Esplora E-book
Categorie
Esplora Audiolibri
Categorie
Esplora Riviste
Categorie
Esplora Documenti
Categorie
REUMATOID ATRITIS
A. DEFINISI
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ.
Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang
diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti
sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi.
Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada
pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan,
pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.
(Muttaqin, 2006)Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan
degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami
kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA,
inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk
kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami.
Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis
ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial
mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut
menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup
oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh
sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut.
Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.
(Corwin, 2009).
B. ETIOLOGI
Pada saat ini artritis reumatoid diduga karena faktor autoimun dan infeksi. Auto imun
ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh virus dan
organisme mikoplasma atau grup difteroid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari
tulang rawan sendi klien. Penyakit ini tidak dapat dibuktikan hubungan aslinya dengan
genetik. Terdapat kaitan dengan tanda genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada
orang kulit putih. Akan tetapi, pada orang Amerika kulit hitam, Jepang, dan Indian
Chippewa hanya di temukan kaitan dengan HLA-Dw4. Hipotesis terbaru tentang peyebab
penyakit ini adalah adanya faktor genetik yang mengarah pada perkembangan penyakit
setelah terjangkit beberapa virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr.
Kelainan yang terjadi pada artritis reumatoid adalah sebagai berikut :
1. Kelainan pada sinovia. Kelainan artritis reumatoid dimulai pada sinovia berupa
sinovitis. Pada tahap awal terjadi hiperemia dan pembengkakan pada sel - sel yang
meliputi sinovia disertai infiltrasi limfosit dan sel – sel plasma. Selanjutnya terjadi
pembetukan virus yang berkembang ke ruang sendi dan terjadi nekrosis dan
kerusakan pada ruang sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik, di temukan daerah
nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial ke arah
bagian yang nekrosis.
2. Kelainan pada tendo. Pada tendo terjadi tensonovitis disertai invasi kolagen yang
dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.
3. Kelainan pada tulang. Kelainan yang terjadi pada daerah artikular di bagi dalam 3
stadium :
- Stadium I (stadium sinovitis). Pada tahap awla terjadi kongesti vaskular,
proliferasisinovial disertai infiltrasi lapisan subsinovial oleh sel – sel polimorfi
lomfosit dan sel plasma. Selanjutnya terjadi pada penebalan struktur kapsul sendi
disertai pembentukan vili pada sinovium dan efusi pada sendi / pembungkus
tendo.
- Stadium II (stadium destruksi). Pada stadium ini terjadi inflamasi berlanjut
menjadi kronis serta terjadi destruksi sendi dan tendo. Kerusakan pada tulang
rawan sendi disebabkan oleh enzim sendi dan tendo. Kerusakan pada tulang rawan
disebabkan oleh enzim proteolitik dan jaringan vaskular pada lipatam sinovia serta
jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan sendi (panus). Erosi tulang
terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi dan resorpsi
osteoklas. Pada tendo terjadi tensinovitis disertai invasi kolagen yang dapat
menyebabkan ruptur tendo, baik parsial ataupun total.
- Stadium III (stadium deformitas) pada stadium ini kombinasi antara destruksi
sendi, ketegangan selaput sendi, dan ruptur tendo akan menyebabkan instabilitas
dan deformitas sendi. Kelainan yang mungkin di temukan pada stadium ini adalah
ankilosis jaringan yang selanjutnya dapat menjadi ankilosis tulang. Inflamasi yang
terjadi mungkin sudah berkurang dan kelainan yang timbul terutama karena
gangguan mekanis dan fungsional pada sendi.
4. Kelainan pada jaringan ekstra – artikular. Perubahan patologis yang dapat terjadi pada
jaringan ektra – artikular adalah sebagai berikut.
- Otot. Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukan adanya
degenerasi serabut otot. Degenerasi ini berhubungan dengan fragmentasi serabut
otot serta gangguan retikulum sakoplasma dan partikel glikogen. Selain itu,
umumnya pada artritus reumatoid terjadi pengecilan, atrofi otot yang disebabkan
yang di sebabkan oleh kurangnya penggunaan otot akibat inflamasi sendi yang
ada.
- Pembuluh darah kapiler. Pada pembuluh darah kapiler terjadi proliferasi tunika
intima, lesi pada pembuluh darah arteriol dan venosa. Terjadi perubahan pada
pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik. Akibatnya, terjadi
gangguan respons sendi yang ada.
- Nodul subkutan. Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian
sentral dan dikelilingi oleg lapisan sel mononuklear yang tersusun secara radial
dengan jaringan ikat yang padan dan diinfiltrasi oleh sel – sel bulat. Nodul
subkutan hanya di temukan pada 25% dari pasien artritis reumatoid. Gambaran
ekstra-artikular yang khas adalah adanya nodul subkutan yang merupakan tanda
patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis reumatoid.
- Kelenjar limfe. Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe
sendi, hiperplasia folikular, peningkatan aktifitas sistem retikuloendtelial, dan
poliferasi jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.
- Saraf. Pada saraf terjadi perubahan jaringan parineural berupa nekrosis fokal,
reaksi epitelioid, serta infiltrasi leukosit yang menyebabkan neuropati sehingga
terjadi gangguan sensorik.
- Organ visera. Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera
seperti jantung dengan adanya demam reumatik yang keungkinan akan
menyebabkan gangguan pada katup jantung dan berakhir dengan kegagalan fungsi
jantung sebagai pompa darah.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal terjadi pada beberapa sendisehingga disebut poli atritis rheumatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, sendi lutut, sendi siku,
pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris.
Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut Atritis Rheumatoid Mono-
artikular (Chairuddin : 2003)
1. Stadium awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia. Gejala local yang
berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi matakarpofalangeal.
Pemeriksaan fisik: tenosinofitas pada daerah ekstensor pergelangan tangan dan
fleksor jari-jari. Pada sendi besar (misalnya sendi lutut) gejala peradangan local
berupa pembengkakan nyeri serta tanda-tanda efusi sendi.
2. Stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya
timbul/ketidakstabilan sendi akibat rupture tendo/ligament yang menyebabkan
deformitas rheumatoid yang khas berupa deviasi ulnar jari-jari, deviasi radial/volar
pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.
D. PATOFISIOLOGI
Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk memahami lebih
dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial. Fungsi
persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu
kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi
yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada
sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran
sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam
ruangan antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas
yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi
yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada persendian sebagai
sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan
degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan
pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam fisiologi
sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan beban yang licin
secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah
dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang
sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat normal
tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan pada sendi menyebabkan
jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara fisiologis masih banyak tetapi
kartilago artikuler atau tulangnya tidak normal. (muttaqin, 2005).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
E. KOMPLIKASI
1. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid
drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis
reumatoid.
2. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat
menyebabkan trombosis dan infark.
3. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru,
mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat
terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada
mata.
4. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan
stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
5. Osteoporosis.
6. Nekrosis sendi panggul.
7. Deformitaas sendi.
8. Kontraktur jaringan lunak.
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi
inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan
mobilisasi penderita.
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi
nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian
corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive
terapi untuk menghambat proses autoimun.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri
untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman
beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak
daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembang kol karena dapat menyebabkan
penimbunan asam urat dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam
darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan
status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syarat–
syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan
mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata
asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan
lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.
7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir.
Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty
atau total join replacement untuk mengganti sendi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu,
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat
memberi arah terhadap tindakan keperawatan.
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Tabel 4.3. Kriteria Artritis Reumatoid (American Rheumatism Association, ARA)
Pada umumnya keluhan utama artristis rheumatoid adalah nyeri pada daerah sendi
yang mengalami masalah. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST.
Provoking Incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah peragangan.
Quality of Pain : Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : Nyeri dapat menjalar atau menyebar, dan nyeri terjadi
di sendi yang mengalami masalah.
Severity (Scale) of Paint : Nyeri yang dirasakan ada di antara 1-3 pada rentang
skala pengukuran 0-4.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
Riwayat penyakit sekarang. Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul.
Pada klien artritis reumatoid, stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan
keadaan umum berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek, sedikit panas
dan anemia. Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkalan, nyeri dan gangguan
gerak pada sendi metakarpofalangeal. Perlu dikaji kapan gangguan sensorik
muncul. Gejala awal terjadi pada sendi. Persendian yang paling sering terkena
adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki,
sendi bahu, serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Akan
tetapi, kadang artritis reumatoid dapat terjadi hanya pada satu sendi.
Riwayat penyakit dahulu. Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab
yang mendukung terjadinya artritis reumatoid. Penyakit tertentu seperti penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan artritis reumatoid. Masalah lain yang
perlu ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama.
Sering klien ini menggunakan obat antireumatik jangka panjang sehingga perlu di
kaji jenis obat yang digunakan (NSAID, antibiotik, dan analgesic)
Riwayat penyakit keluarga.Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu
yang mengalami keluhan yang sama dengan klien
Riwayat psikososial.Kaji respons emosi klien terhadap penyakit dan perannya
dalam keluarga dan masyarakat. Klien ini dapat mengalami ketakutan akan
kecatatan karena perubahan bentuk sendi dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra diri). Klien ini juga dapat mengalami penurunan libido
sampai tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan kelemahan fisik serta nyeri. Klien artritis rematoid akan merasa cemas
tentang fungsi tubuhnya sehingga perawat perlu mengkaji mekanisme koping
klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus dikaji, selain lingkungan, lama
tidur, kebiasaan, kesulitan dan penggunaan obat tidur.
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan focus
pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.
B1 (Breathing). Klien artritis rematoid tidak menunjukkan kelainan sistem
pernapasan pada saat inspeksi. Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan
B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat, iktus
tidak teraba. Pada auskultasi, ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
Kepala dan wajah : Ada sianosis
Mata : Sklera biasanya tidak ikterik
Leher : Biasanya JVP dalam batas normal
Telinga : Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung
Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat
Status mental : Penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami
perubahan
Pemeriksaan saraf kranial :
Saraf I. biasanya pada klien artritis reumatoid tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor
Saraf V. Klien artritis reumatoid umumnya tidak mengalami paralisis pada
otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris
Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif atau tuli persepsi
Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal
B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada siswa perkemihan
B5 (Bowel). Umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami gangguan
eliminasi. Meskipun demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feses. Frekuensi berkemih, kepekatan urine, warna, bau dan jumlah urine juga
harus dikaji. Gangguan gastrointestinal yang sering adalah mual, nyeri lambung,
yang menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang menggunakan
obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang
defekasi.
B6 (Bone)
Look : Didapatkan adanya pembengkalan yang tidak biasa (abnormal),
deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, dan
sendi besar lutut, panggul dan pergelangan tangan. Adanya
degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan, atrofi
otot yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi
sendi. Sering ditemukan nodul subkutan multiple.
Feel : Nyeri tekan pada sendi yang sakit
Amove : Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan
manifesasi nyeri bila menggerakkan sendi yang sakit. Klien sering
mengalami kelemahan disik sehingga mengganggu aktivitas hidup
sehari-hari
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan radiologi. Pada tahap awal, foto Rontgen tidak menunjukkan
kelainan yang mencolok. Pada tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang
difus dan disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi
perubahan degeneratif berupa densitas, iregularitas permukaan sendi, serta
spurring marginal. Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, akan terlihat
penyempiran ruang sendi dengan erosi pada beberapa tempat
Pemeriksaan laboratorium. Ditemukan peningkatan laju endap darah, anemia
normositik hipokrom, reaksi protein-C positif dan mukoprotein meningkat, faktor
reumatoid positif 80%, tetapi kedua uji ini tidak spesifik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyama: nyeri berhubungan dengan peradangan
2. Hambatan mobilitas fisik berhungan dengan kerusakan ujung tulang dan sendi
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan gangguan dan perubahan struktur tubuh
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan peradangan
Tujuan : nyeri berkurang, hilang, atau teratasi
Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri, menunjukkan perilaku relaks,
memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan, skala nyeri 0-1 atau teratasi
Intervensi :
a) Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri ke daerah yang
baru. Kaji nyeri dengan skala 0-4
R : nyeri merupakan respons subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan
skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
b) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus
R : nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan peradangan pada sendi
c) Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri non-farmakologik
dan non-invasif
R : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan tindakan non-farmakologik
lain menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
d) Ajarkan relaksasi: tekhnik mengurangi ketegangan otot rangka yang dapat
mengurangi intensitas nyeri dan tingkatkan relaksasi masase
R : akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen pada jaringan
terpenuhi dan mengurangi nyeri
e) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
R : mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal yang menyenangkan
f) Beri kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan beri posisi yang nyaman
(misal, ketika tidur, beri bantal kecil di punggung klien)
R : istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan
g) Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa
lama nyeri akan berlangsung
R : pengetahuan tersebut membantu mengurangi nyeri dan dapat membantu
meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
h) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic NSAID oral
R : NSAID menghambat sintesis prostaglandin yang mempunyai efek analgesic
efektif sebagai pereda nyeri atritis rheumatoid
Intervensi :
a) Kaji mobilitas dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur
fungsi motorik
R : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
b) Atur posisi fisiologis
R : pengaturan posisi fisiologis dapat membantu perbaikan sirkulasi oksigenasi
lokal dan mengurangi penekanan lokal jaringan
c) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
R : gerakan aktif memberi massa, tonus, dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
d) Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi
R : untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
e) Pantau kemajuan dan perkembangan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
R : untuk mendeteksi perkembangan klien
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih fisik klien
R : kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari
tim fisioterapi
Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan di rumah
R : menjadi data dasar bagi perawat untuk menjelaskan sesuai pengetahuan klien
dan dapat menghindari pembicaraan yang tidak perlu karena klien dan keluarga
sudah mengetahuinya
b) Diskusikan tentang pengobatan: nama, jadwal, tujuan, dosis, dan efek samping
R : memberi pengetahuan dasar tentang obat-obatan yang akan digunakan
sehingga dapat mengurangi dampak komplikasi dan efek samping obat
c) Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas
R : membantu klien dan keluarga dalam penatalaksanaan perawatan klien atritis
rheumatoid
d) Beri dukungan psikologis agar klien menjalankan apa yang sudah disepakati
R : meningkatkan kemauan klien dan keluarga tentang pentingnya perawatan di
rumah
Intervensi :
a) Kaji perubahan persepsi dan hubungannya dengan ketidakmampuan
R : menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi
b) Anjurkan klien mengekspresikan perasaan termasuk sikap bermusuhan dan marah
R : menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal, dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan tersebut
c) Ingatkan kembali realitas bahwa klien masih dapat menggunakan sisi yang sakit
dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
R : membantu klien melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai
keseluruhan tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan
mulai menerima situasi baru.
d) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
R : membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu
area kehidupan
e) Anjurkan orang terdekat mengizinkan klien melakukan sebanyak mungkin hal
untuk dirinya
R : menghidupkan kembali perasaan mandiri dan membantu perkembangan harga
diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi
f) Bersama klien mencari alternative koping yang positif
R : dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri
g) Dukung perilaku atau usaha, seperti peningkatan minatatau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitasi
R : klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengerttentang peran individu
di masa mendatang
h) Rujuk ke ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
R : dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembanagan
perasaan.
D. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
E. EVALUASI
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Terpenuhinya penurunan dan peningkatan adaptasi nyeri
2. Terpenuhinya dukungan psikologis
3. Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadi deformitas
4. Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu
5. Terpenuhinya kebutuhan pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi
DAFTAR PUSTAKA
Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Amin Huda Nurarif.2013. Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA .
Jilid : 2. Media Action.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PAPUQ “K” DENGAN MASALAH
GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI DAN KURANG PENGETAHUAN PADA
DIAGNOSA MEDIS REUMATOID ATHRITIS DI DUSUN SEMBUNG LAUK DESA
SEMBUNG TAHUN 2016
A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi
Nama : Papuq “K”
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Sembung, Juni 1950
Agama : Islam
Status perkawinan : Janda
TB / BB : 154 cm/48 kg
Penampilan : cukup bersih, kulit keriput, rambut beruban
Alamat : Sembung Lauq
Orang terdekat : Ny “A”
Hubungan dengan usila : Anak
Alamat : Sembung Lauq
2. Riwayat keluarga
Genogram
Keterangan :
/ : laki-laki / perempuan meninggal
/ : laki-laki / perempuan
: hubungan perkawinan : garis keturunan
: klien
: tinggal serumah
3. Riwayat pekerjaan
a. Pekerjaan saat ini : Buruh tani
b. Alamat pekerjaan : Sembung Lauk
c. Berapa jarak dari rumah :200 meter
d. Alat transportasi : Jalan kaki
e. Pekerjaan sebelumnya : Buruh tani
f. Jarak dari rumah : 200-300 meter
g. Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kehidupan : kebutuhan
sehari-hari cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan anaknya
4. Riwayat lingkungan hidup
a. Tipe tempat tinggal : semi permanen
b. Jumlah kamar :2
c. Jumlah tongkat :-
d. Kondisi tempat tinggal : cukup bersih, kurang terdapat ventilasi
e. Jumlah orang yang tinggal dirumah : 2 orang perempuan
f. Tetangga terdekat : tetangga sekitar rumah
5. Riwayat rekreasi
a. Hobby/minat : bertani
b. Keanggotaan organisasi : tidak ada
c. Liburan perjalanan : Papuq ”K” tidakpernah keluar untuk berlibur.
6. Sistem pendukung
Klien mengatakan sistem pendukung yang ada didaerah rumahnya yaitu Puskesdes
yang letaknya di dusun Jejelok tepatnya di sebelah kantor desa. Klien jarang pergi ke
puskesdes jika sakitnya tidak terlalu parah karena letak puskesdes yang agak jauh
dari rumah. Pelayanan kesehatan yang ada di dusun Sembung Lauk hanya posyandu
lansia yang diadakandi kantor desa tersebut dan menurut papuk “K” dirinya tidak
aktif mengikuti posyandu lansia.
7. Deskripsi Kekhususan
klien mengatakan rajin melaksanakan ibadah sholat 5 waktu. Klien mengatakan
bahwa tidak ada kebiasaan ritual yang menyimpang dari aturan agama.
8. Status kesehatan
Klien mengatakan sering mengalami nyeri dan ngilu pada lutut dan sering susah
bangun setelah duduk, penyakit klien sering kambuh apabila klien terlalu banyak
bekerja.
9. Keluhan utama
a. Paliatuve : klien mengatakan kaki dan lututnya terasa pegal, linu, dan
kesemutan hingga susah bangun setelah duduk.
b. Quality : klien mengatakan sakit seperti nyut-nyutan
c. Region : klien mengatakan sakit di bagian lutut
d. Severity Scale : skala nyeri pada angka 4 (0-10)
e. Timming : klien mengatakan sakitnya akan kambuh apabilaterlalu lama
melakukan aktifitas berat.
f. Pemahaman dan penatalaksaan masalah kesehatan
Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya dan tidakmengerti tentang
penyakit ruematik.Yang klien tau dirinya hanya sering sakit dan nyilu pada lutut.
Klien banyak bertanya tentang penyakitnya dan terlihat tampak bingung ketika
ditanya tentang penyakitnya.
g. Status imunisasi dan alergi :
Klien mengatakan dia tidak mengetahui tentang imunisasi dan tidak terdapat
alergi pada obat – obatan mapun makanan.
10. Aktivitas Hidup Sehari-hari
a. Indeks Katz
Skor A, yaitu klien mandiri dalam hal makan, bekerja (bertani), ke kamar kecil,
berpakaian, mandi dan memasak.
b. Oksigenasi
Klien mengatakan tidak mengalami gangguan pada pernafasannya.
c. Cairan dan elektrolit
Klien mengatakan minum air yang dimasak kadang pula minum yang tidak
dimasak apabila sedang malas memasak air, klien dalam 1 hari meminum air ±
5-8 gelas (± 200 cc/gelas).
d. Nutrisi
Klien makan sebanyak 2 kali sehari dengan porsi setengah piring habis.
e. Eliminasi
Klien mengatakan buang air besar sebanyak 1 kali/hari dengan konsistensi
lembek, buang air kecil 3-5 kali/hari dengan lancar, warna kadang-kadang
bening dan agak kekuningan.
f. Aktivitas
Klien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain, seperti masak,
mencuci baju, dll.
g. Istirahat dan tidur
Klien mengatakan jarang tidurpada siang hari karena lebih banyak meghabiskan
waktu di sawah untuk bertani , klien tidur pada malam hari sekitar 6-7 jam.
h. Personal Hygiene
Klien berpenampilan cukup bersih, kulit keriput, dan rambut beruban. Klien
biasa mandi sebanyak 2 kali sehari, dan selalu memakai sabun.
i. Seksual
Klien sudah lama tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan suaminya,
hal itu tidak perlu lagi karena umurnya sudah tua dan suaminya sudah
meninggal.
j. Psikologis
1) Persepsi klien : Klien mengatakan tidak begitu mengerti tentang
penyakitnya, penyebab, dan cara penanganan penyakitnya.
2) Konsep diri : kepercayaan diri klien masih tinggi, terbukti selalu menjawab
pertanyaan yang diberikan.
3) Emosi : klien sangat tenang dan tidak pernah menunjukkan emosi yang
berlebihan / tidak pernah marah – marah.
4) Adaptasi : klien selalu berinteraksi dengan anak-anaknya dan juga tetangga
di sekitar rumahnya.
5) Mekanisme pertahanan diri : klien selalu berbagi dengan anak-anaknya dan
lebih mendekatkan diri dengan Allah SWT jika mengalami masalah.
11. Tinjauan Sistem
Keadaan umum : Baik
Tingkatkesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M6
TTV : TD= 160/90 mmHg, RR=22x/menit, S=36,50C, N= 82x/menit
Pemeriksaan fisik :
a. Kepala
1) Inspeksi : rambut beruban, tidak terdapat kutu dan cukup panjang
penyebaran merata
2) pada kulit kepala tidak terdapat lesi, benjolan.
b. Mata, Telinga, Hidung
Sklera putih, konjungtiva tidak anemis, refleks pupil ada, telinga simetris, tidak
ada benjolan, penglihatan dan pendengaran cukup baik, tidak ada pernapasan
cuping hidung, hidung tidak terdapatsekret, tidak ada polip/benda asing.
c. Leher
Tidak adanya benjolan, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
d. Dada dan Punggung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada ekstrimitas atas, dan ekstrimitas
bawah,trugor kulit 3 detik .
Perkusi : ketukan tendon bisep dan trisep normal, refleks babinski normal.
c. Sistem Imune
Klien mengatakan jarang terserang penyakit, klien hanya sering merasa nyilu pada
lutut dan susah terbangun
d. Sistem perkemihan
Klien mengatakan tidak ada gangguan pada kebiasaan dalam berkemihnya
e. Sistem Reproduksi
Klien mengatakan sudah tidak menstruasi lagi
f. Sistem Persyarafan
Refleks fisiologik dalam keadaan normal dan reflesk babinski yang kanan maupun
kiri normal.
g. Sistem Pengecapan
Klien masih bisa membedakan rasa makanan, mengatakan asin ketika disuruh
mencicipi garam dengan mata tertutup.
h. Sistem Penciuman
Klien masih bisa membedakan aroma kopi saat matanya ditutup.
i. Tactil Respon
Klien masih bisa merespon ketika kita memegang tangannya.
j. Muskuloskeletal
Klien mengatakan sering sakit pada lututnya apabila berjalan jauh dan sering sulit
bangun setelah duduk apabila telah melakukan aktivitas berat, klien tampak
memijat-mijat kakinya
d. Apgar Keluarga
No Fungsi Uraian Skore
1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada 2
keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu menyusahkan saya
2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) 1
saya membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya 2
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas atau arah baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) 1
saya mengekspresikan afek dan berespon
terhadap emosi-emosi saya, seperti marah,
sedih atau mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan 2
saya menyedihkan waktu bersama-sama.
DO :
a. Papuk “K” bertanya tentang
penyakitnya
b. Papuk “K” tampak bingung ketika
ditanya tentang penyakitnya
2. RUMUSAN MASALAH
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses menua ditandai dengan
papuk “K” mengatakan kaki dan lututnya terasa pegal, linu, dan kesemutan hingga
susah bangun setelah duduk, papuk “K” mengatakan sering mengalami nyeri dan
ngilu pada lutut dan sering susah bangun setelah duduk, penyakit klien sering
kambuh apabila klien terlalu banyak bekerja, TD: 160/90 mmHg, Nadi: 82
x/menit, Suhu : 36,50C, RR : 22x/menit, papuk “K” tampak memijat-mijat
kakinya, Skala nyeri pada angka 4 dari skala 0-10
b. Kurang pengetahuan tentang penyakit reumatik berhubungan dengan kurang
terpapar tentang informasi ditandai dengan papuk ”K” mengatakan tidak tahu
tentang penyakitnya dan tidak mengerti tentang penyakit ruematik yang klien tau
dirinya hanya sering sakit dan nyilu pada lutut, papuk “K” mengatakan tidak
begitu mengerti tentang penyakitnya, penyebab, dan cara penanganan
penyakitnya, papuk “K” bertanya tentang penyakitnya, papuk “K” tampak
bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Prioritas masalah
a. Gangguan rasa nyaman nyeri
b. Kurang pengetahuan: penyakit reumatik
2. Rencana Keperawatan
Waktu : 15 menit
A. Analisa Situasi
1. Peserta
Peserta penyuluhan ialah Papuk ”N” yang terdiri dari Papuk ”N” dengan umur 80
tahun yang berada di Dusun Sembung Lauk Desa Sembung Kecamatan Narmada.
C. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit peserta mampu :
E. Metode :
Ceramah
Demontrasi
F. Media
Leaflet
Baskom
Air hangat
Handuk
pengalas
Kegiatan
Waktu Kegiatan Kegiatan responden
5 menit Pembukaan
10 menit Evaluasi
5 menit Terminasi
G. Evaluasi
Standar Evaluasi
1. Pengertian
Artritis reumatoid adalah penyakit sistemik kronis yang tidak dapat diketahui
penyebabnya, dikarakteristiknya oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang
menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan deformitas (doenges, 1999).
Artritis reumatoid ditandai oleh inflamasi kronik sinovial sendi (carpinito, 1999).
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembekakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
meletakan waslap/handuk kecil yang telah di basahi pada daerah yan kompres
Internet: http://drlizakedokteran.blogspot.com/2007/12/reumatoid-artritis-ta.html
Hidayat Aziz Alimum, Uliya Musrifatul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: EGC