Sei sulla pagina 1di 15

MIOPIA

Oleh :

Auliya Al Hazmi 1740312601

Syaika Amelia Zahra 1210313067

Preseptor :

dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Refraksi Mata

Berkas cahaya yang masuk ke mata akan mengalami refraksi (pembiasan) sebelum
mencapai sel-sel fotoreseptor pada retina. Media refraksi mata dimulai dari tear film,
kornea, aquous humour, lensa, dan vitreous humour. Dua struktur yang paling penting
dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Bentuk kedua struktur tersebut
yang konveks (cembung) mengakibatkan konvergensi berkas sinar, sehingga membawa
berkas-berkas tersebut lebih dekat satu sama lain sehingga bayangan dapat terbentuk di
suatu titik fokus.

Kelainan refraksi adalah keadaan tidak terbentuknya bayangan tegas tidak di retina
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada orang normal daya bias media
penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan benda setelah
melalui media refraksi dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kekuatan lensa (rata-rata 17 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)

1.2 Miopia

Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang dari jarak
yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien
dengan miopia dapat melihat jelas objek yang dekat sedangkan melihat objek yang jauh
pandangan pasien akan kabur. Hal tersebut diakibatkan karena penderita miopia
mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat
sementara pungtum proximumnya (titik terdekat yang masih dilihat jelas) normal.

2
Secara klinis, miopia dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Simple myopia
Status refraktif mata pada simple myopia tergantung pada kornea dan lensa, serta
panjang aksial bola mata. Perubahan pada salah satu dari komponen tersebut akan
menyebabkan miopia.

2. Nocturnal myopia
Terjadi pada kondisi pencahayaan yang kurang, akibat peningkatan respon daya
akomodasi yang berkaitan dengan jumlah cahaya yang diterima mata.
3. Pseudomyopia
Peningkatan refraktif mata akibat stimulasi yang berlebihan dari mekanisme
akomodasi mata atau ciliary spasm.
4. Degenerative myopia
Miopia derajat tinggi yang berhubungan dengan perubahan degeneratif pada
segmen posterior mata atau dikenal juga dengan miopia patologi.
5. Induced myopia
Miopia yang disebabkan oleh substansi tertentu, variasi level gula darah, sklerosis
pada lensa, dan lain-lain. Miopia ini bersifat sementara dan reversibel.

Miopia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahan dan umur; miopia
ringan (<3.00 D), miopia sedang (3.00 D- 6.00 D), dan miopia berat (>6.00 D), serta
miopia kongenital, youth-onset myopia (<20 tahun), early adult onset myopia (20-40
tahun), dan late adult-onset myopia (>40 tahun).

3
Epidemiologi miopia menunjukkan prevalensi yang tinggi pada usia sekolah dan
dewasa muda, yakni sebesar 25-35 %. Angka ini menurun menjadi 20 % pada kelompok
usia 45-65 tahun, dan semakin menurun pada usia 70 an sebesar 14 %. Kelompok anak
usia <5 tahun, memperlihatkan angka prevalensi yang terkecil, yaitu kurang dari 5 persen
kasus. Beberapa studi menunjukkan terdapat prevalensi yang lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria. Pekerjaan yang seringkali membutuhkan fokus dekat juga
memperlihatkan angka kejadian yang lebih tinggi.
Faktor risiko yang paling sering ditemukan pada penderita miopia adalah herediter
dan kebiasaan yang mengandalkan penglihatan dekat dalam waktu yang cukup lama.
Riwayat miopia dalam keluarga memegang peranan penting pada perkembangan simple
myopia, sebesar 33-60 % prevalensi miopia terjadi pada anak-anak dengan kedua orang
tua dengan miopia. Anak-anak dengan salah satu orang tua yang memiliki miopia
memiliki angka prevalensi sebesar 23-40 %. Membaca dan melakukan pekerjaan dengan
jarak pandang dekat dalam waktu yang lama dan rutin juga akan meningkatkan risiko
miopia.
Gejala Klinis

Gejala Subjektif:

- Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.

- Gejala astenopia pada pasien miopi

- Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh


orang tua.

Gejala Objektif:

- bola mata yang besar dan menonjol.

- Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.

- Fundus Normal, dapat ditemukan miopi kresen temporal.

Pasien dengan miopia mempunyai risiko ablasio retina yang lebih tinggi, dan
risiko tersebut berbanding lurus dengan peningatan derajat miopia. Pasien miopia juga

4
lebih berisiko terjadinya glaukoma dibanding dengan pasien hyperopia. Kehilangan
penglihatan dapat terjadi akibat tekanan intraokular yang rendah pada pasien miopia.

Penatalaksanaan

a. Nonfarmakologi
 Kaca Mata
 Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan
kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

. Koreksi pada Mata Miopi

Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia.

b. Farmakologi
Agen siklopegik kadang-kadang digunakan untuk menurunkan respon akomodasi
terutama pada tatalaksana pseudomyopia. Pada anak-anak dengan youth-onset
myopia, penggunaan siklopegik menurunkan progresifitas miopia.

5
c. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi
pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan
refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.

Kelemahannya:

Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma
setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul,
seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka
yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa
silau saat malam hari.

2. Photorefractive Keratectomy (PRK)


Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa
menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk
miopi -2 sampai -6 dioptri.

Kelemahan PRK:

- Penyembuhan postoperatif yang lambat

6
- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa
minggu.

- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan

- PRK lebih mahal dibanding RK

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)


Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi
dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang
teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.

Kriteria pasien untuk LASIK

- Umur lebih dari 20 tahun.

- Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.

- Motivasi pasien

- Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.

7
Keuntungan LASIK

- Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif

- Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.

- Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma
setelah operasi,

- Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.

- Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.

Kekurangan LASIK

- LASIK jauh lebih mahal

- Membutuhkan skill operasi para ahli mata.

- Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat
operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

Pencegahan

Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap
dan menonton tv dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan

8
pelebaran mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan
untuk anak-anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif. Penggunaan kacamata
dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia dalam akhir tahun ini.

Prognosis
Prognosis simple myopia adalah sangat baik. Namun, untuk degenerative myopia
prognosisnya tergantung dari derajat keparahan karena berkaitan dengan ablasio retina
dan glaucoma sehingga masih menjadi salah satu penyebab utama kebutaan di Amerika,
Inggris, dan Kanada.

9
BAB II
ILUSTRASI KASUS

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berumur 22 tahun datang ke poli mata RSUP Dr. M.

Djamil pada tanggal 17 April 2018 dengan :

Keluhan Utama

Kedua mata semakin kabur sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

- Kedua mata semakin kabur dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, mata kabur

dirasakan perlahan lahan semakin sulit melihat jauh, mata kabur dirasakan

terus menerus dan tidak dipengaruhi oleh mata merah.

- Riwayat sakit kepala (+), terutama saat pasien memaksakan untuk melihat

tulisan dari jauh

- Mata merah tidak ada

- Mata gatal tidak ada

- Mata berair tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sudah memakai kecamata sejak 6 tahn yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengelukan adanya gangguan pada mata

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien seorang mahasiswa, dengan aktivitas sering mgnggunakan laptop dan hp

10
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Sedang
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,70 C
Anemis : tidak ada
Ikterik : tidak ada
Edema : tidak ada

Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
2mm/2mm
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut dan gigi : Tidak ada kelainan, caries gigi (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, deviasi trakea (-)
Thorax : Normochest
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : SN vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

11
Abdomen
Inspeksi : kulit warna merah kehitaman
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Ekstremitas : akral teraba hangat, CRT <2 detik
Sensorik : baik pada ke-4 ekstremitas

Motorik : 555 555


555 555

Status Oftalmikus

Status Ophtalmicus OD OS
Visus tanpa koreksi 20/30 20/40
Visus dengan Koreksi -0.75 -0.75
Refleks Fundus + +
Silia/Supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Palpebra Superior Udem (-), Hiperemis (-) Udem (-), Hiperemis (-)
Palpebra Inferior Udem (-), Hiperemis (-) Udem (-), Hiperemis (-)
Margo Palpebra Entropion (-), Entropion (-),
extropion(-) extropion(-)
Aparat Lakrimalis Lakrimasi Normal Lakrimasi Normal
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-), Papil (-) Hiperemis (-), Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Konjungtiva Fornics Hiperemis (-), Papil (-) Hiperemis (-), Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (-), Papil (-) Hiperemis (-), Papil (-)
Folikel (-), Injeksi siliar Folikel (-), injeksi siliar
(-) (-)
Sklera Putih Putih

12
Kornea Jernih Jernih
Kamera Okuli Cukup dalam Cukup dalam
Anterior
Iris Warna cokelat, Rugae (+) Warna cokelat, Rugae (+)
Pupil Bulat, RC (+), ukuran Bulat, RC (+), ukuran
2mm 2mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Fundus:
- Media Bening Bening
- Papil Bulat, batas tegas, c/d Bulat, batas tegas, c/d
0,3-0,4 0,3-0,4
- Pembuluh aa:vv 2:3 aa:vv 2:3
darah
- Retina Perdarahan (-), Perdarahan (-),
eksudat (-) eksudat (-)
- Macula Refleks Fovea (+) Refleks Fovea (+)
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N(palpasi)
Gerakan Bulbus Okuli Bebas Kesegala arah Bebas Kesegala Arah

Diagnosis : Miopia -0.75 ODS

Anjuran Terapi :

Umum :

- Membaca dengan pencahayaan yang cukup

- Menghindari membaca sambil tiduran

- Kacamata harus terus dipakai

- Beristirahat jika mata mulai terasa lelah

Khusus :

13
Memakai kacamata dengan koreksi -0.75 (D), -0.75(S)

PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

14
DAFTAR PUSTAKA

Americal Optometric Association (2010). Care of the Patient with Myopia.


Basak S (2016). Essentials of Ophthalmology. 6th edition. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher, hal. 62-81.

Sherwood L (2009). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th edition. Trans. Pendit B.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 211-30.

Wu PC, Huang HM, Yu HJ, Fang PC, and Chen CT. (2016). Epidemiology of Myopia.
Asia Pacific Academy of Ophthalmology, 5(3):386-93.

15

Potrebbero piacerti anche