Sei sulla pagina 1di 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/304467912

Penerapan Sistem Remunerasi dan Kinerja Pelayanan

Article · August 2015


DOI: 10.21109/kesmas.v10i1.811

CITATION READS

1 2,071

3 authors, including:

Misnaniarti Misnaniarti
Universitas Sriwijaya
13 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Unmet need for family planning in Indonesia and the policy strategy of intervention in several countries View project

health policy View project

All content following this page was uploaded by Misnaniarti Misnaniarti on 31 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Artikel Penelitian

Penerapan Sistem Remunerasi dan Kinerja Pelayanan

Implementation of Remuneration System and Service Performance

Tri Wisesa Soetisna*, Dumilah Ayuningtyas**, Misnaniarti***

*Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Indonesia, **Departemen Administrasi Kebijakan
Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Indonesia, ***Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sriwijaya, Indonesia

Abstrak system implementation and adult cardiac surgery services unit’s perfor-
Remunerasi dapat memengaruhi motivasi pegawai sekaligus meningkatkan mance at hospital. This study used a mixed method approach (quantitative
kinerjanya. Demikian halnya di rumah sakit sebagai institusi pelayanan ke- and qualitative). Quantitative study design was cross-sectional using ques-
sehatan yang padat modal, sumber daya manusia serta padat ilmu dan tionnaire for self-assesment. Meanwhile, qualitative study design was des-
teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi pegawai ter- criptive conducted through focus group discussion and document review on
hadap implementasi sistem remunerasi dan kinerja unit pelayanan bedah data in forms of schedule book, registration book, nursing notes and medi-
jantung dewasa (UPBJD) di rumah sakit. Penelitian ini menggunakan pen- cal records. Data collection was conducted in 2013 at one hospital in
dekatan mixed methods (kuantitatif dan kualitatif). Desain penelitian kuan- Jakarta. Respondents/informants were functional medical staff, nurses, and
titatif adalah potong lintang menggunakan instrumen kuesioner self-as- administration staff amounted to 29 people. Data was analyzed using uni-
sessment. Sedangkan desain penelitian kualitatif adalah deskriptif, di- variate and content analysis techniques. Results showed most functional
lakukan melalui focus group discussion dan telaah dokumen pada data medical staff dan nurse were unsatisfied (71.2%) with several things in re-
berupa buku jadwal, buku registrasi, catatan keperawatan, dan rekam muneration system implementation, such as in payroll system and grading
medis. Pengambilan data dilakukan pada tahun 2013 di salah satu rumah determination. However, adult cardiac surgery services unit’s performance
sakit di Jakarta. Responden/informan adalah staf medis fungsional, pe- is increasing every year before and after the implementation of remunera-
rawat, dan petugas administrasi berjumlah 29 orang. Data dianalisis secara tion system. This hospital is expected to improve the remuneration system
univariat (metode kuantitatif), dan content analysis (metode kualitatif). Hasil in accordance with policy and arrange incentive formulation that is more ap-
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar staf medik fungsional dan propriate with current condition as well as followed with proper socialization
perawat tidak puas (71,2%) dengan beberapa hal dalam penerapan sistem and periodical evaluation.
remunerasi, seperti pada sistem penggajian dan penentuan grading. Keywords: Incentive, performance, self-assessment, remuneration, hospital
Terlihat kinerja unit pelayanan bedah jantung dewasa mengalami kenaikan
setiap tahun sebelum dan setelah penerapan sistem remunerasi.
Diharapkan agar rumah sakit ini dapat memperbaiki sistem remunerasi Pendahuluan
yang sesuai ketentuan kebijakan dan menyusun formulasi insentif dan Rumah sakit, sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi
bonus yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini serta perlu dilakukan masyarakat, merupakan suatu usaha padat modal, padat
sosialisasi yang tepat dan evaluasi secara berkala. sumber daya manusia (SDM) serta padat ilmu dan teknolo-
Kata kunci: Insentif, kinerja, penilaian diri, remunerasi, rumah sakit gi yang harus mampu mengelola ketiga hal tersebut dengan
baik agar dapat menjalankan perannya dengan baik. SDM
Abstract rumah sakit yang berperan besar dalam pelayanan kese-
Remuneration can influence worker`s motivation and improve their per- hatan adalah staf medik fungsional (SMF) yang meliputi
formance. Likewise in hospital as capital-intensive, human resources-in-
tensive as well as knowledge and technology-intensive health care institu- Korespondensi: Misnaniarti, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
tion. This study aimed to analyze employee’s perception of remuneration Sriwijaya, Kampus FKM Universitas Sriwijaya Ogan Ilir, No. Telp: 0711-
580068, e-mail: misnaniarti@gmail.com

17
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 1, Agustus 2015

dokter umum, dokter spesialis, dan perawat yang memiliki bersifat tetap seperti SDM lainnya. Sebagian SMF
peranan penting dalam menentukan arah kualitas pelayanan melakukan penolakan saat sistem remunerasi akan mulai
kesehatan yang diberikan. Para dokter dan perawat berhak dilaksanakan karena beranggapan sistem ini dapat
mendapatkan penghasilan atas pelayanan kesehatan yang mengurangi take home pay sebagian SMF (bedah dan in-
telah diberikan kepada pasien. tervensi nonbedah) yang akan terbagi untuk subsidi kom-
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, tidak ponen insentif SDM lainnya di rumah sakit.
dapat dihindari munculnya insentif keuangan untuk dok- Dikhawatirkan ketidakpuasan dari sebagian SMF
ter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini terutama terja- tersebut akan mengakibatkan turunnya motivasi kerja
di pada sistem pembayaran fee for services. Dalam etika yang kemudian dapat menurunkan kinerja dan kualitas
bisnis, pemberian insentif sebaiknya dilakukan pelayanan rumah sakit. Disebutkan bahwa pembayaran
berdasarkan kriteria mutu tertentu untuk mencegah ter- yang berkeadilan berhubungan dengan pekerjaan, dan
jadinya supply induced demand.1 Walaupun sesuai de- pemerataan pada pekerjaan.6 Oleh karena itu, tujuan
ngan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi pe-
30 UU Nomor 44 Tahun 2009), rumah sakit berhak gawai terhadap implementasi sistem remunerasi dan
menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan re- kinerja unit pelayanan bedah jantung dewasa di rumah
munerasi, insentif, dan penghargaan.2 Insentif seharus- sakit setelah sistem remunerasi dilaksanakan.
nya digunakan untuk memengaruhi tenaga kesehatan Diharapkan informasi dari penelitian ini bermanfaat
agar berperilaku dengan baik. dalam memperbaiki penerapan sistem remunerasi di
Remunerasi atau kompensasi dapat memengaruhi rumah sakit di masa mendatang.
motivasi pegawai sekaligus meningkatkan kinerjanya.
Hal ini disebabkan oleh pemberian remunerasi yang baik Metode
dapat memberikan daya tarik pegawai untuk bekerja Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods
lebih baik. Kompensasi atau imbalan akan berpengaruh (kuantitatif dan kualitatif). Desain penelitian kuantitatif
untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya adalah potong lintang dengan data seluruh variabel
secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.3 dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, sedangkan
Rumah Sakit A mulai menerapkan cara pemberian in- penelitian kualitatif menggunakan desain deskriptif.
sentif dengan sistem remunerasi kepada seluruh Penelitian dilakukan dari Maret sampai Mei tahun 2013 di
karyawan, termasuk direksi dan dewan pengawasnya pa- Unit Pelayanan Bedah Jantung Dewasa di Rumah Sakit A di
da tahun 2008 berdasarkan Keputusan Menteri Jakarta. Populasi penelitian adalah seluruh SMF, perawat,
Keuangan Nomor 165/KMK.05/2008.4 Rumah sakit ini dan petugas administrasi di unit tersebut.
merupakan pilot project pemberlakuan remunerasi pada Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen kue-
badan layanan umum milik pemerintah, khususnya sioner self-assessment pada 29 orang responden yang ter-
rumah sakit milik pemerintah, baik rumah sakit vertikal diri dari SMF, perawat, dan petugas administrasi penjad-
maupun rumah sakit umum daerah (RSUD). Remunerasi walan di unit tersebut. Pemilihan responden berdasarkan
di Rumah Sakit A memiliki konsep dasar remunerasi kriteria inklusi, yaitu pegawai yang sudah bekerja se-
yang berkeadilan. Konsep tersebut mempertimbangkan belum tahun 2008.
pelbagai hal, antara lain struktur gaji yang berdasarkan Sedangkan metode kualitatif dilakukan melalui focus
klasifikasi jabatan dan bobot jabatan (harga jabatan), je- group discussion (FGD) dan telaah dokumen pada data
nis insentif yang dianggap layak untuk diberikan kepada berupa buku jadwal, buku registrasi, catatan kepera-
pegawai negeri sipil (PNS), sistem pemberian insentif watan, dan rekam medis. Instrumen yang digunakan
yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja dengan berupa pedoman FGD, alat pencatat, alat perekam dan
tujuan untuk memacu prestasi dan motivasi kerja. Selain dokumen yang ditelaah. Informan FGD terdiri dari SMF
itu, sistem anggaran yang berorientasi kepada kinerja dan perawat di Unit Bedah Jantung Dewasa berjumlah 12
merupakan sistem penganggaran yang memiliki banyak orang. Informan tersebut dipilih dengan mengacu pada
keunggulan positif dibandingkan dengan sistem prinsip kesesuaian karena terkait dengan substansi dan
anggaran tradisional.5 sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Rumah Sakit A telah menghitung dan membayarkan Pengambilan data penelitian ini terbagi menjadi tiga
remunerasi pada SMF dengan melihat tiga komponen tahap. Tahap pertama adalah telaah dokumen yang diper-
utama dalam remunerasi, yaitu: pay for people, pay for oleh dari buku jadwal, buku registrasi, catatan keper-
position, dan pay for performance. Sebelum penerapan awatan, dan rekam medis selama periode tahun 2005 -
sistem remunerasi, sistem penggajian pada SMF di unit 2007 dan 2009 - 2011. Tujuannya untuk melihat kecen-
pelayanan bedah jantung dewasa dengan mendapat gaji derungan jumlah operasi, waktu tunggu pasien sebelum
sebagai PNS juga mendapat insentif dengan sistem fee for operasi, ejection fraction pasien yang dioperasi, lama pe-
service. Sedangkan insentif pada kelompok perawat rawatan di intensive care unit (ICU), lama perawatan

18
Soetisna, Ayuningtyas, Misnaniarti, Penerapan Sistem Remunerasi dan Kinerja Pelayanan

pasca bedah, serta pendapatan di unit tersebut. Hasil dari sedangkan data hasil FGD dan telaah dokumen dianali-
telaah dokumen ini dapat menggambarkan kinerja di unit sis menggunakan teknik content analysis.
tersebut sebelum dan setelah diberlakukan remunerasi.
Ejection fraction menurut Cleveland Clinic adalah uji Hasil
untuk mengetahui seberapa baik jantung dapat memom- Gambaran Kinerja Unit Pelayanan Bedah Jantung Dewasa
pakan darah setiap berkontraksi. Indikator ejection frac- Berdasarkan telaah dokumen, diketahui aktivitas
tion dapat diukur berdasarkan kemampuan pompa jan- kinerja di unit pelayanan bedah jantung dewasa pada
tung kiri (rongga pompa jantung utama) setiap kontrak- tahun 2005 sampai 2011 (sebelum dan sesudah penerap-
si (left ventricle ejection fraction/LVEF) dan pada jan- an remunerasi). Data ini menunjukkan rata-rata jumlah
tung kanan (right ventricle ejection fraction/RVEF). pencapaian kinerja di setiap tahun.
Namun, pada sebagian besar kasus, yang sering menjadi Tabel 1 menunjukkan jumlah operasi terus meningkat
ukuran adalah LVEF yang dinyatakan dalam persentase. setiap tahun, baik sebelum maupun setelah diterapkan-
Hasil ejection fraction dapat diklasifikasikan menjadi em- nya sistem. Diketahui bahwa seluruh capaian telah
pat, yaitu 55 – 70% kategori normal (baik); 40 – 55% melampaui target yang ditetapkan dalam Rencana
kategori di bawah normal (cukup baik); 35 – 40% kate- Anggaran dan Belanja (RAB) Rumah Sakit A setiap
gori kurang baik; sedangkan < 35% kategori buruk.7 tahun. Rata-rata waktu tunggu setelah remunerasi lebih
Tahap kedua, dilakukan dengan cara self-assessment panjang dibandingkan sebelum remunerasi, demikian
menggunakan kuesioner tentang kepuasan terhadap sis- halnya pada lama hari rawat pasien di ICU setelah tahun
tem remunerasi kepada seluruh SMF, perawat, dan petu- 2008 cenderung lebih panjang dibandingkan sebelum re-
gas administrasi penjadwalan di unit pelayanan bedah munerasi diterapkan.
jantung dewasa. Format kuesioner menggunakan skala Lama hari pasca-operasi sebelum dan setelah tahun
Likert rentang pilihan 1 - 4. Skala ini digunakan untuk 2008 cenderung tidak terdapat perubahan. Terlihat
mengetahui kecenderungan jawaban responden terhadap angka ejection fraction pasien yang akan dioperasi se-
pertanyaan yang diajukan. Kuesioner terdiri dari 25 per- belum dan setelah remunerasi setiap tahun selalu berada
tanyaan meliputi variabel gaji pokok, insentif, tunjangan di atas 55%. Berdasarkan telaah dokumen, juga dike-
tetap, fringe benefit, dan prinsip-prinsip remunerasi. tahui bahwa pendapatan di unit ini cenderung turun
Tahap ketiga pengambilan data menggunakan metode sedikit pada tahun 2008, tetapi terus meningkat setelah
FGD yang terdiri dari satu kelompok dokter dan satu remunerasi, yaitu meningkat sekitar 33,3% pada tahun
kelompok perawat, masing-masing terdiri dari enam 2009 dibandingkan tahun 2007.
orang. Tujuan FGD ini adalah untuk menggali kedalaman
informasi terkait persepsi dan kepuasan terhadap pelak- Persepsi terhadap Remunerasi
sanaan sistem remunerasi di rumah sakit tersebut. Berdasarkan hasil kuesioner, diketahui bahwa setelah
Pada penelitian ini, dilakukan uji validitas dan reabili- penerapan sistem remunerasi, sebagian besar responden
tas terhadap kuesioner self-assessment. Pertanyaan (71,2%) menyatakan tidak puas (Gambar 1). Ketidak-
dikatakan valid apabila nilai p (corrected item total corre- puasan ini terjadi untuk masing-masing jenis imbalan
lation) bernilai lebih dari nilai r tabel (0,514). Pertanyaan kerja yaitu gaji PNS, insentif, tunjangan tetap, dan fringe
yang tidak valid akan dibuang dan dilakukan uji ulang. benefit. Masing-masing responden menyatakan keti-
Sedangkan validasi data kualitatif dilakukan dengan tri- dakpuasannya mencapai lebih dari 70% bahkan ada yang
angulasi sumber (menggunakan beberapa kelompok in- mencapai lebih dari 80%. Berdasarkan hal ini, dapat di-
forman yang berbeda), triangulasi metode (menggunakan simpulkan bahwa sistem remunerasi belum berjalan se-
metode FGD dan telaah dokumen), dan triangulasi data cara tepat sesuai persepsi pegawai.
(analisis dilakukan oleh peneliti dan orang yang ahli).
Data kuantitatif diolah dengan bantuan program Remunerasi di Unit Bedah Jantung Dewasa Tahun 2013
komputer dan dianalisis secara deskriptif (analisis uni- Ketidakpuasan juga terjadi terhadap total nilai insentif
variat) untuk melihat distribusi frekuensi dan data tren, yang diterima, dengan alasan kurang sesuai dengan biaya
Tabel 1. Rata-rata Kinerja Pelayanan

Jumlah rata-rata per tahun


Kinerja Pelayanan
2005 2006 2007 2009 2010 2011

Jumlah operasi 711 781 942 1196 1331 1473


Waktu tunggu (hari) 38 27 48 32 47 47
Ejection fraction (%) 56 57 57 58 57 56
Lama hari pasca-operasi (hari) 9 8 8 8 8 7
Lama hari di ICU (hari) 2 2 2 2 3 3

19
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 1, Agustus 2015

hidup saat ini. Walaupun demikian, SMF dan perawat tetap kerja sebagai dokter paruh waktu di luar Rumah Sakit A.
berkomitmen dengan profesinya karena rasa tanggung Berdasarkan hasil FGD pada perawat diketahui per-
jawab terhadap pasien yang dihadapinya. Menurut informan masalahan dalam implementasi sistem remunerasi
berdasarkan hasil FGD, diketahui terdapat kelemahan dan muncul dalam penentuan grading karena dinilai tidak ter-
kelebihan dalam penerapan sistem remunerasi (sebelum dan dapat perbedaan senior dan junior, perawat senior tidak
setelah tahun 2008) seperti pada Tabel 2). melihat tingkat pendidikan, hanya melihat masa kerja dan
Implementasi sistem remunerasi dirasakan banyak beban kerja. Selain itu, perawat merasakan tidak adanya
memberikan kesempatan kepada dokter junior untuk perbedaan mengenai besaran remunerasi antara perawat
menambah keterampilan dengan kasus-kasus yang ada. yang bekerja dengan risiko tinggi (seperti di ICU, CVC,
Selain itu, disampaikan bahwa setelah remunerasi bedah, cath lab) dengan perawat di ruang rawat biasa
berlaku, dibuat peraturan bagi SMF yang masa kerjanya yang tingkat risiko rendah (average care, poliklinik rawat
kurang dari lima tahun dikategorikan sebagai dokter jalan, dan prevensi rehabilitasi).
monoloyalitas, yaitu tidak diperbolehkan bekerja sebagai
dokter paruh waktu di luar Rumah Sakit A. Namun, Pembahasan
mereka memiliki hak untuk memperoleh biaya dari Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa seluruh
rumah sakit untuk mendapatkan pendidikan di dalam dan capaian kinerja melampaui target yang ditetapkan dalam
di luar negeri, asuransi profesi serta pembiayaan kese- RAB Rumah Sakit A setiap tahun. Jumlah operasi terus
hatan tambahan selain asuransi kesehatan. Sayangnya, meningkat setiap tahun, baik sebelum maupun setelah
setelah remunerasi pengawasan terhadap ketentuan terse- diterapkan sistem remunerasi. Hal ini selaras dengan stu-
but tidak berjalan dengan baik. Masih terdapat dokter di Norway,8 bahwa penerapan sistem remunerasi menye-
atau SMF yang berstatus monoloyalitas, namun tetap be- babkan peningkatan jumlah individu dalam pengawasan
dokter gigi serta menurunkan biaya per pasien atau de-
ngan kata lain, dokter dengan sistem remunerasi memili-
ki produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan dokter
yang digaji tetap.
Peningkatan ini dapat terjadi karena jumlah penderita
penyakit jantung terus meningkat sesuai data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Berdasarkan da-
ta ini, diketahui prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang.9 Sedangkan kematian yang disebabkan
oleh penyakit kardiovaskuler sekitar 17,3 juta pada tahun
2008. Diperkirakan angka ini akan terus meningkat men-
capai 23,3 juta kematian pada tahun 2030.10 Tentunya hal
Gambar 1. Proporsi Persepsi Kepuasan Responden terhadap Penerapan
Sistem Remunerasi tersebut berdampak kepada Rumah Sakit A yang memili-
Tabel 2. Matriks Kelemahan dan Kelebihan dalam Penerapan Remunerasi Menurut Persepsi Informan SMF

Aspek yang Dinilai Sebelum Sistem Remunerasi Setelah Sistem Remunerasi

Kelemahan Dokter bekerja mengejar jumlah pasien, karena semakin banyak Pendapatan dokter berkurang, dan dinilai tidak sesuai dengan
pasien semakin banyak pendapatannya (fee for service) angka realitas kehidupan saat ini.
Pendapatan dokter per bulan jumlahnya tidak jelas, dan cara Aspek kompetensi dokter kurang dihargai
membaginya tergantung kepala unit
Terjadi sistem referral, yaitu pasien cenderung berobat ke dokter Tidak konsistennya pihak manajemen dalam menerapkan
yang sudah senior sehingga perkembangan dokter junior menjadi sistem penilaian
lambat dan kesulitan mendapatkan fee.
Kurangnya transparansi dari faktor pengali (X) Diterapkannya sistem monoloyalitas di internal rumah sakit
Kurangnya evaluasi Kurang jelasnya hak-hak pegawai.
Kelebihan Kompetensi dokter saat pembagian pasien tidak dihitung sehingga Sistem penggajian lebih transparan
bagi dokter junior mendapatkan pekerjaan (case) yang lebih seder-
hana sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
Penghasilan yang didapatkan lebih tinggi dari pada sesudah Sistem penggajian sudah berdasarkan pendidikan, pelatihan, dan
remunerasi diterapkan masa kerja
Adanya penghargaan yang mereka dapatkan walaupun tidak dalam Terdapat pemerataan pekerjaan berdasarkan target dan kompe-
bentuk uang tensi untuk mencapai kinerja bersama
SMF dapat bekerja di rumah sakit lain sebagai dokter paruh waktu Beban pekerjaan yang diberikan sesuai dengan target yang sudah
ditentukan
Adanya kesempatan pembelajaran bagi junior karena pembagian
pasien berdasarkan target unit

20
Soetisna, Ayuningtyas, Misnaniarti, Penerapan Sistem Remunerasi dan Kinerja Pelayanan

ki fasilitas dan SDM yang memadai, juga telah dikenal se- Nomor 165 Tahun 2008, yaitu pay for position (jabatan),
bagai pusat rujukan nasional untuk penyakit jantung. pay for performance (kinerja, beban kerja), dan pay for
Adanya kecenderungan waktu tunggu yang semakin people (pendidikan, keahlian, dan kompetensi).4
lama sejak remunerasi diterapkan, dapat disebabkan Penyebab lainnya mungkin karena pada saat awal
karena pasien yang direncanakan operasi elektif (teren- akan dimulainya sistem remunerasi dijanjikan oleh
cana) terus bertambah banyak setiap tahunnya, sedang- pimpinan rumah sakit bahwa total penerimaan yang akan
kan kapasitas kamar bedah hanya ada tiga dengan SMF diterima seluruh SDM rumah sakit tidak akan lebih ren-
bedah hanya lima orang. Kadang-kadang waktu tunggu dah dari sebelumnya. Namun, yang terjadi adalah seba-
dapat menjadi lebih lama karena adanya pergeseran daf- liknya, pendapatan SMF invasif sebagai penerima insen-
tar tunggu. Pergeseran ini terjadi karena adanya skala pri- tif tertinggi di rumah sakit berkurang karena harus mem-
oritas yang lebih tinggi (kegawatdaruratan), atau seba- berikan subsidi ke SDM yang lain agar pembayaran re-
liknya dapat menjadi lebih cepat karena terdapat pasien munerasi dapat dilakukan sesuai prinsip yang berkeadil-
yang keluar dari daftar tunggu atas permintaan sendiri an dan transparan dapat terlaksana baik.
dan atau karena pasien mengalami kematian. Penelitian Prinsip tersebut tetap harus dilaksanakan oleh mana-
ini memilih waktu tunggu yang ideal berdasarkan The jemen rumah sakit ini karena ketentuan tersebut diatur
Canadian Cardiovascular Society yaitu < 14 hari dikare- dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 165 Tahun
nakan Rumah Sakit A merupakan rumah sakit khusus un- 2008 sehingga tidak dapat dilanggar.4 Selanjutnya, SMF
tuk para pasien penderita kelainan kardiovaskular. yang melakukan tindakan invasif dan telah mencapai
Lama hari rawat pasien di ICU dapat menjadi faktor tingkat tertinggi dalam kelompoknya tidak akan menda-
yang membatasi optimalisasi kamar bedah. Lama rawat pat insentif yang lebih tinggi lagi. Hal ini terjadi pada se-
pasien juga dapat menunjukkan seberapa efektif tin- mua yang telah mencapai tingkat tertinggi pada kelom-
dakan medis dan atau asuhan keperawatan yang poknya masing-masing. Dalam Keputusan Menteri
diberikan kepada pasien sehingga dapat meningkatkan Keuangan tersebut dinyatakan bahwa total remunerasi
kondisi pasien, walaupun sebenarnya banyak faktor se- tertinggi telah ditetapkan, tidak diperbolehkan untuk di-
belum tindakan bedah yang dapat memengaruhi keadaan langgar. Sedangkan untuk SMF yang belum mencapai
pasien pascabedah, antara lain faktor keadaan sebelum tingkat tertinggi dalam kelompoknya tidak dapat diako-
bedah pasien (dilihat dari ejection fraction) dan faktor di modir untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi sesuai
luar pasien, yaitu dokter penanggung jawab pelayanan kompetensi. Hal itu selaras dengan Siagian,11 bahwa
tidak segera memutuskan pasien sudah layak dipin- salah satu faktor yang memengaruhi sistem imbalan
dahkan ke tempat perawatan selanjutnya atau tidak. adalah peraturan perundang-undangan. Seperti kasus di
Pada penelitian ini, rata-rata ejection fraction pasien Rumah Sakit A ini, sistem remunerasi dijalankan
yang akan dioperasi setiap tahunnya selalu berada di atas berdasarkan ketentuan Menteri Keuangan.
55% (menurut klasifikasi Cleveland Clinic,7 termasuk Timbulnya permasalahan dalam implementasi sistem
kategori normal), artinya pasien-pasien yang menjalani remunerasi yang dirasakan di unit ini, di antaranya dapat
operasi dalam kondisi yang baik. Hal ini menunjukkan disebabkan karena atasan langsung kurang bisa menyam-
bahwa pasien-pasien yang menjalani operasi tiga tahun paikan informasi dengan jelas dan baik serta kurangnya
sebelum dan setelah remunerasi dengan kondisi yang respons dari pihak manajemen terhadap keluhan
baik sehingga bukan menjadi faktor yang memengaruhi karyawan tentang remunerasi.
lama perawatan pasien pascabedah jantung di unit ini. Dapat disimpulkan responden memiliki rasa tidak
Pendapatan di unit ini cenderung meningkat, baik se- puas terhadap penerapan sistem remunerasi yang telah
belum maupun setelah remunerasi. Hal ini merupakan berjalan, namun mereka tetap mampu berkinerja baik
hal yang positif karena pemerintah memiliki keterbatasan dan cenderung meningkat setelah sistem remunerasi dite-
untuk memberikan subsidi rumah sakit ini untuk pemeli- rapkan. Menurut teori, banyak faktor yang memengaruhi
haraan dan pengadaaan alat baru sesuai dengan perkem- kepuasan kerja seorang pegawai, antara lain adalah balas
bangan dalam bidang kardiovaskular sehingga dengan jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai
meningkatnya pendapatan diharapkan dapat memenuhi keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan
kebutuhan rumah sakit. lingkungan pekerjaan, peralatan yang menunjang pelak-
Terkait banyaknya responden yang menyatakan tidak sanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam kepemimpinan,
puas dan sangat tidak puas (71,2%) terhadap penerapan sifat pekerjaan monoton atau tidak.12
sistem remunerasi, terutama dalam jenis imbalan kerja, Faktor lainnya adalah pembayaran seperti gaji atau
yaitu gaji PNS, insentif, tunjangan tetap, dan fringe be- upah, pekerjaan itu sendiri, promosi pekerjaan, super-
nefit. Hal ini mungkin dikarenakan sistem remunerasi visi, dan rekan kerja.13 Sedangkan faktor terkuat yang
yang berjalan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip sistem berhubungan dengan kinerja dokter disebutkan adalah
remunerasi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan karakteristik dokter dan struktur praktik (organisasi).14

21
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 1, Agustus 2015

Dikhawatirkan apabila rumah sakit tidak memberikan ter. Dengan metode pembayaran fee for services
pendapatan yang memuaskan, maka terdapat kemungki- berdampak lebih banyak kunjungan ke dokter/dokter
nan dokter akan berpindah ke rumah sakit lain spesialis dan layanan diagnostik dibandingkan dengan
(turnover).1 Turnover memiliki dampak yang merugikan metode pembayaran kapitasi sehingga perubahan dalam
bagi organisasi karena dapat menghambat efektivitas dan pembayaran insentif finansial dapat meningkatkan kuali-
efisiensi kerja yang selanjutnya akan menurunkan tingkat tas pelayanan di pelayanan primer.24,25
produktivitas organisasi.15 Dalam penelitian ini, faktor pembayaran atau balas
Pemberian remunerasi atau insentif finansial kepada jasa tidak memenuhi kepuasan kerja SMF dan perawat,
tenaga medis dan paramedis menjadi hal yang penting tetapi mungkin terdapat faktor lain yang dapat membuat
dalam pelayanan kesehatan. Disebutkan bahwa faktor mereka puas dan memiliki kinerja baik. Hal ini di an-
yang paling berpengaruh dalam penggunaan proses taranya rumah sakit memberikan kesempatan untuk
manajemen perawatan (care management processes/ mengembangkan kompetensi dan ilmu pengetahuan,
CMPs), salah satunya adalah insentif. Melalui CMPs yang seperti kemudahan melanjutkan pendidikan ke jenjang
terorganisir dapat meningkatkan kualitas layanan kese- yang lebih tinggi, mengadakan penelitian, para dokter da-
hatan pada pasien penyakit kronis sehingga secara tidak pat meningkatkan dan mengasah keterampilannya dengan
langsung, dengan memberikan insentif dapat mening- mengerjakan kasus operasi yang banyak dan beragam ser-
katkan kualitas layanan kesehatan.16 ta menumbuhkan lingkungan belajar di tempat kerja.
Insentif finansial berupa remunerasi terbukti dapat Menurut Mayo Clinic,26 penelitian dan pendidikan di-
menghasilkan perubahan aktivitas klinis dokter gigi di anggap penting dalam meningkatan kualitas perawatan
pelayanan primer, yang semula cenderung meningkat de- terbaik kepada pasien, baik melalui program pendidikan
ngan metode pembayaran fee for services.17 Efektif juga formal dan pelatihan. Rasa tanggung jawab terhadap
dalam mengubah perilaku klinis profesional pelayanan ke- pekerjaan itu sendiri dan rasa kemanusiaan atau rasa
sehatan, terkait keputusan pencegahan, diagnostik dan ketertarikan terhadap pasien yang membuat pegawai
pengobatan, atau keduanya. Insentif finansial ini merupakan tetap berkinerja baik.
sumber motivasi ekstrinsik ketika seorang bertindak.18 Selaras dengan penelitian di negara berpenghasilan ren-
Disebutkan melalui beberapa penelitian bahwa pasien dah dan menengah, disebutkan bahwa metode pembayaran
dari dokter yang menerima persentase kompensasi gaji berbasis kinerja efeknya tergantung pada interaksi bebera-
yang lebih tinggi cenderung menerima lima dari tujuh pa variabel, seperti besarnya insentif, target dan cara pen-
proses pemeriksaan penyakit dibandingkan pasien dari gukurannya, jumlah dana tambahan, komponen pendukung
dokter dengan persentase gaji yang lebih rendah lain seperti dukungan teknis, dan faktor kontekstual.27
walaupun kompensasi tersebut tidak berhubungan lang- Perlu juga dipahami bahwa penerapan sistem remunerasi
sung dengan proses penanganan pasien tersebut. Tanpa tidaklah mudah karena isunya sangat kompleks dan akan
dikontrol model organisasi, diketahui bahwa proses terdapat konflik pada level korporat tinggi sehingga perlu
pelayanan kesehatan menjadi lebih baik ketika dokter dukungan dari seluruh pihak, baik pihak manajemen
menerima kompensasi berupa gaji langsung diban- maupun pegawai yang terdapat di organisasi tersebut.28
dingkan metode fee for services (RR 1,13 – 1,23) atau sis-
tem kapitasi (RR 1,06 – 1,36).19, 20 Kesimpulan
Insentif finansial dapat digunakan untuk mengurangi Dapat disimpulkan bahwa mayoritas SMF dan pera-
penggunaan sumber daya kesehatan yang berlebihan, wat di unit bedah jantung dewasa menyatakan tidak puas
meningkatkan kepatuhan dengan pedoman atau untuk (71,2%) terhadap penerapan sistem remunerasi, teruta-
mencapai target program. 21 Walaupun terkadang ma pada aspek total penerimaan remunerasi dan masing-
metode pembayaran tersebut tidak berpengaruh pada masing komponennya (gaji PNS, insentif, tunjangan tetap,
pilihan pelayanan life saving, tetapi pilihan metode pem- dan fringe benefit). Sebagian besar SMF menyatakan tidak
bayaran berpengaruh terhadap keputusan yang diambil puas terhadap kurangnya peluang untuk naik grading pa-
dokter dimana dokter merasa jauh lebih terganggu keti- da kelompoknya, tetapi tidak mengurangi semangat untuk
ka mereka membuat keputusan klinis di bawah metode berkinerja secara baik. Diketahui bahwa kinerja di unit ini
pembayaran sistem kapitasi (nilai p < 0,001).22 secara kuantitatif selalu menunjukkan peningkatan sete-
Insentif finansial juga dianggap sebagai elemen penting lah sistem remunerasi dilaksanakan, terlihat dari jumlah
dalam mengubah pola resep dokter walaupun dampak ke- operasi meningkat sesuai dengan target bahkan ada yang
bijakan seperti sistem pay for performance dalam melebihi target, pendapatan cenderung meningkat sesuai
meningkatkan kualitas hasil perawatan dan kesehatan dengan penambahan jumlah operasi, rata-rata lama hari
masih belum pasti sehingga perlu penelitian lebih lanjut.23 rawat pasien ICU, dan rata-rata lama hari pasca-operasi
Sama halnya pada dokter pelayanan primer, metode masih sesuai dengan standar. Hanya rata-rata waktu tung-
pembayaran berpengaruh pada perilaku pelayanan dok- gu yang cenderung lebih lama dari sebelumnya.

22
Soetisna, Ayuningtyas, Misnaniarti, Penerapan Sistem Remunerasi dan Kinerja Pelayanan

Saran Gramedia Pustaka Utama; 2000.


Diharapkan pihak direksi, dapat melakukan evaluasi 14. Dahrouge S, Hogg WE, Russell G, Tuna M, Geneau R, Muldoon LK, et
yang menyeluruh terhadap sistem remunerasi dengan al. Impact of remuneration and organizational factors on completing
membentuk tim yang diberikan kewenangan mem- preventive manoeuvres in primary care practices. Canadian Medical
berikan masukan dan membuat formulasi sistem remu- Association Journal. 2012; 184 (2): E135-43.
nerasi yang akurat dan tepat dengan memperhatikan pro- 15. Halimsetiono E. Peningkatan komitmen organisasi untuk menurunkan
porsionalitas, kesetaraan, kepatutan, kinerja dan prinsip- angka turnover karyawan. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat
prinsip pay for position, pay for performance, pay for Nasional. 2014; 8 (8): 339-45.
people. Perlu diperbaiki sistem komunikasi, kemudian 16. Casalino L, Gillies RR, Shortell SM, Schmittdiel JA, Bodenheimer T,
disosialisasikan antara tenaga fungsional dengan mana- Robinson JC, et al. External incentives, information technology, and or-
jemen rumah sakit tentang sistem remunerasi serta di- ganized processes to improve health care quality for patients with chron-
lakukan evaluasi secara berkala. ic diseases. JAMA. 2003; 289 (4): 434-41.
Bagi pegawai, juga sangat penting untuk memperta- 17. Brocklehurst P, Price J, Glenny AM, Tickle M, Birch S, Mertz E, et al.
hankan etos kerja dan kerja sama yang baik, terus The effect of different methods of remuneration on the behaviour of pri-
meningkatkan kinerja sesuai moto rumah sakit “Patient mary care dentists. The Cochrane Database of Systematic Reviews.
First”, memahami dengan baik peraturan terkait sistem 2013; 11: Cd009853.
remunerasi dan memberi usulan yang mengakomodasi 18. Flodgren G, Eccles MP, Shepperd S, Scott A, Parmelli E, Beyer FR. An
masukan dari seluruh pegawai dengan memperhatikan overview of reviews evaluating the effectiveness of financial incentives
prinsip-prinsip sistem yang baik serta memberi masukan in changing healthcare professional behaviours and patient outcomes.
tentang sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk The Cochrane Database of Systematic Reviews. 2011; 7: Cd009255.
lebih meningkatkan kinerja. 19. Ettner SL, Thompson TJ, Stevens MR, Mangione CM, Kim C, Neil
Steers W, et al. Are physician reimbursement strategies associated with
Daftar Pustaka processes of care and patient satisfaction for patients with diabetes in
1. Trisnantoro L. Aspek strategis manajemen rumah sakit antara misi sosial managed care? health services research. 2006; 41(4 Pt 1): 1221-41.
dan tekanan pasar. Yogyakarta: ANDY offset; 2005. 20. Kim C, Steers WN, Herman WH, Mangione CM, Narayan KM, Ettner
2. Presiden Republik Indonesia. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 SL. Physician compensation from salary and quality of diabetes care.
Tentang Rumah Sakit. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia; 2009. Journal of Generak Internal Medicine. 2007; 22 (4): 448-52.
3. Ilyas Y. Kinerja: teori, penilaian, dan penelitian. Depok: Pusat Kajian 21. Chaix-Couturier C, Durand-Zaleski I, Jolly D, Durieux P. Effects of fi-
Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia; 2002. nancial incentives on medical practice: results from a systematic review
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 165/KMK.05/2008 tentang pene- of the literature and methodological issues. International Journal for
tapan remunerasi bagi pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai Quality in Health Care. 2000; 12 (2): 133-42.
Badan Layanan Umum RSJPDHK. Jakarta: Kementerian Kesehatan 22. Shen J, Andersen R, Brook R, Kominski G, Albert PS, Wenger N. The
Republik Indonesia; 2009. effects of payment method on clinical decision-making: physician re-
5. Sulistiadi W. Sitem anggaran rumah sakit yang berorientasi kinerja un- sponses to clinical scenarios. Medicine Care. 2004; 42 (3): 297-302.
tuk meningkatkan kualitas keuangan publik. Kesmas: Jurnal Kesehatan 23. Rashidian A, Omidvari AH, Vali Y, Sturm H, Oxman AD.
Masyarakat Nasional. 2008; 2 (5): 234-40. Pharmaceutical policies: effects of financial incentives for prescribers.
6. Gray P. Remuneration, teaching business & economics. 2007; 11 (1): 13-5. The Cochrane Database of Systematic Reviews. 2015; 8: Cd006731.
7. Cleveland-Clinic. Ejection fraction Ohio [online]. Updated 2013 [cited 24. Gosden T, Forland F, Kristiansen IS, Sutton M, Leese B, Giuffrida A, et
2013 March]. Available from: http://my.clevelandclinic.org/. al. Capitation, salary, fee-for-service and mixed systems of payment: ef-
8. Grytten J, Holst D, Skau I. Incentives and remuneration systems in den- fects on the behaviour of primary care physicians. The Cochrane
tal services. International Journal of Health Care Finance and Database of Systematic Reviews. 2000; 3: Cd002215.
Economics. 2009; 9 (3): 259-78. 25. Scott A, Sivey P, Ait Ouakrim D, Willenberg L, Naccarella L, Furler J, et
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian al. The effect of financial incentives on the quality of health care pro-
Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun 2013. vided by primary care physicians. The Cochrane Database of Systematic
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Reviews. 2011; 9: Cd008451.
Kesehatan Republik Indonesia; 2013. 26. Douglas M, Mueller K, Wrenn J. Mayo Clinic: multidisciplinary team-
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi kesehatan jantung. work, physician-led governance, and patient-centered culture drive
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik world class health care. Commonwealth Fund. 2009; 27 (1306): 1-16.
Indonesia; 2014. 27. Witter S, Fretheim A, Kessy FL, Lindahl AK. Paying for performance to im-
11. Siagian SP. Manajemen sumber daya manusia. Edisi kedua. Jakarta: PT prove the delivery of health interventions in low- and middle-income coun-
Bumi Aksara; 2009. tries. The Cochrane Database of Systematic Reviews. 2012; 2: Cd007899.
12. Hasibuan M. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT Bumi 28. Jensen MC, Murphy KJ, Wruck EG. Remuneration: where we’ve been,
Aksara; 2007. how we got to here, what are the problems, and how to fix them.
13. Umar H. Riset sumber daya manusia dalam organisasi. Jakarta: PT Massachusetts: The European Corporate Governance Institute; 2004.

23

View publication stats

Potrebbero piacerti anche