OSCE


PENGURUS PUSAT IAI
Valuable medicine is important,
but a pharmacist with a compassionate,
tender and humble heart
is more important …
Ruang Lingkup Pelayanan Farmasi

Pharmaceutical
Care

Patient
and
community

Pharmaceutical Pharmaceutical
supply Service

Pharmaceutical Practice
DRUG
MANAGEMENT Selecti
on
CYCLE

Manage
Procure
Use ment
ment
Support

Distri
bution

MSH – WHO : 1997 dan 2012


Managing drug supply is organized arround
the four basic functions of drug managing
cycle

1 •Selection
2 •Procurement
3 •Storage & distribution
4 •Use
• Seleksi : meliputi kegiatan penetapan masalah
kesehatan, pemilihan jenis obat, penetapan intervensi
pengobatan yang dipilih, serta penetapan jenis obat
apa yang harus tersedia pada masing-masing sarana
kesehatan.
• Pengadaan : meliputi perhitungan kebutuhan dan
perencanaan pengadaan, pemilihan cara pengadaan,
pelaksanaan pembelian, pemantauan status pesanan,
penerimaan dan pemeriksaan serta melakukan jaminan
mutu
• Distribusi : meliputi kegiatan pengendalian
persediaan obat, penyimpanan, transportasi serta
penyelesaian kepabeanan.
• Penggunaan : meliputi pelayanan medik dan
pelayanan farmasi.
Management Support
System

1. Organization
2. Financing
3. Information Management
4. Human Resources

Quick et al - 1997
Management Support System

1. Planning and Administration


• Pharmaceutical Supply Systems Assesment
• Managing Pharmaceutical Programs
• Planning for Pharmaceutical Management
• Analyzing and Controlling Pharmaceutical
Expenditures
• Financial Planning and Management
• Planning and Building Storage Fasilities
2. Organization and Management
3. Information Management
4. Human Resources Management

MSH – WHO 2012


Management Support System

2. Organization and Management


• Security Management
• Medical Store Management
3. Information Management
• Monitoring and Evaluation
• Pharmaceutical Management Information System
• Computer In Pharmaceutical Management
4. Human Resources Management
• Human Resources Management and Capacity
Development
• Designing and Implementing Training Program

MSH – WHO 2012


PENGADAAN
PENGADAAN

Meliputi proses perencanan


dan pengadaan inventori
(perbekalan farmasi).
Pengadaan

1. Efisien
2. Efektif
3. Terbuka & bersaing
Prinsip
4. Transparan
5. Adil/tidak diskriminatif
6. Akuntabel
Pengadaan

Tujuan pengadaan:
mendapatkan perbekalan farmasi
dengan harga yang layak, dengan
mutu yang baik, pengiriman barang
terjamin dan tepat waktu, proses
berjalan lancar dan tidak memerlukan
tenaga serta waktu berlebihan
Pengadaan

Pembelian produk yang tepat, dengan


harga yang tepat dan pada waktu
yang tepat serta berasal dari pemasok
yang absah.
Langkah Proses Pengadaan
1. Mendata jenis obat yg akan diadakan
2. Menentukan jumlah masing-masing jenis obat yg
akan dibeli sesuai dgn anggaran yg tersedia
3. Memilih metode pengadaan
4. Memilih supplier
5. Memonitor pengiriman barang
6. Menerima barang dan memeriksa kesesuaian dgn
dukumen (No batch, ED dll)

Good Pharmaceutical Procurement Practice


Perencanaan

Pemilihan jenis, jumlah dan harga


perbekalan farmasi yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan, dengan
menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan
ESTIMASI KEBUTUHAN OBAT

• POPULATION BASED
• SERVICE BASED
• CONSUMPTION BASED :
1. TREND
A. LONG METHOD
B. CODED METHOD
2. AVERAGE
3. M A T
Metode konsumsi
1. Siapkan daftar obat
2. Tentukan periode waktu konsumsi yang
akan dijadikan acuan perhitungan
3. Masukkan data konsumsi dari masing2
obat
4. Hitung konsumsi rata-rata per periode dari tiap
obat
5. Hitung safety stock dari tiap obat
Metode konsumsi

6. Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk


periode pengadaan berikutnya
7. Sesuaikan dengan perubahan-perubahan
yang mungkin terjadi.
8. Sesuaikan dengan kehilangan/kerusakan
9. Perkiraan harga tiap obat dan total biaya
10.Bandingkan dengan anggaran dan
lakukan penyesuaian.
ESTIMASI KEBUTUHAN OBAT (METODA KONSUMSI)

• DATA PEMAKAIAN LANGKAH PERHITUNGAN


PERIODE 1. MENGHITUNG JUMLAH
SEBELUMNYA PEMAKAIAN OBAT SEBENARNYA
• DATA TERSEDIA 2. MENGHITUNG KEBUTUHAN OBAT
LENGKAP SEHARUSNYA SEBELUMNYA
• KONSUMSI RELATIF 3. MENGHITUNG KEBUTUHAN OBAT
KONSTAN PERIODE YANG AKAN DATANG

1. METODA RATA-RATA
2. METODA TREND : LONG METHOD – CODE METHOD
3. RATA-RATA KENAIKAN
4. MOVING AVERAGE TOTAL
METODA RATA-RATA METODA TREND
• DATA KONSUMSI OBAT 3 • RUMUS :
PERIODE PEMBELIAN
Y =a +bX
• MENGHITUNG RATA-
PERSAMAAN
RATA PEMAKAIAN
Y =an+bX
• HASIL PERHITUNGAN
ADALAH KEBUTUHAN XY = a X + b X2
YAD
• BUAT TABEL X – Y – XY – X2

• HITUNG TOTAL • HITUNG TOTAL


MASUKKAN HASIL DALAM 2 MASUKKAN HASIL DALAM 2
PERSAMAAN PERSAMAAN

• DIPEROLEH PERSAMAAN • DIPEROLEH PERSAMAAN


UNTUK NILAI YANG ADA, UNTUK NILAI YANG ADA,
MASUKKAN X UNTUK MASUKKAN X UNTUK
PERIODE YANG DIINGINKAN PERIODE YANG DIINGINKAN
METODA RATA-RATA KENAIKAN PERSENTASE
• DATA KONSUMSI OBAT
• MENGHITUNG PERSENTASE PEMAKAIAN SETIAP PERIODE
• MENGHITUNG RATA-RATA KENAIKAN/PENURUNAN PEMAKAIAN
• KEBUTUHAN YAD = PEMAKAIAN SEBELUMNYA x
(100 + PERSENTASE KENAIKAN/PENURUNAN) %

METODA MOVING AVERAGE TOTAL


• MENGHITUNG TOTAL PEMAKAIAN SATU PERIODE BERGERAK
• MENGHITUNG PERSENTASE KENAIKAN/PENURUNAN UNTUK
NILAI DI ATAS
• MENGHITUNG RATA-RATA KENAIKAN/PENURUNAN PERSENTASE
PEMAKAIAN OBAT
• BERDASAR PERSENTASE YANG ADA DIHITUNG KEBUTUHAN
PERIODE YAD
Steps in morbidity method:
• Specify the list of problem
• Establish the list of drugs to be quantified
• Establish standard or average treatment
• Collect morbidity data for each health problem
treated
• Calculate the number of treatment episodes
• Calculate the quantity of drugs needed
• Adjust for filling the pipeline and current stock
• Adjust for expected losses
• Estimate cost
• Compare with budget and make adjustment
Kualifikasi PEMASOK
TUJUAN :
– Memastikan Obat yang di distribusikan adalah obat yang
telah resmi terdaftar di Badan POM- Legal
– Menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang
sampai ke tangan konsumen adalah obat yang efektif,
aman dan dapat digunakan sesuai tujuan penggunaan
– Mencegah masuknya Obat Sub-standar dan kadaluwarsa
– Mencegah masuknya obat Palsu dan illegal
– Menjamin “traceability” obat, jika ada recall dari BPOM atau
pihak lain.
– Menjamin penggantian obat secara komersial jika obat
kadaluwarsa atau ada kerusakan
– Menjamin terhubungnya informasi untuk monitoring efek
samping obat
(1) Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan
SIA.
(2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang
SIA dengan mencantumkan nomor SIPA.
PENYALURAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR
(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a. surat pesanan; atau
b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas.
(2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a hanya dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika,
Psikotropika, atau Prekursor Farmasi.
(3) Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1
(satu) jenis Narkotika.
(4) Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya
dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis
Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
(5) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) harus terpisah dari pesanan barang lain
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Dalam
Bentuk Obat Jadi
(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:
a. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah;
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika
kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika;
d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik
Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia
atau Kepolisian; dan
e. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi
Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik
milik Pemerintah Daerah, dan Puskesmas.
(2) Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, PBF dapat
menyalurkan Prekursor Farmasi golongan obat bebas
terbatas kepada Toko Obat.
Pemantauan Status Pesanan

(1) Pemantauan status pesanan bertujuan untuk mempercepat


pengiriman sehingga efisiensi suplai dapat ditingkatkan.
(2) Pemantauan dapat didasarkan kepada sistem VEN, dimana
obat-obatan yang sangat sangat esensial (VVE) perlu
mendapatkan prioritas yang lebih besar dalam pemantauan.
(3) Secara berkala petugas menelaah status pesanan. Pesanan
yang terlambat perlu segera ditangani misalnya dengan
melaporkan kepada Apoteker atau menghubungi pemasok.
(4) Pemantauan status pesanan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan suatu daftar atau bagan, yang antara lain berisi:
• nama obat dan satuan kemasan
• jumlah obat
• obat-obatan yang sudah diterima
• obat-obatan yang belum diterima
Penerimaan dan Pemeriksaan
PENERIMAAN

• Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima


perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai
dengan peraturan dan pedoman yang berlaku.
• Pemeriksaan merupakan suatu rangkaian kegiatan
pada penerimaan obat dari pemasok
PEMERIKSAAN
• Sebelum melakukan penerimaan pastikan terlebih
dahulu ketersediaan tempat untuk menyimpan.
• Siapkan dan bersihkan tempat yang akan
digunakan untuk pemeriksaan
• Saat pemeriksaan dilakukan verifikasi yang
meliputi : nama obat, dosage form, jumlah
(disesuaikan dengan surat pesanan) dan kondisi
kemasan, nomer batch, serta kadaluwarsa.
Lakukan dokumentasi saat penerimaan.
• Produk yang memerlukan penyimpanan dingin
diproses terlebih dahulu
• Proses pemeriksaan dilakukan dihadapan kurir
pengirim barang, dan dokumen pengiriman agar
didokumentasikan dan disimpan dengan baik
Penyimpanan
DEFINISI

Penyimpanan adalah suatu kegiatan


menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat.
TUJUAN

1. Memelihara mutu obat


2. Menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab
3. Menjaga ketersediaan
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Untuk mencapai tujuan penyimpanan, diperlukan
sistem yang dapat memastikan :
– Keamanan penyimpanan / mencegah pencurian
– Penyimpanan pada kondisi lingkungan yang
sesuai
– Pencatatan yang akurat (kartu stok)
– Pemesanan yang efektif
– Rotasi persediaan yang efektif dan monitoring ED
yang tepat
– Pencegahan kebakaran yang efektif
Kondisi penyimpanan yang dianjurkan ditentukan sebagai
berikut :
• Dingin, adalah suhu yang tidak lebih dari 8º C
• Sejuk adalah tempat di mana suhu dipertahankan
secara termostatik antara 8º C dan 15º C.
• Tempat pembeku adalah ruang pendingin yang
suhunya diatur antara -20º C dan -10º C.
• Suhu kamar adalah suhu yang berlaku di area kerja.
• Suhu Kamar Terkendali adalah suhu yang
dipertahankan secara termostatik antara 15º C - 30º C.
• Hangat adalah suhu yang berkisar antara 30º C - 40º C
• Kelewat Panas adalah suhu di atas 40º C
Kondisi penyimpanan normal
Kondisi penyimpanan normal untuk obat
didefinisikan sebagai penyimpanan dalam
keadaan kering, ventilasi yang baik dengan
suhu berkisar antara 15ºC sampai 25ºC - 30ºC
Kelembaban
Contoh, kapsul basah, tablet rapuh atau pecah
Asetosal bau asam jika lembab
Cara menghindari : ventilasi baik, pasang AC,
simpan obat ditempat kering
Wadah harus selalu tertutup rapat, adsorben
biarkan tetap dalam wadah
Perlindungan terhadap sinar
matahari langsung

• Kalau produk terkena sinar matahari


langsung, maka jendela dipasangi tirai atau
penahan sinar matahari.
• Simpan produk dalam karton
• Jangan memajang atau melakukan
pengemasan produk terkena sinar matahari
langsung
“Program Pengendalian Hama “

Meeting of pest attack strategy


KARTU STOK
Informasi yang dapat dicantumkan :
– Nama dan deskripsi produk
– Tanggal
– Jumlah Stok awal
– Jumlah Penerimaan
– Nomer bets dan kadaluwarsa
– Penyesuaian
– Stok akhir
– Keterangan
– Kondisi penyimpanan
KARTU STOK
Informasi yang dapat dicantumkan :
– Maximum stok
– Minimum stok
– Lead time

KARTU STOK vs PENGENDALIAN PERSEDIAAN


Stok opname berkala
Dapat dikelola dalam berbagai cara :
– Berdasar dosage form : sebagai contoh hitung
persediaan tablet di bulan Januari, kapsul di bulan
Februari dst
– Lokasi di penyimpanan : sebagai contoh hitung
persediaan di rak/lemari A pada bulan Januari,
persediaan di rak/lemari B pada bulan Februari dst
– Ketersediaan waktu : hitung persediaan setiap hari
disaat personil tidak sibuk
– Stok on hand : dalam rentang waktu tertentu
dihitung masing-masing produk dengan tingkat
ketersediaan di atas stok minimum
Monitoring ED
Penyimpanan hendaknya dilakukan pada :
1. Tempat yang dapat menjaga mutu obat :
• Dari pengaruh lingkungan : suhu,
kelembaban, sinar matahari serta gangguan
serangga dan binatang pengerat
• Dari gangguan fisik : penumpukan yang
melebihi batas kekuatan kemasan
2. Dari pencurian

Penyimpanan dalam jumlah besar, harus terdapat :


• Ruang Penerimaan
• Ruang Karantina
• Ruang Penyimpanan
• Ruang Penyerahan
SYARAT-SYARAT PENYIMPANAN

Gudang
a. Tata ruang - Kemudahan Bergerak
b. Sirkulasi udara yang baik
c. Suhu 15 – 25O C (AC)
d. Kelembaban udara maksimum 70 mmHg
e. Keamanan Gudang
• CCTV
• Alarm
• Pintu yang tidak mudah dirusak (besi, dan tralis)
• Pemadam kebakaran
• Detektor Api
SYARAT-SYARAT PENYIMPANAN

f. Menggunakan:
• Rak - atas 40 cm dari atap, bawah 10 cm dari
ubin dan jarak antara rak minimal 30 cm
• Palet plastik
• Lemari yang terkunci
g. Kartu stok
h. Bebas dari kecoa, tikus, kucing
i. Peletakan obat harus jelas dan dengan nama yang
jelas
j. Bersih, rapi
k. Hanya petugas yang berkepentingan yang
diperbolehkan masuk
l. Petugas tidak boleh merokok
HAL-HAL KHUSUS
1. Vaksin : Cold Chain yang dimonitor suhunya
• Waspada terhadap expired date
2. Bahan mudah terbakar
• Terpisah dari gudang induk
• Terpisah dari bahan yang tidak mudah terbakar
• Tanda khusus
3. Obat-obat high alert (kewaspadaan khusus/tinggi)
• Narkotika
• Obat-obat konsentrasi pekat
• Insulin
• Albumin
• LASA
• Obat onkologi
PROSES PENYIMPANAN
1. Stock storage: floor pallets, pallets rack or
shelves in the appropriate zone
2. Pengendalian persediaan : FIFO dan FEFO
3. Zoning Stock
4. Stock Location
5. Stock Classification
6. Pertimbangan penanganan produk
Stock storage - Floor pallets
Stock storage – Pallets rack
Stock storage
Klasifikasi Stok

1. Katagori efek terapi / farmakologi : Sangat sesuai


untuk penyimpanan yang tidak begitu banyak
jenisnya dimana apoteker yang bersangkutan
sangat memahami farmakologi
2. Frekuensi penggunaan : Produk fast moving
diletakkan di tempat yang mudah terjangkau.
Penggunaan sistem ini harus dikombinasikan
dengan sistem lain
3. Alphabet : Bisa digunakan di sarana yang besar
maupun kecil.
4. Bentuk sediaan : Pada sistem ini produk
dikatagorikan berdasar bentuk sediaan
5. Pemberian kode produk : Masing-masing produk
memiliki kode produk dan kode lokasi
penyimpanan. Sistem ini memiliki fleksibilitas
yang tinggi dan dapat berjalan dengan baik bila
menggunakan sistem pengendalian inventori
yang computerized
6. Random Bin : Tempat penyimpanan diberi kode
yang dapat diidentifikasi melalui sistem
penyimpanan yang computerized. Dengan
menggunakan kode, tempat yang kosong dapat
teridentifikasi oleh sistem sehingga produk yang
diterima dapat disimpan di tempat yang kosong
tersebut.
SISTEM PENYIMPANAN

1. Berdasar suhu penyimpanan dan persyaratan


stabilitas
2. Menerapkan prinsip FEFO dan FIFO
3. Sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai
kebutuhan
PENATAAN SECARA FEFO DAPAT MEMINIMALISIR
KADALUWARSA

• Kadaluwarasa adalah masalah penyimpanan


 kadaluwarsa dapat diketahui pasti
 tidak terlalu dekat waktunya
• Menyimpan/menata sediaan obat :
 kadaluwarsa awal diletakkan didepan
• Dicatat pada kartu persediaan :
 informasi 6 bulan sebelum kadaluwarsa
Pertimbangan penanganan produk

1. Look-Alike/Sound-Alike product (LASA) atau


NORUM (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip)

2. High alert drug

3. Misleading labels
LASA (NORUM)

Prosedur penyimpanan:
• tidak boleh bersisian langsung harus ada minimal 1
(satu) obat lain diantaranya
• diberikan tanda atau sticker khusus
• Penulisan dengan teknik Tallman letter (sound alike)
OBAT-OBAT LASA

• LASA : Look Alike Sound Alike


Contoh-contoh :
- Cefotaxim – Ceftriaxon
- Amlodipin 5 – Amlodipin 10
- Dopamin - Dobutamin
- Rifampicin 300 – Rifampicin 450
- Ephedrin – Epineprin
- Cendo Lyters – Cendo Timolol dll
• Ditempel stiker khusus dengan tulisan LASA, ditempel
di box luar atau box tempat penyimpanan
• Diletakkan berjauhan antara yang satu dengan yang lain
• Termasuk dosis yang berbeda dan kemasan yang mirip
Look Alike
LASA
LASA
Tallman letter pd Sound Alike

elVACin – elASTin
CERNEvit – CRAvit
curSIL – corSEL
FORtibi – SANtibi
plasmin – plasminEX
glimepiride 1 – glimepiride 2
Look A Like Sound A Like
ISMP’s List of High-Alert Medications

Adrenergic agents Insulin/hypoglyce


Anesthetics mics
Antiarrhythmics Liposomal products
Anticoagulants Narcotics
Cardioplegic Neuromuscular
solutions blocking agents
Chemotherapy Nitroprusside
Dextrose ≥20% Oxytocin
Dialysis solutions Parenteral nutrition
Electrolytes Promethazine
(concentrated) Radiocontrast
Epidural/intrathecal agents
agents Sedatives
Epoprostenol Sterile water for
Inotropic agents injection
HAM disimpan terpisah
Narkotika, psikotropika dan prekursor

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan


Prekursor Farmasi di fasilitas produksi, fasilitas
distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus
mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
• Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dapat berupa gudang, ruangan,
atau lemari khusus.
• Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan
untuk menyimpan barang selain Narkotika.
• Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang
digunakan untuk menyimpan barang selain
Psikotropika
Narkotika, psikotropika dan prekursor

Yang dimaksud dengan lemari khusus untuk penyimpanan


narkotika, psikotropika dan prekursor adalah :
a. terbuat dari bahan yang kuat;
b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah
kunci yang berbeda;
c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang,
untuk Instalasi Farmasi Pemerintah;
d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum, untuk Apotek, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan
e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan
Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika golongan III


Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat
untuk pengobatan dan penelitian.
Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan
Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan :

Golongan I
Hanya untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
Tidak digunakan dalam terapi
Potensi sindrom ketergantungan amat kuat

Golongan II
Untuk pengobatan
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Potensi sindrom ketergantungan kuat
Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan :

Golongan III
Untuk pengobatan atau terapi
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Potensi sindrom ketergantungan sedang

Golongan IV
Untuk pengobatan atau terapi
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Potensi sindrom ketergantungan ringan
TABEL I TABEL II
Acetic Anhydride Acetone
N-acetylanthranilic Acid Anthranilic Acid
Ephedrine Ethyl Ether
Ergometrine Hydrochloric Acid
Ergotamine Methyl ethyl ketone
Isosafrole Phenylacetic Acid
Lysergic Acid Piperidine
3,4-Methylenedioxyphenyl-2 propanone Sulphuric Acid
Norephedrine Toluene
1-phenyl-2-propanone
Piperonal
Potasium Permanganat
Pseudoephedrine
Safrole Golongan Dan Jenis Prekursor
PERSYARATAN RAK PENYIMPANAN OBAT

81
Penataan Produk

Label identitas, tanggal pembuatan, nomer bets,


tanggal kadaluwarsa diletakkan pada sisi yang
mudah dibaca.
• Usahakan kadaluwarsa produk yang diperoleh, mempunyai
tanggal kadaluwarsa yang panjang
• Produk kadaluwarsa awal, ditempatkan terdepan
• Tanggal kadaluwarsa ditulis pada kartu stock. Pencatatan
dapat memberikan informasi paling sedikit 6 bulan sebelum
jatuh tempo
83
KETERSEDIAAN KOTAK PPPK

84
KETERSEDIAAN TABUNG PEMADAM
KEBAKARAN

85
Pastikan personil terlatih untuk menggunakan
Pemadam Kebakaran.
Sebagai panduan sederhana penggunaannya :
Pull the pin at the top
Aim the nozzle toward the base of the fire
Squeeze the handle to discharge the
extinguisher
Sweep the nozzle back and forth at the base of
the fire
KETERSEDIAAN PASIR

87
TEMPAT PEMBUANGAN BENDA
TAJAM/BERBAHAYA

88
PEMANTAUAN RUANG PENYIMPANAN

• Dilakukan pemantauan suhu


dan kelembaban ruang
penyimpanan secara teratur.
• Ruang penyimpanan
mempunyai ventilasi yang
baik.
• Ruang penyimpanan tidak
terpapar cahaya matahari
langsung

89
Pemeliharaan Mutu Produk
Pemeliharaan Mutu Produk dilakukan dengan :
• Pengamatan Mutu Produk
• Pencegahan Kerusakan dan Kontaminasi
• Pencegahan Kebakaran
• Pengendalian Hama
• Pemantauan Temperatur dan Kelembaban
JENIS KERUSAKAN PD SEDIAAN OBAT
Tablet Perubahan warna, bau, rasa, bintik, pecah,
retak, benda asing, wadah rusak
Tablet Salutnya pecah, basah, lengket satu sama lain,
Salut wadah rusak
Kapsul Kapsul terbuka, lengket satu sama lain, wadah
rusak
Salep Warna berubah, berbintik-bintik, wadah rusak
Cairan Warna berubah, endapan/keruh, perubahan
kekentalan, wadah rusak
Injeksi Warna berubah, endapan/keruh, benda asing
kekentalan, wadah rusak
PENGAMATAN MUTU OBAT
SECARA ORGANOLEPTIS
Bau Terjadi perubahan bau spt pd tab asetosal ( Krn
panas)
Warna Perubahan warna menjadi kecoklatan contoh : Vit
C (krn SM)
Pecah Tablet menjadi mudah pecah contoh : Tablet
Etambutol (krn lembab)
Kering Volume cairan berkurang contoh : alkohol (krn
penguapan)
Meleleh Perubahan konstituen menjadi leleh contoh :
Salep, Suppos (krn suhu panas)
Pencegahan Kerusakan Fisik dan Kontaminasi
• Penataan produk dengan benar. Contoh : Box
produk yang berat bersebelahan dengan box
produk mudah pecah maka masing2 tumpukan
diatur dalam jumlah kecil/tidak terlalu tinggi
• Hindari kontak dengan ujung – ujung yang tajam
• Penumpukan box tidak lebih dari 2.5 m
• Obat jangan diletakkan langsung di lantai
• Menjaga kebersihan dan keteraturan ruang
• Hindari kebocoran
Penyimpanan

Penyimpanan sesuai jenis produk dan


bentuk sediaan (minimalisir risiko)

Penyimpanan sesuai spesifikasi produk


(suhu, kelembaban, cahaya/sinar matahari)
dan menggunakan palet/rak/lemari
(mempertahankan mutu)

Mengunakan Sistem FIFO/FEFO dengan


label yang jelas (kesalahan pengambilan),
penumpukan kemasan sesuai petunjuk

Rusak, ED, Retur (inventarisir, disimpan


terpisah)
No Nama Obat Refrige Tidak Narko Psikotro Prekur High Alert La
rator Layak tika pika sor Medicines yak
dengan dan alasan
alasan

01 LASA
02 Narkotika
03 Psikotropika
04 Prekursor
05 Metothrexate
06 Obat Gol. B
07 Obat Gol. T
08 Obat Gol. K
09 Suppositoria
10 Prebiotik
11 Glibenklamida
12 Anti koagulan
PREBIOTIK

Masing-masing prebiotik memiliki suhu simpan


yang berbeda.
• Ada yang 20 – 80 C
• Ada yang 150 – 250 C
• Ada yang dibawah 250 C
• Ada yang dibawah 300 C

KHUSUS PADA OSCE INI PENYIMPANAN


DILAKUKAN PADA REFRIGERATOR
(20 – 80 C)
No Nama Obat Layak Tidak
Layak
Refri Narko Psiko Pre High Alert K –
dengan
gera tika tropi kur Medicines T -
alasan
tor ka sor dan alasan B
01 Clobazam
02 Cataflam 25
03 Codikaf
04 Cotrimoksazole
05 Cataflam 50
06 Enervon C
07 Escovit C
08 Lantus SoloStar
09 MDT Combi
10 Enzyplex
11 Mycostatin
12 Fenofibrate
13 Lacto B
14 Tremenza
15 Rhinos SR
Pengelolaan Produk Rusak dan ED
Obat rusak atau ED harus disimpan terpisah dan diberi
label yang jelas. Tidak boleh disimpan di ruang peracikan

Pemusnahan
• Dilaksanakan untuk obat yang tidak memenuhi syarat
untuk didistribusi (rusak, ED)
• Harus diidentifikasi secara tepat, label yang jelas,
disimpan terpisah, terkunci, dan ditangani sesuai
prosedur tertulis
• Proses pemusnahan obat harus dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundangan dan dilaporkan
• Dokumentasi beserta laporan harus disimpan sesuai
ketentuan
PEMUSNAHAN
Pemusnahan dan penarikan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan dibuktikan
dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1.
2. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
3. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat
izin kerja.
4. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Cara Memusnahkan Obat Psikotropika, Narkotika, dan
Prekursor Farmasi di Apotek
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi hanya dilakukan dalam hal: diproduksi tanpa
memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali; telah
kadaluarsa; tidak memenuhi syarat untuk digunakan
pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan; dibatalkan izin edarnya; atau
berhubungan dengan tindak pidana
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus dilakukan dengan: tidak mencemari
lingkungan; dan tidak membahayakan kesehatan
masyarakat.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian
menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada: Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah
Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Balai Besar/ Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
menetapkan petugas di lingkungannya menjadi
saksi pemusnahan sesuai dengan surat
permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan
produk ruahan harus dilakukan sampling untuk
kepentingan pengujian oleh petugas yang
berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian
kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum
dilakukan pemusnahan
(1) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan yang
melaksanakan pemusnahan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara
Pemusnahan.
(2) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b. tempat pemusnahan;
c. nama penanggung jawab fasilitas
produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik
perorangan;
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan
saksi lain badan/sarana tersebut;
e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi yang dimusnahkan;
f. cara pemusnahan; dan
g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas
produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter praktik
perorangan dan saksi.
(3) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan
tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal
dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 10.
Pharmaceutical Disposal

It is very important to dispose of pharmaceuticals properly


because there can be very negative consequences to improper
disposal. Improper disposal can result in—
■ contaminated water supplies
■ the diversion and resale of expired or inactive medicines
■ improperly incinerated products, which can release toxic
pollutants into the air.

Always follow your facility’s procedures for handling damaged or


expired medicines. In most cases, this will mean that you should
send the products back to the facility that provides you with your
supplies.
The disposal methods for various catagories of pharmaceuticals
are indentified in the following table.
Kategori obat-obatan dan metoda pemusnahan
Kategori Metoda pemusnahan Komentar
Padat Tempat penimbunan Pembuangan dalam bentuk
sampah tanpa diolah (tidak di-
Setengah padat Enkapsulasi imobilisasi) ke tempat
Tepung Inersiasi penimbunan sampah tiap
Insinerasi suhu sedang dan harinya tidak boleh melebihi 1%
tinggi (insinerator dari limbah rumah tangga.
pembakaran semen)
Cairan Saluran pembuangan air Anti neoplastik tidak boleh
Insinerasi suhu tinggi dibuang ke saluran pembuangan
(pembakaran semen) air
Ampul Hancurkan ampul dan buang Anti neoplastik tidak boleh
larutan yang telah dibuang ke saluran pembuangan
diencerkan ke saluran air
pembuangan air
Obat-obatan Enkapsulasi Anti biotik cair dapat diencerkan
anti infeksi Inersiasi dengan air, dibiarkan selama
Insinerasi suhu sedang dan beberapa minggu kemudian
tinggi (pembakaran semen) dibuang ke saluran pembuangan
air
Kategori Metoda pemusnahan Komentar
Anti neoplastik Dikembalikan ke pemberi Tidak boleh dibuang ke tempat
atau produsen penimbunan sampah kecuali telah di-
Enkapsulasi enkapsulasi
Inersiasi Tidak boleh dibuang ke saluran
Insinerasi suhu sedang dan pembuangan air
tinggi (pembakaran semen) Tidak boleh menggunakan insinerasi
Dekomposisi kimiawi suhu sedang
Obat-obatan Enkapsulasi Tidak boleh dibuang ke tempat
dikendalikan Inersiasi penimbunan sampah kecuali telah di-
(napza) Insinerasi suhu sedang dan enkapsulasi
tinggi (pembakaran semen)
Tabung aerosol Tempat penimbunan sampah Tidak boleh dibakar: dapat meledak
Enkapsulasi
Disinfektan Dipergunakan Disinfektan yang tidak diencerkan
Dibuang ke saluran tidak boleh dibuang ke saluran
pembuangan air atau air pembuangan air atau aliran air
yang mengalir deras: Maksimal 50 liter per hari yang telah
disinfektan yang telah diencerkan dibuang ke saluran pembu
diencerkan dalam jumlah angan air atau air yang mengalir deras
sedikit (maksimal 50 liter per Tidak boleh dibuang ke air yang tidak
hari dengan pengawasan) mengalir atau mengalir lambat
Kategori Metoda pemusnahan Komentar
Plastik PVC, Tempat penimbunan sampah Tidak boleh dibakar di wadah terbuka
gelas
Kertas, kardus Didaur-ulang, dibakar,
tempat penimbunan sampah
Source: WHO. 1999. Guidelines for Safe Disposal of Unwanted Pharmaceuticals
In and After Emergencies. Geneva: World Health Organization. Available at
http://www.who.int/medicines/library/par/who-edm-par-99-2/who-edm-par-
99-2.htm

Particular attention must be given to disposal of the


following catagories of pharmaceuticals—
■ controlled substances, such as narcotics and
psychotropic medicines
■ anti-infective drugs
■ antineoplastics
■ cytotoxic anti-cancer drugs, toxic drugs
■ antiseptics and disinfectants.
Bentuk sediaan dan metoda pemusnahan
1. Sediaan padat dan setengah padat seperti tablet, kapsul,
salep, krim dibakar dalam insenerator. Dimana
sebelumnya sediaan dikeluarkan dari wadah/
pembungkusnya dan kemudian dimasukan dalam
insenerator, dibakar hingga menjadi abu, dan abunya
dikumpulkan dan dibuang ketempat pembuang sampah
2. Sediaan cair seperti sirup dan cair infus dikeluarkan dari
wadahnya, dicampur dengan sejumlah air dan dibuang ke
septiktank khusus yang sudah tersedia.
3. Sediaan cair berupa injeksi, dipecahkan bersama
wadahnya, cairannya dialirkan kedalam septiktank, dan
pecahan wadahnya dikumpulkan dan dibuang ke tempat
pembuangan sampah akhir
Cara Pemusnahan Obat Rusak atau Kadaluarsa
Adapun langkah-langkah pemusnahan obat sebagai berikut:
• Obat rusak atau kadaluarsa disatukan dalam wadah
terpisah
• Obat dipilah berdasar bentuk sediaan dan jenis obat
• Ditentukan cara pemusnahan masing-masing bentuk
sediaan dan jenis obat
• Dilakukan pemusnahan sesuai cara yang telah ditentukan
dan dibuat berita acara pemusnahan obat rusak atau
kadaluarsa oleh apoteker penanggung jawab sesuai
ketentuan yang ada
• Sesuaikan jumlah obat pada kartu stok
Referensi
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 03/2015
tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73/2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 09/2017
tentang Apotek
Peraturan Ka Badan POM RI No: HK 03.1.34.11.12.7542
Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis CDOB

Keluhan Obat dan/ atau


Bahan Obat Kembalian,
Manajemen Mutu
Diduga Palsu & Penarikan
Kembali
Organisasi Manajemen
Transportasi
& Personalia

Sarana Distribusi
Bangunan & Peralatan
Berdasarkan Kontrak

Operasional Dokumentasi

Inspeksi Diri
GUIDELINES FOR THE STORAGE OF
ESSENTIAL MEDICINES AND OTHER
HEALTH COMMODITIES
133
Terima Kasih

Terima Kasih

Terima Kasih
Terima Kasih

Terima Kasih
Formulir 1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN OBAT KADALUWARSA/RUSAK

Pada hari ini ........................ tanggal................ bulan..................... tahun


..................... sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek , kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Apoteker Pengelola Apotek : ……………………………………
Nomor SIPA : ……………………………………
Nama Apotek : ……………………………………
Alamat Apotek : ……………………………………

Dengan disaksikan oleh :


1 Nama : ………………………………………
NIP : ………………………………………
Jabatan : ………………………………………
2 Nama : ………………………………………
NIP : ………………………………………
Jabatan : ………………………………………

Telah melakukan pemusnahan Obat sebagaimana tercantum dalam daftar


terlampir.
Tempat dilakukan pemusnahan :................................................................

Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh


tanggung jawab.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :
1.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
2.Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4.Arsip di Apotek

……………………………….20……..

Saksi-saksi yang membuat berita acara


1
……………………………………… ………………………………………
NIP. NO. SIPA.

2
……………………………………..
NIP
DAFTAR OBAT YANG DIMUSNAHKAN

No. Nama Obat Jumlah Alasan


Pemusnahan

……………………………….20……..

Saksi-saksi yang membuat berita acara


1
……………………………………… ………………………………………
NIP. NO. SIPA.

2
……………………………………..
NIP
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa terdapat peningkatan penyalahgunaan beberapa


zat baru yang memiliki potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan yang belum termasuk
dalam Golongan Narkotika sebagaimana diatur dalam
Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
-2-

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5419);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN
PENGGOLONGAN NARKOTIKA.

Pasal 1
Daftar Narkotika golongan I, golongan II dan golongan III
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 415), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
-3-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2017

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 52


-4-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN
NARKOTIKA

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya


termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari
buah tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa
mengalami pengolahan sekedarnya untuk pembungkus dan
pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan
dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan
lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang
cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa
memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau
bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara
langsung atau melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka
yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
-5-

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua


bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan
tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja
dan hasis.
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk
stereo kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya
11. ASETORFINA : 3-O-Asetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-
metilbutil)-6,14-endo-etenooripavina
12. ASETIL-ALFA- : N-[1-(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
METILFENTANIL asetanilida
13. ALFA-METILFENTANIL : N-[1(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
propionanilida
14. ALFA- : N-[1-]1-Metil-2-(2-tienil)etil]-4-
METILTIOFENTANIL piperidil]propionanilida
15. BETA- : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-4-piperidil]
HIDROKSIFENTANIL propionanilida
16. BETA-HIDROKSI-3- : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-3-metil-4-
METIL-FENTANIL piperidil]propionanilida
17. DESOMORFINA : Dihidrodesoksimorfina
18. ETORFINA : Tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-
metilbutil)-6,14-endo-etenooripavina
19. HEROINA : Diasetilmorfina
20. KETOBEMIDONA : 4-Meta-hidroksifenil-1-metil-4-
propionilpiperidina
21. 3-METILFENTANIL : N-(3-Metil-1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
22. 3-METILTIOFENTANIL : N-[3-Metil-1-[2-(2-tienil)etil]-4-
piperidil] propionanilida
23. MPPP : 1-Metil-4-fenil-4-piperidinolpropianat
(ester)
24. PARA-FLUOROFENTANIL : 4‘-Fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
25. PEPAP : 1-Fenetil-4-fenil-4-piperidinol asetat
(ester)
-6-

26. TIOFENTANIL : N-[1-[2-(2-Tienil)etil]-4-piperidil]


propionanilida
27. BROLAMFETAMINA, : (±)-4-Bromo-2,5-dimetoksi-α-
nama lain DOB metilfenetilamina
28. DET : 3-[2-(Dietilamino )etil] indol
29. DMA : (+)-2,5-Dimetoksi-α-metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1,2-Dimetilheptil)-7,8,9,10-
tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo
[b,d]piran-1-ol
31. DMT : 3-[2-( Dimetilamino )etil]indol
32. DOET : (±)-4-Etil-2,5-dimetoksi-α–
metilfenetilamina
33. ETISIKLIDINA, : N-Etil-1-fenilsikloheksilamina
nama lain PCE
34. ETRIPTAMINA : 3-(2-Aminobutil) indol
35. KATINONA : (-)-(S)-2-Aminopropiofenon
36. (+)-LISERGIDA, nama : 9,10-Didehidro-N,N-dietil-6-
lain LSD, LSD-25 metilergolina-8β-karboksamida
37. MDMA : (±)-N,α-Dimetil-3,4-(metilendioksi)
fenetilamina
38. MESKALINA : 3,4,5-Trimetoksifenetilamina
39. METKATINONA : 2-(Metilamino )-1-fenilpropan-1-on
40. 4- METILAMINOREKS : (±)-sis- 2-Amino-4-metil-5-fenil-2-
oksazolina
41. MMDA : 5-Metoksi-α-metil-3,4-(metilendioksi)
fenetilamina
42. N-ETIL MDA : (±)-N-Etil- α-metil-3,4-(metilendioksi)
fenetilamina
43. N-HIDROKSI MDA : (±)-N-[α-Metil-3,4-(metilendioksi)
fenetil]hidroksilamina
44. PARAHEKSIL : 3-Heksil-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-
trimetil-6H-dibenzo[b,d]piran-1-ol
45. PMA : p-Metoksi-α–metilfenetilamina
46. PSILOSINA, PSILOTSIN : 3-[2-(Dimetilamino )etil]indol-4-ol
47. PSILOSIBINA : 3-[2-(Dimetilamino)etil]indol-4-il
dihidrogen fosfat
-7-

48. ROLISIKLIDINA, : 1-(1-Fenilsikloheksil)pirolidina


nama lain PHP, PCPY
49. STP, DOM : 2,5-Dimetoksi-α,4-dimetilfenetilamina
50. TENAMFETAMINA, : α-Metil-3,4-
nama lain MDA (metilendioksi)fenetilamina
51. TENOSIKLIDINA, nama : 1- [1-(2-Tienil) sikloheksil]piperidina
lain TCP
52. TMA : (±)-3,4,5-Trimetoksi-α–
metilfenetilamina
53. AMFETAMINA : (±)-α-Metilfenetilamina
54. DEKSAMFETAMINA : (+)-α-Metilfenetilamina
55. FENETILINA : 7-[2-[(α-
Metilfenetil)amino]etil]teofilina
56. FENMETRAZINA : 3-Metil-2-fenilmorfolin
57. FENSIKLIDINA, : 1-(1-Fenilsikloheksil)piperidina
nama lain PCP
58. LEVAMFETAMINA : (-)-(R)-α-Metilfenetilamina
59. LEVOMETAMFETAMINA : (-)-N,α-Dimetilfenetilamina
60. MEKLOKUALON : 3-(o-klorofenil)-2-metil-4(3H)-
kuinazolinon
61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N,α–Dimetilfenetilamina
62. METAKUALON : 2-Metil-3-o-tolil-4(3H)-kuinazolinon
63. ZIPEPROL : α-(α-Metoksibenzil)-4-(β-
metoksifenetil)-1-piperazinetanol
64. Sediaan opium dan/atau campuran dengan bahan lain bukan
Narkotika
65. 5-APB : 1-(1-Benzofuran-5-il)propan-2-amina
66. 6-APB : 1-(1-Benzofuran-6-il)propan-2-amina
67. 25B-NBOMe : 2-(4-Bromo-2,5-dimetoksifenil)-N-[(2-
metoksifenil)metil]etanamina
68. 2-CB : 2-(4-Bromo-2,5-dimetoksifenil)
etanamina
69. 25C-NBOMe, nama lain : 2-(4-Kloro-2,5-dimetoksifenil)-N-[(2-
2C-C-NBOMe metoksifenil)metil]etanamina
70. DIMETILAMFETAMINA, : N,N-Dimetil-1-fenilpropan-2-amina
nama lain DMA
-8-

71. DOC : 1-(4-Kloro-2,5-dimetoksifenil)propan-


2-amina
72. ETKATINONA, : 2-(Etilamino)-1-fenilpropan-1-on
nama lain N-etilkatinona
73. JWH-018 : Naftalen-1-il(1-pentil-1H-indol-3-
il)metanona
74. MDPV, nama lain 3,4- : (R/S)-1-(Benzo[d][1,3]dioksol-5-il)-2-
METILENDIOKSIPIROVA (pirrolidin-1-il)pentan-1- on
LERON
75. MEFEDRON, : (RS)-2-Metilamino-1-(4-metilfenil)
nama lain 4-MMC propan-1-on
76. METILON, : (RS)-2-Metilamino-1-(3,4-
nama lain MDMC metilendioksifenil)propan-1-on
77. 4-METILETKATINONA, : (R/S)-2-Etilamino-1-(4-metilfenil)
nama lain 4-MEC propan-1-on
78. MPHP : 1-(4-Metilfenil)-2-(pirrolidin-1-il)
heksan-1-on
79. 25I-NBOMe, nama lain : 2-(4-Iodo-2,5-dimetoksifenil)-N-(2-
2C-I-NBOMe metoksibenzil)etanamina
80. PENTEDRON : (±)-2-(Metilamino)-1-fenilpentan-1-on
81. PMMA; p- : 1-(4-Metoksifenil)-N-metil-2-
METOKSIMETAMFETAMI propanamina
NA, nama lain PARA-
METOKSIMETILAMFETA
MIN, 4-MMA
82. XLR-11, : (1-(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-
nama lain il)2,2,3,3-tetrametilsiklopropil)-
5-FLUORO-UR-144 metanona
83. 5-FLUORO AKB 48, : N-(Adamantan-1-il)-1-(5-fluoropentil)-
nama lain 5F-APINACA 1H-indazol-3-karboksamida
84. MAM-2201 : [1-(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il](4-
metilnaftalen-1-il)-metanona
85. FUB-144, : (1-(4-Fluorobenzil)-1H-indol-3-il)
nama lain FUB-UR-144 (2,2,3,3-tetrametilsiklopropil)
metanona
-9-

86. AB-CHMINACA : N-[(1S)-1-(Aminokarbonil)-2-


metilpropil]-1-(sikloheksilmetil)-1H-
indazol-3-karboksamida
87. AB-FUBINACA : N-(1-Amino-3-metil-1-oksobutan-2-
il)-1-(4-fluorobenzil)-1H-indazol-3-
karboksamida
88. FUB-AMB, : Metil 2-({1-[(4-fluorofenil) metil]-1H-
nama lain AMB- indazol-3-karbonil} amino)-3-
FUBINACA metilbutanoat
89. AB-PINACA : N-(1-Amino-3-metil-1-oksobutan-2-
il)-1-pentil-1H-indazol-3-
karboksamida
90. THJ-2201 : [1-(5-Fluoropentil)-1H-indazol-3-il]
(naftalen-1-il) metanona
91. THJ-018 : 1-Naftalenil(1-pentil-1H-indazol-3-il)
metanona
92. MAB-CHMINACA, : N-(1-Amino-3,3-dimetil-1-oksobutan-
nama lain ADB- 2-il)-1-(sikloheksilmetil)-1H-indazol-
CHMINACA 3-karboksamida
93. ADB-FUBINACA : N-(1-Amino-3,3-dimetil-1-oksobutan-
2-il)-1-(4-fluorobenzil)-1H-indazol-3-
karboksamida
94. MDMB-CHMICA, : Metil 2-{[1-(sikloheksilmetil)indol-3-
nama lain MMB- karbonil] amino}-3,3- dimetilbutanoat
CHMINACA
95. 5-FLUORO-ADB : Metil 2-{[1-(5-fluoropentil)-1H-
indazol-3-karbonil]amino}-3,3-
dimetilbutanoat
96. AKB-48, : N-(Adamantan-1-il)-1-pentil-1H-
nama lain APINACA indazol-3-karboksamida
97. 4-APB : 1-(1-Benzofuran-4-il) propan-2-amina
98. ETILON, : (RS)-1-(1,3-Benzodioksol-5-il)-2-
nama lain bk-MDEA, (etilamino)propan-1-on
MDEC
99. TFMPP : 1-(3-(Trifluorometil)fenil) piperazin
100. ALFA-METILTRIPTAMINA : 2-(1H-Indol-3-il)-1-metil-etilamina
-10-

101. 5-MeO-MiPT : N-[2-(5-Metoksi-1H-indol-3-il)etil]-N-


metilpropan-2-amina
102. METOKSETAMINA, : (RS)2-(3-Metoksifenil)-2-(etilamino)
nama lain MXE sikloheksanona
103. BUFEDRON, : 2-(Metilamino)-1-fenilbutan-1-on
nama lain METILAMINO-
BUTIROFENON (MABP)
104. 4-KLOROMETKATINONA, : 1-(4-Klorofenil)-2-(metilamino)
nama lain 4-CMC, propan-1-on
KLEFEDRON
105. AH-7921 : 3,4-Dikloro-N-{[1-(dimetilamino)
sikloheksil]metil}benzamida
106. 4-MTA : 1-[4-(Metilsulfanil)fenil]propan-2-
amina
107. AM-2201, : 1-[(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il]-
nama lain JWH-2201 (naftalen-1-il)metanona
108. ASETILFENTANIL : N-[1-(2-Feniletil)-4-piperidil]-N-
fenilasetamida
109. MT-45 : 1-Sikloheksil-4-(1,2-difeniletil)
piperazin
110. ALFA-PVP : 1-Fenil-2-(pirrolidin-1-il)pentan-1-on
111. 4,4’-DMAR, : 4-Metil-5-(4-metilfenil)-4,5-dihidro-
nama lain 4,4’- 1,3-oksazol-2-amina
DIMETILAMINOREKS
112. METAMFETAMINA : (±)-N,α-Dimetilfenetilamina
RASEMAT
113 Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.
114. Tanaman KHAT (Catha edulis)

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II

1. ALFASETILMETADOL : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-


4,4difenilheptana
2. ALFAMEPRODINA : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-
4propionoksipiperidina
-11-

3. ALFAMETADOL : Alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-
heptanol
4. ALFAPRODINA : Alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
5. ALFENTANIL : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-
tetrazol-1il)etil]-4-(metoksimetil)-4-
piperidinil]-N-fenilpropanamida
6. ALLILPRODINA : 3-Allil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
7. ANILERIDINA : Asam 1-para-aminofenetil-4-
fenilpiperidina)-4-karboksilatetil ester
8. ASETILMETADOL : 3-Asetoksi-6-dimetilamino-4,4-
difenilheptana
9. BENZETIDIN : Asam 1-(2-benziloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
10. BENZILMORFINA : 3-benzilmorfina
11. BETAMEPRODINA : Beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
12. BETAMETADOL : Beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–
heptanol
13. BETAPRODINA : Beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
14. BETASETILMETADOL : Beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4,4-
difenilheptana
15. BEZITRAMIDA : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-
okso-3-propionil-
1-benzimidazolinil)piperidina
16. DEKSTROMORAMIDA : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil]morfolina
17. DIAMPROMIDA : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]
propionanilida
18. DIETILTIAMBUTENA : 3-dietilamino-1,1-di-(2’-tienil)-1-
butena
19. DIFENOKSILAT : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
-12-

20. DIFENOKSIN : Asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-


fenilisonipekotik
21. DIHIDROMORFINA
22. DIMEFHEPTANOL : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
23 DIMENOKSADOL : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-
difenilasetat
24. DIMETILTIAMBUTENA : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-
butena
25. DIOKSAFETIL BUTIRAT : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26. DIPIPANONA : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona
27. DROTEBANOL : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-
6ß,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan
ekgonina dan kokaina.
29. ETILMETILTIAMBUTENA : 3-Etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-
butena
30. ETOKSERIDINA : Asam 1-[2-(2-Hidroksietoksi)-etil]-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
31. ETONITAZENA : 1-Dietilaminoetil-2-para-
etoksibenzil-5-nitrobenzimedazol
32. FURETIDINA : Asam 1-(2-
Tetrahidrofurfuriloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester)
33. HIDROKODONA : Dihidrokodeinona
34. HIDROKSIPETIDINA : Asam 4-Meta-hidroksifenil-1-
metilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
35. HIDROMORFINOL : 14-Hidroksidihidromorfina
36. HIDROMORFONA : Dihidrimorfinona
37. ISOMETADONA : 6-Dimetilamino-5-metil-4,4-difenil-
3-heksanona
38. FENADOKSONA : 6-Morfolino-4,4-difenil-3-heptanona
39. FENAMPROMIDA : N-(1-metil-2-piperidinoetil)
propionanilida
-13-

40. FENAZOSINA : 2'-Hidroksi-5,9-dimetil-2-fenetil-6,7-


benzomorfan
41. FENOMORFAN : 3-Hidroksi-N–fenetilmorfinan
42. FENOPERIDINA : Asam 1-(3-Hidroksi-3-fenilpropil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
43. FENTANIL : 1-Fenetil-4-N-
propionilanilinopiperidina
44. KLONITAZENA : 2-(Para-klorbenzil)-1-dietilaminoetil-
5-nitrobenzimidazol
45. KODOKSIMA : Dihidrokodeinona-6-
karboksimetiloksima
46. LEVOFENASILMORFAN : (-)-3-Hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. LEVOMORAMIDA : (-)-4-[2-Metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-
pirolidinil)butil]morfolina
48. LEVOMETORFAN : (-)-3-Metoksi-N-metilmorfinan
49. LEVORFANOL : (-)-3-Hidroksi-N-metilmorfinan
50. METADONA : 6-Dimetilamino-4,4-difenil-3-
heptanona
51. METADONA : 4-Siano-2-dimetilamino-4,4-
INTERMEDIATE difenilbutana
52. METAZOSINA : 2-Hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-
benzomorfan
53. METILDESORFINA : 6-Metil-delta-6-deoksimorfina
54. METILDIHIDROMORFINA : 6-Metildihidromorfina
55. METOPON : 5-Metildihidromorfinona
56. MIROFINA : Miristilbenzilmorfina
57. MORAMIDA INTERMEDIAT : Asam 2-Metil-3-morfolino-1,1-
difenilpropana karboksilat
58. MORFERIDINA : Asam 1-(2-Morfolinoetil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
59. MORFINA-N-OKSIDA
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent
lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya
kodeina-Noksida
-14-

61. Morfina
62. NIKOMORFINA : 3,6-Dinikotinilmorfina
63. NORASIMETADOL : (±)-Alfa-3-asetoksi-6-metilamino-
4,4-difenilheptana
64. NORLEVORFANOL : (-)-3-Hidroksimorfinan
65. NORMETADONA : 6-Dimetilamino-4,4-difenil-3-
heksanona
66. NORMORFINA : Dimetilmorfina atau N-
demetilatedmorfina
67. NORPIPANONA : 4,4-Difenil-6-piperidino-3-
heksanona
68. OKSIKODONA : 14-Hidroksidihidrokodeinona
69. OKSIMORFONA : 14-Hidroksidihidromorfinona
70. PETIDINA INTERMEDIAT A : 4-Siano-1-metil-4-fenilpiperidina
71. PETIDINA INTERMEDIAT B : Asam 4-Fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
72. PETIDINA INTERMEDIAT C : Asam 1-Metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat
73. PETIDINA : Asam 1-Metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
74. PIMINODINA : Asam 4-Fenil-1-( 3-
fenilaminopropil)-piperidina-4-
karboksilat etil ester
75. PIRITRAMIDA : Asam 1-(3-Siano-3,3-difenilpropil)-
4(1piperidino)-piperdina-4-
karboksilat amida
76. PROHEPTASINA : 1,3-Dimetil-4-fenil-4-
propionoksiazasikloheptana
77. PROPERIDINA : Asam 1-Metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat isopropil ester
78. RASEMETORFAN : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan
79 RASEMORAMIDA : (±)-4-[2-Metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil]-morfolina
80. RASEMORFAN : (±)-3-Hidroksi-N-metilmorfinan
81. SUFENTANIL : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-
etil -4-piperidil] propionanilida
-15-

82. TEBAINA
83. TEBAKON : Asetildihidrokodeinona
84. TILIDINA : (±)-Etil-trans-2-(dimetilamino)-1-
fenil-3-sikloheksena-1-karboksilat
85. TRIMEPERIDINA : 1,2,5-Trimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
86. BENZILPIPERAZIN (BZP), : 1-Benzilpiperazin
N-BENZILPIPERAZIN
87. META- : 1-(3-Klorofenil)piperazin
KLOROFENILPIPERAZIN
(MCPP)
88. DIHIDROETORFIN : 7,8-Dihidro-7α-[1-(R)-hidroksi-1-
metilbutil]-6,14-endo-
etanotetrahidrooripavina
89. ORIPAVIN : 3-O-Demetiltebain
90. REMIFENTANIL : Asam1-(2-Metoksikarboniletil)-4-
(fenilpropionilamino)-piperidina-4-
karboksilat metil ester
91. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III

1. ASETILDIHIDROKODEINA
2. DEKSTROPROPOKSIFENA : Alfa-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-
metil-2-butanol propionat
3. DIHIDROKODEINA
4. ETILMORFINA : 3-Etilmorfina
5. KODEINA : 3-Metilmorfina
6. NIKODIKODINA : 6-Nikotinildihidrokodeina
7. NIKOKODINA : 6-Nikotinilkodeina
8. NORKODEINA : N-Demetilkodeina
9. POLKODINA : Morfoliniletilmorfina
10. PROPIRAM : N-(1-Metil-2-piperidinoetil)-N-2-
piridilpropionamida
-16-

11. BUPRENORFINA : 21-Siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-


1,2,2-trimetilpropil]-6,14-endo-
entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina
12. CB 13, nama lain : Naftalen-1-il[4-(pentiloksi)naftalen-
CRA 13 atau SAB-378 1-il]etanona
13. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
14. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan
narkotika
15. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan
narkotika

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa terdapat obat keras yang mempunyai potensi


mengakibatkan sindroma ketergantungan yang belum
termasuk dalam Golongan Psikotropika sebagaimana
diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan
Penggolongan Psikotropika;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);

binfar.kemkes.go.id
www.binfar.kemkes.go.id
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA.

Pasal 1
Daftar psikotropika golongan II dan golongan IV tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 324), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

www.binfar.kemkes.go.id
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2017

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 53

www.binfar.kemkes.go.id
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN
PSIKOTROPIKA

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN II

No. Nama Lazim Nama Kimia


1. AMINEPTINA Asam 7-[(10,11-dihidro-5H-dibenzo[a,d]-
siklohepten-5-il)amino] heptanoat
2. METILFENIDAT Metil-alfa-fenil-2-piperidina asetat

3. SEKOBARBITAL Asam 5-alil-5-(1-metilbutil) barbiturat

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV

No. Nama Lazim Nama Kimia


1. ALLOBARBITAL Asam 5,5-dialilbarbiturat
8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-
2. ALPRAZOLAM
a][1,4] benzodiazepina
AMFEPRAMONA, 2-(Dietilamino)propiofenon
3.
nama lain Dietilpropion
4. AMINOREKS 2-Amino-5-fenil-2-oksazolina
5. BARBITAL Asam 5,5-dietilbarbiturat
6. BENZFETAMINA N-Benzil-N-α-dimetilfenetilamina
7-Bromo-1,3-dihidro-5-(2-piridil)-2H-1,4-
7. BROMAZEPAM
benzodiazepin-2-on
2-Bromo-4-(o-klorofenil)-9-metil-6H-
8. BROTIZOLAM
tieno[3,2-f]-s-triazolo[4,3-a][1,4]diazepina
9. BUTOBARBITAL Asam 5-butil-5-etilbarbiturat
7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
10. DELORAZEPAM
benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-
11. DIAZEPAM
benzodiazepin-2-on

www.binfar.kemkes.go.id
No. Nama Lazim Nama Kimia
8-Kloro-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]
12. ESTAZOLAM
benzodiazepina
ETIL AMFETAMINA, N-Etil-α- metilfenetilamina
13. nama lain
N-Etilamfetamina
Etil 7-kloro-5-(o-fluorofenil)-2,3-dihidro-2-
14. ETIL LOFLAZEPAT
okso-1H-1,4-benzodiazepina-3-karboksilat
15. ETINAMAT 1-Etinilsikloheksanolkarbamat
16. ETKLORVINOL 1-Kloro-3-etil-1-penten-4-in-3-ol
17. FENCAMFAMINA N-Etil-3-fenil-2-norbornanamina
18. FENDIMETRAZINA (+)-(2S,3S)-3,4-Dimetil-2-fenilmorfolina
19. FENOBARBITAL Asam 5-etil-5-fenilbarbiturat
20. FENPROPOREKS (±)-3-[(α-Metilfeniletil)amino] propionitril
21. FENTERMINA α,α-Dimetilfenetilamina
7-Kloro-5-(o-fluorofenil)-1,3-dihidro-1-metil-
22. FLUDIAZEPAM
2H-1,4-benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1-[2-(dietilamino)etil]-5-(o-
23. FLURAZEPAM fluorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4
benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2,2,2-
24. HALAZEPAM
trifluoroetil)-2H-1,4 benzodiazepin-2-on
10-Bromo-11b-(o-fluorofenil)-2,3,7,11b-
25. HALOKSAZOLAM tetrahidrooksazolo[3,2d][1,4]benzodiazepin-
6(5H)-on
7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-
26. KAMAZEPAM fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
dimetikarbamat (ester)
11-Kloro-8,12b-dihidro-2,8-dimetil-12b-
27. KETAZOLAM fenil-4H-[1,3]oksazino[3,2-d][1,4]
benzodiazepin-4,7(6H)-dion
7-Kloro-1-metil-5-fenil-1H-1,5-
28. KLOBAZAM
benzodiazepin-2,4(3H,5H)-dion
10-Kloro-11b-(o-klorofenil)-2,3,7,11b-
29. KLOKSAZOLAM tetrahidro-oksazolo-
[3,2d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-on

www.binfar.kemkes.go.id
No. Nama Lazim Nama Kimia
5-(o-Klorofenil)-1,3-dihidro-7-nitro-2H-1,4-
30. KLONAZEPAM
benzodiazepin-2-on
Asam 7-kloro-2,3-dihidro-2-okso-5-fenil-1H-
31. KLORAZEPAT
1,4-benzodiazepina-3-karboksilat
7-Kloro-2-(metilamino)-5-fenil-3H-1,4-
32. KLORDIAZEPOKSIDA
benzodiazepina-4-oksida
5-(o-Klorofenil)-7-etil-1,3-dihidro-1-metil-
33. KLOTIAZEPAM
2H-tieno[2,3-e]-1,4-diazepin-2-on
LEFETAMINA, (-)-N,N-Dimetil-1,2-difeniletilamina
34.
nama lain SPA
6-(o-Klorofenil)-2,4-dihidro-2-[(4-metil-1-
35. LOPRAZOLAM piperazinil)metilen]-8-nitro-1H-imidazo[1,2-
a][1,4]benzodiazepin-1-on
7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-
36. LORAZEPAM
hidroksi-2H-1,4-bonzodiazepin-2-on
7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-
37. LORMETAZEPAM
hidroksi-1-metil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
5-(p-Klorofenil)-2,5-dihidro-3H-imidazo[2,1-
38. MAZINDOL
a]isoindol-5-ol
7-Kloro-2,3-dihidro-1-metil-5-fenil-1H-1,4-
39. MEDAZEPAM
benzodiazepina
40. MEFENOREKS N-(3-Kloropropil)-α-metilfenetilamina
41. MEPROBAMAT 2-Metil-2-propil-1,3 propanadioldikarbamat
3-(α-Metilfenetil)-N-(fenilkarbamoil)
42. MESOKARB
sidnonimina
43. METILFENOBARBITAL Asam 5-etil-1-metil-5-fenilbarbiturat
44. METIPRILON 3,3-Dietil-5-metil-2,4-piperidina-dion
8-Kloro-6-(o-fluorofenil)-1-metil-4H-
45. MIDAZOLAM
imidazo[1,5-a][1,4] benzodiazepina
1,3-Dihidro-1-metil-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-
46. NIMETAZEPAM
benzodiazepin-2-on
1,3-Dihidro-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-
47. NITRAZEPAM
benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-2H-1,4-
48. NORDAZEPAM
benzodiazepin-2-on

www.binfar.kemkes.go.id
No. Nama Lazim Nama Kimia
7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-5-fenil-2H-
49. OKSAZEPAM
1,4-benzodiazepin-2-on
10-Kloro-2,3,7,11b-tetrahidro-2-metil-11b-
50. OKSAZOLAM feniloksazolo[3,2-d][1,4]benzodiazepin-
6(5H)-on
51. PEMOLINA 2-Amino-5-fenil-2-oksazolin-4-on
7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2-propinil)-
52. PINAZEPAM
2H-1,4-benzodiazepin-2-on
53. PIPRADROL 1,1-Difenil-1-(2-piperidil) metanol
54. PIROVALERONA 4’-Metil-2-(1-pirolidinil) valerofenon
7-Kloro-1-(siklopropilmetil)-1,3-dihidro-5-
55. PRAZEPAM
fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
56. SEKBUTABARBITAL Asam 5-sek-butil-5-etilbarbiturat
7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-
57. TEMAZEPAM
fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
7-Kloro-5-(1-sikloheksen-1-il)-1,3-dihidro-1-
58. TETRAZEPAM
metil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
8-Kloro-6-(o-klorofenil)-1-metil-4H-s-
59. TRIAZOLAM
triazolo[4,3-a][1,4] benzodiazepina
60. VINILBITAL Asam 5-(1-metilbutil)-5-vinilbarbiturat
N,N,6-Trimetil-2-p-tolilimidazo[1,2-
61. ZOLPIDEM
a]piridina-3-asetamida
7-Bromo-5-(2-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
62. FENAZEPAM
benzodiazepin-2-on

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

binfar.kemkes.go.id
www.binfar.kemkes.go.id
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 2015

TENTANG

PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN


NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan
Narkotika, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran
Psikotropika, dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997 tentang
Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika
perlu disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 14 ayat (3), Pasal 36 ayat (2), Pasal
42, dan Pasal 44 Undang–Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, dan Pasal 9 ayat (3), Pasal
14 ayat (6) dan Pasal 15 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5062);

3. Undang-Undang...
-2-

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5126);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5533);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/lll/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);

11. Peraturan...
-3-

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
721) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 442);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 370) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
585);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013
tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 178);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 232);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN
PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN
PREKURSOR FARMASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang
Narkotika.

2. Psikotropika...
-4-

2. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun


sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku.
3. Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan
proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan,
dan produk jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine,
norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau
Potasium Permanganat.
4. Penyaluran adalah setiap kegiatan distribusi Narkotika, Psikotropika
dan Prekursor Farmasi dalam rangka pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan.
5. Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi, baik antar penyerah maupun
kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan.
6. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan
obat.
7. Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
8. Instalasi Farmasi Pemerintah adalah sarana tempat menyimpan dan
menyalurkan sediaan farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha
Milik Daerah dalam rangka pelayanan kesehatan, yang dalam Undang-
Undang mengenai Narkotika dan Psikotropika disebut Sarana
Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah.
9. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit.
10. Instalasi Farmasi Klinik adalah bagian dari klinik, yang dalam
Undang-Undang mengenai Narkotika dan Psikotropika disebut Balai
Pengobatan, yang bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan,
mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta
melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian.

11. Apotek...
-5-

11. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan


praktek kefarmasian oleh Apoteker.
12. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-
obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.
13. Lembaga Ilmu Pengetahuan adalah lembaga pendidikan dan pelatihan
serta lembaga penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan
oleh pemerintah ataupun swasta yang dapat menggunakan narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
14. Importir Terdaftar Psikotropika yang selanjutnya disingkat IT
Psikotropika adalah pedagang besar farmasi yang mendapat izin untuk
mengimpor psikotropika guna didistribusikan kepada industri farmasi
dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir psikotropika.
15. Importir Terdaftar Prekursor Farmasi yang selanjutnya disingkat IT
Prekursor Farmasi adalah pedagang besar farmasi yang mendapat izin
untuk mengimpor prekursor farmasi guna didistribusikan kepada
industri farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna
akhir prekursor farmasi.
16. Kepala Balai adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis di lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
17. Kepala Badan adalah Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan makanan.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.

Pasal 2

Pengaturan peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan


Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam Peraturan Menteri
ini meliputi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi untuk
kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.

BAB II...
-6-

BAB II
PEREDARAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3

Peredaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi terdiri dari


Penyaluran dan Penyerahan.

Pasal 4

Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang diedarkan harus


memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.

Pasal 5

(1) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat


jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari
Menteri.
(2) Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara untuk mendapat izin edar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 6

(1) Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika dan PBF atau


Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyalurkan Narkotika wajib
memiliki izin khusus dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Izin khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Izin Khusus Produksi Narkotika;
b. Izin Khusus Impor Narkotika; atau
c. Izin Khusus Penyaluran Narkotika.
(3) Lembaga Ilmu Pengetahuan yang memperoleh, menanam, menyimpan,
dan menggunakan Narkotika dan/atau Psikotropika untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memiliki izin dari
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7...
-7-

Pasal 7

Peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi yang digunakan dalam


program terapi dan rehabilitasi medis dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Penyaluran

Paragraf 1
Umum

Pasal 8

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib


memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya


dapat dilakukan berdasarkan:
a. surat pesanan; atau
b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk
pesanan dari Puskesmas.
(2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya
dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika, Psikotropika, atau
Prekursor Farmasi.
(3) Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis
Narkotika.
(4) Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat
digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau
Prekursor Farmasi.
(5) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
harus terpisah dari pesanan barang lain.

Paragraf 2...
-8-

Paragraf 2
Penyaluran Narkotika Golongan I

Pasal 10

(1) Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh


perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor
Narkotika kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk
kebutuhan laboratorium.
(2) Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
1 terlampir.

Paragraf 3
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Bahan Baku

Pasal 11

(1) Penyaluran Narkotika dalam bentuk bahan baku hanya dapat


dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin
Khusus Impor Narkotika kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga
Ilmu Pengetahuan.
(2) Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 1 terlampir.

Pasal 12

(1) Penyaluran Psikotropika dalam bentuk bahan baku hanya dapat


dilakukan oleh PBF yang memiliki izin sebagai IT Psikotropika kepada
Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
(2) Penyaluran Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 2 terlampir.
Pasal 13...
-9-

Pasal 13

(1) Penyaluran Prekursor Farmasi berupa zat/bahan pemula/bahan


kimia atau produk antara/produk ruahan hanya dapat dilakukan oleh
PBF yang memiliki izin IT Prekursor Farmasi kepada Industri Farmasi
dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
(2) Penyaluran Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 3 terlampir.

Paragraf 4
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Obat Jadi

Pasal 14

(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam


bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:
a. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah;
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika
kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika;
d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik
Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau
Kepolisian; dan
e. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi
Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik
milik Pemerintah Daerah, dan Puskesmas.
(2) Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, PBF dapat menyalurkan Prekursor Farmasi
golongan obat bebas terbatas kepada Toko Obat.

Pasal 15...
- 10 -

Pasal 15

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk


obat jadi oleh Industri Farmasi kepada PBF hanya dapat dilakukan oleh
Industri Farmasi pemilik izin edar.

Pasal 16

(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam


bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan
dari Apoteker penanggung jawab atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan, dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1,
Formulir 2 dan Formulir 4 terlampir.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
untuk penyaluran kepada Instalasi Farmasi Pemerintah, surat
pesanan dapat ditandatangani oleh Apoteker yang ditunjuk.
(3) Dalam hal penyaluran Prekursor Farmasi dari PBF kepada Toko Obat,
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Tenaga
Teknis Kefarmasian dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 4 terlampir.

Pasal 17

(1) Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang


dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi
Pemerintah harus dilengkapi dengan:
a. surat pesanan;
b. faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
1. nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
2. bentuk sediaan;
3. kekuatan;
4. kemasan;
5. jumlah;
6. tanggal kadaluarsa; dan
7. nomor batch.
(2) Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan melalui jasa
pengangkutan hanya dapat membawa Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi sesuai dengan jumlah yang tecantum dalam surat
pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang dibawa pada
saat pengiriman.
Bagian Ketiga...
- 11 -

Bagian Ketiga
Penyerahan

Paragraf 1
Umum

Pasal 18

(1) Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya


dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi.
(2) Dalam hal Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan oleh Apoteker di
fasilitas pelayanan kefarmasian.
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara
langsung sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyerahan Prekursor Farmasi yang termasuk golongan obat bebas
terbatas di Toko Obat dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.

Paragraf 2
Penyerahan Narkotika dan Psikotropika

Pasal 19

(1) Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat dilakukan


oleh:
a. Apotek;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik; dan
e. dokter.
(2) Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat
menyerahkan Narkotika dan/atau Psikotropika kepada:
a. Apotek lainnya;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter; dan
f. pasien.

(3) Penyerahan...
- 12 -

(3) Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan
untuk memenuhi kekurangan jumlah Narkotika dan/atau
Psikotropika berdasarkan resep yang telah diterima.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus berdasarkan
surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker
penanggung jawab dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 5 terlampir.
(5) Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi
Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau
Psikotropika kepada pasien berdasarkan resep dokter.

Pasal 20

(1) Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh Apotek kepada Dokter


hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan
Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan; dan/atau
b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang
tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan
surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh dokter yang
menangani pasien dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 6 terlampir.

Pasal 21

(1) Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh dokter kepada pasien


hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan
Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan;
b. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Narkotika melalui suntikan;
c. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Psikotropika; atau
d. dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada
Apotek berdasarkan surat penugasan dari pejabat yang berwenang.
(2) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
termasuk sebagai izin penyimpanan Narkotika dan Psikotropika untuk
keperluan pengobatan.
Paragraf 3...
- 13 -

Paragraf 3
Penyerahan Prekursor Farmasi

Pasal 22

(1) Penyerahan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan oleh:


a. Apotek;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter; dan
f. Toko Obat.
(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat
keras kepada:
a. Apotek lainnya;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter; dan
f. pasien.
(3) Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi
Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi golongan
obat keras kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat keras sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat
dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah Prekursor Farmasi
golongan obat keras berdasarkan resep yang telah diterima.
(5) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh
Apotek kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dan Toko Obat hanya dapat dilakukan
untuk memenuhi kekurangan kebutuhan harian Prekursor Farmasi
golongan obat bebas terbatas yang diperlukan untuk pengobatan.
(6) Penyerahan Prekursor Farmasi oleh Apotek kepada dokter hanya
dapat dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan tugas/praktik
di daerah terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23...
- 14 -

Pasal 23

(1) Penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6) harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian
penanggung jawab atau dokter yang menangani pasien dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7,
Formulir 8, dan Formulir 9 terlampir.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh
Apotek kepada Toko Obat, hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 8 terlampir.
(3) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada
pasien harus memperhatikan kerasionalan jumlah yang diserahkan
sesuai kebutuhan terapi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB III
PENYIMPANAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 24

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di


fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian
harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

Pasal 25

(1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.
(2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Narkotika.
(3) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Psikotropika.
(4) Tempat...
- 15 -

(4) Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku


dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Prekursor
Farmasi dalam bentuk bahan baku.

Pasal 26

(1) Gudang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang
dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang
berbeda;
b. langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;
c. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji
besi;
d. gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
penanggung jawab; dan
e. kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan
pegawai lain yang dikuasakan.
(2) Ruang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
b. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji
besi;
c. mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
d. kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan;
dan
e. tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk.
(3) Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. terbuat dari bahan yang kuat;
b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci
yang berbeda;
c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk
Instalasi Farmasi Pemerintah;
d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum,
untuk Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas,
Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan
e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

Pasal 27...
- 16 -

Pasal 27

Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib


memenuhi Cara Produksi Obat yang Baik, Cara Distribusi Obat yang
Baik, dan/atau standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Penyimpanan Narkotika atau Psikotropika

Pasal 28

(1) Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika harus memiliki tempat


penyimpanan Narkotika berupa gudang khusus, yang terdiri atas:
a. gudang khusus Narkotika dalam bentuk bahan baku; dan
b. gudang khusus Narkotika dalam bentuk obat jadi.
(2) Gudang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam
penguasaan Apoteker penanggung jawab.

Pasal 29

(1) Industri Farmasi yang memproduksi Psikotropika harus memiliki


tempat penyimpanan Psikotropika berupa gudang khusus atau ruang
khusus, yang terdiri atas:
a. gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk
bahan baku; dan
b. gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk obat
jadi.
(2) Gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.

Pasal 30

(1) PBF yang menyalurkan Narkotika harus memiliki tempat


penyimpanan Narkotika berupa gudang khusus.
(2) Dalam hal PBF menyalurkan Narkotika dalam bentuk bahan baku dan
obat jadi, gudang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
terdiri atas:
a. gudang khusus Narkotika dalam bentuk bahan baku; dan
b. gudang khusus Narkotika dalam bentuk obat jadi.

(3) Gudang...
- 17 -

(3) Gudang khusus untuk tempat penyimpanan Narkotika sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berada dalam penguasaan
Apoteker penanggung jawab.

Pasal 31

(1) PBF yang menyalurkan Psikotropika harus memiliki tempat


penyimpanan Psikotropika berupa gudang khusus atau ruang khusus.
(2) Dalam hal PBF menyalurkan Psikotropika dalam bentuk bahan baku
dan obat jadi, gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus terdiri atas:
a. gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk
bahan baku; dan
b. gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk obat
jadi.
(3) Gudang khusus atau ruang khusus untuk tempat penyimpanan
Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berada
dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.

Pasal 32

(1) Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyimpan Narkotika atau


Psikotropika harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau
Psikotropika berupa ruang khusus atau lemari khusus.
(2) Ruang khusus atau lemari khusus tempat penyimpanan Narkotika
atau Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam
penguasaan Apoteker penanggung jawab atau Apoteker yang ditunjuk.

Pasal 33

(1) Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi


Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat
penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa lemari khusus.
(2) Lemari khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam
penguasaan Apoteker penanggung jawab.

Pasal 34

Dokter praktik perorangan yang menggunakan Narkotika atau


Psikotropika untuk tujuan pengobatan harus menyimpan Narkotika atau
Psikotropika di tempat yang aman dan memiliki kunci yang berada di
bawah penguasaan dokter.
Bagian Ketiga...
- 18 -

Bagian Ketiga
Penyimpanan Prekursor Farmasi

Pasal 35

(1) Industri Farmasi yang menggunakan Prekursor Farmasi dalam bentuk


bahan baku untuk memproduksi Prekursor Farmasi atau PBF yang
menyalurkan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku harus
memiliki tempat penyimpanan Prekursor Farmasi berupa gudang
khusus atau ruang khusus.
(2) Gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.

Pasal 36

(1) Industri Farmasi yang memproduksi Prekursor Farmasi dalam bentuk


obat jadi, PBF yang menyalurkan Prekursor Farmasi dalam bentuk
obat jadi, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus menyimpan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi dalam gudang
penyimpanan obat yang aman berdasarkan analisis risiko.
(2) Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus menyimpan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi di tempat penyimpanan obat yang
aman berdasarkan analisis risiko.

BAB IV
PEMUSNAHAN

Pasal 37

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya


dilakukan dalam hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali;
b. telah kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan;
d. dibatalkan izin edarnya; atau
e. berhubungan dengan tindak pidana.

Pasal 38...
- 19 -

Pasal 38

(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a sampai


dengan huruf d dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi
Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat.
(2) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang memenuhi
kriteria pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a
sampai dengan huruf d yang berada di Puskesmas harus
dikembalikan kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat.
(3) Instalasi Farmasi Pemerintah yang melaksanakan pemusnahan harus
melakukan penghapusan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
(4) Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
berhubungan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 huruf e dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus


dilakukan dengan:
a. tidak mencemari lingkungan; dan
a. tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

Pasal 40

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan


dengan tahapan sebagai berikut:
a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan
menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan,
bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas
Obat dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah
Provinsi; atau
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Kementerian...
- 20 -

b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas


Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas
di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat
permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan
baku, produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling
untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum
dilakukan pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
harus dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi
sebelum dilakukan pemusnahan.

Pasal 41

Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


dilakukan oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 huruf b.

Pasal 42

(1) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas


pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan
yang melaksanakan pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan.
(2) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling sedikit memuat:
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b. tempat pemusnahan;
c. nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan;
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut;
e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang dimusnahkan;
f. cara pemusnahan; dan

g. tanda tangan...
- 21 -

g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas


distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/
dokter praktik perorangan dan saksi.
(3) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada
Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir.

BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu
Pencatatan

Pasal 43

(1) Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,


Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang
melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi.
(2) Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan
dan/atau pengeluaran Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling
sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan; dan
h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

(4) Pencatatan...
- 22 -

(4) Pencatatan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) harus dibuat sesuai dengan dokumen penerimaan dan
dokumen penyaluran termasuk dokumen impor, dokumen ekspor
dan/atau dokumen penyerahan.

Pasal 44

Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen


penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan secara
terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.

Bagian Kedua
Pelaporan

Pasal 45

(1) Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan


Prekursor Farmasi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan
laporan produksi dan penyaluran produk jadi Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan Kepala Badan.
(2) PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat,
menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.
(3) Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
(4) Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan,
dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.

(5) Pelaporan...
- 23 -

(5) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(4) paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran
dan persediaan awal dan akhir.
(6) Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib
membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
Kepala Balai setempat.
(7) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit terdiri
atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan
d. jumlah yang diserahkan.
(8) Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
dan ayat (6) dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi secara elektronik.
(10) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
dan ayat (6) disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan
berikutnya.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi diatur oleh Direktur
Jenderal.

BAB VI...
- 24 -

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 46

Menteri, Kepala Badan, Kepala Balai, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,


dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan
tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.

Pasal 47

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenai


sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 48

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, setiap Industri Farmasi,
PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, atau Lembaga Ilmu Pengetahuan
dalam melakukan penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan/atau
Prekursor Farmasi harus menyesuaikan dengan ketentuan penyimpanan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 3 (tiga)
tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:


1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 tentang
Penyimpanan Narkotika;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/VII/1997
tentang Peredaran Psikotropika; dan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997
tentang Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 50...
- 25 -

Pasal 50

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2015

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 74


Formulir 1

SURAT PESANAN NARKOTIKA


Nomor : ............................

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........

Mengajukan pesanan Narkotika kepada :


Nama Distributor : ........
Alamat : ........
Telp : ........

dengan Narkotika yang dipesan adalah:


(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Narkotika tersebut akan dipergunakan untuk :


Nama Sarana : ........
(Industri Farmasi/PBF/Apotek/Puskesmas/Instalasi
Farmasi Rumah Sakit/Instalasi Farmasi Klinik/Instalasi
Farmasi Pemerintah/Lembaga Ilmu Pengetahuan) *

Alamat Sarana : ........

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Apoteker/Kepala Lembaga Ilmu


Pengetahuan
No. SIKA /SIPA/NIP

*) coret yang tidak perlu

Catt:
- Satu surat pesanan hanya berlaku untuk satu jenis Narkotika
- Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
Formulir 2

SURAT PESANAN PSIKOTROPIKA


Nomor : ............................

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........

Mengajukan pesanan Psikotropika kepada :


Nama Distributor : ........
Alamat : ........
Telp : ........

dengan Psikotropika yang dipesan adalah:


(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Psikotropika tersebut akan dipergunakan untuk :


Nama Sarana : ........
(Industri Farmasi/PBF/Apotek/Puskesmas/Instalasi
Farmasi Rumah Sakit/Instalasi Farmasi Klinik/Instalasi
Farmasi Pemerintah/Lembaga Ilmu Pengetahuan) *

Alamat Sarana : ........

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Apoteker/Kepala Lembaga Ilmu


Pengetahuan
No. SIKA /SIPA/NIP

*) coret yang tidak perlu

Catt:
Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
Formulir 3

SURAT PESANAN BAHAN BAKU PREKURSOR FARMASI


Nomor : ............................

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........

Mengajukan pesanan Bahan Baku Prekursor Farmasi kepada:


Nama Distributor : ........
Alamat : ........
Telp : ........

dengan Bahan Baku Prekursor Farmasi yang dipesan adalah:


(Sebutkan nama bahan baku dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf)

Bahan Baku Prekursor Farmasi tersebut akan dipergunakan untuk:


Nama Sarana : ........
(Industri Farmasi/Lembaga Ilmu Pengetahuan) *

Alamat Sarana : ........

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Apoteker Penanggung


Jawab/Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan
No. SIKA /SIPA/NIP

*) coret yang tidak perlu

Catt:
Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
Formulir 4

SURAT PESANAN OBAT JADI PREKURSOR FARMASI


Nomor : ............................

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........

Mengajukan pesanan Obat Jadi Prekursor Farmasi kepada:


Nama Distributor : ........
Alamat : ........
Telp : ........

dengan Obat Jadi Prekursor Farmasi yang dipesan adalah:


(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Obat Jadi Prekursor Farmasi tersebut akan dipergunakan untuk:


Nama Sarana : ........
(Industri Farmasi/PBF/Apotek/Puskesmas/Instalasi
Farmasi Rumah Sakit/Instalasi Farmasi Klinik/Toko
Obat/Instalasi Farmasi Pemerintah/Lembaga Ilmu
Pengetahuan) *

Alamat Sarana : ........

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Apoteker/Tenaga Teknis


Kefarmasian Penanggung Jawab
/Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
No. SIKA /SIPA/SIKTTK/NIP

*) coret yang tidak perlu

Catt:
Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
Formulir 5

SURAT PERMINTAAN NARKOTIKA/PSIKOTROPIKA*

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........
Nama Sarana : ........
(Apotek/Puskesmas/Instalasi Farmasi Rumah
Sakit/Instalasi Farmasi Klinik) *

Mengajukan permintaan Narkotika/Psikotropika* kepada :


Nama Sarana : Apotek......
Alamat : ........

Dengan Narkotika/Psikotropika* yang diminta adalah:


(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Yang akan digunakan untuk memenuhi kekurangan Narkotika/Psikotropika*


dalam melayani resep:
(Sebutkan nomor resep, tanggal resep, nama pasien, jumlah dalam resep,
nama fasilitas pelayanan yang menerbitkan resep)

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Apoteker
No. SIK /SIPA

*) coret yang tidak perlu

Catt:
- Satu Surat Permintaan hanya berlaku untuk satu resep
- Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
- Dilampirkan kopi resep
Formulir 6

SURAT PERMINTAAN NARKOTIKA/PSIKOTROPIKA*

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........
No. SIP : ........

Mengajukan permintaan Narkotika/Psikotropika* kepada :


Nama Sarana : Apotek......
Alamat : ........

Dengan Narkotika/Psikotropika* yang diminta adalah:


(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Narkotika/Psikotropika* tersebut akan dipergunakan untuk praktik dokter :


Nama Dokter : ........
Alamat Praktik : ........

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Dokter
No. SIP

*) coret yang tidak perlu

Catt:
- Satu Surat Permintaan hanya berlaku untuk satu jenis
Narkotika/Psikotropika
- Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
Formulir 7

SURAT PERMINTAAN PREKURSOR FARMASI GOLONGAN OBAT KERAS

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........
Nama Sarana : ........
(Apotek/Puskesmas/Instalasi Farmasi Rumah
Sakit/Instalasi Farmasi Klinik) *

Mengajukan permintaan Prekursor Farmasi Golongan Obat Keras kepada:


Nama Sarana : Apotek......
Alamat : ........

Dengan Prekursor Farmasi Golongan Obat Keras yang diminta adalah:


(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Yang akan digunakan untuk memenuhi kekurangan Prekursor Farmasi


Golongan Obat Keras dalam melayani resep:
(Sebutkan nomor resep, tanggal resep, nama pasien, jumlah dalam resep,
nama fasilitas pelayanan yang menerbitkan resep)

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Apoteker
No. SIK /SIPA

*) coret yang tidak perlu

Catt:
- Satu Surat Permintaan hanya berlaku untuk satu resep
- Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
- Dilampirkan kopi resep
Formulir 8

SURAT PERMINTAAN PREKURSOR FARMASI


GOLONGAN OBAT BEBAS TERBATAS

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........
Nama Sarana : ........
(Apotek/Puskesmas/Instalasi Farmasi Rumah
Sakit/Instalasi Farmasi Klinik/Toko Obat) *

Mengajukan permintaan Prekursor Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas


kepada:
Nama Sarana : Apotek......
Alamat : ........

Dengan Prekursor Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas yang diminta


adalah:
(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Yang akan digunakan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan harian


Prekursor Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas yang diperlukan untuk
pengobatan pada tanggal...

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Apoteker/Tenaga Teknis


Kefarmasian
No. SIK/SIPA/SIKTTK

*) coret yang tidak perlu

Catt:
- Satu Surat Permintaan hanya berlaku untuk satu Prekursor Farmasi
Golongan Obat Bebas Terbatas
- Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
Formulir 9

SURAT PERMINTAAN PREKURSOR FARMASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ........
Jabatan : ........
No. SIP : ........

Mengajukan permintaan Prekursor Farmasi kepada :


Nama Sarana : Apotek......
Alamat : ........

Dengan Prekursor Farmasi yang diminta adalah:


(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)

Prekursor Farmasi tersebut akan dipergunakan untuk praktik dokter :


Nama Dokter : ........
Alamat Praktik : ........

Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun


Pemesan

Tanda tangan dan stempel

Nama Dokter
No. SIP

Catt:
- Satu Surat Permintaan hanya berlaku untuk satu jenis Prekursor Farmasi
- Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
Formulir 10

BERITA ACARA PEMUSNAHAN NARKOTIKA


Nomor :........../ .../20..

Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun... sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor... Tahun… tentang Peredaran,
Penyimpanan dan Pemusnahan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi, kami yang bertandatangan di bawah ini:

Nama Apoteker/Pimpinan : ........


SIPA/SIK : ........
Nama Sarana : ........
Alamat Sarana : ........

Dengan disaksikan oleh : ........


1. Nama : .................... (tulis nama saksi dari Kemenkes)
Jabatan : ........
NIP : ........

2. Nama : ................. (tulis nama saksi dari Badan POM)


Jabatan : ........
NIP : ........

3. Nama : ... (tulis nama saksi dari sarana bersangkutan)


Jabatan : ........
SIPA/SIKTTK : ........

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa pada pukul....., bertempat di.........,


kami telah memusnahkan sejumlah Narkotika sebagaimana tersebut dalam
lampiran.

Pemusnahan ini kami lakukan dengan cara.............


Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat), dan dikirimkan kepada:
1. Kementerian Kesehatan RI c.q. Ditjen Bina Kefarmasisan dan Alat
Kesehatan
2. Badan POM RI
3. Dinas Kesehatan Provinsi...........
4. Pertinggal
Demikian Berita Acara ini kami buat dengan sesungguhnya agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Mengetahui: Nama Kota, Tgl, Bln, Tahun


Direktur, Penanggung Jawab/ Pimpinan

Tanda tangan dan stempel Tanda tangan

(Nama Apoteker/Pimpinan)
SIK/SIPA/NIP

Saksi-saksi:
1. Petugas Kementerian Kesehatan RI,

Tanda tangan

(.....................)

2. Petugas Badan POM

Tanda tangan

(.....................)

3. Petugas sarana yang bersangkutan

Tanda tangan

(.....................)
Lampiran Berita Acara Pemusnahan Narkotika:
Nomor :................./............../ 20

Daftar Narkotika yang dimusnahkan:


Keterangan
No. Urut Nama Obat Satuan Jumlah Harga
(Rusak/Expire)

Mengetahui: Nama Kota, Tgl, Bln, Tahun


Direktur, Penanggung Jawab/ Pimpinan

Tanda tangan dan stempel Tanda tangan

(Nama Apoteker/Pimpinan)
SIK/SIPA/NIP

Saksi-saksi:
1. Petugas Kementerian Kesehatan RI,

Tanda tangan

(.....................)

2. Petugas Badan POM

Tanda tangan

(.....................)

3. Petugas sarana yang bersangkutan

Tanda tangan

(.....................)

Potrebbero piacerti anche