Sei sulla pagina 1di 14

PREFERENSI HABITAT TRENGGILING (Manis javanica Desmarest, 1822)

DI SEKITAR SUAKA MARGASATWA SIRANGGAS, SUMATERA UTARA


(Habitat preference of Sunda Pangolin (Manis javanica Desmarest, 1822)
around Siranggas Wildlife Reserve, North Sumatera)*
Wanda Kuswanda1 dan/and Titiek Setyawati2
1Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli

Jl. Raya Parapat Km. 10,5 Sibaganding-Sumatera Utara 21174; Telp. (0625) 41659, 41653
2Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165 Bogor; Telp. 0251-8633234; Fax 0251-8638111
E-mail: wkuswan@yahoo.com1; titiek2962@gmail.com2
*Tanggal diterima: 24 Februari 2014; Tanggal direvisi: 29 Juni 2015; Tanggal disetujui:

ABSTRACT
Sunda Pangolin population in the wild has been continuously decreasing and requires serious conservation
effort to increase their condition. Habitat preference is one among ecological information needed to develop
its conservation techniques. In 2012, data on habitat types and resources preferred by pangolin were
collected during 10 months field survey to gain adequate information on factors affecting their occurrence in
and around Siranggas Wildlife Reserve, North Sumatra. A total number of 28 plots of 50 m x 50 m for
observing types of habitat and 20 m x 20 m for habitat resources were established in four types of forest, i.e.
primary forest, secondary forest, mixed-forest and cultivation forest. A descriptive statistical analysis,
MANOVA (multivariate of variant), normality and correlation test, and regression equationwere used to
analyze data for all habitat components. Results indicate that pangolin does not prefer certain habitat types
feeding and nesting behavior, but in general, the most preferred habitat is the secondary forest. Resources
selection function model showed that pangolin’s feeding and nesting were strongly affected by the number of
seedling/undergrowth species (X1) and soil pH (X13) with Nagelkerke R2 about 83.5%.
Key words: Habitat, pangolin, preference, regression, Siranggas.

ABSTRAK
Populasi trenggiling terus menurun, sehingga diperlukan upaya konservasinya. Informasi yang penting
diketahui untuk menyusun teknik konservasi trenggiling diantaranya adalah tentang habitat. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi tipe habitat dan sumberdaya habitat yang paling disukai yang
mempengaruhi terhadap kehadiran trenggiling di sekitar Suaka Margasatwa (SM) Siranggas, Sumatera Utara.
Penelitian dilakukan selama 10 bulan, dari Maret sampai dengan Desember 2012. Plot penelitian tipe habitat
dibuat berukuran 50 m x 50 m (28 plot) dan untuk sumberdaya habitat 20 m x 20 m (42 plot) yang disebar
pada 4 tipe habitat, yaitu hutan primer, hutan sekunder, hutan campuran dan tipe habitat lahan budidaya/
perkebunan masyarakat. Analisis data yang digunakan diantaranya adalah analisis deskriptif statistik untuk
semua variabel komponen habitat, analisis MANOVA (multivariate of varian), uji normalitas data, uji
korelasi dan persamaan regresi. Trenggiling tidak memilih habitat tertentu untuk mencari makan atau
menempatkan sarang dengan habitat yang paling disukai adalah hutan sekunder. Sumberdaya habitat yang
paling mempengaruhi trenggiling untuk mencari makan dan bersarang adalah jumlah jenis vegetasi tingkat
semai dan tumbuhan bawah (X1) dan pH tanah (X13) sedangkan variabel pakan (X14) tidak berpengaruh
secara signifikan. Model resources selection function (RSF) trenggiling berdasarkan persamaan regresi
logistik menghasilkan nilai Nagelkerke R2 sebesar 83,5%.
Kata kunci: Habitat, preferensi, regresi, Siranggas, trenggiling.

I. PENDAHULUAN dan melakukan aktivitas lainnya di wila-


yah jelajahnya (home range) (Bailey,
Habitat merupakan suatu kawasan atau 1984; Morrison, 2002). Menurut Cransac
ruang yang dapat memenuhi semua ke- dan Hewison (1997), satwaliar akan
butuhan dasar suatu populasi satwaliar, membuat pilihan terhadap sumberdaya
seperti tempat kawin, istirahat, bertelur atau komponen habitat yang tersedia da-
43
Vol. 13 No. 1, Juni 2016: 43-56

lam habitatnya. Satwaliar juga akan dividu (Ridin, 2013). Harga trenggiling di
menghabiskan banyak waktu atau me- pasar gelap telah mencapai Rp 500.000,-
nempati ruang yang paling banyak me- per kg dan diduga akan terus meningkat
menuhi kebutuhannya (Underwood et al., sehingga populasinya semakin terancam
2004). Suatu habitat yang sering dikun- karena permintaan yang tinggi.
jungi, disukai dan menjadi tempat tinggal Trenggiling sebenarnya dapat hidup
bagi satwa tertentu karena berbagai faktor pada berbagai tipe habitat, mulai dari hu-
dapat disebut sebagai habitat kesukaan tan primer, hutan sekunder, savana terbu-
(habitat preference) (Phillips et al., 2000; ka sampai perkebunan di sekitar pemu-
Stamps, 2008). kiman manusia (Lim & Peter Ng, 2007).
Preferensi habitat merupakan kecende- Namun, informasi tentang tipe habitat
rungan (likelihood) suatu jenis satwa ter- dan sumberdaya habitat yang paling
tentu untuk memilih sumberdaya yang mempengaruhi/disukai trenggiling untuk
tersedia dari beberapa alternatif pilihan bersarang dan mencari makan masih sa-
dalam ukuran/luasan atau proporsi yang ngat sedikit. Padahal informasi tersebut
sama/tertentudan menunjukan hasil peri- penting diketahui untuk mengembangkan
laku suatu organisme (Underwood et al., model pengelolaan habitat yang tepat da-
2004; Chapman, 2000; Olabarria et al., lam mendukung upaya peningkatan po-
2002). Sumberdaya merupakan semua pulasi secara alami dan mengembangkan
faktor lingkungan yang memiliki korelasi desain penangkaran trenggiling. Salah sa-
terhadap distribusi, kelimpahan dan daya tu kawasan hutan yang masih merupakan
reproduksi suatu spesies (Morrison, habitat dan tepat untuk mengembangkan
2002). Preference satwa dalam suatu ha- konservasi in situ trenggiling adalah SM
bitat dapat dipengaruhi oleh ketersedian Siranggas. Pemilihan kawasan SM. Si-
sumber pakan, predator dan sejarah masa ranggas merupakan hasil wawancara de-
lalu (Underwood et al., 2004). Pengeta- ngan pihak Balai Besar Konservasi Sum-
huan tentang preferensi habitat bagi berdaya Alam (BBKSDA) Sumatera Uta-
satwaliar sangat penting untuk merumus- ra (2012) karena pada kawasan ini
kan strategi konservasinya, terutama bagi populasi trenggilingnya masih banyak di-
satwa yang sudah terancam punah, seperti bandingkan kawasan konservasi lainnya
trenggiling (Manis javanica Desmarest, (tingkat perburuan rendah), termasuk di
1822). daerah penyangganya dan memiliki be-
Trenggiling atau Sunda Pangolin me- ragam tipe tutupan lahan, mulai hutan
rupakan jenis satwa yang status konserva- primer, sekunder sampai semak belukar.
sinya terancam punah (endangered) Penelitian ini bertujuan untuk menda-
IUCN (2008). Perburuan trenggiling yang patkan informasi tentang tipe habitat dan
berlebihan terjadi karena daging dan si- sumberdaya yang paling berpengaruh pa-
siknya dapat dipergunakan sebagai bahan da preferensi habitat trenggiling di sekitar
baku kosmetik, hiasan dan obat analge- SM Siranggas, Sumatera Utara.
tik/mengurangi rasa sakit, terutama pasca
operasi (Amri, www.antaranews.com,
2010). Penurunan jumlah populasi di II. BAHAN DAN METODE
alam secara drastis menyebabkan Con-
vention on International Trade in En- A. Lokasi dan Waktu Penelitian
dangered Species (CITES) memutuskan Penelitian ini dilaksanakan di kawasan
trenggiling masuk ke dalam Appendix II Suaka Margasatwa berserta daerah pe-
(perdagangan dan pengeksporan diawasi nyangganya. Pemilihan lokasi SM. Si-
dan harus mendapat perizinan dari negara
ranggas karena merupakan salah satu
terkait). Populasi trenggiling di Sumatera kawasan yang masih memiliki berbagai
Utara diperkirakan hanya tersisa 1.000 in- tipe habitat yang ditemukan trenggiling.

44
Preferensi Habitat Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822).…(W. Kuswanda; T. Setyawati)

Kawasan SM. Siranggas ditetapkan ber- termo-hygrometer, phiband, meteran de-


dasarkan Keputusan Menteri Kehutanan ngan panjang 50 m dan tally sheet. Pe-
Nomor 71/Kpts-II/1989 tentang Penun- rangkat lunak (software) yang digunakan
jukan Kelompok Hutan Siranggas tanggal dalam analisis data antara lain Microsoft
6 Pebruari 1989, seluas ± 5.657 ha. Se- Office 2007 dan SPSS 21.0 for Windows.
cara gografis SM. Siranggas terletak an-
tara 02o33’48,6”-02o 38’11,3” LU dan C. Metode Penelitian
98o07’22,7”-98o8’37,3” BT (Gambar 1).
1. Pemilihan Lokasi Penelitian
Secara administratif pemerintahan terle-
tak di Kabupaten Pakpak Bharat. Peneli- Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
tian dilakukan selama 10 bulan, mulai pa- secara stratifikasi berdasarkan perbedaan
da Maret sampai Desember 2012. tipe asosiasi vegetasi dan/atau ketinggian
tempat, meliputi tipe habitat hutan pri-
B. Bahan dan Alat mer, tipe habitat hutan sekunder, hutan
campuran dan tipe habitat lahan budi-
Bahan yang menjadi obyek penelitian daya/perkebunan masyarakat (BBKSDA
adalah lubang/sarang trenggiling, kom- Sumatera Utara, 2012). Pada setiap tipe
ponen biotik (karakteristik vegetasi), habitat dibuat garis transek (line tran-
komponen fisik (suhu dan kelembaban) sect) sepanjang 1 km yang ditempatkan
dan komponen spesifik (lubang semut). secara acak (random sampling), seperti
Peralatan yang digunakan diantaranya pada Gambar 1.
yaitu peta lapangan skala 1:50.000,
global position system (GPS) receiver,

KAWASAN
SM. SIRANGGAS

Sumber (Source): Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (2010)

Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian di sekitar SM. Siranggas (Research area around Siranggas Game
Reserve)

45
Vol. 13 No. 1, Juni 2016: 43-56

Pada Gambar 1, kawasan SM. Sirang- rang) dan ada gundukan tanah atau sera-
gas ditandai dengan warna merah muda sah di dalam lubang, tidak ditemukan be-
dengan tutupan vegetasi berupa hutan pri- kas gigitan pada batang atau akar tum-
mer (1) dan hutan sekunder (2). Pada da- buhan di sekitar lubang, tanah di sekitar
erah penyangga dipilih berupa tipe lahan lubang bersih dan cenderung gembur dan
pertanian lahan kering campur semak be- sekitar lubang ditemukan lubang semut
lukar (3) dan pertanian lahan kering ber- (Gambar 3).
warna kuning (4).
3. Pemilihan Sumberdaya
2. Pemilihan Tipe Habitat Pengumpulan data pemilihan sumber-
Pengumpulan data pemilihan tipe ha- daya habitat dilakukan melalui pengukur-
bitat dilakukan melalui pembuatan plot an komponen habitatnya (komponen bio-
contoh berbentuk bujur sangkar/square tik, komponen fisik dan spesifikasi).
(Babaasa, 2000; van den Berg et al., Pengukuran komponen biotik (tumbuhan)
2001). Plot diletakkan pada line transect dilakukan melalui pembuatan plot anali-
secara sistematik dengan jarak antar plot sis vegetasi menggunakan metode garis
100 m (Gambar 2). Jumlah plot peng- berpetak (strip transect method) merujuk
amatan sebagai plot yang tersedia Kusmana (1997) dengan ukuran plot 20
(availability), dibuat sebanyak 7 plot pa- m x 20 m. Plot pemilihan sumberdaya di-
da setiap tipe habitat, yang ditentukan buat di dalam dan/atau sekitar plot pe-
dengan ukuran 50 m x 50 m atau 0,25 ha milihan tipe habitat. Plot analisis vegetasi
setiap plot (simbol A), sehingga total plot untuk used plot (simbol C) ditentukan se-
pengamatan sekitar 1,75 ha. Selanjutnya cara search sampling method (Morrison
plot availability dikelompokkan menjadi et al., 2001) berdasarkan penemuan lu-
plot yang digunakan (used) apabila dite- bang dan unused plot diletakkan secara
mukan jejak trenggiling dan yang tidak sistematik dengan jarak 100 m (Gambar
digunakan (unused). Data yang diukur 2). Komponen habitat fisik yang diamati
adalah lokasi sarang dan jumlah sarang. dalam penelitian ini meliputi suhu udara,
Indikator dalam mengidentifikasi lu- kelembaban udara dan pH tanah menggu-
bang trenggiling diantaranya adalah lu- nakan termo-hygrometer dan soil tester.
bang yang ditemukan pada permukaan ta- Pengukuran komponen spesifik (jumlah
nah yang miring dan/atau di bawah akar lubang semut) dilakukan pada plot 1 m x
pohon, ukuran lebar lubang antara 6-40 1 m dengan titik tengah plot adalah lokasi
cm, bentuk lubang pakan mengecil ke lubang pada used plot. Kategori jumlah
arah dalam lubang (seperti moncong), ba- semut diklasifikasikan dalam jumlah ke-
nyak ditemukan lubang (tempat bersa- cil, sedang dan banyak.

C
25 m C
B 100 m 100 m B 100 m
25 m A C B A A C B A
C C
50 m
Keterangan (Remark):
A = Plot pengamatan pemilihan habitat (Availability plot (50 m x 50 m)
B = Plot pengukuran komponen habitat (Unused plot (20 m x 20 m)
C = Plot pengukuran komponen habitat (Used plot (20 m x 20 m)

Gambar (Figure) 2. Sketsa plot pemilihan tipe habitat dan komponen habitat (Plot design of selection
component and habitat type)

46
Preferensi Habitat Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822).…(W. Kuswanda; T. Setyawati)

Keterangan (Remark):
A = Lubang pakan (Feed hole); B = Lubang sarang (Nest hole); C = Lubang di bawah akar pohon (Hole
under the tree roots); D = Pengukur panjang lubang (Measuring is longthe hole); E = Pengukuran lebar
lubang (Measuring is width the hole)
Gambar (Figure) 3. Identifikasi dan pengukuran lubang trenggiling (Identification and measurement of
pangoline’s holes)

Komponen habitat/sumberdaya untuk dang dasar (Lbds) dan analisis kerapatan


penentuan pemilihan site adalah jumlah pohon merujuk Kusmana (1997) serta
jenis tumbuhan pada tingkat pohon (X1), analisis nilai rata-rata dan keragaman
tingkat tiang (X2), tingkat pancang (X3) contoh (standar deviasi) merujuk Ghozali
dan tingkat semai dan tumbuhan bawah (2006).
(X4), luas total bidang dasar pada tingkat
2. Pemilihan Tipe Habitat
pohon (X5) dan tingkat tiang (X6), ke-
rapatan jenis pada tingkat pohon (X7), Tahapan dalam analisis pemilihan tipe
tingkat tiang (X8), tingkat pancang (X9) habitat adalah menggunakan Uji Multi-
dan tingkat semai dan tumbuhan bawah variate of Varian (MANOVA), indeks
(X10), suhu udara (X11), kelembaban seleksi habitat berdasarkan metode Neu
udara (X12), pH tanah (X13) dan sumber (Neu et al.,1974) dan kriteria uji merujuk
pakan, seperti sarang semut dan/atau se- pada Hemami et al. (2004) serta uji Chi
rangga (X14). Square (X2) merujuk pada Rubin et al.
(2002); Manly (2002) dan Harvey dan
D. Analisis Data Weather Head (2006).
1. Komponen Habitat 3. Analisis Pemilihan Sumberdaya
Persamaan yang digunakan dalam ana- Tahapan analisis pemilihan sumber-
lisis komponen habitat adalah luas bi- daya menggunakan uji normalitas

47
Vol. 13 No. 1, Juni 2016: 43-56

Kolmogorov-Smirnov (Ghozali, 2009) Berdasarkan pada Tabel 1, untuk va-


dan regresi logistik untuk penyusunan riabel X1 dan X2 rata-rata nilai tertinggi
model pemilihan sumberdaya habitat (re- adalah di hutan sekunder. Pada tipe hutan
sources selection function (RSF) meru- sekunder banyak ditemukan jenis anakan
juk Manly et al. (2002); Johnson et al. pohon dan tumbuhan bawah yang tumbuh
(2006). Menurut Manly et al. (2002), mo- baik karena banyak cahaya matahari yang
del RSF berdasarkan persamaan regresi dapat menembus lantai, seperti dari jenis
logistik adalah sebagai berikut: jambu-jambuan (Syzygium R. Br. ex
Gaertn.), kemenyan (StyraxL) dan pakis
hutan (Diplazium proliferum (Lam.)
Thouash). Namun, jenis tumbuhan pada
Keterangan (Remark): tingkat tiang dan pohon (X3 dan X4)
π(x) = Peluang kehadiran treng- yang paling tinggi ditemukan pada tipe
giling dalam pemilihan hutan primer karena belum mengalami
lubang pakan/sarang (The gangguan dibandingkan tipe lahan lain-
probability of pangolin nya. Jenis tumbuhan pada tingkat tiang
presence in the feed/nest dan pohon yang mendominasi di SM. Si-
selection) ranggas diantaranya adalah kelompok oak
X1, X2, …Xp = Variabel bebas dari sum- (Quercus L) dan meranti (Shorea Roxb.
berdaya yang terukur (In- exc.F.Gaertn.).
dependent variables ob- Berdasarkan luas total Lbds, nilai ter-
served from habitat re- tinggi untuk tingkat tiang (X5) yaitu 0,16
sources) m2 ditemukan pada hutan sekunder dan
β = Koefesien regresi (Re- untuk tingkat pohon (X6) sebesar 1,12 m2
gression coefficients) ditemukan pada tipe hutan primer. Pada
hutan sekunder Lbds lebih tinggi diban-
Selanjutnya, variabel bebas (X) yang dingkan tipe hutan lainnya dapat di-
dimasukkan ke dalam model adalah va- sebabkan karena pohon yang memenuhi
riabel yang memiliki nilai signifikan/ strata dua umumnya masih termasuk ka-
nyata di bawah 0,05 (Sig. <0.05). Semua tegori tiang sedangkan untuk tingkat po-
tahapan analisis data menggunakan ban- hon kerapatannya rendah akibat banyak
tuan program SPSS 17.0 for Window. ditebang pada periode tahun 1999-2003
(hasil wawancara dengan petugas SM.
Siranggas, 2012). Kondisi ini berlawanan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dengan yang ada pada tipe hutan primer
dengan kerapatan tumbuhan pada tingkat
A. Komponen Vegetasi dan Perbeda- pohon yang masih tinggi.
an Tipe Habitat Pada variabel jumlah tumbuhan, un-
Menurut Doubenmire (1968), tipe tuk tingkat semai dan tumbuhan bawah
habitat berbeda dengan habitat. Tipe ha- (X7) yang tertinggi dengan nilai 22 indi-
bitat merupakan tipe asosiasi vegetasi da- vidu ditemukan pada lahan/kebun masya-
lam suatu kawasan atau potensi vegetasi rakat jauh di atas nilai rata-rata tipe ha-
yang mencapai suatu tingkat klimaks. Ti- bitat lainnya. Pada beberapa plot peneliti-
pe habitat dapat digambarkan melalui an di kebun masyarakat banyak ditemu-
struktur dan komposisi vegetasi di suatu kan tanaman anakan kopi (Coffea arabica
kawasan (Morrison, 2002). Hasil perban- L.) yang tumbuh secara alami dan resam,
dingan nilai rata-rata dari semua kom- rasam atau paku andam (Gleichenia
ponen vegetasi di setiap tipe habitat yang linearis (Burm. f.) Underw.). Pada ting-
terukur disajikan pada Tabel 1 dan hasil kat tiang, jenis tertinggi ditemukan pada
analisis Manova pada Tabel 2. hutan campuran karena sebagian besar

48
Preferensi Habitat Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822).…(W. Kuswanda; T. Setyawati)

tumbuhan yang ditanam masyarakat, se- Hassk.) dan karet (Hevea brasilien-
perti durian (Durio zibethinus Rumph. Ex sis Muell. Arg.) masih termasuk kategori
Murray), kemenyan (Styrax paralleloneu- tiang.
rus Perkins), petai (Parkia speciosa

Tabel (Table) 1. Komponen vegetasi di setiap tipe vegetasi (Vegetation components at each of vegetation
type)
Tipe habitat (Habitat types)
Hutan Kebun
Hutan primer Hutan
Variabel vegetasi sekunder masyarakat
(Primary campuran
(Variable of vegetations) (Secondary (Cultivation
forest) (Mixed forest)
forest) forest)
SD SD SD SD
Jumlah jenis semai dan X1 6.83* 2.72 6.11 1.83 6.70 1.42 4.50 1.58
tumbuhan bawah (JST) (The
number of seedling and under
growth species) Jenis (Species)/4
m2)
Jumlah jenis tumbuhan pada X2 4.83* 1.40 3.67 1.00 2.30 1.06 3.60 1.26
tingkat pancang (The number of
sapling species) Jenis (Species)/
25 m2)
Jumlah jenis tumbuhan pada X3 3.33 1.15 3.78* 0.83 3.40 1.96 5.00 1.56
tingkat tiang (The number of
pole species) Jenis (Species)/100
m2)
Jumlah jenis tumbuhan pada X4 3.58 1.83 7.00* 1.32 1.70 0.95 5.90 1.52
tingkat pohon (The number of
tree species) Jenis (Species)/400
m2)
Luas total bidang dasar pada X5 0.16* 0.17 0.09 0.02 0.10 0.04 0.12 0.05
tingkat tiang (Basal area on pole
stage) m2)
Luas total bidang dasar pada X6 0.72 1.10 1.12* 0.43 0.21 0.15 0.64 0.21
tingkat pohon (Basal area on
tree stage (m2)
Jumlah tumbuhan pada tingkat X7 15.92 7.18 12.33 4.50 21.90* 6.15 11.60 4.81
semai dan tumbuhan bawah (The
number of seedling and
undergrowth plants) Individu
(Individual)
Jumlah tumbuhan pada tingkat X8 7.42* 3.15 6.78 2.64 4.90 1.97 5.90 2.02
pancang (The number of sapling
plants) Individu (Individual)
Jumlah tumbuhan pada tingkat X9 4.50 1.38 4.33 0.71 5.60 2.63 6.20* 2.53
tiang (The number of plant on
pole plants Individu (Individual)
Jumlah tumbuhan pada tingkat X10 4.83 2.37 11.67* 2.96 2.70 1.49 8.20 1.87
pohon (The numberof tree plants
Individu (Individual)
Keterangan (Remark):
= Rata-rata (Averages)
SD = Standard Deviation
* = Korelasi signifikan pada taraf 0,05 (Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
JST = Jumlah jenis semai dan tumbuhan bawah (The number of seedling and undergrowth species)

49
Vol. 13 No. 1, Juni 2016: 43-56

Tabel (Table) 2. Hasil Multivariate Test (MANOVA) tipe habitat terhadap variabel vegetasi (MANOVA test
result for habitat types withof the vegetation variables)
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Intercept Pillai's Trace .970 93.513a 10.000 29.000 .000
Wilks' Lambda .030 93.513a 10.000 29.000 .000
Hotelling's Trace 32.246 93.513a 10.000 29.000 .000
Roy's Largest Root 32.246 93.513a 10.000 29.000 .000
Tipe habitat (Habitat type) Pillai's Trace 1.850 4.990 30.000 93.000 .000
Wilks' Lambda .041 5.613 30.000 85.797 .000
Hotelling's Trace 6.778 6.251 30.000 83.000 .000
Roy's Largest Root 4.537 14.064b 10.000 31.000 .000
Keterangan (Remarks):
a. Nilai statistic (Exact statistic)
b. Nilai statistik batas atas uji F yang menghasilkan batas bawah pada tingkat signifikasi (The statistic is
an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level)
c. Desain (Design): Intercept + tipe habitat (Habitat type)

Hasil analisis di atas memberikan 4 tes kan atau menempatkan sarang dan cen-
signifikasi untuk setiap pengaruh pada derung menggunakan seluruh tipe lahan
model, yaitu Pillai’s Trace, Wilks’ yang dianggap cocok sebagai habitatnya.
Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena
Largest Root. Hasil dari 4 test me- trenggiling sebagai satwa pemakan se-
nunjukkan nilai Sig. (0.00), jauh di ba- rangga akan cenderung menyebar meng-
wah 0.05, artinya variabel X1 sampai de- ikuti sumber pakannya. Serangga, seperti
ngan X10 secara bersama-sama menun- semut dan rayap secara umum dapat di-
jukkan perbedaan yang nyata pada berba- temukan dan hidup pada setiap tipe lahan,
gai tipe habitat. Hasil uji test of between mulai dari area terbuka, semak belukar
subject effects nya pada kolom source sampai hutan yang masih primer. Menu-
(tipe habitat) terdapat 7 variabel habitat rurt Myres (2000), semut merupakan ma-
yang memiliki nilai Sig. < α (0.05) yang kanan kesukaan trenggiling dan satwa ini
menunjukkan bahwa nilai setiap variabel mampu membuka dan menutupi lubang
vegetasi antar tipe habitat secara umum hidungnya untuk melindunginya dari gi-
berbeda. Berdasarkan hasil analisis terse- gitan semut saat dikonsumsi.
but dapat disimpulkan bahwa nilai varia- Untuk mengetahui tipe habitat yang
bel biotik pada setiap tipe habitat berbeda paling banyak digunakan oleh trenggiling
nyata sehingga pengklasifikasian tipe ha- untuk mencari makan dan bersarang di-
bitat seperti di atas sudah tepat dan dapat lakukan uji indeks preferensi (indeks ke-
digunakan dalam analisis seleksi tipe ha- sukaan) dengan menggunakan metode
bitat. Neu (Neu et al., 1974). Hasil analisis ni-
lai rasio seleksi serta indeks standar se-
B. Seleksi Tipe Habitat leksinya disajikan pada Tabel 4.
Hasil analisis rasio seleksi (wi) dan in-
Hasil pengujian indeks pemilihan ha-
deks standar seleksi (Bi) yang nilainya >1
bitat menggunakan uji Chi-square (χ2 hi-
adalah pada tipe hutan sekunder (wi =
tung) disajikan pada Tabel 3.
1,429; Bi = 0,357) dan hutan campuran
Berdasarkan hasil analisis uji Chi-
(wi = 1,143; Bi = 0,286). Hal tersebut
square diketahui bahwa nilai χ2 hitung <
menunjukkan bahwa kedua tipe habitat
χ2 (0.01; k-1), maka H0 diterima, artinya di-
tersebut merupakan lokasi yang memiliki
simpulkan tidak terdapat pemilihan ha-
peluang paling tinggi untuk dipilih oleh
bitat tertentu oleh trenggiling. Hal ini me-
trenggiling sebagai habitat untuk mencari
nunjukkan bahwa trenggiling tidak me-
makan dan tinggal. Habitat hutan sekunder
milih habitat tertentu untuk mencari ma-

50
Preferensi Habitat Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822).…(W. Kuswanda; T. Setyawati)

Tabel (Table) 3. Hasil analisis nilai Chi-square pemilihan tipe habitat oleh trenggiling (Chi-square analysis
for pangoline’s habitat type preferences)
Jum- Jumlah
Pro- lah Use Proporsi/
Klasifikasi porsi Plot Plot Use Harapan
Luas Chi
tipe habitat Luas (The (The plot (The Use Plot
(Area) Square
(Classification of (Area num- num- pro- (Use plot χ2(0.01,3)
(ha) (Oi-Ei)2
habitat types) pro- ber ber of portion of expected)
A /Ei
portion) of use use plot) π u+=Ei
π plot) plot) o
m ui=Oi
Hutan sekunder 1.75 0.250 7 5 0.357 3.500 0.643 13.28
(Secondary forest)
Hutan primer 1.75 0.250 7 2 0.143 3.500 0.643
(Primary forest)
Kebun masyarakat 1.75 0.250 7 3 0.214 3.500 0.071
(Cultivation forest)
Hutan campuran 1.75 0.250 7 4 0.286 3.500 0.071
(Mixed forest)
Jumlah (Total) 7.00 1.000 28 14 1.000 14.000 1.429
Keterangan (Remark):
A= Luas area (ha), π = Proporsi luas area, m = Jumlah sample plot
u = Jumlah used plot, o = Proporsi used plot, π u+ = Used plot harapan

Tabel (Table) 4. Nilai rasio seleksi dan indeks standar seleksi untuk preferensi habitat trenggiling di SM.
Siranggas (Value of selection ration and selection standard index for pangoline habitat
preference in Siranggas Wildlife Reserves)
Pro- Bonferroni CI
porsi
Indeks Indeks
Klasifikasi Luas Jumlah Proporsi
seleksi Standar
tipe habitat (Area (Used (Use Standard
(Selection (Standard
(Classification pro- plot) plot) error Lower Upper
index) index)
of habitat types) por- ui=Oi o
wi Bi
tion)
π
Hutan sekunder 0.250 5 0.357 1.429 0.357 0.512 0.143 2.714
(Secondary
forest)
Hutan primer 0.250 2 0.143 0.571 0.143 0.374 0.000 1.510
(Primary forest)
Kebun 0.250 3 0.214 0.857 0.214 0.439 0.000 1.958
masyarakat
(Cultivation
forest)
Hutan campuran 0.250 4 0.286 1.143 0.286 0.483 0.000 2.355
(Mixed forest)
Jumlah (Total) 1.000 14 1.000 4.000 1.000
Keterangan (Remark):
 = 0.05  0.05/4 = 0.0125, maka confident limit = 0.9875, z = 2.510
u = Jumlah used plot, o = Proporsi used plot

dan hutan campuran lebih disukai trenggiling untuk mendeteksi atau men-
dimungkinkan karena kondisi jum-lah cari keberadaan lubang semut sebagai
individu dan kerapatan tumbuhan, ter- makanan utamanya pada lantai hutan
utama pada tingkat semai dan tumbuhan yang lebih terbuka. Hutan primer kurang
bawah sedikit bila dibandingkan dengan disukai dimungkinkan karena kondisi
tipe lainnya. Hal ini akan memudahkan tanah cenderung lembab (suhu rendah),

51
Vol. 13 No. 1, Juni 2016: 43-56

sedangkan pada kebun masyarakat ku- keluarkan dari penyusunan model (Fow-
rang disukai karena untuk menghindar ler et al., 1998). Berdasarkan hasil uji ko-
dari predator, yaitu manusia. Menurut relasi beberapa variabel yang memiliki
Robinson dan Boley (1984), sebaran korelasi tinggi (r > 60%) adalah X1 de-
satwaliar cenderung akan menjauhi pre- ngan X7, X11 dengan X12, X4 dengan
dator untuk tetap bertahan hidup meski- X10, X3 dengan X9 dan X2 dengan X8.
pun harus bertahan pada kondisi habitat Dengan demikian, X14 yang merupakan
yang sumber pakannya relatif rendah/ excluded variables (variabel yang tidak
kurang mencukupi. dapat digunakan untuk memprediksi Y)
dan variabel X7, X10, X12, X9, X8 di-
C. Peluang Seleksi Terhadap Sumber- keluarkan dalam penyusunan model re-
daya Habitat gresi logistik karena dapat diwakili oleh
variabel lainnya.
Untuk mendeteksi variabel habitat
Berdasarkan hasil analisis regresi lo-
yang paling disukai/preference dan ber-
gistik diperoleh nilai Cox & Snell R
pengaruh terhadap adanya seleksi
Square pada step ke-3 yakni sebesar
sumberdaya oleh trenggiling dilakukan
0,601 dan nilai Nagelkerke R Square se-
uji secara statistik. Hasil analisis uji nor-
besar 0,835, yang berarti variabilitas va-
malitas data menggunakan uji
riabel dependen/terikat (Y) dapat dijelas-
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bah-
kan oleh variabilitas variabel bebas (X)
wa tidak semua variabel X memiliki nilai
sebesar 83,5%, sehingga hanya 16,5% ke-
probabilitas di atas α = 0.05 (p > 0,05)
mungkinan dijelaskan oleh faktor yang
yang berarti dapat disimpulkan bahwa
lain. Hal ini berarti model dikatakan fit
tidak semua variabel x terdistribusi secara
dengan nilai korelasi sebesar 83,5%. Se-
normal (Ghozali, 2009). Variabel yang
lanjutnya, estimasi parameter dan inter-
tidak terdistribusi normal diantaranya X2,
pretasi variabel bebas yang masuk dalam
X5 dan X14. Menurut Kuncoro (2001);
model regresi logistik dapat dilihat pada
Ghozali (2009), regresi logistik umum-
hasil output SPSS Variable in the Equa-
nya dipakai jika asumsi multivariate nor-
tion, seperti pada Tabel 5.
mal distribution pada variabel bebasnya
Hasil step terakhir (step ke-3) dari
tidak terpenuhi. Regresi logistik tidak
forward stepwise menunjukkan 3 variabel
memerlukan asumsi multivariate normal
distribution pada semua variabel bebas- bebas yang paling berpengaruh terhadap
nilai Y, yaitu X1 (JST), X13 (pH tanah)
nya.
dan X15 (Jumlah lubang semut pada ka-
Keating dan Cherry (2004) menyata-
tegori sedang). Namun dari 3 variabel ter-
kan bahwa regresi logistik dapat di-
nyata yang (nilai Sig < 0,05) adalah ha-
gunakan untuk menyusun model seleksi
nya variabel X1 dan X13. Variabel yang
sumberdaya habitat berdasarkan kajian-
tidak signifikan (X15) kemudian dike-
kajian use dan availability. Untuk meng-
luarkan dalam penyusunan model karena
hasilkan model yang baik, maka variabel
pengaruhnya akan sangat kecil terhadap
yang memiliki korelasi di atas 60% di-

Tabel (Table) 5. Variable in the Equation dalam regresi logistik (Variable in the Equation in the logistic
regression)
B S.E. Wald df Sig. Exp (B)
c
Step 3 X1 -2.16 0.85 6.42 1 0.011 0.12
X13 11.731 4.94 5.64 1 0.018 124418.88
X15 -4.986 2.97 2.81 1 0.094 0.01
Constant -63.897 27.78 5.29 1 0.021 0.00

52
perubahan variabel terikat/kehadiran Trenggiling kemudian menggali lubang
trenggiling (Y). Selanjutnya, untuk semut tersebut dengan menggunakan kaki
mengetahui nilai pengaruh variabel bebas depan agar semut atau rayap keluar. Li-
yang berpengaruh nyata terhadap variabel dah trenggiling dikeluarkan dan bersiap
terikat dilihat pada kolom Exp (β). Se- untuk menangkap mangsanya dengan
bagai contoh, apabila variabel pH tanah bantuan lendir yang terdapat pada lidah-
dianggap konstan, maka rasio perubahan nya.
odds (probabilitas) kehadiran/pembuatan Sebaran dan jumlah pakan (keber-
sarang sebesar 0,12 pada setiap perubah- adaan lubang semut) tidak berpengaruh
an satu unit variabel jumlah jenis tum- nyata karena keberadaan semut dan se-
buhan di tingkat semai dan tumbuhan ba- rangga sebagai makanan utama trenggi-
wah. ling hampir menyebar secara merata pada
Berdasarkan tahapan analisis di atas lantai hutan. Keadaan pakan yang masih
maka disusun model RSF yang terbentuk melimpah dan trenggiling yang mampu
dari persamaan regresi logistik sebagai hidup pada berbagai tipe hutan (tidak ada
berikut: pemilihan tipe habitat) mengakibatkan
variabel pakan tidak begitu berpengaruh
terhadap kehadiran trenggiling/pembuat-
an lubang. Hal ini tentunya berbeda de-
π(x) = Peluang kehadiran trenggiling ngan jenis satwa mamalia lainnya yang
dalam penempatan lubang pakan/ cenderung kehadirannya dipengaruhi oleh
sarang sebaran pakan, seperti pada orangutan
X1 = Jumlah jenis tingkat semai dan Kalimantan (Purwadi, 2010) dan rusa ti-
tumbuhan bawah mur (Purnomo, 2009). Untuk memban-
X13 = pH tanah dingkan hasil penelitian ini dengan pene-
β = Koefesien regresi litian lainnya masih sangat sulit karena
penelitian trenggiling di habitat alam be-
Berdasarkan hasil analisis model RSF lum banyak dilakukan.
diperoleh informasi bahwa yang paling Hasil simulasi dari model RSF me-
mempengaruhi seleksi penempatan untuk nunjukkan bahwa pada kondisi pH tanah
membuat lubang pakan dan sarang tidur = 6,0 dengan JST hanya ada 1 jenis
adalah jenis dan jumlah tumbuhan pada (luasan plot = 4 m2), maka peluang keha-
tingkat semai dan tumbuhan bawah (JST) diran sebesar 0,98. Akan tetapi jika JST
dan pH tanah. Model RSF yang tersusun bertambah 1 maka peluang kehadiran
dapat disimpulkan bahwa semakin ber- menurun menjadi 0,89. Hasil simulasi ini
kurang JST dengan kondisi tanah normal semakin memberikan gambaran bahwa
dan sedikit basa akan meningkatkan pe- habitat yang disukai oleh trenggiling ada-
luang trenggiling untuk membuat lubang lah kondisi tapak dengan JST yang ren-
(pakan maupun sarang). dah dan pH tanah mendekati netral (pH
Pada kodisi lantai hutan yang relatif tanah = 7). Semakin banyak JST dengan
bersih dengan sedikit jenis tumbuhan me- pH tanah menjauh dari netral, maka pe-
mungkinkan trenggiling lebih mudah un- luang kehadiran trenggiling akan semakin
tuk mencari dan mendeteksi keberadaan rendah.
atau lubang semut. Kondisi lantai hutan Hasil penelitian ini sedikitnya meng-
yang relatif bersih juga dapat lebih me- informasikan bahwa sebaran trenggiling
mudahkan trenggiling baik untuk meng- dapat dibatasi oleh kondisi pH tanah. Ke-
gali lubang pakan maupun bersarang. hidupan trenggiling di alam bebas mem-
Menurut Nowak (1999), trenggiling butuhkan pH tanah yang netral. Hasil
menggunakan indra penciuman untuk pengamatan juga menunjukkan sangat ja-
mendeteksi keberadaan semut di tanah. rang menemukan jejak trenggiling pada

53
Vol. 13 No. 1, Juni 2016: 43-56

tanah yang masam (pH di bawah 6), se- Keberadaan hutan sekunder sangat
perti di tanah bergambut. Saat mencari penting untuk mendukung pertumbuh-
makan trenggiling umumnya bersifat so- an populasi trenggiling, karena meru-
liter dan diduga memiliki wilayah jelajah pakan tipe habitat yang paling disukai.
tertentu yang saling tumpang tindih. Pada Penjarangan dan atau pemangkasan
habitat yang disukai banyak ditemukan cabang pohon dapat menjadi salah satu
lubang dengan ukuran yang sangat ber- cara agar sinar matahari tetap dapat
variasi yang menunjukkan bahwa area menembus lantai hutan untuk menjaga
mencari makan trenggiling dapat saling kelembaban tanah.
tumpang tindih. 3. Pembersihan Lantai Hutan pada Area
Sumber Pakan dan Jelajah Trenggiling.
D. Implikasi Terhadap Pengelolaan Trenggiling secara umum mencari ma-
Habitat kan pada kondisi tanah yang relatif
bersih dengan sedikit semai dan tum-
Untuk mencegah kepunahan trenggi-
buhan bawah. Pembersihan lantai hu-
ling di habitat alaminya salah satu cara
tan dapat difokuskan pada daerah yang
yang dapat dilakukan adalah melakukan
banyak ditemukan bekas lubang pakan
pengelolaan habitat tempat hidupnya.
karena trenggiling mempunyai wila-
Menurut Alikodra (2010), pengelolaan
yah jelajah yang tetap (Lim & Peter
habitat merupakan kegiatan praktis meng-
Ng., 2008). Biasanya mereka meng-
atur kombinasi komponen fisik dan biotik
gunakan satu lokasi bersarang antara
habitat sehingga dicapai suatu kondisi
1-2 minggu dan kembali ke lokasi
yang optimal bagi perkembangan popu-
tersebut dalam beberapa bulan ke
lasi satwaliar. Berdasarkan hasil peneliti-
depannya.
an di atas, direkomendasikan strategi
4. Pengelolaan Sumber Pakan.
pengelolaan habitat yang dapat dikem-
Pakan utama trenggiling adalah semut
bangkan oleh berbagai kelembagaan ter-
(Ordo Hymenoptera), rayap (Ordo
kait, seperti Balai Besar KSDA Sumatera
Isoptera) dan semut merah tanah (Lim
Utara dan Dinas Kehutanan Kabupaten
& Peter Ng., 2008). Pengelolaan sum-
Pakpak Bharat sebagai berikut :
ber pakan dapat dilakukan dengan me-
1. Melindungi Habitat Trenggiling yang mindahkan sarang semut dari lokasi
Tersisa di Luar SM. Siranggas. lain ke wilayah yang banyak ditemu-
Kawasan SM. Siranggas dan penyang- kan lubang pakan trenggiling. Hal ini
ganya sebagian besar masih digunakan juga untuk menambah daya dukung
oleh trenggiling untuk bertahan hidup. habitat dalam meningkatkan populasi
Upaya melindungi habitat tersisa, ter- trenggiling.
utama di sekitar SM. Siranggas, yang 5. Membangun Manajemen Kolaboratif
statusnya sebagai hutan lindung perlu dalam Konservasi Trenggiling.
menjadi prioritas, karena sangat rentan Pelaksanaan pengelolaan habitat dan
terhadap kegiatan pembukaan lahan. konservasi trenggiling secara umum
Tipe hutan campuran dan hutan se- sulit untuk berhasil apabila dilakukan
kunder di daerah penyangga harus di- oleh satu instansi atau lembaga. Dalam
pantau secara periodik untuk mengu- hal ini, pihak Balai Besar KSDA
rangi perburuan trenggiling. Dinas Ke- Sumatera Utara membangun dan me-
hutanan Kabupaten Pakpak Bharat da- ngembangkan pengelolaan secara ber-
pat membentuk tim khusus untuk me- sama untuk melindungi habitat treng-
mantau habitat trenggiling bersama giling yang hidup di sekitar SM. Si-
masyarakat. ranggas. Para pihak yang berpotensi
2. Mempertahankan Keberadaan Hutan untuk menjadi mitra kerja sama di
Sekunder di Kawasan SM. Siranggas. antaranya adalah Dinas Kehutanan

54
Preferensi Habitat Trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822).…(W. Kuswanda; T. Setyawati)

Kabupaten Pakpak Bharat, lembaga bangkan pertanian ramah lingkungan


masyarakat desa dan LSM lingkungan, (meminimalisasi penggunaan pestisida)
seperti dalam mengembangkan kon- di sekitar habitat trenggiling, seperti di
servasi jenis satwaliar lainnya. sekitar hutan campuran pada area peng-
gunaan lain (APL).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


UCAPAN TERIMA KASIH
A. Kesimpulan
Penulis mengucapkan terima kasih ke-
Trenggiling tidak memilih habitat pada tim peneliti dan teknisi yang telah
tertentu untuk mencari makan atau me- bekerjasama mulai dari pengumpulan da-
nempatkan sarang dan cenderung meng- ta sampai terbitnya publikasi ini, petugas
gunakan seluruh tipe habitat. Namun ha- lapangan dari Balai Besar KSDA Suma-
bitat yang paling disukai oleh trenggiling tera Utara, khususnya petugas di Seksi
adalah hutan sekunder dan hutan cam- Kaban Jahe, Kabupaten Tanah Karo dan
puran. masyarakat sekitar SM. Siranggas yang
Sumberdaya habitat yang paling telah membantu dalam pelaksanaan pene-
mempengaruhi trenggiling untuk mencari litian.
makan dan bersarang adalah jumlah jenis
semai dan pH tanah. Habitat dengan se-
dikit semai dan pH tanah mendekati nor- DAFTAR PUSTAKA
mal sangat disukai oleh trenggiling. Mo- Amri. (2010). Awas! sisik trenggiling disalah-
del RSF (resources selection function/ gunakan jadi sabu-sabu. http:/www
RSF) trenggiling adalah: .antaranews.com/berita/184002. Diakses
tanggal 14 Januari 2014.
Exp(-63.89+2,160XjenissemaidanTB Babaasa, D. (2000). Habitat selection by ele-
π(x) = +11,31XpHtanah) phants in Bwindi Impenetrable National
1+exp(-63.89+2,160XjenissemaidanTB Park, south-western Uganda. Journal
Ecology 38: 116-122.
+11,31XpHtanah) Bailey, J.A. (1984). Principles of wildlife ma-
nagement. John Wiley & Sons. Network
Strategi yang diusulkan dalam penge- Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
lolaan habitat trenggiling adalah melin- (KSDA) Sumatera Utara. (2011). Buku
dungi habitat trenggiling yang tersisa di informasi kawasan konservasi. Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA)
luar SM. Siranggas, terutama hutan lin- Sumatera Utara. Kementerian Kehutanan.
dung; mempertahankan keberadaan hutan Medan.
sekunder di kawasan SM. Siranggas; Chapman, M.G. (2000). Poor design of behavioral
pembersihan lantai hutan pada area sum- experiments gets poor results: examples
ber pakan dan jelajah trenggiling; penge- from intertidal habitats. J. Exp. Mar. Biol.
Ecol. 250: 77-95.
lolaan sumber pakan dengan memasuk- Cransac, N. and A.J.M. Hewison. (1997).
kan sarang semut sekitar lokasi bersarang Seasonal use and selection of habitat by
dan membangun manajemen kolaboratif mouflon (Ovis gmelini): Comparison of the
dalam konservasi trenggiling. sexes. Behavioral Processes 41: 57-67.
Doubenmire, R. (1968). Plant communities: a
textbook of plant gynecology. Harper and
B. Saran Row. New York.
Perlindungan terhadap habitat yang di- Ghozali, I. (2009). Aplikasi analisis multivariate
dengan program SPSS. Cetakan IV. Ba-
sukai oleh trenggiling, seperti hutan se-
dan Penerbit Universitas Diponegoro.
kunder di SM. Siranggas perlu menjadi Semarang.
prioritas oleh BBKSDA Sumatera Utara. Harvey, D.S. and P.J. Weather Head. (2006). A
Untuk menjaga populasi semut seba- test of the hierarchical model of habitat
gai pakan trenggiling, maka perlu dikem- selection using eastern massasauga

55
Vol. 13 No. 1, Juni 2016: 43-56

rattlesnakes (Sistrurus c. catenatus). design to evaluate preferences for mic-


Biological Conservation 130: 206-216. rohabitat: an example of preferences by
Hemami M.R., A.R. Watkinson, P.M. Dolman. species of micro gastropods. Oecologia
(2004). Habitat selection by sympatric (Berl.) 132: 159-166.
muntjac (Muntiacus reevesi) and roe deer Phillips, S., J. Callaghan and V. Thompson.
(Capreolus capreolus) in a lowland (2000). The tree species preferences of
commercial pine forest. Forest Ecology koalas (Phascolarctos cinereus) in-
and Management 194: 49-60. habiting forest and woodland communities
IUCN. (2008). IUCN Red List of threatened on Quaternary deposits in the Port
species. http://www.redlist.org/. Diakses Stephens area, New South Wales. Wildl.
tanggal 5 September 2010. Res. 27: 1-10.
Keating, K A. and Cherry, S. (2004). Use and Purnomo, D.W. (2009). Seleksi habitat oleh rusa
interpretation of logistic regression In timur (Rusa timorensis) di Hutan Wa-
habitat-selection studies. Journal of nagama I. Thesis Program Pascasarjana.
Wildlife Management 68(4): 774-789. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kuncoro, M. (2001). Metode kuantitatif: teori dan Purwadi. (2010). Karakteristik habitat preferen-
aplikasi untuk bisnis dan ekonomi. sial orangutan pongo pymaeus wurmbii di
Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Taman Nasional Sebangau. Thesis Pro-
Kusmana, C. (1997). Metode survey vegetasi. Pe- gram Pascasarjana. Institut Pertanian
nerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bogor. Bogor.
Lim, NTL. and KL. Peter Ng. (2007). Home- Ridin. (2013). Populasi trenggiling di Sumut ha-
range, activity cycle and natal den usage of nya 1.000 ekor. Harian Waspada
a female sunda pangolin (Manis ja-vanica) Online.http://www.waspada.co.id, 03
in Singapure. Endangered Spe-cies Maret 2013. Medan.
Research 4: 233-240. Robinson, W.L. and E.G. Boley. (1984). Wildlife
Manly, B.F.J., L.L McDonald, D.L. Thomas, T.L. ecology and management. Macmillan
McDonald and W.P. Erickson. (2002). Publishing Company. New York.
Resource selection by animal statistical Rubin, E.S., W.M. Boyce, C.J. Stermer and S.G.
design and analysis for field studies. 2nd Torres. (2002). Bighorn sheep habitat use
edition. Dordrecht, Boston, London: and selection near an urban environment.
Kluwer Academic Publishers. Biological Conservation 104: 251-263.
Morrison, M. L., W.M. Block, M.D. Strickland Stamps, J. (2008). Habitat.encyclopedia of eco-
and W. L. Kendall. (2001). Wildlife stu-dy logy, 1807-1810. http://www
design. Springer-Verlag New York, Inc. .sciencedirect.com/science. Diakses tang-
Morrison, M.L. (2002). Wildlife restoration: gal 26 Juli 2008.
technique for habitat analysis and animal Underwood, A.J., M.G. Chapman and T.P.
monitoring. Island Press. Washington. Crowe. (2004). Identifying and under-
Myres, P. (2000). “Pholodota”, animal diversity standing ecological preferences for habitat
web.http://animaldiversity.ummz.umich.ed or prey. Journal of Experimental Marine
u/site/accounts/information.html. Diakses Biology and Ecology 300: 161-187.
tanggal 12 Januari 2009. van den Berg, L.J.L., J.M. Bullock, R.T. Clarke,
Neu, C.W., C. R. Byers and J.M. Peek. (1974). A R.H.W. Langston and R.J. Rose. (2001).
technique for analysis of Utilization- Territory selection by the Dartford warbler
Availability Data. The Journal of Wild-life (Sylvia undata) in Dorset, England: the
Management, 38(3): 541-545. role of vegetation type, habitat fragmen-
Olabarria, C., A.J. Underwood and M.G. Chap- tation and population size. Biological
man. (2002). Appropriate experimental Conservation 101: 217-228.

56

Potrebbero piacerti anche