Esplora E-book
Categorie
Esplora Audiolibri
Categorie
Esplora Riviste
Categorie
Esplora Documenti
Categorie
Pertanyaan:
6. Abraldes, J., and Bosch, J. (2007). The treatment of acute variceal bleeding.
Journal of Clinical Gastroenterology 41(10 Suppl 3): S312-S317.
10. Nielsen, Trine Skov, 01. Lethal esophageal rupture following treatment with
Sengstaken–Blakemore Tube in management of variceal bleeding: A 10-year
autopsy study. Department of Forensic Medicine, Faculty of Health Sciences,
Aarhus University, Brendstrupgaardsvej 100, 8200 Aarhus N, Denmark
Analisa Literatur
Berbagai laporan penelitian menyebutkan bahwa penggunaan Sengstaken-
Blakemore tube merupakan cara yang efektif dan juga menjadi prosedur utama di
berbagai rumah sakit dalam menangani atau mengontrol pendarahan varices pada
saluran pencernaan atas untuk sementara sebelum ada terapi definiti lain. Sarin SK
dalam tulisannya berjudul “Balloon tamponade in the management of bleeding
oesophageal varices” mengatakan walaupun adanya teknik baru untuk mengatasi
pendarahan varices, masih ada tempat untuk Balloon Tamponade seperti Sengstaken-
Blakemore. Kateter ini adalah alat yang efektif dalam mengontrol pendarahan hingga
40-92% dari seluruh pasien (Sarin SK, 1984). Hal ini juga dikatakan oleh Panes yang
mengemukakan bahwa ST tube dapat mencapai haemostatis hingga 80-90% dari 10-15
persen kejadian pendarahan saluran cerna atas yang diatasi dengan SB-Tube (Panes,
1988).
Untuk menginvestigasi keefektivan dan keamanan dari Sengstaken-Blakemore
(SB) tube dibandingkan dengan Linton-Nachlas (LN) tubem sebuah randomized clinical
trial telah dilakukan diantara kedua alat ini. Tujuh puluh sembilan pasien yang
menderita pendarahan saluran cerna akibat esophagus varices dimasukkan dalam
penelitian ini. Hasilnya kedua alat ini menunjukkan keefektivan yang sangat baik dalam
mencapai hemostatis (86%), tapi ketika pendarahan berasal dari esopaghus varices,
SB-Tube mencapai permanen hemostatis lebih sering (52%) dibandingkan LN Tube
(30%). Toleransi yang lebih baik dan keefektian yang lebih besar dicapai SB Tube
ketika diaplikasikan tanpa ekternal traksi. Kegunaan dari esophagus tamponade untuk
pendarahan varices akan lebih tinggi jika digunakan dalam waktu 6 jam setelah
pendarahan (Teres J, 1978).
Lebih lanjut Pasquale dalam tulisannya berjudul ‘Use of balloon tamponade to
control bleeding varices’ mengatakan kompresi balon dari SBT adalah upaya yang
sangat efektif hingga 90% kasus dapat tertangani. SB-Tube adalah sebuah cara gawat-
darurat sementara yang bertujuan untuk menghentikan pendarahan dan mengijinkan
terjadinya pergantian volume cairan, dan mencegah lebih lanjut kehilangan darah untuk
mengoptimalkan kondisi pasien sebelum dilakukan managemen definitif yang lebih
terencana. SB-Tube akan lebih efektif pada pasien dengan gangguan fungsi hepar
yang lebih ringan dan pada pasien yang didahului dengan terapi endoskopy
(Ramasethu, 2004). Hasil serupa juga dipaparkan oleh Feinman & Haut (2014) yang
mengatakan bahwa walaupun intervensi SB-Tube walau hanya sementara ini telah
membuktikan dapat menghentikan pendarahan yang mengancam nyawa hingga 80%
dari semua pasien dengan pendarahan akut saluran cerna atas akibat esophageal
varices. Lebih lanjut Feinman mencatat SB-Tube digunakan sebagai jembatan utama
yang cepat untuk mengatasi pendarahan yang mengancam nyawa ini. Dan tidak hanya
untuk pendarahan saluran cerna, SB-Tube juga dapat digunakan untuk beberapa tujuan
lain. Pada Transplantasi liver, SB-Tube dapat digunakan untuk secara aman
mengkoreksi ‘graft torsion’, yang mana dapat dengan mudah diamati dengan
pemeriksaan Doppler (Steinburk, 2010).
Beberapa hal yang kemudian menjadi argumen bahwa SB Tube ini kemudian
menjadi tidak ‘viable’ untuk dipergunakan lagi adalah karena komplikasi yang
ditumbulkan cukup fatal. Resiko komplikasi yang ditimbulakan mengancam nyawa
seperti yang dilaporkan beberapa penelusuran berikut. Pasquale menyatakan walaupun
SB-Tube efektif, di lain sisi resiko kompilkasi yang dilaporkan mencapai angka 15%.
Aspirasi dari sekret adalah komplikasi utama dari alat ini. Obstruksi jalan naas, nekrosis
karena tekanan mukosa dan esophageal rupture walau jarang terjadi namun menjadi
komplikasi yang fatal (Pasquale, 1992). Hal senada juga dikatakan oleh Vlavianos yang
melaporkan SB-Tube diasosiakan dengan 10-35% komplikasi yang terjadi, terlebih lagi
ditangan mereka yang belum berpengalaman. Lebih lanjut telah dikemukakan bahwa
SB-Tube sebenarnya terbatas pada mereka yang sudah berpengalaman (Vlavianos,
1989). Kemudian Chong mengatakan bahwa SB-Tube seharusnya hanya digunakan
sebagai jembatan sementara untuk mengontrol pendarahan yang masif hingga terapi
definitif dapat dilakukan dalam 24 jam. Dan lebih lanjut seperti data sebelumnya Chong
juga mengatakan bahwa SB-Tube diasosiasikan dengan komplikasi fatal pada 6-20%
kasus yang mana komplikasi paling fatalnya adalah esophageal rupture (Chong, 2005).
Beberapa insiden mengenai fatalnya komplikasi yang disebabkan oleh ST Tube
dilaporkan dalam beberapa case report seperti dibawah ini.
Kasus 1 : Seorang perempuan berumur 71 tahun didiagnosis mengalami
cryptogenic cirrhosis dibawa ke pelayanan gawat darurat dengan
hematemesis dan hematochezia. Pengkajian fisik mengungkapkan
takipnea (22/min), hipotensi (80/55mmHg). Asites, hernia sclera dan
umbilical. Hasil lab menunjukkan Hb : 6,9mg/dl, Hematokrit 22,4%, WBC
10900/mm2, PTT 22,3 s dan INR 2.11. Hasil esophagogastroduode-
noscopy (EGD) menunjukkan grade 3-4 esophageal varices dengan spot
merah dan oozing. Karena pendarahan yang terus memburuk dibawah
penanganan vasopressor dan infus salin, SBT dimasukkan secara cepat
dengan kesulitan. Setelah dikonfirmasi melalui auskultasi, gstric balon
dikembangkan 300 ml, esophageal balon dikembangkan 40mmHg.
Radiografi dada kemudian mengungkapkan ternyata gastric baloon
berada di belakang bayangan jantung. Baloon kemudian dikempeskan
dan pasien mengalami pendarahan kembali. Karena akibat salah posisi
balon tadi, terjadi ulcer pada varices yang telah dilem dan adanya
‘deformed dilated esophagus wall’ sepanjang 30 cm. Pasien beberapa hari
kemudian mengalami demam dan hipotensi dan meninggal di hari ke 11 di
ruang ICU (Turkay, 2013).