Sei sulla pagina 1di 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan ginjal
yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa haus
yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat
encer (poliuri). Polidipsia dan poliuria dengan urin encer, hipernatremia, dan
dehidrasi adalah keunggulan dari diabetes insipidus. Pasien yang memiliki diabetes
insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat menjadi sangat dehidrasi bila
kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin encer. Kondisi ini
menimbulkan polidipsia dan poliuria.

Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun kedepan


akan mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka
mengantisipasi ledakan jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang paling
tepat adalah melakukan pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan
gaya hidup dengan yang lebih baik. Dalam hal ini peran profesi dokter, perawat, dan
ahli gizi sangat ditantang untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus baik yang
sudah terdiagnosis maupun yang belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat sangat
penting yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang ditimbulkan oleh
penderita diabetes insipidus untuk menentukan Asuhan Keperawatan yang tepat untuk
penderita Diabetes Insipidus.

B. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang pengertian Diabtes Insipidus
2. Menjelaskan Manifestasi Klinis
3. Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik
4. Menjelaskan Etiologi
5. Menjelaskan Patofisiologi dan WOC
6. Menjelaskan Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan.
7. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Insipidus

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Diabetes insipidus merupakan suatu gangguan pada lobus posterior kelenjar
hipofisis yang ditandai dengan defisiensi hormon anti diuretik (ADH) atau vasopresin.
Rasa haus yang berlebihan (polidipsia) dan volume urine encer yang banyak
merupakan karakteristik gangguan ini. Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder
akibat trauma kepala, tumor otak, atau ablasi pembedahan atau iradiasi kelenjar
hipofisis. Dapat pula terjadi akibat infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis,
limfoma payudara, atau paru) penyebab lain diabetes insipidus yaitu kegagalan
tubulus renalis dalam merespon ADH bentuk nefrogenik ini dapat terkait dengan
hipokalemia, hiperkalsemia dan obat-obatan (seperti litium, demeklosiklin
[DECLOMYCIN]).

Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan pembatasan asupan cairan karena
kehilangan urine dalam volume besar terus berlanjut walaupun tanpa penggantian
cairan. Upaya untuk membatasi cairan justru menyebabkan pasien mengalami rasa
haus tidak terpuaskan dan terus berkembang menjadi hiponatremia dan dehidtrasi
berat.

B. Manifestasi Klinis
a) Poliuria : pengeluaran urine encer yang banyak setiap harinya (berat jenis 1,001-
1,005). Awitan diabetes insipidus primer dapat terjadi secara mendadak atau
bertahap pada orang dewasa.
b) Polidipsia : pasien terus menerus merasa haus minum 2-20 liter cairan sehari
disertai keinginan untuk minum air yang dingin.
c) Poliuria terus berlanjut walaupun tanpa penggantian cairan.
d) Jika diabetes insipidus yang di alami merupakan keturunan, gejala primernya dapat
muncul saat kelahiran, pada dewasa, awitan dapat terjadi secara bertahap atau
mendadak.

2
C. Pemeriksaan Diagnostik
a) Uji deprivasi cairan : cairan tidak diberikan selama 2-12 jam sampai pasien
kehilangan 3%-5% berat badannya. Ketidakmampuan meningkatkan berat jenis
dan osmolalitas urine selama uji dilakukan merupakan tanda diabetes insipidus.
b) Prosedur diagnostik lainnya berupa pengukuran kadar ADH dan osmolalitas urine
serta plasma secara bersamaan dan juga terapi uji coba desmopresin (vasopresin
sintesis) dan infusi intravena (IV) larutan salin hipertonik.

D. Etiologi
a) Diabetes Insipidus Sentral atau Neurogenik
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, preventikular, dan
filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH,
menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormone ADH. Kelainan kelenjar
hipotalamus dan pitituari posterior karena genetic atau idiopatik, disebut Diabetes
Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada hipotalamus – pitituari,
trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau
paru-paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti : phenitoin, alcohol, lithium
carbonat

b) Diabetes Insipidus Nefrogenik

Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormone ADH sehingga ginjal


terus menerus mengekuarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes
insipidus lainnya, kelenjar hipofisis gagal menghasilkan ADH. Diabetes
Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

a. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease,


pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut
b. Gangguan elektrolit : hipokalemia, hipokalsemia
c. Obat-obatan : litium, demoksilin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid,
propoksifen
d. Penyakit sikcle cell

Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan,


karena kehilangan volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus bahkan
tanpa penggantian cairan sekalipun. Upaya membatasi cairan menyebabkan pasien
mengalami suatu kebutuhan akan cairan yang tiada henti-hentinya dan mengalami
hipernatrimia serta dehidrasi berat

3
E. Patofisiologi
Diabetes insipidus di bagi menjadi 2 jenis yaitu diabetes insipidus sentral dan
diabetes insipidus nefrogenik.
Diabetes in sipidus sentral (DIS) di sebabkan oleh kegagalan penglepasan
hormon antidiuretik atau ADH yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan
sintesis atau penyimpangan. Secara anatomis, kelainan ini terjadi akibat kerusakan
nukleus supraoptik, parasentrikular dan filiformis hipotalamus yang menyintesis
ADH. Selain itu DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat
keruakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson hipofisis posterior
dimana ADH di simpan untuk sewaktu-waktu di lepaskan ke dalam sirkulasi jika di
butuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanya sintesis ADH atau sintesis
ADH yang kueantitatif tidak mencukupi kebutuhan atau kuantitatif cukup tetapi
merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis
neurofisin suatu binding protein yang abnormal juga dapat mengganggu penglepasan
ADH. Selain itu di duga terdapat pula DIS akibat adanya antibodi terhadap ADH.
Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radioimunoasay yang
menjadi marker bagi ADH adalah neurofisin yang secara fisiologis tidak berfungsi,
maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi
ADH itu normal atau menigkat termasuk dalam klasifikasi DIS adalah diabetes
insipidus yang di akibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada
hipotalamus anterior yang di sebut verney, s omoreseptor cells yang berada di luar
sawar darah otak.
Diabetes insipidus nefrogenik yang di sebabkan oleh kegagalan pembentukan
dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medula renalis, kegagalan utilisasi gradien
pada keadaan dimana ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal.

4
F. WOC

DIS : Tumor hipofise, trauma kapitis, DIN : Adanya kerusakan


ensefalitis, meningitis, hipofisektomi, pada tubulus ginjal
pembedahan pada otak

Kegagalan Tubulus ginjal


tubulus renal tidak bisa
memberikan ADH berkurang merespon ADH
respon terhadap yang berasal dari
ADH hipofisis
posterior
Diabetes Insipidus

Penurunan
Informasi (-)
Tubulus renal tidak Osmolaritas Urine
bisa mereabsorpsi air

MK: Kurang Hilangnya banyak


pengetahuan air melalui urine
Hiperosmolaritas
di dalam serum

Poliuria
Meransang rasa haus

Dehidrasi
Penggantian air yang
tidak cukup
Polidipsia
Turgor kulit jelek

MK : kurangnya
volume cairan
Hipotensi Hipovolemi

5
G. Penatalaksanaan Medis
Terapi bertujuan untuk :
a) Mengganti ADH (biasanya diberikan sebagai program terapi jangka panjang).
b) Memastikan penggantian cairan yang adekuat.
c) Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab patologi intra kranial. Nefrogenik
memerlukan pendekatan penatalaksanaan yang berbeda.

Terapi Farmakologis yaitu :

a) Desmopresin (DDAVP) diberikan intra nasal 1 atau 2 kali pemberian tiap hari
untuk mengontrol gejala.
b) Pemberian ADH intramuskular (vasopresin tanat dalam minyak) tiap 24-96
jam untuk menurunkan volume urine (kocok demgam kuat atau hangatkan,
diberikan pada malam hari, rotasikan sisi injeksi untuk mencegah lipodistrofi).
c) Klofibrat (Atromid-S) suatu agen hipolipidemik, diketahui memiliki efek anti
diuretik pada pasien yang mengalami vasopresin hipotalamikresidual,
klorpropamida (Diabinese) dan diuretik tiazid juga dapat digunakan pada
tahap ringan penyakit karena obat-obatan ini menguatkan efek vasopresin.
d) Diuretik tiazid, deplesi garam ringan dan inhibitor protaglandin
(ibuprofen[Advil,, Motrin], indometasin [Indocin], dan aspirin) digunakan
untuk mengatasi bentuk nefrogenik dari diabetes insipidus.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Instruksikan pasien dan anggota keluarga untuk menjalani pengobatan dan
perawatan tindak lanjut dan tindak kegawatdaruratan.
b) Berikan instruksi khusus dalam bentuk lisan dan tertulis dan meliputi efek terapi
dan efek samping obat-obatan, peragakan cara pemberian obat yang benar dan
observasi pasien ketika melakukan peragaan ulang.
c) Anjurkan pasien untuk menggunakan gelang identifikasi medis dan membawa
informasi medikasi tentang gangguan ini setiap saat.

6
I. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Insipidus

Pengkajian

A. Anamnesis
a. Indentitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya:
nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung
biaya.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih
yang berlebihan, sering keram dan lemas jika minum tidak
banyak.
c. Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia,
kelelahan, konstipasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor,
tuberculosis, aneurisma/penghambatan arteri menuju otak,
hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan
terlalu sedikit hormone antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal
melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah,
kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan
dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien
sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan diabetes insipidus.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien,
perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan
prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

7
B. Pemeriksaan Persistem
a) Pernafasan B1 (breath)

RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak


ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas
normal.

b) Kardiovaskular B2 (blood)
Tekanan darah rendah ( N=120/70 mmHg), takikardi (N=60-100

x/menit), suhu badan normal (36,5 oC), suara jantung vesikuler. Perfusi
perifer baik, turgor kulit buruk, intake ≥2500 cc/hr, output=3000 cc/hr, IWL
= 500 cc/hr, klien tampak gelisah.
c) Persyarafan B3 (brain)

Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala


simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-
orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan
baik, penghidu baik.

d) Perkemihan B4 (bladder)

Poliuria, urin sangat sangat encer ( 4- 30 liter ), tidak


ada perubahan pola eliminasi, pasien mengeluh haus.

e) Pencernaan B5 (bowel)

Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta


BAB 2 x/hr pagi dan sore. konstipasi

f) Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat


dingin dan lembab, tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat
lelah.

8
C. Pemeriksaan Diagnostik
 Gula darah acak didapatkan 160 mg/dl (gula darah acak
normal 120-140 m/dl)
 Water Deprivation Test guna untuk menurunkan
frekuensi yang berlebih.
 Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal= 300-450
mosmol/L).
 Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal<290
mosmol/L).
 Urea N: <3 mg/dl. (normal= 3 - 7,5 mmol/L)
 Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal<70 IU/L)
 Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal 0,1 - 0,3 mg/dl)
 Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal 0,3 – 1 mg/dl)
 SGOT: 38 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)
 SGPT: 18 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)

Analisa Data
NO Data Etiologi Masalah keperawatan
1  Data Subjektif : Volume cairan Defisit Volume Cairan
Pasien mengatakan haus, tubuh berkurang
badan terasa lesu, sering
kencing (Polyuria)

 Data Objektif :intake= <2500


cc/hr, output= 3000 cc/hr,
IWL = 500 cc/hr, turgor kulit
buruk, mukosa mulut kering
dan mata cowong

2  Data Subjektif : Minimnya Kurangnya


Pasien mengatakan tidak tahu Pengetahuan
tentang pengobatan dan informasi tentang
perawatan penyakitnya. pengobatan dan
 Data Objektif : perawatan DI
Klien tidak mengikuti
instruksi secara akurat

9
Diagnosa keperawatan

1. Defisit volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi


yang meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri

10
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan


metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)

Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak
yang disebabkan oleh dua hal :

 Gagalnya pengeluaran vasopressin .


 Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.

Menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria
dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat
disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP
dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut
dengan diabetes insipidus nefrogenik.

Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akibat (akibat lanjut) trauma kepala, tumor
otak atau operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis. Kelainan ini dapat pula
terjadi bersama dengan infeksi system saraf pusat (meningitis, ensefalitis) atau tumor
(misalnya, kelainan metastatic, limfoma dari payudara dan paru)

11
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika.
Suddart & Bruner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi
Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI
Waspadji, Sarwono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI
Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI

12

Potrebbero piacerti anche

  • Click Downloadw
    Click Downloadw
    Documento1 pagina
    Click Downloadw
    Rudi Apriadi
    Nessuna valutazione finora
  • Di of My
    Di of My
    Documento1 pagina
    Di of My
    Rudi Apriadi
    Nessuna valutazione finora
  • Di of My
    Di of My
    Documento1 pagina
    Di of My
    Rudi Apriadi
    Nessuna valutazione finora
  • Aksj LH Di
    Aksj LH Di
    Documento1 pagina
    Aksj LH Di
    Rudi Apriadi
    Nessuna valutazione finora
  • Aksj LH Di
    Aksj LH Di
    Documento1 pagina
    Aksj LH Di
    Rudi Apriadi
    Nessuna valutazione finora