Sei sulla pagina 1di 51

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

“PIO RUMAH SAKIT”

DI SUSUN OLEH
1. Oktavia andriyani (14080121)
2. Hadi trisaputro (14080124)
3. Ayu wulandari (14080126)
4. Nok fitrotul ulum (14080128)
5. Dwi isti artika sari (14080130)
6. Arum lestari (14080144)
7. Inas hafizah (14080145)
8. Dani wahyu hidayat (14080146)
9. Erni widiastuti (14080153)

PROGAM STUDI DIII FARMASI


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL
2016

I
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... I

DAFTAR ISI ................................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... III

A. Latar Belakang ....................................................................................................... III

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. VI

C. Tujuan ..................................................................................................................... VI

BAB II ISI ..................................................................................................................... 1

A. Mutu Pelayanan ........................................................................................................ 1

B. Rumah Sakit dan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit ................................................. 4

C. Farmasi Klinis .......................................................................................................... 8

D. Pelayanan Informasi Obat (PIO) ............................................................................ 28

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 35

BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 43

A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 43

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada 10 tahun terakhir ini terjadi peningkatan yang cukup mendasar

dibidang pelayanan publik, terutama pelayanan kesehatan. Kebutuhan akan

bentuk layanan publik yang bermutu, berkualitas makin meningkat.

Kepedulian, kesadaran masyarakat akan kesehatan makin dirasakan penting

artinya, disamping kebutuhan masyarakat akan makan, sandang, papan, dan

pendidikan. Kebutuhan akan layanan kesehatan bersinergi terhadap sarana

kesehatan yang ada, masyarakat makin kritis terhadap layanan mutu yang

diterimanya. Pemerintahpun menangapi kebutuhan masyarakat tersebut

dengan menempatkan prioritas kesehatan sebagai program pokok nasional

yang kedua setelah bidang pendidikan. Pemerintah juga melindungi

masyarakat terhadap bentuk layanan publik yang diterimanya dengan

membentuk, mengesahkan undang-undang perlindungan konsumen dan

perlindungan hak asasi.

Suatu organisasi idealnya harus peduli dengan mutu atau kualitas yang

dihasilkannya, terlebih organisasi yang bergerak dibidang jasa, pelayanan

maupun gabungan jasa-barang, seperti halnya organisasi Rumah Sakit. Rumah

Sakit sebagai sarana kesehatan yang utama masyarakat untuk upaya kesehatn,

maka sudah sewajarnya jika suatu Rumah Sakit tiada hentinya selalu berbrnah

diri meningkatkan, memperbaiki mutu, kualitas bentuk layanannya. Instansi-

III
instansi yang ada di rumah sakit dan profesi–profesi kesehatan yang ada di

Rumah Sakit hendaknya selalu ditingkatkan, dioptimalkan fungsi dan

perannya untuk pencapaian mutu layanan yang optimal, terukur bagi

masyarakat.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupan bagian dari organisasi Rumah

Sakit, Penunjang Medik yang juga harus berbenah diri untuk mendukung

output layananya. Kesadaran, profesionalisme masing-masing profesi

kesehatan, terutama apoteker di Rumah Sakit sanggatlah diperlukan untuk

mencapai hasil keluaran yang optimal tersebut. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

hendaknya juga dapat merubah paradigma yang melekat padanya selama ini.

IFRS selama ini hanya terjebak di pelayanan stock, harus segera berbenah diri

ke bentuk pelayanan pasien dan bangsal dengan tanpa mengurangi perannya

sebelumnya. Pemerintah mendukung paradigma farmasis ini dengan

menetapkan KepMenKes Standar Pelayanan Rumah Sakit dan KepMenKes

Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit.

Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama

di rumah sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem

pelayanan di rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien. Di

banyak Rumah Sakit pelayanan farmasi atau di Instalasi Faramasi Rumah

Sakit menyumbangkan profit di urutan ke-3 bahkan ada yang menduduki

urutan ke-2 bagi managerial Rumah Sakit. Salah satu bentuk pendekatan,

peningkatan bentuk layanan yang galak dikembangkan oleh farmasi atau

IV
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah Pelayanan Informasi Obat dan

Pelayanan Farmasi Klinis. Pada dasarnya Pelayanan Informasi Obat

merupankan salah satu bagian, cabang dari Pelayanan Farmasi Klinis.

Pelayanan informasi obat dan pelayanan farmasi klinis menanggapi

keprihatinan terhadap masyarakat akan mortalitas dan morbiditas yang terkait

dengan pengunaan obat, kerasionalan pengunaan obat, semakin meningkatnya

biaya perawatan pasien dikarenakan makin meningkatnya biaya obat dan

makin tingginya harapan masyarakat, ledakan medis serta ilmiah. Pelayan

farmasi klinis merupan kerja tim, apoteker dengan profesi kesehatan lain

untuk memecahkan kasus perawatan pasien untuk menghasilkan outcome,

hasil yang maksimal untuk pasien. Pelayanan Farmasi Klinis memerlukan

pengetahuan terapi tinggi bagi apotekernya, kemampuan komonikasi,

monitoring respon obat ke pasien, pelayanan informasi obat. Pelayanan

Farmasi Klinis lebih ditekankan dipelayanan rawat inap rumah sakit dan

berorientasi lebih ke pasien dari pada produk. Berbagai manfaat dapat

dihasilkan dari pelayan informasi obat dan praktek Pelayanan Farmasi Klinis

tersebut, baik untuk rumah sakit, farmasis, maupun masyarakat. Pelayanan

Farmasi Klinis untuk memulainya juga tidaklah ringan, diperlukan komitmen

yang cukup tinggi dari berbagai profesi yang ada terlebih apoteker, disampint

tantangan lainnya yang cukup beragam dari masyarakat dan managerial rumah

sakit. Disamping itu faktor-faktor keberhasilan pelayanan faramsi klinis

lainnya, seperti komite farmasi klinis, sofeware, sumber daya manusia yang

V
ada di Rumah Sakit juga perlu disiapkan baik kualitas dan kuantitasnya.

Metode evaluasi bagaimana yang akan diterapkan bagi komite farmasi klinis,

managerial Rumah Sakit juga perlu ditetapkan

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit ?

2. Apa yang dimaksud rumah sakit dan pelayanan farmasi rumah sakit ?

3. Bagaimana farmasi klinis di rumah sakit ?

4. Bagaimana Pelayanan Informasi Obat (PIO) di rumah sakit ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui mutu pelayanan di rumah sakit

2. Untuk mengetahui pengertian rumah sakit dan pelayanan farmasi rumah

sakit

3. Untuk mengetahui farmasi klinis di rumah sakit

4. Untuk mengetahui Pelayanan Informasi Obat (PIO) di rumah sakit

VI
1

BAB II

ISI

A. Mutu Pelayanan

Quality Assurance atau jaminan mutu adalah suatu konsep yang

mencakup segala aspek yang secara individual atau bersama-sama dapat

mempengaruhi mutu suatu produk (WHO).

Kharateristik dari mutu modern dicirikan oleh adanya orientasi

kepada pelangan. Mutu modern juga menghendaki adanya konsep berpikir

secara sistem oleh semua pihak, partisipasi aktif yang dipimpin oleh

manajemen puncak (top management). Mutu modern juga menghendaki

pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk

menciptakan mutu, adanya aktivitas yang berorientasi kepada tindakan

pencegahan terjadinya kerusakan atau penyimpangan proses kerja. Hal

tersebut dilaksanankan karena adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa

mutu merupakan “jalan hidup“ (way of life).

Jaminan mutu mencakup empat kaidah yaitu berorientasi pada

pemenuhan harapan dan kebutuhan pelangan atau masyarakat, berfokus pada

sistem dan proses, menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian

komoditi. jaminan mutu mendorong diterapkannya pendekatan tim untuk

pemecahan masalah dan perbaikan mutu yang berkesinambungan.


2

Mutu pelayanan kesehatan (Depkes RI) adalah penampilan atau

kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang

disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan

tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah

ditetapkan. Pelayanan kesehatan perlu menerapkan mutu, sebab:

1. Semakin meningkatnya tekanan persaingan antar penyelenggara

pelayanan kesehatan.

2. Persepsi pelanggan (masyarakat) terhadap pelayanan kesehatan yang

telah berubah.

3. Terjadinya pemborosan yang tersembunyi akibat praktek manajemen

yang sekarang berlaku.

4. Persepsi manajer dan para tenaga kerja pelayanan kesehatan yang telah

banyak berubah.

5. Belum banyak direalisasikannya pemberdayaan potensi SDM di sarana

pelayanan kesehatan.

6. Kelangsungan hidup pelayanan dengan manajEmen tradisional yang

semakin terancam.

Pelayanan konsumen dapat berupa produk, jasa, atau campuran

produk dan jasa. Rumah sakit merupakan pelayanan produk dan jasa yang

dikaitkan dengan kepuasan pasien. Model yang komprehensif dengan fokus

utama pada pelayanan produk dan jasa meliputi lima dimensi penilaian yaitu
3

(Parasuraman et al, 1991) Responsiveness, Reliability, Assurance, Emphaty,

Tangibles. Responsiveness (daya tanggap) yaitu adanya bukti langsung yang

dapat dirasakan oleh pelanggan secara inderawi (sarana, perlengkapan,

karyawan dsb). Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan memberikan

kepastian pelayanan sebagaimana yang dijanjikan dengan memuaskan.

Assurance (jaminan) yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang dimiliki

para staf dalam melakukan pelayanan bermutu yang menjamin bebas dari

bahaya, resiko atau keragu-raguan. Tangibles (bukti langsung) yaitu sikap

untuk memberikan pelayanan atau bantuan yang sesegera mungkin kepada

pelanggan. Emphaty (empati) yaitu kemampuan untuk dapat melakukan

interaksi dengan pelanggan dengan memahami penuh kebutuhan dan

keinginannya (The Marketing Science Institute of Cambridge,

Massachusetts).

Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang

menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan

kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta

penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang ditetapkan

serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.

Kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi

bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.

Kepuasan merupakan pengalaman yang akan mengendap di dalam ingatan


4

pasien sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian

ulang produk yang sama (Endang H, 1998)

B. Rumah Sakit dan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

Rumah Sakit merupakan tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan. Sesuai dengan fungsinya itu maka rumah

sakit termasuk sarana kesehatan yang diperlukan demi tercapainya

peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, fungsi rumah sakit

adalah:

1. Menyediakan dan menyelengarakan pelayanan medis, pelayanan

penunjang medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan

rehabilitative serta pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan.

2. Sebagai tempat pendidikan.

3. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi.

Rumah Sakit juga merupakan organisasi usaha jasa pelayanan

kesehatan yang bercirikan ada produk jasa yang di usahakan, mempunyai

dimensi produk, mutu, macam, jumlah, dan harga produk, fasilitas produksi,

alat produksi, pelaku produksi dengan kompetensi, proses dan prosedur

produksi, biaya produksi (biaya pokok) dan harga jual, ada margin

keuntungan usaha. Adapun tugas pokok dari Farmasi Rumah Sakit meliputi:

1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan etik profesi.


5

3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk

meningkatkan mutu pelayanan farmasi.

5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.

7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di

rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut

diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang

menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan

farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit terdiri dari berbagai unsur yang

paling utama yaitu:

1. Usaha pengadaan, distribusi, dan pengawasan semua obat-obatan yang

digunakan dalam pelayanan tersebut.

2. Evaluasi dan penyebaran informasi secara luas tentang obat-obatan dan

penggunaannya pada para staf rumah sakit dan pasien.


6

3. Memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit, kebijakan dan prosedur pelayanan farmasi di rumah sakit

meliputi:

1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

2. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

3. Pengkajian Resep

4. Dispensing

5. Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat

6. Pelayanan Informasi Obat

7. Konseling

8. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah

9. Ronde/Visite Pasien

Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit ialah:

1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan

biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan

pasien maupun fasilitas yang tersedia

2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur

kefarmasian dan etik profesi

3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat

4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku


7

5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan

evaluasi pelayanan

6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan

evaluasi pelayanan

7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda

Adapun fungsi dari pelayanan Farmasi Rumah Sakit meliputi:

1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah

sakit.

b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.

c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan

yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah saki .

e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

ketentuan yang berlaku.

f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

persyaratan kefarmasian.

g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di

rumah sakit.
8

2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien

b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat

dan alat kesehatan

c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan

alat kesehatan

d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat

kesehatan

e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga

f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga

g. Melakukan pencampuran obat suntik

h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral

i. Melakukan penanganan obat kanker

j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah

k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan

l. Melaporkan setiap kegiatan

C. Farmasi Klinis

Secara historis, profesi kefarmasian mengalami berbagai perubahan

secara drastis dalam kurun waktu 40 tahun terakhir terjadi di abad ke 20.

Perkembangan ini dibagi menjadi empat periode yaitu: Periode Tradisional

(sebelum 1960), Periode Transisional (1960-1970), Periode Masa kini

(Farmasi Klinis), Periode Masa Depan (Pharmaceutical Care). Dalam setiap


9

periode, dapat dibedakan konsep-konsep mendasar berkaitan dengan fungsi

dan tugas yang diemban, hubungan dengan profesi medis, tekanan pada

pelayan penderita (patient care), sikap aktif atau pasif pada pelayanan.

Beralihnya pembuatan obat dari instalasi farmasi ke industri farmasi

maka tugas dan fungsi farmasi berubah. Apoteker tidak banyak lagi meracik

obat karena obat yang diresepkan dokter kebanyakan obat jadi berkualitas

tinggi yang disiapkan oleh pabrik farmasi.

Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and

Politics”, menyatakan bahwa:

1. Pharmacist-lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter

menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat,

pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu

mengenai “bagaimana, kapan, mengapa” penggunaan obat baik dengan

atau tanpa resep dokter.

2. Pharmacist-lah yang sangat handal dan terlatih serta pakar dalam hal

produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk

mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani

baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.

3. Pharmacist-lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan

obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.
10

Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and

Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan

“Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.

Tujuan pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat ditinjau dari 3

aspek:

1. Manajemen

2. Farmasi Klinik

3. Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup

Farmasi klinis merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan penerapan

pengetahuan dan keahlian farmasi didalam membantu memaksimalkan efek

obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual (Clinical

Resourse and Audit Group (1996).

Farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi pelayanan

kepada pasien lebih dari orientasi kepada produk. Farmasis atau Apoteker

terlibat langsung di bangsal rawat inap. Farmasis memberi masukan secara

aktif kepada dokter, baik semasa pengobatan dimulai sebelum pengobatan

dimulai, serta melakukan intervensi secara pasif sesudah pengobatan dimulai,

farmasis harus bertanggung jawab terhadap setiap saran atau tindakan yang

dilakukan. Jadi Farmasi klinis akan menjadikan praktek kefarmasian dimana

farmasis menjadi mitra dan pendamping bagi dokter.

Helper dan Strand (1990) mendifinisikan Pharmaceutical Care

(farmasi klinis)“ penyediaan terapi obat secara bertanggung-jawab yang


11

ditujukan untuk memperoleh hasil-hasil nyata yang meningkatkan kualitas

hidup pasien”. Sedangkan Cipolle, Strand dan Morley (1998) menyatakan,

Pharmaceutical Care is “A Practice in which the practitioner takes

responsibility for a patient’s drug therapy needs, and is held accountable for

this commitment”.

Tujuan dari farmasi klinis menurut Keputusan MenKes

memaksimalkan efek terapeutik, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya,

menghormati pilihan pasien. Tugas utama farmasi klinis adalah pemantauan

pasien dan peresepan. Adapun filosofi farmasi klinis dengan peresepan yang

baik yaitu;

1. Memaksimalkan Efek Terapetik (Efektivitas Terapi) meliputi:

a. Ketepatan indikasi

b. Ketepatan pemilihan obat

c. Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

pasien

d. Evaluasi terapi

e. Meminimalkan resiko

f. Mamastikan resiko yang sekecil mungkin bagi pasien

g. Meminimalkan masalah ketidak amanan pemakaian obat meliputi

efek samping, dosis, interaksi dan kontraindikasi

h. Menghormati pilihan pasien


12

2. Meminimalkan Biaya

a. Untuk rumah sakit dan pasien (apakah obat yang dipilih paling

efektif dalam hal biaya dan rasional)

b. Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit

c. Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan kemanfaatan

dan keamanan yang sama

3. Menghormati Pilihan Pasien

a. Keterlibatan pasien dalam proses pengobatan akan menentukan

keberhasilan terapi

b. Hak pasien harus diakui dan diterima semua pihak

Adapun ruang dan lingkup dari farmasi klinis antara lain;

1. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

2. Kesiapan untuk membentui setelah lepas jam kerja ”siap dipanggil”

3. Konsultan keliling

4. Memberikan masukan/saran kepada Direktur Klinis/dokter

5. Memberikan informasi tentang pemakaian obat secara finansial

6. Membuat kajian obat-obat baru

7. Ikut aktif dalam pengendalian infeksi, melalui kegiatan:

a. Pemberian informasi obat

b. Pemantauan penggunaan obat


13

c. Penyusunan pedoman penggunaan antibiotika

8. Berpartisipasi dalam Komite Farmasi dan Terapi

9. Aktif dalam penyusunan formularium

10. Merasionalkan penggunaan obat

11. Memajukan peresepan yang efektif dari segi biaya

12. Mengatur tambahan obat baru

13. Merumuskan pedoman bagi dokter

14. Ikut menyusun kebijakan penulisan resep (protocol / pedoman pengobatan)

15. Pemberian informasi obat

16. Audit medis

17. Audit klinis

18. Uji coba klinis

19. Tim nutrisi parenteral

20. Tim kemoterapi

21. Analgesia yang dikendalikan pasien

22. Pemantauan Kadar Obat Terapeutik (TDM)

23. Pelayanan saran farmakokinetika

24. Individualisasi pengaturan dosis obat

25. Pelayanan antikoagulan perawatan dan pengobatan luka

26. Pencatatan riwayat pengobatan pasien (faktor-faktor pasien dan pengobatan

yang merupakan faktor resiko pengobatan)


14

27. Pengembangan alur dan pelayanan pengobatan sendiri (Self Medication

Scheme)

28. Pemantauan Efek Samping Obat (mencegah menemukan dan melaporkan

efek samping obat)

29. Promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit dan

perlindungan kesehatan

30. Konseling pasien

31. Meningkatkan derajat kesehatan

32. Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam pemakaian obat

(Ketidak patuhan pasien merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi).

Di Indonesia sebagai dasar hukum, pelaksanaan teknis farmasi klinis

adalah SK Menkes Nomor 436/ Menkes/ SK/VI/1993 tentang Pelayanan

Rumah Sakit dan Standar Pelayan Medis, tugas Apoteker meliputi:

1. Konseling

2. Monitoring efek samping obat (MESO)

3. Pencampuran obat suntik aseptik

4. Analisa efektifitas biaya

5. Penentuan kadar obat dalam darah

6. Penanganan sitostatika

7. Penyiapan total parenteral nutrisi

8. Pemantauan penggunaan obat


15

9. Pengkajian penggunaan obat

Beberapa keterampilan diperlukan seorang Apoteker untuk berperan

secara efektif dalam pelayan pasien:

1. Keterampilan Farmasi klinis

2. Mengaplikasikan pengetahuan terapeutik

3. Mengkorelasikan keadaan penyakit dengan pemilihan obat

4. Menggunakan catatan kasus pasien

5. Menginterpretasikan data pemeriksaan laboratorium

6. Menerapkan pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik

7. Mengidentifikasi kontra indikasi obat

8. Mengenal reaksi yang tidak dikehendaki (karena obat) yang mungkin terjadi

9. Membuat keputusan tentang formulasi dan stabilitas

10. Mengkaji literatur medis dan obat

11. Menulis laporan medis

12. Merekomendasikan pengaturan dosis

13. Mengkomunikasikan secara efektif kepada tenaga kesehatan yang terkait

14. Menanggapi pertanyaan secara lisan

15. Membuat instruksi/perintah yang jelas

16. Berargumentasi terhadap suatu kasus

17. Memberikan pendapat atau saran kepada tenaga professional kesehatan dan

pasien dan keluarga pasien.


16

18. Menyajikan laporan kasus.

Dengan dilaksanakannya farmasi klinis, faktor-faktor penyebab

ketidakberhasilan pengobatan dapat diminimalisir. Adapun faktor-faktor

ketidakberhasilan tersebut disebabkan antara lain oleh:

1. Penulisan resep yang kurang tepat

2. Pengobatan yang kurang tepat (Misalnya: Pemilihan obat, bentuk sediaan,

dosis, rute, interval dosis, lama pemakaian)

3. Pemberian obat yang tidak diperlukan

4. Penyerahan obat yang tidak tepat

5. Obat tidak tersedia saat dibutuhkan

6. Kesalahan dispensing

7. Perilaku pasien yang tidak mendukung

8. Indiosinkrasi pasien

9. Berhubungan dengan cara pengobatan yang tidak tepat

10. Pelaksanaan/penggunaan obat yang tidak sesuai dengan perintah pengobatan

(non compliance)

11. Respon aneh individu terhadap obat

12. Terjadi kesalahan atau kecelakaan

13. Pamantauan yang tidak tepat

14. Gagal untuk mengenali dan menyelesaikan adanya keputusan terapi yang

tidak tepat

15. Gagal dalam memantau efek pengobatan pasien


17

Terapi obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas

mempertahankan hidup pasien, yang dilakukan dengan cara mengobati pasien,

mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau memperlambat

proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejalanya. Namun tidak dapat

disangkal dalam pemberian obat kemungkinan terjadi hasil pengobatan tidak

seperti yang diharapkan (Drug Related Problem).

Pemantauan obat merupakan salah satu tugas layanan farmasi klinis

dan berhubungan dengan masalah berkaitan obat (DRP) serta dapat

dikategorikan sebagai berikut:

1. Pasien tidak memperoleh pengobatan yang sesuai dengan indikasinya

2. Pasien tidak mendapatkan obat yang tepat

3. Dosis obat subterapetik

4. Pasien gagal menerima obat

5. Dosis obat terlalu tinggi

6. Timbul reaksi obat yang tidak dikehendaki

7. Pasien mengalami masalah karena terjadi interaksi obat

8. Pasien memperoleh obat yang tidak sesuai dengan indikasinya

Outcomes yang diharapkan dari pelaksanaan farmasi klinis adanya

perbaikan kualitas hidup meliputi kesembuhan penyakit, eliminasi,

pengurangan simtom, penghentian/perlambatan proses penyakit. Untuk

mencapai hasil tersebut dengan cara Identifikasi DRP (Drug Related

Problem), memecahkan DRP aktual, mencegah DRP potensial.


18

Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk

mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan

pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

Tujuan dari konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai

obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan

pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan

obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan

penggunaan obat-obat lain.

Kegiatan konseling antara lain; membuka komunikasi antara apoteker

dengan pasien, menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan

oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, apa yang

dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, efek yang

diharapkan dari obat tersebut, memperagakan dan menjelaskan mengenai cara

penggunaan obat, verifikasi akhir yang meliputi mengecek pemahaman

pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan

dengan cara penggunaan obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi

pada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien.

Ruang konsultasi untuk pelayanan rawat jalan (Apotik). Ruang konsultasi

untuk pelayanan rawat inap.


19

Peralatan Konsultasi antara lain:

1. Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet, dan brosur dan lain-lain

2. Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk

menyimpan medical record

3. Komputer

4. Telpon

5. Lemari arsip

6. Kartu arsip

Pemantauan dan peresepan menjadi tugas utama farmasi klinis.

Pengkajian (Assessment) menjamin bahwa semua terapi obat yang diberikan

kepada pasien terindikasi berkhasiat dan sesuai serta mengidentifikasi setiap

masalah terapi obat yang muncul atau memerlukan pencegahan dini.

Pengembangan Perencanaan Perawatan (Development of Care Plant) Secara

bersama pasien dan praktisi kesehatan membuat perencanaan untuk

menyelesaikan masalah terapi obat dan untuk mencapai tujuan terapi. Tujuan

ini didisain untuk menyelesaikan masalah terapi yang muncul, mencapai

tujuan terapi individual, mencegah masalah terapi obat yang potensial terjadi

kemudian hari.

Monitoring Efek Samping Obat merupakan kegiatan pemantauan

setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang

terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan

profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan dari pemantauan dan pelaporan efek
20

samping obat yaitu menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin

terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang, menentukan frekuensi

dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja

ditemukan, mengenal semua faktor yang mungkin dapat

menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat atau

mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.

Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat, antara

lain; menganalisa laporan Efek Samping Obat, mengidentifikasi obat-obatan

dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat,

mengisi formulir Efek Samping Obat, melaporkan ke Panitia Efek Samping

Obat Nasional.

Pencampuran obat suntik aseptik atau dispensing merupakan

kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi,

menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan

pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan

dari dispensing untuk mendapatkan dosis yang tepat dan aman, menyediakan

nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan secara oral atau

emperal, menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu,

menurunkan total biaya obat.

Dispensing dibedakan menjadi dua berdasarkan atas sifat sediaannya

yaitu Dispensing sediaan farmasi khusus (dispensing sediaan farmasi


21

parenteral nutrisi dan dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril) dan

dispensing sediaan farmasi berbahaya.

Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi. Merupakan kegiatan

pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih

secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan,

formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan

antara lain; Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral

untuk kebutuhan perorangan. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk

nutrisi.

Pelayanan Informasi Obat. Merupakan kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak

bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya

dan pasien. Tujuan adalah Menyediakan informasi mengenai obat kepada

pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit. PIO menyediakan

informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan

obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. PIO akan

meningkatkan profesionalisme apoteker dan dapat menunjang terapi obat

yang rasional.

Ronde/Visite Pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat

inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya yaitu

pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi


22

terapetik, menilai kemajuan pasien, bekerjasama dengan tenaga kesehatan

lain.

Kegiatan antara lain Apoteker harus memperkenalkan diri dan

menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien, Untuk pasien

baru dirawat Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan

memperkirakan masalah yang mungkin terjadi. Apoteker memberikan

keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar.

Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk

pemberian obat. Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan

dan penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan oleh setiap

Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari pengulangan

kunjungan.

Aktifitas layanan farmasi klinis atau praktek farmasi klinis di

ward/bangsal meliputi:

1. Aktivitas Layanan Farmasi Klinis

2. Pemantauan dan pemeriksaan peresepan

3. Mencermati penyiapan dan penyimpanan obat

4. Memeriksa ketepatan penggunaan obat

5. Menilai kesesuaian bentuk sediaan obat yang digunakan

6. Member informasi obat

7. Membuat penilaian terapeutik


23

8. Mengidentifikasi pasien dan factor resiko medikasi

9. Membantu memformulasikan dan menerapkan kebijakan peresepan

10. Memeriksa kesesuaian obat dan ketepatan dosis obat yang dipergunakan

11. Memantau terapi obat

12. Menanyakan riwayat pemakaian obat pada saat pasien masuk rumah sakit

13. Mewawancara pasien

14. Mengkonsultasi pasien

15. Mengelola rekam medis

16. Menerapkan kebijakan dan pedoman peresepan

17. Terlibat dalam penelitian dan uji coba

Pemantauan atau Pengkajian Penggunaan Obat. Merupakan

program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan

untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan

terjangkau oleh pasien. Tujuan adalah untuk mendapatkan gambaran keadaan

saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu.

Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu

dengan yang lain. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik Menilai

pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah. Pemantauan Kadar Obat

Dalam Darah melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas

permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit.
24

Tujuannya adalah mengetahui kadar obat dalam darah dan memberikan

rekomendasi kepada dokter yang merawat. Kegiatan antara lain memisahkan

serum dan plasma darah. Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma

dengan menggunakan alat TDM, membuat rekomendasi kepada dokter

berdasarkan hasil pemeriksaan.

Penanganan sitostatika. Kegiatan penanganan sitostatika antara lain

merancang dan mempersiapkan sumber daya yang diperlukan untuk

penanganan sitotastika, melakukan penilaian tentang kelayakan pemakaian

sitostatika, melakukan penyiapan dan pemberian sitostatika, melakukan

monitoring, evaluasi dan tindak lanjut, melakukan pengamanan dalam proses

penggunaan sitostatika yang menjamin keselamatan petugas, pasien dan

kelestarian lingkungan, melakukan penanganan jika terjadi kecelakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat pelayanan farmasi klinis

mampu mengidentifikasi masalah penting, antara lain:

1. Mengidentifikasi masalah penting yang terkait obat serta menurunkan

kejadian

2. Menyempurnakan pendidikan pasien serta kepatuhan

3. Memperbaiki peresepan

4. Menyempurnakan hasil klinis dan efektivitas klinis

5. Meningkatkan efektifitas biaya dan mempersingkat masa tinggal di rumah

sakit

6. Apoteker mendukung dan mendidik anggota tim kesehatan


25

7. Partisipasi dalam audit klinis dan penelitian

Adapun faktor-faktor yang menunjang dalam implementasi pelayanan

farmasi klinis adalah:

1. Membentuk komite farmasi klinis dengan membuat proposal mencakup:

a. Analisa (analyse) situasi kebutuhan pelayanan farmasi klinis.

b. Menetapkan tujuan (aims) pelayanan farmasi klinis dan mencari

masukan.

c. Pelaksanaan (action) / membuat rencana kerja dan tenggang waktu

dan persetujuan pimpinan rumah sakit

d. Pengkajian (assessment), menentukan kapan proyek percobaan

dilaksanakan

e. Adjustment / pengaturan kembali untuk disempurnakan dan diperluas.

2. Mendirikan pusat pelayanan informasi obat .Dimana peran apoteker

bergeser dari “drug informan”-kepada pendamping/konsultan bagi

penulis resep/dokter (menyediakan informasi pada tahap penentuan dosis,

cara pemberian serta dalam evaluasi terapi. Dengan kata lain peran

utamanya sebagai ahli obat (drug expert).

3. Menempatkan Apoteker bangsal (ward pharmacist).

4. Memperkerjakan lebih banyak apoteker dengan perbandingan (1 apoteker

untuk 30 tempat tidur).


26

5. Apoteker harus mengetahui peran dan fungsinya dan tidak mencoba

bertindak di luar perannya.

6. Bagi apoteker klinis perintis harus mempelajari semua “skill of trade”.

Sehingga mereka dapat menguasai pengetahuan serta berpengalaman

dalam ilmu kedokteran umum, mengikuti pendidikan berkelanjutan.

Membentuk klub jurnal dan belajar bersama-sama serta membuat

presentasi secara teratur bersama rekan-rekan. Perlu melakukan

penetapan prioritas area pengembangan pelayanan farmasi klinis.

Misalnya: menurut keadaan penyakit (jantung koroner atau terapi obat

sitotoksik) dan pasien dengan farmakokinetik dan farmakodinamik yang

kurang normal atau aturan obat yang rumit (lansia atau polifarmasi)

Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan

indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan

terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai yang diukur dengan

indikatornya, makin sesuai pula hasil suatu pekerjaan dengan standarnya.

Indikator dibedakan menjadi Indikator persyaratan minimal yaitu indikator

yang digunakan untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses,

dan lingkungan. Serta Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang

ditetapkan untuk mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal

pelayanan yang diselenggarakan.


27

Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut; harus sesuai dengan

tujuan, informasinya mudah didapat, singkat, jelas, lengkap dan tak

menimbulkan berbagai interpretasi, rasional

Evaluasi merupakan tahapan mencatat hasil terapi untuk mengkaji

perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dan menilai kembali

munculnya masalah baru, ketiga tahap proses ini terjadi terus menerus bagi

seorang pasien.

Evaluasi dan Pengendali Mutu mempunyai tujuan pada umum agar

setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan

dapat memuaskan pelanggan.

Tujuan Khusus adalah Menghilangkan kinerja pelayanan yang

substandard, terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat

dan keamanan pasien, meningkatkan efesiensi pelayanan, meningkatkan mutu

obat yang diproduksi di rumah sakit sesuai CPOB (Cara Pembuatan Obat

yang Baik), meningkatkan kepuasan pelanggan, menurunkan keluhan

pelanggan atau unit kerja terkait

Survei dilakukan untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan

angket atau wawancara langsung.

Faktor kunci keberhasilan dari pelayanan farmasi klinis adalah

penyiapan software, profesionalisme SDM, kerjasama dan komitment dari

profesi, pemberdayaan masyarakat, dan peraturan perundang-undangan.


28

D. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, dan

aktual, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi

kesehatan lainnya dan pasien atau keluarga pasien. Tujuan dari pelayanan

informasi obat adalah menyediakan informasi mengenai obat secara objektif,

akurat, dan up to date kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan

rumah sakit. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan

yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan

Terapi. Dengan dilaksanakannya pelayanan informasi obat akan menunjang

terapi obat yang rasional dan meningkatkan profesionalisme apoteker. Dengan

adanya pelayanan informasi obat proses pengunaan obat dapat diambil lebih

tepat, misalnya:

a. Memilih obat yang tepat

b. Memilih sediaan yang tepat.

c. Menentukan dosis yang tepat.

d. Menentukan rute obat.

e. Menentukan lama penggunaan obat.

f. Memantau efek terapi dan efek samping obat.

g. Merencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk mendorong

penggunaan obat yang rasional dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan kepada pasein.


29

Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:

a. Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).

b. Objektif (sesuai dengan kebutuhan)

c. Seimbang

d. Ilmiah

e. Berorientasi kepada pasien dan pro aktif

Jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh pelayanan informasi obat

antara lain:

a. Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalui telpon, surat atau

tatap muka.

b. Meyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak

ulang atau re print).

c. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,

konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan

penggunaan obat-obatan.

d. Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium

rumah sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk

masuk dalam formularium rumah sakit.

e. Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.

Selain kegiatan pelayanan dan pendidikan, pelayanan informasi obat

juga berperan aktif didalam memfasilitasi kegiatan-kegiatan penelitian yang

berkaitan dengan obat, membuat dokumentasi serta mengevaluasi setiap


30

kegiatan yang telah dilakukan. Didalam pengembangan pendidikan, pelayanan

informasi obat juga melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:

a. Mengajar, membimbing mahasiswa dan mengkoordinasikan program

pendidikan berkelanjutan dibidang informasi obat, semisal penilitian yang

berkaitan dengan obat.

b. Mengevaluasi literatur obat dan penggunaannya.

c. Memberikan pendidikan kepada tenaga kesehatan lainnya tentang

informasi obat.

Kegiatan antara lain memberikan dan menyebarkan informasi kepada

konsumen secara aktif dan pasif. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun

tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. Membuat buletin,

leaflet, label obat. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan

Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. Bersama

dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan

rawat inap. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan

tenaga kesehatan lainnya. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan

kegiatan pelayanan kefarmasian.


31

Peralatan Ruang Informasi Obat antara lain:

1. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi

obat

2. Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak

3. Komputer

4. Telpon - Faxcimile

5. Lemari arsip

6. Kartu arsip

7. TV dan VCD ( disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit )

Ruang Informasi Obat sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi

dan teknologi komunikasi dan penanganan informasi yang memadai untuk

mempermudah pelayanan informasi obat. Luas ruangan yang dibutuhkan

untuk pelayanan informasi obat untuk 200 tempat tidur idealnya adalah 20

meter2 sedangkan untuk 400-600 tempat tidur seluas 40 meter2 dan untuk

1300 tempat tidur 70 meter2.

Adapun referensi atau sumber-sumber informasi bias berasal dari

referensi primer (informasi obat terbaru langsung dari peneliti, misal jurnal),

referensi sekunder (indeks atau abstrak dari original artikel, missal medline),

referensi tersier (informasi yang sudah estabilished, biasanya berbentuk text

book, CD room dan interne atau AHFS).

Salah satu dari pelayanan informasi obat adalah menjawab pertanyaan

dari konsumen PIO mengenai informasi obat, adapun tahapannya meliputi:


32

1. Menerima pertanyaan : tunjukan keramahan dan kesiapan untuk membantu

menjawab pertanyaan.

2. Identifikasi penanya meliputi:

a. Siapa (dokter, perawat, pasien, masyarakat, tenaga kesehatan lainnya).

b. Jenis pertanyaan (identifikasi, dosis, kontraindikasi, indikasi).

c. Untuk apa (penelitian, perawatan pasien).

d. Dari mana (ICU, IRNA, IRJA, IRDA, IBS maupn lainnya).

e. Urgency jawaban

3. Menentukan apakah pertanyaan akan dijawab, ditolak, atau dirujuk ke

tempat lainnya.

4. Jika diputuskan untuk menjawab pertanyaan maka dimulai penelusuran

pustaka secara sistematis :

a. Mengolongkan tipe pertanyaan

b. Mulai mencari sumber informasi dari referensi tersier

c. Jika tidak ada beralih ke referensi sekunder

d. Berusaha mendapatkan artikel asli tidak hanya abstrak saja

e. Kadang diperlukan p[endapat lisan dari para pakar terkait

5. Mengevaluasi referensi yang relevan dengan pertanyaan.

6. Menjawab pertanyaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh si

penanya.

7. Membuat ringkasan jawaban.

8. Menghubungi penanya dalam waktu yang telah dijanjikan.


33

9. Menyiapkan jawaban, semua jawaban harus berdasarkan referensi yang

dapat dipercaya, tidak menebak atau menduga.

10. Menindaklanjutin jawaban.

Mendokumentasikan secara baik, fungsinya untuk mengurangi beban

kerja jika ada pertanyaan serupa akan lebih cepat mencari jawabannya.

Setiap pertanyaan yang diajukan kepada PIO akan didokumentasikan

didalam formulir pelayanan informasasi obat yang memuat:

a. Tanggal dan waktu menerima pertanyaan.

b. Nama penanya ( instansi Bag./Bid./SMF).

c. Penanya (dokter. Perawat, pasien/keluarga. Farmasis, dan lainnya)

d. Uraian pertanyaan.

e. Klasifikasi pertanyaan (identifikasi obat, stabilitas, ketercampuran,

farmakokinetik, farmakodinamik, dosis, efek samping, interaksi oabt,

toksisitas dan lain-lainnya).

f. Kegunaan (perawatan pasien, penelitian, pendidikan, umum).

g. Referensi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan.

h. Respon yang diberikan (verbal, tulisan, dan lain-lainnya).

i. Jawaban pertanyaan.

j. Nama pemberi jawaban dan waktu menjawab.

Sumber Daya Manusia (SDM) pelayanan informasi obat hendaknya

memadai dan terlatih secara khusus, mampu menjalankan organisasi dan

mengelola administrasi informasi obat, mampu melakukan kegiatan-kegiatan


34

penelitian, mampu menggunakan strategi yang effisien dalam menelusuri

sumber-sumber informasi obat dan menyampaikan secara efektif informasi

kepada pengguna pelayanan informasi obat.


35

BAB III

PEMBAHASAN

Farmasi Klinis. Suatu organisasi idealnya harus peduli dengan mutu

dikarenakan hidup mati organisasi bergantung pada pelanggan sehingga sudah

sepantasnyalah pelanggan perlu dipuaskan. Komoditi yang bermutu adalah komoditi

yang aman, baik, layak, dan bermanfaat. Oleh sebab itu sudah seharusnyalah Rumah

Sakit dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit juga meningkatkan produksi atau

mengedarkan komoditi yang bermutu serta memberikan yang terbaik bagi pelanggan

yang dapat memberi peluang untuk memenangkan persaingan.

Pelayanan Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian dari sistem jasa Pelayanan

Rumah Sakit. Pelayanan Farmasi Rumah Sakit juga harus berbenah diri melakukan

pelayanan profesi, adanya sistem pelayanan farmasi, serta ada standar pelayanan yang

segera dimulai dapat segera menjamin mutu pelayanan sesuai harapan semua pihak

yang terkait.

Dikarenakan multiple prescribers, obat makin poten dan semakin mahal,

kompleksitas obat juga beraneka ragam, informasi yang up to date karena

perkembangan yang cepat, harus dapat memilah informasi yang dibutuhkan. Adanya

hubungan signifikan antara pemakaian obat versus morbiditas dan mortalitas, biaya

kemanusiaan, finansial akibat misadventuring maka Pelayanan Farmasi Klinis di

Rumah Sakit akan makin dibutuhkan kehadirannya dan manfaatnya.

Pelayanan Farmasi Klinik yang akan dilaksanakan Instalasi Farmasi Rumah

Sakit akan mengubah pelayanan yang sifatnya individual menuju pelayanan berbasis
36

sistem dan terintegrasi. Artinya akan dikembangkan sistem dan mekanisme serta

prosedur yang dapat menjamin tidak terjadinya medication error, baik di rawat inap

maupun di pelayanan rawat jalan. Pelayanan Farmasi Klinik yang akan dilaksanakan

IFRS akan mengantisipasi setiap dinamika perubahan di bidang kedokteran termasuk

senantiasa meng-update informasi dan keilmuan yang berbasis pada bukti terkini

(current best evidence) melalui sumber-sumber informasi terpercaya dan mutakhir

(misalnya internet dan electronic journals) untuk diimplementasikan secara benar.

Adapun tugas utama Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit pemantauan

pasien dan peresepan dengan harapan dapat memberikan jaminan pengobatan lebih

rasional (efektif, aman, tersedia dan dengan biaya terjangkau) kepada pasien. Manfaat

Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit untuk pasien berupa pelayanan untuk

mencapai efektifitas pengobatan maksimal, resiko bagi pasien minimal, ada

kemugkinan besar biaya pengobatanpun dapat ditekan yang dikarenakan obat yang

diminum hanya yang diperlukan buat terapi saja. Disamping itu kepentingan, hak

pasienpun dapat lebih optimal terlayani Adapun manfaat bagi masyarakat umum,

pengunjung Rumah Sakit dapat berkonsultasi, mencari, menambah pengetahuan

tentang obat dan pengobatan dengan mengunakan obat relatif lebih mudah. Bagi

tenaga profesi kesehatan lainnya dengan adanya Pelayanan Farmasi Klinis dapat lebih

memfokuskan dirinya melayani pasien sesuai dengan asuhan pelayanan masing-

masing profesi kesehatan. Manfaaat umum bagi Rumah Sakit dengan adanya

Pelayanan Farmasi Klinis akan menambah efektifitas pelayanannya kepada

masyarakat karena terpenuhinya standar pelayanan Rumah Sakit.


37

Salah satu bentuk pendekatan Program Pelayanan Farmasi Klinis yang

mungkin dapat dilaksanakan dulu untuk mencapai Program Pelayanan Farmasi Klinis

yang ideal adalah Pusat Pelayanan Informasi Obat dan Sistem Distribusi Obat Unit

Dose Dispensing (UDD). UDD adalah layanan distribusi obat kepasien rawat inap

yang diberikan dalam 24 jam. UDD merupakan transformasi dari individual

prescribing. Biasanya UDD diawali dari perawatan rawat inap intensif, misalnya di

ICU, CCU, PICU, NICU, Geriatri. Alur pelayanan UDD dari meliputi dokter menulis

resep/perbekalan farmasi yang diperlukan pasien untuk 24 jam, dikumpulkan di ruang

perawatan, diserahkan ke depo farmasi, diperiksa apoteker/asisten apoteker, disalin

ke buku monitor, kemudian disiapkan perbekalan faramsi tersebut, di enrty,

diserahkan ke perawat. Ada berbagai manfaat yang didapat dari pendekatan Program

Pelayanan Farmasi Klinis dalam bentuk distribusi UDD ini. Manfaat bagi pasien

antara lain pasien mendapatkan pelayanan yang cito, segera terpenuhi kebutuhannya,

lebih hemat karena pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dibutuhkan hari

itu. Manfaat bagi Rumah Sakit, managerial, perbekalan farmasi lebih dapat terkontrol

karena hanya dibutuhkan untuk pelayanan satu hari saja dan juga makin tipis adanya

kemungkinan pencurian terhadap perbekalan farmasi. Adapun manfaat bagi farmasis

adalah pengawasan dan pengendalian perbekalan faramsi juga relatif lebih mudah,

medical error relatif lebih rendah, karena obat dicek 2 kali, oleh farmasis sewaktu

menyiapkan obat dan dicek lagi oleh perawat waktu menyerahkan obat ke pasien.

Dengan adanya system UDD peran apoteker dalam melayani pasien lebih terfokus
38

kualitasnya, sehingga bukan hal yang mustahil filosofi, tujuan, ruang lingkup

Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit dapat terpenuhi setapak demi setapak.

Analisis SWOT Program Farmasi Klinis di Rumah Sakit:

Kekuatan. Adanya kebijakan pemerintah pusat dengan menetapkan dasar

hukum Farmasi klinis yaitu; Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor

436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Pelayanan Rumah Sakit dan Pelayanan Medis,

Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1333/MenKes/SK/XII/1999 tentang

Standar Pelayanan Rumah Sakit, Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor

1197/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, Undang Undang

Perlindungan Konsumen serta Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, terutama

Apoteker yang belum dikembangkan, dimanfaatkan secara maksimal fungsi dan

perannya di Rumah Sakit.

Kelemahan. Apoteker atau Farmasis yang masih kurangnya akan pelatihan

dan pengetahuan up to date tentang Pelayanan Farmasi Klinis dan Pelayanan

Informasi Obat. Apoteker yang masih kurang percaya diri untuk memulai dan

mengembangkan potensi ketrampilan dan kemampuannya. Adanya tekanan dari

kelompok kerja dan ketidak nyamanan kerja di Rumah Sakit. Adanya kuantitas

tenaga, khususnya Apoteker sehingga terjerembab, terfokus mengurusi stock dan

pengadaan. Dana pemerintah daerah untuk mendukung suksesnya Program Pelayanan

Informasi Obat dan Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit.


39

Peluang. Dengan adanya Pelayanan Apoteker yang kompeten dengan

ketrampilan dan pengetahuannya di Bangsal maka pelayanan pasien lebih optimal

menuju pengobatan yang lebih rasional.

Ancaman. Adanya hubungan yang kurang harmonis antara apoteker dengan

profesi kesehatan lainnya yang ada di Rumah Sakit. Adanya profesi kesehatan

lainnya di Rumah Sakit yang kurang komonikatif. Adanya kerjasama antara tenaga

kesehatan yang ada di Rumah Sakit dengan Pihak luar (eksternal) Rumah Sakit.

Untuk memenuhi harapan yang sesuai dengan tujuan dan manfaat yang akan

di ambil oleh Apoteker, Komite Farmasi Klinis, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

Rumah Sakit, Pasien dan Masyarakat diperlukan tahapan-tahapan yang sistematis.

Diperlukan suatu Komite Pelayanan Farmasi Klinis dan Menganalisi Rasio manfaat

dan prosedur pelaksanaan di Rumah Sakit termasuk program sosialisasi, sample

bangsal yang akan dipergunakan percobaan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan

hasil Pelayanan Farmasi Klinis. Walaupun waktu dan kuantitas tenaga bukan suatu

patokan, jaminan keberhasilan utama pelaksanan Program Pelyanan Farmasi Klinis

dalam waktu 2-3 tahun hasil, manfaat program Pelayanan Farmasi Klinis umumnya

baru dapat dirasakan. Disamping itu kebutuhan tenaga Apoteker dengan

perbandingan, rasio apoteker melayani 30 tempat tidur diperlukan agar efektifitas

dan kualitas yang di hasilkan lebih optimal.

Program Pelayanan Farmasi Klinis yang akan dilaksanakan di Rumah Sakit

tingkat keberhasilannya akan lebih optimal jika ada komitmen untuk bekerjasama

antar profesi kesehatan yang ada untuk mencapai tujuan pelayanan optimal bagi
40

pasien. Disamping itu profesionalisme, pengetahuan yang selalu ter up date serta

kuantitas dan kualitas dari masing-masing profesi kesehatan terlebih apoteker sanggat

mutlak dibutuhkan untuk pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis tersebut. Disamping

itu jalinan komunikasi yang insentif, berkesinambungan dan saling mempercayai

antara tenaga kesehatan yang terlibat dan Pimpinan Rumah Sakit diperlukan untuk

suksesnya pelaksanan Program Pelayanan Farmasi Klinis.

Pelayanan Informasi Obat. Dewasa ini sangat jarang adanya sumber-sumber

informasi yang netral serta mampu melayani informasi mengenai obat-obatan

menyebabkan penguna atau konsumen informasi (misal; dokter, tenaga kesehatan

lainnya, pasien serta keluarga pasien) memperoleh informasi dari perusahan atau

perwakilan perusahaan-perusahan farmasi yang kurang objektif tentang obat dan

spesifikasi dari macam-macam obat tersebut.

Dengan adanya Pelayanan Informasi Obat yang aktif dan selalu siap sedia

dalam melayani akan banyak berperan, memenuhi kebutuhan akan informasi obat

yang up to date ke Komite Farmasi dan Terapi, Komite Pelayanan Farmasi Klinis,

profesi tenaga kesehatan lainnya yang membutuhkan sumber informasi obat yang

cepat, mudah dan dapat dipercaya. Disamping itu masyarakat pengunjung Rumah

Sakit Koesma juga dapat memperoleh manfaat Pelayanan Informasi Obat melalui

konsultasi langsung maupun aktifitas kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan

secara rutin dan berkesinambungan, misalnya Program Penyuluhan terhadap

pengunjung Rumah Sakit akan manfaat, tingkat keamanan pemakaian obat dan

pengobatan dengan obat. Adanya program penyebaran leflet, brosur, bulletin akan
41

menambah wawasan, pengetahuan, kepedulian masyarakat Rumah Sakit Koesma

terhadap obat dan pengobatan dengan mengunakan obat.

Pelyanan Informasi Obat bisa juga menjadi salah satu ruang lingkup dari

Pelayanan Farmasi Klinis, pelayanan farmasi rumah sakit di Rumah Sakit. Pelayanan

Informasi Obat di Rumah Sakit hendaknya dibawah tanggung jawab seorang apoteker

yang dimaksudkan optimalisasi Pusat Pelayanan Informasi Obat. Pelayanan informasi

obat di Rumah Sakit akan lebih baik lagi bila diberikan ruang gerak berstruktural

tersendiri, sehingga akan memberikan kontribusi yang lebih optimal sebagai bagian

dari pelayanan farmasi rumah sakit.

Salah satu contoh kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pusat Pelayanan

Informasi Obat akan bekerja sama dengan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah

Sakit (PKMRS) mengadakan penyuluhan, penyebaran informasi obat, tanya jawab

langsung kepada masyarakat rumah sakit, misalnya melibatkan langsung pengunjung

rumah sakit sehingga kualitas, mutu layanan rumah sakit akan lebih meningkat

disamping pengetahuan dan kesadaran masyarakat rumah sakit tentang obat juga akan

lebih meningkat.

Diperlukan sumber daya manusia yang professional dan sumber-sumber

referensi yang memadai serta aktif sehingga keberadaan dan fungsi dari layanan

informasi obat di rumah sakit besar dirasakan oleh tenaga kesehatan dan masyarakat

yang ada di rumah sakit. Selain itu supaya kegiatan-kegiatan Pelayanan Informasi

Obat kepada masyarakat rumah sakit bias lebih mengenal, mengetahui keberadaan

dan mendapatkan pelayanan yang terbaik diperlukan suatu tempat yang representatife
42

serta waktu yang terjadwal untuk menjalankan aktifitas pelayanan informasi obat di

Rumah Sakit baik untuk keperluan interen rumah sakit maupun masyarakat luas.

Perlu disadari akan peran, keberadaan Pusat Pelayanan Informasi Obat bagi

tenaga kesehatan lainya untuk menunjang sistem pelayanan yang ada di Rumah Sakit

memanglah dirasa penting. Maka dari itu dengan segala keterbatasan yang ada,

kompetensi yang segera dilimpahkan kepada seorang apoteker, mau tidak mau harus

dilaksanakan dan perlahan-lahan disempurnakan untuk lebih mengoptimalkan mutu

layanan di rumah sakit.


43

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Sudah seharunya Rumah Sakit meningkatkan komoditi mutu pelayanan

untuk memberikan yang terbaik untuk pasien dan masyarakat.

2. Diperlukan adanya perubahan sistem pelayanan individual menuju

pelayanan yang berbasis sistem dan terintegrasi.

3. Dengan adanya Program Pelayanan Farmasi Klinis, Pelayanan Informasi

Obat, Komite Farmasi Klinis, Warm Pharmacist, Rasio Farmasis akan

meningkatkan kemampuan, profesionalisme farmasis menuju pelayanan

Rumah Sakit lebih berkualitas.

4. Pelayanan Farmasi klinis yang akan dilaksanakan di Rumah Sakit harus

mampu mengembangkan sistem, mekanisme serta prosedur yang dapat

menjamin terjadinya medical error, terlebih untuk pasien rawat inap.

5. Program Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit sebagai pelaksanan

utama adalah Apoteker dengan dukungan dari Direksi Rumah Sakit,

Profesi Kesehatan yang ada di Rumah Sakit, Pemerintah Daerah,

Pemerintah Pusat, Organisasi ISFI, Institusi Pendidikan dan

masyarakat.Diperlukan komitmen yang kuat dan berkesinambungan demi

tercapainya Program Farmasi Klinis di Rumah Sakit dengan saling


44

kontrol, kolaborasi antar profesi kesehatan yang ada di Rumah Sakit

dengan menjunjung tinggi Asuhan Pelayanan Rumah Sakit.

6. Untuk menuju Program Pelayanan Farmasi Klinis diperlukan pendekatan

program dengan Pusat Pelayanan Informasi Obat dan sistem distribusi

obat dengan mengunakan Unit Dose Dispensing (UDD).

7. Faktor kunci keberhasilan dari pelayanan farmasi klinis adalah penyiapan

software, profesionalisme SDM, kerjasama dan komitment dari profesi,

pemberdayaan masyarakat, dan peraturan perundang-undangan.


45

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/Menkes/Sk/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah

Sakit.

Anonim. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan

No.Hk.00.Dj.Ii.924 entang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman

Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.

Direktorat jendral pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan

RI : 2006

Kurniawan, W. K., dan Chabib, L. 2010. Pelayanan Informasi Obat Teori dan

Praktik, Graha Ilmu. Yogyakarta.

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan. I,

Penerbit EGC: Jakarta.

Siregar dkk. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Buku Kedokteran

EGC : Jakarta

Siregar, Charles .2006. Farmasi klinik,teori dan penerapan. EGC : Jakarta.

http://yuliantonagata.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pelayanan-informasi-obat-

dan_20.html

Potrebbero piacerti anche