Sei sulla pagina 1di 3

Whasington, NY) digunakan.

Histamin hydrochloride (10 mg/mL) dan larutan fisiologis saline


digunakan sebagai kontrol positif dan negatif. Hasil skin prick test positif didefinisikan sebagai
urtika dengan diameter 3 mm atau lebih terhadap sedikitnya 1 dari aeroallergen tersebut.
Pasien dengan hasil skin prick test negatif terhadap semua aeroallergen akan direkruit. Jumlah
IgG, IgA, IgM dan subkelas IgG serum diukur dengan nephelometry menggunakan reagen dan
sistem automatis (Simens, Erlangen, Jerman). Defisiensi subkelas IgG didefinisikan
menggunakan kriteria level rendah (low-level criteria) ( <2 SD dari level normal usia?) atau
kriteria persentase rendah (<20%, 5%, dan 1% dari IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4). Titer antibodi
terhadap polisakarida kapsul pneumococcal (4,6B, 7F, 9N, 9V, 14, 18C dan 23F) diukur dari
sampel serum yang diambil sebelum dan 4-6 minggu setelah imunisasi, dengan menggunakan
ELISA. Respon yang cukup terhadap serotipe peneumoccocal spesifik ditetapkan apabila
konsentrasi antiboi setelah imunisasi 1.3 mikrog/mL atau lebih, atau 4x peningkatan melebihi
jumlah ketika preimunisasi. Defisiensi antibodi spesifik ditetapkan apabila respon kurang dari
50% dari serotipe yang diujikan pada anak-anak antara 2-5 tahun dan kurang dari 70% dari
serotipe yang diujikan pada anak-anak >5 tahun.

Hasil Primer dan Sekunder

Hasil primer berupa jumlah episode rhinosinusitis dalam 12 bulan. Hasil sekunder berupa
Visual Analog Scale (VAS) skor dan Adjunctive Medication Score (AMS). Skor VAS harian
digunakan untuk menilai gejala pada hidung (rhinorea, pembengkakan nasal, bersin, hidung
gatal, mengorok dan Post-Nasal Drip) yang diniliai sendiri oleh pasien setiap hari dalam buku
harian dan menggunakan 11 poin skala (0= tanpa gejala sampai 10 = gejala berat) untuk semua
kombinasi gejala pada hidung. Rata-rata skor VAS merupakan skor VAS harian selama periode
observasi. Untuk AMS harian pada setiap pasien dihitung dengan menggunakan jumlah
pengobatan adjunctive yang diberikan pada hari-hari tertentu. Skor ditetapkan pada pengobatan
yang berbeda: 0= tidak ada obat penyelamatan nyawa yang diambil; 1= pasien mengambil
antihistamin oral; 2= pasien mengambil obat oral antagonis leukotrien reseptor atau oral
dekongestan; 3 = pasien mengambil intransal kortikosteroid. Rata-rata AMS merupakan rata-
rata harian AMS selama periode observasi.

Efek Samping

Efek samping didokumentasikan selama penelitian melalui pertanyaan kepada orangtua/wali


anak pada setiap pemeriksaan mengenai efek yang berhubungan dengan pemberian pengobatan
selama penelitian.
Analisis statistik

Penghitungan jumlah sampel didasarkan pada penelitian preliminari yang menunjukkan bahwa
jumlah episode rhinosinusitis adalah 0,6 ± 0,3 tiap bulan pada tiap pasien dengan rhinosinusitis
rekuren. Setelah menggunakan profilaksis Azithromycin, dapat diasumsikan bahwa
pengobatan yang efektif dapat mengurangi jumlah episode rhinosinusistis sebanyak 50%.
Dengan menggunakan 80% kekuatan, 0.05 nilai alpha dan 0.2 nilai betha, jumlah sampel pada
kelompok diperkirakan sekitar 17 pasien. Prevalensi pengunduran diri yang diperbolehkan
adalah sekitar 20%, maka dari itu 20 pasien direkrut untuk setiap kelompok.

Karakteristik dasar pasien pada kelompok aktif dan plasebo dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif (frekuensi, mean, median, SD, dan rentang) , tes chi-square, dan tes Mann-
Whitney U. Perbandingan antara jumlah episode rhinosinusitis setiap tahun pada kelompok
aktif dan plasebo dilakukan dengan menggunakan tes Whitney U dan tes Wilcoxon signed-rank.
Perbedaan rata-rata skor VAS dan rata-rata AMS tiap-tiap kelompok dihitung dengan
menggunakan tes Independent-sample t . Perbedaan rata-rata skor VAS dan rata-rata AMS
dalam satu kelompok dihitung dengan menggunakan tes paired-sample t. Jumlah yang harus
diobati juga dikalkulasi. Nilai P yang kurang dari 0.05 dianggap sigifikan.

HASIL
Partisipan
Penelitian ini dilakukan antara bulan Januari 2010 dan Juni 2015. Seratus anak-anak dengan
RARS diskrining; 59 tidak memenuhi syarat dan 1 orang ditolak untuk berpartisipasi (gambar
1), maka dari itu 40 pasien diikutsertakan dalam penelitian. Dua puluh pasien secara acak
dikelompokkan dalam kelompok azithromycin dan plasebo. Semua pasien dilaporkan
menerima vaksin influeza setiap tahun. Tidak ada pasien yang memiliki infeksi lain selain
rhinosinusitis (seperti : pneumonia, bronchiektasis atau otitis media)

2 kelompok memiliki keseragaman data demografik, meliputi usia, jenis kelamin, jumlah
episode rhinosinusitis dan fungsi imun (tabel 1). Tiga puluh tiga pasien (83%) memiliki
defisiensi IgG subkelas dan 1 pasien (2.5%) memiliki defisiensi antibodi spesifik. Rata-rata
VAS skor pada awal penelitian (sebelum intervensi) pada kelompok azithromycin secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok placebo (p=0.02), sedangkan rata-rata
AMS pada kelompok azetromycin tidak berbeda secara signifikan dibanding dengan kelompok
placebo (p=0.07). Follow-up dalam penelitian diselesaikan dengan sempurna oleh semua
peserta, 40 pasien (20 pada masing-masing kelompok) (gambar 2)
Jumlah Episode Rhinosinusitis

Jumlah episode rhinosinusitis setiap tahun pada kelompok azetromycin dan placebo pada awal
dan setelah intervensi ditunjukkan dalam gambar 3. Jumlah episode rhinosisnusitis setiap tahun
pada kelompok azithromycin berkurang secara signifikan setelah 12 bulan intervensi ( median,
0.5; rentang, 0-6.0) apabila dibandingkan dengan awal penelitian (sebelum intervensi) ( medain
: 5.0; rentang, 4.0-7.0)( selisih, -4.0; 95% CI, -5.0 sampai -3.0; p<0.001). Jumlah episode
rhinosinusitis setiap tahun pada kelompok placebo tidak berkurang secara signifikan (median
pada awal penelitian (sebelum intervensi), 4.0 dan rentang 0-6.0) (selisih 0.0; 95% CI, -2.0
sampai 0.0; P=0.09). Penurunan jumlah episode rhinosinusitis dari awal penelitian (sebelum
intervensi) sampai akhir penelitian secara signifikan berarti pada kelompok azitromycin
apabila dibandingkan dengan kelompok placebo ( P < 0.001). Jumlah azitromycin yang
dibutuhkan untuk mencegah 1 pasien menderita RARS adalah 2.

Pasien yang mengalami penurunan jumlah episode rhinosinusitis lebih dari 50% disebut
sebagai “responder”. Responder ditemukan 85% (17 dari 20) pasien di kelompok azitromycin
dan 25% (5 dari 20) dari kelompok placebo (selisih, 60%; 95% CI, 29.7%-76.9%; p<0.001).
Pada kelompok azitromycin 15 dari 17 (88%) responder memiliki latar belakang
imunodefisiensi. Usia, jenis kelamin dan status imunodefisiensi bukan merupakan prediktor
respon baik terhadap azitromicyn ( P>0.05).

Sebagai tambahan, jumlah antibiotik yang digunakan oleh kelompok azitromycin selama
penelitian secara signifikan lebih rendah apabila dibandingkan dengan kelompok placebo
(Median, 0.5 dan rentang, 0-6.0, dibandingkan dengan median 4.0 dan rentang 0-6.0; P<0.001)

Skor VAS dan AMS

Rata-rata skor VAS pada kelompok azithromycin berkurang secara signifikan setelah 12 bulan
intervensi (2.2 ± 1.4) dibandingkan dengan sebelum intervensi penelitian (5.4 ± 1.8) ( selisih
rata-rata, -3.2 ± 2.6:...)

Potrebbero piacerti anche