Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
Penjelasan Definisi:
Sanad adalah rangkaian rijal yang menghantarkan kepada matan
Matan adalah perkataan yang terletak di penghujung sanad.
B. Contoh-contoh
1
An-Nukat ‘ala Ibni ash-Sholah, Ibnu Hajar, j.1 h.225
2
Tadrib ar-Rawi, as-Suyuthy, j.1 h.41
14
Telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata; Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Sa’id al-Anshari, ia berkata; Telah memberitahukan kepadaku
Muhammad bin Ibrahim at-Taimi bahwasannya ia mendengar ‘Alqamah bin
Waqqash al-Laitsi berkata; Aku mendengar Umar bin Khaththab ra berkata di atas
mimbar; Rasulullah saw bersabda; Sesungguhnya semua perbuatan itu disertai
dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya.
Barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang akan diperolehnya,
atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (dibalas) kepada apa yang
ia niatkan.
Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk membedakan antara hadits sahih
dan dla’if.
15
HADITS, KHABAR & ATSAR
A. Definisi
1. Hadits
2. Khabar
3. Atsar
B. Skema
16
PEMBAGIAN HADITS MENURUT KUALITASNYA
A. Hadits Sahih
1. Definisi Hadits Shahih
3
Muqaddimah Ibni Sholah, h.11
4
Nuzhat an-Nadhr, h.51
17
akan menga-jarkannya dalam bentuk sebagaimana yang telah dia dengar dari
gurunya
Apabila kedua sifat tersebut (Adil dan Dlabith) terdapat pada seorang
rawi, maka dia termasuk orang yang Tsiqah.
d. Tidak ada syadz. Syadz secara bahasa berarti yang tersendiri, secara istilah
berarti hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat bertentangan dengan
hadits dari periwayat lain yang lebih kuat darinya. Tentang hadits syadz secara
terperinci, akan dibahas pada bagian tersendiri, Insya Allah.
e. Tidak ada illah, Di dalam hadits tidak terdapat cacat tersembunyi yang
merusak kesahihan hadits. Tentang hadits mu’allal (cacat) juga akan dibahas
dalam bagian tersendiri5.
B. Hadits Hasan
1. Definisi Hadits Hasan
ﻲﺢ ﻓ
ﻴ ﹺ ﺤ
ﺼ
ﺍﻭﹺﻱ ﺍﻟﻭ ﹶﻥ ﺭ ﻢ ﺩ ﻬ ﻀ
ﻌ ﺑ ﻭ ﻪ ﹶﺃ ﺗﺍﺭﻭ ﺪ ﺣ ﺔ ﹺﺇ ﱠﻻ ﹶﺃ ﱠﻥ ﹶﺃ ﺤ
ﺼ
ﻁ ﺍﻟ
ﻭ ﹸ ﺮ ﺷ ﻮﻓﹶﻰ ﺘﺳ ﻣﺎﺍ
ﻪ ﺜﻳﺪ ﺤ
ﺝ ﹺﺑ
ﺎ ﹺﺘﺠﺣ ﻴ ﹺﺰ ﹾﺍ ِﻹﺣ ﻦ ﻋ ﻪﺨ ﹺﺮﺟ
ﻳ ﺎ ﹶﻻﻂ ﹺﺑﻤ
ﺒ ﻀ
ﺍﻟ
Adalah hadits yang memenuhi syarat sebagai hadits sahih , hanya saja kualitas
dhabth (keakuratan) salah seorang atau beberapa orang rawinya berada di bawah
kualitas rawi hadits sahih, tetapi hal itu tidak sampai mengeluarkan hadits tersebut
dari wilayah kebolehan berhujjah dengannya.
2. Penjelasan Definisi
Hadits yang memenuhi syarat sebagai hadits sahih. Dalam hal ini syarat
hadits sahih adalah;
a. Haditsnya musnad (berasal dari nabi)
b. Sanadnya bersambung
c. Tidak ada syadz (keganjilan)
d. Tidak ada ilah (cacat)
Sedangkan syarat dlabth menjadi titik pembeda antara keduanya. Rawi
hadits hasan tingkat dlabthnya berada di bawah kualitas rawi hadits sahih.
Periwayat hadits hasan biasanya disebut dengan istilah, shaduq (jujur), laa ba’sa
5
Ibid, h.52
18
bih (tidak apa-apa), siqah yukhthi’ (terpercaya tetapi banyak kesalahan), atau
shaduq lau awham (jujur tetapi diragukan)
C. Hadits Daif
Hadits daif menurut bahasa berarti hadits yang lemah, yakni para ulama
memiliki dugaan yang lemah (keci atau rendah) tentang benarnya hadits itu berasal
dari Rasulullah SAW.
Jadi hadits daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits sahih,
melainkan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan. Pada hadits daif itu
terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits
tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.
1. Definisi Marfu’
ﺻ ﹶﻔ ﹰﺔ
ﻭ ﺍ ﹶﺃﻳﺮﺗ ﹾﻘ ﹺﺮ ﻭ ﻼ ﹶﺃ
ﻌ ﹰ ﻓ ﻭ ﻮ ﹰﻻ ﹶﺃ ﻢ ﹶﻗ ﺳ ﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴ ﻋ ﹶﻠ ﷲ
ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ
ﻲ ﻨﹺﺒﺐ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟ
ﺴ
ِ ﺚ ﻧ
ﻳﺪ ﺣ ﹸﻛ ﱡﻞ
yaitu setiap hadits yang dinisbahkan kepada Nabi saw, baik perkataan,
pekerjaan, taqrir (ketetapan) atau sifat.
2. Definisi Mauquf
ﻳ ﹴﺮﺗ ﹾﻘ ﹺﺮ ﻭ ﻌ ﹴﻞ ﹶﺃ ﻓ ﻭ ﻮ ﹴﻝ ﹶﺃ ﻦ ﹶﻗ ﻣ ﺎﺑﹺﻲﺼﺤ
ﺐ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟ
ﺴ
ِ ﺎ ﻧﻣ
yaitu hadits yag dinisbahkan kepada Shahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir
3. Definisi Maqthu’
ﻌ ﹴﻞ ﻓ ﻭ ﻮ ﹴﻝ ﹶﺃ ﻦ ﹶﻗ ﻣ ﻲ ﻌ ﺎﹺﺑﺐ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟﺘ
ﺴ
ِ ﺎ ﻧﻣ
yaitu setiap hadits yang dinisbahkan kepada Tabiin, baik perkataan maupun
perbuatan
4. Skema
19
PEMBAGIAN HADITS MENURUT KUANTITAS
(Jumlah Perawi)
Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi
sumber berita, maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam,
yakni hadits mutawatir dan hadits ahad.
A. Hadits Mutawatir
1. Definisi
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan
atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.
"Hadits mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi
yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut
seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan
jumlah pada setiap tingkatan."
Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang secara mudah
dapat diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk
berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir.
20
4) Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40
orang.
b. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan)
pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi
syarat-syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-
Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena
persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa
mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.
3. Skema
B. Hadits Ahad
1. Definisi
"Suatu hadits (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai
jumlah pemberita hadits mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga
orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak
memberi pengertian bahwa hadits tersebut masuk ke dalam hadits mutawatir”
4. Skema
21
AT TABI DAN AS SYAHID
A. Hadits At Tabi
Hadits yang mana jalan periwayatannya berbeda, akan tetapi memiliki
sandaran pada sahabat yang sama
B. Hadits As Syahid
Hadits yang mana jalan periwayatannya berbeda, dan pada tingkatan
sahabat berbeda juga.
C. Skema
22
TAHAPAN PENELAAHAN HADITS
A. Seleksi Hadits
Dengan menggunakan berbagai macam ilmu hadits itu, maka timbulah
berbagai macam nama hadits, ya ng disepakati oleh para ulama, yang sekaligus dapat
menunjukkan jenis, sifat, bentuk, dan kualitas dari suatu hadits. Yang paling penting
untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas dasar kualitasnya yaitu :
1. Maqbul ( dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits shahih dan
hadits hasan.
2. Mardud ( tidak dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits dha if /
lemah dan hadits maudhu / palsu.
23
4. Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-
syarat :
a. Adil, yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan
membiasakan dosa.
b. Dlabith/Hafizh, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hal ini kita akan menemukan sesuatu hadits yang mendapatkan penilaian
berbeda/bertentangan antara seorang ulama dan lainnya. Maka langkah kita adalah:
dahulukan yang mencela sebelum yang memuji ( Al -jarhu Muqaddamun alat ta dil ).
Hal ini apabila dinilai oleh sama-sama ahli hadits. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah
bahwa tidak semua komentar ulama tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Artinya sesuatu hadits yang dikatakan oleh para ulama shahih, kadang -kadang
setelah diteliti kembali ternyata tidak demikian. Contohnya dalam hadits kita akan
menemukan kata-kata dan dishahihkan oleh Imam Hakim, oleh Ibnu Huzaimah dan lain-
lain, tetapi ternyata hadits tersebut tidak shahih ( belum tentu shahih ).
24
TINGKATAN LAFADL JARH WA TA’DIL
4
dhabith-an atau Kata-kata ﻤﺄﻤﻮﻥ akan tetapi hadits-hadits
yang menunjukkan keadilan mereka dapat dijadikan ikhtibar
(ta’dil) tanpa diterangkan ﺼﺪﻭﻖ dengan membandingkan
kedabitannya. hadits mereka dengan hadits
Lafadz yang tidak
ﻣﺣﻞ ﺍﻠﺼﺪﻖ lain yang lebih kuat, jika hadits
menunjukkan kesangatan perawi tingkatan ini sesuai
5
(muhalaghah) atau ﺠﻳﺪ ﺍﻠﺤﺪﻴﺚ dengan hadits yung lebili kuat
Kata-kata yang tidak maka hadits mereka dapat
menunjukkan penilaian ﺣﺳﻦ ﺍﻠﺤﺪﻴﺚ dijadikan hujjah,.jika
siqah atau penilaian cacat. sebaliknya, maka hadits
25
ﻔﻼﻦ ﻮﺴﻃ mereka tak dapat dijadikan
hujjah
26
B. Tingkat dan Bentuk Lafadz-lafadz Jarh
Status
No. Bentuk Lafadz Kehujjahan/Dampak dari
lafadz yang digunakan
Kata-kata yang ﻔﻼن ﻟﻴن
menunjukkan penilaian
lemah (talyin) merupakan
ﻔﻼن ﻠﻳﺲ ﺑﺎﻠﺣﺠﻪ
1
tingkatan jarh yang paling ﻔﻼن ﻤﻘﺎﻞ ﻔﻴﻪ
Perawi pada tingkat pertama
ringan di antara beberapa
dan kedua, haditsnya tidak
tingkatan jarh.
dapat dibuat hujjah sama
Lafazh yang mengandung ﻔﻼن ﻻ ﻴﺣﺗﺞ ﺑﻪ sekali, namun tetap ditulis
arti tidak dapat dipakai
berhujjah yang semakna
ﻔﻼن ﻤﺠﻬﻮﻞ sebagai perbandingan (i’tibar),
meski perawi pada tingkat
dengan lafazh tersebut atau ﻔﻼن ﻤﻨﻜر اﻟﺣﺪﻴث
kedua di bawah (jauh berbeda
Kata-kata yang
2 dengan) tingkat perawi
menunjukkan larangan
pertama.
berhujjah dengan riwayat
seorang perawi, atau kata-
kata yang serupa
dengannya.
Lafazh tuduhan tercecat ﻔﻼن ﻀﻌﻴف Perawi pada empat tingkatan
atau Kata-kata yang terakhir (ketiga, keempat,
menunjukkan bahwa hadits
ﻔﻼن ﻻ ﻳﮑﺗﺐ ﺤﺪﻴﺛﻪ kelima, dan keenam),
3 seorang perawi tidak boleh ﻣﻃرح اﻟﺣﺪﻴﺛ haditsnya tidak dapat dibuat
ditulis (dikutip) atau kata- hujah, tidak ditulis, dan tidak
kata yang serupa dipakai sebagai perbandingan
dengannya. lagi. Karena mereka tidak
Lafazh-lafazh tuduhan ﻔﻼﻦ ﻤﺘﻬﻢ ﺑﺎﻠﮑﺬب mungkin dapat menjadi kokoh
bersifat dusta atau lafazh atau dikokohkan lainnya.
yang lebih ringan atau Kata-
اﻮ ﻣﺗﻬﻢ ﺑﺎﻠﻮﻀﻊ
4 kata yang menunjukkan ﻓﻼﻦ ﻤﺘرﻮﻚ اﻠﺤﺪﻳﺚ
tertuduhnya seorang perawi
dengan pendusta, atau
sesamanya.
Lafadz yang bersighat ﻮﻀﺎع ﻜذاب ﺪﺠﺎﻞ
muballaghah atau diulang,
atau kata majmuk setara
5
atau Kata-kata yang
menunjukkan dustanya
27
seorang perawi atau
sesamanya.
Lafadz berwazan af’al al- اآﺬب اﻟﻧﺎﺲ
tafdhil atau
Kata-kata yang
اﻮﻀﻊ اﻟﻧﺎﺲ
menunjukkan bahwa اﻠﻳﻪ اﻤﻨﺘﻬﻰ ﻓﻲ اﻠﻮﻀﻊ
seorang perawi adalah
6
pendusta yang berlebihan
dan kata-kata sesamanya.
Tingkatan ini yang paling
jelek di antara beberapa
tingkatan jarh.
28